ANALISIS KEBIJAKAN BANK BTN SYARIAH KCP BUKIT
DARMO SURABAYA TERHADAP PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN RUMAH BERMASALAH DENGAN FATWA
DSN MUI DAN PERATURAN BI
SKRIPSI
Oleh
BADRUS ALI FAHMI
NIM. C04211059
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kualitatif dengan judul Analisis
Kebijakan Bank BTN Syariah KCP Bukit Darmo Surabaya Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Rumah Bermasalah dengan Fatwa DSN MUI dan Peraturan BI .Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah? Bagaimana analisis kesesuaian kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005 dan Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011?.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Data yang diperoleh melalui wawancara dan studi dokumentasi selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif. Data yang menjadi rujukan penulis adalah data pembiayaan rumah bermaslah periode januari-juni 2015 dengan jumlah 41 kasus dengan rincian 12 kasus kategori kurang lancar dengan persentase 29%, 8 kasus kategori diragukan dengan persentase 20% dan 21 kasus kategori macet dengan persentase 51%. Dari jumlah 41 kasus yang terjadi penulis mengambil 10 sampel acak untuk dilakukan penelitian.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kebijakan yang pernah diambil Bank BTN Syariah KCP Bukit darmo Surabaya terhadap penyelesaian KPR bermasalah dari sampel acak 10 kasus yang terjadi pada periode Januari-Juni 2015 adalah: 1. SP-3 di keluarkan untuk 1 kasus, 2. Pembinaan di keluarkan untuk 2 kasus, 3. Restrukturisasi di keluarkan untuk 2 kasus, 4. Novasi di keluarkan
untuk 3 kasus, 5. Take Over di keluarkan untuk 2 kasus. Dalam menentukan
kebijakannya semua produk penagannnya sama, untuk menentukan kebijakannya dilihat dari sisi kualitas pembiayaannya. Pedoman yang dipakai juga telah sesuai acuan yaitu Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/2005 tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tidak mampu membayar dan Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011 tentang restrukturisasi pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah yang memang haruslah menjadi acuan semua Bank Syariah dalam menjalankan usahanya.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran: Pertama,
Bank perlu lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan rumah, analisis lebih
dalam akan memberikan resiko NPF lebih rendah.Kedua, dalam pengambilan
kebijakan haruslah dilakukan tindakan cepat dan tepat, jika setelah diidentifikasi nasabah ini ada potensi untuk bermasalah haruslah ada tindakan lebih lanjut, karena jika terlalu lama terjadi pembiaran maka kualitas pembiayaannya semakin
turun dan resiko NPF akan lebih tinggi.Ketiga, bagi calon nasabah yang berniat
✂✄☎ ✆✄✝ ✞✟ ✞
Halaman
✠✡☛☞✌L DALAM... i
PERNYATAAN KEASLIAN... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN... iv
ABSTRAK... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR TRANSLITERASI... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. LatarBelakangMasalah... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 5
C. Rumusan Masalah... 6
D. Kajian Pustaka... 7
E. Tujuan Penelitian... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian... 13
G. Definisi Operasional... 14
H. Metode Penelitian... 15
I. Sistematika Pembahasan... 19
BAB II TINJAUAN UMUM FATWA DSN MUI TENTANGPENYELESAIAN MURABAHAH BAGI NASABAH TIDAK MAMPU MEMBAYAR DAN PERATURAN BI TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN... 21
✎. Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005
Tentang PenyelesaianPiutangMurabahahBagiNasabahTi dak
MampuMembayar ... 22
1. Pertimbangan Munculnya Fatwa ... 22
2. Dasar Hukum ... 23
3. Restrukturisasi PembiayaanMurabahah... 24
4. Syarat-syarat Restrukturisasi Pembiayaan... 26
5. Ketentuan Penyelesaian ... 26
6. Ketentuan Penutup ... 27
C. Peraturan BI... 27
D. Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No:10/18/PBI/2008tentang restrukturisasi pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah... 31
1. Ketentuan dan Persyaratan Umum Pembiayaan ... 33
2. Pertimbangan Munculnya Peraturan ... 34
3. Syarat Restrukturisasi Pembiayaan ... 35
4. Kewenangan Bertindak dan Bertindak Atas Pihak Lain... 37
5. Laporan Restrukturisasi Pembiayaan ... 46
6. Sanksi ... 47
BAB III GAMBARAN UMUM DAN DATA KPR BERMASALAH BANKBTN SYARIAH KCP BUKIT DARMO... 49
A. Sejarah Berdirinya... 49
B. Visi Misi... 50
C. Struktur Organisasi(Terlampir)... 51
D. Produk KPR BTN Syariah... 51
E. Pembiayaan Rumah Bermasalah {Periode Januari Juni 2015... 56
G. Strategi Bank BTN Syariah Dalam Menghadapi
Pembiayaan Rumah Bermasalah... 63
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN BANK BTN SYARIAH KCP BUKIT DARMO TERHADAP PENYELESAIANPEMBIAYAAN RUMAHBERMASALAH... 67
A. Kebijakan Bank BTN Syariah TerhadapPenyelesaian Pembiayaan Rumah Bermasalah... 67
B. Analisis Kebijakan Bank BTN Syariah Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Ruamh Bermasalah dengan Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005 dan dengan Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011... 72
BAB V PENUTUP... 77
A. Kesimpulan... 77
B. Saran... 79
DAFTAR PUSTAKA
1 ✏ ✑✏✒ ✓✔✕✖✑✗ ✘✙ ✘✑✕
✑ ✚ ✙✛ ✜✛ ✢✏✣✤✛✥✛✦✧★✛✩✛✤✛✪
Rumah adalah salah satu kebutuhan primer bagi manusia, di era sekarang sulit kiranya untuk membangun rumah secara langsung, terlebih dikota besar. Perbandingan harga tanah yang mahal dan bahan bangunan yang semakin melambung tinggi dengan rata-rata gaji yang didapat oleh kebanyakan warga di kota besar rasanya sulit untuk membangun rumah secara langsung.
Pembiayaan perumahan adalah salah satu jawaban dari persoalan diatas, banyak perumahan yang dibangun mulai kelas perumahan rakyat hingga setingkat perumahan mewah dan apartemen. Banyak Bank berlomba-lomba untuk menawarkan berbagai produknya untuk kredit perumahan, dari Bank syariah maupun Bank konvensional.
Secara konsep, dalam mengajukan kredit perumahan Bank syariah maupun Bank konvensional adalah sama seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya.1 Aspek yang membedakan bisa dari aspek legalitas, usaha yang dibiayai dan lain sebagainya.
Bicara soal pembiayaan perumahan tak lepas dari kiprah Bank Tabungan Negara (BTN), Bank BUMN ini telah puluhan tahun 1
2
berkecimpung dalam dunia kredit perumahan dengan produk unggulannya yaitu KPR. Bank BTN selama ini menjadi integrator stakeholder strategis dalam pemecahan permasalahan perumahan di Indonesia.
Pemerintahan Jokowi-JK telah memberikan aspirasi untuk melakukan percepatan penyelesaian backlog perumahan nasional melalui program sejuta rumah untuk rakyat. Bank BTN diberikan peran sentral dalam pelaksanaan program perumahan nasional yang diperuntukkan bagi rakyat di Indonesia.
Bapak Wakil Presiden Selasa, 23 Februari 2015 meminta agar Bank BTN dapat terus berperan aktif dalam pelaksanaan program penyediaan perumahan nasional. Peran Bank BTN sangat sentral. Tidak bisa diubah sebagai pendamping pemerintah dengan bisnis sebagai Bank fokus.
Sebagai bentuk dukungan perseroan terhadap program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah tersebut, mulai 1 Maret 2015, Bank BTN akan meluncurkan program khusus KPR dengan uang muka 1%. Program ini diharapkan dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang terkendala dalam menyiapkan uang muka (DP) untuk pembelian rumah melalui fasilitas kredit perbankan.2
Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa Bank BTN tidak diragukan lagi dalam dunia perkreditan rumah, karena Bank BTN diberikan kepercayaan dan peran sentral dalam pelaksanaan program perumahan nasional. Bank BTN juga telah masuk dalam dunia perbankan syariah, pada tahun 2005 telah mendirikan UUS yang pertama dan berkantor cabang di jakarta. Hingga sekarang Bank BTN Syariah telah memiliki jaringan yang tersebar di seluruh indonesia dengan rincian: 22 unit Kantor Cabang Syariah, 21 unit Kantor Cabang Pembantu Syariah, 7 unit Kantor Kas Syariah dan 240 unit Kantor Layanan Syariah. Bank ini juga memfokuskan usahanya pada kredit perumahan dengan produk unggulannya KPR BTN iB.
2
3
KPR BTN iB adalah produk pembiayaan BTN Syariah yang ditujukan bagi perorangan, untuk pembelian rumah, ruko, apartemen baik baru maupun lama. Akad yang dipergunakan adalah akadMurabahah (jual beli). Dimana nasabah bebas memilih obyek KPR, sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan nasabah sendiri dari aspek lokasi maupun harga.
Kegiatan penyaluran pembiayaan adalah salah satu sumber utama pendapatan Bank, oleh karena itu pembiayaan memiliki peran penting dalam terciptanya kesehatan suatu Bank. Dalam menyalurkan pembiyaan haruslah melalui proses analisis kredit. Ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pembiayaan bermasalah (Macet) atau dalam dunia perbankan syariah biasa disebut dengan NPF(Non Performing Financing).
Jika telah terjadi pembiayaan bermasalah (macet) setiap Bank pastilah memliki kebijakan-kebijakan dalam mengatasi hal tersebut. Dalam membuat sebuah kebijakan, Bank haruslah taat pada peraturan otoritas terkait. Semisal pada Bank syariah harus mengikuti peraturan atau fatwa yang diatur oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) serta menggunakan acuan dari Peraturan BI.
4
Frontierdengan faktor input dan output antara lain jumlah karyawan, jumlah kantor cabang dan total asset dimasukkan sebagai Input. Kemudian pendapatan operasional, pendapatan bersih, pendapatan total dan pendapatan bunga dimasukkan sebagai Output.
Hasilnya untuk kelompok Bank BUMN akhirnya ditetapkan Bank BTN sebagai bank paling efisien selama tahun 2013. Kemudian dari hasil keseluruhan setelah dipilih bank paling efisien mewakili kelompoknya, Bank BTN ditetapkan sebagaithe best efficient bank2014.3
Bank BTN mendapatkan penghargaanThe Best Efficient Bank2014 atas kinerja perusahaan tahun 2013. Penghargaan ini diberikan oleh harian Bisnis Indonesia kepada Bank BTN setelah sebelumnya dilakukan analisa kinerja keuangan perbankan tahun 2013. Ini menjadi catatan bagi kami sekaligus moment yang tepat pada saat regulasi meminta agar perbankan efisien. Penghargaan ini menjadi jawaban dan kami bangga menerimanya. Demikian Hulmansyah, Direktur Bank BTN menjelaskan usai menerima penghargaan tersebut di Jakarta, Rabu 24 September 2014.
Dari kutipan di atas menunjukan bahwa Bank BTN telah mempunyai manajemen yang baik, ini bisa dibuktikan dengan kemampuan Bank BTN dalam mengontrol kinerja keuangan dengan efisian dengan mempunyai tingkatNon Performing Finance (NPF)yang rendah.
Dari paragraf di atas timbul sebuah pertanyaan yang menarik, apakah Bank BTN Syariah dalam membuat kebijakan terhadap penyelesaian KPR bermasalah sudah sesuai dengan Fatwa DSN MUI dan Peraturan BI. Berawal dari latar belakang permasalahan tersebut, penulis ingin mencoba
3
5
menganalisis dengan membuat skripsi yang berjudul: Analisis Kebijakan Bank BTN Syariah KCP Bukit Darmo Surabaya Terhadap Penyelesaian
Pembiayaan Rumah Bermasalah dengan Fatwa DSN MUI dan Peraturan
BI .
✫✬ ✭✮✯✰✱ ✲✳ ✲✴✵✶ ✲✮ ✵✰✫ ✵✱ ✵✶ ✵✰✷ ✵✶ ✵✸ ✵✹
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengidentifikasi permasalahan yang muncul di dalamnya, yaitu:
1. Proses pemberian pembiayaan rumah BTN Syariah.
2. Faktor-faktor yang membuat pembiayaan rumah bermasalah. 3. Strategi yang digunakan untuk mengatasi pembiayaan rumah
bermasalah.
4. Kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah.
5. Kesesuaian kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah dengan Fatwa DSN MUI.
6. Kesesuaian kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah dengan Peraturan BI.
Dari beberapa masalah yang mungkin dapat dikaji tersebut, penulis akan membatasi dalam rangka menetapkan batasan masalah secara jelas. Sehingga bisa ditentukan mana saja yang masuk dan mana saja yang tidak masuk dalam masalah yang akan dibahas, di antaranya yaitu:
6
2. Kesesuaian kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah dengan Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tidak mampu membayar.
3. Kesesuaian kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah dengan Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No: 10/18/PBI/2008 tentang restrukturisasi pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
✺✻ ✼✽✾ ✽✿ ❀❁❂ ❀✿ ❀❃❀❄
Dari pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah?
2. Bagaimana Analisis Kesesuaian Kebijakan Bank BTN Syariah Terhadap Penyelesaian pembiayaan rumah Bermasalah dengan Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005 dan Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011?
❅✻ ❆❀❇ ❈❀❁❉✽✿❊❀❋❀
7
memiliki relevansi terhadap penelitian yang akan penulis lakukan, sebagai berikut:
1. Penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul Strategi Bank BTN Syariah Terhadap KPR Bermasalah 4. fokus skripsi ini pada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pembiayaan KPR di Bank BTN Syariah menjadi bermasalah, strategi Bank BTN Syariah dalam pembiayaan KPR bermasalah, langkah-lagkah apa saja yang dilakukan terhadap strategi Bank BTN Syariah dalam pembiayaan KPR bermasalah dan tujuaan penerapan strategi dalam menagani pembiayaan KPR bermasalah. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dan hasil dari penelitian ini adalah faktor yang menyebabkan pembiayaan KPR bermasalah pada Bank BTN KCS Surabaya ada dua yaitu faktor intrnal dari managemen sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari nasabah bersangkutan. Strategi dalam mengatasi pembiayaan bermasalah seperti melakukan pembianaan nasabah, restrukturisasi dan subrogasi. Tujuannya sendiri adalah agar nasabah bermasalah dapat kembali lancar dan meminimalisir kerugian Bank BTN Syariah.
Perbedaannya dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah dari sisi lingkup kajiannya. Cholidah Hanum meneliti dari sisi manajemen resiko, sedangkan penulis akan meneliti dari sisi ketepatan kebijakan
4
8
yang di buat Bank BTN Syariah dalam mengatsai pembiayaan bermasalah dengan Fatwa DSN MUI dan Peraturan BI.
2. Penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Bank Syariah Mandiri .5 Fokus yang menjadi kajian penelitian ini adalah bagaimana langkah-langkah yang dilakukan oleh Bank Mandiri Syariah KC Jatinegara dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah. Metode yang digunakan kualitatif deskriptif sedangkan pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan dan kepustakaan. Hasil penenelitian ini adalah Bank Mandiri Syariah KC Jatinegara dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah menggunakan jalur non-litigasi maupun jalur litigasi, pembiayaan bermasalah dapat dihindari melalui pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kredit.
Perbedaan yang akan penulis lakukan adalah pada fokus kajian, dari penjelaan diatas bisa dilihat bahwa penelitian yang dilakukan oleh Reza Yudistira adalah penjelasan tentang langkah-langkah yang dilakukan Bank Mandiri Syariah dalam mengatasi pembiayaan bermasalah sedangkan penulis saat ini fokus pada kebijakan yang dilakukan Bank BTN Syariah.
3. Penelitian yang berupa skripsi yang berjudul Penyelesaian Pembiayaan Murabahah bermasalah pada produk KPR di PT BTN
Syariah Surabaya: studi analisis fatwa DSN MUI No:
47/DSN-5
9
MUI/II/2005 6 penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah yang ada di BTN Syariah Surabaya, sehingga dapat diketahui bagaimana langkah-langkah penyelesainnya. Selain itu juga membahas tentang analisis Fatwa DSN No: 47/DSN-MUI/II/2005 terhadap penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah pada produk KPR di BTN Syariah Surabaya. Hasil penelitian ini adalah Bank BTN Syariah KC Surabaya telah berupaya penyelesaian melalui jalur kekeluargaan dan tolong menolong sebagaimana telah diajarkan dalam Islam.
Perbedaan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian yang dilakukan Suryaning Retno berkutat pada analisis pada menejemen resiko, meski ada sedikit kemiripan dalam alat analisis yang menggunakan Fatwa DSN MUI.
4. Penelitian berupa skripsi yang berjudul Analisa Sistem Dan Prosedur Pemberian KPR Griya Utama Dalam Usaha Mencegah Kemacetan
Kredit .7Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur pemberian KPR Griya Utama dalam rangka usaha untuk mencegah kredit macet. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa Pada Sistem Dan Prosedur Pemberian KPR, Khusunya KPR Griya Utama Pada BTN
Cabang Malang belum terdapat pengendalian intern yang baik dengan
demikian masih memungkinkan terjadinya praktek penyelewengan yang
6
Suryaning Retno, Penyelesaian Pembiayaan Murabahah bermasalah pada produk KPR di PT BTN Syariah Surabaya: studi analisis fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005 , (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 8.
7
10
dapat mengakibatkan kemacetan kredit, hal ini disebabkan karena dalam
proses pelaksanaan system dan prosedur pemberian KPR pada BTN
cabang Malang wewenangloan servicelebih dominan, yaituloan
servicelebih banyak mengoperasionalkan proses pemberian kredit mulai
pemeriksaan kelengkapan data calon debitur sampai realisasi kredit. Hal
tersebut tidak sesuai dengan unsur pengendalian intern, di mana suatu
fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan
semua tahap transaksi.
Perbedaan dengan penelitian yang akan penulis terletak tajuk utama
pembahasan, penelitian diatas fokus pada langkah-langkah yang
dilakukan Bank BTN KC Malang untuk menanggulangi kredit macet.
5. Penelitan berupa skripsi yang berjudul Analisis Manajemen Kredit Pemilikan Rumah Terhadap Penurunan Kredit Macet .8 Fokus tajuk dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pemberian kredit dan bagaimana manajemen resiko yang diaplikasikan. Hasil dari penelitian ini adalah manajemen kredit yang diterapakan oleh PT Bank Tabugan Negara sudah mampu dan efektif dalam mengelola kredit dan menurunkan kredit bermasalah dengan analisis 5C,7P, dan 3R.
Perbedaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah terletak
fokus pembahasan, yang akan penulis bahas adalah bagaimana
kesesuaian kebijakan Bank BTN Syariah dengan Fatwa DSN MUI dan
Peraturan BI.
8
11
6. Penelitian dalam bentuk tesis dengan judul Penerapan Perlindungan Nasabah Produk Pembiayaan KPR BTN Syariah Cabang Yogyakarta .9 Fokus dalam penelitian ini penulis menyajikan bagaimana perlindungan terhadap nasabah, tentang sikap kesewenang-wenangan Bank dalam penerapan bunga-berbunga dan debt collector bank, dengan mengkolerasikan UU Perlindungan Konsumen melalui penerbitan Peraturan BI yang mengatur perlindungan nasabah. Peraturan BI tentang perlindungan nasabah tersebut mewajibkan Bank untuk memberikan informasi yang lengkap tentang karakteristik produk Bank kepada nasabah sebelum terjadinya transaksi perbankan, termasuk informasi yang disampaikan adalah sistem penerapan bunga, bagi hasil, atau margin keuntungan. Hasil dari penelitian ini adalah Peraturan BI mewajibkan Bank untuk mempunyai prosedur yang jelas dalam proses pengaduan nasabah termasuk pembentukan unit khusus yang menagani pengaduan nasabah, pengaplikasiannya di Bank BTN KC Yogyakarta belum semua diterapkan, ada beberapa catatan penulis yang mungkin bisa jadi bahan Bank BTN KC Yogyakarta untuk melakukan evaluasi dalam menjalankan bisnis kedepannya agar lebih baik dan menjadi Bank dengan tingkat efisiensi bisnis yang baik.
Dari penjelasan diatas sudah dapat jelas diketauhi perbedaan dengan penulis, penelitian berupa tesis oleh Destri Budi Nugraheni lingkup kajiannya fokus pada hak-hak nasabah produk pebiayaan KPR BTN
9
12
Syariah ditinjau dari hukum positif, ketentuan UU Perlindungan Konsumen, Peraturan BI, dan Hukum Ekonomi Islam.
●❍ ■❏❑❏ ▲▼◆❖▼❖P◗❘◗ ▲▼
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah.
2. Mengetahui bagaimana relevansi kebijakan Bank BTN Syariah terhadap pembiayaan rumah bermasalah dengan Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tidak mampu membayar.
3. Mengetahui bagaimana relevansi kebijakan Bank BTN Syariah terhadap pembiayaan rumah bermasalah dengan Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No: 10/18/PBI/2008 tentas restrukturisasi pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
❙❍ ❚❖❯❏▼ ▲▲▼❱▲❲◗P ◆❖▼❖P◗❘◗ ▲▼
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan baik dalam aspek keilmuan (teoritis) maupun dalam aspek terapan praktis.
1. Aspek keilmuan (teoritis)
13
- Sebagai acuan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin mengkaji masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini pada suatu saat nanti.
2. Aspek terapan (praktis)
- Sebagai bahan masukan bagi Bank BTN Syariah dalam mengevaluasi pembuatan kebijakan terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah.
- Dapat melengkapi kajian hukum bagi para praktisi pembuat kebijakan dalam bidang hukum perbankan, khususnya mengenai penyelesaian kredit bermasalah.
- Bisa menjadi acuan Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia dalam melakukan pengayaan pembuatan produk Fatwa DSN MUI dan Peraturan BI.
❳❨ ❩❬❭❪❫❪❴❪❵❛❜❝❴ ❪❞❫❝ ❡
Demi mendapatkan pemahaman dan gambaran yang jelas tentang topik penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa unsur istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini, diantaranya:
1. Pembiayaan rumah yang dumaksud oleh penulis adalah produk pembiayaan rumah pada Bank BTN Syariah dengan berbagai jenisnya, dintaranya adalah: KPR Platinum iB, KPR Indensia iB dan KPR Sejahtera iB.
14
manajemen Bank yang bertujuan apabila terjadi pembiayaan macet bisa segera diatasi dengan baik dan terhindar dari resiko NPF (Non Performing Finance).
3. Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tidak mampu membayar adalah kepastian hukum yang sesuai Syariah Islam, dibuat oleh MUI dan bertujuan agar Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam penyelesaian nasabah tidak mampu mambayar sesuai dengan perinsip-perinsip Islam.10
4. Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No: 10/18/PBI/2008 tentang restrukturisasi pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah adalah Peraturan BI yang dibuat dengan latar belakang pertimbangan bahwa diperlukannya pengaturan mengenai restrukturisasi pembiayaan yang menganut perinsip universal yang berlaku di perbankan. Memberikan level playing field yang tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional serta diharapkan lebih mendukung dalam perkembagan industri perbankan syariah, namun tetap memperhatikan perinsip kehati-hatian dan prinsip syariah.
❢❣ ❤✐❥❦ ❧✐♠✐ ♥✐ ♦♣❥ ♣q ♥
Sesuai dengan masalah yang dianagkat penulis, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif deskriptif. Peneleitian kualitatif
10
15
deskriptif adalah teknik pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan status subjek penelitian pada saat ini.11
Metode-metode penelitian dalam pendekatan Kualitif termasuk didalamnya penelitian Deskriptif, sering digunakan untuk melihat lebih dalam suatu fenomena sosial termasuk didalamnya kajian terhadap ilmu pendidikan, manajemen dan adminitrasi bisnis, kebijakan publik, pembangunan ataupun ilmu hukum.12
Penelitian yang dilakukan penulis berusaha untuk mendeskripsikan teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru.13
1. Data yang dikumpulkan
Data yang perlu dihimpun untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah baik dari Peraturan tertulis direksi Bank BTN Syariah, wawancara dengan pihak terkait maupun berupa jurnal-jurnal yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini.
11
Sumanto,Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, (Yogyakarta: Center of Academic Publishing Service, 2014), 14.
12
Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati,Metodologi Penelitian,(Bandung: PT Refika Aditama, 2014), 67.
13
16
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data, yaitu Data Primer dan Data Skunder
a. Data Primer
1. Kebijakan direksi Bank BTN Syariah KCP Bukit Darmo Surabaya terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah.
2. Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tidak mampu membayar.
3. Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas Peraturan BI No: 10/18/PBI/2008 tentang restrukturisasi pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
4. Hasil wawancara langsung kepada pihak terkait dari Bank BTN Syariah KCP Bukit Darmo Surabaya.
b. Data Skunder
17
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dan informasi yang di gunakan oleh penulis untuk penelitian ini menggunakan 2 teknik, yaitu:
1. Wawancara, Metode yang digunakan untuk memperoleh gambaran atau keterangan secara langsung mengenai data yang penulis perlukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan pihak terkait dari Bank BTN Syariah KCP Bukit Darmo Surabaya.
2. Studi dokumentasi, dalam penelitian ini sebagai upaya untuk memperoleh data dan informasi berupa catatan tertulis yang tersimpan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Studi dokumentasi berupaya untuk memahami persoalan yang diteliti secara komperehensif.14
Dalam penelitian ini, objek studi dokumentasi adalah kebijakan terulis dari direksi Bank BTN Syariah tentang penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah. Pengamatan dengan mempelajari dan mengumpulkan data serta berkas-berkas atau kejadian-kejadian dengan penyelesaian sengketa dalam pembiayaan rumah di Bank BTN Syariah KCP Bukit Darmo Surabaya.
4. Teknik Analisis Data
14
18
Penelitian ini adalah termasuk dalam jenis Kualitatif Deskriptif15, yaitu untuk memberikan pemecahan masalah dengan mengumpulkan data lapangan, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisis data, dan menjelaskan gambaran mengenai kebijakan Bank BTN Syariah tentang penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini yang berupa kebijakan-kebijakan yang dilakukan Bank BTN KCP Bukit Darmo Surabaya dalam menyelesaikan pembiayaan rumah bermasalah akan di analisis menggunakan alat ukur Fatwa DSN MUI dan Peraturan BI dikumpulkan dan disusun secara sistematis kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, yaitu dengan melakukan analisis terhadap sumber-sumber data yang diperoleh yang berkaitan dengan Kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah. Sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
rs t✉st✈✇①t✉②①③ ✈✇④① ⑤① ⑥ ① ⑦
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama, berisi pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
15
19
Bab kedua, berisi kerangka teoritis atau kerangka konseptual yang meliputi: pemaparan singkat tentang DSN MUI dan Peraturan BI, yang menjadi fokus adalah pemaparan tentang Fatwa DSN MUI No:47/DSN-MUI/II/2005 tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tidak mampu membayar dan Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No: 10/18/PBI/2008 tentang restrukturisasi pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Bab ketiga, berisi gambaran umum Bank BTN Syariah yang meliputi: sejarah bedirinya, visi dan misi, stuktur organisasi, produk Bank BTN Syariah, pembiayaan rumah bermasalah periode januari-juli 2015, faktor penyebab terjadinya pembiayaan rumah bermasalah pada Bank BTN Syariah KCP Bukit Darmo Surabaya, dan strategi Bank BTN Syariah dalam menghadapi pembiayaan rumah bermasalah
Bab keempat, berisi kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah dan analisis kebijakan Bank BTN Syariah terhadap penyelesaian pembiayaan rumah bermasalah dengan Fatwa DSN MUI No: 47/DSN-MUI/II/2005 dan Peraturan BI No: 13/9/PBI/2011.
⑩❶ ⑩❷❷
❸❷ ❹❺❶U❶ ❹ U❻U❻❼❶T❽❶❾S❹❻U❷T❿ ❹T❶ ❹➀ P❿❹➁❿➂❿S❶❷ ❶ ❹ ❻UR❶ ⑩❶➃❶➃⑩❶➀❷ ❹❶S❶ ⑩❶➃ T❷ ❾❶➄❻ ❶❻PU ❻❿❻⑩❶➁❶R❾❶ ❹
P❿R❶TUR❶ ❹⑩❷T❿ ❹T❶ ❹➀ R❿STRU➄TUR❷➅❶S❷➆❿❻⑩❷❶ ➁❶❶ ❹
❶. ❼ ➇➈➉ ➇❾S❹❻U❷
D➊➋➌➍ ➎ ➏➌ ➐➑➌➒ N➌➓➑ ➔➍➌ → ➌ ➣➌ →➌➒ →➊↔ ↕➌ ➙➌ ➏➌➍➙ ➣➑ ↕➊➍ ➛➜ ➝ ➔ →➊➒ M➌➞➊→➑➓ ➟→➌↔ ➌ I➍➣➔➍ ➊➓ ➑➌ (M➟I) ➏➌➍ ➙ ↔ ➊↔➠➜ ➍➏➌➑ ➡➜➍➙➓ ➑ ↔ ➊→➌ ➝➓ ➌➍➌ ➝➌➍
➛➜➙➌➓-➛➜➙➌➓ M➟I ➣➌ →➌↔ ↔ ➊➍ ➌➍➙➌➍➑ ↔ ➌➓ ➌ →➌➒-↔➌➓ ➌ →➌➒ ➏➌➍➙ ↕ ➊➐➒➜↕➜ ➍➙➌➍ ➣ ➊➍ ➙➌➍ ➌ ➝➛➑➡➑➛➌➓ →➊↔ ↕➌ ➙➌ ➝➊➜ ➌➍➙➌➍ ➓ ➏➌➐➑➌➒➢ ➎➌ →➌➒ ➓ ➌➛➜ ➛➜➙➌➓ ➠➔➝ ➔➝ D➎N ➌ ➣➌ →➌➒ ↔ ➊➍➙➝➌➞➑, ↔➊➍ ➙ ➙➌ →➑ ➣➌➍ ↔➊➐➜ ↔➜ ➓ ➝➌➍ ➍ ➑ →➌➑ ➣➌➍ ➠➐➑➍➓ ➑➠-➠➐➑➍ ➓➑➠ ➒ ➜ ➝➜↔ I➓ →➌↔ (➎ ➏➌➐➑`ah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syari`ah. Melalui Dewan
Pengawas Syari`ah melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip
syari`ah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syari`ah (LKS).
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang diatur dalam pasal
28 dan pasal 29 SK DIR BI No: 32/34/1999, BUS melakukannya dengan
memperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional. Namun apabila dalam hal
bank akan melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 28
dan pasal 29 tersebut ternyata kegiatan usaha tersebut belum difatwakan
oleh DSN, maka bank wajib meminta persetujuan DSN sebelum
melaksanakan kegiatan usaha tersebut.16
➤6
➘➘
Tugas dan kewenangan DSN adalah:
1. Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk
sebagai anggota DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegatan keuangan.
3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah diterapkan.17
Adapun DPS (Dewan Pengawas Syariah) adalah sebuah badan
independent yang ditempatkan oleh DSN dalam setiap perbankan dan
lembaga keuangan syariah.18 DPS terdiri dari pakar bidang syariah yang
memiliki pengetahuan di bidang perbankan, DPS dalam menjalankan
tugasnya wajib mengikuti fatwa DSN. Adapun tugas dan wewenang DPS
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengawasan secara periodik terhadap lembaga keuangan
syariah yang berada di bawah pengawasannya.
2. Mengajukan usulan pengembangan lembaga keuangan syariah yang
diawasinya kepada DSN.
3. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.19
➴. ➷➬➮➱ ➬ ✃S❐ ❒U❮ ❐❰ Ï 4ÐÑ✃S❐-❒U❮Ñ❮ ❮ Ñ2005 TeÒ➮ ➬ÒÓ PeÒ ÔÕÖe× ➬Ø ➬Ò
PØ Ù➮ ➬Ò ÓÚÛÜ Ý ÞÝ ßÝß ➴ ➬ÓØ❐ ➬× ➬à ➬á TØd➬â❒ ➬ã äÙ❒eãà ➬ Ô➬å.
1. Peå➮Ø ãà ➬Ò Ó ➬Ò ❒ÙÒculnya Fatwa
a. Bahwa sistem pembayaran dalam akad mæç è éè êè ê pada Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) paa umumnya dilakukan secara cicialn
17
Rizal Yaya,ëì íî ïðî ñòó ôõöð îì ðî÷ øð õò ð ù, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), 27. ú8
Adrian Sutedi, óôõö ðî ìð î ÷ øðõò ð ù ûò î üðíð î ýðî þôö ôõð ÿð ÷ ô ò ✁íì í✂✄ (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), 147.
19
☎ ✆
dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan
nasabah.
b. Bahwa dalam hal nasabah tidak mampu membayar, maka
diselesaikan sesuain dengan prinsim-prinsip syariah isalm.
c. Bahwa untuk memastikan hukum tentang masalah tersebut menurut
syariah islam, Dewan Syariah Nasional memandang perlu
mrnrtapkan Fatwa untuk menjadi pedoman.20
2. ✝✞ ✟✞ ✠✡ ☛☞☛✌
1. Firman Allah SWT:
1) QS. Al-Baqarah (2): 180
2) QS. An-Nisa (4): 29.
3) QS. Al-Maidah (5): 2.
2. Hadist Nabi saw:
1) Hadist Nabi riwayat Al-Thabrani dan Ibnu Majah dan di-✍ ✎✏ ✎✑ ✎
-kan oleh Ibnu Hibban: Dari Abu Sa id Al-Khudari bahwa
Rasulullah saw. Bersabda, Sesungguhnya jual beli itu hanya
boleh dilakukan dengan kerelaan dua belah pihak.
2) Hadist Nabi riwayat Al-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Hakim
dalam Al-Mustadrak yang menyatakan bahwa hadist ini ✍ ✎✏ ✎✑ ✎
sanadnya: Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw. Ketika
beliau memerintahkan untuk mengusir Bani Nadhir, datanglah
beberapa dari mereka seraya menagatakan: Wahai Nabiyallah,
20
✚ ✛
sesungguhnya Engkau telah memerintahkan untuk mengusir
kami sementara kami mempunyai piutang pada orang-orang
yang belum jatuh tempo. Maka Rasulullah saw berkata:
Berilah keringanan dan tagihlah lebih cepat.
3) Hadist Nabi riwayat Muslim: Orang yang melepasakan seorang
muslim dari kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan
kseulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong
hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.
4) Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bi Auf: Perjanjian
dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram;
dan kaum muslimin terkait dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang haal atau menghalalkan yang
haram. 21
3. Kaidah fiqh
1) Segala sesuatu pada dasarnya boleh, kecuali bila ada dalil yang
mengharamkannya. 22
2) Kesulitan dapat mendatangkan kemudahan. 23
3. Re✜ ✢✣✤✥ ✢✤✣✦✜ ✧✜ ✦ Pe★ ✩✦✧ ✪✧✧ ✫✬✭✮ ✯✰ ✯✱ ✯✱
Restrukturisasi pembiayaan m✲✳ ✴✵ ✴✶ ✴✶ bisa dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
21
Ibid, 202. 22
Adib Bisri,✷ ✸✹✺ ✸✻✼✽✾ ✿-❀ ✼✹✹ ✼❁❂❃ ✿❄ ✼✽ ✽ ❅ ❆✼✽(❇ ❅❈ ✼✿ ✼✽Qawa>-id Fiqh),(Kudus: Menara Kudus, 1977), 11.
23
❉ ❊
1) Pemberian Keringanan:
a. Potongan dari total kewajiban pembayaran.
b. Potongan pelunasan pada saat pelunasan dini atau jatuh
tempo.24
2) Penjualan Objek Transaksi
a. Secara prinsip objek telah menjadi milik nasabah.
b. Objek❋● ❍ ■❍ ❏❍ ❏m dijual kepada atau melalui Bank.
c. Dari hasil penjualan, nasabah melunasi utangnya kepada
Bank.
d. Yang menjadi kewajiban atau utang nasabah adalah sisa
harga jual (pokok dan margin), namun Bank dapat
memberikan potongan pelunasan.25
3) Perpanjangan Jangka Waktu
Perpanjangan masa angsuran atau penangguhan pelunasan
tidak boleh mengubah harga jual26
4) Konversi Akad
Perubahan akad dilakukan dengan menghentikan akad
❑❋●❍■❍❏❍❏ terlebih dahulu dan membuat akad baru, seperti
❑❋▲ ❏❍● ❍ ■❍ ❏▼❑❋◆ ❖❍ ●❍ P❍❏/IMBT. 27
24
Fatwa DSN MUI, No: 46/2005 dan No: 23/2005. 25
Fatwa DSN MUI, No: 47/II/2005. 26
Fatwa DSN MUI, No: 48/II/2005. 27
◗6
5) Tawidh
Biaya-biaya riil dalam rangka penagihan hak yang seharusnya
dibayarkan.28
4. S❘ ❙❚ ❙❯ Re❱ ❯❚❲❳ ❯❲❚ ❨❱ ❙❱ ❨ Pe❩❬ ❨❙❘❙❙❭
Syarat-syarat restrukturisasi pembiayaan adalah:
1) Nasabah masih memiliki prospek usaha yang baik
2) Nasabah telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan
pembayaran pokok atu margin bagi hasil pembiayaan.29
5. ❪e❯e❭ ❯❲ ❙❭ Pe❭❘❫❴e❱ ❙❨❙❭
LKS boleh melakukan penyelesaian murabahah bagi nasabah
yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah
dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:
1) Objek murabahah dan/atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati.
2) Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan.
3) Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka LKS
mengembalikan sisanya kepada nasabah.
4) Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS
dapat membebaskannya.30
28
Fatwa DSN MUI, No: 43/II/2005. 29
Ahmad Ifham,Buku Pintar Ekonomi Syariah,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), 719.
30
❵ ❛
6. Ketentuan Penutup
1) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka
penyelesaiannya dilakukan Badan Arbitrase Syariah Nasional
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disepurnakan sebagaimana mestinya.31
C. Peraturan BI
Peraturan BI adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.32
Pembiayaan bermasalah atau❜❝ ❜❞ ❡❢ ❣❝❢ ❤✐ ❜❥❦❝ ❧ ❜merupakan risiko
yang terkandung dalam setiap pemberian kresut oleh bank. Risiko tersebut
berupa keadaan di mana pembiayaan tidak dapat kembali tepat pada
waktunya. Pembiayaan bermasalah di perbankan ini disebabkan oleh
berbagai faktor, misalnya ada kesenjangan dari pihak-pihak yang terlibat
dalam proses pembiayaan, kesalahan prosedur pemberian pembiayaan, atau
disebabkan oleh faktor lain seperti faktor makroekonomi.33
Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank Syariah
dan UUS perlu menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan
31
Zainudin Ali,♠♥♦ ♥♣q♦ r sr ♣t ✉., 203. 32
Pasal 1 ayat 8 UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang bank indonesia. ✈ ✈
❶8
meningkatkan kemampuan dan efektifitas dalam mengelola resiko
pembiayaan dari aktivitas pembiayaan (❷❸ ❹❺❻❼ ❸ ❻❽ ❾) serta meminimalkan
potensi kerugian. Sebagai salah asatu upaya untuk meminimalkan potensi
kerugian yang disebabkan oleh pembiayaan bermasalah terhadap nasabah
yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran dan masih memiliki
prospek usaha yang baik serta mampu memnuhi kewajiban setelah
restrukturisasi.
Bank Indonesia dalam peraturannya mengelompokan jenis kualitas
pembiayaan mulai dari klasifikasi pembiayaan lancar hingga pembiayaan
macet. Penggolongan kualitas pembiayaan dapat dibedakan dalam beberapa
kelas, yaitu:
1. Lancar(❿ ➀❽❽)yaitu apabila memenuhi kriteria :
- Pembayaran angsuran pokok dan/ atau bunga tepat; dan
- Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
- Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai (❷ ➀❽➁
❷➂ ➃➃ ➀❼ ❹❸ ➀➃)
2. Dalam perhatian khusus(❽❿❹❷❻ ➀➃➄❹➅❼❻➂➅)yaitu apabila memenuhi
kriteria:
- Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang belum
melampaui 90 hari; atau
- Kadang-kadang terjadi cerukan; atau
➆9
- Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan;
atau
- Didukung oleh pinjaman baru.
3. Kurang Lancar(➇ ➈➉➇ ➊➋➌ ➍ ➋➎ ➍➏yaitu apabila memenuhi kriteria:
- Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah
melampaui 90 hari; atau
- Sering terjadi cerukan; atau
- Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau
- Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari
90 hari; atau
- Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
dokumen yang lemah.
4. Diragukan(➍➐➈➉➊➑➈➒)yaitu apabila memenuhi kriteria :
- Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah
melampaui 180 hari; atau
- Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
- Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
- Terjadi kapitalisasi bunga; atau
- Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian
pembiayaan maupun pengikatan jaminan.
➓ ➔
- Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah
melampaui 270 hari; atau
- Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau dari segi
hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai wajar.34
Jika telah terjadi pembiayaan bermasalah (macet) setiap Bank
pastilah memliki kebijakan-kebijakan dalam mengatasi hal tersebut. Dalam
membuat sebuah kebijakan, Bank haruslah taat pada peraturan otoritas
terkait. Semisal pada Bank syariah harus mengikuti peraturan atau fatwa
yang diatur oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) serta menggunakan acuan
dari Peraturan BI.
Penyelesaian secara Administratif pembiayaan bisa dilakukan
dengan cara:
1. Penjadwalan Kembali (→➣↔ ↕➙➣ ➛➜ ➝➞➟➠), yaitu perubahan syarat
pembiayaan yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka
waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya
angsuran maupun tidak
2. Persyaratan Kembali (→ ➣ ↕➡ ➟ ➛➞➢➞➡➟➞➟➠ ➤, yaitu perubahan sebagian atau
seluruh syarat-syarat pembiayaan yang tidak terbatas pada perubahan
jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya
sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo pembiayaan
34
➥ ➦
dan konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan
bank
3. Penataan Kembali (➧➨➩ ➫➭ ➯➲➫ ➯➭ ➳➵➸ ➺, yaitu perubahan syarat-syarat
pembiayaan berupa penambahan dana bank; dan/atau konversi seluruh
atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok pembiayaan baru,
dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari pembiayaan menjadi
penyertaan dalam perusahaan.35
➻. Pe➼➽➾ ➚➼➽➪ ➶ ➹ ➘➴ ➷ 13/➬ ➮P➶ ➹ ➮2011 ➾e➪➾ ➽➪➱ ✃e➼➚❐ ➽❒➽➪ ➽➾➽❮ Pe➼➽➾ ➚➼➽➪ ➶➽➪❰ ➹➪d➴ ➪e❮Ï➽ ➘➴ ➷ 10/1Ð➮P➶➹ ➮200Ð ➾e➪➾➽➪➱ ➼e❮➾ ➼➚❰➾ ➚➼Ï❮ ➽❮Ï ✃eÑ❐Ï➽Ò➽➽➪❐ ➽➱Ï➶➽➪❰ SÒ➽➼Ï➽ ❒ d➽➪ U➪Ï➾ U❮ ➽❒➽Ó Ò➽ ➼Ï➽ ❒.
Pengaturan restrukturisasi pembiayaan Bank Syariah dan UUS
ditetapkan dalam Peraturan BI No: 10/18/PBI/2008 tentang restrukturisasi
pembiayaan bagi Bank Syariah dan UUS, yang kemudian dengan Perturan
BI No: 10/18/PBI/2008 ini dilakukan perubahan dengan dilatarbelakangi
pertimbangan bahwa diperlukan penaturan mengenai restrukturisasi
pembiayaan yang menganut prinsip universal yang berlaku di perbankan,
memberikan levelÔ ÕÖ×➳➵➸ Ø➳➨ÕÙ yang tidak jauh berbeda dengan perbankan
konvensional seeta diharapkan lebih mendukung pertumbuhan dan
perkembangan industri perbankan syariah di indonesia. Namun tetap
berpedoman dengan perinsip syariah. Dibandingkan dengan regulasi BI
sebelumnya, terdapat hal-hal baru yang diatur dalam Peraturan BI No:
13/9/PBI/2011, yaitu sebagai berikut
- Kualitas pembiayaan yang dapat dilakukan restrukturisasi.
35
é ê
- Intensitas berapa kali restrtrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan dan
penetaan kualitas pembiayaan apabila melebihi jumlah maksimal
pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan sesuai ketentuan.
- Bank wajib menetapkan jumlah maksimal pelaksanaan restrukturisasi
pembiayaan untuk pembiayaan dengan kualitas kurang lancar,
diragukan dan macet.
- Laporan restrukturisasi pembiayaan bagi BPRS.36
Keberlangsungan usaha suatu Bank yang didominasi oleh aktivitas
Pembiayaan, dipengaruhi oleh kualitas Pembiayaan yang merupakan
sumber utama bank dalam menghasilkan pendapatan dan sumber dana untuk
ekspansi usaha yang berkesinambungan. Pengelolaan Bank yang optimal
dalam aktivitas Pembiayaan dapat meminimalisasi potensi kerugian yang
akan terjadi.
Pengelolaan tersebut antara lain dilakukan melalui Restrukturisasi
Pembiayaan terhadap nasabah yang mengalami penurunan kemampuan
membayar namun dinilai masih memiliki prospek usaha dan mempunyai
kemampuan untuk membayar setelah restrukturisasi. Pelaksanaan
Restrukturisasi Pembiayaan pada Bank, harus tetap memenuhi prinsip
syariah disamping mengacu kepada prinsip kehati-hatian yang bersifat
universal yang berlaku pada industri perbankan.
36
ÿÿ
Selain itu, aspek kebutuhan dan kesesuaian dengan perkembangan
industri perbankan syariah menjadi pertimbangan dalam penyempurnaan
ketentuan mengenai Restrukturisasi Pembiayaan di Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah. Penyempurnaan ketentuan yang sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan industri akan mendukung pengembangan industri
perbankan syariah secara optimal.
1. e✁e✂✁ ✄☎ ✂ d☎✂ Pe✆✝✞☎✆☎ ✁☎ ✂ U✟✄✟Pe✟ ✠✡☎ ✞☎ ☎✂
Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian
pembiayaan oleh perbankan terdiri dari sembilan persyaratan sebagai
berikut;
1. Mempunyai☛☞✌✍ ✎✏✎ ✑✎ ✒✓✍ ✒✔✕ ✓,yang dalam penyusunannya melibatkan
konsultan yang terkiat.
2. Mempunyai dokumen adminitrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta
perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain-lain.
3. Maksimum jangka waktu pembiayaan adalah 15 tahun dan masa
tenggang waktu (✖✗✌✕☞✘☞✗ ✙✎✕) maksimum 4 tahun.
4. Anggunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitor menyerahkan
anggunan tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam
hal ini akan melibatkan pejabat penili (✌✘ ✘✗✌✎✍ ☞✗) independen untuk
menentukan nilai agunan.
5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% dan ✍ ☞✑☛ ☛✎✚ ✌✚ ✛✎✚✖ adalah
✜ ✢
6. Penarikan atau pencairan pembiayaan biasanya didasarkan atau
dasar prestasi proyek. Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan
pengawas independen untuk menentukan progres proyek.
7. Pencairan biasanya dipindahbubukan ke rekening giro.
8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar ✣✤✥ ✦ ✧★✩ ✪ yang disususn
berdasarkan analisis dalam✧✫✤✥✬✭ ✬★✬✮✯✥✮✰✱✯.
9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.37
2. Pe✲✳ ✴✵✶✷ ✸✹✷ ✸✺ ✻✸culnya Peraturan
a. bahwa untuk menghindari risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya.
b. bahwa salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan usaha nasabah
pembiayaan, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat melakukan
restrukturisasi pembiayaan atas nasabah yang memiliki prospek usaha
dan/atau kemampuan membayar.
c. bahwa restrukturisasi pembiayaan harus memperhatikan prinsip
syariah dan prinsip kehati-hatian.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, dan huruf c, perlu diatur kembali ketentuan mengenai
✼✽
❏ ❑
Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
dalam Peraturan Bank Indonesia.38
3. S▲ ▼◆ ▼❖ ReP ❖◆◗❘ ❖◗◆ ❙P ▼P ❙ Pe❚❯ ❙▼▲▼▼❱
Dalam menentukan restrukturisasi pembiayaan, BI mempunyai
beberapa syarat dan ketentuan yang harus dijalankan semua bank, syarat
restrukturisasi yang dimaksud yaitu:
1. Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar
permohonan secara tertulis dari nasabah.
2. Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah
yang memnuhi kriteria sebagai berikut.
a. Nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
b. Nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu
memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.
3. Restrukturisasi untuk pembiayaan konsumtif hanya dapat dilakukan
untuk nasabah yang memnuhu kriteria sebagai berikut.
a. Nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
b. Terdapat seumber pembayaran angsuran yang jelas dari nasabah
dan mampu memnuhi kewajiban setelah restrukturisasi.
4. Restrukturisasi pembiayaan wajib didukung dengan analisis dan
bukti-bukti yang memadai serta didokumentasikan dengan baik.
5. Restrukturisasi untuk pembiayaan dengan kualitas lancar atau dalam
perhatian kusus, hanya dapat dilakukan 1 kali dan apabila lebih dari
38
❲6
1 kali, maka digolongkan peling tinggi kurang lancar. Termasuk
pengertian restrukturisasi 1 kali adalah apabila pernah dilakukan
restrukturisasi terhadap pembiayaan dengan kualitas lancar, maka
tidak dapat dilakukan restrukturisasi kembali atas pembiayaan
tersebut yang telah menurun menjadi dalam perhatian khusus, atau
sebaliknya. Pembatasan restrukturisasi pembiayaan ini tidak berlaku
untuk restrukturisasi berupa persyaratan kembali (re❳❨❩ ❬❭❪❭ ❨❩ ❭❩ ❫ )
dalam hal terjadi perubahan ❩❭❴ ❵ ❛❜ dan/atau perubahan proyek bagi
hasil pada pembiayaan❝❞ ❬❜❛❡❛❵❛❜ atau❝❞❴❢❛❡❛❣❛❜❤
6. Restrukturisasi pembiayaan terhadap nasabah yang memiliki
bebrapa fasilitas pembiayaan dari bank, dapat dilakukan terhadap
masing-masing pembiayaan.
7. Restrukturisasi pembiayaan dilakukan dengan memperhatikan fatwa
Majelis Ulama Indonseia yang berlaku.
8. Bank syariah dan UUS wajib memiliki kebijakan dan ✐❪❛❩❬❛❡❪
❥❦❧❡❛❪❭❩ ❫ ♠❡ ❨❳❧❬ ❞❡❧ (SOP) tertulis mengenai restrukturisasi pembiayaan termasuk menetapkan jumlah maksimal pelaksanaan
restrukturisasi atas pembiayaan yang tergolong kurang lancar,
diragukan atau macet. Kebijakan restrukturisasi pembiayaan mana
wajib di setujui oleh komisaris, sedangkan SOP wajib dikinikan dan
disetujui oleh direksi. Pelaksanaan kebijakan restrukturisasi
♥ ♦
9. Bank Syariah dan UUS wajib melaporkan restrukturisasi
pembiayaan kepada BI.39
4. ♣eqers rt s r✉e✈✇① rds② ds r✉e✈✇① rds②③✇ s④⑤s⑥ sP① ⑦s ②⑧ s① r
Masalah kewenangan bertindak ini termasuk bagian yang
penting dalam mengidentifikasi pihak yang berwenang untuk
berhubungan dengan bank, baik dlam bidang dana dan jasa maupun
dalam bidang pembiayan yang dilakukan oleh badan atau orang. Oleh
karena itu, untuk pemahaman yang baik terhadap kewenangan
bertindak, maka perlu menguasai aspek hukum berkaitan dengan subjek
hukum.
Identifikasi terhadap kewenangan bertindak merupakan saringan
utama sebelum yang bersangkutan dapat berhubungan hukum lebih
lanjut dan luas, kemudian dapat juga diidentifikasi legalitas serta
kejujuran dan karakter orang dan atau pengurus yang mewakili suatu
badan/pihak yang akan berhubungan dengan bank.
Oleh karena itu, terdapat berbagai macam bentuk dan cara
lahirnya suatu kewenangan bertindak. Kesalahan identifikasi mengenai
kewenangan bertindak ini dapat mengakibatkan bahwa hubungan hukum
anatara nasabah dengan bank dapat dibatalkan.
a. Kewenangan Bertindak
⑨9
➂8
Kewenangan bertindak secara umum dapat lahir karena hal
berikut ini.
- Undan-undang
Kekuasaan orang tua dari anaknya yang masih di
bawah umur.
Wali, yaitu orang tua yang hidup lebih lama (salah
satu orang tua meninggal dunia), maka orang tua
yang masih hidup, demi hukum menjadi wali dari
anak di bawah umur.
Perseroan yang dinyatakan pailit, tetapi tidak
menunjuk kurator, maka Balai Harta Peninggalan,
demi hukum menjadi kurator dari perusahaan
tersebut.
Orang yang mengurus harta orang yang tidak
hadir/orang hilang.
- Kewenangan bertindak yang lahir karena doktrin
hukum/UU, misalnya direksi perseroan.
- Penetapan atau putusan hakim
Penetapan wali, diluar orang tua yang hidup terlama
Penetapan kurator
Penetapan pengampu
➃9
Kewenagan bertindak yang lahir dari perjanjian, misalnya
surat kuasa.40
b. Kewenangan Bertindak Berdasarkan UU dan Penetapan Hakim.
Dalam hal hubungan antara bank dengan nasabah, di mana
nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain, agar
diperhatikan dan kewenagannya untuk mewakili pihak lain
tersebut.
1. Berdasarkan kekuasaan orang tua.
Jika hubungan hukum antra anak yang belum dewasa,
yaitu umurnya kurang dari 21 tahun dan belum
menikah, apabila bank akan melakukan hubungan
hukum dengan yang bersagkutan, agar diwakili oleh
orangtuanya. Sehubungan dengan hal tersebut agar
diminta bukti hubungan kelurarga tersebut melalui
fotokopi akte kelahiran atau surat kenal lahir atas nama
anak tersebut dan apabila telah berumur 17tahun, agar
diminta identitas diri anak tersebut, misal KTP.
Dalam hal ini bank menerima nasabah orang yang
belum dewasa, misalnya daam produk-produk
simpanan, mesti telah disadari sejak mula ancaman
➄➅
↔ ↕
undang-undang bahwa perjanjian tersebut dapat
diatalkan oleh orang tua atau walinya.
2. Berdasarkan wali berupa orang tua yang hidup terlama
(salah satu orang tuanya meninggal duniatau karena
cerai mati.
Jika hubungan hukum tersebut berupa perwalian
(karena kematian salah seorang dari orang tuanya), agar
melengkapi fotokopi akta/surat kematian salah seorang
dari orangtuanya yang meninggal tersebut dari instansi
yang berwenang.
3. Berdasarkan penetapan hakim
Apabila hubungan tersebut berupa perwalian (di luar
orang tua yang hidup terlama) atau perwalian karena
orang tua cerai hidup atau sebagai kurator atau
pengampu agar melengkapi fotokopi penetapan
pengadilan yang menetapan hal tersebut.
4. Apabila hubungan hukum tersebut berupa perwalian
karena surat wasiat, agar dimintakan surat wasiat
tersebut.
Apabila orang yang di bawah perwalian atau korator
atau dibawah pengampu tersebut menjadi cakap hukum,
maka bank harus menghubungi nasabah yang
➙ ➛
mengubahnya menjadi rekening perorngan bisa melaui
prosedur permohonan pembekuan rekening yang
berlaku pada bank yang bersangkutan. Olah karena itu,
agar diperhatikan berakhirnya orang yang di bawah
perwalian atau di bawah kurator atau di bawah
pengampu tersebut, seperti berikut ini.
- Anak yang di bawah perwalian, kekuasaan orang
tau berakhir apabila yang bersangkutan menjadi
dewasa atau menikah. Kekuasaan orang tua
berubah menjadi perwalian apabila salah seorang
dari orang tua meninggal dunia. Orang yang
dibawah kurator atau dibawah pengampuan
berakhir apabila dicabut oleh penetapan
pengadilan.
- Apabila pihak yang di bawah perwalian, di bawah
kurator atau dibawah pengampuan memberkan
bukti berakhirnya perwalian, kurator atau
pengampu pada dirinya, maka rekening tersebut
dengan sendirinya ditutup dan dananya diserahkan
kepada pemilik rekening (pihak yang perwaliannya
➜ ➝
berakhir) dengan sepengetahuan wali, kurator atau
pengampunya.41
c. Surat Kuasa
Surat kuasa sangat diperlukan dalam lalu lintas
hubungan hukum dalam oprasional perbankan. Dalam
berbagai tranaksi perbaankan sering kali tindakan hukum
yang dilakukan semata-mata atas dasar adanya surat kuasa.
Transaksi perbankan pad hakikatnya dialkukan oleh orang
atau badan atau dikenal dengan subjek hukum. Dalam
hubungan antar manusia atau subjek hukum, sering kali
subjek hukum yang bersangkutan tidak dapat melakukan
hubungan hukum secara langsung, terutama apanila dirinya
tidak ada di tempat atau ada kepentinagan lain.
Oleh karena itu, hal yang terpenting dalam
hubungan perwalian itu adalah adanya kepercayaan dari
pihak yang diwakili kepada pihak yang mewakili.
Kepercayaan itu merupakan unsur esensi, baik dalam
hubungan antara pemberi dan penerima kuasa maupun
kepercayaan dengan pihak ketiga.
Dalam perkembangannya pemberian kuasa dari
pihak yang diwakili bisa mengunakan lisan, yang biasa
disebut kuasa lisan dan kuasa yang dilakukan secara
➞➟
➠ ➡
tertulis, yaitu surat kuasa atau ➢➤ ➥➦➧ ➤ ➨ ➩➫➫➤➧ ➭➦➯.
Sehubungan hal tersebut, permasalahan seurat kuasa
merupakan bagian dari hukum perdata, yakni buku ketiga
tentang perikatan, pasal 1792 s/d 1819 KUHPerdata.42
d. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)
Dalam SKMHT terdapat perbedaan dengan surat
kuasa yang diatur dalam KUHPerdata sebagaimana telah
diuraukan duatas, yang menyangkut bentuk, kewenangan,
dan berakhirnya. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa
sepanjang tidak diatur secara khusus dalam SKMHT
berdasarkan peraturan tersebut, maka berlaku ketentuan
mengenai surat kuasa yang diatur dala KUHPerdata.
Bentuk (blanko) SKMHT telah diatur secara baku
sebagaimana lampiran PMNA di atas, wajib dibuat secara
akta notaris atau akta PPAT, dengan persyaratan:
- Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan
hukum lain daripada mebebankan hak tanggungan.
- Tidak memuat kuasa subtitusi.
- Mencantumkan secara jelas objek tanggungan,
jumlah utang, dan nama serta identitas
pembiayaanornya, nama dan identitas debiturnya
apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan.
42
➲➲
Adapun berakihirnya SKMHT diatur sebagai
berikut:
- Berlaku sampai akhirnya masa berlakunya perijinan
pembiayaan yang bersangkutan.
- Berlaku sampai 3 bulan sejak tanggal
dikeluarkannya sertifikat hak atas tanah yang
menjadi objek hak tanggungan yang
penyertifikatannya sedang dalam proses
pengangsuran untuk pembiayaan-pembiayaan yang
diatur dalam PMNA No. 4/1996.
- Tidak dapat ditrik kembali atau tidak dapat berakhir
oleh sebab apapun juga,, kecuali karena kuasa
tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis
jangka waktunya.
- Mengenai hak atas tanah yang telah terdaftar, wajib
diikuti dengan pembuatan Akte Pemberiah Hak
Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya 1 bulan
sesudah diberikan.
- Mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib
diikuti dengn pembuatan Akte Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya 3 bulan
➳ ➵
- Dalam hal pemberi kuasa meninggal dunia.43
e. Kuasa Jual Kepada Bank Berdasarkan Risalah Lelang
Untuk mendukung pelaksanaan ketentuan tersebut,
BPN dapat menyetujui agunan yang bersangkutan dalam
pelelangan umum dapat segera diperalihkan kepada pihak
lain yang memenuhi syarat tanpa harus dilakukan
pendaftaran peralihan harga terlebih dahulu kepada bank
pemerintah, denganketentuan sebagai berikut:
- Didalam risalah lelang harus dicantumkan bahwa
bank dalammpembelian tersebut bertindak selaku
kuasa dari pembeli yang belum disebutkan namanya.
- Setelah diketahui secara pasti pembelinya, maka
dilakukan pendaftaran peralihan haknya di kantor
pertanahan setempat. Mengenai siapa pembelinya,
dinyatakan oleh pihak bank dlam bentuk surat
pernyataan oleh suatu atas nama direksi bank yang
bersngkutan.
- Sesuai dengan ketentuan hukum tanah yang
berlaku, dengan sendirinya pembeli harus memenuhi
syarat sebagai oemegang hak atas tanah yang
dilelang.
43
➸6
Disamping hal tersebut, perlu dikemukakan bahwa
terdapat ketentuan lain yang mengatur mengenai hal
tersebut, yaitu keputusan menteri keuangan RI No.
304/KMK.01/2002 tentang petunjuk pelakanaan lelang,
pasal 39.
- Ayat 1: dalam hal pembeli bertindak untuk orang
lain atau badan harus disertai dengan surat kuasa.
- Ayat 2: bank sebagai pembiayaanor dapat membeli
agunannya malalui lelang, dengan menyatakan
bahwa pembelian pembiayaan tersebut dilakukan
untuk pihak lain yang akan ditunjuk kemudian
dalam jangka waktu 1 tahun.
- Ayat 3: dalam hal kangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam ayat 2 telah terlampaui, bank
dianggap sebagai pembeli.
- Ayat 4: pembelian agunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat 2 disertai dengan akta notaris.44
5. ➺ ➻➼➽ ➾➻➚ Re➪➶ ➾➹➘➶ ➹➾➴➪ ➻➪ ➴ Pe➷ ➬➴➻➮ ➻ ➻➚
Bank wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan kepada
Bank Indonesia. 45 Pelaporan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 bagi BUS dan UUS mengacu pada ketentuan
44
Ibid, 59. 45
➱ ✃
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Berkala Bank
Umum.46
Ketentuan tambahan:
- Laporan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18, untuk BPRS wajib disampaikan setiap bulan paling lambat
tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
- BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila BPRS
menyampaikan laporan melampaui batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan tanggal 21 pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
- BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila BPRS belum
menyampaikan laporan sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
- Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) jatuh pada hari Sabtu, Minggu
atau hari libur maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.
- Pelaporan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.47
6. Sanksi
Bank yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana
diatur dalam ketentuan yang telah dibuat, maka akan mendapat sanksi
adsminitratif sebagai berikut:
46
Pasal 19 No: 13/9/PBI/2011 47
❐8
1. BPRS yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi berupa
denda uang sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per
hari keterlambatan dan paling banyak seluruhnya sebesar
Rp700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah).
2. BPRS yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dikenakan sanksi berupa
denda uang sebesar paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).48
48