• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI KELAS VII 2 SMP NEGERI 1 SIMPANG EMPAT T.A 2014/2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI KELAS VII 2 SMP NEGERI 1 SIMPANG EMPAT T.A 2014/2015."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI KELAS VII-2 SMP NEGERI 1 SIMPANG EMPAT T.A 2014/2015

Oleh :

Mohd. Zulfachri Fadli Ritonga NIM. 4113311033

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)

iii

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI KELAS VII-2 SMP NEGERI 1 SIMPANG EMPAT T.A 2014/2015

Mohd. Zulfachri Fadli Ritonga (4113311033)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat dengan menggunakan model pembelajaran Kontekstual (CTL) pada materi bangun datar segiempat.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus yang masing-masing dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat tahun ajaran 2014/2015 berjumlah 36 orang. Objek dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi bangun datar segiempat di kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat tahun ajaran 2014/2015.

Pengambilan data dilakukan dengan tes diagnostik, tes kemampuan pemecahan masalah pada akhir siklus, lembar observasi untuk tiap kali pertemuan dan lembar aktivitas siswa (LAS). Kemampuan pemecahan masalah mengalami peningkatan. Hal ini dilihat dari peningkatan rata-rata pemecahan masalah matematika siswa dari tes diagnostik, siklus I, dan siklus II, yakni dari 53,89 (53,89%) dengan tingkat kemampuan sangat rendah di tes awal menjadi 69,91 (69,91%) dengan tingkat kemampuan rendah di siklus I dan menjadi 82,96 (82,96%) dengan tingkat kemampuan tinggi di siklus II.

Langkah-langkah pemecahan masalah matematika siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada langkah memahami masalah meningkat dari 79,17 (79,17%) dengan tingkat kemampuan sedang menjadi 88,43 (88,43%) dengan tingkat kemampuan tinggi. Pada langkah merencanakan pemecahan masalah meningkat dari 64,81 (64,81%) dengan tingkat kemampuan rendah menjadi 80,25 (80,25%) dengan tingkat kemampuan tinggi. Pada langkah menyelesaikan pemecahan masalah meningkat dari 67,59 (67,59%) dengan tingkat kemampuan rendah menjadi 81,17 (81,17%) dengan tingkat kemampuan tinggi. Pada langkah memeriksa kembali meningkat dari 71,76 (71,76%) dengan tingkat kemampuan sedang menjadi 84,26 (84,26%) dengan tingkat kemampuan tinggi.

Kelebihan penerapan model pembelajaran ini adalah dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam memecahkan soal pemecahan masalah melalui kegiatan berdiskusi dan siswa menjadi berani dalam mengeluarkan pendapat serta tampil di depan kelas menuliskan hasil pekerjaannya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model

(4)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar isi vi

Daftar gambar viii

Daftar tabel ix

Daftar grafik xii

Daftar lampiran xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Identifikasi Masalah 8

1.3. Batasan Masalah 8

1.4. Rumusan Masalah 8

1.5. Tujuan Penelitian 8

1.6. Manfaat Penelitian 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10

2.1. Masalah Dalam Matematika 10

2.2. Pemecahan Masalah Matematika 11

2.3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 13

2.3.1. Alat Evaluasi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa 16

2.4 Model Pembelajaran 17

2.5 Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) 18

2.5.1 Pengertian dan Konsep Dasar Model Pembelajaran Kontekstual 18

2.5.2 Komponen Pembelajaran Kontekstual 20

2.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kontekstual 25

2.6 Bangun Datar Segiempat 25

2.6.1 Persegi Panjang dan Persegi 26

(5)

vii

2.6.3 Belah Ketupat 33

2.6.4 Layang-Layang 36

2.6.5 Trapesium 39

2.7 Kerangka Konseptual 43

2.8 Hipotesis Tindakan 45

BAB III. METODE PENELITIAN 46

3.1. Jenis Penelitian 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 46

3.3. Subjek dan Objek Penelitian 46

3.3.1. Subjek Penelitian 46

3.3.2. Objek Penelitian 46

3.4. Prosedur dan Rancangan Penelitian 47

3.4.1. Siklus I 47

3.4.2. Siklus II 49

3.5. Teknik Pengumpulan Data 52

3.5.1.Tes Pemecahan Masalah 52

3.5.2.Observasi 54

3.6. Teknik Analisis Data 55

3.6.1. Reduksi Data 55

3.6.2. Paparan data 55

3.6.3. Penarikan Kesimpulan 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 61

4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I 61

4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II 80

4.2 Pembahasan dan Hasil Penelitian 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 107

5.1 Kesimpulan 107

5.2 Saran 107

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Hasil Kerja Siswa 4

Tabel 1.2 Deskripsi tingkat kemampuan siswa melaksanakan pemecahan masalah

pada tes diagnostik berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah 5

Tabel 2.1 Alternatif Pemberian Skor Pemecahan Masalah 16

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 53

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 53

Tabel 3.3 Pemberian Skor Kemampuan Pemecahan Masalah 55

Tabel 3.4 Tingkat penguasaan setiap indikator 56

Tabel 3.5 Kelas Interval 57

Tabel 4.1 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Diagnostik 62

Tabel 4.2 Deskripsi Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I 65

Tabel 4.3 Deskripsi Hasil Observasi Siswa Siklus I 66

Tabel 4.4 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus I (Memahami Masalah) 67

Tabel 4.5 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus I (Merencanakan Pemecahan

Masalah) 67

Tabel 4.6 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus I (Melaksanakan Pemecahan

Masalah) 68

Tabel 4.7 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus I (Memeriksa Kembali) 69

Tabel 4.8 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus I 70

Tabel 4.9 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

siswa I dan II Siklus I (Memahami Masalah) 71

Tabel 4.10 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

siswa I dan II Siklus I (Merencanakan Pemecahan Masalah) 72

Tabel 4.11 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

(7)

x

Tabel 4.12 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

siswa I dan II Siklus I (Memeriksa Kembali) 73

Tabel 4.13 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

siswa I dan II Siklus I 74

Tabel 4.14 Hasil Penelitian dan Kriteria Keberhasilan siklus I 78

Tabel 4.15 Alternatif penyelesaian Siklus II berdasarkan kesulitan siswa pada

siklus I 81

Tabel 4.16 Deskripsi Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II 84

Tabel 4.17 Deskripsi Hasil Observasi Siswa Siklus II 84

Tabel 4.18 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus II (Memahami

Masalah) 85

Tabel 4.19 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus II (Merencanakan Pemecahan

Masalah) 86

Tabel 4.20 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus II (Melaksanakan Pemecahan

Masalah) 87

Tabel 4.21 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus II (Memeriksa Kembali) 87

Tabel 4.22 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siklus II 88

Tabel 4.23 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

siswa III dan IV Siklus II (Memahami Masalah) 90

Tabel 4.24 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

siswa III dan IV Siklus II (Merencanakan Pemecahan Masalah) 90

Tabel 4.25 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

siswa III dan IV Siklus II (Melaksanakan Pemecahan Masalah) 91

Tabel 4.26 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

siswa III dan IV Siklus II (Memeriksa Kembali) 91

Tabel 4.27 Deskripsi Tingkat Kemampuan Kelompok pada lembar aktivitas

(8)

Tabel 4.28 Hasil Rata-Rata Kemampuan Pemecahan Masalah Tiap Tes 94

Tabel 4.29 Perubahan Jumlah Siswa Tuntas Mengerjakan Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa 95

Tabel 4.30 Peningkatan Jumlah Kelompok Tuntas Mengerjakan Lembar

Aktivitas Siswa 96

Tabel 4.31 Peningkatan Hasil Observasi Proses Pembelajaran 97

Tabel 4.32 Hasil Observasi Aktivitas siswa Selama Belajar 98

Tabel 4.33 Perubahan Hasil Penelitian 98

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kebun Bunga 26

Gambar 2.2a Persegi panjang 27

Gambar 2.2b Persegi 27

Gambar 2.3 Model Persegi panjang 28

Gambar 2.4 Ilustrasi sifat persegi panjang 28

Gambar 2.5 Ilustrasi sifat persegi 29

Gambar 2.6 Kue 30

Gambar 2.7 Ilustrasi Kue 31

Gambar 2.8 Bangun jajagenjang 32

Gambar 2.9 Peta Perjalanan Pedagang 34

Gambar 2.10 Belahketupat ABCD, segitiga BDA, dan segitiga BDC 35

Gambar 2.11 Kerangka layang-layang Budi 37

Gambar 2.12 Layang-layang ABCD 38

Gambar 2.13 Model Kerangka perahu 39

Gambar 2.14 Model Trapesium 40

Gambar 2.15 Jenis-jenis trapesium 41

Gambar 2.16 Trapesium siku-siku 41

Gambar 2.17 Trapesium sama kaki 42

Gambar 2.18 Modifikasi trapesium sama kaki 42

Gambar 4.1 Kesulitan Siswa pada Langkah Memahami Masalah 76

Gambar 4.2 Kesulitan Siswa pada Langkah Merencanakan Pemecahan Masalah 76

Gambar 4.3 Kesulitan Siswa pada Langkah Menyelesaikan Pemecahan Masalah 77

(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Tingkat Kemampuan Siswa Melaksanakan Pemecahan Masalah

pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika I 69

Grafik 4.2 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 70

Grafik 4.3 Tingkat Kemampuan Kelompok Melaksanakan Pemecahan

Masalah pada Lembar Aktivitas I dan II siklus I 73

Grafik 4.4 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kelompok pada Lembar Aktivitas I dan II siklus I 74

Grafik 4.5 Tingkat Kemampuan Siswa Melaksanakan Pemecahan Masalah

pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika II 88

Grafik 4.6 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 89

Grafik 4.7 Tingkat Kemampuan Kelompok Melaksanakan Pemecahan

Masalah pada Lembar Aktivitas III dan IV siklus II 92

Grafik 4.8 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kelompok pada Lembar Aktivitas III dan IV siklus II 93

Grafik 4.9 Hasil Rata-Rata Kemampuan Pemecahan Masalah 94

Grafik. 4.10 Tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa siklus I dan II 100

Grafik. 4.11 Tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa pada LAS

siklus I dan II 100

Grafik. 4.12 Tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran pada

Siklus I dan II 101

Grafik. 4.13 Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus I dan II 101

Grafik. 4.14 Peningkatan jumlah siswa tuntas belajar pada siklus I dan II 102

Grafik. 4.15 Peningkatan jumlah kelompok tuntas belajar pada LAS

(11)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (siklus I) 111

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (siklus I) 119

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (siklus II) 125

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (siklus II) 133

Lampiran 5 Lembar Aktivitas Siswa I 140

Lampiran 6 Lembar Aktivitas Siswa II 145

Lampiran 7 Lembar Aktivitas Siswa III 149

Lampiran 8 Lembar Aktivitas Siswa IV 154

Lampiran 9 Kisi-kisi Tes Diagnostik 158

Lampiran 10 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 159

Lampiran 11 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 160

Lampiran 12 Lembar Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 161

Lampiran 13 Lembar Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 164

Lampiran 14 Soal Tes Diagnostik 167

Lampiran 15 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 168

Lampiran 16 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 170

Lampiran 17 Alternatif Tes Diagnostik 172

Lampiran 18 AlternatifTes Kemampuan Pemecahan Masalah I 173

Lampiran 19 AlternatifTes Kemampuan Pemecahan Masalah II 175

Lampiran 20 Pemberian Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 177

Lampiran 21 Tabulasi Nilai Tes Diagnostik Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika 178

Lampiran 22 Tabulasi Nilai Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Berdasarkan Langkah Penyelesaian Masalah 180

Lampiran 23 Tabulasi Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siklus I 181

Lampiran 24 Tabulasi Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siklus I Berdasarkan Langkah

(12)

Lampiran 25 Tabulasi Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siklus II 184

Lampiran 26 Tabulasi Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siklus II Berdasarkan Langkah Penyelesaian

Masalah 186

Lampiran 27 Tabulasi Nilai Lembar Aktivitas Siswa I dan II Siklus I 187

Lampiran 28 Tabulasi Nilai Lembar Aktivitas Siswa I dan II Siklus I

Berdasarkan Langkah Penyelesaian Masalah 188

Lampiran 29 Tabulasi Nilai Lembar Aktivitas Siswa III dan IV Siklus II 189

Lampiran 30 Tabulasi Nilai Lembar Aktivitas Siswa III dan IV Siklus II

Berdasarkan Langkah Penyelesaian Masalah 190

Lampiran 31 Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I

(Pertemuan I) 191

Lampiran 32 Lembar Observasi Siswa Siklus I (Pertemuan I) 193

Lampiran 33 Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I

(Pertemuan II) 194

Lampiran 34 Lembar Observasi Siswa Siklus I (Pertemuan II) 196

Lampiran 35 Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran

Siklus II (Pertemuan II) 197

Lampiran 36 Lembar Observasi Siswa Siklus II (Pertemuan I) 199

Lampiran 37 Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran

Siklus II (Pertemuan II) 200

Lampiran 38 Lembar Observasi Siswa Siklus II (Pertemuan II) 202

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak lepas

dari peranan matematika. Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari

oleh semua siswa pada setiap jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) sampai

dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan bahkan juga di Perguruan Tinggi.

Hal ini memperlihatkan bahwa bidang studi matematika penting dalam

pendidikan, dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan. banyak alasan yang

menjadikan mata pelajaran matematika perlu dipelajari oleh siswa. Menurut

Cornelius (dalam Abdurrahman 2012 : 204) mengemukakan:

“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.”

Cockroft (dalam Abdurrahman 2012 : 204) mengemukakan bahwa: “matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunkan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.”

Matematika disadari sangat penting peranannya. Namun tingginya

tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar

matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada

bidang studi matematika kurang menggembirakan. Pemerintah, khususnya

Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas

pendidikan salah satunya pendidikan matematika, baik melalui peningkatan

kualitas guru matematika melalui penataran-penataran, maupun peningkatan

prestasi belajar siswa melalui peningkatan standar minimal nilai Ujian Nasional

(14)

untuk kelulusan pada mata pelajaran matematika. Namun ternyata prestasi belajar

matematika siswa masih jauh dari harapan. Dari hasil TIMSS (Trend in

International Mathematics and Science Study) http://litbang.kemdikbud.go.id/,

Survei Internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa SMP Kelas VIII,

yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan memperlihatkan

bahwa skor yang diraih Indonesia masi dibawah skor rata-rata internasional. Hasil

studi TIMSS 2003, Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara peserta

dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor rata-rata internasional 467. Hasil studi

TIMSS 2007, Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan

skor rata-rata 397, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Dan hasil terbaru,

yaitu hasil studi 2011, indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta

dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Jika

dibandingkan dengan negara ASEAN misal Singapura dan Malaysia, Posisi

Indonesia masih dibawah negara-negara tersebut. Hasil studi TIMSS 2003,

Singapura dan Malaysia berada di peringkat 1 dan 10 dengan skor rata-rata 605

dan 508. Hasil studi 2007, singapura dan Malaysia berada si peringkat 3 dan 20

dengan skor rata-rata 593 dan 474. Hasil studi TIMSS 2011, Singapura dan

Malaysia berada di peringkat 2 dan 26 dengan skor rata-rata 611 dan 440.

Fakta diatas sebagai bukti bahwa prestasi siswa Indonesia khususnya di

bidang studi matematika masih rendah dan kurang memuaskan, salah satunya

disebabkan karena kemampuan pemecahan matematika siswa masih rendah.

Pembelajaran matematika tidak hanya diarahkan pada peningkatan kemampuan

siswa dalam berhitung, tetapi juga diarahkan kepada peningkatan kemampuan

siswa dalam pemecahan masalah (Problem Solving), berdasarkan hasil belajar

matematika yang semacam itu maka Lerner (dalam Abdurrahman, 2012:204)

mengemukakan bahwa kurikulum bidang studi matematika hendaknya mencakup

tiga elemen, (1) konsep, (2) ketrampilan, dan (3) pemecahan masalah.

Untuk itu maka kemampuan memecahkan masalah perlu menjadi fokus

perhatian dalam pembelajaran matematika. Menurut Sanjaya (2009: 219)

(15)

3

siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk

menyesuaikan dengan pengetahuan yang baru.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran

matematika dalam aspek pemecahan masalah matematika masih rendah. Trianto

(2011 : 5) menyebutkan di lain pihak secara empiris berdasarkan analisis

penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik yang disebabkan

dominannya proses pembelajaran konvensional. Pola pengajaran terlalu banyak

didominasi oleh guru, khususnya dalam transformasi pengetahuan kepada anak

didik. Siswa diposisikan sebagai obyek, siswa dianggap tidak tahu atau belum

tahu apa-apa, sementara guru memposisikan diri sebagai sumber yang mempunyai

pengetahuan. Selain itu hambatan maupun kekurangan yang sering didapatkan

diantaranya kurang tepatnya guru dalam memilih strategi pembelajaran dalam

menyampaikan materi, dimana guru sering menggunakan strategi yang sama dan

tidak bervariasi. Hal ini mengakibatkan siswa merasa jenuh dan acuh pada

pelajaran matematika serta keinginannya untuk lebih mendalami matematika

terbuang jauh sehingga nantinya hasil belajar matematika siswa rendah.

Disamping itu penggunaan buku ajar matematika belum tertata dengan baik,

cenderung hanya memperhatikan struktur perkembangan kognitif anak. Masih

banyak ditemukan buku matematika yang belum didesain semenarik mungkin

dengan menggunakan fitur – fitur yang menarik dan berwarna serta belum

ditemukan berbagai contoh melalui gambar, poster atau karikatur yang beraneka

ragam. Untuk itu guru harus dapat menjelaskan dan memberikan contoh konkrit

bukan abstrak kepada siswa.

Berdasarkan observasi awal (tanggal 8 Januari 2015) di sekolah SMP

Negeri 1 Simpang Empat, Peneliti memberikan tes kepada siswa kelas VII-2. Tes

yang diberikan berupa tes diagnostik yang berbentuk uraian untuk melihat

kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam matematika. Berikut

adalah salah satu soal uraian yang di berikan kepada siswa :

1. Paman memiliki kayu bingkai sepanjang 200 cm. Paman berencana

(16)

cm. Berapakah panjang kayu bingkai yang di perlukan untuk membuat

bingkai foto dan sisa kayu bingkai?

a. Dari informasi diatas buatlah hal- hal yang diketahui dan ditanyakan

dari soal!

b. Bagaimana cara menentukan panjang kayu yang di butuhkan untuk

membuat bingkai poto dan sisa kayu ?

c. Tentukan panjang kayu yang diperlukan untuk membuat bingkai poto

tersebut dan sisa kayu tersebut.

d. Menurut Yayat panjang kayu yang di perlukan adalah 160 cm dan sisa

kayu adalah 40 cm, sedangkan menurut Andre panjang kayu yang di

perlukan adalah 150 cm dan sisa kayu adalah 50 cm. Menurut anda

jawaban atau pendapat siapa yang benar? Jelaskan jawabanmu.!

Berikut adalah hasil pengerjaan beberapa kesalahan menyelesaiakan soal

uraian diatas.

Tabel 1.1 Hasil Kerja Siswa

No Hasil Kerja Siswa Analisi Kesalahan Siswa

1 Siswa salah menuliskan apa yang

diketahui dan apa yang ditanya pada soal sehingga siswa tidak dapat memahami masalah.

2.

Siswa salah merencanakan rumus yang akan digunakan dan tidak merincikan setiap langkah-langkah

menyelesaikan masalah secara

runtut. 3.

Siswa salah dalam menyelesaian masalah dan tidak melanjutkan penyelesaian masalah

4.

Siswa tidak memeriksa kembali penyelesaian yang dikerjakan atau

dalam menyimpulkan hasil

(17)

5

Dari keseluruhan jawaban siswa di temukan kendala pada kemampuan

pemecahan masalah siswa Kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat yang

berjumlah 36 siswa yang diberi tes tentang materi persegi dan persegi panjang,

yaitu dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 1.2 Deskripsi tingkat kemampuan siswa melaksanakan pemecahan masalah pada tes diagnostik berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah Indikator Tes

Diagnostik Kemampuan Pemecahan Masalah

Banyak siswa Persentase Jumlah siswa

Memahami Masalah 15 orang 41,67 %

Merencanakan

Penyelesaian 4 orang 11,11 %

Melaksanakan

Penyelesaian 6 orang 16,67 %

Memeriksa Kembali 8 orang 22,22 %

Rata-rata nilai 53,89

Jumlah siswa tuntas 12 Orang 33,33 %

Berdasarkan hasil dari tes diagnostik yang di peroleh dari siswa kelas

VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat dapat diketahui bahwa kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa masih rendah, siswa yang mengalami kesulitan dalam

menentukan konsep matematika yang akan digunakan dalam menyelesaikan suatu

permasalahan, siswa mengalami kesulitan dalam mengaitkan antara yang

diketahui dengan yang ditanya dari soal dan banyak siswa yang mengalami

kesulitan dalam memisalkan mengubah kalimat soal kedalam kalimat matematika

(membuat model) . Mereka cenderung mengambil kesimpulan untuk melakukan

operasi hitung pada bilangann-bilangan yang ada dalam soal cerita tanpa

memahami dan memikirkan apa yang diminta dalam soal. Siswa masih

mengalami kesulitan untuk menggunakan pengetahuannya dalam menyelesaikan

persoalan matematika yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Dalam setiap

langkah kegiatan pemecahan masalah siswa dikategorikan dalam kemampuan

yang sangat rendah, karena itu secara keseluruhan diambil kesimpulan siswa

dalam pemecahan masalah masih sangat rendah dan pembelajaran matematika

(18)

Menurut Trianto (2011: 90) “Sebagian besar siswa kurang mampu

menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan

tersebut akan dimanfaatkan/diaplikasikan pada situasi baru”. Situasi baru ini bisa

saja dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pendidik perlu

mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, karena belajar

akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajari bukan

sekedar mengetahuiya.

Guru sebagai pengajar mata pelajaran matematika di sekolah, tentu saja

tidak bisa dipersalahkan secara sepihak jika masih ada siswa yang bersikap

negatif terhadap matematika.Untuk mengantisipasi kondisi yang demikian, model

pembelajaran di kelas perlu direformasi. Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai

pemberi informasi tetapi sebagai pendorong siswa belajar agar dapat

mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan

masalah, penalaran dan berkomunikasi sebagai wahana pelatihan berpikir kritis

dan kreatif. Dan guru juga diharapkan dapat memampukan siswa menguasai

konsep dan memecahkan masalah dengan berfikir kritis, logis, sistematis, dan

terstruktur. Hudojo (2005:127) mengatakan bahwa keterampilan memecahkan

masalah harus dimiliki siswa. Keterampilan tersebut akan dimiliki para siswa bila

guru mengajarkan bagaimana memecahkan masalah yang efektif kepada

siswa-siswanya. Beberapa hal tersebut di atas mengarahkan pada kesimpulan bahwa

diperlukan sebuah pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa, yang tidak

mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi pembelajaran yang mendorong

siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri agar siswa

memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah matematika.

Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah adalah pengajaran dan pembelajaran Kontekstual (CTL).

Nurhadi (dalam Rusman, 2011:189) mengatakan bahwa :

“Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) adalah

(19)

7

Sanjaya (2009:253) Mengatakan bahwa :

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara

penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan

menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.”

Oleh sebab itu, melalui model pembelajaran kontekstual, mengajar bukan

mentransformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghapal

sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan

tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari

kemampuan bisa hidup dari apa yang dipelajarinya. University Of Washington

(dalam Trianto, 2011:105) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual terjadi

apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan

mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan

tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warna negara, siswa, dan

tenaga kerja. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih

dekat dengan lingkungan masyarakat. Akan tetapi, secara fungsional apa yang

dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan

kehidupan yang terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Rusman (2011:191), Ciri Khas CTL di tandai oleh tujuh komponen utama,

yaitu (1) kontruktivisme (contructivism), (2) menemukan (inquiry), (3) bertanya

(questioning), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan

(modeling), (6) refleksi (reflection) dan (7) penilaian yang sebenarnya (authentic

assessment).

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, bahwa kemampuan pemecahan

masalah merupakan tujuan pembelajaran matematika yang sangat penting, dan

salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah siswa adalah pembelajaran Kontekstual (CTL) maka peneliti tertarik

untuk melakukan suatu penelitian dengan judul : “Upaya Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Menggunakan

Model Pembelajaran Kontekstual di Kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat

(20)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas

diperoleh beberapa identifikasi masalah maka dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas

VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat.

2. Pola pengajaran terlalu banyak di dominasi oleh guru serta penggunaan

model pembelajaran yang kurang efektif dan kurang bervariasi.

3. Pembelajaran matematika jarang dikaitkan dengan masalah kontekstual

yang di alami siswa dalam kehidupan sehari-hari

4. Siswa masih mengalami kesulitan untuk menggunakan pengetahuannya

dalam menyelesaikan persoalan matematika yang menyangkut kehidupan

sehari-hari.

1.3 Batasan Masalah

Mengingat keterbatasan peneliti dan luasnya cakupan identifikasi

masalah, maka masalah yang teridentifikasi pada penelitian ini yaitu pada

rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII-2 SMP

Negeri 1 Simpang Empat dapat ditingkatkan dengan menggunakan model

pembelajaran kontekstual.

1.4 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Apakah kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat

dapat ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran Kontekstual(CTL)

pada materi bangun datar segiempat ?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian

adalah : Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

kelas VII-2 SMP Negeri 1 Simpang Empat dengan menggunakan model

(21)

9

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai berikut:

1. Bagi siswa diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan

pemecahan masalah dan memberikan kesempatan untuk belajar secara

mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru.

2. Bagi guru dapat menjadi gambaran tentang bagaimana menerapkan model

pembelajaran kontekstual (CTL) dalam kaitannya dengan peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematika. Dan guru dapat mengelola

bagaimana cara mengajar matematika serta sebagai bahan pertimbangan

untuk lebih meningkatkan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar

mengajar.

3. Bagi sekolah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan

menyetujui pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

Kontekstual (CTL).

4. Bagi peneliti sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kontekstual

(CTL) dalam menjalankan tugas sebagai pengajar kelak dan dapat menjadi

referensi bagi penelitian selanjutnya yang lebih baik.

5. Sebagai bahan informasi bagi pembaca atau peneliti lain yang ingin

Gambar

Tabel 4.28  Hasil Rata-Rata Kemampuan Pemecahan Masalah Tiap Tes
Tabel 1.1 Hasil Kerja Siswa
Tabel 1.2 Deskripsi tingkat kemampuan siswa melaksanakan pemecahan masalah pada tes diagnostik berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah

Referensi

Dokumen terkait

Dari satu stasiun GPS Singapura NTUS dapat dikembangkan model TEC ionosfer di atas Sumatra dan sekitarnya yang mana cakupan model tersebut tergantung pada sudut elevasi minimum

Apakah faktor Store Contact, Store Image, Store Atmospherics dan Store Theatrics mempengaruhi minat konsumen untuk melakukan pembelian di Toko Buku Gramedia Yogyakarta?...

[r]

Word of mouth (WoM) adalah komunikasi yang terjadi dari mulut ke mulut dilakukan oleh beberapa orang yang terlibat dan komunikasi itu akan

Sistem JPKM ini merupakan sistem asuransi bagi keluarga mampu sehingga kedepan diharapkan akan mengurangi beban Pemerintah daerah Kabupaten Polewali Mandar di bidang kesehatan

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan bermain drama dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui pendekatan SAVI pada siswa kelas V SDN Joho 02

Melati Budi Srikandi, D0212069, KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA PENDUDUK PENDATANG DENGAN PENDUDUK ASLI: Studi Kasus di Dusun Wanasari Kota Denpasar Provinsi Bali,

Untuk lebih memahami tentang verba tidak beraturan kala lampau Perfekt, sebaiknya pembelajar bahasa Jerman perlu juga mempelajari pola perubahan bentuk verba tidak