• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penurunan Derajat Perilaku Agresif Melalui Penerapan Non Aggressive Video Modeling pada Siswa-Siswi Kelas 4 SD "Y" Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penurunan Derajat Perilaku Agresif Melalui Penerapan Non Aggressive Video Modeling pada Siswa-Siswi Kelas 4 SD "Y" Kota Bandung."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah terjadi penurunan derajat perilaku agresif siswa-siswi kelas 4 SD “Y” Kota Bandung setelah diberi intervensi non aggressive video modeling.

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 5 orang. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimental. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik non parametric Wilcoxon. Alat ukur yang digunakan adalah peer nomination dari Eron, Walder, & Lefkowitz (1971), dengan modifikasi pada item-item dan diuji validitasnya melalui expert judgement. Data pendukung berupa hasil observasi perilaku agresif siswa. Teori yang digunakan adalah teori perilaku agresif dari Bandura (1973) dan teori belajar sosial dari Bandura (1977). Teori lain yang mendukung adalah teori perkembangan anak dan teori modifikasi perilaku.

(2)

ABSTRACT

This study was conducted to test the decreation of aggressive behavior degree on 4th grade Elementary School Student in SD " Y " Bandung after they received non aggressive video modeling intervention.

The sample in this study was 5 students. The method used was quasi-experimental. Data were analyzed by Wilcoxon’s non parametric statistic. The instrument used was peer nomination from Eron, Walder, & Lefkowitz (1971), with some modifications, and the validity has been tested by expert judgement. Supporting data that used was observation data of students aggressive behavior. The theory used was aggressive behavior theory from Bandura (1973) and social learning theory from Bandura (1977). The other theory was about child development and behavior modification.

Result of the research: aggressive behavior degree of students was not decreased after they received non aggressive video modeling intervention.

(3)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ………. i

Pernyataan Orisinalitas Laporan Penelitian ………... ii

Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian ………. iii

Abstrak .………. iv

Abstract…...………... v

Kata Pengantar ………...…… vi

Daftar Isi ………... ix

Daftar Bagan ……….... xiv

Daftar Tabel ……….. xv

Daftar Grafik ……… xvi Daftar Lampiran ……….. xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ……….. 1

1.2. Rumusan Masalah ……… 15

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ……….. 16

1.3.1. Maksud penelitian ………. 16

1.3.2. Tujuan Penelitian ……….. 16

1.4. Kegunaan Penelitian ………. 16

(4)

1.4.2. Kegunaan Praktis ……….. 17

1.5. Metode Penelitian ………..………... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agresi ………... 18

2.1.1. Pengertian Agresi ………. 18

2.1.2. Perbandingan Kajian Teoritis Mengenai Agresi ……….. 19

2.1.3. Aspek-Aspek Dalam Agresi ………. 21

2.1.4. Jenis Perilaku Agresif ……….. 23

2.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Agresif ………. 24

2.1.6. Perkembangan Perilaku Agresif Pada Anak ……… 26

2.1.7. Upaya-Upaya Untuk Mengatasi Perilaku Agresif ……… 28

2.2. Belajar Sosial (Social Learning) ………... 31

2.2.1. Pengertian Belajar Sosial ……….. 31

2.2.2. Konsep Utama Belajar Sosial ………... 32

2.2.3. Modeling ………... 34

2.2.4. Peran Model Dalam Belajar Sosial ………... 35

2.2.5. Jenis-Jenis Modeling………. 38

2.2.6. Faktor-Faktor Penting Dalam Modeling ………... 39

2.3. Modeling Sebagai Intervensi ………. 43

2.3.1. Aplikasi Modeling ………. 43

2.3.2. Video Modeling………. 47

(5)

2.4.1. Perkembangan Fisik ………. 49

2.4.2. Perkembangan Kognitif ……….... 49

2.4.3. Perkembangan Sosioemosional ……… 51

2.5. Modifikasi Perilaku ………..…. 52

2.5.1. Karakteristik Modifikasi Perilaku ………...……….. 52

2.5.2. Modeling Sebagai Modifikasi Perilaku ……….…… 55

2.6. Kerangka Pikir ……….. 57

2.7. Asumsi ……….. 63

2.8. Hipotesis Penelitian ...………... 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ………. 65

3.2. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, dan Definisi Operasional .... 66

3.2.1. Variabel Penelitian ……… 66

3.2.2. Definisi Konseptual ………... 66

3.2.2.1. Definisi Konseptual Independent Variable ……… 66

3.2.2.2. Definisi Konseptual Dependent Variable ……….. 66

3.2.3. Definisi Operasional ……….. 66

3.2.3.1. Definisi Operasional Independent Variable ……….. 66

3.2.3.2. Definisi Operasional Dependent Variable………. 67

3.3. Teknik Modeling ……… 67

3.4. Alat Ukur ………... 71

(6)

3.4.2. Validitas Alat Ukur ………...………. 75

3.5. Populasi Dan Teknik Sampling ………. 76

3.6. Teknik Pengolahan Data ……… 76

3.6.1. Analisis Teknik Intervensi ..………... 76

3.6.2. Analisis Data ……….. 76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ………. 78

4.1.1. Gambaran Umum Penelitian ……… 78

4.1.2. Teknik Intervensi Non Aggressive Video Modeling………..……… 79

4.1.3. Perilaku Agresif Sebelum dan Setelah Intervensi ………...………... 85

4.1.3.1. Perilaku agresif siswa berdasarkan skor peer nomination……… 85

4.1.3.1.Perilaku agresif siswa berdasarkan hasil observasi ………... 88

4.1.4. Hasil Pengujian Hipotesis ……….… 91

4.2. Pembahasan ………..… 92

4.3. Diskusi ……….. 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……….. 101

5.2. Saran ……….... 102

5.2.1. Saran Teoritis ………...… 102

(7)

Daftar Pustaka ………. 104

(8)

DAFTAR BAGAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Rancangan intervensi non aggressive video modeling ………….. 67

Tabel 3.2. Kisi-kisi alat ukur perilaku agresif ……… 72 Tabel 3.3. Kriteria golongan perilaku agresif ….………... 73 Tabel 4.1. Data observasi perilaku non verbal dan komentar siswa saat

intervensi ……….. 79

Tabel 4.2. Catatan siswa mengenai aktivitas non agresif selama intervensi . 82 Tabel 4.3. Evaluasi teknik intervensi dari siswa ………... 83 Tabel 4.4. Evaluasi teknik intervensi dari guru ………. 84 Tabel 4.5. Perubahan skor dan golongan pada tahap pre test dan post test .. 85 Tabel 4.6. Skor peer nomination berdasarkan bentuk perilaku agresif …….. 87 Tabel 4.7. Rekap data observasi jumlah perilaku agresif ……….. 88 Tabel 4.8. Tabel hitung Wilcoxon’s Matched-Pairs Signed-Rank Test …… 91

(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Perbandingan skor pre test dan post test ……… 86

Grafik 4.2. Perilaku agresif DZ ………. 89

Grafik 4.3. Perilaku agresif RE ………. 89

Grafik 4.4. Perilaku agresif RA ………. 90

Grafik 4.5. Perilaku agresif DE ………. 90

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tahapan penelitian

Lampiran 2. Rancangan intervensi non aggressive video modeling

Lampiran 3. Lembar evaluasi intervensi

Lampiran 4. Alat ukur perilaku agresif (peer nomination) Lampiran 5. Hasil peer nomination

Lampiran 6. Surat pemberitahuan untuk orangtua dan informed consent

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Hampir setiap hari berita dari berbagai media menginformasikan pada kita tentang banyaknya perilaku yang mengandung unsur agresi seperti permusuhan, umpatan dan caci maki, perampokan, pembunuhan, dan banyak kasus lainnya. Perilaku agresif juga dapat ditemukan dengan mudah di sekitar kita, bahkan dalam tayangan televisi yang bertujuan menghibur seperti film, sinetron, atau acara komedi. Perilaku agresif dapat menjadi masalah utama dalam masyarakat karena agresi tidak hanya berlangsung antar pribadi namun juga antar kelompok. Dalam skala besar, agresi sangat merugikan dan membahayakan kesejahteraan individu maupun struktur sosial secara umum (Sears, 1995).

(13)

2

Penderitaan yang dimaksud dapat berupa penderitaan secara fisik maupun psikologis.

Perilaku agresif ini bukan hanya melekat pada orang dewasa, tetapi bibit-bibit agresivitas dapat dijumpai dalam perilaku anak, pada kehidupan keseharian mereka (Anantasari, 2006). Bentuk-bentuk perilaku agresif yang ditampilkan anak antara lain menendang, memukul, mendorong, merebut paksa, melempar benda, mengepalkan tangan dan mengacungkannya, berkelahi, marah, mengganggu teman, mengejek, berteriak, atau mengumpat (Elisabeth, 2007). Pada umumnya perilaku agresif anak terjadi sebagai pelampiasan dorongan emosi yang dialaminya. Akan tetapi tidak jarang perilaku itu muncul sebagai suatu sinyal kebutuhan akan perhatian orang tua atau untuk mendapat pengakuan dari sesama. Kekerasan, tekanan, serta tuntutan yang melebihi kapasitas atau kemampuan anak untuk menanganinya membuat mereka menjadi stres dan frustrasi, sehingga tersalurkan dalam bentuk reaksi agresi (Anantasari, 2006).

(14)

3

untuk mengamati perilaku agresif, anak diperkuat untuk perilaku agresifnya, dan dalam kondisi anak sebagai objek dari perilaku agresif (Huesmann, Eron, Lefkowitz, & Walder, 1984).

Sementara itu, menurut Loeber dan Hay (1997, dalam Krahe, 2005), bahwa di kalangan anak dan remaja, agresi bersifat age-normative, atau tergolong normal untuk batas usia tertentu. Ini berarti bahwa perilaku dengan niat menyakiti orang lain, paling tidak diperlihatkan sesekali oleh kelompok usia ini. Lebih lanjut Boyd and Bee (2010) menjelaskan, agresi yang bersifat fisik pada anak mencapai puncaknya pada usia 2-4 tahun, lalu menurun seiring meningkatnya kemampuan verbal yang memungkinkan kemunculan agresi verbal di usia 4-8 tahun. Pada usia 8-9 tahun, anak diharapkan dapat mengontrol agresivitas meskipun sesekali masih muncul dalam bentuk pertengkaran. Sementara itu pola agresi yang umum terjadi pada anak usia 6-12 tahun termasuk retaliatory aggression, yaitu anak cenderung membalas dengan perilaku agresif pada orang yang menyerang lebih dulu (Astor, 1994, dalam Boyd and Bee, 2010).

(15)

4

membangun model hubungan yang dilandasi oleh perilaku agresif rutin merespon agresif pada orang lain dalam situasi sosial (Boyd and Bee, 2010).

Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila tidak ditangani, perilaku agresif anak dapat membawa dampak negatif yang luas. Anak yang berperilaku agresif pada pada usia 8 tahun, diketahui turut mengembangkan pola perilaku agresif ketika mereka berusia 19 tahun dan 30 tahun, yaitu dalam bentuk melanggar aturan lalu lintas, terlibat dalam kriminalitas, dan cenderung untuk menghukum atau berperilaku agresif kepada pasangan dan anak mereka (Huesmann et al., 1984). Salah satu implikasi kesimpulan ini adalah anak berkemungkinan untuk menumbuhkembangkan kecenderungan perilaku agresif mereka sejalan dengan pertambahan usia, kecuali bila mereka menjadi target program intervensi tertentu.

(16)

5

bahkan menyeret korban, sementara korban hanya bisa menangis dan menahan sakit. Pada video tersebut juga tampak dengan jelas, baik pelaku maupun korban mengenakan seragam sekolah, dan lokasi kejadiannya diduga di dalam kelas.

Kasus tersebut hanyalah contoh perilaku agresif anak yang tidak hanya mencoreng dunia pendidikan, tetapi juga membuat 52% ibu khawatir, karena terjadi di lingkungan sekolah yang seharusnya aman bagi anak (diakses dari www.metro.sindonews.com). Data terbaru dari siaran pers Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI) bulan Desember 2015 menyebutkan, bahwa pada tahun 2014 terdapat 67 kasus anak yang menjadi pelaku kekerasan dan meningkat menjadi 79 kasus di tahun 2015. Sementara itu kasus anak sebagai pelaku tawuran juga mengalami peningkatan dari 46 kasus di tahun 2014 menjadi 103 kasus di tahun 2015 (diakses dari www.kpai.go.id). Data lain yang dihimpun Pusat Data Anak Berhadapan dengan Hukum (ABDH) sepanjang tahun 2014 juga menunjukkan betapa tingginya jumlah anak yang menunjukkan perilaku dengan unsur agresivitas di dalamnya. Di Indonesia sedikitnya ada 2.879 anak melakukan tindak kekerasan dan harus berhadapan dengan hukum. Dari data tersebut, kasus paling banyak adalah kekerasan terhadap anak lain sebanyak 1701 kasus, dan pelaku anak dengan rentang usia 6-12 tahun adalah sebanyak 268 anak (9%) (diakses dari www.liputan6.com).

(17)

6

berjumlah 5 orang hampir setiap hari melakukan aksi “smack down” pada jam

istirahat. Mereka juga pernah 2 kali terlibat perkelahian dengan siswa SD “C”. Kejadian pertama berlangsung di bulan Agustus 2014 pada saat jam istirahat, dimana salah seorang siswa terlibat saling ejek dengan seorang siswa SD “C” yang berlokasi dekat SD “Y”. Hal ini kemudian memicu keikutsertaan teman-teman yang lain, yang berakhir dengan pengeroyokan terhadap siswa SD “C”. Namun aksi ini dapat dihentikan oleh siswa kelas 6 SD “Y”, yang kebetulan sedang berada tidak jauh dari lokasi. Kejadian kedua berlangsung di bulan Oktober 2014 pada saat siswa pulang sekolah. Diawali saling ejek dengan siswa SD “C”, kelima siswa kelas 3 kembali terlibat perkelahian dengan beberapa siswa SD “C”. Kejadian ini terungkap setelah salah seorang orang tua siswa SD “C” mendatangi SD “Y” dan melaporkan kejadian tersebut kepada guru SD “Y”.

(18)

7

Observasi kedua dilakukan di hari lain pada jam pelajaran olah raga dan setelah olah raga. Dari observasi ini, peneliti memperoleh data 4 siswa laki-laki kelas 3 yang menunjukkan aksi “smack down”. Kejadiannya berlangsung di dalam perpustakaan, tepatnya pada saat siswa beristirahat setelah pelajaran olah raga. Keempat siswa tersebut tampak saling memukul dan menendang satu sama lain. Beberapa menit kemudian, ada siswa yang berteriak kesakitan namun aksi terus berlanjut hingga siswa tersebut menangis. Siswa lain yang sebelumnya tidak terlibat, tampak berusaha melerai, namun dengan cara menarik tangan/ baju/ celana, memukul, menarik telinga, dan berteriak-teriak. Aksi siswa untuk melerai ini kemudian berlanjut menjadi perkelahian. Aksi perkelahian perlahan berhenti setelah siswa yang sebelumnya menangis memisahkan diri dan duduk di pinggir ruangan, diikuti oleh siswa lain yang tampak kesakitan. Namun, meskipun perkelahian telah berhenti, mereka masih menunjukkan ekspresi kesal, mata melotot, menggerutu, dan mengacungkan kepalan tangan.

(19)

8

teman yang menyakiti mereka. Sementara berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan para siswa, mereka saling menunjuk satu sama lain dan mengatakan bahwa teman mereka mulai lebih dulu. Mereka juga mengaku sakit ketika dipukul dan cenderung membalas perlakuan teman yang menyakiti mereka.

Peneliti kemudian mewawancara para guru. Menurut guru kelas 3, siswa melakukan aksi “smack down” diduga meniru adegan perkelahian yang mungkin

pernah mereka lihat sebelumnya. Hal ini berdasarkan informasi dari salah seorang siswa yang pernah menyampaikan kepada guru bahwa ia berkelahi karena ingin disebut “Serigala” (tokoh sinetron di salah satu stasium TV swasta). Guru mengkhawatirkan perilaku agresif mereka ini terus berkembang karena kerap dimunculkan dalam interaksi sehari-hari, bahkan turut memicu perilaku agresif balasan dari siswa dan siswi lainnya. Seperti di kelas 3, awalnya hanya satu orang siswa yang berperilaku agresif sejak kelas 2, namun sejak awal kelas 3, perilaku agresif turut ditunjukkan pula oleh siswa-siswi lain. Senada dengan hal tersebut, Guru kelas 2 juga menduga bahwa perilaku agresif siswa awalnya merupakan hasil meniru perilaku orang lain di lingkungan rumah, yang kemudian dibawa ke sekolah dan mempengaruhi siswa-siswi lainnya.

Berdasarkan informasi dari seorang guru senior (guru tersebut mengajar sejak tahun 1986), SD “Y” berdiri sejak tahun 1950-an. Kondisi saat ini, dalam hal fasilitas, SD “Y” tergolong memadai, bahkan sudah menggratiskan biaya pendidikan siswanya. Namun, SD “Y” semakin mengalami kemunduran terutama

(20)

9

berasal dari keluarga ekonomi bawah. Pada setiap kelas, dapat ditemui siswa dengan latar belakang keluarga yang tidak utuh seperti tinggal hanya dengan ayah atau ibu, atau siswa tidak tinggal dengan orang tua kandung dikarenakan orang tua kandung sudah meninggal, bercerai, atau bekerja di luar kota. Selain itu, hampir setiap tahun, SD “Y” juga menerima 1-2 orang siswa pindahan yang memiliki catatan perilaku kurang baik dari sekolah asal, seperti pernah berkelahi, sering tidak masuk sekolah/ bolos, bahkan pernah diketahui mencuri di lingkungan sekolah. Kemunduran lain adalah dari perilaku siswa yang cenderung kasar, berani pada guru, apabila dinasehati siswa terkesan tidak acuh, dan mereka cenderung mengulangi perilaku yang sama pada kesempatan berikutnya, bahkan dengan frekuensi kemunculan dan kekuatan yang lebih mengkhawatirkan.

(21)

10

Untuk menangani kasus-kasus yang terjadi, pihak sekolah, melalui guru kelas biasanya menegur siswa secara langsung. Untuk kasus yang tergolong berat seperti berkelahi dengan siswa sekolah lain, sering bolos, atau mencuri, guru juga memanggil orang tua siswa yang bersangkutan datang ke sekolah, namun orang tua siswa seringkali tidak datang atau menyerahkan penanganannya kepada pihak sekolah. Upaya yang telah dilakukan pihak sekolah untuk mengatasi masalah perilaku siswa, termasuk perilaku agresif, antara lain dengan mengajak siswa meningkatkan kegiatan positif, seperti mengisi waktu istirahat dengan membaca di perpustakaan atau melaksanakan sholat dan membaca Al Quran di Mushalla sekolah. Dengan kata lain, pihak sekolah menekankan peran guru sebagai role model bagi siswanya.

Di satu sisi upaya menjadikan guru sebagai role model bagi siswa untuk beberapa hal ditiru dengan baik oleh siswa seperti datang tepat waktu ke sekolah, mengisi waktu istirahat dengan membaca buku di perpustakaan, dan siswa juga terbiasa sholat Duhur di sekolah. Namun di sisi lain, perilaku agresif siswa tetap ada bahkan semakin meningkat frekuensi kemunculan dan kekuatannya. Terhadap hal ini, peneliti memiliki pendapat bahwa perilaku positif yang ditunjukkan guru sebagai role model adalah bentuk perilaku baru dan kurang memberikan contoh konkrit terkait dengan perilaku siswa saat berinteraksi dengan siswa lain di sekolah. Hal inilah yang kemudian membuat role model dari guru dapat menghasilkan perilaku positif namun belum dapat mengurangi perilaku agresif siswa.

(22)

11

unsur kekerasan, dapat menghambat proses belajar dan menciptakan masalah interpersonal. Bentuk perilaku agresif yang semula minor juga dapat meningkat, sebab semakin sering siswa dihadapkan dengan perilaku agresif, siswa akan semakin terbiasa dengan situasinya. Hal ini membuat kemampuan siswa untuk beradaptasi dengan perilaku agresif semakin tinggi dan mendorong siswa untuk meniru dan berperilaku agresif.

Perolehan perilaku agresif pada anak juga telah dijelaskan oleh Bandura, Ross, & Ross (1961) melalui penelitian yang dikenal dengan eksperimen Bobo Doll, yaitu anak memperoleh perilaku agresif dari pengamatan terhadap model orang dewasa. Lebih lanjut, Bandura (1961) menjelaskan melalui teori belajar sosial, yaitu bahwa sebagian besar tingkah laku diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku orang lain sebagai modelnya. Proses belajar semacam ini disebut observational learning atau pembelajaran melalui pengamatan, dimana orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung, termasuk untuk mempelajari perilaku yang kompleks.

(23)

12

pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan, sekaligus melibatkan proses kognitif (Alwisol, 2004).

Berdasarkan data-data tersebut di atas, peneliti memiliki dugaan bahwa perilaku agresif siswa-siswi kelas 3 SD “Y” Kota Bandung (tahun ajaran 2014/2015, atau kelas 4 pada tahun ajaran 2015/2016) diperoleh dari pengamatan dan pengalaman mereka ketika berinteraksi dengan orang lain, termasuk berinteraksi dengan siswa yang berperilaku agresif di sekolah. Perilaku ini semakin berkembang mengingat jumlah siswa yang sedikit (8 orang) dan dilakukan dalam aktivitas sehari-hari. Hal ini meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut ditiru dan dibalas oleh siswa-siswi lain dengan cara yang agresif pula. Sementara itu, upaya pihak sekolah untuk mengatasi perilaku agresif siswa melalui peran guru sebagai role model, di satu sisi memberikan contoh perilaku positif yang dapat ditiru oleh siswa, namun di sisi lain, perilaku positif dari guru berada dalam konteks yang berbeda, yaitu bukan dalam konteks interaksi antar siswa. Selain itu, contoh perilaku dari guru kurang memberikan gambaran mengenai dampak dari perilaku yang dicontohkan. Hal ini membuat siswa hanya sekedar meniru perilaku positif yang dicontohkan guru namun belum dapat menggunakan informasi perilaku positif tersebut untuk mengubah perilaku agresifnya, terutama pada saat berinteraksi dengan teman di sekolah.

(24)

13

Oleh karena itu salah satu cara untuk mengontrol agresivitas adalah dengan memperkuat perilaku non agresif. Hasil ini juga dapat dilihat pada eksperimen Bobo Doll (Bandura et al., 1961) bahwa pada kelompok anak yang ditunjukkan model non agresif, mereka tidak hanya menjadi kurang agresif tapi juga paling kurang agresif dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa model non agresif memiliki aggression-inhibiting effect. Model non agresif juga diketahui dapat mencegah dan mengontrol perilaku agresif (Baron & Kepner, 1970, Baron, 1971, Donnerstein & Donnerstein, 1972, dalam Baron, 1977). Dalam hal ini, model non agresif memiliki peran dalam menghambat kemunculan perilaku agresif.

(25)

14

Penerapan teknik modeling sebagai metode intervensi, dengan menghadirkan model non agresif untuk menurunkan agresivitas anak salah satunya dilakukan oleh Novia dkk (2012) pada anak kelas 1 Sekolah Dasar. Penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang menonton tayangan film anak bertema prososial mampu menurunkan agresivitas dan lebih rendah daripada anak yang menonton fim netral. Pada saat menonton film, anak mengalami pemodelan terhadap tokoh dan cerita yang disampaikan melalui film. Mereka mengingat pesan prososial dalam film, menunjukkannya dalam situasi nyata, dan mengurangi perilaku agresifnya. Dalam tayangan sehari-hari,konsep ini telah diterapkan oleh pelaku industri televisi melalui tayangan yang memberikan gambaran non agresi, seperti tayangan yang menimbulkan semangat menolong atau tayangan yang minim adegan kekerasan.

(26)

15

yang menuntunnya untuk menjauhi perilaku agresif. Dengan demikian, dalam menghadapi sesuatu, anak cenderung menampilkan sikap agresif (Berkowitz, 1993; Crick & Dodge, 1996).

Berdasarkan data-data tersebut, perilaku agresif anak dapat dikurangi dengan teknik modeling yang menghadirkan model non agresif baik secara langsung maupun secara simbolik melalui film dan cerita dongeng. Seiring perkembangan teknologi, penerapan teknik modeling sebagai metode intervensi dapat menggunakan media video. Selain dapat memperoleh perhatian lebih lama (Bandura, 1977), modeling berbentuk video juga dapat diterapkan dalam rentang usia bervariasi, mulai dari anak usia prasekolah hingga dewasa (Buggey, 2007).

Dengan demikian, untuk menurunkan perilaku agresif siswa-siswi kelas 4 SD “Y” Kota Bandung, peneliti akan menggunakan teknik modeling sebagai salah satu bentuk intervensi untuk modifikasi perilaku. Adapun bentuknya berupa video

dan berisi informasi perilaku non agresif (non aggressive video modeling). Aspek yang akan dituju adalah perubahan cara berfikir siswa mengenai teman di sekolah menjadi lebih positif agar siswa meresponnya dengan perilaku yang juga positif. Informasi yang dimaksud adalah bahwa sekolahku menyenangkan, temanku menyenangkan, adanya harapan positif dari teman, serta menunjukkan contoh perilaku non agresif ketika berinteraksi dengan teman.

1.2. Rumusan Masalah

(27)

16

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya penurunan derajat perilaku agresif siswa-siswi kelas 4 SD “Y” Kota Bandung, setelah diberi penerapan teknik modeling perilaku non agresif dengan media video (non aggressive video modeling).

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah terjadi penurunan derajat perilaku agresif siswa-siswi kelas 4 SD “Y” Kota Bandung setelah diberi intervensi non aggressive video modeling.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoretis

a. Untuk memberikan informasi tambahan bagi bidang ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Klinis Anak mengenai metode intervensi yang dapat menurunkan derajat perilaku agresif siswa SD, khususnya dalam bentuk non aggressive video modeling.

b. Untuk memberikan informasi kepada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis ataupun penelitian lebih lanjut, yang berkaitan dengan upaya untuk menurunkan derajat perilaku agresif siswa SD dan penerapan teknik intervensi video modeling.

(28)

17

1.4.2. Kegunaan Praktis

a. Bagi siswa-siswi kelas 4 SD “Y” Kota Bandung, non aggressive video modeling dapat menambah informasi positif mengenai teman di sekolah, yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif mereka pada saat berinteraksi dengan teman di sekolah.

b. Bagi guru (pihak sekolah), memberikan informasi mengenai intervensi yang dapat digunakan untuk menurunkan perilaku agresif siswa-siswi SD.

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Quasi Experimental dengan desain penelitian one group pre test – post test. Desain ini menjelaskan perbedaan dua kondisi yang diberlakukan (Graziano & Raulin, 2000), yaitu sebelum dan setelah intervensi. Penentuan sample pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu sampel diambil dari populasi yang memenuhi karakteristik sampel penelitian. Data yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan statisik non parametrik

(29)

101

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan uji statistik, diperoleh hasil tidak terdapat penurunan derajat perilaku agresif pada siswa-siswi kelas 4 SD “Y” Kota Bandung setelah diberi intervensi non aggressive video modeling.

2. Penurunan derajat perilaku agresif berdasarkan peer nomination, baik dari skor maupun golongannya, dialami oleh sebagian besar siswa, namun terdapat juga hasil berupa peningkatan derajat perilaku agresif berdasarkan

peer nomination, baik dari skor maupun golongan, pada sebagian kecil siswa.

3. Berdasarkan data observasi perilaku agresif sebelum, selama, dan setelah intervensi, seluruh siswa menunjukkan frekuensi kemunculan perilaku agresif dalam grafik yang cenderung menurun.

(30)

102

5.2. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka ada beberapa saran yang dapat diajukan, antara lain:

5.2.1. Saran teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian sejenis dengan mengontrol variabel yang dapat berpengaruh terhadap penurunan derajat perilaku agresif, misalnya rentang atensi (personal) dan konsekuensi yang diterima siswa setelah berperilaku agresif dari guru dan teman (faktor situasional). 2. Dalam hal metodologi, peneliti dapat memperhatikan kemungkinan

perlunya intervensi lanjutan untuk memunculkan hasil modeling lebih konsisten, misalnya teknik modeling yang dikombinasikan dengan reward punishment.

(31)

103

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi guru, non aggressive video modeling ini dapat digunakan untuk memberikan informasi positif kepada siswa bahwa sekolahku menyenangkan dan temanku menyenangkan, yang dapat memunculkan pikiran dan perasaan positif pada siswa agar berperilaku positif, dan mengurangi perilaku agresifnya ketika berinteraksi dengan teman di sekolah.

2. Bagi siswa yang perilaku agresifnya tergolong tinggi, intervensi non aggressive video modeling perlu disertai pendekatan personal untuk menggali faktor utama yang mempengaruhi perilaku siswa tersebut, seperti rentang atensi atau adanya reinforcement dari lingkungan yang dapat memperkuat perilaku agresifnya.

3. Bagi psikolog, terutama psikolog klinis anak dan pendidikan, dapat mengembangkan teknik modeling sebagai intervensi untuk menurunkan perilaku agresif siswa SD, baik modeling sebagai intervensi tunggal, maupun modeling yang dikombinasikan dengan intervensi lain seperti

(32)

104

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press.

Anantasari. 2006. Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta : Kanisius. Bandura, Albert. 1971. Social Learning Theory. New York: General Learning Press Bandura, Albert. 1973. Aggression : A Social Learning Analysis. New Jersey :

Prentice Hall Inc.

Bandura, Albert. 1977. Social Learning Theory. New Jersey : Prentice-Hall Inc. Bandura, Ross, and Ross. 1961. Transmission of Aggression Through Imitation of

Aggressive Models. Journal of Abnormal and Social Psychology. Vol. 63 : 575-582.

Bandura, Ross, and Ross. 1963. Imitation of Film-mediated Aggressive Models. Journal of Abnormal and Social Psychology. Vol. 66 (1) : 3-11.

Baran, Stanley J. 2013. Introduction to Mass Communication, Media Literacy, and Culture Updated 7 Edition, New York : Mc Graw Hill, Inc.

Baron, Robert A. 1977. Human Aggression. New York : Plenum Press.

Boyd, D. & Bee, H. 2010. The Growing Child. Boston : Pearson Education, Inc. Buggey, Tom. 2007. A Picture Is Worth : Video Self-Modeling Applications at

School and Home. Journal of Positive Behavior Interventions. Vol. 9 (3) : 151–158.

(33)

105

Delano, Monica E. 2007. Video Modeling Interventions for Individuals with Autism. Journal of Remedial and Special Education. Vol. 28 (1). 33-42.

Elisabeth, Mary P. 2007. Pendidikan Karakter dan Perilaku Agresif Siswa TK. Anima: Indonesian Psychological Journal. Vol. 22 (3) : 237-250.

Graziano, A. M. & Raulin, M. L. 2000. Research Methods : A Process of Inquiry Fourth Edition. Boston : Allyn & Bacon.

Huesmann, Eron, Klein, Brice, and Fischer. 1983. Mitigating the Imitation of

Aggressive Behaviors by Changing Children’s Attitude About Media

Violence. Journal of Personality and Social Psychology. American Psychological Association. Vol. 44 (5). 899-910.

Huesmann, Eron, Lefkowitz, and Walder. 1984. Stability of Aggression Over Time and Generations. Journal of Developmental Psychology. American Psychological Association. Vol. 20 (6) : 1120-1134.

Huesmann, Eron, Guerra, and Crawshaw. 1994. Measuring Children’s Aggression With Teacher’s Predictions of Peer Nominations. Journal of Psychological Assessment. American Psychological Association. Vol. 6 (4). 329-336. Huesmann, Titus, Podolski, and Eron. 2003. Longitudinal Relations Between

Children’s Exposure to TV Violence and Their Aggressive and Violent Behavior in Young Adulthood: 1977-1992. Journal of Developmental Psychology. American Psychological Association. Vol. 39 (2). 201-221. Jayantari, Hedo, Sudhana. 2014. Perbedaan Agresivitas pada Anak Usia Dini yang

Dibacakan Dongeng Dengan yang Tidak Dibacakan Dongeng Sebelum

Tidur Oleh Ibu. Jurnal Psikologi Udayana. Vol. 01 (02). 213-226.

(34)

106

Martin, Gary, & Pear, Joseph. 2003. Behavior Modification : What It Is And How To Do It 7th Ed. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

Myers, David G. 1994. Exploring Social Psychology. USA : Mc Graw Hill Inc. Novia, Nurcahyo, dan Suprapto. 2012. Effect of Prosocial Children’s Film on

Reducing Aggressiveness. Anima: Indonesian Psychological Journal. Vol. 28 (1) : 34-40.

Rowen, Betty. 1973. The Children We See : An Observational Approach to Child Study. USA : Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Santrock, J. W. 2002. Perkembangan Masa Hidup Edisi 5. _Terjemahan Juda Damanik dan Ahmad Chusairi. Jakarta: Erlangga.

Sears, David O. et al. 1995. Psikologi Sosial Edisi Kelima. _Terjemahan Michael Adryanto. Jakarta : Erlangga.

Sugiyono. 2014. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Stangor, Charles. 2012. Social Psychology Principles V. 1.0. E-book. http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/

(35)

107

DAFTAR RUJUKAN

Christakis, Garrison, Harrenkohl, Haggerty, Rivara, Zhou, and Liekweg. 2013.

Modifying Media Content for Preschool Children: A Randomized

Controlled Trial. Article of American Academy of Pediatrics.

Hutajulu, P.J. 2013. Pengaruh Intervensi Psikoedukasi Melalui Media Audio-Visual Terhadap Penurunan Derajat kecemasan pada Pasen Penyakit

Jantung Koroner (PJK) di Kota Bandung. Tesis Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Robinson, Wilde, Navracruz, Haydel, and Varady. 2001. Effects of Reducing

Children’s Television and Video Game Use on Aggressive Behaviour. Article of American Medical Association.

Baker, Sonia D. 2010. The Impact of Video Self-Modeling on Culturally and Linguistically Diverse: Secondary Students with an Emotional Disturbance. Dissertation. Faculty of the Graduate School of The University of Texas at Austin.

Walder, Abelson, Eron, Banta, and Laulicht. 1961. Development of A Peer-Rating Measure of Aggresion. Psychological Reports of Southern Universities Press.

Sax, David M. 2015. The Use of a Video Self-Modeling Intervention to Decrease Disruptive Behaviors in Students with Intellectual Disability. Doctoral Dissertations, University of Connecticut.

www.kpai.go.id KPAI: Quo Vadis Perlindungan Anak Di Sekolah, Antara Norma

dan Realita, diakses tanggal 10 November 2015.

(36)

108

http://megapolitan.kompas.com Kasus Kekerasan Di Sekolah, KPAI Sebut Guru

Kerap Abaikan Ejekan Antar Siswa, diakses tanggal 10 November 2015.

www.merdeka.com 5 Kasus Anak SD Tewas Di Tangan Teman, diakses tanggal 30

Oktober 2014.

www.metro.sindonews.com KPAI: 52% Ibu Khawatir Anak Jadi Korban

Kekerasan Di Sekolah, diakses tanggal 10 November 2015.

http://news.liputan6.com/read/2119677/ Komnas PA: Kekerasan Anak SD di

Sumbar Karena Pembiaran Sekolah, diakses tanggal 30 Oktober 2014. http://regional.kompas.com/read/2014/10/15/15531011/ Video Pengeroyokan

Gambar

Grafik 4.2. Perilaku agresif DZ …………………………………………………. 89

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan pengaruh konsentrasi ragi tempe berpengaruh nyata terhadap variabel bau, warna, kadar air, kadar abu, karbohidrat ( by difference ), dan HCN pada tepung

Sementara pada MCCB yang merupakan pemutus sirkit tegangan menengah maka Arus pengenal dari circuit breaker harus disesuaikan dengan besarnya arus beban yang dilewatkan oleh kabel,

Pada tahap ini yang dilakukan adalah melihat masalah yang ada di sekolah. Masalah yang ditemukan yaitu belum adanya soal untuk kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

Pada hari ini Jumat Tanggal Dua Puluh Sembilan Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Empat Belas (29-08-2014), berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Prakualifikasi

Pada hari ini Jumat Tanggal Dua Puluh Sembilan Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Empat Belas (29-08-2014), berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Prakualifikasi

Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 445/PID.Sus/2016/PT.Mdn Halaman 10 telah terbuktinya secara sah dan menyakinkan kesalahan Terdakwa melakukan tindak pidana “ Tanpa

Pembangkit listrik tenaga air dapat dikatakan bebas dari emisi gas rumah kaca, sedangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya menghasilkan seperenam dari emisi gas rumah

Berdasarkan hasil pengujian perbandingan rasio keuangan antar bank syariah murni dan bank syariah campuran (Islamic Branches Conventional Bank) menunjukkan bahwa