UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI KELAS VII-2 SMP NEGERI 1 SIMPANG EMPAT T.A 2014/2015
Oleh :
Mohd. Zulfachri Fadli Ritonga NIM. 4113311033
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
iii
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI KELAS VII-2 SMP NEGERI 1 SIMPANG EMPAT T.A 2014/2015
Mohd. Zulfachri Fadli Ritonga (4113311033)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat dengan menggunakan model pembelajaran Kontekstual (CTL) pada materi bangun datar segiempat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus yang masing-masing dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat tahun ajaran 2014/2015 berjumlah 36 orang. Objek dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi bangun datar segiempat di kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat tahun ajaran 2014/2015.
Pengambilan data dilakukan dengan tes diagnostik, tes kemampuan pemecahan masalah pada akhir siklus, lembar observasi untuk tiap kali pertemuan dan lembar aktivitas siswa (LAS). Kemampuan pemecahan masalah mengalami peningkatan. Hal ini dilihat dari peningkatan rata-rata pemecahan masalah matematika siswa dari tes diagnostik, siklus I, dan siklus II, yakni dari 53,89 (53,89%) dengan tingkat kemampuan sangat rendah di tes awal menjadi 69,91 (69,91%) dengan tingkat kemampuan rendah di siklus I dan menjadi 82,96 (82,96%) dengan tingkat kemampuan tinggi di siklus II.
Langkah-langkah pemecahan masalah matematika siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada langkah memahami masalah meningkat dari 79,17 (79,17%) dengan tingkat kemampuan sedang menjadi 88,43 (88,43%) dengan tingkat kemampuan tinggi. Pada langkah merencanakan pemecahan masalah meningkat dari 64,81 (64,81%) dengan tingkat kemampuan rendah menjadi 80,25 (80,25%) dengan tingkat kemampuan tinggi. Pada langkah menyelesaikan pemecahan masalah meningkat dari 67,59 (67,59%) dengan tingkat kemampuan rendah menjadi 81,17 (81,17%) dengan tingkat kemampuan tinggi. Pada langkah memeriksa kembali meningkat dari 71,76 (71,76%) dengan tingkat kemampuan sedang menjadi 84,26 (84,26%) dengan tingkat kemampuan tinggi.
Kelebihan penerapan model pembelajaran ini adalah dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam memecahkan soal pemecahan masalah melalui kegiatan berdiskusi dan siswa menjadi berani dalam mengeluarkan pendapat serta tampil di depan kelas menuliskan hasil pekerjaannya.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Riwayat Hidup ii
Abstrak iii
Kata Pengantar iv
Daftar isi vi
Daftar gambar viii
Daftar tabel ix
Daftar grafik xii
Daftar lampiran xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Identifikasi Masalah 8
1.3. Batasan Masalah 8
1.4. Rumusan Masalah 8
1.5. Tujuan Penelitian 8
1.6. Manfaat Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1. Masalah Dalam Matematika 10
2.2. Pemecahan Masalah Matematika 11
2.3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 13
2.3.1. Alat Evaluasi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa 16
2.4 Model Pembelajaran 17
2.5 Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) 18
2.5.1 Pengertian dan Konsep Dasar Model Pembelajaran Kontekstual 18
2.5.2 Komponen Pembelajaran Kontekstual 20
2.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kontekstual 25
2.6 Bangun Datar Segiempat 25
2.6.1 Persegi Panjang dan Persegi 26
vii
2.6.3 Belah Ketupat 33
2.6.4 Layang-Layang 36
2.6.5 Trapesium 39
2.7 Kerangka Konseptual 43
2.8 Hipotesis Tindakan 45
BAB III. METODE PENELITIAN 46
3.1. Jenis Penelitian 46
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 46
3.3. Subjek dan Objek Penelitian 46
3.3.1. Subjek Penelitian 46
3.3.2. Objek Penelitian 46
3.4. Prosedur dan Rancangan Penelitian 47
3.4.1. Siklus I 47
3.4.2. Siklus II 49
3.5. Teknik Pengumpulan Data 52
3.5.1.Tes Pemecahan Masalah 52
3.5.2.Observasi 54
3.6. Teknik Analisis Data 55
3.6.1. Reduksi Data 55
3.6.2. Paparan data 55
3.6.3. Penarikan Kesimpulan 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 61
4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I 61
4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II 80
4.2 Pembahasan dan Hasil Penelitian 105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 107
5.1 Kesimpulan 107
5.2 Saran 107
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Hasil Kerja Siswa 4
Tabel 1.2 Deskripsi tingkat kemampuan siswa melaksanakan pemecahan masalah
pada tes diagnostik berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah 5
Tabel 2.1 Alternatif Pemberian Skor Pemecahan Masalah 16
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 53
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 53
Tabel 3.3 Pemberian Skor Kemampuan Pemecahan Masalah 55
Tabel 3.4 Tingkat penguasaan setiap indikator 56
Tabel 3.5 Kelas Interval 57
Tabel 4.1 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Diagnostik 62
Tabel 4.2 Deskripsi Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I 65
Tabel 4.3 Deskripsi Hasil Observasi Siswa Siklus I 66
Tabel 4.4 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus I (Memahami Masalah) 67
Tabel 4.5 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus I (Merencanakan Pemecahan
Masalah) 67
Tabel 4.6 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus I (Melaksanakan Pemecahan
Masalah) 68
Tabel 4.7 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus I (Memeriksa Kembali) 69
Tabel 4.8 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus I 70
Tabel 4.9 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
siswa I dan II Siklus I (Memahami Masalah) 71
Tabel 4.10 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
siswa I dan II Siklus I (Merencanakan Pemecahan Masalah) 72
Tabel 4.11 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
x
Tabel 4.12 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
siswa I dan II Siklus I (Memeriksa Kembali) 73
Tabel 4.13 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
siswa I dan II Siklus I 74
Tabel 4.14 Hasil Penelitian dan Kriteria Keberhasilan siklus I 78
Tabel 4.15 Alternatif penyelesaian Siklus II berdasarkan kesulitan siswa pada
siklus I 81
Tabel 4.16 Deskripsi Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II 84
Tabel 4.17 Deskripsi Hasil Observasi Siswa Siklus II 84
Tabel 4.18 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus II (Memahami
Masalah) 85
Tabel 4.19 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus II (Merencanakan Pemecahan
Masalah) 86
Tabel 4.20 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus II (Melaksanakan Pemecahan
Masalah) 87
Tabel 4.21 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus II (Memeriksa Kembali) 87
Tabel 4.22 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siklus II 88
Tabel 4.23 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
siswa III dan IV Siklus II (Memahami Masalah) 90
Tabel 4.24 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
siswa III dan IV Siklus II (Merencanakan Pemecahan Masalah) 90
Tabel 4.25 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
siswa III dan IV Siklus II (Melaksanakan Pemecahan Masalah) 91
Tabel 4.26 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
siswa III dan IV Siklus II (Memeriksa Kembali) 91
Tabel 4.27 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas
Tabel 4.28 Hasil Rata-Rata Kemampuan Pemecahan Masalah Tiap Tes 94
Tabel 4.29 Perubahan Jumlah Siswa Tuntas Mengerjakan Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa 95
Tabel 4.30 Peningkatan Jumlah Kelompok Tuntas Mengerjakan Lembar
Aktivitas Siswa 96
Tabel 4.31 Peningkatan Hasil Observasi Proses Pembelajaran 97
Tabel 4.32 Hasil Observasi Aktivitas siswa Selama Belajar 98
Tabel 4.33 Perubahan Hasil Penelitian 98
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kebun Bunga 26
Gambar 2.2a Persegi panjang 27
Gambar 2.2b Persegi 27
Gambar 2.3 Model Persegi panjang 28
Gambar 2.4 Ilustrasi sifat persegi panjang 28
Gambar 2.5 Ilustrasi sifat persegi 29
Gambar 2.6 Kue 30
Gambar 2.7 Ilustrasi Kue 31
Gambar 2.8 Bangun jajagenjang 32
Gambar 2.9 Peta Perjalanan Pedagang 34
Gambar 2.10 Belahketupat ABCD, segitiga BDA, dan segitiga BDC 35
Gambar 2.11 Kerangka layang-layang Budi 37
Gambar 2.12 Layang-layang ABCD 38
Gambar 2.13 Model Kerangka perahu 39
Gambar 2.14 Model Trapesium 40
Gambar 2.15 Jenis-jenis trapesium 41
Gambar 2.16 Trapesium siku-siku 41
Gambar 2.17 Trapesium sama kaki 42
Gambar 2.18 Modifikasi trapesium sama kaki 42
Gambar 4.1 Kesulitan Siswa pada Langkah Memahami Masalah 76
Gambar 4.2 Kesulitan Siswa pada Langkah Merencanakan Pemecahan Masalah 76
Gambar 4.3 Kesulitan Siswa pada Langkah Menyelesaikan Pemecahan Masalah 77
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Tingkat Kemampuan Siswa Melaksanakan Pemecahan Masalah
pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika I 69
Grafik 4.2 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 70
Grafik 4.3 Tingkat Kemampuan Kelompok Melaksanakan Pemecahan
Masalah pada Lembar Aktivitas I dan II siklus I 73
Grafik 4.4 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kelompok pada Lembar Aktivitas I dan II siklus I 74
Grafik 4.5 Tingkat Kemampuan Siswa Melaksanakan Pemecahan Masalah
pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika II 88
Grafik 4.6 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 89
Grafik 4.7 Tingkat Kemampuan Kelompok Melaksanakan Pemecahan
Masalah pada Lembar Aktivitas III dan IV siklus II 92
Grafik 4.8 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kelompok pada Lembar Aktivitas III dan IV siklus II 93
Grafik 4.9 Hasil Rata-Rata Kemampuan Pemecahan Masalah 94
Grafik. 4.10 Tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa siklus I dan II 100
Grafik. 4.11 Tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa pada LAS
siklus I dan II 100
Grafik. 4.12 Tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran pada
Siklus I dan II 101
Grafik. 4.13 Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus I dan II 101
Grafik. 4.14 Peningkatan jumlah siswa tuntas belajar pada siklus I dan II 102
Grafik. 4.15 Peningkatan jumlah kelompok tuntas belajar pada LAS
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (siklus I) 111
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (siklus I) 119
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (siklus II) 125
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (siklus II) 133
Lampiran 5 Lembar Aktivitas Siswa I 140
Lampiran 6 Lembar Aktivitas Siswa II 145
Lampiran 7 Lembar Aktivitas Siswa III 149
Lampiran 8 Lembar Aktivitas Siswa IV 154
Lampiran 9 Kisi-kisi Tes Diagnostik 158
Lampiran 10 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 159
Lampiran 11 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 160
Lampiran 12 Lembar Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 161
Lampiran 13 Lembar Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 164
Lampiran 14 Soal Tes Diagnostik 167
Lampiran 15 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 168
Lampiran 16 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 170
Lampiran 17 Alternatif Tes Diagnostik 172
Lampiran 18 AlternatifTes Kemampuan Pemecahan Masalah I 173
Lampiran 19 AlternatifTes Kemampuan Pemecahan Masalah II 175
Lampiran 20 Pemberian Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 177
Lampiran 21 Tabulasi Nilai Tes Diagnostik Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika 178
Lampiran 22 Tabulasi Nilai Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Berdasarkan Langkah Penyelesaian Masalah 180
Lampiran 23 Tabulasi Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siklus I 181
Lampiran 24 Tabulasi Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siklus I Berdasarkan Langkah
Lampiran 25 Tabulasi Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siklus II 184
Lampiran 26 Tabulasi Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siklus II Berdasarkan Langkah Penyelesaian
Masalah 186
Lampiran 27 Tabulasi Nilai Lembar Aktivitas Siswa I dan II Siklus I 187
Lampiran 28 Tabulasi Nilai Lembar Aktivitas Siswa I dan II Siklus I
Berdasarkan Langkah Penyelesaian Masalah 188
Lampiran 29 Tabulasi Nilai Lembar Aktivitas Siswa III dan IV Siklus II 189
Lampiran 30 Tabulasi Nilai Lembar Aktivitas Siswa III dan IV Siklus II
Berdasarkan Langkah Penyelesaian Masalah 190
Lampiran 31 Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
(Pertemuan I) 191
Lampiran 32 Lembar Observasi Siswa Siklus I (Pertemuan I) 193
Lampiran 33 Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
(Pertemuan II) 194
Lampiran 34 Lembar Observasi Siswa Siklus I (Pertemuan II) 196
Lampiran 35 Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran
Siklus II (Pertemuan II) 197
Lampiran 36 Lembar Observasi Siswa Siklus II (Pertemuan I) 199
Lampiran 37 Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran
Siklus II (Pertemuan II) 200
Lampiran 38 Lembar Observasi Siswa Siklus II (Pertemuan II) 202
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak lepas
dari peranan matematika. Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari
oleh semua siswa pada setiap jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) sampai
dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan bahkan juga di Perguruan Tinggi.
Hal ini memperlihatkan bahwa bidang studi matematika penting dalam
pendidikan, dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan. banyak alasan yang
menjadikan mata pelajaran matematika perlu dipelajari oleh siswa. Menurut
Cornelius (dalam Abdurrahman 2012 : 204) mengemukakan:
“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.”
Cockroft (dalam Abdurrahman 2012 : 204) mengemukakan bahwa: “matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunkan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.”
Matematika disadari sangat penting peranannya. Namun tingginya
tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar
matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada
bidang studi matematika kurang menggembirakan. Pemerintah, khususnya
Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan salah satunya pendidikan matematika, baik melalui peningkatan
kualitas guru matematika melalui penataran-penataran, maupun peningkatan
prestasi belajar siswa melalui peningkatan standar minimal nilai Ujian Nasional
untuk kelulusan pada mata pelajaran matematika. Namun ternyata prestasi belajar
matematika siswa masih jauh dari harapan. Dari hasil TIMSS (Trend in
International Mathematics and Science Study) http://litbang.kemdikbud.go.id/,
Survei Internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa SMP Kelas VIII,
yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan memperlihatkan
bahwa skor yang diraih Indonesia masi dibawah skor rata-rata internasional. Hasil
studi TIMSS 2003, Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara peserta
dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor rata-rata internasional 467. Hasil studi
TIMSS 2007, Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan
skor rata-rata 397, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Dan hasil terbaru,
yaitu hasil studi 2011, indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta
dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Jika
dibandingkan dengan negara ASEAN misal Singapura dan Malaysia, Posisi
Indonesia masih dibawah negara-negara tersebut. Hasil studi TIMSS 2003,
Singapura dan Malaysia berada di peringkat 1 dan 10 dengan skor rata-rata 605
dan 508. Hasil studi 2007, singapura dan Malaysia berada si peringkat 3 dan 20
dengan skor rata-rata 593 dan 474. Hasil studi TIMSS 2011, Singapura dan
Malaysia berada di peringkat 2 dan 26 dengan skor rata-rata 611 dan 440.
Fakta diatas sebagai bukti bahwa prestasi siswa Indonesia khususnya di
bidang studi matematika masih rendah dan kurang memuaskan, salah satunya
disebabkan karena kemampuan pemecahan matematika siswa masih rendah.
Pembelajaran matematika tidak hanya diarahkan pada peningkatan kemampuan
siswa dalam berhitung, tetapi juga diarahkan kepada peningkatan kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah (Problem Solving), berdasarkan hasil belajar
matematika yang semacam itu maka Lerner (dalam Abdurrahman, 2012:204)
mengemukakan bahwa kurikulum bidang studi matematika hendaknya mencakup
tiga elemen, (1) konsep, (2) ketrampilan, dan (3) pemecahan masalah.
Untuk itu maka kemampuan memecahkan masalah perlu menjadi fokus
perhatian dalam pembelajaran matematika. Menurut Sanjaya (2009: 219)
3
siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan yang baru.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran
matematika dalam aspek pemecahan masalah matematika masih rendah. Trianto
(2011 : 5) menyebutkan di lain pihak secara empiris berdasarkan analisis
penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik yang disebabkan
dominannya proses pembelajaran konvensional. Pola pengajaran terlalu banyak
didominasi oleh guru, khususnya dalam transformasi pengetahuan kepada anak
didik. Siswa diposisikan sebagai obyek, siswa dianggap tidak tahu atau belum
tahu apa-apa, sementara guru memposisikan diri sebagai sumber yang mempunyai
pengetahuan. Selain itu hambatan maupun kekurangan yang sering didapatkan
diantaranya kurang tepatnya guru dalam memilih strategi pembelajaran dalam
menyampaikan materi, dimana guru sering menggunakan strategi yang sama dan
tidak bervariasi. Hal ini mengakibatkan siswa merasa jenuh dan acuh pada
pelajaran matematika serta keinginannya untuk lebih mendalami matematika
terbuang jauh sehingga nantinya hasil belajar matematika siswa rendah.
Disamping itu penggunaan buku ajar matematika belum tertata dengan baik,
cenderung hanya memperhatikan struktur perkembangan kognitif anak. Masih
banyak ditemukan buku matematika yang belum didesain semenarik mungkin
dengan menggunakan fitur – fitur yang menarik dan berwarna serta belum
ditemukan berbagai contoh melalui gambar, poster atau karikatur yang beraneka
ragam. Untuk itu guru harus dapat menjelaskan dan memberikan contoh konkrit
bukan abstrak kepada siswa.
Berdasarkan observasi awal (tanggal 8 Januari 2015) di sekolah SMP
Negeri 1 Simpang Empat, Peneliti memberikan tes kepada siswa kelas VII-2. Tes
yang diberikan berupa tes diagnostik yang berbentuk uraian untuk melihat
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam matematika. Berikut
adalah salah satu soal uraian yang di berikan kepada siswa :
1. Paman memiliki kayu bingkai sepanjang 200 cm. Paman berencana
cm. Berapakah panjang kayu bingkai yang di perlukan untuk membuat
bingkai foto dan sisa kayu bingkai?
a. Dari informasi diatas buatlah hal- hal yang diketahui dan ditanyakan
dari soal!
b. Bagaimana cara menentukan panjang kayu yang di butuhkan untuk
membuat bingkai poto dan sisa kayu ?
c. Tentukan panjang kayu yang diperlukan untuk membuat bingkai poto
tersebut dan sisa kayu tersebut.
d. Menurut Yayat panjang kayu yang di perlukan adalah 160 cm dan sisa
kayu adalah 40 cm, sedangkan menurut Andre panjang kayu yang di
perlukan adalah 150 cm dan sisa kayu adalah 50 cm. Menurut anda
jawaban atau pendapat siapa yang benar? Jelaskan jawabanmu.!
Berikut adalah hasil pengerjaan beberapa kesalahan menyelesaiakan soal
uraian diatas.
Tabel 1.1 Hasil Kerja Siswa
No Hasil Kerja Siswa Analisi Kesalahan Siswa
1 Siswa salah menuliskan apa yang
diketahui dan apa yang ditanya pada soal sehingga siswa tidak dapat memahami masalah.
2.
Siswa salah merencanakan rumus yang akan digunakan dan tidak merincikan setiap langkah-langkah
menyelesaikan masalah secara
runtut. 3.
Siswa salah dalam menyelesaian masalah dan tidak melanjutkan penyelesaian masalah
4.
Siswa tidak memeriksa kembali penyelesaian yang dikerjakan atau
dalam menyimpulkan hasil
5
Dari keseluruhan jawaban siswa di temukan kendala pada kemampuan
pemecahan masalah siswa Kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat yang
berjumlah 36 siswa yang diberi tes tentang materi persegi dan persegi panjang,
yaitu dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 1.2 Deskripsi tingkat kemampuan siswa melaksanakan pemecahan masalah pada tes diagnostik berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah Indikator Tes
Diagnostik Kemampuan Pemecahan Masalah
Banyak siswa Persentase Jumlah siswa
Memahami Masalah 15 orang 41,67 %
Merencanakan
Penyelesaian 4 orang 11,11 %
Melaksanakan
Penyelesaian 6 orang 16,67 %
Memeriksa Kembali 8 orang 22,22 %
Rata-rata nilai 53,89
Jumlah siswa tuntas 12 Orang 33,33 %
Berdasarkan hasil dari tes diagnostik yang di peroleh dari siswa kelas
VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat dapat diketahui bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa masih rendah, siswa yang mengalami kesulitan dalam
menentukan konsep matematika yang akan digunakan dalam menyelesaikan suatu
permasalahan, siswa mengalami kesulitan dalam mengaitkan antara yang
diketahui dengan yang ditanya dari soal dan banyak siswa yang mengalami
kesulitan dalam memisalkan mengubah kalimat soal kedalam kalimat matematika
(membuat model) . Mereka cenderung mengambil kesimpulan untuk melakukan
operasi hitung pada bilangann-bilangan yang ada dalam soal cerita tanpa
memahami dan memikirkan apa yang diminta dalam soal. Siswa masih
mengalami kesulitan untuk menggunakan pengetahuannya dalam menyelesaikan
persoalan matematika yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Dalam setiap
langkah kegiatan pemecahan masalah siswa dikategorikan dalam kemampuan
yang sangat rendah, karena itu secara keseluruhan diambil kesimpulan siswa
dalam pemecahan masalah masih sangat rendah dan pembelajaran matematika
Menurut Trianto (2011: 90) “Sebagian besar siswa kurang mampu
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan
tersebut akan dimanfaatkan/diaplikasikan pada situasi baru”. Situasi baru ini bisa
saja dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pendidik perlu
mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, karena belajar
akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajari bukan
sekedar mengetahuiya.
Guru sebagai pengajar mata pelajaran matematika di sekolah, tentu saja
tidak bisa dipersalahkan secara sepihak jika masih ada siswa yang bersikap
negatif terhadap matematika.Untuk mengantisipasi kondisi yang demikian, model
pembelajaran di kelas perlu direformasi. Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai
pemberi informasi tetapi sebagai pendorong siswa belajar agar dapat
mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan
masalah, penalaran dan berkomunikasi sebagai wahana pelatihan berpikir kritis
dan kreatif. Dan guru juga diharapkan dapat memampukan siswa menguasai
konsep dan memecahkan masalah dengan berfikir kritis, logis, sistematis, dan
terstruktur. Hudojo (2005:127) mengatakan bahwa keterampilan memecahkan
masalah harus dimiliki siswa. Keterampilan tersebut akan dimiliki para siswa bila
guru mengajarkan bagaimana memecahkan masalah yang efektif kepada
siswa-siswanya. Beberapa hal tersebut di atas mengarahkan pada kesimpulan bahwa
diperlukan sebuah pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa, yang tidak
mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi pembelajaran yang mendorong
siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri agar siswa
memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah matematika.
Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah adalah pengajaran dan pembelajaran Kontekstual (CTL).
Nurhadi (dalam Rusman, 2011:189) mengatakan bahwa :
“Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) adalah
7
Sanjaya (2009:253) Mengatakan bahwa :
“Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.”
Oleh sebab itu, melalui model pembelajaran kontekstual, mengajar bukan
mentransformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghapal
sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan
tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari
kemampuan bisa hidup dari apa yang dipelajarinya. University Of Washington
(dalam Trianto, 2011:105) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual terjadi
apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan
mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan
tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warna negara, siswa, dan
tenaga kerja. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih
dekat dengan lingkungan masyarakat. Akan tetapi, secara fungsional apa yang
dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan
kehidupan yang terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Rusman (2011:191), Ciri Khas CTL di tandai oleh tujuh komponen utama,
yaitu (1) kontruktivisme (contructivism), (2) menemukan (inquiry), (3) bertanya
(questioning), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan
(modeling), (6) refleksi (reflection) dan (7) penilaian yang sebenarnya (authentic
assessment).
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan tujuan pembelajaran matematika yang sangat penting, dan
salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah siswa adalah pembelajaran Kontekstual (CTL) maka peneliti tertarik
untuk melakukan suatu penelitian dengan judul : “Upaya Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Kontekstual di Kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas
diperoleh beberapa identifikasi masalah maka dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas
VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat.
2. Pola pengajaran terlalu banyak di dominasi oleh guru serta penggunaan
model pembelajaran yang kurang efektif dan kurang bervariasi.
3. Pembelajaran matematika jarang dikaitkan dengan masalah kontekstual
yang di alami siswa dalam kehidupan sehari-hari
4. Siswa masih mengalami kesulitan untuk menggunakan pengetahuannya
dalam menyelesaikan persoalan matematika yang menyangkut kehidupan
sehari-hari.
1.3 Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan peneliti dan luasnya cakupan identifikasi
masalah, maka masalah yang teridentifikasi pada penelitian ini yaitu pada
rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII-2 SMP
Negeri 1 Simpang Empat dapat ditingkatkan dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Apakah kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat
dapat ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran Kontekstual(CTL)
pada materi bangun datar segiempat ?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian
adalah : Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat dengan menggunakan model
9
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai berikut:
1. Bagi siswa diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan
pemecahan masalah dan memberikan kesempatan untuk belajar secara
mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru.
2. Bagi guru dapat menjadi gambaran tentang bagaimana menerapkan model
pembelajaran kontekstual (CTL) dalam kaitannya dengan peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematika. Dan guru dapat mengelola
bagaimana cara mengajar matematika serta sebagai bahan pertimbangan
untuk lebih meningkatkan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar.
3. Bagi sekolah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan
menyetujui pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Kontekstual (CTL).
4. Bagi peneliti sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kontekstual
(CTL) dalam menjalankan tugas sebagai pengajar kelak dan dapat menjadi
referensi bagi penelitian selanjutnya yang lebih baik.
5. Sebagai bahan informasi bagi pembaca atau peneliti lain yang ingin