• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI J.CO DONUTS YANG MENYEDIAKAN LAYANAN INTERNET ( WIFI ) DI SURABAYA PLAZA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI J.CO DONUTS YANG MENYEDIAKAN LAYANAN INTERNET ( WIFI ) DI SURABAYA PLAZA."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Manajemen

Oleh:

0312010538/FE/EM

KRESNA PRAMITHA YUDHA

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

vi

HALAMAN PENGESAHAN ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Pengertian Kepuasan Konsumen . ... 10

2.2.2 Faktor Mempengaruhi Kepuasan Konsumen ... 11

2.2.3 Pengukuran Kepuasan Konsumen ... 13

2.3 Kualitas Layanan ... 14

2.3.1 Prinsip Kualitas Layanan ... 14

2.3.2 Pendekatan Studi Tentang Kualitas Layanan ... 16

2.3.3 Prinsip Penerapan Kualitas Layanan ... 18

2.3.4 Pengukuran Kualitas Layanan ... 22

(3)

vii

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 27

3.1.1. Kualitas Layanan ... 27

3.1.2. Kepuasan Pelanggan ... 30

3.2. Populasi dan Sampel ... 32

3.2.1. Populasi ... 32

3.2.2. Sampel ... 32

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.4. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 34

3.4.1. Teknik Analisa Data ... 34

3.4.2. Uji Hipotesis ... 41

3.4.2.1.Evaluasi Kriteria Goodnes of Fit ... 41

3.4.2.2.Evaluasi Normalitas ... 43

3.4.2.3.Evaluasi Outliers ... 44

3.4.2.4.Evaluasi Mullticollinearity dan Singularity ... 46

3.4.2.5.Uji Reliabilitas ... 46

3.4.2.6.Uji Validitas ... 47

3.4.2.7.Uji variance Extracted ... 47

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1. Orientasi Kancah di Cafe J.Co ... 50

4.2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 51

(4)

viii

4.4.1. Uji Asumsi Model ... 56

4.4.1.1.Uji Normalitas dan Linieritas ... 56

4.4.1.2.Evaluasi atas Outlier ... 57

4.4.1.3.Deteksi Multicolinierity dan Singularity ... 58

4.4.1.4.Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59

4.4.2. Pengujian Model dengan One Step Approach ... 63

4.4.3. Pengujian Hipoesis dan Hubungan Kausal ... 65

4.5. Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN . ...

(5)

ix

4.1. Usia subjek penelitian ... 52

4.2. Jenis kelamin ... 52

4.3. Latar belakang Pendidikan subjek ... 53

4.4. Pekerjaan subjek ... 53

4.5. Tanggapan Variabel Kualitas layanan ... 54

4.6. Tanggapan Variabel Kepuasan pelanggan ... 55

4.7. Hasil Uji Normalitas ... 57

4.8. Hasil Pengujian Outlier ... 58

4.9. Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis ... 60

4.10.Pengujian Reliability dan Konsistensi Alpha ... 61

4.11.Pengujian Reliability dan Konsistensi Internal ... 63

4.12.Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices ... 65

4.13.Hasil Uji Kausalitas ... 66

DAFTAR GAMBAR

(6)
(7)

xi

Kresna Pramitha Yudha

Kondisi perekonomian masyarakat yang belum stabil dan adanya PHK tahun 2007-2008 yang mendorong beberapa masyarakat membuka usaha jasa rumah makan. Selain itu tingkat persaingan yang besar pada usaha rumah makan kelas menengah mendorong pengelola rumah makan meningkatkan kemampuan kreatif, seperti membuat interior desain yang memiliki nilai seni guna menarik pengunjung, membina kemampuan pelayananpada para pramusaji, hingga pada

penyediaan fasilitas Wi-Fi untuk menunjang kualitas layanan pada pelanggan

guna memenuhi kepuasan pelanggan.

Tujuan penelitian uni untuk mengungkap pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan rumah makan yang menyediakan sarana Wi-Fi, melalui pendekatan kuantitatif yang dianalisis dalam studi kausalitas dan eksploratif melalui structural equation modeling, yang mengungkap aspek

reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles terhadap kepuasan

konsumen rumah makan. Analisis data menggunakan aplikasi program structur

equation modeling (SEM).

Hasil analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini dapat dikatakan bahwa indikator reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan

tangibles secara bersama-sama mampu memberikan sumbangan terhadap kepuasan pelanggan dari segi attribute product, service, dan purchase di rumah makan yang menyediakan fasilitas Wi-Fi secara gratis.

Kata kunci : kepuasan pelanggan, kualitas layanan, reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles

(8)

1

1.1.Latar Belakang Masalah

Saat ini ada sedikitnya 954 cafe dan restoran berdiri di Surabaya, tetapi

belum ada pengawasan mutu makanan dan minuman yang disuguhkan kepada

konsumen, sehingga tidak sedikit restoran/ rumah makan yang gulung tikar ketika

banyak informasi beredar tentang makanan berbahaya, dan makanan yang tidak

hygienis. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masalah pengawasan pada rumah

makan, terutama restoran tergolong sangat minim, terutama kemampuan rumah

makan itu sendiri dalam memberikan jaminan mutu pada konsumen. Masalah

pengawasan mutu semestinya dilakukan untuk menjawab kekhawatiran publik

atas nyaman tidaknya suatu produk makanan dan minuman yang di konsumsi di

restoran dan kafe, atau rumah makan lainnya. Menurut informasi dari yayasan

lembaga konsumen indonesia (YLKI) yang dimuat dalam Tempo, Mei 2009

bahwa pemerintah masih lemah terhadap pengawasan, berkaitan dengan

penerapan standardisasi mutu makanan dan minuman, antara lain faktor higienis

dan halal, sehingga aman untuk dikonsumsi.

Selain hal tersebut, banyaknya rumah makan atau cafe - cafe yang berdiri di

Surabaya mendorong pengelola usaha rumah makan, baik restoran sampai

depot-depot baik yang berdiri sendiri sebagai depot-depot maupun di Mall-Mall atau hotel

(9)

guna meningkatkan penjualan, dengan cara memberikan kepuasan pada konsumen

atau pelanggan melalui sistem manajamen mutu.

Peningkatan kualitas produk dan pelayanan dalam manajemen mutu yang

dilakukan oleh pihak pengelola rumah makan cukup bervariasi, mulai dari

mendesain ulang tata ruang (interior), pemberian ruang bermain anak,

menambahkan taman bermain yang alami dengan kolam-kolam ikan, serta

penyediaan sarana teknologi seperti sarana internet, baik melalui komputer (PC)

maupun Wi-Fi. Upaya-upaya yang dilakukan pengelola rumah makan tersebut,

selain menjaring segmen pasar pelanggan yang mencari suasana juga pasar

berdasarkan gaya hidup, seperti segmen masyarakat kelas menengah yang lebih

banyak mobilitas dan berkomunikasi dengan menggunakan laptop.

Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2008), bahwa beberapa rumah

makan di Surabaya memanfaatkan sarana audio-visual technology seperti internet

guna menjaring pelanggan dan memberikan kepuasan serta membentuk pelanggan

loyal. Dari hasil penelitian Ika Saraswati (2008), dan informasi yang diperoleh

dari dinas informasi dan komunikasi kota Surabaya, perkembangan rumah makan

dari tahum 2006 – 2009 mengalami peningkatan apalagi diikuti kondisi krisis

lapangan pekerjaan dan meningkatknya jumlah kasus PHK di Surabaya dan

sekitarnya.

Mengacu pada data yang diperoleh melalui dinas Infokom Kota Surabaya

tahun 2009 data tersebut diketahui bahwa usaha rumah makan dai tahun ke tahun

mengalami peningkatan yang cukup besar, apalagi kondisi perekonomian

(10)

beberapa masyarakat membuka usaha jasa rumah makan. Selain itu, hasil

penelitian Saraswati (2008) menyebutkan bahwa tingkat persaingan yang besar

pada usaha rumah makan kelas menengah mendorong pengelola rumah makan

meningkatkan kemampuan kreatif, seperti membuat interior desain yang memiliki

nilai seni guna menarik pengunjung, sampai pada penyediaan fasilitas Wi-Fi.

Pada data tersebut peneliti mengetahui bahwa adanya sarana pendukung

seperti pemberian layanan dalam bentuk penyedaan internet di beberapa rumah

makan di Surabaya mampu menarik jumlah pengunjung, sehingga setiap bulan

jumlah pengunjung selalu bertambah. Dari data tersebut, peneliti juga mengetahui

bahwa sebagian besar pengunjung adalah pelanggan atau konsumen lama yang

merasa puas dengan adanya sarana tersebut, tetapi juga karena produk yang

ditawarkan serta kemampuan pengelola memberikan layanan (jasa) dirasakan

pelanggan cukup memuaskan.

Menurut Teisl, Levy & Derby (1999) bahwa suatu layanan yang memiliki

fitur atau manfaat memuaskan kebutuhan konsumen dapat disebut sebagai layanan

yang bermutu, demikian pula sebaliknya, layanan yang memiliki fitur atau

manfaat yang tidak memuaskan konsumen dapat disebut sebagai layanan yang

tidak bermutu. Seperti konsumen rumah makan dapat menilai kemampuan suatu

rumah makan dalam memberikan layanan melalui feedback langsung, atau juga

bisa dilihat dari turunnya kunjungan atau pembelian dan konsumen memilih

rumah makan lainnya, meskipun dengan tarif yang relatif lebih mahal namun

(11)

Pada pasar dengan tingkat persaingan usaha yang sangat ketat, mutu dari

suatu layanan yang ditawarkan akan memiliki peranan yang sangat strategis

terhadap perkembangan suatu unit usaha. Mutu yang baik tidak akan dapat diraih

hanya dengan mengandalkan keberuntungan semata, tapi mutlak harus dengan

cara penerapan manajemen bisnis yang baik. Sistem manajemen mutu akan

memberikan kemampuan kepada perusahaan atau organisasi dalam melakukan

kontrol, menciptakan stabilitas, prediktabilitas, dan kapabilitas suatu usaha.

Dengan adanya sistem mutu diharapkan suatu unit usaha akan lebih terbantu

dalam mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan mutu produk atau layanan

yang disediakan secara ekonomis. Sebagai pengguna suatu layanan jasa tentunya

konsumen akan merasa sangat terganggu dan kecewa ketika layanan yang

diperoleh tersebut ternyata memiliki kualitas yang sangat buruk, tidak layak, tidak

cocok dan mengecewakan.

Dalam penelitian awal yang dilakukan di beberapa rumah makan, yaitu di

“J.Co” Surabaya Plasa, melalui angket yang diberikan pada masing 5 pelanggan

rumah makan dapat diketahui alasan dan intensitas mengunjungi sebagai berikut.

Tabel.1.1.

Intensitas Kunjungan Konsumen

Alasan Mengunjungi Rumah Makan

1/minggu 2-3/minggu 1x/bulan

f % f % f %

Suasananya bersih dan

menyenangkan 2 3% 3 5% 7 11%

Memanfaatkan internet gratis 4 6% 14 22% 5 8%

Percaya pada kualitas kesehatan

produk yang dijual 6 10% 5 8% 8 13%

Pelayanan memuaskan 1 2% 4 6% 4 6%

Jumlah 13 21% 26 12% 24 38%

(12)

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden rumah makan yang memiliki intensitas kunjungan cukup tinggi,

yaitu 2 - 3 per minggu sebanyak 22% menyatakan salah satu alasan mengunjungi

rumah makan tersebut karena adanya fasilitas internet gratis melalui Wi-Fi. Hal

ini dapat dikatakan bahwa penyediaan fasilitas Wi-Fi dipandang dapat

meningkatkan volume pengunjung rumah makan, atau merupakan salah satu

usaha atau pendekatan yang dilakukan perusahaan guna mencapai kepuasan pada

pelanggan, dengan meningkatkan mutu pelayanan melalui pendekatan service

triangle, yaitu suatu model interaktif manajemen pelayanan yang menghubungkan

antara perusahaan dengan pelanggannya (Albrecht, 1982 dalam Yamit, 2005:23).

Goetsch Davis, 1986 (dalam Yamit, 2005 : 8) membuat definisi kualitas

yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang

berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan. Hal tersebut sesuai dengan informasi yang

diperoleh peneliti dalam survey pendahuluan, seperti di cafe “J.Co” setelah

memberikan layanan internet Wi-Fi pada 3 bulan pertama kunjungan meningkat

dan mencapai rata-rata 7% - 10% per bulan, sehingga manajemen sempat meng up

date program layanan internet terbaru yang lebih cepat processing-nya. Hal ini

dilakukan untuk menanggapi komplain pelanggan bahwa loading internet di cafe

tersebut lambat, sehingga proses up load selesai bersamaan dengan baterai laptop

habis. Demikian pula di beberapa rumah makan yang tidak menyediakan fasilitas

saluran listrik untuk laptop pada pelanggan memilih meng up date program

(13)

Deskripsi data yang telah dikemukakan, menunjukkan bahwa kualitas

layanan memiliki peranan penting tehadap perkembangan dan kelanjutan suatu

usaha, terutama usaha dibidang jasa rumah makan. Kualitas layanan yang

diberikan rumah makan akan menjadi jaminan bagi kelangsungan hidup rumah

makan tersebut, terutama layanan yang bersifat total dan berkualitas. Total quality

service, atau pelayanan mutu terpadu adalah kemampuan perusahaan untuk

memberikan pelayanan berkualitas kepada orang yang berkepentingan dengan

pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan, pegawai dan pemilik.

Pengukuran kualitas yang dikemukakan oleh Zeithaml, Berry dan

Parasuraman, 1989 (dalam Tjiptono, 2005), tersebut berpengaruh pada harapan

pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kenyataannya pelanggan

menerima pelayanan melebihi harapannya, maka pelanggan akan mengatakan

pelayanannya berkualitas dan jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan

kurang atau sama dari harapannya, maka pelanggan akan mengatakan

pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan.

Hal tersebut dapat diatas menurut Teisl, Levy & Derby (1999) bahwa

kepuasan konsumen adalah proses yang dapat diukur melalui perhatian dan

interpretasi konsumen terhadap suatu produk atau barang setelah melakukan suatu

transaksi pembelian terhadap makanan. Kepuasan tersebut akan ditandai dengan

perilaku konsumen yang menilai secara langsung suatu produk dari segi

kebersihan dan jenis bahan yang dicampur pada makanan, serta pelayanan yang

diberikan produsen, termasuk fasilitas yang dapat digunakan konsumen

(14)

Berkaitan dengan deskripsi di atas, peneliti perlu mengkaji lebih jauh

bagaimana efek penerapan manajemen mutu pelayanan yang meliputi reliability,

responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles terhadap kepuasan konsumen

rumah makan yang menyediakan layanan internet di Surabaya melalui studi

kausalitas.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

Apakah ada pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan cafe J.Co

yang menyediakan fasilitas internet (wifi) ?

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan

pelanggan di cafe J.Co yang menyediakan fasilitas internet di Surabaya.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi menejemen rumah makan yang menyediakan layanan internet agar dapat

lebih mengerti dan memahami apa yang benar-benar diharapkan dari

konsumen, serta dapat dipakai sebagai dasar penentuan strategi pemasaran

usaha rumah makan di Surabaya.

2. Bagi Pengelola Rumah Makan

a. Diharapkan dapat menemukan metode-metode yang lebih tepat, serta

diketahui kemungkinan adanya variabel lain yang dapat mempengaruhi

(15)

b. Sebagai input atau bahan masukan untuk perbaikan kualitas pelayanan

guna memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga dapat menentukan

langkah-langkah selanjutnya yang diambil dalam mengukur

(16)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Ika Saraswati (2008:74) dalam penelitian tentang pengaruh informasi BP

POM terhadap minat pembelian, pembelian ulang, dan kepuasan konsumen

terhadap kesadaran konsumen pada makanan sehat menunjukkan hasil bahwa

kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan tidak memberikan dampak positif

terhadap kesadaran konsumen, sedangkan kepuasan konsumen memiliki

korelasi positif dengan pembelian ulang, terutama pada konsumen makanan

cepat saji dan konsumen pedagang K5. Dalam bab pembahasan penelitian

tersebut disebutkan bahwa masalah kepercayaan konsumen (reliability product)

dan aspek pelayanan (personal traits) mampu memberikan jaminan (assurance)

yang mendorong konsumen untuk tetap melakukan pembelian meskipun

informasi tentang makanan tidak sehat (countaminate) pada produk daging

(ayam dan sapi) diberitakan secara terus menerus dalam kurun waktu lebih dari

3 bulan dengan durasi pemberitaan yang cukup tinggi.

Penelitian Rigdon, J. Ackerley (2005:461) tentang Food Standards

Agency 2003 survey reveals consumer attitudes towards food, menunjukkan

hasil bahwa mutu suatu produk dan jasa pelayanan mampu memberikan

kepercayaan pada konsumen untuk tetap melakukan pembelian, yang hal

tersebut disebabkan kepuasan konsumen terhadap kemampuan perusahaan

(17)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Kepuasan Konsumen

Menurut Mowen, 1991 (dalam Bennington, Lynne, Cummane, James

& Conn, Paul, 2000:96-124), “Consumersatisfaction is defined as the overall

attitude regarding a goods or service after its acquisition and use”, atau dapat

diartikan bahwa kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap pelanggan

setelah memperoleh dan menggunakan produk atau layanan. Sikap yang

menunjukkan kepuasan konsumen diketahui dari pasca pembelian jasa, yaitu

(1) Jika jasa yang dirasakan berada di bawah jasa yang diharapkan, pelanggan

akan kecewa, dan (2) jika jasa yang dirasakan memenuhi atau melebihi jasa

yang diharapkan, pelanggan akan cenderung menggunakan penyedia jasa

tersebut lagi (Kotler, 2006:.382).

Kotler (2004:9) menyatakan bahwa “Customer satisfaction is a key

influence on future buying behavior. Satisfied customers buy again and tell

others about their good experiences. Lebih lanjut Kotler (2004:17)

mengemukakan bahwa “Dissatisfied customers often switch to competitors

and disparage the product to others”. Customer satisfaction is the extent to

which a product’s perceived performance matches a buyer expectations, yang

dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat kesesuaian antara

kinerja produk yang dirasakan dengan harapan pembeli. Badan usaha yang

dapat memberikan kepuasan kepada pelanggannya maka pembelian ulang atas

produk atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut akan terus terjadi.

(18)

mengurangi jumlah pelanggan yang beralih pada penyedia produk atau jasa

yang lain dan biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal jika

dibandingkan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada.

Kepuasan konsumen atau pelanggan menurut Michail Dutka, 1993

(dalam Rangkuti:37) “Customer satisfaction is the ability of good or services

to meet or exceeded buyer needs and expectations”, yang dapat diartikan

bahwa kepuasan pelanggan kemampuan dari produk atau jasa untuk

memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan pembeli. Menurut Kotler

(2004:48) “The better approach to customer retention is to deliver high

customer satisfaction”. Hal ini dapat diartikan bahwa pendekatan terbaik

untuk mempertahankan pelanggan adalah dengan memberikan kepuasan

pelanggan yang tinggi.

Berdasarkan beberapa konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa

kepuasan pelanggan adalah sebuah kunci untuk mempengaruhi perilaku

pembelian pada masa yang akan datang. Pelanggan yang merasa puas akan

kembali membeli lagi dan akan mengatakan kepada orang lain tentang

pengalaman baik mereka. Pelanggan yang merasa tidak puas sering berpindah

kepada kompetitor dari produk atau jasa yang sekarang dan sering

meremehkan produk tersebut kepada orang lain.

2.2.2. Faktor Mempengaruhi Kepuasan Konsumen

Apa saja konsep yang dapat dipakai untuk pengukuran kepuasan

(19)

menyebutkan 6 konsep yang umum dipakai untuk mengukur kepuasan

pelanggan dan konsumen, yaitu :

a. Kepuasan pelanggan keseluruhan. Caranya, yaitu dengan menanyakan

pelanggan mengenai tingkat kepuasan atas jasa yang bersangkutan serta

menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan

keseluruhan atas jasa yang mereka terima dari para pesaing.

b. Dimensi kepuasan pelanggan. Prosesnya melalui empat langkah.

1) Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan.

2) Kedua, meminta pelanggan rnenilai jasa perusahaan berdasarkan

item-item spesifik seperti kecepatan layanan, atau keramahan staf pelayanan

terhadap pelanggan.

3) Ketiga, meminta pelanggan menilai jasa pesaing berdasarkan item-item

spesifik yang sama.

4) Keempat, meminta pelanggan menentukan dimensi-dimensi yang

menurut mereka ada di kelompok penting dalam menilai kepuasan

pelanggan keseluruhan.

c. Konfirmasi harapan. Pada cara ini, kepuasan tidak diukur secara langsung,

namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian dan ketidak sesuaian antara

harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa yang dijual perusahaan.

d. Minat pembelian ulang, bahwa kepuasan pelanggan diukur berdasarkan

apakah mereka akan mengadakan pembelian ulang atas hasil jasa yang sama

(20)

e. Kesediaan untuk merekomendasi. Cara ini merupakan ukural yang penting,

apalagi bagi jasa yang pembelian ulangnya relatif lama, seperti jasa

pendidikan tinggi.

f. Ketidakpuasan pelanggan, dapat dikaji misalnya dalam hal komplain, biaya

garansi, word of mouth yang negatif, serta defections.

2.2.3. Pengukuran Kepuasan Konsumen

Michail Dutka, 1993 (dalam Rangkuti, 2006:41) menjelaskan indikator

yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yang secara

umum meliputi :

1. Attribute related to the product, yang meliputi : (a) Value price

relationships, yaitu hubungan antara nilai yang diperoleh dengan harga

yang dibayarkan oleh pelanggan. (b) Product quality, yaitu pengukuran

dari beberapa keterangan atribut-atribut yang dimiliki oleh sebuah produk.

(c) Product features, yaitu sebuah fakta atau spesifikasi teknik tentang

sebuah produk. (d) Range of product or service, yaitu macam jenis produk

atau jasa yang ditawarkan oleh badan usaha kepada pelanggan. (e) Product

benefit, yaitu manfaat atau nilai yang diberikan kepada pelanggan oleh

product feature. (f) Product design, yaitu bagaimana produk tersebut di

desain yang dapat menyenangkan pelanggan untuk dilihat dan mudah

dibuka, pemasangan, penggunaan, diperbaiki, dan di buang. (g) Product

reliability, yaitu pengukuran dari probabilitas sebuah produk tidak akan

mengalami kegagalan pemakaian di dalam periode waktu yang spesifik.

(21)

2. Attribute related to the service, yang meliputi : (a) Guarantee, yaitu

jaminan atas produk yang dapat dikembalikan jika tidak memuaskan. (b)

Delivery, yaitu menunjukkan kecepatan dan ketepatan proses pengiriman

produk atau jasa kepada pelanggan. (c) Compliant Handling, yaitu

penanganan terhadap keluhan-keluhan pelanggan oleh badan usaha. (d)

Resolution of Problem, yaitu kemampuan badan usaha untuk membantu

memecahkan masalah yang dialami pelanggan.

3. Attributes related to the purchase, yang meliputi : (a) Communication,

yaitu cara atau proses penyampaian informasi yang dilakukan oleh

karyawan badan usaha kepada pelanggan. (b) Company reputation, yaitu

reputasi badan usaha berkaitan kredibilitasnya yang dapat mempengaruhi

keputusan pembelian. (c) Company competence, yaitu service knowladge

yang dimiliki oleh karyawan badan usaha untuk memberikan layanan yang

baik kepada pelanggan. (d) Ease or convenience of acquisition, yaitu

kemudahan badan usaha dalam menyediakan produk dan perolehan jasa

yang tujuannya diberikan pada pelanggan. (e) Courtesy, yaitu kesopanan,

rasa hormat dan keramahan karyawan dalam menangani pelanggan.

2.3. Kualitas Layanan

2.3.1. Prinsip Kualitas Layanan

Membicarakan tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda

makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat

tergantung pada konteksnya. Banyak pakar dibidang kualitas yang mencoba

(22)

Beberapa diantaranya yang paling populer adalah yang dikembangkan oleh tiga

pakar kualitas tingkat internasional, yaitu mengacu pada pendapat Demings,

et.al, 1989 (dalam Yamit, 2005 : 7).

Deming mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan

dan keinginan konsumen, sedangkan Michail Crosby (1982) (dalam Yamit,

1996 : 337) mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan

kesesuaian terhadap persyaratan Juran mendefinisikan kualitas sebagai

kesesuaian terhadap spesifikasi, jika dilihat dari sudut pandang produsen.

Sedangkan secara obyektif kualitas menurut Juran, (dalam Yamit, 2005 : 337)

adalah suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja

(performance), kendalannya (reliability), kemudahan pemeliharaan

(maintainability ) dan karakteristiknya dapat diukur.

George Davis, 1982 (dalam Yamit, 2005 : 8) membuat definisi kualitas

yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis

yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Davis ini

menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir,

yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas

lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas

tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.

Menurut Guiltinan, Josef & Gordon (2002:18) kualitas totalitas dari

karakteristik suatu produk (barang dan atau jasa) yang menunjang kemampuan

(23)

sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau kesesuaian terhadap

persyaratan atau kebutuhan. Perusahaan jasa dan pelayanan lebih menekankan

pada kualitas proses, karena konsumen biasanya terlibat langsung dalam proses

tersebut. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk lebih menekankan

pada hasil, karena konsumen umumnya tidak terlibat secara langsung dalam

prosesnya. Untuk itu diperlukan sistem manajemen kualitas yang dapat

memberikan jaminan kepada pihak konsumen bahwa produk tersebut dihasilkan

oleh proses yang berkualitas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa penerapan

manajemen mutu adalah usaha-usaha yang sistematis dilakukan oleh produsen

dengan mengikuti prosedur dan standar baku mutu yang telah ditetapkan dan

diakui oleh suatu lembaga sertifikasi guna menciptakan kepuasan pada

pelanggan.

2.3.2. Pendekatan Studi tentang Kualitas Layanan

Joan Garvin, 1986 (dalam Yamit, 2005 : 9-10) mengidentifikasikan lima

pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan para praktisi bisnis, yaitu :

1. Transcendental Approach, yaitu kalitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu

yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan

maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti

musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan,

perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan

pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi),

(24)

tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk

dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas.

2. Product-based Approach, yaitu kalitas dalam pendekatan ini adalah suatu

karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas

mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara

objektif, tetapi pendekatan ini dapat menjelaskan perbedaan dalam selera

dan preferensi individual.

3. User-based Approach, yaitu kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada

pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan

produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan

selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.

Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda

memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas

bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.

4. Manufacturing-based Approach, yaitu kualitas dalam pendekatan ini adalah

bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan

kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance

quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi

yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang

menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan

bukan konsumen yang menggunakannya.

5. Value-based Approach, yaitu kualitas dalam pendekatan ini adalah

(25)

affordable excellence ”. Karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat

relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu

produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk

yang paling tepat dibeli.

Meskipun sulit mendefinisikan kualitas dengan tepat dan tidak ada

definisikualitas yang dapat diterima secara universal, dari perspektif Garvin

tersebut dapat bermanfaat dalam mengatasi konflik-konflik yang sering timbul

diantara para manajer dalam departemen fungsional yang berbeda. Misalnya,

departemen pemasaran lebih menekankan pada aspek keistimewaan, pelayanan,

dan fokus pada pelanggan. Departemen perekayasaan lebih menekankan pada

aspek spesifikasi dan pada pendekatan product-based. Sedangkan departemen

produksi lebih menekankan pada aspek spesifikasi dan proses. Menghadapi

konflik seperti ini sebaiknya pihak perusahaan menggunakan perpaduan antara

beberapa perspektif kualitas dan secara aktif selalu melakukan perbaikan yang

berkelanjutan atau melakukan perbaikan secara terus menerus.

2.3.3. Prinsip Penerapan Kualitas Layanan

Menurut Rangkuti (2006 : 15-16) menentukan kualitas produk harus

dibedakan antara produk manufaktur atau barang (goods) dengan produk

layanan (service) karena keduanya memilki banyak perbedaan. Menyediakan

produk layanan (jasa) berbeda dengan menghasilkan produk manufaktur dalam

beberapa cara. Perbedaan tersebut memiliki implikasi penting dalam manajemen

(26)

1. Kebutuhan konsumen dan standar kinerja sering kali sulit diidentifikasi dan

diukur, sebab masing-masing konsumen mendefinisikan kualitas sesuai

keinginan mereka dan berbeda satu sama lain..

2. Produksi layanan memerlukan tingkatan “customization atau individual

customer ” yang lebih tinggi dibanding manufaktur Dalam manufaktur

sasarannya adalah keseragaman. Dokter, ahli hukum, personal penjualan

asuransi, dan pelayanan restoran, harus menyesuaikan layanan mereka

terhadap konsumen individual.

3. Output sistem layanan tidak terwujud, sedangkan manufaktur berwujud.

Kualitas produk manufaktur dapat diukur berdasar spesifikasi desain,

sedangkan kualitas layanan pengukurannya subyektif menurut pandangan

konsumen, dikaitkan dengan harapan dan pengalaman mereka. Produk

manufaktur jika rusak dapat ditukar atau diganti, sedangkan produk layanan

harus diikuti dengan permohononan maaf dan reparasi.

4. Produk layanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersama – sama,

sedangkan produk manufaktur diproduksi sebelum dikonsumsi. Produk

layanan tidak bisa disimpan atau diperiksa sebelum disampaikan kepada

konsumen.

5. Konsumen seringkali terlibat dalam proses layanan dan hadir ketika layanan

dibentuk, sedangkan produk manufaktur dibentuk diluar keterlibatan

langsung dari konsumen. Misalnya konsuman restoran layanan cepat

(27)

makanan sendiri kemeja, dan diharapakan membersihkan meja ketika

setelah makan..

6. Layanan secara umum padat tenaga kerja, sedangkan manufaktur lebih

banyak padat modal. Kualitas interaksi antara produsen dan konsumen

merupakan faktor vital dalam penciptaan layanan. Misalnya kualitas layanan

kesehatan tergantung interaksi pasien, perawat, dokter, dan petugas

kesehatan lain. Di sini perilaku dan moral pekerja merupakan hal yang kritis

dalam menyediakan kualitas layanan.

7. Banyak organisasi layanan harus menangani sangat banyak transaksi

konsumen. Misalnya pada hari-hari tertentu, sebuah bank mungkin harus

memproses jutaan transaksi nasabah pada berbagai kantor cabang dan mesin

bank atau barangkali Perusahaan jasa kiriman harus menangani jutaan paket

kiriman diseluruh dunia.

Pendekatan pertama dikemukakan oleh Schiler M. Albrecht, 1980 (dalam

Yamit, 2005 : 23) yang mendasarkan pendekatan pada dua konsep pelayanan

berkualitas, dan Efendi Soetjipto, 1997 (dalam Yamit, 2005 : 23) menambahkan

penjelasan bahwa total quality service dapat diterjemahkan sebagai layanan

mutu terpadu. Total quality service, atau pelayanan mutu terpadu adalah

kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada orang

yang berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan,

pegawai dan pemilik. Albrecht (dalam Yamit, 2005 : 24) mengemukakan bahwa

(28)

a. Market and customer research adalah penelitian untuk mengetahui struktur

pasar, segmen pasar, demografis, analisis pasar potensial, analisis kekuatan

pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan atas pelayanan yang

diberikan.

b. Strategy formulation adalah petunjuk arah dalam memberikan pelayanan

berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahan dapat mempertahankan

pelanggan bahkan dapat meraih pelanggan baru.

c. Education, training and cummunication adalah tindakan untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu memberikan

pelayanan berkualitas, mampu memahami keinginan dan harapan pelanggan.

d. Process improvement adalah desain ulang berkelanjutan untuk

menyempurnakan proses pelayanan, konsep P-D-C-A dapat diterapkan

dalam perbaikan proses pelayanan berkelanjutan ini.

e. Assessment, measurement and feedback adalah penilaian dan pengukuran

kinerja yang telah dicapai oleh karyawan atas pelayanan yang telah

diberikan kepada pelanggan. Penilaian ini menjadi dasar informasi balik

kepada karyawan tentang proses pelayanan apa yang perlu diperbaiki, kapan

harus diperbaiki dan dimana harus diperbaiki.

Pendekatan kedua adalah conceptual model of service quality yang

dikemukakan oleh tiga tiga orang akademisi Amerika dengan nama PBZ yang

merupakan singkatan dari tiga nama penemunya, yaitu Parasuraman, Berry and

Zaithaml. Jasa pada dasarnya memiliki tujuan yang hampir sama dengan

(29)

penambahan nilai untuk kepuasan dan loyalitas pelanggan. Beberapa pendapat

tentang pengertian jasa, yaitu menurut Traupman, G Stanton (1992 : 220) jasa

adalah semua kegiatan atau aktivitas yang dapat diidentifikasikan secara

tersendiri yang pada hakikatnya bersifat tak bisa diraba (intangible) yang

merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk

atau jasa lain.

2.3.4. Pengukuran Kualitas Layanan

Philip Kotler (2004 : 486) merumuskan kualitas jasa layanan sebagai

setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada

pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan

kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu

produk fisik, sedangkan menurut tingkat kepentingannya terdapat lima penentu

mutu jasa pelayanan, sebagai berikut:

1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan

dengan tanggap kebutuhan dan memuaskan serta sesuai dengan telah yang

dijanjikan. Hal tersebut dibuktikan dengan penyediaan fasilitas seperti yang

dijanjikan, misalkan adanya fasilitas Wi-Fi. Selain itu juga dapat

memberikan kepuasan pada konsumen ketika memanfaatkan sarana yang

disediakan, misalkan sarana Wi-Fi tidak sering trouble.

2. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu

para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

Responsiveness, tersebut dapat diketahui dari adanya kemauan membantu

(30)

dapat memberi layanan dengan cepat, misalkan sambil membantu

menangani kebutuhan konsumen juga diikuti dengan menyajikan pesanan

dengan cepat dan tepat.

3. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun

lebih merasa mantap. Hal tersebut dapat dapat diukur dengan memberikan

kesempatan jika konsumen meminta informasi tentang bahan, rumah makan

dapat menjamin bahwa semua produk yang dijual tidak berbahaya bagi

kesehatan tubuh, dan pelayan dapat bersikap ramah yaitu petugas mampu

berperilaku sopan, dan bersahaja, serta penampilan yang rapi dan bersih.

4. Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan

pelanggan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kemampuan

berkomunikasi dengan baik, seperti dapat bersikap akrab. Selain itu juga

memberi perhatian dengan tulus, seperti memberikan sambutan, tegur sapa

yang baik, memberi bantuan jika dibutuhkan, dan murah senyum, serta dapat

memahami kebutuhan pelanggan, termasuk menyediakan tenaga ahli yang

dapat membantu pelanggan mempergunakan internet Wi-Fi.

5. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

pegawai, dan sarana komunikasi. Hal ini dapat doketahui dari adanya

alat-alat saji yang bersih dan cukup menarik, dan suasana di lingkungan rumah

(31)

ruang yang segar, serta sarana komunikasi yang dapat dimanfaatkan oleh

pelanggan, seperti telepon umum dan internet Wi-Fi.

Pengukuran kualitas yang dikemukakan oleh Zeithaml, Berry dan

Parasuraman tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan yang

mereka terima. Jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan melebihi

harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya berkualitas dan

jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan kurang atau sama dari

harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya tidak berkualitas

atau tidak memuaskan.

Pengukuran kualitas diatas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis

untuk mengetahui apakah ada kesenjangan (gap) atau perbedaan antara harapan

pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Harapan pelanggan sama dengan

keinginan pelanggan yang ditentukan oleh informasi yang mereka terima dari

mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi

eksternal melalui iklan dan promosi. Jika kesenjangan antara harapan dan

kenyataan cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak

(32)

Gambar.1 Bagan Structural Equation Modeling

Kesesuaian Price relationship

(33)

26

2.5. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang sifatnya sementara dan masih

dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan rumusan permasalahan dan temuan di

atas hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu ;

”Ada pengaruh positif yang signifikan antara kualitas pelayanan terhadap

(34)

27

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dimaksud dengan definisi operasional dan pengukuran tiap variabel

penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, antara lain :

Variabel bebas (X) : kualitas layanan

Variabel terikat (Y) : kepuasan pelanggan

Untuk menghindari adanya overlaping pada masing-masing indikator,

antara penerapan manajemen mutu dengan indikator kepuasan pelanggan,

maka dalam sub indikator dari indikator kepuasan pelanggan yang telah ada

dalam indikator manajemen mutu tidak akan digunakan.

3.1.1. Kualitas layanan

Kualitas layanan adalah usaha-usaha yang sistematis dilakukan oleh

produsen dengan mengikuti prosedur dan standar baku mutu yang telah

ditetapkan dan diakui oleh suatu lembaga sertifikasi guna menciptakan

kepuasan pada pelanggan. Penerapan kualitas layanan dalam penelitian ini

menggunakan konsep dari Philip Kotler dan Bagyo, A Susanto (2000 : 486)

yang akan diukur dari indikator sebagai berikut.

X1 : Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan rumah makan dalam

memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan sesuai dengan

(35)

X1.1 : pemberian layanan sesuai yang dijanjikan, yakni pengelola rumah

makan dapat memberikan layanan sesuai dengan apa yang

dijanjikan dalam promosi, seperti adanya fasilitas Wi-Fi.

X1.2 : memuaskan, yaitu konsumen dapat menikmati layanan tanpa ada

masalah dengan fasilitas yang disediakan, misalkan ketika

menggunakan Wi-Fi tidak sering trouble.

X2 : Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para karyawan untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan secara tanggap,

yang memiliki sub indikator sebagai berikut.

X2.1 : kemauan membantu pelanggan, yakni adanya kemauan petugas

rumah makan untuk membantu dan memudahkan kesulitan

pelanggan, misalkan menempatkan adaptor ke stop kontak.

X2.2 : memberi layanan cepat, yakni petugas dapat menyajikan pesanan

pelanggan dengan cepat dan tepat.

X3 : Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan

sifat dapat dipercaya yang dimiliki para karyawan, dan menjamin

makanan bebas dari bahaya atau, yang memiliki sub indikator sebagai

berikut.

X3.1 : dapat dipercaya pelanggan, bahwa pelanggan dapat mempercayai

bahwa produk yang ditawarkan rumah makan tersebut dari

(36)

X3.2 : menjamin yang dikonsumsi sehat, rumah makan dapat menjamin

bahwa semua produk yang dijual tidak berbahaya bagi kesehatan

tubuh.

X3.3 : keramahan dan kesopanan, yakni rumah makan memiliki petugas

pemberi layanan yang mampu berperilaku sopan, ramah, dan

bersahaja, serta penampilan yang rapi dan bersih.

X4 : Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan

pelanggan, yang memiliki sub indikator sebagai berikut.

X4.1 : dapat berkomunikasi dengan baik, yakni petugas pemberi layanan

mampu berkomunikasi dengan baik, dan dapat bersikap akrab.

X4.2 : memberi perhatian dengan tulus, yakni petugas layanan rumah

makan memberikan sambutan, tegur sapa yang baik, memberi

bantuan jika dibutuhkan, dan murah senyum.

X4.3 : memahami kebutuhan pelanggan, bahwa rumah makan dapat

memahami kebiasaan dan kesukaan pelanggan dengan

menyediakan sesuatu yang menjadi daya tarik bagi pelanggan,

termasuk menyediakan tenaga ahli yang dapat membantu

pelanggan mempergunakan internet Wi-Fi.

X5 : Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

kebersihan dan kerapihan karyawan, dan sarana komunikasi, yang

(37)

X5.1 : alat saji hidangan memadai, bahwa rumah makan dalam

menyajikan layanan produk menggunakan alat-alat saji yang

bersih dan cukup menarik.

X5.2 : lingkungan bersih dan nyaman, bahwa suasana di lingkungan

rumah makan dapat dirasakan kenyamanannya karena kebersihan

yang terjaga dan ruang yang segar.

X5.3

3.1.2. Kepuasan pelanggan

: sarana komunikasi memadai, yakni tersedianya saluran komunikasi

yang dapat dimanfaatkan oleh palanggan, seperti telepon umum

dan internet Wi-Fi.

Pertanyaan dalam skala penerapan manajemen mutu dalam penelitian

ini akan diberikan kepada konsumen atau pelanggan rumah makan di

Surabaya. Penilaian penerapan manajemen mutu oleh konsumen untuk

mengetahui hasil atau output kebijakan mutu secara objektif, yakni diukur

oleh orang lain. Untuk pernyataan tertutup digunakan skala Likert yang berisi

4 (empat) pilihan jawaban, mulai dari, sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan

sangat tidak setuju dengan pernyataan pada item pernyataan.

Konsep yang digunakan untuk pengukuran kepuasan pelanggan adalah

dari Dutka (dalam Kotler, 2004: 41) dengan atribut-atribut pembentuk yang

digunakan sebagai indikator pengukuran kepuasan pelanggan, yang secara

operasional masing-masing indikator memiliki sub indikator sebagai berikut.

(38)

Y1.1 : Value price relationships, yaitu persepsi pelanggan terhadap

perbedaan antara nilai yang diperoleh dengan harga (price) yang

dibayarkan oleh pelanggan.

Y1.2 : Product quality, yaitu penilaian pelanggan terhadap beberapa

atribut-atribut produk yang dijual oleh rumah makan.

Y1.3 : Product features, persepsi pelanggan terhadap realitas teknis

pemberian layanan jasa dalam suatu proses pembelian.

Y2 : Attribute related to the service, yang meliputi :

Y2.1 : Delivery, yaitu menunjukkan kecepatan dan ketepatan proses

pengiriman pesanan kepada pelanggan.

Y2.2 : Compliant handling, yaitu penanganan terhadap keluhan-keluhan

pelanggan oleh rumah makan.

Y2.3 : Resolution of problem, yaitu kemampuan karyawan untuk membantu

memecahkan masalah yang dialami pelanggan berkaitan dengan

layanan.

Y3 : Attributes related to the purchase, yang meliputi :

Y3.1 : Communication, yaitu cara atau proses penyampaian informasi yang

dilakukan oleh karyawan rumah makan kepada pelanggan.

Y3.3 : Company competence, yaitu service knowledge yang dimiliki oleh

karyawan rumah makan untuk memberikan layanan yang baik

kepada pelanggan.

Y3.5 : Courtesy, yaitu kesopanan, rasa hormat dan keramahan karyawan

(39)

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik satu kesimpulan

(Lawarance,W. Newman, 2002:90). Dalam penelitian ini, area populasi

penelitian ditetapkan di Surabaya dan diketahui dari tahun 2008 bahwa jumlah

penduduk berusia 17 tahun ke atas yang menjadi pelanggan di cafe J.Co

Surabaya Plasa.

Dasar pertimbangan pengambilan sampel pada pelanggan berusia 18

tahun ke atas mengacu pada konsep segmentasi pasar pelanggan rumah makan

yang mempertimbangkan segmentasi pasar pembelian laptop, dan gaya hidup

konsumen cafe di Surabaya.

3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Jadi sampel adalah bagian dari populasi (Newman, 2002:91).

Sampel merupakan jumlah dari populasi yang akan diambil, maka sampel

dalam penelitian ini adalah pelanggan cafe J.Co Surabaya Plasa dengan

karakteristik sebagai berikut.

1. Masyarakat Surabaya dan berusia 18 tahun ke atas

2. Dapat mengoperasikan program internet atau memiliki intensitas yang

cukup dalam memanfaatkan sarana internet.

(40)

Sampel penelitian akan diambil dari pengunjung rumah makan atau

lebih dikenal sebagai cafe yang dalam area tersebut disediakan sarana internet,

yaitu di cafe J.Co di Surabaya Plaza. Teknik penarikan sampel dilakukan

menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan

dengan cara menentukan syarat-syarat terlebih dahulu sesuai dengan

kebutuhan penelitian (Sutrisno Hadi, 2000:47).

Pedoman pengukuran sample menurut Adrianto, S Ferdinand (2002 :

48) :

a. 100-200 sampel untuk teknik maximum Likelihood Estimation, atau

tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah

5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.

b. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel

laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. Bila terdapat 20

indikator, besarnya sampel adalah 100-200. Sedangkan jenis pengambilan

sample didasari oleh analisis SEM bahwa besarnya sample yaitu 5-10 kali

parameter yang diestimasi

Pedoman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 – 10 kali jumlah

parameter yang diestimasi (22 × 5 parameter), yaitu 110 responden.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Jenis-jenis data yang diperlukan dalam penyusunan analisis data

(41)

langsung oleh peneliti dalam proses penelitian melalui instrumen penelitian atau

alat pengumpulan data (Newman, 2002:45).

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian

ini adalah data primer yang diambil melalui Questionery (angket), yaitu dengan

menyusun pernyataan yang diisi secara langsung oleh responden.

Angket tertutup (closed questionery), yaitu adalah angkat yang alternatif

jawabannya telah disediakan, yang digunakan untuk mengukur variabel

tergantung. Pernyataan dalam skala tersebut disusun dengan menggunakan

skala Likert yaitu berupa butir pernyataan dengan 5 alternatif pilihan jawaban.

Tabel.3.1. Skor pernyataan tertutup

Pernyataan Kode Nilai

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju SS 5 1

Setuju S 4 2

Kurang Setuju KS 3 3

Tidak Setuju TS 2 4

Sangat Tidak Setuju STS 1 5

Angket terbuka, digunakan untuk mengetahui identitas responden dan

mengetahui frekuensi kunjungan ke rumah makan, dan memanfaatkan

sarana-sarana yang diberikan rumah makan.

3.3. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis

3.4.1 Teknik Analisis Data

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

(42)

reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles dan kepuasan

pelanggan menggunakan Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran pengaruh

masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan

koefisien jalur. Langkah-langkah dalam analisis SEM model pengukuran

dengan contoh faktor Reliability dilakukan sebagai berikut :

Persamaan Dimensi Faktor Motivasi individu:

X1.1 = λ1 Reliability + er_1

X1.2

Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Faktor Reliability

Keterangan :

X11 = pertanyaan tentang ...

X12 = pertanyaan tentang ...

er_j = error term X1j

= λ2 Reliability + er_2

Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model

untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka

model pengukuran dengan contoh Faktor Kepercayaan akan nampak sebagai

berikut:

Demikian juga faktor lain seperti faktor atau variabel lainnya, seperti

responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles, serta indicator dalam

(43)

1. Asumsi Model (Structural EquationModelling)

a.Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas

1)Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau

dengan menggunakan metode statistic.

2)Menggunakan critical ratio yang diperoleh dengan membagi

koefisien sampel dengan standart error-nya dan Skweness value

yang biasa disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik

yang digunakan untuk menguji normalitas sebaran data itu disebut

Z-value. Dengan kriteria penilaian pada tingkat signifikansi 1 %,

jika nilai Z score lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga

bahwa distribusi data adalah tidak normal.

b.Evaluasi atas Outlier

1) Mengamati nilai Z-score : ketentuanya diantara ≥ 3,0 non outlier.

2) Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada

tingkat p < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square (χ) pada df

sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis >

dari nilai χ adalah multivariate outlier.

Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik

yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya

dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel

(44)

c.Deteksi Multicollinierity dan Singularity

Deteksi Multicolinearity dan Singularity dilakukan dengan mengamati

Determinant Matrix Covariance. Dengan ketentuan apabila

determinant sample matrix mendekati angka 0 (kecil), maka terjadi

multikolinearitas dan singularitas.

d.Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah

indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa

yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran

mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk

yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing-masing

indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum.

Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent

variabel/ construct aka diuji dengan melihat loading faktor dari

hubungan antara setiap obseverd variable dan latent variable.

Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan

Variance-extracted. Construct reliability dan Variance-extracted dihitung

dengan rumus berikut :

[Σ Standardize Loading]

Construct Reliability =  2

[[Σ Standardize Loading]2 + Σεj]

Σ [Standardize Loading2]

Variance Extracted = 

(45)

Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj = 1 - (Standardize

Loading)Secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima

adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5 (Hair et.al., 1998).

Standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS 6.00, dengan

melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weigths

terhadap setiap butir sebagai indikatornya.

2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi

terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR

(Critical Ratio) atau p (probability) ang sama dengan nilai t hitung.

Apabila t hitung lebih besar daripada t table berarti signifikan.

3. Pengujian model dengan Two-Step Approach

Dalam model SEM, model pengukuran dan model structural

parameter-parameternya dieliminasi secara bersama-sama. Cara ini

agak mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan fit model.

Kemungkinan terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara

measurement model dan structural model yang diestimasi bersama

(One Step Approach to SEM) yang digunakan apabila model diyakini

bahwa dilandasi teori yang kuat serta validitas dan reliabilitas yang

(46)

4. Evaluasi Model

Hair et.al., (1998) menjelaskan bahwa pola “confirmatory

menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas

hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data

empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data,

maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu

model teotitis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu

poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model “good fit”

atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting

dalam penggunaan structural equation modelling.

Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai

kriteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, Probality, RMSEA, GFI, TLI,

CFI, AGFI, CMIN/ DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data

maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to

(47)

Goodness of Fit Indices

X2 Menguji apakah covariance populasi yang

destimasi sama dengan cova-riance sample [apakah model sesuai dengan data].

-

Chi-Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariace data dan matriks covariance yang diestimasi.

Minimum 0,1 atau 0,2, atau

≥ 0,05

RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada

sample besar. ≤ 0,08

GFI

Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matrtiks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R2

TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap

baseline model. ≥ 0,95

CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitive

terhadap besarnya sample dan kerumitan model. ≥ 0,94

(48)

3.3.2. Pengujian Hipotesis

3.4.2.1. Evaluasi Kriteria Goodnes of Fit

1. X2

Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah

Likelihood Ratio Chi-Square Statistic. Chi-Square ini bersifat sangat

sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karenanya bila

jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200), statistik Chi-Square ini

harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang uji akan dipandang

baik atau memuaskan bila nilai Chi-Square-nya rendah. Semakin

kecil nilai X

-Chi Square Statistic

2

semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah

mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan

data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru

sebuah nilai X2 yang kecil dan tidak signifikan.

X2

2. RMSEA-The Root Mean Square Error Of Approximation

bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap

sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Penggunaan

Chi-Square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100 dan 200.

Bila ukuran sampel ada di luar rentang itu, uji signifikan akan

menjadi kurang reliabel. Oleh karena itu pengujian ini perlu

dilengkapi dengan alat uji yang lain.

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan

mengkompensasi Chi-Square Statistic dalam sampel yang besar.

(49)

diharapkan bila model diestimasi dalam populasi nilai RMSEA yang

lebih kecil atau sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat

diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model

itu berdasarkan Degrgess Of Freedom.

3. GFI-Goodness of Fit Index

GFI adalah analog dari R2

4. AGFI-Adjusted Goodness of Fit Index

dalam regresi berganda. Indeks

kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varian

dalam matrix kovarians sampel yang dijelaskan oleh matrix

kovarians populasi yang terestimasi. GFI adalah sebuah ukuran

non-statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (Poor Fit) samapi

dengan 1.0 (Perfect Fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini

menunjukkan sebuah ‘better fit’.

AGFI = GFI/DF tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah

bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90.

GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi

tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel.

Nilai sebesar 0,95 dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang

baik (Good Overal Model Fit) sedangkan besaran nilai antara

0,90-0,95 menunjukkan tingkatan cukup (Adequate fit).

5. TLI-Tucker Lewis Index

TLI adalah sebuah alternatif incremental fit indeks yang

(50)

model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk

diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,95 dan nilai yang

sangat mendekati 1 menunjukkan A Very Good Fit.

6. CMIN/DF sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat

fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah

statistik Chi-Square, X2 dibagi DF-nya sehingga disebut X2 relatif.

Nilai X2 relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kadang kurang dari 3,0

adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X2

7. CFI-Comparative Fit Index

relatif yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan

antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi.

Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana

semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi

(A Very Good Fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95.

Keunggulan dari indeksi ini besarannya tidak dipengaruhi oleh

ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat

penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan

Relative Noncentrality Indeks (RNI).

3.4.2.2 Evaluasi Normalitas

Sebaran data harus dianalisis untuk mengetahui apakah asumsi

normalitas dipenuhi, sehingga data dapat diolah lebih lanjut pada path

diagram. Untuk menguji normalitas distribusi data yang digunakan dalam

(51)

adalah dengan mengamati skewness value dari data yang digunakan, yang

biasanya disajikan dalam statistic. Nilai statistic untuk menguji normalitas

itu disebut z-value yang dihasilkan melalui rumus berikut ini :

Nilai – z =

N Skewness

6

Dimana nilai N adalah ukuran sampel.

Bila nilai-z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa

distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan

tingkat signifikansi yang dikehendaki. Misalnya, bila nilai yang dihitung

lebih besar dari ± 2.58 berarti kita dapat menolak asumsi mengenai

normalitas dari distribusi pada tingkat 0.01 (1%).

3.4.2.3 Evaluasi Outliers

Outliers merupakan observasi atau data yang memiliki

karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi –

observasi yang lain dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk

sebuah variabel tunggal maupun variabel – variabel kombinasi (hair, et.

al : 1995). Adapun outliers dapat dievaluasi dengan dua cara, yaitu

analisis terhadap univariate outliers dan analisis multivariate outliers

(Hair, et. al., 1995).

a. Univariate Outliers

Deteksi terhadap adanya univariate outliers dapat dilakukan dengan

(52)

dengan cara mengkonservasikan nilai data penelitian ke dalam

standar score atau yang biasa disebut z-score, yang mempunyai nilai

rata – rata nol dengan deviasi sebesar 1,00 (Hair, et. al., 1995).

Pengujian univariate outliers dilakukan per konstruk variabel

dengan program SPSS 12.00, pada menu Descriptive Statistic

Summarise. Observasi data yang memiliki nilai Z-score ≥ 3.0 akan

dikategorikan sebagai outliers.

b. Multivariate Outliers

Evaluasi terhadap Multivariate outliers perlu dilakukan sebab

walaupun data yang dianalisis menunjukkan tidak ada outliers pada

tingkat univariate, tetapi observasi itu dapat menjadi outliers bila

sudah saling kombinasikan.

Jarak Mahalanobis (The Mahalanobis Distence) untuk tiap

observasi dapat dihitung dan menunjukkan jarak sebuah observasi

dari rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional.

Uji terhadap multivariate dilakukan dengan menggunakan kriteria

jarak mahalanobis pada tingkat ρ < 0,001. Jarak mahalanobis itu

dapat dievaluasi dengan menggunakan nilai χ2 pada derajat

kebebasan sebesar jumlah item yang digunakan dalam penelitian dan

apabila nilai jarak Mahalanobisnya lebih dari nilai χ2 table adalah

(53)

3.4.2.4. Evaluasi Mullticollinearity dan Singularity

Utuk melihat apakah pada data penelitian terhadap multikolineratitas

(Multicollinearity) atau singularitas (Singularity) dalam kombinasi –

kombinasi variabel, maka yang perlu diamati adalah dterminan dari matriks

kovarians sampelnya. Determinan yang kecil atau mendekati nol akan

mengindikasikan adanya multikolinearitas atau singularitas sehingga data itu

tidak dapat digunakan untuk penelitian (Ferdinand, 2002 :108).

3.4.2.5 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator

– indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing

– masing indikator mengindikasikan sebuah konstruk / faktor laten yang

umum. Dengan kata lain bagaimana hal – hal yang spesifik saling membantu

dalam menjelaskan sebuah fenomena uang umum.

Composite Reliability diperoleh melalui rumus berikut (Ferdinand,

2002 : 62)

[Σ Standardize Loading]

Construct Reliability =  2

[[Σ Standardize Loading]2

1. Standar Loading diperoleh dari standardized loading untuk tiap – tiap

indikator yang didapat dari hasil perhitungan komputer.

+ Σεj]

Keterangan :

2. Σεj adalah measurement error dari tiap indikator. Measurement error

(54)

Tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0.7, walaupun angka itu

bukanlah sebuah ukuran yang ”mati”. Artinya bila penelitian yang dilakukan

bersifat eksplorasi maka nilai dibawah 0.7-pun masih dapat diterima

sepanjang disertai dengan alasan – alasan empiris yang terlihat dalam proses

eksoprasi.

3.4.2.6 Uji Validitas

Uji validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah

indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang

seharusnya diukur. Karena indikator multidimensi, maka uji – uji validitas dari

setiap latent variabel / construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari

hubungan antara obseverd variable dan latent variable. Cara menguji :

Korelasikan masing – masing skor item pertanyaan dengan skor totalnya,

gunakan tingkat signifikan validitas ≤ 0,05. Tingkat signifikan itu

menunjukkan derajat kosistensi jawaban semua responden yang menjadi

obyek penelitian.

3.4.2.7 Uji variance Extracted

Variance Extracted adalah ukuran yang menunjukkan varians dari

indikator – indikator yang diekstraksi oleh konstuk latent yang

dikembamgkan. Nilai variance extracted yang tinggi menunjukkan bahwa

indikator – indikator itu telah mewakili secara baik konstruk latent yang

(55)

paling sedikit 0,50. Variance diperoleh melalui rumus ini (Ferdinand, 2002 :

64) :

Σ [Standardize Loading2]

Variance Extracted = 

[Σ [Standardize Loading2] + Σεj

1. Standar Loading diperoleh dari standardized loading untuk tiap – tiap

indikator yang didapat dari hasil perhitungan computer.

]

Keterangan :

Gambar

Gambar 3.1 :  Contoh Model Pengukuran Faktor Reliability
Tabel 4.5 Tanggapan Variabel Kualitias Layanan (X)
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar jawaban responden
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar jawaban responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

No Satuan Kerja Kegiatan Volume Pagu Sumber

Penulis telah menyelesaikan penulisan Laporan Akhir untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik

11 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penanganan Tersangka Dan/ Atau Terdakwa Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.Sekalipun

Rumput laut yang tercampr dalam air campuran beton dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan beton secara signifikan Bercampurnya rumput laut dengan semen akan

Dari analisis tersebut dapat dikatakan bahwa kerusakan yang terjadi sudah kembali ke keadaan normal sehingga dapat disimpulkan bahwa praperlakuan ekstrak etanol

[r]

Tujuan dari penulisan ilmiah ini adalah untuk membuat sebuah aplikasi Situs Pembelajaran Grammar Bahasa Inggris, yang diharapkan dapat digunakan sebagai supplement tambahan

13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta semakin menguatkan citra Yogyakarta sebagai Daerah yang Istimewa untuk dikunjungi sehingga