SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Manajemen
Oleh:
0312010538/FE/EM
KRESNA PRAMITHA YUDHA
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
vi
HALAMAN PENGESAHAN ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
ABSTRAK ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Penelitian Terdahulu ... 9
2.2 Landasan Teori ... 10
2.2.1 Pengertian Kepuasan Konsumen . ... 10
2.2.2 Faktor Mempengaruhi Kepuasan Konsumen ... 11
2.2.3 Pengukuran Kepuasan Konsumen ... 13
2.3 Kualitas Layanan ... 14
2.3.1 Prinsip Kualitas Layanan ... 14
2.3.2 Pendekatan Studi Tentang Kualitas Layanan ... 16
2.3.3 Prinsip Penerapan Kualitas Layanan ... 18
2.3.4 Pengukuran Kualitas Layanan ... 22
vii
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 27
3.1.1. Kualitas Layanan ... 27
3.1.2. Kepuasan Pelanggan ... 30
3.2. Populasi dan Sampel ... 32
3.2.1. Populasi ... 32
3.2.2. Sampel ... 32
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.4. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 34
3.4.1. Teknik Analisa Data ... 34
3.4.2. Uji Hipotesis ... 41
3.4.2.1.Evaluasi Kriteria Goodnes of Fit ... 41
3.4.2.2.Evaluasi Normalitas ... 43
3.4.2.3.Evaluasi Outliers ... 44
3.4.2.4.Evaluasi Mullticollinearity dan Singularity ... 46
3.4.2.5.Uji Reliabilitas ... 46
3.4.2.6.Uji Validitas ... 47
3.4.2.7.Uji variance Extracted ... 47
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 50
4.1. Orientasi Kancah di Cafe J.Co ... 50
4.2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 51
viii
4.4.1. Uji Asumsi Model ... 56
4.4.1.1.Uji Normalitas dan Linieritas ... 56
4.4.1.2.Evaluasi atas Outlier ... 57
4.4.1.3.Deteksi Multicolinierity dan Singularity ... 58
4.4.1.4.Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59
4.4.2. Pengujian Model dengan One Step Approach ... 63
4.4.3. Pengujian Hipoesis dan Hubungan Kausal ... 65
4.5. Pembahasan ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
5.1. Kesimpulan ... 69
5.2. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN . ...
ix
4.1. Usia subjek penelitian ... 52
4.2. Jenis kelamin ... 52
4.3. Latar belakang Pendidikan subjek ... 53
4.4. Pekerjaan subjek ... 53
4.5. Tanggapan Variabel Kualitas layanan ... 54
4.6. Tanggapan Variabel Kepuasan pelanggan ... 55
4.7. Hasil Uji Normalitas ... 57
4.8. Hasil Pengujian Outlier ... 58
4.9. Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis ... 60
4.10.Pengujian Reliability dan Konsistensi Alpha ... 61
4.11.Pengujian Reliability dan Konsistensi Internal ... 63
4.12.Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices ... 65
4.13.Hasil Uji Kausalitas ... 66
DAFTAR GAMBAR
xi
Kresna Pramitha Yudha
Kondisi perekonomian masyarakat yang belum stabil dan adanya PHK tahun 2007-2008 yang mendorong beberapa masyarakat membuka usaha jasa rumah makan. Selain itu tingkat persaingan yang besar pada usaha rumah makan kelas menengah mendorong pengelola rumah makan meningkatkan kemampuan kreatif, seperti membuat interior desain yang memiliki nilai seni guna menarik pengunjung, membina kemampuan pelayananpada para pramusaji, hingga pada
penyediaan fasilitas Wi-Fi untuk menunjang kualitas layanan pada pelanggan
guna memenuhi kepuasan pelanggan.
Tujuan penelitian uni untuk mengungkap pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan rumah makan yang menyediakan sarana Wi-Fi, melalui pendekatan kuantitatif yang dianalisis dalam studi kausalitas dan eksploratif melalui structural equation modeling, yang mengungkap aspek
reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles terhadap kepuasan
konsumen rumah makan. Analisis data menggunakan aplikasi program structur
equation modeling (SEM).
Hasil analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini dapat dikatakan bahwa indikator reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan
tangibles secara bersama-sama mampu memberikan sumbangan terhadap kepuasan pelanggan dari segi attribute product, service, dan purchase di rumah makan yang menyediakan fasilitas Wi-Fi secara gratis.
Kata kunci : kepuasan pelanggan, kualitas layanan, reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles
1
1.1.Latar Belakang Masalah
Saat ini ada sedikitnya 954 cafe dan restoran berdiri di Surabaya, tetapi
belum ada pengawasan mutu makanan dan minuman yang disuguhkan kepada
konsumen, sehingga tidak sedikit restoran/ rumah makan yang gulung tikar ketika
banyak informasi beredar tentang makanan berbahaya, dan makanan yang tidak
hygienis. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masalah pengawasan pada rumah
makan, terutama restoran tergolong sangat minim, terutama kemampuan rumah
makan itu sendiri dalam memberikan jaminan mutu pada konsumen. Masalah
pengawasan mutu semestinya dilakukan untuk menjawab kekhawatiran publik
atas nyaman tidaknya suatu produk makanan dan minuman yang di konsumsi di
restoran dan kafe, atau rumah makan lainnya. Menurut informasi dari yayasan
lembaga konsumen indonesia (YLKI) yang dimuat dalam Tempo, Mei 2009
bahwa pemerintah masih lemah terhadap pengawasan, berkaitan dengan
penerapan standardisasi mutu makanan dan minuman, antara lain faktor higienis
dan halal, sehingga aman untuk dikonsumsi.
Selain hal tersebut, banyaknya rumah makan atau cafe - cafe yang berdiri di
Surabaya mendorong pengelola usaha rumah makan, baik restoran sampai
depot-depot baik yang berdiri sendiri sebagai depot-depot maupun di Mall-Mall atau hotel
guna meningkatkan penjualan, dengan cara memberikan kepuasan pada konsumen
atau pelanggan melalui sistem manajamen mutu.
Peningkatan kualitas produk dan pelayanan dalam manajemen mutu yang
dilakukan oleh pihak pengelola rumah makan cukup bervariasi, mulai dari
mendesain ulang tata ruang (interior), pemberian ruang bermain anak,
menambahkan taman bermain yang alami dengan kolam-kolam ikan, serta
penyediaan sarana teknologi seperti sarana internet, baik melalui komputer (PC)
maupun Wi-Fi. Upaya-upaya yang dilakukan pengelola rumah makan tersebut,
selain menjaring segmen pasar pelanggan yang mencari suasana juga pasar
berdasarkan gaya hidup, seperti segmen masyarakat kelas menengah yang lebih
banyak mobilitas dan berkomunikasi dengan menggunakan laptop.
Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2008), bahwa beberapa rumah
makan di Surabaya memanfaatkan sarana audio-visual technology seperti internet
guna menjaring pelanggan dan memberikan kepuasan serta membentuk pelanggan
loyal. Dari hasil penelitian Ika Saraswati (2008), dan informasi yang diperoleh
dari dinas informasi dan komunikasi kota Surabaya, perkembangan rumah makan
dari tahum 2006 – 2009 mengalami peningkatan apalagi diikuti kondisi krisis
lapangan pekerjaan dan meningkatknya jumlah kasus PHK di Surabaya dan
sekitarnya.
Mengacu pada data yang diperoleh melalui dinas Infokom Kota Surabaya
tahun 2009 data tersebut diketahui bahwa usaha rumah makan dai tahun ke tahun
mengalami peningkatan yang cukup besar, apalagi kondisi perekonomian
beberapa masyarakat membuka usaha jasa rumah makan. Selain itu, hasil
penelitian Saraswati (2008) menyebutkan bahwa tingkat persaingan yang besar
pada usaha rumah makan kelas menengah mendorong pengelola rumah makan
meningkatkan kemampuan kreatif, seperti membuat interior desain yang memiliki
nilai seni guna menarik pengunjung, sampai pada penyediaan fasilitas Wi-Fi.
Pada data tersebut peneliti mengetahui bahwa adanya sarana pendukung
seperti pemberian layanan dalam bentuk penyedaan internet di beberapa rumah
makan di Surabaya mampu menarik jumlah pengunjung, sehingga setiap bulan
jumlah pengunjung selalu bertambah. Dari data tersebut, peneliti juga mengetahui
bahwa sebagian besar pengunjung adalah pelanggan atau konsumen lama yang
merasa puas dengan adanya sarana tersebut, tetapi juga karena produk yang
ditawarkan serta kemampuan pengelola memberikan layanan (jasa) dirasakan
pelanggan cukup memuaskan.
Menurut Teisl, Levy & Derby (1999) bahwa suatu layanan yang memiliki
fitur atau manfaat memuaskan kebutuhan konsumen dapat disebut sebagai layanan
yang bermutu, demikian pula sebaliknya, layanan yang memiliki fitur atau
manfaat yang tidak memuaskan konsumen dapat disebut sebagai layanan yang
tidak bermutu. Seperti konsumen rumah makan dapat menilai kemampuan suatu
rumah makan dalam memberikan layanan melalui feedback langsung, atau juga
bisa dilihat dari turunnya kunjungan atau pembelian dan konsumen memilih
rumah makan lainnya, meskipun dengan tarif yang relatif lebih mahal namun
Pada pasar dengan tingkat persaingan usaha yang sangat ketat, mutu dari
suatu layanan yang ditawarkan akan memiliki peranan yang sangat strategis
terhadap perkembangan suatu unit usaha. Mutu yang baik tidak akan dapat diraih
hanya dengan mengandalkan keberuntungan semata, tapi mutlak harus dengan
cara penerapan manajemen bisnis yang baik. Sistem manajemen mutu akan
memberikan kemampuan kepada perusahaan atau organisasi dalam melakukan
kontrol, menciptakan stabilitas, prediktabilitas, dan kapabilitas suatu usaha.
Dengan adanya sistem mutu diharapkan suatu unit usaha akan lebih terbantu
dalam mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan mutu produk atau layanan
yang disediakan secara ekonomis. Sebagai pengguna suatu layanan jasa tentunya
konsumen akan merasa sangat terganggu dan kecewa ketika layanan yang
diperoleh tersebut ternyata memiliki kualitas yang sangat buruk, tidak layak, tidak
cocok dan mengecewakan.
Dalam penelitian awal yang dilakukan di beberapa rumah makan, yaitu di
“J.Co” Surabaya Plasa, melalui angket yang diberikan pada masing 5 pelanggan
rumah makan dapat diketahui alasan dan intensitas mengunjungi sebagai berikut.
Tabel.1.1.
Intensitas Kunjungan Konsumen
Alasan Mengunjungi Rumah Makan
1/minggu 2-3/minggu 1x/bulan
f % f % f %
Suasananya bersih dan
menyenangkan 2 3% 3 5% 7 11%
Memanfaatkan internet gratis 4 6% 14 22% 5 8%
Percaya pada kualitas kesehatan
produk yang dijual 6 10% 5 8% 8 13%
Pelayanan memuaskan 1 2% 4 6% 4 6%
Jumlah 13 21% 26 12% 24 38%
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden rumah makan yang memiliki intensitas kunjungan cukup tinggi,
yaitu 2 - 3 per minggu sebanyak 22% menyatakan salah satu alasan mengunjungi
rumah makan tersebut karena adanya fasilitas internet gratis melalui Wi-Fi. Hal
ini dapat dikatakan bahwa penyediaan fasilitas Wi-Fi dipandang dapat
meningkatkan volume pengunjung rumah makan, atau merupakan salah satu
usaha atau pendekatan yang dilakukan perusahaan guna mencapai kepuasan pada
pelanggan, dengan meningkatkan mutu pelayanan melalui pendekatan service
triangle, yaitu suatu model interaktif manajemen pelayanan yang menghubungkan
antara perusahaan dengan pelanggannya (Albrecht, 1982 dalam Yamit, 2005:23).
Goetsch Davis, 1986 (dalam Yamit, 2005 : 8) membuat definisi kualitas
yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Hal tersebut sesuai dengan informasi yang
diperoleh peneliti dalam survey pendahuluan, seperti di cafe “J.Co” setelah
memberikan layanan internet Wi-Fi pada 3 bulan pertama kunjungan meningkat
dan mencapai rata-rata 7% - 10% per bulan, sehingga manajemen sempat meng up
date program layanan internet terbaru yang lebih cepat processing-nya. Hal ini
dilakukan untuk menanggapi komplain pelanggan bahwa loading internet di cafe
tersebut lambat, sehingga proses up load selesai bersamaan dengan baterai laptop
habis. Demikian pula di beberapa rumah makan yang tidak menyediakan fasilitas
saluran listrik untuk laptop pada pelanggan memilih meng up date program
Deskripsi data yang telah dikemukakan, menunjukkan bahwa kualitas
layanan memiliki peranan penting tehadap perkembangan dan kelanjutan suatu
usaha, terutama usaha dibidang jasa rumah makan. Kualitas layanan yang
diberikan rumah makan akan menjadi jaminan bagi kelangsungan hidup rumah
makan tersebut, terutama layanan yang bersifat total dan berkualitas. Total quality
service, atau pelayanan mutu terpadu adalah kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan berkualitas kepada orang yang berkepentingan dengan
pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan, pegawai dan pemilik.
Pengukuran kualitas yang dikemukakan oleh Zeithaml, Berry dan
Parasuraman, 1989 (dalam Tjiptono, 2005), tersebut berpengaruh pada harapan
pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kenyataannya pelanggan
menerima pelayanan melebihi harapannya, maka pelanggan akan mengatakan
pelayanannya berkualitas dan jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan
kurang atau sama dari harapannya, maka pelanggan akan mengatakan
pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan.
Hal tersebut dapat diatas menurut Teisl, Levy & Derby (1999) bahwa
kepuasan konsumen adalah proses yang dapat diukur melalui perhatian dan
interpretasi konsumen terhadap suatu produk atau barang setelah melakukan suatu
transaksi pembelian terhadap makanan. Kepuasan tersebut akan ditandai dengan
perilaku konsumen yang menilai secara langsung suatu produk dari segi
kebersihan dan jenis bahan yang dicampur pada makanan, serta pelayanan yang
diberikan produsen, termasuk fasilitas yang dapat digunakan konsumen
Berkaitan dengan deskripsi di atas, peneliti perlu mengkaji lebih jauh
bagaimana efek penerapan manajemen mutu pelayanan yang meliputi reliability,
responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles terhadap kepuasan konsumen
rumah makan yang menyediakan layanan internet di Surabaya melalui studi
kausalitas.
1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
Apakah ada pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan cafe J.Co
yang menyediakan fasilitas internet (wifi) ?
1.3.Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan
pelanggan di cafe J.Co yang menyediakan fasilitas internet di Surabaya.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi menejemen rumah makan yang menyediakan layanan internet agar dapat
lebih mengerti dan memahami apa yang benar-benar diharapkan dari
konsumen, serta dapat dipakai sebagai dasar penentuan strategi pemasaran
usaha rumah makan di Surabaya.
2. Bagi Pengelola Rumah Makan
a. Diharapkan dapat menemukan metode-metode yang lebih tepat, serta
diketahui kemungkinan adanya variabel lain yang dapat mempengaruhi
b. Sebagai input atau bahan masukan untuk perbaikan kualitas pelayanan
guna memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga dapat menentukan
langkah-langkah selanjutnya yang diambil dalam mengukur
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Ika Saraswati (2008:74) dalam penelitian tentang pengaruh informasi BP
POM terhadap minat pembelian, pembelian ulang, dan kepuasan konsumen
terhadap kesadaran konsumen pada makanan sehat menunjukkan hasil bahwa
kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan tidak memberikan dampak positif
terhadap kesadaran konsumen, sedangkan kepuasan konsumen memiliki
korelasi positif dengan pembelian ulang, terutama pada konsumen makanan
cepat saji dan konsumen pedagang K5. Dalam bab pembahasan penelitian
tersebut disebutkan bahwa masalah kepercayaan konsumen (reliability product)
dan aspek pelayanan (personal traits) mampu memberikan jaminan (assurance)
yang mendorong konsumen untuk tetap melakukan pembelian meskipun
informasi tentang makanan tidak sehat (countaminate) pada produk daging
(ayam dan sapi) diberitakan secara terus menerus dalam kurun waktu lebih dari
3 bulan dengan durasi pemberitaan yang cukup tinggi.
Penelitian Rigdon, J. Ackerley (2005:461) tentang Food Standards
Agency 2003 survey reveals consumer attitudes towards food, menunjukkan
hasil bahwa mutu suatu produk dan jasa pelayanan mampu memberikan
kepercayaan pada konsumen untuk tetap melakukan pembelian, yang hal
tersebut disebabkan kepuasan konsumen terhadap kemampuan perusahaan
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Kepuasan Konsumen
Menurut Mowen, 1991 (dalam Bennington, Lynne, Cummane, James
& Conn, Paul, 2000:96-124), “Consumersatisfaction is defined as the overall
attitude regarding a goods or service after its acquisition and use”, atau dapat
diartikan bahwa kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap pelanggan
setelah memperoleh dan menggunakan produk atau layanan. Sikap yang
menunjukkan kepuasan konsumen diketahui dari pasca pembelian jasa, yaitu
(1) Jika jasa yang dirasakan berada di bawah jasa yang diharapkan, pelanggan
akan kecewa, dan (2) jika jasa yang dirasakan memenuhi atau melebihi jasa
yang diharapkan, pelanggan akan cenderung menggunakan penyedia jasa
tersebut lagi (Kotler, 2006:.382).
Kotler (2004:9) menyatakan bahwa “Customer satisfaction is a key
influence on future buying behavior. Satisfied customers buy again and tell
others about their good experiences. Lebih lanjut Kotler (2004:17)
mengemukakan bahwa “Dissatisfied customers often switch to competitors
and disparage the product to others”. Customer satisfaction is the extent to
which a product’s perceived performance matches a buyer expectations, yang
dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat kesesuaian antara
kinerja produk yang dirasakan dengan harapan pembeli. Badan usaha yang
dapat memberikan kepuasan kepada pelanggannya maka pembelian ulang atas
produk atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut akan terus terjadi.
mengurangi jumlah pelanggan yang beralih pada penyedia produk atau jasa
yang lain dan biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal jika
dibandingkan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada.
Kepuasan konsumen atau pelanggan menurut Michail Dutka, 1993
(dalam Rangkuti:37) “Customer satisfaction is the ability of good or services
to meet or exceeded buyer needs and expectations”, yang dapat diartikan
bahwa kepuasan pelanggan kemampuan dari produk atau jasa untuk
memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan pembeli. Menurut Kotler
(2004:48) “The better approach to customer retention is to deliver high
customer satisfaction”. Hal ini dapat diartikan bahwa pendekatan terbaik
untuk mempertahankan pelanggan adalah dengan memberikan kepuasan
pelanggan yang tinggi.
Berdasarkan beberapa konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa
kepuasan pelanggan adalah sebuah kunci untuk mempengaruhi perilaku
pembelian pada masa yang akan datang. Pelanggan yang merasa puas akan
kembali membeli lagi dan akan mengatakan kepada orang lain tentang
pengalaman baik mereka. Pelanggan yang merasa tidak puas sering berpindah
kepada kompetitor dari produk atau jasa yang sekarang dan sering
meremehkan produk tersebut kepada orang lain.
2.2.2. Faktor Mempengaruhi Kepuasan Konsumen
Apa saja konsep yang dapat dipakai untuk pengukuran kepuasan
menyebutkan 6 konsep yang umum dipakai untuk mengukur kepuasan
pelanggan dan konsumen, yaitu :
a. Kepuasan pelanggan keseluruhan. Caranya, yaitu dengan menanyakan
pelanggan mengenai tingkat kepuasan atas jasa yang bersangkutan serta
menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan
keseluruhan atas jasa yang mereka terima dari para pesaing.
b. Dimensi kepuasan pelanggan. Prosesnya melalui empat langkah.
1) Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan.
2) Kedua, meminta pelanggan rnenilai jasa perusahaan berdasarkan
item-item spesifik seperti kecepatan layanan, atau keramahan staf pelayanan
terhadap pelanggan.
3) Ketiga, meminta pelanggan menilai jasa pesaing berdasarkan item-item
spesifik yang sama.
4) Keempat, meminta pelanggan menentukan dimensi-dimensi yang
menurut mereka ada di kelompok penting dalam menilai kepuasan
pelanggan keseluruhan.
c. Konfirmasi harapan. Pada cara ini, kepuasan tidak diukur secara langsung,
namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian dan ketidak sesuaian antara
harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa yang dijual perusahaan.
d. Minat pembelian ulang, bahwa kepuasan pelanggan diukur berdasarkan
apakah mereka akan mengadakan pembelian ulang atas hasil jasa yang sama
e. Kesediaan untuk merekomendasi. Cara ini merupakan ukural yang penting,
apalagi bagi jasa yang pembelian ulangnya relatif lama, seperti jasa
pendidikan tinggi.
f. Ketidakpuasan pelanggan, dapat dikaji misalnya dalam hal komplain, biaya
garansi, word of mouth yang negatif, serta defections.
2.2.3. Pengukuran Kepuasan Konsumen
Michail Dutka, 1993 (dalam Rangkuti, 2006:41) menjelaskan indikator
yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yang secara
umum meliputi :
1. Attribute related to the product, yang meliputi : (a) Value price
relationships, yaitu hubungan antara nilai yang diperoleh dengan harga
yang dibayarkan oleh pelanggan. (b) Product quality, yaitu pengukuran
dari beberapa keterangan atribut-atribut yang dimiliki oleh sebuah produk.
(c) Product features, yaitu sebuah fakta atau spesifikasi teknik tentang
sebuah produk. (d) Range of product or service, yaitu macam jenis produk
atau jasa yang ditawarkan oleh badan usaha kepada pelanggan. (e) Product
benefit, yaitu manfaat atau nilai yang diberikan kepada pelanggan oleh
product feature. (f) Product design, yaitu bagaimana produk tersebut di
desain yang dapat menyenangkan pelanggan untuk dilihat dan mudah
dibuka, pemasangan, penggunaan, diperbaiki, dan di buang. (g) Product
reliability, yaitu pengukuran dari probabilitas sebuah produk tidak akan
mengalami kegagalan pemakaian di dalam periode waktu yang spesifik.
2. Attribute related to the service, yang meliputi : (a) Guarantee, yaitu
jaminan atas produk yang dapat dikembalikan jika tidak memuaskan. (b)
Delivery, yaitu menunjukkan kecepatan dan ketepatan proses pengiriman
produk atau jasa kepada pelanggan. (c) Compliant Handling, yaitu
penanganan terhadap keluhan-keluhan pelanggan oleh badan usaha. (d)
Resolution of Problem, yaitu kemampuan badan usaha untuk membantu
memecahkan masalah yang dialami pelanggan.
3. Attributes related to the purchase, yang meliputi : (a) Communication,
yaitu cara atau proses penyampaian informasi yang dilakukan oleh
karyawan badan usaha kepada pelanggan. (b) Company reputation, yaitu
reputasi badan usaha berkaitan kredibilitasnya yang dapat mempengaruhi
keputusan pembelian. (c) Company competence, yaitu service knowladge
yang dimiliki oleh karyawan badan usaha untuk memberikan layanan yang
baik kepada pelanggan. (d) Ease or convenience of acquisition, yaitu
kemudahan badan usaha dalam menyediakan produk dan perolehan jasa
yang tujuannya diberikan pada pelanggan. (e) Courtesy, yaitu kesopanan,
rasa hormat dan keramahan karyawan dalam menangani pelanggan.
2.3. Kualitas Layanan
2.3.1. Prinsip Kualitas Layanan
Membicarakan tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda
makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat
tergantung pada konteksnya. Banyak pakar dibidang kualitas yang mencoba
Beberapa diantaranya yang paling populer adalah yang dikembangkan oleh tiga
pakar kualitas tingkat internasional, yaitu mengacu pada pendapat Demings,
et.al, 1989 (dalam Yamit, 2005 : 7).
Deming mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan
dan keinginan konsumen, sedangkan Michail Crosby (1982) (dalam Yamit,
1996 : 337) mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan
kesesuaian terhadap persyaratan Juran mendefinisikan kualitas sebagai
kesesuaian terhadap spesifikasi, jika dilihat dari sudut pandang produsen.
Sedangkan secara obyektif kualitas menurut Juran, (dalam Yamit, 2005 : 337)
adalah suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja
(performance), kendalannya (reliability), kemudahan pemeliharaan
(maintainability ) dan karakteristiknya dapat diukur.
George Davis, 1982 (dalam Yamit, 2005 : 8) membuat definisi kualitas
yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Davis ini
menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir,
yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas
lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas
tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.
Menurut Guiltinan, Josef & Gordon (2002:18) kualitas totalitas dari
karakteristik suatu produk (barang dan atau jasa) yang menunjang kemampuan
sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau kesesuaian terhadap
persyaratan atau kebutuhan. Perusahaan jasa dan pelayanan lebih menekankan
pada kualitas proses, karena konsumen biasanya terlibat langsung dalam proses
tersebut. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk lebih menekankan
pada hasil, karena konsumen umumnya tidak terlibat secara langsung dalam
prosesnya. Untuk itu diperlukan sistem manajemen kualitas yang dapat
memberikan jaminan kepada pihak konsumen bahwa produk tersebut dihasilkan
oleh proses yang berkualitas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa penerapan
manajemen mutu adalah usaha-usaha yang sistematis dilakukan oleh produsen
dengan mengikuti prosedur dan standar baku mutu yang telah ditetapkan dan
diakui oleh suatu lembaga sertifikasi guna menciptakan kepuasan pada
pelanggan.
2.3.2. Pendekatan Studi tentang Kualitas Layanan
Joan Garvin, 1986 (dalam Yamit, 2005 : 9-10) mengidentifikasikan lima
pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan para praktisi bisnis, yaitu :
1. Transcendental Approach, yaitu kalitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu
yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan
maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti
musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan,
perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan
pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi),
tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk
dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas.
2. Product-based Approach, yaitu kalitas dalam pendekatan ini adalah suatu
karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas
mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara
objektif, tetapi pendekatan ini dapat menjelaskan perbedaan dalam selera
dan preferensi individual.
3. User-based Approach, yaitu kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada
pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan
produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan
selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda
memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas
bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach, yaitu kualitas dalam pendekatan ini adalah
bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan
kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance
quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi
yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang
menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan
bukan konsumen yang menggunakannya.
5. Value-based Approach, yaitu kualitas dalam pendekatan ini adalah
“affordable excellence ”. Karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat
relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu
produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk
yang paling tepat dibeli.
Meskipun sulit mendefinisikan kualitas dengan tepat dan tidak ada
definisikualitas yang dapat diterima secara universal, dari perspektif Garvin
tersebut dapat bermanfaat dalam mengatasi konflik-konflik yang sering timbul
diantara para manajer dalam departemen fungsional yang berbeda. Misalnya,
departemen pemasaran lebih menekankan pada aspek keistimewaan, pelayanan,
dan fokus pada pelanggan. Departemen perekayasaan lebih menekankan pada
aspek spesifikasi dan pada pendekatan product-based. Sedangkan departemen
produksi lebih menekankan pada aspek spesifikasi dan proses. Menghadapi
konflik seperti ini sebaiknya pihak perusahaan menggunakan perpaduan antara
beberapa perspektif kualitas dan secara aktif selalu melakukan perbaikan yang
berkelanjutan atau melakukan perbaikan secara terus menerus.
2.3.3. Prinsip Penerapan Kualitas Layanan
Menurut Rangkuti (2006 : 15-16) menentukan kualitas produk harus
dibedakan antara produk manufaktur atau barang (goods) dengan produk
layanan (service) karena keduanya memilki banyak perbedaan. Menyediakan
produk layanan (jasa) berbeda dengan menghasilkan produk manufaktur dalam
beberapa cara. Perbedaan tersebut memiliki implikasi penting dalam manajemen
1. Kebutuhan konsumen dan standar kinerja sering kali sulit diidentifikasi dan
diukur, sebab masing-masing konsumen mendefinisikan kualitas sesuai
keinginan mereka dan berbeda satu sama lain..
2. Produksi layanan memerlukan tingkatan “customization atau individual
customer ” yang lebih tinggi dibanding manufaktur Dalam manufaktur
sasarannya adalah keseragaman. Dokter, ahli hukum, personal penjualan
asuransi, dan pelayanan restoran, harus menyesuaikan layanan mereka
terhadap konsumen individual.
3. Output sistem layanan tidak terwujud, sedangkan manufaktur berwujud.
Kualitas produk manufaktur dapat diukur berdasar spesifikasi desain,
sedangkan kualitas layanan pengukurannya subyektif menurut pandangan
konsumen, dikaitkan dengan harapan dan pengalaman mereka. Produk
manufaktur jika rusak dapat ditukar atau diganti, sedangkan produk layanan
harus diikuti dengan permohononan maaf dan reparasi.
4. Produk layanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersama – sama,
sedangkan produk manufaktur diproduksi sebelum dikonsumsi. Produk
layanan tidak bisa disimpan atau diperiksa sebelum disampaikan kepada
konsumen.
5. Konsumen seringkali terlibat dalam proses layanan dan hadir ketika layanan
dibentuk, sedangkan produk manufaktur dibentuk diluar keterlibatan
langsung dari konsumen. Misalnya konsuman restoran layanan cepat
makanan sendiri kemeja, dan diharapakan membersihkan meja ketika
setelah makan..
6. Layanan secara umum padat tenaga kerja, sedangkan manufaktur lebih
banyak padat modal. Kualitas interaksi antara produsen dan konsumen
merupakan faktor vital dalam penciptaan layanan. Misalnya kualitas layanan
kesehatan tergantung interaksi pasien, perawat, dokter, dan petugas
kesehatan lain. Di sini perilaku dan moral pekerja merupakan hal yang kritis
dalam menyediakan kualitas layanan.
7. Banyak organisasi layanan harus menangani sangat banyak transaksi
konsumen. Misalnya pada hari-hari tertentu, sebuah bank mungkin harus
memproses jutaan transaksi nasabah pada berbagai kantor cabang dan mesin
bank atau barangkali Perusahaan jasa kiriman harus menangani jutaan paket
kiriman diseluruh dunia.
Pendekatan pertama dikemukakan oleh Schiler M. Albrecht, 1980 (dalam
Yamit, 2005 : 23) yang mendasarkan pendekatan pada dua konsep pelayanan
berkualitas, dan Efendi Soetjipto, 1997 (dalam Yamit, 2005 : 23) menambahkan
penjelasan bahwa total quality service dapat diterjemahkan sebagai layanan
mutu terpadu. Total quality service, atau pelayanan mutu terpadu adalah
kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada orang
yang berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan,
pegawai dan pemilik. Albrecht (dalam Yamit, 2005 : 24) mengemukakan bahwa
a. Market and customer research adalah penelitian untuk mengetahui struktur
pasar, segmen pasar, demografis, analisis pasar potensial, analisis kekuatan
pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan atas pelayanan yang
diberikan.
b. Strategy formulation adalah petunjuk arah dalam memberikan pelayanan
berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahan dapat mempertahankan
pelanggan bahkan dapat meraih pelanggan baru.
c. Education, training and cummunication adalah tindakan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu memberikan
pelayanan berkualitas, mampu memahami keinginan dan harapan pelanggan.
d. Process improvement adalah desain ulang berkelanjutan untuk
menyempurnakan proses pelayanan, konsep P-D-C-A dapat diterapkan
dalam perbaikan proses pelayanan berkelanjutan ini.
e. Assessment, measurement and feedback adalah penilaian dan pengukuran
kinerja yang telah dicapai oleh karyawan atas pelayanan yang telah
diberikan kepada pelanggan. Penilaian ini menjadi dasar informasi balik
kepada karyawan tentang proses pelayanan apa yang perlu diperbaiki, kapan
harus diperbaiki dan dimana harus diperbaiki.
Pendekatan kedua adalah conceptual model of service quality yang
dikemukakan oleh tiga tiga orang akademisi Amerika dengan nama PBZ yang
merupakan singkatan dari tiga nama penemunya, yaitu Parasuraman, Berry and
Zaithaml. Jasa pada dasarnya memiliki tujuan yang hampir sama dengan
penambahan nilai untuk kepuasan dan loyalitas pelanggan. Beberapa pendapat
tentang pengertian jasa, yaitu menurut Traupman, G Stanton (1992 : 220) jasa
adalah semua kegiatan atau aktivitas yang dapat diidentifikasikan secara
tersendiri yang pada hakikatnya bersifat tak bisa diraba (intangible) yang
merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk
atau jasa lain.
2.3.4. Pengukuran Kualitas Layanan
Philip Kotler (2004 : 486) merumuskan kualitas jasa layanan sebagai
setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu
produk fisik, sedangkan menurut tingkat kepentingannya terdapat lima penentu
mutu jasa pelayanan, sebagai berikut:
1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan
dengan tanggap kebutuhan dan memuaskan serta sesuai dengan telah yang
dijanjikan. Hal tersebut dibuktikan dengan penyediaan fasilitas seperti yang
dijanjikan, misalkan adanya fasilitas Wi-Fi. Selain itu juga dapat
memberikan kepuasan pada konsumen ketika memanfaatkan sarana yang
disediakan, misalkan sarana Wi-Fi tidak sering trouble.
2. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu
para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
Responsiveness, tersebut dapat diketahui dari adanya kemauan membantu
dapat memberi layanan dengan cepat, misalkan sambil membantu
menangani kebutuhan konsumen juga diikuti dengan menyajikan pesanan
dengan cepat dan tepat.
3. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun
lebih merasa mantap. Hal tersebut dapat dapat diukur dengan memberikan
kesempatan jika konsumen meminta informasi tentang bahan, rumah makan
dapat menjamin bahwa semua produk yang dijual tidak berbahaya bagi
kesehatan tubuh, dan pelayan dapat bersikap ramah yaitu petugas mampu
berperilaku sopan, dan bersahaja, serta penampilan yang rapi dan bersih.
4. Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan
pelanggan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kemampuan
berkomunikasi dengan baik, seperti dapat bersikap akrab. Selain itu juga
memberi perhatian dengan tulus, seperti memberikan sambutan, tegur sapa
yang baik, memberi bantuan jika dibutuhkan, dan murah senyum, serta dapat
memahami kebutuhan pelanggan, termasuk menyediakan tenaga ahli yang
dapat membantu pelanggan mempergunakan internet Wi-Fi.
5. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai, dan sarana komunikasi. Hal ini dapat doketahui dari adanya
alat-alat saji yang bersih dan cukup menarik, dan suasana di lingkungan rumah
ruang yang segar, serta sarana komunikasi yang dapat dimanfaatkan oleh
pelanggan, seperti telepon umum dan internet Wi-Fi.
Pengukuran kualitas yang dikemukakan oleh Zeithaml, Berry dan
Parasuraman tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan yang
mereka terima. Jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan melebihi
harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya berkualitas dan
jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan kurang atau sama dari
harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya tidak berkualitas
atau tidak memuaskan.
Pengukuran kualitas diatas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis
untuk mengetahui apakah ada kesenjangan (gap) atau perbedaan antara harapan
pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Harapan pelanggan sama dengan
keinginan pelanggan yang ditentukan oleh informasi yang mereka terima dari
mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi
eksternal melalui iklan dan promosi. Jika kesenjangan antara harapan dan
kenyataan cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak
Gambar.1 Bagan Structural Equation Modeling
Kesesuaian Price relationship
26
2.5. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang sifatnya sementara dan masih
dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan rumusan permasalahan dan temuan di
atas hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu ;
”Ada pengaruh positif yang signifikan antara kualitas pelayanan terhadap
27
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Dimaksud dengan definisi operasional dan pengukuran tiap variabel
penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, antara lain :
Variabel bebas (X) : kualitas layanan
Variabel terikat (Y) : kepuasan pelanggan
Untuk menghindari adanya overlaping pada masing-masing indikator,
antara penerapan manajemen mutu dengan indikator kepuasan pelanggan,
maka dalam sub indikator dari indikator kepuasan pelanggan yang telah ada
dalam indikator manajemen mutu tidak akan digunakan.
3.1.1. Kualitas layanan
Kualitas layanan adalah usaha-usaha yang sistematis dilakukan oleh
produsen dengan mengikuti prosedur dan standar baku mutu yang telah
ditetapkan dan diakui oleh suatu lembaga sertifikasi guna menciptakan
kepuasan pada pelanggan. Penerapan kualitas layanan dalam penelitian ini
menggunakan konsep dari Philip Kotler dan Bagyo, A Susanto (2000 : 486)
yang akan diukur dari indikator sebagai berikut.
X1 : Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan rumah makan dalam
memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan sesuai dengan
X1.1 : pemberian layanan sesuai yang dijanjikan, yakni pengelola rumah
makan dapat memberikan layanan sesuai dengan apa yang
dijanjikan dalam promosi, seperti adanya fasilitas Wi-Fi.
X1.2 : memuaskan, yaitu konsumen dapat menikmati layanan tanpa ada
masalah dengan fasilitas yang disediakan, misalkan ketika
menggunakan Wi-Fi tidak sering trouble.
X2 : Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan secara tanggap,
yang memiliki sub indikator sebagai berikut.
X2.1 : kemauan membantu pelanggan, yakni adanya kemauan petugas
rumah makan untuk membantu dan memudahkan kesulitan
pelanggan, misalkan menempatkan adaptor ke stop kontak.
X2.2 : memberi layanan cepat, yakni petugas dapat menyajikan pesanan
pelanggan dengan cepat dan tepat.
X3 : Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para karyawan, dan menjamin
makanan bebas dari bahaya atau, yang memiliki sub indikator sebagai
berikut.
X3.1 : dapat dipercaya pelanggan, bahwa pelanggan dapat mempercayai
bahwa produk yang ditawarkan rumah makan tersebut dari
X3.2 : menjamin yang dikonsumsi sehat, rumah makan dapat menjamin
bahwa semua produk yang dijual tidak berbahaya bagi kesehatan
tubuh.
X3.3 : keramahan dan kesopanan, yakni rumah makan memiliki petugas
pemberi layanan yang mampu berperilaku sopan, ramah, dan
bersahaja, serta penampilan yang rapi dan bersih.
X4 : Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan
pelanggan, yang memiliki sub indikator sebagai berikut.
X4.1 : dapat berkomunikasi dengan baik, yakni petugas pemberi layanan
mampu berkomunikasi dengan baik, dan dapat bersikap akrab.
X4.2 : memberi perhatian dengan tulus, yakni petugas layanan rumah
makan memberikan sambutan, tegur sapa yang baik, memberi
bantuan jika dibutuhkan, dan murah senyum.
X4.3 : memahami kebutuhan pelanggan, bahwa rumah makan dapat
memahami kebiasaan dan kesukaan pelanggan dengan
menyediakan sesuatu yang menjadi daya tarik bagi pelanggan,
termasuk menyediakan tenaga ahli yang dapat membantu
pelanggan mempergunakan internet Wi-Fi.
X5 : Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
kebersihan dan kerapihan karyawan, dan sarana komunikasi, yang
X5.1 : alat saji hidangan memadai, bahwa rumah makan dalam
menyajikan layanan produk menggunakan alat-alat saji yang
bersih dan cukup menarik.
X5.2 : lingkungan bersih dan nyaman, bahwa suasana di lingkungan
rumah makan dapat dirasakan kenyamanannya karena kebersihan
yang terjaga dan ruang yang segar.
X5.3
3.1.2. Kepuasan pelanggan
: sarana komunikasi memadai, yakni tersedianya saluran komunikasi
yang dapat dimanfaatkan oleh palanggan, seperti telepon umum
dan internet Wi-Fi.
Pertanyaan dalam skala penerapan manajemen mutu dalam penelitian
ini akan diberikan kepada konsumen atau pelanggan rumah makan di
Surabaya. Penilaian penerapan manajemen mutu oleh konsumen untuk
mengetahui hasil atau output kebijakan mutu secara objektif, yakni diukur
oleh orang lain. Untuk pernyataan tertutup digunakan skala Likert yang berisi
4 (empat) pilihan jawaban, mulai dari, sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan
sangat tidak setuju dengan pernyataan pada item pernyataan.
Konsep yang digunakan untuk pengukuran kepuasan pelanggan adalah
dari Dutka (dalam Kotler, 2004: 41) dengan atribut-atribut pembentuk yang
digunakan sebagai indikator pengukuran kepuasan pelanggan, yang secara
operasional masing-masing indikator memiliki sub indikator sebagai berikut.
Y1.1 : Value price relationships, yaitu persepsi pelanggan terhadap
perbedaan antara nilai yang diperoleh dengan harga (price) yang
dibayarkan oleh pelanggan.
Y1.2 : Product quality, yaitu penilaian pelanggan terhadap beberapa
atribut-atribut produk yang dijual oleh rumah makan.
Y1.3 : Product features, persepsi pelanggan terhadap realitas teknis
pemberian layanan jasa dalam suatu proses pembelian.
Y2 : Attribute related to the service, yang meliputi :
Y2.1 : Delivery, yaitu menunjukkan kecepatan dan ketepatan proses
pengiriman pesanan kepada pelanggan.
Y2.2 : Compliant handling, yaitu penanganan terhadap keluhan-keluhan
pelanggan oleh rumah makan.
Y2.3 : Resolution of problem, yaitu kemampuan karyawan untuk membantu
memecahkan masalah yang dialami pelanggan berkaitan dengan
layanan.
Y3 : Attributes related to the purchase, yang meliputi :
Y3.1 : Communication, yaitu cara atau proses penyampaian informasi yang
dilakukan oleh karyawan rumah makan kepada pelanggan.
Y3.3 : Company competence, yaitu service knowledge yang dimiliki oleh
karyawan rumah makan untuk memberikan layanan yang baik
kepada pelanggan.
Y3.5 : Courtesy, yaitu kesopanan, rasa hormat dan keramahan karyawan
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik satu kesimpulan
(Lawarance,W. Newman, 2002:90). Dalam penelitian ini, area populasi
penelitian ditetapkan di Surabaya dan diketahui dari tahun 2008 bahwa jumlah
penduduk berusia 17 tahun ke atas yang menjadi pelanggan di cafe J.Co
Surabaya Plasa.
Dasar pertimbangan pengambilan sampel pada pelanggan berusia 18
tahun ke atas mengacu pada konsep segmentasi pasar pelanggan rumah makan
yang mempertimbangkan segmentasi pasar pembelian laptop, dan gaya hidup
konsumen cafe di Surabaya.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Jadi sampel adalah bagian dari populasi (Newman, 2002:91).
Sampel merupakan jumlah dari populasi yang akan diambil, maka sampel
dalam penelitian ini adalah pelanggan cafe J.Co Surabaya Plasa dengan
karakteristik sebagai berikut.
1. Masyarakat Surabaya dan berusia 18 tahun ke atas
2. Dapat mengoperasikan program internet atau memiliki intensitas yang
cukup dalam memanfaatkan sarana internet.
Sampel penelitian akan diambil dari pengunjung rumah makan atau
lebih dikenal sebagai cafe yang dalam area tersebut disediakan sarana internet,
yaitu di cafe J.Co di Surabaya Plaza. Teknik penarikan sampel dilakukan
menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan
dengan cara menentukan syarat-syarat terlebih dahulu sesuai dengan
kebutuhan penelitian (Sutrisno Hadi, 2000:47).
Pedoman pengukuran sample menurut Adrianto, S Ferdinand (2002 :
48) :
a. 100-200 sampel untuk teknik maximum Likelihood Estimation, atau
tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah
5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.
b. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel
laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. Bila terdapat 20
indikator, besarnya sampel adalah 100-200. Sedangkan jenis pengambilan
sample didasari oleh analisis SEM bahwa besarnya sample yaitu 5-10 kali
parameter yang diestimasi
Pedoman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 – 10 kali jumlah
parameter yang diestimasi (22 × 5 parameter), yaitu 110 responden.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Jenis-jenis data yang diperlukan dalam penyusunan analisis data
langsung oleh peneliti dalam proses penelitian melalui instrumen penelitian atau
alat pengumpulan data (Newman, 2002:45).
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian
ini adalah data primer yang diambil melalui Questionery (angket), yaitu dengan
menyusun pernyataan yang diisi secara langsung oleh responden.
Angket tertutup (closed questionery), yaitu adalah angkat yang alternatif
jawabannya telah disediakan, yang digunakan untuk mengukur variabel
tergantung. Pernyataan dalam skala tersebut disusun dengan menggunakan
skala Likert yaitu berupa butir pernyataan dengan 5 alternatif pilihan jawaban.
Tabel.3.1. Skor pernyataan tertutup
Pernyataan Kode Nilai
Favorable Unfavorable
Sangat Setuju SS 5 1
Setuju S 4 2
Kurang Setuju KS 3 3
Tidak Setuju TS 2 4
Sangat Tidak Setuju STS 1 5
Angket terbuka, digunakan untuk mengetahui identitas responden dan
mengetahui frekuensi kunjungan ke rumah makan, dan memanfaatkan
sarana-sarana yang diberikan rumah makan.
3.3. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis
3.4.1 Teknik Analisis Data
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles dan kepuasan
pelanggan menggunakan Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran pengaruh
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan
koefisien jalur. Langkah-langkah dalam analisis SEM model pengukuran
dengan contoh faktor Reliability dilakukan sebagai berikut :
Persamaan Dimensi Faktor Motivasi individu:
X1.1 = λ1 Reliability + er_1
X1.2
Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Faktor Reliability
Keterangan :
X11 = pertanyaan tentang ...
X12 = pertanyaan tentang ...
er_j = error term X1j
= λ2 Reliability + er_2
Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model
untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka
model pengukuran dengan contoh Faktor Kepercayaan akan nampak sebagai
berikut:
Demikian juga faktor lain seperti faktor atau variabel lainnya, seperti
responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles, serta indicator dalam
1. Asumsi Model (Structural EquationModelling)
a.Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas
1)Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau
dengan menggunakan metode statistic.
2)Menggunakan critical ratio yang diperoleh dengan membagi
koefisien sampel dengan standart error-nya dan Skweness value
yang biasa disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik
yang digunakan untuk menguji normalitas sebaran data itu disebut
Z-value. Dengan kriteria penilaian pada tingkat signifikansi 1 %,
jika nilai Z score lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga
bahwa distribusi data adalah tidak normal.
b.Evaluasi atas Outlier
1) Mengamati nilai Z-score : ketentuanya diantara ≥ 3,0 non outlier.
2) Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada
tingkat p < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square (χ) pada df
sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis >
dari nilai χ adalah multivariate outlier.
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik
yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya
dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel
c.Deteksi Multicollinierity dan Singularity
Deteksi Multicolinearity dan Singularity dilakukan dengan mengamati
Determinant Matrix Covariance. Dengan ketentuan apabila
determinant sample matrix mendekati angka 0 (kecil), maka terjadi
multikolinearitas dan singularitas.
d.Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah
indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa
yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran
mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk
yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing-masing
indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum.
Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent
variabel/ construct aka diuji dengan melihat loading faktor dari
hubungan antara setiap obseverd variable dan latent variable.
Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan
Variance-extracted. Construct reliability dan Variance-extracted dihitung
dengan rumus berikut :
[Σ Standardize Loading]
Construct Reliability = 2
[[Σ Standardize Loading]2 + Σεj]
Σ [Standardize Loading2]
Variance Extracted =
Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj = 1 - (Standardize
Loading)Secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima
adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5 (Hair et.al., 1998).
Standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS 6.00, dengan
melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weigths
terhadap setiap butir sebagai indikatornya.
2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi
terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR
(Critical Ratio) atau p (probability) ang sama dengan nilai t hitung.
Apabila t hitung lebih besar daripada t table berarti signifikan.
3. Pengujian model dengan Two-Step Approach
Dalam model SEM, model pengukuran dan model structural
parameter-parameternya dieliminasi secara bersama-sama. Cara ini
agak mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan fit model.
Kemungkinan terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara
measurement model dan structural model yang diestimasi bersama
(One Step Approach to SEM) yang digunakan apabila model diyakini
bahwa dilandasi teori yang kuat serta validitas dan reliabilitas yang
4. Evaluasi Model
Hair et.al., (1998) menjelaskan bahwa pola “confirmatory”
menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas
hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data
empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data,
maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu
model teotitis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu
“poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model “good fit”
atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting
dalam penggunaan structural equation modelling.
Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai
kriteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, Probality, RMSEA, GFI, TLI,
CFI, AGFI, CMIN/ DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data
maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to
Goodness of Fit Indices
X2 Menguji apakah covariance populasi yang
destimasi sama dengan cova-riance sample [apakah model sesuai dengan data].
-
Chi-Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariace data dan matriks covariance yang diestimasi.
Minimum 0,1 atau 0,2, atau
≥ 0,05
RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada
sample besar. ≤ 0,08
GFI
Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matrtiks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R2
TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap
baseline model. ≥ 0,95
CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitive
terhadap besarnya sample dan kerumitan model. ≥ 0,94
3.3.2. Pengujian Hipotesis
3.4.2.1. Evaluasi Kriteria Goodnes of Fit
1. X2
Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah
Likelihood Ratio Chi-Square Statistic. Chi-Square ini bersifat sangat
sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karenanya bila
jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200), statistik Chi-Square ini
harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang uji akan dipandang
baik atau memuaskan bila nilai Chi-Square-nya rendah. Semakin
kecil nilai X
-Chi Square Statistic
2
semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah
mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan
data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru
sebuah nilai X2 yang kecil dan tidak signifikan.
X2
2. RMSEA-The Root Mean Square Error Of Approximation
bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap
sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Penggunaan
Chi-Square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100 dan 200.
Bila ukuran sampel ada di luar rentang itu, uji signifikan akan
menjadi kurang reliabel. Oleh karena itu pengujian ini perlu
dilengkapi dengan alat uji yang lain.
RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan
mengkompensasi Chi-Square Statistic dalam sampel yang besar.
diharapkan bila model diestimasi dalam populasi nilai RMSEA yang
lebih kecil atau sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat
diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model
itu berdasarkan Degrgess Of Freedom.
3. GFI-Goodness of Fit Index
GFI adalah analog dari R2
4. AGFI-Adjusted Goodness of Fit Index
dalam regresi berganda. Indeks
kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varian
dalam matrix kovarians sampel yang dijelaskan oleh matrix
kovarians populasi yang terestimasi. GFI adalah sebuah ukuran
non-statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (Poor Fit) samapi
dengan 1.0 (Perfect Fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini
menunjukkan sebuah ‘better fit’.
AGFI = GFI/DF tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah
bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90.
GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi
tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel.
Nilai sebesar 0,95 dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang
baik (Good Overal Model Fit) sedangkan besaran nilai antara
0,90-0,95 menunjukkan tingkatan cukup (Adequate fit).
5. TLI-Tucker Lewis Index
TLI adalah sebuah alternatif incremental fit indeks yang
model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk
diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,95 dan nilai yang
sangat mendekati 1 menunjukkan A Very Good Fit.
6. CMIN/DF sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat
fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah
statistik Chi-Square, X2 dibagi DF-nya sehingga disebut X2 relatif.
Nilai X2 relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kadang kurang dari 3,0
adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X2
7. CFI-Comparative Fit Index
relatif yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan
antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi.
Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana
semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi
(A Very Good Fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95.
Keunggulan dari indeksi ini besarannya tidak dipengaruhi oleh
ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat
penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan
Relative Noncentrality Indeks (RNI).
3.4.2.2 Evaluasi Normalitas
Sebaran data harus dianalisis untuk mengetahui apakah asumsi
normalitas dipenuhi, sehingga data dapat diolah lebih lanjut pada path
diagram. Untuk menguji normalitas distribusi data yang digunakan dalam
adalah dengan mengamati skewness value dari data yang digunakan, yang
biasanya disajikan dalam statistic. Nilai statistic untuk menguji normalitas
itu disebut z-value yang dihasilkan melalui rumus berikut ini :
Nilai – z =
N Skewness
6
Dimana nilai N adalah ukuran sampel.
Bila nilai-z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa
distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan
tingkat signifikansi yang dikehendaki. Misalnya, bila nilai yang dihitung
lebih besar dari ± 2.58 berarti kita dapat menolak asumsi mengenai
normalitas dari distribusi pada tingkat 0.01 (1%).
3.4.2.3 Evaluasi Outliers
Outliers merupakan observasi atau data yang memiliki
karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi –
observasi yang lain dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk
sebuah variabel tunggal maupun variabel – variabel kombinasi (hair, et.
al : 1995). Adapun outliers dapat dievaluasi dengan dua cara, yaitu
analisis terhadap univariate outliers dan analisis multivariate outliers
(Hair, et. al., 1995).
a. Univariate Outliers
Deteksi terhadap adanya univariate outliers dapat dilakukan dengan
dengan cara mengkonservasikan nilai data penelitian ke dalam
standar score atau yang biasa disebut z-score, yang mempunyai nilai
rata – rata nol dengan deviasi sebesar 1,00 (Hair, et. al., 1995).
Pengujian univariate outliers dilakukan per konstruk variabel
dengan program SPSS 12.00, pada menu Descriptive Statistic
Summarise. Observasi data yang memiliki nilai Z-score ≥ 3.0 akan
dikategorikan sebagai outliers.
b. Multivariate Outliers
Evaluasi terhadap Multivariate outliers perlu dilakukan sebab
walaupun data yang dianalisis menunjukkan tidak ada outliers pada
tingkat univariate, tetapi observasi itu dapat menjadi outliers bila
sudah saling kombinasikan.
Jarak Mahalanobis (The Mahalanobis Distence) untuk tiap
observasi dapat dihitung dan menunjukkan jarak sebuah observasi
dari rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional.
Uji terhadap multivariate dilakukan dengan menggunakan kriteria
jarak mahalanobis pada tingkat ρ < 0,001. Jarak mahalanobis itu
dapat dievaluasi dengan menggunakan nilai χ2 pada derajat
kebebasan sebesar jumlah item yang digunakan dalam penelitian dan
apabila nilai jarak Mahalanobisnya lebih dari nilai χ2 table adalah
3.4.2.4. Evaluasi Mullticollinearity dan Singularity
Utuk melihat apakah pada data penelitian terhadap multikolineratitas
(Multicollinearity) atau singularitas (Singularity) dalam kombinasi –
kombinasi variabel, maka yang perlu diamati adalah dterminan dari matriks
kovarians sampelnya. Determinan yang kecil atau mendekati nol akan
mengindikasikan adanya multikolinearitas atau singularitas sehingga data itu
tidak dapat digunakan untuk penelitian (Ferdinand, 2002 :108).
3.4.2.5 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator
– indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing
– masing indikator mengindikasikan sebuah konstruk / faktor laten yang
umum. Dengan kata lain bagaimana hal – hal yang spesifik saling membantu
dalam menjelaskan sebuah fenomena uang umum.
Composite Reliability diperoleh melalui rumus berikut (Ferdinand,
2002 : 62)
[Σ Standardize Loading]
Construct Reliability = 2
[[Σ Standardize Loading]2
1. Standar Loading diperoleh dari standardized loading untuk tiap – tiap
indikator yang didapat dari hasil perhitungan komputer.
+ Σεj]
Keterangan :
2. Σεj adalah measurement error dari tiap indikator. Measurement error
Tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0.7, walaupun angka itu
bukanlah sebuah ukuran yang ”mati”. Artinya bila penelitian yang dilakukan
bersifat eksplorasi maka nilai dibawah 0.7-pun masih dapat diterima
sepanjang disertai dengan alasan – alasan empiris yang terlihat dalam proses
eksoprasi.
3.4.2.6 Uji Validitas
Uji validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah
indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang
seharusnya diukur. Karena indikator multidimensi, maka uji – uji validitas dari
setiap latent variabel / construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari
hubungan antara obseverd variable dan latent variable. Cara menguji :
Korelasikan masing – masing skor item pertanyaan dengan skor totalnya,
gunakan tingkat signifikan validitas ≤ 0,05. Tingkat signifikan itu
menunjukkan derajat kosistensi jawaban semua responden yang menjadi
obyek penelitian.
3.4.2.7 Uji variance Extracted
Variance Extracted adalah ukuran yang menunjukkan varians dari
indikator – indikator yang diekstraksi oleh konstuk latent yang
dikembamgkan. Nilai variance extracted yang tinggi menunjukkan bahwa
indikator – indikator itu telah mewakili secara baik konstruk latent yang
paling sedikit 0,50. Variance diperoleh melalui rumus ini (Ferdinand, 2002 :
64) :
Σ [Standardize Loading2]
Variance Extracted =
[Σ [Standardize Loading2] + Σεj
1. Standar Loading diperoleh dari standardized loading untuk tiap – tiap
indikator yang didapat dari hasil perhitungan computer.
]
Keterangan :