• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 10 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 10 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017."

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK

KELAS X SEMESTER 2 SMA NEGERI 10 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sains Kimia

Oleh :

Krisna Raditya Pratama 13303244009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

ii

Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2

SMA Negeri 10 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017

Oleh:

Krisna Raditya Pratama NIM. 13303244009

Pembimbing:

Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran discovery learning terhadap keterampilan proses sains peserta didik kelas X semester 2 SMA Negeri 10 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan yaitu two group post test only design dengan menggunakan dua sampel yaitu dua kelas X MIPA di SMAN 10 Yogyakarta sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta satu kovariabel yaitu pengetahuan awal kimia yang berasal dari nilai murni ujian akhir semester (UAS) semester 1. Data penelitian meliputi data tes kognitif keterampilan proses sains, data observasi, dan data angket keterampilan proses sains. Untuk mengetahui perbedaan dilakukan uji anakova dengan taraf signifikansi α = 0,05. Sedangkan, data hasil observasi dan angket dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menerapkan model pembelajaran discovery learning dan kelas yang menerapkan model pembelajaran direct instructional, apabila pengetahuan awal dikendalikan secara statistik. Selain itu, penerapan model pembelajaran discovery learning efektif terhadap keterampilan proses sains peserta didik kelas X semester 2 SMAN 10 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

(3)

iii

The Effectiveness of Discovery LearningModel towards 10th Grade Students’

Science Process Skills in 2nd Semester in SMA Negeri 10 Yogyakarta, Academic

Year2016/2017

By:

Krisna Raditya Pratama NIM. 13303244009

Supervisor:

Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX

ABSTRACT

The aim of this study is to discover the effectiveness of discovery learning model towards 10th grade students’ science process skills in 2nd semester in SMA Negeri 10 Yogyakarta, Academic Year 2016/2017.

This study is a quasi experimental research. This study consists of two samples which are the 10th grade science students in SMAN 10 Yogyakarta divided into experimental class and controlled class, and also one covariate which is the students’ prior chemistry knowledge which was taken from the final exam’s score. Cognitive test of student’s science process skills, observation, and questionnaire were used as the collecting data. The cognitive test results were analyzed with anacova test at α = 0,05 level of significance. Meanwhile, the results of the observation and questionnaire were analyzed descriptively.

The result of anacova test shows there is a significant difference in students’ science process skills between the class which implemented discovery learning model and the class which implemented direct instructional model by controlling the prior knowledge statistically. In addition, implementing discovery learning model is effective towards the 10th-grade students’ science process skills in second semester in SMAN 10 Yogyakarta, academic year 2016/2017.

(4)
(5)
(6)

vi

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Krisna Raditya Pratama NIM : 13303244009

Program Studi : Pendidikan Kimia

Judul TAS : Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 10 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri di bawah tema penelitian payung dosen atas nama Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Tahun 2017. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, 10 Mei 2017 Yang menyatakan,

(7)

vii

HALAMAN MOTTO

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” H.R. Ibnu Majah

“Kemauanlah yang menjadikan orang-orang besar dalam sejarah” Sutan Takdir Alisjahbana

“Kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi cakrawala. Dan perjuangan adalah pelaksana kata-kata”

(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Kedua orangtua yang selalu memberi semangat dan dukungan dengan tulus untuk kesuksesan anaknya.

2. Dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, nasihat, dan bimbingannya. Terimakasih Ibu Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX atas arahan, nasihat, dan bimbingannya selama ini.

3. Cut Aulia Nora S. yang telah mendukung dari awal pemilihan tema hingga akhir penyusunan skripsi ini.

4. Rizki Rahma N. dan Damai Setiati yang telah membantu selama proses pengumpulan data penelitian.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X SMAN 10 Yogyakarta Semester 2 Tahun Ajaran 2016/2017”. Penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai ungkapan rasa syukur, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhomat:

1. Bapak Dr. Hartono, M.Si. selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta beserta jajaran yang telah mendukung kelancaran dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc, Ph.D. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendukung kelancaran dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.

3. Bapak Sukisman Purtadi, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendukung kelancaran penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX selaku dosen pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah memberikan arahan, nasihat, dan juga membimbing dengan sabar dari awal masa penulisan skripsi ini.

(10)

x

6. Ibu Dina, M.Pd. dan Ibu Anggiyani Ratnaningtyas E.N., M.Pd. selaku validator instrumen penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitian TAS dapat terlaksana sesuai dengan tujuan. 7. Bapak Drs. Basuki selaku Kepala Sekolah SMAN 10 Yogyakarta yang

telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di SMAN 10 Yogyakarta.

8. Ibu Dra. Umi Sangidah selaku Guru Kimia SMAN 10 Yogyakarta yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini selama proses pembelajaran, serta memberikan masukan dan bimbingannya.

9. Seluruh peserta didik kelas X SMAN 10 Yogyakarta atas kerjasama dan partisipasinya selama pelaksanaan penelitian.

10. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat dituliskan satu persatu, terimakasih atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan TAS ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan Tugas Akhir Skripsi ini. Semoga Tugas Akhir Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya.

Yogyakarta, 10 Mei 2017

Penulis,

(11)

xi A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori ... 7

1. Pembelajaran Kimia ... 7

2. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) ... 10

3. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) ... 16

4. Keterampilan Proses Sains ... 19

B. Penelitian yang Relevan ... 22

C. Kerangka Berpikir ... 26

D. Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 39

(12)

xii BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 47

B. Hasil Uji Hipotesis ... 54

C. Pembahasan ... 56

D. Keterbatasan Penelitian ... 96

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 97

B. Implikasi ... 97

C. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Desain Penelitian... 29

Tabel 2. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 33

Tabel 3. Kisi-kisi Soal Tes Keterampilan Proses Sains ... 36

Tabel 4. Kisi-Kisi Angket Keterampilan Proses Sains Peserta Didik ... 38

Tabel 5. Desain Teknik Analisis Data ... 41

Tabel 6. Skor Penilaian Skala Likert... 45

Tabel 7. Pedoman Konversi Skor Menjadi Nilai Skala Lima ... 45

Tabel 8. Data Pengetahuan Awal Kimia ... 47

Tabel 9. Data Tes Keterampilan Proses Sains ... 48

Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Normalitas ... 49

Tabel 11. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas ... 49

Tabel 12. Hasil Observasi Keterampilan Proses Sains Kelas Eksperimen ... 51

Tabel 13. Hasil Observasi Keterampilan Proses Sains Kelas Kontrol ... 52

Tabel 14. Hasil Analisis Angket Keterampilan Proses Sains ... 53

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ilustrasi Analisis Data Kuantitatif ... 41 Gambar 2. Diagram Rerata Skor Tiap Indikator Keterampilan Proses

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 103

Lampiran 2. Kisi-Kisi Soal Tes Keterampilan Proses Sains ... 152

Lampiran 3. Soal Tes Keterampilan Proses Sains ... 153

Lampiran 4. Kisi-Kisi Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains ... 160

Lampiran 5. Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains ... 161

Lampiran 6. Pedoman Penskoran (Rubrik) Lembar Observasi ... 165

Lampiran 7. Analisis Data Observasi... 179

Lampiran 8. Kisi-Kisi Angket Keterampilan Proses Sains ... 183

Lampiran 9. Angket Keterampilan Proses Sains... 184

Lampiran 10. Analisis Data Angket Keterampilan Proses Sains ... 185

Lampiran 11. Surat Pernyataan Validasi Instrumen Penelitian ... 188

Lampiran 12. Surat Izin Penelitian... 191

Lampiran 13. Surat Bukti Penelitian ... 194

Lampiran 14. Daftar Nilai Pengetahuan Awal Kimia ... 195

Lampiran 15. Daftar Nilai Tes Kognitif Keterampilan Proses Sains ... 197

Lampiran 16. Hasil Uji Prasyarat (Uji Normalitas & Uji Homogenitas) ... 199

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Suprihatiningrum (2014), keterampilan proses sains merupakan kemampuan dasar yang dimiliki seseorang untuk berpikir logis dan sistematis dalam menghadapi suatu permasalahan ilmiah. Menurut Susiwi (2007), keterampilan proses sains perlu untuk ditekankan dalam setiap proses pembelajaran kimia, karena terdapat keterkaitan antara suatu konsep, sikap ilmiah, dan keterampilan proses sains. Suatu konsep dan sikap ilmiah dapat timbul apabila peserta didik memiliki keterampilan proses sains. Selain itu, dengan keterampilan proses yang dilatihkan, peserta didik akan lebih mudah menguasai dan memahami materi pelajaran karena peserta didik belajar dengan berbuat secara langsung (learning by doing). Oleh karena itu, menurut Fadlillah (2014), Kurikulum 2013 Edisi Revisi menuntut adanya peningkatan dan keseimbangan kemampuan softskills dan hardskills yang meliputi kompentensi ranah pengetahuan (kognitif), sikap ilmiah, dan keterampilan proses sains. Namun, menurut hasil observasi pada pembelajaran kimia di SMA Negeri 10 Yogyakarta, guru hanya menitikberatkan pada penyampaian suatu konsep atau dari aspek kognitif saja, artinya keterampilan proses sains belum secara optimal ditekankan dalam proses pembelajaran kimia di SMA Negeri 10 Yogyakarta.

(17)

2

peserta didik untuk mampu mengembangkan pengalaman belajar dengan mengonstruksi sendiri pengetahuannya. Dengan demikian, pengetahuan baru yang diperoleh peserta didik akan melekat lebih lama karena peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan mongonstruksi sendiri konsep atau pengetahuan tersebut (Saefuddin & Berdiati, 2014; Sholeh, 2014). Menurut Balim (2009), penerapan model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik, kemampuan kognitif, dan daya ingat peserta didik. Model pembelajaran discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran yang direkomendasikan pada Kurikulum 2013 Edisi Revisi. Namun, menurut hasil observasi pada pembelajaran kimia di SMA Negeri 10 Yogyakarta, guru masih menerapkan model direct instruction yang tidak termasuk dalam model pembelajaran yang disarankan oleh kurikulum tersebut dan belum pernah menerapkan model lain. Artinya, model pembelajaran discovery learning yang disarankan oleh Kurikulum 2013 Edisi Revisi belum pernah diterapkan pada pembelajaran kimia di SMA Negeri 10 Yogyakarta.

(18)

3

konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit dalam kegiatan eksperimen atau praktikum di laboratorium. Meskipun kegiatan praktikum dapat dilaksanakan dalam berbagai model pembelajaran, akan tetapi kegiatan praktikum tersebut perlu melibatkan peserta didik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga, model pembelajaran yang sesuai yaitu dengan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered). Menurut hasil observasi pada proses pembelajaran kimia di SMA Negeri 10 Yogyakarta, model pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru kimia kelas X di SMA Negeri 10 Yogyakarta adalah model pembelajaran langsung (direct instruction) yang salah satu karakteristiknya yaitu otoritas kegiatan pembelajaran sepenuhnya berada pada guru tersebut. Sehingga, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran kimia di SMA Negeri 10 Yogyakarta belum mampu memenuhi tuntutan Kurikulum 2013 Edisi Revisi karena masih bersifat satu arah atau pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher oriented).

Berdasarkan berbagai permasalahan tersebut, peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Kemampuan Proses Sains peserta didik Kelas X Semester 2

SMA Negeri 10 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017”.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang timbul, antara lain:

(19)

4

2. Model pembelajaran discovery learning yang disarankan oleh Kurikulum 2013 Edisi Revisi belum pernah diterapkan pada pembelajaran kimia di SMA Negeri 10 Yogyakarta.

3. Proses pembelajaran kimia di SMA Negeri 10 Yogyakarta belum mampu memenuhi tuntutan Kurikulum 2013 Edisi Revisi karena masih bersifat satu arah atau pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher oriented).

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan pada penelitian ini masih terlalu luas, oleh karena itu peneliti memberikan batasan masalah, yaitu: 1. Indikator keterampilan proses sains yang akan diukur dalam penelitian ini

meliputi keterampilan observasi, komunikasi, klasifikasi, prediksi, inferensi, mengorganisasikan data dan tabel, menganalisis data, dan merancang eksperimen.

2. Pembelajaran kimia pada kelas eksperimen akan menerapkan model pembelajaran discovery learning. Sedangkan, pembelajaran kimia pada kelas kontrol akan menerapkan model pembelajaran direct instruction.

D. Rumusan Masalah

(20)

5

1. Adakah perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang menerapkan model pembelajaran direct instruction, apabila pengetahuan awal dikendalikan secara statistik?

2. Apakah penerapan model pembelajaran discovery learning efektif untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik kelas X SMAN 10 Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang menerapkan model pembelajaran direct instruction, apabila pengetahuan awal dikendalikan secara statistik.

2. Mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran discovery learning terhadap keterampilan proses sains peserta didik kelas X semester 2 SMAN 10 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang harapannya dapat diperoleh dari penelitian ini, antara lain: 1. Manfaat teoritis

(21)

6 2. Manfaat praktis

a. Bagi Guru

Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi guru tentang pentingnya menerapkan model pembelajaran yang sesuai guna menciptakan suasana belajar yang tidak membosankan bagi peserta didik.

b. Bagi Peserta Didik

Penelitian ini diharapkan mampu menimbulkan dan meningkatkan keterampilan proses sains yang dimiliki peserta didik kelas X melalui model discovery learning.

c. Bagi Sekolah

(22)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Kimia

Ilmu kimia merupakan ilmu yang memiliki kontribusi penting dan berarti terhadap perkembangan ilmu-ilmu terapan seperti pertanian, kesehatan, perikanan, dan teknologi. Di SMA, mata pelajaran kimia mempelajari segala sesuatu mengenai zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika, dan energi yang secara keseluruhan melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Sehingga, karakteristik ilmu kimia sebagai produk dan proses harus diperhatikan dalam penilaian dan pembelajaran kimia (Departemen Pendidikan Nasional [Depdiknas], 2003).

Menurut Sastrawijaya (1988), ilmu kimia mempunyai ciri-ciri yang lokal, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan cara atau strategi belajar tertentu. Ciri-ciri ilmu kimia adalah sebagai berikut:

a. Kimia lebih banyak bersifat abstrak.

Teknik belajar untuk hal-hal yang abstrak adalah dengan cara membayangkan atau menciptakan gambaran mengenai hal yang abstrak.

b. Mempelajari penyederhanaan dari ilmu kimia yang sebenarnya.

(23)

8

ilmu kimia dapat digunakan untuk menggambarkan hal yang sukar secara sederhana.

c. Bahan pembelajaran kimia dimulai dari yang mudah menuju yang sukar. Pembelajaran kimia akan membahas topik-topik secara berurutan, mulai dari yang mudah atau mungkin sudah dikenal oleh peserta didik menuju kepada yang kompleks atau mungkin merupakan hal yang baru bagi peserta didik. Urutan ini penting untuk mempermudah pemahaman peserta didik terhadap materi yang sedang diajarkan.

d. Belajar kimia bukanlah sekedar soal-soal.

Ilmu kimia termasuk ilmu pengetahuan alam. Jadi, mempelajari kimia adalah mempelajari teori-teori, aturan, fakta, deskripsi, dan istilah kimia. Oleh karena itu, dalam mengajar diperlukan cara yang berbeda. Setiap materi yang berbeda diperlukan cara yang berbeda pula.

(24)

9

dan sikap ilmiah, sehingga peserta didik hanya mampu untuk menghafal suatu konsep saja. Padahal, suatu konsep dapat timbul jika peserta didik memiliki keterampilan proses. Selain itu, dengan adanya keterampilan proses, sikap imiah pada peserta didik akan terbentuk dengan sendirinya. Oleh karena itu, pembelajaran kimia tidak boleh mengesampingkan suatu keterampilan proses. (Susiwi, 2007).

Salah satu materi atau topik pelajaran kimia untuk kelas X semester 2 menurut Kurikulum 2013 Edisi Revisi yaitu materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Pokok bahasan dalam materi larutan elektrolit dan nonelektrolit sebagaimana tercantum dalam Silabus Kurikulum 2013 Edisi Revisi memiliki kompetensi dasar yaitu pada nomor 3.8. menganalisis sifat larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit berdasarkan daya hantar listriknya, dan pada nomor 4.8. merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit. Indikator dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam proses pembelajaran dapat diuraikan dari pokok bahasan tersebut.

(25)

10

Menurut Harnanto (2009), senyawa ionik dan kovalen polar biasanya bersifat elektrolit. Sedangkan, senyawa kovalen nonpolar biasanya nonelektrolit. Berdasarkan kuat lemahnya daya hantar listrik, elektrolit dibagi dua yaitu elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Secara kuantitatif, kuat lemahnya larutan elektrolit dapat diukur dari derajat disosisasi. Derajat disosisasi merupakan hasil bagi dari jumlah mol zat yang terurai dengan jumlah mol zat mula-mula.

2. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Suatu model pembelajaran memiliki ciri utama yaitu adanya tahapan atau sintaks pembelajaran (Sani, 2014).

Model pembelajaran penemuan (discovery learning) dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Ciri dari model ini yaitu menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran (Hosnan, 2014).

Menurut Suryobroto (1986), model pembelajaran penemuan (discovery learning) memiliki ciri antara lain dapat memajukan cara belajar aktif,

berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, dan mencari sendiri dan reflektif. Di dalam proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran discovery learning, guru memperkenankan peserta didik untuk menemukan sendiri

(26)

11

Menurut Abidin (2014), model pembelajaran discovery learning dengan inquiry hampir sama. Namun, hal yang membedakannya yaitu pada permasalahan

yang ada. Masalah yang disajikan dalam model pembelajaran inkuiri benar-benar masalah yang diambil dari kehidupan nyata sehingga akan mampu membekali peserta didik pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-sehari. Sedangkan, bentuk masalah dalam model pembelajaran discovery learning adalah masalah yang dikreasi oleh guru.

Model pembelajaran discovery learning tersebut mencoba mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi guru ke situasi yang melibatkan peserta didik dalam proses mental melalui beberapa kegiatan penelitian. Peran guru dalam proses pembelajaran hanya sebagai fasilitator yang berarti akan membimbing peserta didik dimana ia diperlukan karena peserta didik didorong untuk berfikir sendiri, sehingga dapat menemukan konsep atau prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan oleh guru. Dengan demikian, pengetahuan baru yang diperoleh peserta didik akan melekat lebih lama karena peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan mongonstruksi sendiri konsep atau pengetahuan tersebut (Sholeh, 2014). Pada pembelajaran penemuan, peserta didik diperbolehkan untuk menemukan ide dan teori mereka sendiri setelah guru mengajukan pertanyaan (Suprihatiningrum, 2014).

(27)

12 a. Strategi induktif

Strategi induktif menghendaki kemampuan mengiduksi dan melihat pola atas dasar data yang diamati. Strategi ini dibagi menjadi dua bagian, yakni data atau contoh khusus dan generalisasi atau kesimpulan. Data atau contoh khusus merupakan jalan untuk menemukan suatu kesimpulan, sehingga tidak dapat digunakan sebagai bukti. Dalam mengambil kesimpulan pada strategi induktif selalu mengandung risiko, apakah kesimpulan tersebut benar atau salah. Oleh karena itu, penggunaan kata “mungkin” atau “barangkali” akan mengurangi risiko yang terjadi.

b. Strategi deduktif

Strategi ini memiliki peran penting dalam hal pembuktian, karena berisi argumen yang saling berkaitan. Peserta didik dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep yang belum ia ketahui sebelumnya dengan strategi deduktif. Strategi ini juga mengendaki kemampuan melakukan deduksi yang logis atas dasar pengetahuan yang diperoleh sebelumnya (Hosnan, 2014).

(28)

13

Model pembelajaran penemuan (discovery learning) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penemuan bebas (free discovery) dan penemuan terpadu/terpimpin (guided discovery). Model free discovery learning awalnya diusulkan oleh Jerome Seymour Bruner. Bruner berpendapat bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan aturannya sendiri melalui konsep, teori, definisi, dsb. Namun, karena waktu yang dibutuhkan menjadi lama, sehingga model pembelajaran penemuan yang sering digunakan guru yaitu penemuan yang dipandu oleh guru (guided discovery) karena dengan adanya arahan dari guru, peserta didik akan bekerja lebih terarah dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi, bimbingan guru bukan semacam resep yang harus diikuti, melainkan hanya berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dikerjakan (Suprihatiningrum, 2014; Tung, 2015)

Menurut Hamalik (2006), model pembelajaran guided discovery merupakan model dengan sistem dua arah karena melibatkan peserta didik dalam menjawab pertanyaan atau permasalahan dari guru. Peserta didik akan melakukan discovery, sedangkan guru akan membimbing peserta didik ke arah yang tepat atau benar.

(29)

14

didik, dan mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh peserta didik untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu memberikan bantuan agar peserta didik memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan, memeriksa bahwa semua peserta didik memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan, sebelum kegiatan dilakukan perlu menjelaskan pada peserta didik mengenai cara bekerja yang aman, mengamati setiap peserta didik selama mereka melakukan kegiatan, memberi waktu yang cukup kepada peserta didik untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan, melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan (Suprihatiningrum, 2014).

(30)

15

Sebuah model pembelajaran tentunya memiliki sintaks-sintaks pembelajaran. Menurut Syah dalam Ratumanan (2015), terdapat enam fase dalam sintaks model pembelajaran discovery learning, yaitu:

a. Stimulasi / Pemberian Rangsangan

Dalam tahap ini, peserta didik akan dihadapkan pada kondisi yang menunjukkan adanya masalah, teka-teki, atau kontradiksi/pertentangan. Kemudian peserta didik akan didorong agar tertantang untuk melakukan eksplorasi.

b. Pernyataan/Identifikasi Masalah

Dalam tahap ini, peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang relevan dengan materi pembelajaran. Kemudian guru akan memfokuskan pada masalah tertentu yang akan dikaji, selanjutnya masalah akan diformulasi ulang dan hipotesis dapat dirumuskan.

c. Pengumpulan Data

Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan dari berbagai sumber dan melakukan prosedur kerja tertentu atau melakukan uji coba.

d. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh peserta didik akan direduksi, diklasifikasikan, ditabulasi, dan dianalisis pada tahapan ini.

e. Verifikasi

(31)

16 f. Generalisasi

Tahapan generalisasi merupakan tahapan terakhir. Generalisasi akan dilakukan dengan mengacu pada hasil verifikasi.

Pada setiap model pembelajaran terdiri atas sintaks-sintaks pembelajaran. Sintaks dari model pembelajaran guided discovery learning yang digunakan dalam penelitian ini antara lain stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi. Peserta didik dalam proses pembelajaran akan dibimbing untuk melaksanakan setiap tahapan pembelajaran oleh guru.

3. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

(32)

17

Setiap model pembelajaran terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap pembelajaran. Model pembelajaran langsung (direct instruction model) terdiri dari 5 fase, yaitu :

a. Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, materi yang akan dibahas, dan hubungan dengan pengetahuan awal, serta mempersiapkan kesiapan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran.

b. Presentasi

Pada tahap presentasi, guru menjelaskan konsep-konsep atau keterampilan baru dengan cara mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan dan memberikan contoh kepada peserta didik.

c. Latihan Terstruktur

Pada tahapan ini, guru menyediakan beberapa contoh soal dan meminta peserta didik untuk mengerjakannya secara berkelompok. Kemudian, beberapa peserta didik menuliskan jawabannya di depan kelas, selanjutnya guru akan memberi respon terhadap jawaban tersebut dan memperbaiki apabila terdapat kesalahan.

d. Latihan Terbimbing

(33)

18

yang dilakukan oleh peserta didik. Artinya, peran guru pada tahapan ini yaitu memonitor kinerja peserta didik, dan memberikan umpan balik dengan cara memberikan koreksi apabila diperlukan.

e. Latihan Mandiri

Latihan mandiri merupakan tahap terakhir pada model pembelajaran langsung. Tahapan ini dilakukan apabila peserta didik telah mencapai level 85 sampai 90% pada tahap latihan terbimbing. Tujuan latihan mandiri diberikan kepada peserta didik yaitu untuk memperkuat pengetahuan baru yang diperoleh, dan membiasakan peserta didik. Pada tahapan ini, peserta didik mengerjakan soal-soal latihan sendiri tanpa bimbingan dari guru. (Joyce & Weil, 1996)

Setiap model pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kelemahan. Model pembelajaran langsung (direct instruction) juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari model pembelajaran langsung yaitu sebagai berikut: a. Efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas yang besar maupun

kecil.

b. Dapat digunakan untuk menekankan kesulitan yang bisa jadi ditemui oleh peserta didik.

c. Metode ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada peserta didik yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan.

(34)

19

percaya diri atau tidak memiliki keterampilan dalam melakukan tugas tersebut.

Sedangkan, kelemahan pada penerapan model pembelajaran langsung yaitu sebagai berikut:

a. Guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran karena pembelajaran berpusat pada guru. Sehingga, kesuksesan pembelajaran bergantung pada guru. Apabila guru memiliki kekurangan dalam kesiapan, pengetahuan, kepercayaan diri, dan antusiasme. Maka, peserta didik dapat menjadi bosan, perhatiannya mudah teralihkan, dan membuat proses pembelajaran menjadi terhambat.

b. Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan peserta didik untuk melakukan pengamatan. Tidak semua peserta didik dapat melakukan pengamatan dengan baik. Sehingga, apa yang dimaksud guru dapat diartikan berbeda oleh peserta didik. (Sudrajad dalam Depdiknas, 2009).

4. Keterampilan Proses Sains

(35)

20

Keterampilan proses sains adalah keterampilan utama dari suatu pengetahuan yang dapat berguna dalam penyelesaian masalah di masyarakat (Abungu, 2014). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Suprihatiningrum (2014) bahwa keterampilan proses merupakan suatu kemampuan berpikir logis dan sistematis dalam menghadapi suatu permasalahan di bidang apapun dan tingkat lapisan masyarakat manapun.

Keterampilan proses sains memiliki banyak macam serta jumlahnya berbeda-beda dalam berbagai literatur. Menurut Dahar (1986), keterampilan proses sains bagi pendidikan kimia di SMA terdiri dari 8 keterampilan, yaitu: a. mengamati, b. menafsirkan pengamatan, c. meramalkan, d. menggunakan alat dan bahan, e. menerapkan konsep, f. merencanakan percobaan/penelitian, g. berkomunikasi, dan h. mengajukan pertanyaan. Sedangkan, Rezba (2006) menyatakan bahwa keterampilan proses sains terdiri dari dua tingkatan, yaitu keterampilan proses sains dasar (basic science process skills) dan keterampilan proses sains terintegrasi (integrated science process skills). Keterampilan proses sains dasar (basic science process skills) terdiri atas kemampuan untuk:

a. mengobservasi, yaitu kemampuan mengumpulkan informasi tentang suatu objek atau kejadian tertentu dengan menggunakan panca indra.

(36)

21

c. mengklasifikasi, yaitu kemampuan untuk mengelompokkan atau mengurutkan objek atau kejadian tertentu berdasarkan kategori atau kriteria tertentu.

d. melakukan pengukuran, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan dimensi yang spesifik dari suatu objek atau kejadian tertentu menjadi sebuah data kuantitatif dengan menggunakan suatu alat ukur.

e. menginferensi, yaitu kemampuan untuk menentukan asumsi atau kemungkinan penjelasan berdasarkan hasil obserbasi

f. memprediksi, yaitu kemampuan untuk menentukan dugaan sementara akan hasil akhir dari suatu kejadian berdasarkan fakta-fakta yang ada.

Keterampilan proses sains terintegrasi (integrated science process skills) terdiri dari kemampuan untuk:

a. mengidentifikasi variabel, yaitu kemampuan untuk mengajukan faktor yang dapat memengaruhi eksperimen, antara lain variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

b. membuat hipotesis, yaitu kemampuan untuk mengajukan solusi atau harapan akan hasil eksperimen serta solusi yang diajukan tersebut harus dapat diuji. c. analisis investigasi, yaitu kemampuan untuk membuat rencana eksperimen

dengan mengidentifikasi bahan dan deskripsi prosedur yang jelas untuk menguji hipotesis.

(37)

22

e. menenentukan definisi operasional variabel, yaitu kemampuan untuk menjelaskan bagaiamana ukuran variabel pada penelitian.

f. merancang eksperimen atau penelitian, yaitu kemampuan untuk membuat desain prosedur untuk menguji kebenaran hipotesis.

Kemampuan atau keterampilan proses sains yang akan diamati dalam penelitian ini dipilih berdasarkan keterampilan proses yang berhubungan dengan proses berpikir atau disebut juga sebagai keterampilan kognitif. Indikator keterampilan proses sains tersebut terdiri dari kemampuan mengobservasi, mengkomunikasikan, mengklarifikasi, memprediksi, menginferensi, mengorganisasikan data dan tabel, menganalisis data, dan merancang eksperimen. B Penelitian yang Relevan

Menurut Balim (2009), metode discovery learning berpengaruh terhadap persepsi peserta didik pada keterampilan, prestasi akademik, dan hafalan terkait suatu pengetahuan. Kelompok eksperimen lebih unggul dibandingkan kelompok kontrol pada tingkat kognitif maupun tingkat afektif. Relevansi antara penelitian dalam jurnal tersebut dengan penelitian yang saya lakukan yaitu metodologi penelitian yang membandingkan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai subjek penelitian dengan perlakuan yang berbeda, yaitu penerapan model pembelajaran discovery learning pada kelas eksperimen dan model pembelajaran direct instruction pada kelas kontrol.

(38)

23

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan, keterampilan proses sains, dan sikap ilmiah peserta didik SMP di Palestina, dan mengetahui efek atau pengaruh perbedaan jenis kelamin (gender) dan tempat tinggal terhadap tingkat pengetahuan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah. Penelitian ini dilakukan karena guru IPA atau sains mempercayai bahwa IPA atau sains harus dibagi menjadi dua, yaitu materi yang berisikan fakta, konsep, hukum, dan juga teori-teori, serta metode yang berupa berfikir saintifik, kritis, dan proses sains.

(39)

24

Olorode dan Jimoh (2016) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas strategi pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning) dan sensitivitas gender terhadap prestasi akademik peserta

didik pada pembelajaran akuntansi keuangan di Ogun State. Penelitian tersebut mengadopsi desain penelitian kuasi eksperimen yaitu dengan pre-test post-test control group design yang terdiri dari 2 strategi instruksional yaitu (guided

discovery learning dan metode ceramah). Instrumen yang digunakan yaitu tes prestasi akademik yang tervalidasi. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji anakova dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa pembelajaran dengan guided discovery learning strategy lebih efektif daripada pembelajaran dengan metode ceramah. Hasil penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena peneliti ingin mengetahui efektivitas model discovery learning terhadap keterampilan proses sains pada pembelajaran kimia. Selain itu, uji statistik yang digunakan sama yaitu uji anakova dengan taraf signifikansi 0,05.

(40)

25

0,05. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah secara signifikan meningkatkan prestasi kimia dibandingkan dengan strategi pembelajaran berbasis penemuan dan strategi ekspositori. Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu uji statistik yang digunakan yaitu uji anakova dengan taraf signifikansi 0,05.

Penelitian selanjutnya yaitu dari Kenya pada tahun 2014 dalam jurnal yang berjudul “The Effect of Science Process Skills Teaching Approach on Secondary School Students’ Achievement in Chemistry in Nyando Disctrict, Kenya” oleh

Abungu, Okere, dan Wachanga yang memiliki tujuan untuk menyelidiki pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap prestasi kimia peserta didik di Kenya. Masalah yang menjadi latar belakang dalam penelitian tersebut yaitu secara umum, di Kenya, prestasi untuk mata pelajaran Kimia pada the Kenya Certificate of Secondary Education (KCSE) rendah. Rendahnya prestasi tersebut disebabkan oleh kurangnya perhatian pada keterampilan proses sains. Metode penelitian yang diterapkan yaitu kuasi (Solomon Four Group Quasi Experimental Design) dengan memberikan soal pre-test dan post-test. Sehingga, diperoleh hasil

(41)

26 C Kerangka Berfikir

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang wajib dimiliki oleh seorang peserta didik karena keterampilan proses merupakan keterampilan intelektual yang membekali peserta didik dengan suatu kemampuan berpikir logis dan sistematis dalam menghadapi sesuatu masalah di bidang manapun juga dan tingkat lapisan masayarakat apapun juga. Dengan keterampilan proses yang dilatihkan, peserta didik akan lebih mudah menguasai dan memahami materi pelajaran karena peserta didik belajar dengan berbuat (learning by doing). Keterampilan proses sains dapat ditanamkan melalui model pembelajaran penemuan atau discovery learning (Suprihatiningrum, 2014).

Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan kontruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan peserta didik untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk mereka sendiri (Ratumanan, 2015).

Menurut Ghumdia (2016), penerapan strategi yang berbasis penyelidikan atau inkuiri lebih efektif untuk mengembangkan keterampilan proses sains peserta didik daripada metode ceramah. Sehingga, strategi pembelajaran berbasis inkuiri disarankan untuk diterapkan sebagai strategi yang tepat untuk mempelajari konsep-konsep yang bersifat abstrak.

(42)

27

keterampilan proses sains dan sikap ilmiah belum menjadi perhatian bagi guru. Hal tersebut juga berlaku di Indonesia. Khususnya dalam pembelajaran kimia di SMA Negeri 10 Yogyakarta, guru cenderung menggunakan model pembelajaran langsung dengan metode ceramah dalam proses pembelajaran Kimia sehingga membuat peserta didik bosan dan cenderung hanya mendengarkan sehingga membuat peserta didik pasif. Oleh karena itu, jika seorang guru mengembangkan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang lebih menarik bagi peserta didik seperti model pembelajaran penemuan (disocvery learning), maka peserta didik akan dilibatkan langsung ke dalam proses pembelajaran tersebut dan keterampilan proses sains peserta didik dapat meningkat.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, akan diterapkan dua model pembelajaran yang berbeda diantara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, sehingga, diharapkan mampu menunjukkan adanya perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang menerapkan model pembelajaran lainnya

(43)

28 D Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin atau paling tinggi kebenarannya (Margono, 2005). Adapun hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Ada perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang menerapkan model pembelajaran lainnya, apabila pengetahuan awal dikendalikan secara statistik.

(44)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan metodenya termasuk dalam penelitian eksperimen semu (quasi experimental). Desain penelitian yang digunakan adalah two-group post-test only design, karena terdapat 2 kelas sebagai sampel penelitian dan hanya dilakukan post-test untuk mengukur variabel terikat yaitu keterampilan proses sains peserta didik. Desain penelitian tersebut selengkapnya disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Desain Penelitian

Pre-Treatment Treatment Post-Treatment

Kelas Eksperimen PA DL Q1

Kelas Kontrol PA DI Q1

Keterangan

PA = Nilai Pengetahuan Awal

DL = Penerapan model pembelajaran discovery learning DI = Penerapan model pembelajaran direct instruction Q1 = Keterampilan Proses Sains

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Yogyakarta yang terletak di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

(45)

30 C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Populasi juga dapat diartikan sebagai keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi dalam Margono, 2005). Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X di SMAN 10 Yogyakarta.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi dan bersifat representatif atau mewakili (Sugiyono, 2016). Pengertian yang sama juga dinyatakan oleh Margono (2005) bahwa sampel penelitian adalah bagian dari suatu populasi yang ingin diteliti yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu.

Arifin (2012) menyatakan bahwa istilah sampel dan sampling memiliki arti yang berbeda. Sampling diartikan seebagai suatu cara yang digunakan untuk mengambil sampel dan diikuti teknik atau jenis sampling yang digunakan.

Teknik pengambilan sampel penelitian ini dilakukan secara area purposive sampling, artinya pengambilan sampel ditentukan sepenuhnya oleh peneliti pada

daerah tertentu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Perlakuan terhadap sampel adalah sebagai berikut:

(46)

31

b. Satu kelas dipilih sebagai kelas kontrol yang melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran selain model discovery learning, yaitu model pembelajaran langsung (direct instruction).

D. Definisi Operasional Variabel

Arifin (2012) menyatakan bahwa definisi operasional adalah definisi khusus berdasarkan sifat-sifat yang didefinisikan, dapat diamati dan dilaksanakan oleh peneliti lain. Sedangkan, Sugiyono (2016) mengartikan variabel penelitian suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sehingga, definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang diungkap dalam definisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik, secara nyata dalam lingkup obyek penelitian/obyek yang diteliti.

Variabel yang digunakan dalam penilitian ini adalah variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kendali.

a Variabel bebas

Menurut Sarwono (2006), variabel bebas adalah suatu peubah yang menstimulasi atau suatu variabel yang mempengaruhi variabel lain yang variabelnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi oleh seorang peneliti.

Variabel bebas yang digunakan adalah model pembelajaran yang digunakan yaitu untuk kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran discovery learning. Sedangkan, kelas kontrol menggunakan model pembelajaran lainnya

(47)

32

Model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah model pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran untuk menemukan sendiri konsep atau prinsip umum dengan melakukan penelitian atau eksperimen dari permasalahan yang diberikan oleh guru. Sehingga, peran guru hanya sebagai fasilitator di dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam model pembelajaran discovery learning antara lain: 1) stimulasi, 2) identifikasi masalah, 3) pengumpulan data, 4) pengolahan data, 5) verifikasi, 6) generalisasi.

b Variabel terikat

Menurut Sarwono (2006), variabel tergantung atau yang dikenal juga sebagai variabel terikat adalah suatu variabel yang memberikan reaksi atau respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel ini diamati dan diukur oleh peneliti untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains peserta didik.

(48)

33

hipotesis, menganalisis investigasi, mentabulasi data atau membuat grafik, menentukan definisi operasional variabel, serta merancang eksperimen. Indikator keterampilan proses sains yang akan diamati dalam penelitian ini meliputi mengobservasi, mengkomunikasikan, mengklarifikasi, memprediksi, menginferensi, mengorganisasikan data dan tabel, menganalisis data, dan merancang eksperimen.

c Variabel Kontrol atau Variabel Kendali

Menurut Sarwono (2006), variabel kontrol diartikan sebagai suatu variabel yang pengaruhnya akan dihilangkan atau variabel tersebut dikontrol oleh seorang peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya. Variabel kontrol yang digunakan adalah pengetahuan awal kimia peserta didik yang berasal dari nilai murni mata pelajaran kimia pada ujian akhir semester 1 tahun ajaran 2016/2017.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik dan instrumen sebagai berikut:

Tabel 2. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan Data Instrumen

Pengukuran Pendidikan

Pengamatan (Observasi) Soal Tes Skala Penilaian

Angket (Kuisioner) Angket KPS Peserta Didik

1. Teknik Pengumpulan Data

(49)

34 a. Pengukuran Pendidikan

Pengukuran pendidikan memiliki peranan penting dalam penelitian ini. Pengukuran pendidikan bermaksud untuk mengumpulkan data yang bersifat kuantitatif. Data hasil dari pengukuran pendidikan digunakan guru untuk membandingkan efektivitas model pembelajaran discovery learning terhadap keterampilan proses sains peserta didik kelas X di SMAN 10 Yogyakarta. Pada penelitian ini, objek pengukuran pendidikan yang diukur adalah keterampilan proses sains. Alat yang digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains peserta didik ialah soal tes keterampilan proses sains.

b. Observasi

Observasi merupakan cara mengumpulkan data responden penelitian dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Margono, 2010). Objek penelitian dalam penelitian ini yaitu keterampilan proses sains peserta didik kelas X di SMAN 10 Yogyakarta. Jenis observasi yang dilakukan yaitu observasi langsung, karena observasi berada bersama objek yang diselidiki di tempat dan waktu terjadi atau berlangsungnya proses pembelajaran. Sedangkan, menurut cara yang digunakan, observasi dalam penelitian ini merupakan observasi berperan serta (partisipant observation), karena observer berperan sebagai pengamat (observer) kegiatan

(50)

35 c. Angket (Kuisioner)

Angket atau kuisioner merupakan suatu teknik pengumpulan data atau informasi dari responden dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula (Margono, 2010). Pada penelitian ini, angket (kuisioner) yang digunakan merupakan angket keterampilan proses sains. Angket tersebut berfungsi untuk mendapatkan informasi terkait keterampilan proses sains dari sudut pandang peserta didik. Sifat dari angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Langsung, karena responden dapat menjawab langsung angket tersebut. 2) Tertutup, karena alternatif jawaban telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. 3) Berbentuk checklist, karena untuk mempermudah peserta didik dalam mengisi

angket tersebut, yaitu dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang telah disediakan.

4) Menggunakan skala yang dikembangkan oleh Likert. Menurut Margono (2010), skala Likert disebut juga summated rating scale. Skala Likert terdiri atas pertanyaan atau pernyataan positif dan negatif mengenai suatu objek sikap.

2. Instrumen Penelitian

Data dalam penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :

a. Soal Tes

(51)

36

mengukur kemampuan peserta didik secara individual dalam cakupan dan ilmu pengetahuan yang telah ditentukan oleh para pendidik.

Pada penelitian ini, instrumen soal diadopsi dari tesis Sri Rejeki Dwi Astuti yang berjudul “Pengembangan Instrumen Penilaian Terintegrasi untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Kimia Siswa SMA

Kelas X pada Materi Larutan Elektrolit”. Menurut Astuti (2016) kisi-kisi soal

untuk mengukur keterampilan proses sains yaitu sebagai berikut : Tabel 3. Kisi-kisi Soal Tes Keterampilan Proses Sains No Indikator Pembelajaran Keterampilan Indikator

Proses Sains

Nomor Soal 1 Mengidentifikasi sifat-sifat larutan

nonelektrolit dan elektrolit Komunikasi dan inferensi 1 2 Mengklasifikasikan larutan ke dalam larutan

nonelektrolit, elektrolit kuat, dan elektrolit lemah berdasarkan sifat hantaran listriknya

Menganalisisis data percobaan dan

klasifikasi 4 3 Menjelaskan penyebab kemampuan larutan

elektrolit menghantarkan arus listrik Komunikasi dan Inferensi 2 4 Mendeskripsikan bahwa larutan elektrolit

dapat berupa senyawa ion dan senyawa

5 Menjelaskan pengertian derajat ionisasi dan menjelaskan hubungan antara derajat ionisasi dengan daya hantar listrik

Komunikasi, Menganalisis data,

dan inferensi 6 6 Mengamati dan menggambarkan perubahan

yang terjadi ketika suatu elektroda dicelupkan ke dalam suatu larutan

Observasi gambar

dan inferensi 3 7 Menetapkan variabel bebas dan variabel

terikat dalam percobaan untuk mengetahui sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit

Mengidentifikasikan argumen, Organisasi data dalam tabel,

dan Inferensi

7

8 Merencanakan percobaan untuk mengetahui

(52)

37 b. Skala Penilaian

Dalam skala ini, peneliti mengamati seseorang yang dinilai pada beberapa kategori yang menggambarkan tingkah laku seseorang tersebut. Dilihat dari cara menggambarkannya, skala penilaian dibagi menjadi dua, yaitu skala grafik dan skala kategori. Skala penilaian yang digunakan yaitu skala grafik. Skala grafik yaitu skala penilaian yang memeberikan kesempatan kepada peneliti dengan cara memberikan tanda check (√) pada garis yang diasumsikan kontinu (Sukardi, 2003).

Peneliti menggunakan skala penilaian untuk mengetahui keterampilan proses sains pada peserta didik. Indikator keterampilan proses sains yang diobservasi dalam penelitian yaitu sebanyak 8 indikator, antara lain keterampian untuk mengobservasi, mengkomunikasikan, mengklasifikasi, memprediksi, menginferensi, mengorganisasikan data dan tabel, menganalisis data, dan merancang eksperimen.

c. Angket Keterampilan Proses Sains Peserta Didik

(53)

38

Tabel 4. Kisi-Kisi Angket Keterampilan Proses Sains Peserta Didik

Dimensi Indikator Pernyataan Nomor Jumlah

Positif Pernyataaan Negatif Observasi Mengamati gejala

data dan tabel Menyajikan data hasil percobaan kedalam bentuk tabel

9 1

Menganalisis data Mengolah data hasil

percobaan 10 1

Merancang

eksperimen Melaksanakan percobaan

12 11 2

Menentukan apa yang akan diamati, diukur, atau ditulis

Total Pernyataan Angket 12

(54)

39 F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian merupakan syarat mutlak yang penting agar seorang peneliti mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel (Sugiyono, 2010).

Instrumen penelitian soal tes dalam penelitian ini merupakan adopsi dari instrumen pada tesis Sri Rejeki Dwi Astuti yang berjudul “Pengembangan Instrumen Penilaian Terintegrasi untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Kimia Siswa SMA Kelas X pada Materi Larutan Elektrolit”.

Menurut Astuti (2016), instrumen penelitian berupa soal tes sudah valid dan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen soal tes tersebut adalah sebagai berikut:

1. Validitas

Menurut Witte (2012), validitas dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang akan diukur. Validitas dapat terdiri dari 3 aspek yaitu validitas isi (content-related validity), validitas kriteria (criterion-related validity), validitas konstruk (construct-related validity).

(55)

40

tergolong baik, serta dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

Validitas yang telah dilakukan pada instrumen lembar observasi dan angket keterampilan proses sains adalah validitas isi. Kedua instrumen tersebut dinyatakan valid dan layak digunakan untuk penelitian.

2. Reliabilitas

Menurut Witte (2012), reliabilitas dapat digunakan untuk mengetahui konsistensi skor yang diperoleh dari tes atau pengukuran.

Hasil uji reliabilitas terhadap instrumen soal tes menyatakan bahwa instrumen tersebut bersifat reliabel untuk diujikan kepada peserta didik dengan kemampuan rendah, sedang, maupun cenderung tinggi.

G. Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif. Teknik analisis data yang dapat dilakukan pada data kuantitatif yaitu seperti yang disajikan pada gambar 1 berikut ini:

Gambar 1. Ilustrasi Analisis Data Kuantitatif (Indrawan, 2014: h. 161) Analisis Data

Analisis Deskriptif Analisis Komparatif Analisis Asosiatif

Statistik Deskriptif Statistik Inferensial

(56)

41

Menurut gambar di atas, teknik analisis data yang digunakan pada data hasil tes yaitu uji statistik inferensial. Sedangkan, data pendukung yang berasal dari instrumen lembar observasi dan angket keterampilan proses sains dapat dianalisis secara deskriptif.

Uji terhadap hipotesis pada penelitian ini terhadap data hasil tes keterampilan proses sains dapat diketahui berdasarkan desain teknik analisis data yang disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Desain Teknik Analisis Data

K

Discovery Learning Direct Instruction

Q1 Q1

Keterangan

PA = nilai pengetahuan awal (nilai murni UAS semester 1). Q1 = keterampilan proses sains

(57)

42 1. Pengujian Prasyarat

Uji prasyarat dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji prasayarat diperlukan untuk mengetahui apakah analisis data untuk pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Dalam penelitian ini, uji prasyarat yang dilakukan ialah uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas perlu dilakukan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Gunawan, 2013). Terdapat beberapa macam uji normalitas, antara lain: uji chi-kuadrat, uji Liliefors, uji Kolmogorov-Smirnov, uji Saphiro-Wilk, dll. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan pada data hasil tes keterampilan proses sains dengan menggunakan bantuan software IBM SPSS Statistics 23 for Windows yang secara default menghasilkan keluaran (output) dengan metode Kolmogorov-Smirnov dan Saphiro-Wilk. Namun, hasil yang akan digunakan yaitu hasil dari metode Saphiro-Wilk karena jumlah data sampel yang diuji dibawah 50 data.

b. Uji Homogenitas

(58)

43

dk penyebut n – 1, apabila F hitung < F tabel dengan taraf signifikansi 5% maka data homogen.

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang pertama, yaitu terdapat perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang menerapkan model pembelajaran lainnya,

apabila pengetahuan awal dikendalikan secara statistik. Uji hipotesis ini menggunakan Uji Anakova.

a. Uji Anakova

Menurut Subana, dkk (2000: h, 193), “ANAKOVA merupakan kombinasi dari analisis regresi dengan analisis varians (ANAVA)”. Dengan menggunakan anakova maka peranan variabel bebas terhadap variabel kontrol, baik melalui komparasi maupun prediksi dapat dilakukan secara bersamaan atau secara simultan. Dalam penelitian ini, peneliti menguji efektivitas perlakuan yang diberikan. Jika terdapat perubahan skor antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dapat dikatakan perlakuan efektif.

Uji anakova dapat dilakukan jika beberapa asumsi telah terpenuhi. Asumsi tersebut antara lain:

1) Data memiliki distribusi normal dan identik yang bisa diketahui dari hasil uji normalitas

(59)

44

Uji anakova dapat dihitung menggunakan rumus secara manual, atau dengan menggunakan program komputer. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan program komputer bernama IBM SPSS Statistics 23. Tahapan yang dilakukan untuk uji anakova dengan program komputer tersebut, yaitu sebagai berikut:

1) Menginput variabel statistik yang digunakan pada bagian variable view. Variabel bebas yaitu model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian yang dapat diinput dengan menggunakan kode angka 1 untuk kelas ekpserimen dan kode angka 2 untuk kelas kontrol. Variabel terikat yaitu nilai hasil tes keterampilan proses sains. Variabel kontrol atau kovarian yaitu nilai murni hasil ujian akhir semester 1.

2) Menginput data pada masing-masing kolom variabel yang sesuai.

3) Melakukan uji anakova dengan langkah sebagai berikut: pilih tab analyze, general linear model, univariate. Kemudian, masukkan variabel bebas ke kotak dependent list, variabel kontrol ke kotak covariate, dan kode kelas ke kotak fixed factor, lalu pilih OK.

b. Analisis Deskriptif

(60)

45

memberikan skor penilaian pada skala Likert dapat menggunakan pedoman sesuai tabel 6.

Tabel 6. Skor Penilaian Skala Likert

Pernyataan Sikap Pernyataan Positif Nilai Pernyataan Negatif

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Apabila skor setiap butir pernyataan telah diperoleh dengan skala Likert. Maka, selanjutnya ditentukan nilai rerata skor tiap-tiap butir instrumen dan nilai rerata skor total masing-masing indikator keterampilan proses sains. Kemudian, nilai rerata skor total masing-masing indikator keterampilan proses sains tersebut dibandingkan dengan kriteria atau klasifikasi pada tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 7. Pedoman Konversi Skor Menjadi Nilai Skala Lima

Rumus Rerata Skor Klasifikasi

X > Xi + 1,8 x sbi > 3,4 Sangat Baik (SB)

(61)

46

pembelajaran praktikum di laboratorium dan pembelajaran teori di kelas. Proses perhitungan persentase dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Pp = x 100%

Dimana:

Pp = Persentase pencapaian F = Skor yang dicapai

(62)

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMA Negeri 10 Yogyakarta pada tanggal 14 Januari 2017 sampai dengan 21 Januari 2017. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas data kuantitatif yaitu nilai pengetahuan awal kimia, nilai hasil tes keterampilan proses sains (kognitif), data hasil observasi, dan data hasil angket keterampilan proses sains yang berasal dari dua sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dari populasi seluruh peserta didik kelas X semester 2 di SMAN 10 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

1. Pengetahuan Awal dan Nilai Tes Keterampilan Proses Sains

Data pengetahuan awal kimia dalam penelitian ini berfungsi sebagai variabel kontrol atau variabel kendali, artinya data pengetahuan awal tersebut dikendalikan secara statistik. Data pengetahuan awal kimia diperoleh dari nilai murni ujian akhir semester (UAS) semester 1 yang diperoleh dari pendidik atau guru mata pelajaran kimia yang bersangkutan. Data pengetahuan awal dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Data Pengetahuan Awal Kimia

Nama Kelas Peserta Didik Jumlah Tertinggi Nilai Terendah Nilai Rerata Nilai

Kelas Eksperimen 36 75 26 50,500

Kelas Kontrol 35 74 21 55,257

(63)

48

learning) dan pada kelas kontrol diterapkan model selain discovery learning yang

sering digunakan oleh guru sekolah tersebut yaitu model pembelajaran langsung (direct instruction). Data hasil tes keterampilan proses sains tersebut dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Data Tes Keterampilan Proses Sains

Nama Kelas Peserta Didik Jumlah Tertinggi Nilai Terendah Nilai Rerata Nilai

Kelas Eksperimen 36 86 68 76,722

Kelas Kontrol 35 83 62 71,829

Selanjutnya, dilakukan pengujian pada data pengetahuan awal dan data hasil tes keterampilan proses sains yang terdiri dari uji prasyarat dan uji hipotesis dengan menggunakan bantuan program komputer IBM SPSS Statistics 23 for Windows. Uji prasyarat yang dilakukan antara lain:

a. Uji Normalitas

(64)

49

Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Normalitas

Data Kelas (Saphiro-Wilk) Sig Kesimpulan

Pengetahuan Awal Kontrol 0,864 Normal

Eksperimen 0,106 Normal

Keterampilan Proses

Sains Kontrol Eksperimen 0,228 0,670 Normal Normal

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa data pengetahuan awal kimia dan juga keterampilan proses sains pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol terdistribusi dengan normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan uji prasyarat yang berfungsi untuk memperoleh anggapan bahwa sampel yang akan diuji berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Hasil analisis yang diperoleh dari SPSS dibandingkan dengan signifikansi 0,05. Ringkasan hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel 11. Adapun perhitungan selengkapnya dari uji normalitas dapat dilihat pada lampiran 16.

Tabel 11. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas

Data Kelas Sig Kesimpulan

Pengetahuan Awal Kontrol 0,317 Homogen

Eksperimen Keterampilan Proses

Sains Kontrol Eksperimen 0,736 Homogen

(65)

50 2. Data Observasi

Kegiatan observasi dalam penelitian ini berfungsi untuk mengetahui keterampilan proses sains ranah psikomotorik peserta didik kelas eksperimen maupun kelas kontrol selama proses pembelajaran. Observasi dilakukan oleh 4 orang observer dengan instrumen pendukung yaitu lembar observasi, sehingga diperoleh data hasil observasi keterampilan proses sains. Observasi dilakukan pada tiap kelompok yang terdiri dari 3 sampai 4 orang peserta didik. Jumlah kelompok dalam masing-masing kelas yaitu 9 kelompok. Sehingga, setiap observer dapat mengobservasi 2 atau 3 kelompok.

(66)

51

Tabel 12. Hasil Observasi Keterampilan Proses Sains pada Kelas Eksperimen

No Indikator Sains Peserta Didik pada Kegiatan Persentase Keterampilan Proses Kategori Praktikum Teori Rerata

1 Observasi 86 % 64 % 75 % Baik

2 Komunikasi 86 % 94 % 90 % Sangat Baik

3 Klasifikasi 81 % 52 % 67 % Baik

4 Prediksi 72 % 53 % 63 % Baik

5 Inferensi 74 % 62 % 68 % Baik

6 Mengorganisasikan data dan tabel 89 % 78 % 84 % Sangat Baik 7 Menganalisis data 85 % 81 % 83 % Sangat Baik

8 Merancang eksperimen 89 % 56 % 73 % Baik

Rerata Persentase Total 83 % 68% 75 % Baik

(67)

52

Tabel 13. Hasil Observasi Keterampilan Proses Sains pada Kelas Kontrol

No Indikator Sains Peserta Didik pada Kegiatan Persentase Keterampilan Proses Kategori Praktikum Teori Rerata

1 Observasi 60 % 78 % 69 % Baik

2 Komunikasi 57 % 68 % 63 % Baik

3 Klasifikasi 56 % 74 % 65 % Baik

4 Prediksi 58 % 56 % 57 % Cukup

5 Inferensi 59 % 68 % 64 % Baik

6 Mengorganisasikan data dan tabel 61 % 72 % 67 % Baik

7 Menganalisis data 63 % 56 % 60 % Cukup

8 Merancang eksperimen 74 % 67 % 71 % Baik

Rata-Rata 61 % 67 % 64 % Baik

Berdasarkan tabel diatas, rata-rata persentase keterampilan proses sains peserta didik kelas kontrol yang paling tinggi yaitu keterampilan merancang eksperimen dengan persentase 71 % yang masuk dalam kategori Baik (B). Sedangkan, rata-rata persentase keterampilan proses sains peserta didik kelas kontrol yang paling rendah yaitu keterampilan prediksi dengan persentase 57 % yang masuk dalam kategori Cukup (C). Sehingga, diperoleh persentase rata-rata dari setiap indikator keterampilan proses sains yaitu sebesar 64 % yang masuk dalam kategori Baik (B).

3. Angket Keterampilan Proses Sains

Gambar

Tabel 2. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data Instrumen
Tabel 3. Kisi-kisi Soal Tes Keterampilan Proses Sains
Menganalisis data tabel Mengolah data hasil
gambar 1 berikut ini:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi perusahaan terkait dalam mengembangkan produk handphone dengan meningkatkan mutu produk dari segi

Tambahan biaya yang terjadi dalam memperoleh ukuran yang andal untuk perolehan aset bersejarah pada periode berjalan dapat dijustifikasi dengan manfaat substansial

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Darma (2012) dengan judul pengetahuan lansia tentang andropause di Desa Alur Gadung Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat dengan

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit

Impliksi penelitian ini adalah untuk bahan pertimbangan dalam latihan passing bawah bola voli pada murid kelas V SDN No.57 Campaga Kabupaten Bantaeng, murid tidak mengetahui

Dari sekian banyak permasalahan yang muncul dari judul di atas, maka untuk lebih terarahnya penelitian ini, penulis membatasinya dengan pemikiran Ibnu Ḥazm tentang

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: Relationship Marketing berpengaruh signifikan dan positif terhadap Kepuasan Pelanggan, Brand Image berpengaruh signifikan dan positif

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan suhu dan lama penyeduhan teh putih yang menghasilkan seduhan dengan polifenol total tinggi aktivitas antioksidan atau