PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, KEBERADAAN
KOMITE AUDIT DAN LEVERAGE TERHADAP AUDIT DELAY
(Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
I WAYAN PION JANARTHA NIM: 1215351068
PROGRAM EKSTENSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA
PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, KEBERADAAN
KOMITE AUDIT DAN LEVERAGE TERHADAP AUDIT DELAY
(Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
SKRIPSI
Oleh:
I WAYAN PION JANARTHA NIM: 1215351068
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal :
Tim Penguji: Tanda tangan
1. Ketua : Dr. Drs. A. A. N. B. Dwirandra, M.Si.,Ak ...
2. Sekretaris : Dr. Drs. Bambang Suprasto H. M.Si.,Ak ...
3. Anggota : Dr. I G. A. M. Asri Dwija Putri., SE., M.Si ...
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing
Dr.
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu PerguruanTinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila pernyataan di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar,10 Mei 2016 Mahasiswa,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Keberadaan Komite Audit dan Leverage Terhadap Audit Delay (Studi Kasus Pada Perusahaan – Perusahaan Yang Terdaftar di BEI)” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
3. Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si., Ak. Selaku Ketua Jurusan dan Bapak Dr. I Gusti Ngurah Agung Suaryana, SE.,M.Si., Ak. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
4. Drs I Ketut Suardhika Natha, M.Si. dan Drs I Made Jember, M.Si., masing - masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
5. Ibu Ni Gusti Putu Wirawati SE., M.Si selaku koordinator Jurusan Akuntansi Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
6. Ibu Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, SE., M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan petunjuk dan nasihat selama mengikuti kuliah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
7. Bapak Dr. Drs. Bambang Suprasto H. M.Si. Ak. Selaku dosen pembimbing atas waktu, bimbingan, masukan, serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Ibu Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, SE., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam pengerjaan skripsi ini.
10. Keluarga tercinta Bapak I Made Sukanara (Alm), dan Ibu Ni Nyoman Artini atas doa, semangat dan dukungan materi yang diberikan selama penulis menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
11. Sahabat terhebat penulis tim skripsi esek-esek 007 Indah Kusuma Sari, Hery Septiawan, Diah Kumala, AA Putri Rahayu, Riko Ariawan dan Hendra Winanda selaku teman yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Teman – teman akuntansi ekstensi angkatan 2012 Angga Partha, Meindra Jaya, Sudha Cahyana, Wahyu Cahyadi, Widya Kirana, Ega Pradnyana yang menjadi teman terbaik selama masa kuliah sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut memberikan dukungan, masukan, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak hal relevan yang belum diungkap secara utuh karena keterbatasan kemampuan, waktu, dan pengalaman penulis. Namun demikian, skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Denpasar, 10 Mei 2016
Judul : Pengaruh Ukuran Perusahaan, Keberadaan Komite Audit dan Leverage Terhadap Audit Delay (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Nama : I Wayan Pion Janartha
Nim : 1215351068
Abstrak
Laporan keuangan sangat penting bagi suatu perusahaan dalam melaporkan hasil kinerjanya. Salah satu tujuan dari pelaporan keuangan adalah untuk audit delay termasuk ukuran perusahaan, keberadaan komite audit, dan leverage. Desain penelitian kuantitatif dan objek penelitian adalah semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2014. Sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 711 perusahaan yang dipilih secara purposive sampling. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dengan tingkat signifikansi 5%, maka hasil penelitian ini menyimpulkan: (1) ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay dengan koefisien β bernilai negatif sebesar -1,257 dan nilai signifikansi 0.000 < 0.05, (2) keberadaan komite audit berpengaruh positif terhadap audit delay dengan koefisien β bernilai positif sebesar 9,754 dan nilai signifikansi 0.003 < 0.05, (3) leverage tidak berpengaruh terhadap audit delay dengan koefisien β bernilai negatif sebesar -0,003 dan nilai signifikansi 0.961 > 0.05.
DAFTAR ISI
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 12
1.3 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Kegunaan Penelitian ... 13
1.5 Sistematika Penulisan... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori ... 16
3.6 Jenis dan Sumber Data ... 39
3.7 Populasi, Sampel dan Metode Pengumupulan Data... 39
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
DAFTAR TABEL
No Tabel Halaman
1.1 Tabel Perusahaan Yang Terlambat Mempublikasi LK... 3
4.1 Proses Seleksi Sampel... 48
4.2 Statistik Deskriptif... 49
4.3 Hasil Uji Normalitas... 52
4.4 Hasil Uji Multikolnearitas... 53
4.5 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 54
4.6 Hasil Uji Autokorelasi ... 55
4.7 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda... 56
4.8 Hasil Uji F ... 58
4.9 Hasil Uji t ... 58
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Halaman
1 Tabulasi Data Penelitian... 73
2 Statistik Deskriptif... 92
3 Hasil Uji Normalitas... 93
4 Hasil Uji Multikonearitas... 94
5 Uji Heterokedastisitas... 96
6 Uji Autokorelasi... 97
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan
oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Perkembangan
perusahaan go public di Indonesia menjadikan laporan keuangan sebagai
kebutuhan utama setiap perusahaan. Berkembangnya pasar modal menyebabkan
semakin besarnya kebutuhan akan transparansi. Transparansi akuntansi dapat
dimaksudkan dengan seberapa jauh pengguna laporan keuangan atau pihak lain
yang mempunyai kepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan untuk
mengetahui dan menggali kandungan informasi yang terdapat dalam laporan
keuangan. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi (IAI, 2009).
Pada umumnya laporan keuangan terdiri atas lima, yaitu laporan laba rugi,
neraca, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas daan catatan atas laporan
keuangan. Penyusunan laporan keuangan dikatakan sangat kompleks, salah
satunya disebabkan oleh banyaknya proses akuntansi dalam penyusunan laporan
keuangan tergantung dari jenis dan tingkat kompleksitas usaha. Transaksi usaha
antar perusahaan telah berkembang semakin kompleks sehingga risiko timbulnya
semakin sulit untuk mengevaluasi sendiri laporan keuangan. Manajer akan
mengandalkan auditor independen untuk memenuhi kebutuhannya agar
menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan akurat.
Adopsi International Reporting Financial Standards (IFRS) ke dalam
standar akuntansi lokal bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang
memiliki akuntabilitas tinggi dan menghasilkan informasi yang relevan dan
akurat. Pengungkapan yang tepat waktu dapat mengurangi volatilitas harga saham
(Lim, How, dan Verhoeven, 2014) sehingga pemerintah di negara manapun
mewajibkan perusahaan khususnya perusahaan yang terdaftar di pasar modal
untuk melaporkan pengungkapan informasi secara tepat waktu. IFRS
mensyaratkan pengungkapan yang ekstensif sehingga memerlukan waktu lebih
lama dalam menyusunnya (Hail, 2010).
IFRS merupakan standar yang kompleks, dimana kompleksitasnya tidak
hanya terletak pada kesulitan yang melekat pada pelaporan dan pengungkapan
yang mendetil dan lengkap. Kompleksitas dari IFRS cenderung membutuhkan
banyak professional judgement sehingga risiko audit semakin besar dan auditor
memerlukan waktu yang lebih lama dalam melakukan audit (Habib 2011). Auditor
juga perlu waktu untuk menelusuri bukti audit sehingga akan memperpanjang
waktu untuk mengeluarkan laporan audit. Pada tahun 2012, IAI telah merevisi
sebagian besar PSAK agar secara signifikan sesuai dengan IFRS versi 1 Januari
2009, namun dalam prakteknya perbedaan prinsip dan penerapan standar yang
Auditor membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan
pekerjaannya, hal ini dikarenakan proses audit harus sesuai dengan prosedur yang
berlaku. Di lain pihak, laporan keuangan harus diterbitkan di Bursa Efek
Indonesia (BEI) secara tepat waktu dan berkala, agar relevansi dari laporan
keuangan tersebut tidak berkurang atau bahkan hilang. Lamanya waktu
penyelesaian audit oleh auditor dapat dilihat dari perbedaan waktu antara tanggal
laporan keuangan dan tanggal dikeluarkannya opini auditor. Hal ini
mencerminkan pekerjaan audit membutuhkan waktu sehingga adakalanya
tertundanya publikasi laporan keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) telah
mengatur tentang batas waktu penyampaian laporan keuangan. Tetapi pada
kenyataannya, masih banyak emitenyang terdaftar di BEI tidak tepat waktu dalam
mempublikasi laporan keuangannya sebagaimana diperlihatkan oleh Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Jumlah Perusahaan Yang Terlambat Menyampaikan Laporan
2011 428 perusahaan 54 perusahaan -12,90 %
2012 462 perusahaan 52 perusahaan -3,70 %
2013 480 perusahaan 49 perusahaan -5,76 %
2014 502 perusahaan 52 perusahaan +6,12%
Sumber : BEI 2015
Tabel 1.1 menunjukkan jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI yang
perusahaan. Pada tahun 2011 perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan
keuangan menjadi 54 perusahaan (turun 12,90%). Pada tahun 2012 perusahaan
yang terlambat menyampaikan laporan keuangan menurun lagi menjadi 52
perusahaan (turun 3,70%). Pada tahun 2013 menurun lagi menjadi 49 perusahaan
atau menurun 5,67% dibandingkan dengan tahun 2012. Pada tahun 2014
perusahaan yang terlambat mempublikasi laporan keuangan kembali meningkat
menjadi 52 perusahaan (meningkat 6,12%). Dari data tersebut diketahui bahwa
ketepatan waktu masih menjadi kendala bagi perusahaan go public di Indonesia.
Hasil audit atas perusahaan publik mempunyai konsekuensi dan tanggung
jawab yang besar. Tanggung jawab yang besar ini memicu auditor untuk dapat
bekerja secara lebih professional. Salah satu bentuk profesionalitas auditor adalah
ketepatan waktu penyampaian laporan auditnya. Ketepatan waktu perusahaan
dalam mempublikasikan laporan keuangannya kepada publik, tergantung dari
ketepatan waktu auditor dalam menyelesaikan laporan auditnya. Ketepatan waktu
ini berkaitan dengan manfaat yang terkandung dalam laporan keuangannya. Suatu
manfaat akan sangat membantu apabila dapat diterima tepat pada waktunya.
Penundaan waktu yang tidak semestinya dalam pelaporan keuangan akan
mengakibatkan informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya.
Aturan mengenai waktu pelaporan keuangan di Indonesia diatur pada oleh
Bapepam-LK pada Peraturan Bapepam-LK Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian
Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik. Perubahan
peraturan yang berlaku sebelumnya, sehingga peraturan yang digunakan masih
menggunakan aturan yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK. Peraturan Bapepam
Nomor X.K.2 disebutkan bahwa Laporan Keuangan Tahunan harus disertai
dengan Laporan Akuntan dengan pendapat yang lazim, dan disampaikan kepada
Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal
Laporan Keuangan Tahunan. Emiten atau perusahaan-perusahaan publik yang
terlambat menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh BAPEPAM-LK, maka perusahaan-perusahaan tersebut akan dikenakan
peringatan tertulis, sanksi administrasi, hingga penghentian sementara
perdagangan saham (suspensi) sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 45 Tahun 1995 Bab XII Pasal 63.
Audit delay dapat didefinisikan sebagai jangka waktu dari tanggal
penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit (Hossain dan
Taylor, 1998). Audit delay juga dapat diartikan sebagai interval jumlah hari antara
tanggal periode laporan keuangan (tanggal 31 Desember) sampai tanggal laporan
audit (Wirakusuma, 2006). Dyer dan McHugh (1975) menyatakan bahwa
keterlambatan audit dibagi menjadi tiga, yaitu Preliminary lag (interval antara
berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan
pendahulu oleh pasar modal), Auditor’s signature lag (interval antara berakhirnya
tahun fiskal sampai dengan tanggal tercantumnya laporan auditor), dan total lag
(interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya
laporan keuangan tahunan publikasi oleh pasar modal). Berdasarkan pengertian
atau jarak waktu antara tahun tutup buku laporan keuangan perusahaan hingga
tanggal tercantumnya laporan auditor.
Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan merupakan hal yang
penting untuk mengungkapkan informasi baik bersifat wajib (mandatory) maupun
sukarela (voluntary). Ketepatan waktu pelaporan keuangan bisa berpengaruh pada
nilai informasi dalam laporan keuangan tersebut. Keterlambatan pelaporan akan
menimbulkan reaksi negatif dari pelaku pasar modal karena laporan keuangan
auditan memuat informasi tentang laba yang dihasilkan perusahaan yang
digunakan oleh pelaku pasar modal untuk memprediksi nilai perusahaan.
Keterlambatan pelaporan laporan keuangan akan diartikan oleh investor atau
pelaku pasar modal sebagai sinyal buruk perusahaan tersebut.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi audit delay adalah ukuran
perusahaan. Ukuran perusahaan juga merupakan fungsi dari kecepatan pelaporan
keuangan. Besar kecilnya ukuran perusahaan juga dipengaruhi oleh kompleksitas
operasional, variabilitas dan intensitas transaksi perusahaan tersebut yang
tentunya akan berpengaruh terhadap kecepatan dalam menyajikan laporan
keuangan kepada publik. Carslaw dan Kaplan (1991) menyatakan bahwa
perusahaan besar akan lebih cepat dalam menyampaikan laporan keuangan karena
semakin besar ukuran perusahaan maka sistem pengendalian internnya juga
semakin baik, sehingga akan mengurangi kesalahan dalam penyampaian laporan
keuangan. Hal ini akan memudahkan pekerjaan auditor karena ruang lingkup
pengujian semakin sempit sehingga akan memperpendek audit delay. Dyer dan
dorongan untuk mengurangi audit delay dan penundaan laporan keuangan
dikarenakan perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor,
pengawas permodalan dan pemerintah. Pihak-pihak ini sangat berkepentingan
terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ashton, dkk (1987), Kinanti (2013), Courtis
(1976), Pizzini et. al. (2011), dan Puspitasari (2014), menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay.
Hossain dan Taylor (1998) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai
total asset yang lebih besar akan menyelesaikan audit lebih lama dibandingkan
dengan perusahaan yang mempunyai total asset yang lebih kecil. Hal ini
dikarenakan jumlah sampel yang harus diambil oleh auditor akan semakin besar
dan semakin banyak prosedur audit yang harus ditempuh. Penelitian yang
dilakukan oleh Boynton dan Kell (2002), Rachmawati (2008), Febrianty (2011),
serta Prabowo dan Marsono (2013) menyatakan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap audit delay. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini
diproksikan dengan total aset. Total aset merupakan jumlah seluruh aktiva pada
akhir periode. Total asset dianggap dapat memproksikan variabel ukuran
perusahaan dengan tepat. Hal ini dikarenakan penilaian ukuran perusahaan dengan
menggunakan total asset dianggap lebih stabil dibanding jika menggunakan
market value dan tingkat penjualan.
Keberadaan Komite Audit di Indonesia dipertegas dengan Peraturan
Komite Audit (Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-29/PM/2004 tanggal
24 September 2004) yang mengatakan bahwa Komite Audit adalah komite yang
dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya.
Peraturan lain yang menerangkan tentang Komite Audit adalah Peraturan Bursa
Efek Jakarta (sekarang bernama Bursa Efek Indonesia) No.I-A tentang Ketentuan
Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa (Lampiran II Keputusan Direksi
PT. Bursa Efek Jakarta No.Kep-305/BEJ/07-2004 tanggal 19 Juli 2004), SK. Dir.
BEJ Nomor 315/BEJ/06-2000, Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor
117/Tahun 2002, dan Undang Undang BUMN Nomor 19/2003. Peraturan tersebut
mengatur kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit dalam rangka
menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia.
Salah satu tanggung jawab dari komite audit adalah untuk mengawasi
proses pelaporan keuangan, yang mencakup memastikan ketepatan waktu
penyampaian keuangan (Hashim dan Rahman, 2011). Di Indonesia sendiri
peraturan mengenai Komite Audit telah diatur dalam Peraturan Bapepam-LK
No.IX.I.5 yang mengatur pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Komite
Audit, dimana setiap perusahaan publik wajib membentuk komite audit dengan
anggota minimal 3 (tiga) orang yang diketuai satu orang komisaris independen
dan 2 (dua) orang dari luar perusahaan yang independen terhadap perusahaan.
Mumpuni (2011) menyatakan bahwa semakin banyak anggota dalam komite audit
suatu perusahaan maka semakin singkat audit delay. Wirakusuma (2006),
Mumpuni (2011), Wijaya (2012) Jumratul (2014) dan Nor et al., (2010)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan Marsono (2013), serta Latifa
(2015), memperoleh hasil bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap Audit
Delay.
Leverage juga menjadi salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap
audit delay. Perusahaan dengan utang yang besar cenderung mendesak auditor
untuk memulai dan menyelesaikan audit lebih cepat dibanding perusahaan dengan
utang yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut dimonitor oleh
para stakeholder yang pada dasarnya ingin melihat kinerja perusahan dalam suatu
periode serta mengawasi tingkat risiko dalam pengembalian modal mereka.
Laporan keuangan yang tepat waktu juga memungkinkan stakeholder untuk
menilai ulang kinerja keuangan jangka panjang dan posisi perusahaan. Rasio
Leverage yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Debt to equity ratio (DER).
DER menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya (Ratnawati, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Permata Sari
(2014), dan Kinanti (2013) menunjukkan hasil bahwa leverage berpengaruh
negatif terhadap audit delay.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991) serta
Febrianty (2011) menemukan adanya hubungan yang positif antara leverage
dengan audit delay yang di proksi dengan debt to assets ratio. Debt to assets ratio
yang tinggi memberikan sinyal bahwa perusahaan sedang dalam kesulitan
keuangan. Biasanya perusahaan akan mengurangi resiko dengan memundurkan
memberikan sinyal ke pasar bahwa perusahaan dalam tingkat resiko yang tinggi.
Auditor akan mengaudit laporan keuangan perusahaan dengan lebih seksama dan
membutuhkan waktu yang raltif lama sehingga dapat meningkatkan audit delay.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pizzini et al (2011),
Ettredge et. al. (2005), dan Angruningrum (2013) yang menunjukkan hasil bahwa
variabel leverage berpengaruh berpengaruh positif terhadap audit delay.
Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan
Ashton dkk (1987) terletak pada variabel penelitian dan objek penelitian. Jika
pada penelitian Ashton dkk (1987) variabel penelitiannya faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap audit delay yang terdiri dari 14 faktor tersebut, sedangkan
pada penelitian yang akan dilakukan terdiri dari ukuran perusahaan, keberadaan
komite audit dan leverage. Selain itu perbedaan yang lainnya jika objek penelitian
Ashton dkk (1987) adalah perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, sedangkan
objek penelitian yang akan dilakukan adalah perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di BEI.
Prabowo dan Marsono (2013) meneliti tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009, 2010, dan 2011. Faktor-faktor yang
diteliti meliputi ukuran perusahaan, profitabilitas, solvabilitas, laba atau rugi
perusahaan, reputasi auditor, opini auditor dan keberadaan komite audit.
Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prabowo dan Marsono (2013) terletak pada pengukuran variabel penelitian dan
perusahaan diukur dengan rata-rata penjualan selama tahun pengamatan,
keberadaan komite audit diukur dengan jumlah anggota komite audit suatu
perusahaan sedangkan yang tidak terdapat komite audit diberi kode (0).
Solvabilitas diukur menggunakan debt to total asset ratio.
Pada penelitian ini ukuran perusahaan diukur menggunakan logaritma
natural (Ln) total asset, keberadaan komite audit diukur menggunakan proporsi
jumlah anggota eksternal yang berssifat independen dengan jumlah anggota
Komite Audit. Tingkat leverage diukur menggunakan debt to equity ratio.
Perbedaan yang lainnya adalah objek penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan
Marsono (2013) dilakukan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia,
sedangkan sedangkan objek penelitian yang akan dilakukan adalah
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.
Febrianty (2011) meneliti tentang faktor yang berpengaruh terhadap audit
delay pada perusahaan sektor perdagangan yang terdaftar pada Bursa Efek di
Indonesia dalam kurun waktu tahun 2007-2009. Faktor-faktor yang diteliti
meliputi ukuran perusahaan, leverage dan kualitas KAP. Perbedaan penelitian
yang akan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan Febrianty (2011) terletak
pada pengukuran variabel penelitian dan objek penelitian. Penelitian Febrianty
(2011) variabel tingkat leverage pengukurannya menggunakan debt to total asset
ratio, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan pengukuran tingkat
leverage menggunakan debt to equity ratio. Perbedaan yang lainnya adalah objek
perdagangan di Bursa Efek Indonesia, sedangkan objek penelitian yang akan
dilakukan adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.
Pentingnya ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan merupakan hal
yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena bisa berpengaruh pada relevansi
dari laporan keuangan yang merupakan salah satu dasar pengambilan keputusan
bagi para pemakai informasi. Meskipun relevansi dari laporan keuangan sangat
penting, akan tetapi masih banyak perusahaan - perusahaan go public di BEI yang
terlambat mempublikasi laporan keuangannya. Hal tersebut menjadikan audit
delay serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai objek penelitian yang
penting dan menarik untuk dipelajari. Berdasarkan fenomena data dan fenomena
empiris dengan inkonsistensi dari penelitian - penelitian sebelumnya, maka
dilakukan penelitian kembali tentang pengaruh ukuran perusahaan, keberadaan
komite audit dan leverage terhadap audit delay. Penelitian ini mengangkat tentang
“Pengaruh ukuran perusahaan, keberadaan komite audit dan leverage terhadap
audit delay (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun
2012-2014)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan atas latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat
dirumuskan rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, adalah
sebagai berikut.
a. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit
b. Apakah keberadaan komite audit berpengaruh negatif terhadap audit
delay ?
c. Apakah leverage berpengaruh negatif terhadap audit delay ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang
hendak dicapai dari penelitian ini adalah.
a. Membuktikan secara empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap
audit delay.
b. Membuktikan secara empiris pengaruh keberadaan komite audit
terhadap audit delay.
c. Membuktikan secara empiris pengaruh leverage terhadap audit delay.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
dan praktis untuk berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun
kegunaan dari penelitian ini yaitu.
1. Kegunaan Teoritis
a.Sebagai sarana untuk memberikan tambahan literatur audit mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay.
2. Kegunaan Praktis
a.Sebagai referensi bagi perpustakaan dan perbandingan bagi mahasiswa
lain yang hendak melakukan penelitian di masa yang akan datang.
b.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan perusahaan,
1.5 Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang saling berhubungan antara bab yang satu
dengan yang lain dan disusun secara terperinci serta sistematis. Gambaran umum
mengenai isi dari masing-masing bab adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah
penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika
dalam penulisan skripsi.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan
dan hasil penelitian sebelumnya yang diperlukan dalam
menjawab masalah penelitian yang akan dibahas dalam skripsi.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai desain penelitian, lokasi dan
obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional
variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode
penentuan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis
data.
Pada bab ini diuraikan mengenai data amatan, hasil uji asumsi
klasik, statistic deskriptif, hasil uji regresi dan hasil uji hipotesis
secara parsial.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan simpulan dari keseluruhan hasil penelitian
dan disertakan pula saran-saran yang diharapkan dapat
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Positive Accounting Theory
Positive Accounting Theory (PAT) merupakan teori yang dikembangkan
oleh Watts dan Zimmerman (1986) yang menjelaskan tentang kebijakan akuntansi
dan praktiknya dalam perusahaan serta memprediksi kebijakan apa yang akan
dipilih manajer dalam kondisi-kondisi tertentu dimasa yang akan datang.
Penentuan kebijakan akuntansi dan praktik yang tepat merupakan hal yang
penting bagi perusahaan dalam hal penyusunan laporan keuangan sehingga, dalam
hal menentukan kebijakan akuntansi dan pelaksanaannya tidak terlepas dari
pihak-pihak yang berwenang serta memiliki kepentingan dengan penyusunan laporan
keuangan. Teori akuntansi positif menjelaskan apakah kebijakan yang telah
dibuat, jika dilihat secara objektif memiliki manfaat bagi perusahaan, atau apakah
kebijakan yang dibuat telah terpengaruh oleh faktor-faktor lain yang nantinya
hanya akan menguntungkan sebagian pihak. Teori akuntansi positif juga
digunakan untuk memprediksi kebijakan yang akan dipilih manajer dalam
kondisi-kondisi tertentu dimasa yang akan datang.
Teori akuntansi positif telah banyak diuji dengan menggunakan
pilihan-pilihan metode akuntansi. Dalam suatu review yang menyeluruh, Christie (1990)
menyimpulkan ada enam proksiyang telah diketahui memiliki kemampuan dalam
menjelaskan praktek-praktek yang merupakan cerminan dari aplikasi teori
tingkat risiko (risk level), kompensasi manajerial (managerial compensation),
porsi utang terhadap aktiva atau modal (financial leverage), pembatas-pembatas
dalam penyelesaian utang, dan rasio pembayaran dividen (dividen payout ratio).
Keenam faktor tersebut merupakan faktor yang melekat pada suatu perusahaan
dan sekaligus sebagai sifat atau karakteristik suatu perusahaan dimana besarnya
masing-masing faktor bisa berbeda-beda antara perusahaan yang satu dan
perusahaan yang lain. Positive Accounting Theory (PAT) dimaksudkan untuk
menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan
pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan pada proses
kontrak (contracting process) atau hubungan keagenan (agency relationship)
antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak
pengelola pasar modal dan institusi pemerintah (Watts dan Zimmerman, 1986).
2.1.2 Signaling Theory
Isyarat atau signal adalah tindakan yang diambil oleh manajemen
perusahaan dimana manajemen mengetahui informasi yang lebih lengkap dan
akurat mengenai internal perusahaan dan prospek perusahaan di masa depan dari
para pihak investor. Hal ini mewajibkan manajer untuk memberikan sinyal
mengenai kondisi perusahaan kepada para stakeholder. Sinyal yang diberikan
dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti publikasi
laporan keuangan yang bersifat wajib (mandatory) maupun sukarela (voluntary).
Investor dapat melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan
sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Hal ini akan menyebabkan
terjadi asimetris informasi dimana manajer lebih mengetahui informasi
perusahaan dibanding pihak lain (stakeholder). Berdasarkan signaling theory
untuk meminimalisir terjadinya information asymmetry, pihak manajemen wajib
membuat struktur pengendalian internal yang mampu menjaga harta perusahaan
dan menjamin penyusunan laporan keuangan yang dapat dipercaya.
Manfaat utama teori ini adalah akurasi dan ketepatan waktu penyajian
laporan keuangan ke publik adalah sinyal dari perusahaan akan adanya informasi
yang bermanfaat dalam kebutuhan untuk pembuatan keputusan dari investor.
Keterlambatan publikasi laporan keuangan akan menyebabkan relevansi dari
laporan keuangan tersebut berkurang bahkan tidak bermanfaat lagi sehingga
mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh para investor.
2.1.3 Laporan Keuangan
Keiso (2007:2) menyatakan laporan keuangan merupakan sarana yang
digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan suatu perusahaan
kepada pihak-pihak diluar perusahaan. Komponen keuangan yang lengkap
ditetapkan oleh PSAK No.1 tahun 1998 yang telah direvisi menjadi PSAK 1
(revisi 2009) terdiri dari laporan laba rugi komprehensif selama periode, laporan
posisi keuangan pada akhir tahun, laporan arus kas selama periode, laporan
perubahaan ekuitas selama periode, dan catatan atas laporan keuangan (yang
memuat informasi penjelas lain dan kebijakan akuntansi perusahaan). Statements
dari informasi keuangan menyatakan bahwa informasi keuangan akan bermanfaat
bila memenuhi karakteristik kualitas yaitu relevan, andal, memliki daya banding
dan konsistensi, sesuai dengan pertimbangan cost-benefit, dan materialitas.
Karakteristik kualitas laporan keuangan sebagaimana yang dinyatakan dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2009) No.1 adalah sebagai berikut.
1) Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk dapat dipahami oleh pemakai. Pemakai diasumsikan
memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,
akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi.
2) Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan
pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas
relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai. Informasi
yang relevan dapat digunakan untuk membantu mengevaluasi peristiwa
masa lalu, masa kini, atau masa depan.
3) Andal
Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai
penyajian yang jujur (faithfull representation) dari yang seharusnya
4) Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat membenadingkan laporan keuangan antar periode
untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan.
Pemakai juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar
perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk mengevaluasi posisi keuangan,
kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif.
Peraturan BAPEPAM No. X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM
Nomor: Kep/36PM/2003 disebutkan laporan keuangan yang harus disampaikan
kepada BAPEPAM terdiri sebagai berikut.
1) Neraca,
2) Laporan laba rugi,
3) Laporan perubahan ekuitas,
4) Laporan arus kas,
5) Laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi
yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya, serta
6) Catatan atas laporan keuangan.
2.1.4 Audit dan Standar Auditing
Auditing adalah pemeriksaan oleh pihak independen terhadap laporan
keuangan yang disusun manajemen secara kritis dan sistematis termasuk catatan
yaitu untuk menyatakan pendapat atas kewajaran asersi-asersi yang terdapat
dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum
(Mulyadi, 2002:72). Pemahaman tentang corporate governance perusahaan klien
kemungkinan dapat membantu auditor menilai berbagai risiko klien sehingga
perencanaan audit dapat lebih efektif dan efisien. Audit berperan penting dalam
mengurangi terjadinya asimetri informasi dengan penyelesaian audit tepat waktu.
Audit pada umumnya dikelompokkan dalam tiga golongan, adalah sebagai
berikut.
1) Audit laporan keuangan (Financial Statement Audit) adalah audit yang
dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang
disajikan oleh klien, untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan tersebut. Auditor independen menilai kewajaran laporan
keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima
umum.
2) Audit kepatuhan (Compliance Audit) adalah audit yang tujuannya
menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan
tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak
berwenang pembuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam
pemerintahan.
3) Audit operasional (Operational Audit) merupakan review secara sistematik
kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan
mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, dan membuat
rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi, dan
sikap mental harus dpertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2) Standar pekerjaan lapangan, yaitu.
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika menggunakan
asisten dalam pelaksanaan audit harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
saat dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. 3) Standar pelaporan, yaitu.
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada
keuangan periode berjalan. Dibandingkan dengan penerapan prinsip
akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d. Laporan audit harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi bahwa pernyataan demikian
tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluuhan tidak dapat
diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat
petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika
ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Pemenuhan standar ini berdampak pada lamanya penyelesaian laporan audit
dan berdampak pula pada kualitas hasil laporan keuangan auditan. Kondisi ini
dapat menimbulkan suatu dilema bagi auditor. Salah satu kriteria profesionalisme
dari auditor adalah ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan auditan.
Ketepatan waktu perusahaan dalam mempublikasikan laporan keuangan kepada
masyarakat umum dan kepada Bapepam tergantung dari lamanya auditor dalam
menyelesaikan pekerjaan auditnya. Semakin cepat pekerjaan audit selesai
dilakukan, maka semakin cepat pula informasi dipublikasikan.
2.1.5 Audit Delay
Audit delay adalah rentang waktu penyelesaian audit laporan keuangan
tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh
tanggal tahun tutup buku perusahaan sampai tanggal yang tertera pada laporan
auditor independen (Rachmawati, 2008). Audit delay juga dapat diartikan sebagai
interval jumlah hari antara tanggal periode laporan keuangan (tanggal 31
Desember) sampai tanggal laporan audit (Wirakusuma, 2004).
Dyer dan McHugh (1975) menggunakan tiga kriteria keterlambatan dalam
penelitiannya adalah sebagai berikut.
1) Preleminary lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa.
2) Auditor’s report lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan
keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.
3) Total lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai
tanggal penerimaan laporan dipublikasikan di bursa.
Salah satu karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah relevan. Laporan
keuangan dianggap tidak relevan ketika laporan keuangan tersebut kehilangan
kapasitas untuk mempengaruhi keputusan yang diambil, yakni memiliki ketepatan
waktu (timeliness) (Kieso. 2007). Indonesia mengeluarkan beberapa peraturan
terkait dengan penyerahan laporan keuangan untuk melindungi kepentingan
shareholder. Peraturan ini tercermin dari Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 yang
mewajibkan semua perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek di Indonesia
wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang memuat opini dari akuntan.
Peraturan Bapepam ini membuat perusahaan perusahaan yang terdaftar di Bursa
tepat waktu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yakni selambat-lambatnya
akhir bulan ke tiga (90 hari) setelah tanggal laporan tahunan perusahaan.
2.1.6 Ukuran Perusahaan
Salah satu atribut yang dapat dihubungkan dengan ketepatan waktu
penyampaian laporan keuangan adalah ukuran perusahaan. Besar kecilnya ukuran
perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aset, total penjualan, kapitalisasi
pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar nilai item-item tersebut
maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu (Riyanto dalam Febriaty 2011).
Sesuai keputusan ketua Bapepam Nomor: Kep-11/PM/1997 menjelaskan
bahwa perusahaan menengah dan kecil adalah badan hukum yang memiliki
jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari seratus miliar rupiah, sedangkan
perusahaan besar adalah badan hukum yang memiliki jumlah kekayaan (total
assets) lebih dari seratus miliar rupiah. Machfoedz dalam Febrianty (2011),
ukuran perusahaan didasarkan pada total aset perusahaan. Ukuran perusahaan
terbagi dalam tiga kategori, adalah sebagai berikut.
1) Perusahaan besar (large firm), adalah perusahaan yang memiliki kekayaan
bersih lebih dari Rp 10 Milyar termasuk tanah dan bangunan, serta
memiliki hasil penjualan lebih dari Rp 50 Milyar/tahun.
2) Perusahaan menengah (medium size), adalah perusahaan yang memiliki
kekayaan bersih Rp 1-10 Milyar termasuk tanah dan bangunan, serta
3) Perusahaan kecil (small firm), adalah perusahaan yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan, serta
memiliki hasil penjualan minimal Rp 1 Milyar/tahun.
2.1.7 Komite Audit
Keberadaan Komite Audit di Indonesia dipertegas dengan Peraturan
Bapepam No.IX.1.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit (Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-29/PM/2004 tanggal
24 September 2004) yang mengatakan bahwa Komite Audit adalah komite yang
dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya.
Peraturan lain yang menerangkan tentang Komite Audit adalah Peraturan Bursa
Efek Jakarta (sekarang bernama Bursa Efek Indonesia) No.I-A tentang Ketentuan
Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa (Lampiran II Keputusan Direksi
PT. Bursa Efek Jakarta No.Kep-305/BEJ/07-2004 tanggal 19 Juli 2004), SK. Dir.
BEJ Nomor 315/BEJ/06-2000, Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor
117/Tahun 2002, dan Undang Undang BUMN Nomor 19/2003. Peraturan –
peraturan tersebut mengatur mengenai kewajiban perusahaan untuk membentuk
komite audit dalam rangka menegakkan good corporate governance (GCG) di
Indonesia (Khomsiyah, dan Rahayu, 2005).
New York Stock Exchange dalam Purwati (2006) mensyaratkan bahwa
perusahaan harus memiliki Komite Audit sedikitnya 3 (tiga) anggota, dimana
semua anggota tidak boleh memiliki hubungan dengan perusahaan karena akan
mengganggu independensi mereka dari manajemen dan perusahaan. Peraturan ini
meningkatkan efektivitas Komite Audit dalam rangka pengelolaan perusahaan
yang baik (good corporate governance). Salah satuparameter terlaksananya good
corporate governance yaitu meningkatnya integritas pelaoran keuangan
perusahaan. Integritas pelaporan keuangan perusahaan dapat dilihat dari ketepatan
waktu pelaporan keuangan perusahaan.
Persyaratan Keanggotaan Komite Audit sesuai Keputusan Ketua BAPEPAM
No. Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003 tentang Peraturan Nomor IX.1.5
: Pembentukkan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit adalah sebagai
berikut.
1) Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya,
serta mampu berkomunikasi dengan baik.
2) Salah seorang dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang
pendidikan akuntansi atau keuangan.
3) Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami
laporan keuangan,
4) Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangan di
bidang Pasar Modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
5) Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan
jasa audit dan atau non audit pada emiten atau perusahaan publik yang
bersangkutan dalam 1 (satu) tahun terakhir sebelum diangkat oleh
Komisaris sebagaimana dimaksudkan dalam peraturan Nomor VIII A.2
6) Bukan merupakan karyawan kunci emiten atau perusahaan publik dalam 1
(satu) tahun terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris.
7) Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada
emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota Komite Audit
memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut
wajib mengalihkan kepada pihak lain.
8) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan
publik, Komisaris, Direksi atau Pemegang Saham Utama Emiten atau
perusahaan public.
9) Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung
yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik.
Salah satu tanggung jawab dari komite audit adalah untuk mengawasi
proses pelaporan keuangan, yang mencakup memastikan ketepatan waktu
penyampaian keuangan (Hashim dan Rahman, 2011). Di Indonesia sendiri
peraturan mengenai Komite Audit telah diatur dalam Peraturan Bapepam-LK
No.IX.I.5 yang mengatur pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Komite
Audit. Peraturan tersebut ditulis tugas dari Komite Audit, antara lain.
1) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang dikeluarkan
perusahaan.
2) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan atas peraturan
3) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
eksternal.
4) Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan
dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi.
5) Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada komisaris atas pengaduan
yang berkaitan dengan emiten.
6) Menjaga kerahasiaan data, dokumen, dan informasi perusahaan.
7) Komite audit wajib bekerja sama dengan pihak yang melaksanakan fungsi
internal audit.
Adanya peraturan Bapepam ini, diharapkan praktik Komite Audit di
Indonesia dapat dirasakan manfaatnya bagi entitas perusahaan, karena Komite
Audit diharapkan untuk berperan aktif terhadap proses penyusunan laporan
keuangan suatu perusahaan sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam
pelaporannya. Komite Audit juga memiliki hubungan kerja dengan auditor
eksternal, oleh karena itu Komite Audit dapat menilai level of audit coverage and
assurance, hal ini dapat dilakukan oleh anggota komite audit yang
berpengetahuan cukup. Hal ini dapat mempengaruhi timeliness dan mengurangi
audit delay (Hashim dan Rahman, 2011).
2.1.8 Leverage
Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari
pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun
modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana
dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber
kebijakan leverage. Rasio leverage mengukur tingkat aktiva perusahaan yang
telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Dengan demikian, leverage merupakan
kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua hutang-hutangnya baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Ria (2008) berpendapat leverage adalah
usaha untuk menggunakan sesuatu yang akan membawa konsekuensi beban tetap.
Terdapat dua macam leverage, antara lain.
1) Operating Leverage
Operating leverage adalah penggunaan suatu kekayaan atau aktiva tertentu
yang akan mengakibatkan beban tetap bagi perusahaan seperti
mesin-mesin, gedung dan sebagainya. Dalam hal ini beban tetapnya akan berupa
biaya depresiasi.
2) Financial Leverage
Financial leverage adalah peggunaan sumber dana tertentu yang akan
mengakibatkan beban tetap yang berupa biaya bunga. Sumber dana ini
dapat berupa utang obligasi, kredit dari bank dan sebagainya.
Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa debt holders
menghendaki syarat-syarat tertentu dalam perjanjian kontrak utang untuk
membatasi aktivitas manajemen, yang salah satunya mengharuskan manajemen
menyajikan laporan keuangan lebih cepat dan bersifat rutin untuk waktu tertentu.
Hal ini dimaksudkan agar debt holders dapat menilai kinerja finansial manajemen.
Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala
kewajiban finansial perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan debt to
Ratio (DER) menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk
memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin tinggi DER, maka semakin besar
perusahaan menggunakan modal dari kreditor. Perusahaan dengan kewajiban yang
besar cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan proses audit
lebih cepat. Hal ini dikarenakan, perusahaan dengan kewajiban yang besar
diawasi dan dimonitor oleh kreditor sehingga akan memberikan tekanan kepada
perusahaan untuk mempublikasikan laporan keuangan auditan lebih cepat untuk
meyakinkan kembali para pemilik modal yang pada dasarnya ingin mengurangi
tingkat resiko dalam pengambilan modal mereka.
1.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya,
maka hipotetsis yang dikemukakan adalah sebagai berikut.
2.2.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Audit Delay
Teori akuntansi positif menjelaskan kebijakan akuntansi perusahaan akan
berpengaruh pada laporan keuangan yang akan mempengaruhi hubungan
manajemen dengan pihak auditor. Ukuran Perusahaan yang besar memiliki
organisasi yang luas dan sistem pengendalian internal yang baik sehingga dapat
mengurangi tingkat kesalahan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan
sehingga memudahkan auditor dalam melakukan pengauditan laporan keuangan.
Dyer dan McHugh (1975) berpendapat bahwa manajemen perusahaan besar
keuangan dikarenakan perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para
investor, pengawas permodalan dan pemerintah.
Penelitian Kinanti (2013), Puspitasari (2014) dan Pizzini et al (2011)
menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap audit
delay. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashton et al (1987),
Dyer dan Mc Hugh (1975), Courtis (1976), serta Carslaw & Kaplan (1991) yang
menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay.
Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah :
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay.
2.2.2 Pengaruh Keberadaan Komite Audit terhadap Audit Delay
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan BAPEPAM-LK No. IX.1.5 yang
mewajibkan setiap perusahaan go public diwajibkan membentuk komite audit
yang beranggotakan minimal 3 orang dengan dipimpin oleh komisaris independen
dan sisanya merupakan anggota eksternal yang bersifat independen. Komite audit
bertugas untuk memantau perencanaan dan pelaksanaan kemudian mengevaluasi
hasil audit guna menilai kelayakan dan kemampuan pengendalian interen
termasuk mengawasi proses penyusunan laporan keuangan. Semakin banyak
jumlah komite audit maka audit delay akan semakin singkat. Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan anggota komite audit akan cenderung meningkatkan proses
pengawasan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan sehingga laporan
umum, ini berarti waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit
menjadi lebih pendek. Ettredge et. al. (2006) menyebutkan bahwa dengan
semakin banyaknya komite audit dalam suatu perusahaan maka pengendalian
internal akan menjadi semakin baik.
Penelitian Wirakusuma (2006), Wijaya (2012), Jumratul (2014), dan
Mumpuni (2011) menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh negatif antara komite
audit dan audit delay. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nor
et al. (2010) yang menunjukkan bahwa variabel komite audit berpengaruh negatif
terhdap audit delay. Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu, hipotesis
yang dapat dirumuskan adalah :
H2 : Keberadaan Komite Audit berpengaruh negatif terhadap Audit Delay.
2.2.3 Pengaruh Leverage terhadap Audit Delay
Teori akuntansi positif menyatakan bahwa, pemilihan kebijakan yang
diterapkan oleh perusahaan akan mempengaruhi laporan keuangan. Laporan
keuangan akan mempengaruhi proses audit dimana jika perusahaan memiliki
tingkat leverage yang tinggi maka semakin besar perusahaan menggunakan modal
dari kreditor sehingga cenderung mendesak auditor untuk memulai dan
menyelesaikan audit lebih cepat dibandingkan perusahaan dengan jumlah hutang
kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan jumlah hutang besar dimonitor oleh
kreditor sehingga akan memberi tekanan kepada perusahaan untuk
mempublikasikan laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan
tingkat risiko dalam pengembalian modal mereka (Ratnawati dan Sugiharto,
2005). Hal inilah yang menyebabkan audit delay menjadi lebih pendek.
Penelitian yang dilakukan oleh Kinanti (2013) dan Permata Sari (2014)
menunjukkan hasil bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap audit delay.
Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah :