• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam terhadap Jual Beli Kosmetik Tanpa Label BPOM di Toko Firliyana Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam terhadap Jual Beli Kosmetik Tanpa Label BPOM di Toko Firliyana Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

KECAMATAN WULUHAN KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI

Oleh :

MINANI ABADIAH NIM. S20182150

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

2022

(2)

KECAMATAN WULUHAN KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi Salah satu Persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah Jurusan Hukum Islam Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Oleh :

MINANI ABADIAH NIM. S20182150

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

2022

(3)

PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI

KOSMETIK TANPA LABEL BPOM DI TOKO FIRLIYANA KECAMATAN WULUHAN KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi Salah satu Persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Oleh : Minani Abadiah

NIM: S2018215

Disetujui Pembimbing

Dr. Ishaq, M. Ag.

NIP. 197102132001121001

(4)
(5)

MOTTO

















































Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa [4]:29 )

Depertemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahan, (Bandung: Marwah,

(6)

PERSEMBAHAN

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayahNya, sehingga skripsi bisa terselesaiakan dan tak lupa sholawat dan salam kami haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini saya persembahkan untuk almamater tercinta Fakultas Syariah, Jurusan Hukum Ekonomi Islam, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Dan tidak luput saya persembahkan pada berbagai pihak yang sudah membantu sampai akhir, khusus nya kepada:

1. Ibu dan Ayahanda tercinta yang sudah berjuang sekuat tenaga mengantarkan buah hatinya sampai saat ini, serta sudah melakuakan bimbingan, dorongan, nasihat, serta do‟a tiada henti samapi penulis bisa menyelesaikan penelitian ini dengan penuh semangat.

2. Saudara/i (keluarga) yang selalu memberikan semangat dan Motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini serta telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menuntaskan studi stara satu dan rangka meraih gelar sarjana hukum.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, sebab kehendak dan keaggungan-Nya, terselesainya skripsi ini merupakan prasyarat program sarjana ini agar dapat tertuntaskan dengan baik dan dapat terselesaikan secara lancer dan baik.

Dalam hal ini, peneliti akan menyampaiakn rasa terima kasih yang seluas- luasnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE., MM selaku Rektor Universitas Islam Negeri Kiai HajiAchmad Siddiq Jember

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Noor harisuddin, M.Fil.I selaku Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Acmad Siddiq Jember.

3. Ibu Dr. Busriyanti, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Hukum Islam Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Acmad Siddiq Jember.

4. Bapak Dr. H. Ahmad Junaidi. S.P.d., M.Ag. selaku Ketua Kaprodi Hukum Ekonomi Syariah, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing penulis yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan dukungan penulis untuk meyelesaiakan dan penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Ishaq, M.Ag selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skrispi ini dan banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan ditengah-tengah kesibukannya serta memberikan pegarahan dan motivasi sehingga skripsi dapat terselesaikan secara tepat waktu.

(8)

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Universitas Islam Negeri Kiai Haji Acmad Siddiq Jember khsusnya Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah yang sudah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan barokah dan bermanfaat.

7. Kepada orangtua penulis (Ibu Siti Fadhilatul khusna dan Bapak Khoirul Anam) yang telah berjuang sekuat tenaga dan memebrikan motivasi serta nenberikan doa yang tiada henti dalam penyelesaian tugas akhir ini.

8. Kepada Keluarga besar Kopma Pandhalungan Universitas Islam Kiai Haji Achamd Siddiq Jember dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Universitas Islam Kiai Haji Siddiq Jember yang telah memberikan wadah untuk penulis berproses selama masa perkulihan.

Semoga semua kerjasama yang sudah disediakan oleh pihak terkait bisa menjadi amal shaleh dan diterima oleh Allah SWT. Penulis sadar bahwa skripsi ini belum termasuk kriteria sempurna sehingga penulis berharap bagi para pembaca, agar meluangkan memberi saran dan kritik yang bersifat membangun untuk keistimewaan skripsi ini. Semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat dalam mengembangkan keilmuan untuk masyarakat umum serta kalangan akademisi.

Jember, November 2022

Minani Abadiah S20182150

(9)

ABSTRAK

Minani Abadiah, 2022 : Perspektif Undang-undang perlindungan konsumen dan Hukum Islam terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM ditoko Firliyana Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember.

Kata Kunci : Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hukum Islam, Jual Beli Kosmetik tanpa label BPOM.

Kegiatan jual beli telah menghasilkan banyak variasi dan jenis barang atau jasa, yang pada akhirnya menghadapkan konsumen dengan penawaran produk yang beragam. Pada dasarnya jual beli yang bagus dilaksanakan dengan startegi yang benar seperti memperhatikan syarat dan rukun jual beli. Adapun konsumen sendiri dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mempunyai hak-hak dan perlindungan, Sama halnya dengan jual beli kosmetik pada toko Firliyana masih beredar kosmetik tanpa label bpom, dan banyak masyarakat yang masih menggunakan produk kosmetik tanpa label BPOM.

Fokus masalah pada penelitian ini 1) Apa faktor yang menyebabkan terjadinya jual beli kosmetik tanpa label BPOM di toko Firliyana? 2) Bagaimana tinjauan UU Perlindungan Konsumen terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM di toko Firliyana? 3) Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko Firliyana?. Penelitan ini bertujuan untuk 1) Mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya peredaran jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko Firliyana 2) Mengetahui bagaimana tinjauan Hukum perlindungan konsumen terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko Firliyana 3) Mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko Firliyana.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode kualitatif, sumber datanya adalah sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data ada 3 yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang diterapkan adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1). Faktor yang menyebabkan terjadinya jual beli kosmetik tanpa BPOM di toko Firliyana karena faktor ekonomi, tingginya permintaan di pasar, kurangnya pengetahuan masyarakat, baik penjual maupun pembeli, serta kurangnya pengawasan. 2) Tinjauan Hukum perlindungan konsumen terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko Firliyana tidak sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 3) Tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM dilarang dalam hukum Islam karena mengandung kemudharatan.

(10)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian………...……… 1

B. Fokus Penelitian ……… . 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Istilah ... 11

F. Sisitematika Pembahasan ... 12

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 14

A. Penelitian Terdahulu ... 14

B. Kajian Teori ... 22

1. Faktor peredaran kosmetik ilegal ... 22

a. Pengertian kosmetik ... 22

b. Penggolongan Kosmetik ... 23

(11)

c. Faktor-faktor peredaran kosmetik ilegal ... 24

2. Hukum Perlindungan Konsumen ... 27

a. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ... 27

b. Asas-asas pperlindungan konsumen ... 28

c. Tujuan Perlindungan Konsumen ... 30

d. Pihak-Pihak dalam Pelaksanaan Perlindungan Konsumen . 30 3. Tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM ... 42

a. Pengertian jual beli ... 42

b. Dasar Hukum Jual Beli ... 42

c. Rukun dan Syarat Jual Beli ... 44

d. Landasan hukum perlindungan konsumen dalam hukum islam ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

A. Pendekatan Dan Jenis penelitian ... 53

B. Lokasi ... 54

C. Subyek Penelitian ... 54

D. Teknik Pengumpulan Data ... 55

E. Analisis Data ... 57

F. Keabsahan Data ... 58

G. Tahap-Tahap Penelitian ... 58

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 61

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 61

(12)

B. Penyajian data dan Analisis ... 62

1. Faktor yang menyebabkan terjadinya peredaran jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko Firliyana ... 62

2. Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Juala Beli Kosmetik tanpa label BPOM ... 71

3. Landasan Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Islam terhadap Jual Beli Kosmetik tanpa label BPOM ... 76

C. Pembahasan Temuan ... 81

1. Faktor yang menyebabkan terjadinya peredaran jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko Firliyana ... 81

2. Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Juala Beli Kosmetik tanpa label BPOM ... 85

3. Landasan Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Islam terhadap Jual Beli Kosmetik tanpa label BPOM ... 91

BAB V PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran -saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

2.1 Penelitian Terdahulu ... 19

(14)

DAFTAR GAMBAR

4.1 Papan Nama di Toko Firliyana ... 62

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Islam merupakan agama yang tidak hanya mengajarkan manusia tentang ibadah, tetapi juga mengajarkan manusia untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan sesama manusia. Islam juga menyatakan bahwa bumi dengan segala isinya merupakan titipan dari Allah SWT kepada para khalifahnya untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan umum di muka bumi.1

Untuk menciptakan kesejahteraan bersama manusia harus saling bekerja sama karena manusia ialah makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan berkaitan dengan seseorang lainnya untuk melengkapi keperluannya. Sehingga manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya dan mengharuskan berhubungan dengan orang lain agar kebutuhannya terpenuhi.

Dalam berhubungan manusia saling membutuh satu dengan yang lainnya seperti dengan cara bermuamalah, contohnya seperti melakukan jual beli.

Konsep Islam mengenai kegiatan muamalah berfokus pada beragam nilai humanism2. Konsep atau kaidah dasar pada kegiatan muamalah berarti bahwa: “Hukum dasar muamalah adalah mubah”3. Maka dalam hal ini , kita

1 Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani,2016), 65

2 Dimmyauddin Djuwaini,Penghantar Fiqih Muamalah ,(Yogyakarta Pustaka Pelajar.

2010),

3 Yusuf Al-Qaradhawi, 7kaidah utama fiqih muamalat , (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

(16)

tidak dapat menjelaskan bahwasannya pelarangan pembayaran belum ditemukannya dalil yang secara sharih melarangnya.

Didalam Q.S Yunus 10 (59) dijelaskan bahwasannya











































Artinya : “Katakanlah, jelaskanlah kepadaku mengenai rezeki yang diberikan Allah kepada mu,kemudian kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah Apakah Allah sudah memberikan izin kepadamuu mengenai hal ini ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah.”

Ayat ini membuktikan bahwasannya Allah telah membebasankan dan juga memberikan fleksibilitas saat bermuamalah.

Secara etimologi kata muamalah(اَعُمْلَا ُُةَلَم) merupakan bentuk Masdar asal kata „amala (اَع َلَم - اَعُي ُلِم – اَعُم ةَلَم ) wajarnya adalah(اَف َُلَع – اَفُ ي ُُلِع - ُ ةَلَعاَفُم )

yang artinya saling bertindak,saling berbuat dan saling beramal. Menurut Hudhari Beik.4 Muamalah merupakan sebuah akad yang memperbolehkan manusia saling menukar manfaat. Maka salah satu perwujudan dari Muamalah itu sendiri yaitu jual beli.

Jual beli berarti "mengganti satu produk dengan yang lain". Jual beli adalah saling menukar properti dengan properti, atau "pengalihan properti untuk penggantian yang wajar". Jadi jual beli menunjukkan adanya dua perilaku dalam suatu transaksi, yaitu sebagai penjual dan sebagai pembeli.

Dalam jual beli ada syarat jual beli yaitu ijab qabul, pedagang, pelanggan, dan objek akad. Pada dasarnya jual beli yang baik dicapai dengan

(17)

strategi yang tepat, misalnya dengan memperhatikan syarat sah jual beli. Jual beli dapat dikatakan terjadi ketika tidak ada catatan penjualan barang atau komoditas sesuai dengan kualitas dan harganya. Transaksi yang dilaksanakan tanpa adanya penipuan,paksaan dan mudharat serta suatu hal yang menimbulkan transaksi jual beli tersebut rusak.5 Namun, ketidaksadaran manusia menimbulkan perubahan hukum jual beli, mulanya diizinkan menjadi sebuah larangan, sebab dapat terjadi kesalahan serta dampak negative lainnya.6

Dalam islam juga dijelaskan bahwasanya dalam jual beli tidak memberikan suatu kerugian satu sama lain, dan mementingkan keselamatan diri sendiri maupun orang lain. Adapun hadist tentang dilarangnya berbuat kerusakan sebagaimana sabdanya:

ُْنَع

ُِديعَس بيأ

َُس

ُِنبُدْع

ُِناَنِس يِرْذُلخا يضر الله ونع

ُ نَأ

َُلوسر

ُِالله ويلَع

َُم لَسَو لاَق

َُل :

َُرَرَض

َُلو

ُ

َُراَرِض

ُ ثيِدَح .

ُ نَسَح هاوَر

ُُنْبا وَجاَم

ُُر دلاو نيْطُق اَُهُُيرَغَو ادَنْسُم , هاورو اَم كِل ىىِف

َُوُمْلا ُ أط

ُ لَسْرُم

ُْنَع

ُِنْبورْمَع

َُيَْيَ

ُْنَع

ُِوْيِبَا

ُِنَع

ُِِّب نلا

ُُالله ىّلص ويَلَع

َُم لس

َُطَقْسأف

ُُوَلوٍديِعَس باَأ

ُ قُرُط يِّوَقُ ي

َُاهُضْعب ا ضْعَ ب .

Artinya: dari abu sa‟id, saad bin Sinan Al Khudri radhiyallahuanhu, sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda: Tidak boleh melakukan perbuatan (mudharat) yang mencelakakan diri sendiri dan orang lain. (Hadist hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Daruqutni serta selainnya dengan sanad yang bersambung, juga oleh imam Malik dalam Muwatho‟secara mursal dari Amr bin Yahya dari bapaknya dari Rosulullah SAW, dia tidak menyebutkan Abu Sa‟id akan tetapi dia memiliki jalan yang menguatkan sebagiannya atas sebagian yang lain).7

5 Abdul R,Ghazali,Ghufron Ihsan, dan SapiudinShidiq, Fiqih Muamalat (Jakarta Kencana: Prenada Media Group,2010),77

6 Miftahur Riski,”Jual Beli Plat Nomor Kendaraan Bermotor Perspektif Fiqh Muamalah dan Undang-undang LLAJ di Bondowoso Vol. I No 1 “Rechenstudent Journal Fakultas Syariah (Jember 2020); 18

7 Muhammad Vandestra, Ringkasan Syarah Arbain Nawawiyah Ultimate, (tt, tt, 2017), h

(18)

Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa kita sebagai muslim dilarang melakukan hal-hal yang dapat berdampak buruk terhadap orang lain maupun diri sendiri. Penjelasan tersebut berkaitan dengan proses jual beli dalam islam yang mana tidak boleh dilakukan dengan cara yang dapat memberikan mudhorot kepada konsumen. Dengan demikian proses jual beli kosmetik dapat berjalan dengan aman dan baik sesuai peraturan dan hukum islam.

Menurut Yusuf Qardhawi dalam perdagangan Islam harus ada norma dan etika, dimana pelaku usaha harus jujur dan amanah dalam menjual produk kepada konsumen, pada produk kosmetik si pelaku usaha harus berperiaku jujur kepada konsumen karena konsemen juga memiliki Hak untuk mengetahui keadaan produk yang dijualnya apakah berbahaya atau tidak jika digunakan, jangan sampai pelaku usaha merugikan konsumen dengan menjual produk kosmetik berbahaya.8 Ibnu Thaimiyah juga merupakan termasuk filsuf yang sangat memperhatikan pengawas, beliau mengawasi dan mengontrol semua aspek kegiatan Ekonomi, maupun mutu produk yang akan diedarkan pada masyarakat, dan memastikan bahwa produk yang beredar di pasar aman dan tidak ada manipulasi, kecurangan dalam produk tersebut, Menurut Ibnu Thamiyah, pengawasan ini bertujuan pada hal yang baik dan melarang hal yang buruk, seperti pada kualitas produk yang beredar di Pasar juga sangat dibutuhkan agar mayarakat yang menggunakan produk tersebut aman bagi tubuh dan kulit. Ibnu Thaimiyah dalam pengawasan tidak hanya pada

8 Zainal Arifin “Yusuf Qardhawi,Norma dan Etika Ekonomi Islam” (Jakarta:Gema Insani

(19)

beberapa isu kegiatan perdagangan, kebenaran ukuran, timbangan, sosial, manajemen saja, tetapi juga pada kecurangan terhadap konsumen industri, standar produk, kebenaran kualitas.

Sehubungan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 (UDPK) yang mengatur tentang hak-hak konsumen dalam Pasal 4 yang menyatakan bahwa:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, konsumsi barang atau jasa

2. Hak untuk memilih barang atau jasa dan menerima barang atau jasa tersebut dengan tarif dan jaminan yang dijanjikan.9

Pada Pasal tersebut menjelaskan bahwa konsumen memiliki suatu hak atas keselamatan, kenyamanan, dan keamanan dalam mengkonsumsi barang atau jasa, maka dari itu sebaiknya pelaku usaha bertanggung jawab atas kewajibannya dan memberikan informasi yang benar, jelas, serta jujur mengenai kondisi jaminan barang atau jasa tersebut serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan secara detail.

Sekarang ini banyak orang yang memilih berkecipu dalam pekerjaan perdaganggan atau berbisnis karena seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin cangih mempermudah untuk melakukan jual beli yang dimana tidak hanya dilakukan secara langsung tetapi juga dilakukan secara tidak langsung yaitu seperti jual beli online..

Melihat kondisi saat ini, di satu sisi menguntungkan konsumen karena kebutuhan produk yang diinginkan dapat dipenuhi dengan berbagai pilihan. Di sisi

9 Celina tri Siwi Kristianti, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet 1, (Jakarta: sinar

(20)

lain, fenomena ini menimbulkan ketidakseimbangan posisi konsumen dan produsen, dimana konsumen berada pada posisi yang lebih lemah. Karena konsumen adalah target objek aktifitas berbisnis di mana mereka menghasilkan keuntungan melalui

iklan promosi dan daya tarik penjualan yang merugikan konsumen.10

Salah satunya produk kosmetik. Di era perdagangan bebas saat ini, banyak sekali jenis kosmetik dengan merek berbeda yang beredar di pasaran.

Oleh karena itu, pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan keinginan wanita untuk tampil cantik dengan membuat atau menjual kosmetik yang tidak memenuhi syarat distribusi. Karena dengan keperluan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat dilain sisi kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pilih memilih kosmetik yang tepat dan baik serta aman digunakan dan masih kurangnya sosialisasi pemerintah tentang kosmetik yang bebahaya tanpa izin edar sehingga masih banyak masyarakat yang dirugikan.

Kosmetik adalah bahan yang diformulasikan untuk digunakan di luar tubuh manusia seperti bibir, wajah, rambut, kuku dan organ ginital bagian luar yang dimana tujuannya untuk merawat, membersihkan mengubah penampilan, mewangikan, dan memelihara tubuh agar menjadi kondisi baik.11

Kosmetik biasanya dibuat dari campuran senyawa kimia, sebagian dari sumber alami dan sebagian besar dari bahan sintetis. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan Keputusan No.

1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang nontifikasi kosmetika bahwa

10 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindunan Konsumen (cet.IX ; Jakarta;

PT. Raja Grapindo Persada, 2015), h 3.

11 Elfina Rosa, Peran Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam

(21)

masyarakat perlu dilindungi dari penggunaan dan peredaran kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Oleh karena itu produk yang dijual harus memiliki standarisasi yang ditentukan pemerintah yaitu standarisasi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dalam hal ini salah satunya masker organik, yang di luaran banyak beredar tidak memiliki surat izin edar dari BPOM, sehingga tidak mengetahui kualitas produk tersebut, apakah diproduksi dengan bahan-bahan yang aman, serta dikelola dengan benar, bahkan sampai kapan produk tersebut bisa dipakai.

Karena pada dasarnya dalam islam jual beli diperbolehkan selama tidak merugikan dan tidak melanggar syariat islam.

Ditinjau dari sudut pandang islam mengenai persoalan pendaftaran produk ke BPOM merpakan salah satu hal yang dilakukan agar mencapai tujuan kemaslahatan dan terhindar dari kemafsadatan. Kemaslahatan sendiri adalah mencangkup sesuatu yang sifatnya positif atau kebaikan, sedangkan kemafsadatan adalah istilah yang mencangkup keburukan atau kerusakan..

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan ditoko firlyana yang menjual berbagai macam kosmetik, diantaranya handbody, bedak, lipstik banyak produk kosmetik dengan label lengkap amun terdapat salah satu jenis produk yang tidak ada label Bpom. Selain itu pada produk tersebut tidak mempunyai keterangan yang jelas pada kemasannya sehingga membuat konsumen kesulitan mengetahui keamanan, dan bahan-bahan yang terkandung pada produk tersebut. Oleh karena itu masalah diatas dapat merugikan konsumen baik berupa finansial maupun kesehatan. Penulis juga melakukan

(22)

wawancara kepada beberapa konsumen yan menggunakan produk tanpa bpom. Setelah melakukan wawancara terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh konsumen diantaranya, mereka kesulitan mendapatkan informasi mengenai keamanan produk tersebut, konsumen cenderung tergiur dengan hasil instan dan harga murah yang ternyata berdampak buruk kesehatan wajah mereka.

Berkaitan dengan hal tersebut Menurut Yusuf Qardhawi dalam perdagangan Islam harus ada norma dan etika, dimana pelaku usaha harus jujur dan amanah dalam menjual produk kepada konsumen, pada produk kosmetik si pelaku usaha harus berperiaku jujur kepada konsumen karena konsemen juga memiliki Hak untuk mengetahui keadaan produk yang dijualnya apakah berbahaya atau tidak jika digunakan, jangan sampai pelaku usaha merugikan konsumen dengan menjual produk kosmetik berbahaya.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas penulis tertarik melakukan penelitian lebih jauh mengenai jual beli kosmetik tanpa label BPOM ditoko Firliyana dan bagaimana hukum jual beli tanpa legilitas BPOM ditinjau dari hukum islam serta peraturan undang-undang. Sehingga penulis mengangkat penelitian berjudul “Perspektif Undang-undang perlindungan konsumen dan Hukum Islam terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM ditoko Firliyana Kecamatan Wuluhan Kabupaten.

B. Fokus Penelitian

Dari uraian latar belakang diatas, maka perlu adanya permasalahan yang akan diteliti agar menjadi lebih jelas serta mencapai apa yang diinginkan.

(23)

Sehingga perlu disusun rumusan masalah berdasarkan sekripsi ini sebagai berikut:

1. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya peredaran jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko Firliyana?

2. Bagaimana tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen terhadap jual beli Koametik tanpa BPOM di Toko Firliyana?

3. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko firliyana?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian digunakan untuk menentukan dan mengembangkan pengetahuan. Dari fokus penelitian tersebet memunculkan beberapa tujuan yang akan menjadi target dari penelitian. Tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya peredaran jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko Firliyana

2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum perlindungan konsumen terhadap jual beli kosmetintanpa label BPOM di Toko Firliyana

3. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli kosmetik tanpa label BPOM di Toko firliyana

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian meliputi apa kontribusi yang akan diperoleh setelah penelitian selesai. Kegunaannya adalah kegunaan teoretis dan praktis, seperti

(24)

manfaat penulis, instansi dan masyarakat. Selain itu, manfaat dari penelitian ini harus realistis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang perspektif Hukum Islam dan Undang-undang perlindungan konsumen terhadap Jual Beli Kosmetik Tanpa Label BPOM.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti Untuk memperluas pengetahuan serta mengetahui khususnya mengenai bagaimana perspektif hukum islam dan Hukum perlindungan konsumen terhadap Jual belikosmetik tanpa label BPOM.

b. Bagi UIN KH Achmad Siddiq Jember Peneliti ini dihadapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk beragumentasi dan mengembangkan pengetahuan mahasiswa tentang Perspektif hukum islam dan Hukum prlindungan terhadap jual beli Kosemetik tanpa label Bpom.

c. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengetahuan yang dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi masyarakat tentang pentingnya memilih produk-produk yang aman, dikelola dengan benar dan tidak membahayakan atau merugikan.

(25)

E. Definisi Istilah

1. Perspektif Hukum Islam

Kata perspektif sendiri berasal adari bahasa latin yakni perspicere yang artinya adalah gambaran, melihat, atau pandangan. Berdasarkan terminologinya perspektif adalah sebuah sudut pandang untuk memahami atau memaknai suatu permasalahan tertentu.

Hukum islah merupakan hukum yang menjadi bagian agama islam yang bersumber dari ayat Al Quran dan Hadist yang wajib ditaati oleh setiap muslim.12

2. Undang Undang Perlindungan Konsumen

Pengertian hukum perlindungan konsumen menurut Undang- Undang tentang perlindungan konsumen pada nomor 8 tahun 1999 pasal 1 angka 1 menyebutkan “ hukum perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan pada konsumen”. 13

3. Jual Beli

Jual beli adalah pertukaran barang atau harta secara sukarela antara para pihak, dimana yang satu menerima barang dan yang lain menerimanya sesuai dengan akad atau peraturan yang diperbolehkan dan disepakati oleh syar'ah.14

12 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di Indonesia, cet 17 (Jakarta: Raja Grafido Persada, 2012), h. 42

13 Republik Indonesia,”Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen”. Hal 2

(26)

4. Kosmetik

Kosmetika dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 445/MenKes/PerMenkes/X/1998 yang menyatakan bahwa kosmetik adalah bahan atau campuran yang digunakan untuk permukaan luar tubuh (kulit ari, kuku, rambut, bibir dan organ luar) , digosok, dituang, ditaburkan atau disemprotkan pada tubuh manusia untuk membersihkan, menjaga, memelihara dan meningkatkan daya tarik atau mengubah penampilan.15

5. BPOM

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) suatu lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pengaturan, standarisasi, dan sertifikasi makanan dan obat-obatan serta segala aspek yang berkaitan dengan pembuatan, penjualan, penggunaan, dan keamanan pangan, obat, kosmetik, dan produk lainnya.16

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ialah suatu penjabaran deskriptif mengenai ketentuan yang dicantumkan. Pada umumnya, sistematika pembahasan mencakup bagian awal, isi dan akhir. Maka dalam penelitian ini disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut :

15 Syarif M. Wasitaatmadja, penuntun Ilmu Kosmetik Medik, ( Depok: UI Press, 1997) Hal. 27

16 Rezky Nur Amelia, Peran Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam

(27)

Bab I adalah Pendahuluan, Pada bab ini terdiri dari judul penelitian, konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat, definisi istilah, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah kajian pustaka. Dalam bahasan ini mencakup kepustakaan yang mencakup penelitian terdahulu dan kajian teori. Pada penelitian terdahulu membahas tentang penelitian sebelumnya yang membiacarakan mengenai sejenisnya dan pada kajian teori berisikan beragam teori dan referensi lainnya yang dipakai dalam pengamatan. Hal tersebut dipakai saat persiapan peneliti untuk mengetahui kondisi sosial yang dikaji.

Bab III adalah metode penelitian, pada bahasan ini mencakup metode yang diterapkan dalam pelaksanaan penelitian. Metode penelitian ini didalamnya menguraikan mengenai pendekatan dan jenis penelitian, tempat, subjek dalam pengkajian, teknik menghimpun data, teknik analisis data dan juga kebahsahan.

Bab IV adalah hasil dan pembahasan. Dalam hal ini berisikan mengenai hasil pengamatan dan penjabaran hasil penelitian terkait jual beli kosmetik tanpa label BPOM ditoko Firliyana Kecamatan Wulihan Kabupaten Jember.

Bab V adalah penutup. Bahasan ini mencakup penutup yang berisi kesimpulan dari hasil pengamatan dan berbagai saran.

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini, peneliti mencantumkan beberapa hasil penelitian terlebih dahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasan, baik pada penelitian yang sudah terpublikasikan atau belum terpublikasikan (skripsi, tesis, disertai artikel, jurnal ilmiah, dan sebagainya). Dengan melakukan langkah ini, maka akan dapat dilihat sampai sejauh mana orisinalitas dan perbedaan penelitian yang hendak dilakukan. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, antara lain:

1. Skripsi yang ditulis oleh Zhafran Mahadika Pratama Jurusan Muamalah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung pada tahun 2019 yang berjudul “Hukum Islam tentang jual beli Handbody tanpa label BPOM”.

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui dibidang muamalah mengenai hukum islam yang berhubungan dengan jual beli produk kecantikan tanpa label BPOM. Dan untuk mengetahui praktik jual beli handbody menciptakan kemaslahatan bagi penjual dan pembeli. . Hasil dari penelitian karena handbody tersebut belum melalui pendaftaran produk yang sesuai menurut peraturan pemerintah di BPOM menurut hukum islam hal tersebut mengandung kemudharatan dan sebaiknya ditinggalkan karena dapat merugikan salah satu piahk terutama konsumen yang menggunakan produk tersebut. Dalam sekripsi ini menggunakan

(29)

penilitian hukum yuridis emperis yang dimana suatu pendekatan yang mengacu pada peraturan-peraturan tertulis kemudian dilihat bagaimana implementasinya dilapangan.

Persamaan penilitian ini dengan penilitian yang hendak dilakukan oleh penulis yaitu sama-sama mengkaji produk yang tanpa label BPOM ditijau dari hukum islam, dan metode penilitian yang digunakan sama-sama yuridis emperis. Sedangkan perbedaannya objek penilitian terdahulu mengggunakan handbody sedangkan penulis lebih umum menggunakan kosmetik, dan pada penelitian penelitian penulis terdapat tinjauan dari undang-undang perlindungan konsumen.

2. Skripsi Lidya Wati dari Universitas Islam Negri Sulthan Thaha Saifudin JambiTahun 2019 yang berjudul Peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jambi Dalam Mengatasi Peredaran Kosmetik yang mengandung zat Berbahaya (prespektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam). Tauajuan penelitian ini untuk menetahui peran badan pengawas obat dan makanan Jambi dalam mengatasi kosmetik yang mengandung zat berbahaya prespektif Undang- Undang perlindungan konsumen dan prespektif hukum islam. Dalam penilitian ini menggunakan metode penilitian ini adalah jenis pendekatan Yuridis Emperis yang dimana jenis data yang diperolehnya suatu temuan dilapangan mengenai masalah yang diangkat dalam judul ini. Hasil penelitian ini peran BPOM tak hentinya menghimbau ke masyarakat agar lebih teliti dan bijak dalam memilih suatu produk kosmetik jangan tergiur

(30)

dengan harga yang murah atau iklan-iklan yang menggiurkan dan BPOM dalam melakukan perlindungan berupa pencabutan izin edar, penarikan produk, dan ada penylidikan bila terjadi suatu indikasi unsur pidana, yang dimana tujuannya untuk melindungi setiap individu agar tidak ada yang dizhalimi, dicurangi, penipuan, serta penyelewangan lainnya. Apabila dilihat dari penelitian terdahulu ada persamaan yaitu sama-sama membahas mengenai produk kosmetik yang tidak ada izin edar dari BPOM menurut undang-undang dan hukum islam, dan metode penilitian yang digunakan sama-sama menggunakan penilitian jenis Yuridis Emperis sedangkan perbedaannya terdapat pada tempat penilitiannya.

3. Skripsi yang ditulis oleh Disa Nusia Nisrina dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016 yang berjudul Perlindungan Konsumen dalam Peredaran Kosmetik Berbahaya cream Syahrini. Tujuan dari sekripsi ini 1. Untuk mengetahui faktor apa yang mendukung peredaran kosmetik berbahaya cream syahrini 2. Unruk mengetahui efektifitas undang-undang perlindungan konsumen 3. Untuk mengetahui perlindungan konsumen terhadap peredaran kosmetik berbahaya khususnya terhadap cream syahrini yang dilakukan BPOM.

Dan hasil penelitian ini bahwa faktor yang mendorong konsumen membeli produk tersebut diantarana karenna minimnya pengetahuan konsumen yang berkaitan tentang kosmetik yang ilegal, dan minimnya pengawasan dari badan pengawasan obat dan makanan, dan harga kosmetik lebih murah. Dan melihat keefektifitasan undang-undang perlindungan

(31)

konsumen dalam peredaran kosmetik cream syahrini dilihat dari dua aspek, yang pertama efektifitas undang-undang nomor 8 tahun 1999 yang kedua efektifitas dalam sistem pengawasan. Ditinjau dari UUPK pasal 8 permasalahn kosmetik sudah tercangkup didalamnya, begitu pula dengan dengan sistem pengawasannya juga, jadi semua itu kembali membutuhkan peran aktif dari masyarakat seperti melaporkan dan jangan mudah tergiur dengan produk yang ilegal. Dan dalam kasus peredaran cream syahrini ini BPOM melakukan pengawasan yang dimana sub sistem pengawasan pemerintahan, dan sub sistem pengawasan konsumen.

Dilihat dari penelitian terdahulu maka terdapat kesamaan yaitu sama-sama membahas masalah yang mengacu pada undang-undang perlindungan konsumen terhadap kosmetik, sedangkan perbedaannya peniliti terdahulu hanya membahas menurut undang-undang perlindungan konsumen sedangkan penulis terdapat tinjauan menurut hukum islam, dan penelitian terdahu menggunakan penilitian yuridis normatif, sedangkan peneliti menggunakan metode yuridis emperis.

4. Skripsi Rima Basuki Lestari dari Universitas Bayangkara Surabaya Tahun 2021 yang berjudul “Perlindungan Hukum bagi pengguna pemutih badan Ilegal ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen”. Tujuan penilitian ini untuk mengetahui bagaiman perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat penggunaan produk pemutih badan ilegal ditinjau dari Undang-Undang perlindungan konsumen, dan

(32)

untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen pengguna produk pemutih badan ileal yang dirugikan.

Penilitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil dari penilitian ini bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin kepastian hukum yang melindungi konsumen, apalagi dengan peredaran pemutih badan ilegal. Dengan adanya perlindungan hukum bagi konsumen akan mencegah praktik-praktik yang dapat merugikan konsumen dalam mengkonsumsi produk ilegal tersebut. Dan apabila suatu saat muncul keluhan dari konsumen maka pelaku usaha wajib bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut, yang dimana pertanggung jawaban terhadap konsumen terdapat pada pasal 19 sampai pasal 28 Undang- Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

Persamaan antara peniliti terdahulu yaitu sama-sama membahas mengenai perlindungan konsumen mengenai suatu produk yang sifatnya ilegal adapun perbedaannnya dengan penelitian terdahulu menggunakan penilitian yuridis Normatif sedangkan penulis menggunakan penilitian Yuridis Emperis. Dan pada penelitian terdahulu hanya mengguanakan tinjauan dari hukum perlindungan Konsumen sedang penulis juga meninjau dari pandangan hukum islam. yang dimana juga dilihat dari pandangan hukum islam.

5. Skripsi yang ditulis oleh Sekar Ayu Amiluhur Praji dari Universitas Islam Yogyakarta tahun 2018 yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Peredaran Kosmetik Yang merugikan Konsumen”. 1. Untuk menganalisis

(33)

perlindungan hukum bagi konsumen terhadap peredaran produk yang merugikan bagi konsumen. 2. Untuk menganalisis tanggung jawab pelaku usaha atas penjualan serta pemasaran produk kosmetik yang merugikan bagi konsumen. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa peraturan mengenai perlindungan konsumen sudah cukup memadai untuk melindungi konsumen, akan tetapi pada pelaksanaannya belum cukup efektif, karena masih ditemukan kosmetik yang ilegal mengandun bahan berbahaya, adapun pelaku usaha kosmetik belum sepenuhnya bertanggung jawab atas produk yang dijual, serta melepas tanggung jawabnya dengan dalih kesalahan berada ditangan konsumen. Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan serta pemberitahuan dari pihak-pihak terkait pelaku usaha oleh karena itu undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen hanya peraturan saja karena belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik dan sebagaimana semestinya.

Persamaan penilitian terdahu dengan penulis yaitu sama-sama membahas tinjauan hukum perlindungan konsumen terhadap peredaran kosmetik yan sifatnya ilegal, adapun perbedaannya jika di penilitian dahulu hanya meninjau dari hukum perlindungan konsumen, sedangkan penulis meninjau dari sisi hukum islam juga dan metode penilitian terdahulu menggunakan yuridis Normatif sedangkan penilitian peneliti menggunakan Yuridis Emperis.

(34)

TABEL 2. 1

Persamaan dan Perbedaan

NO Nama, Tahun,

Judul

Persamaan Perbedaan

1.

Zhafran Mahardika pratama, Universitas Intan Lmapun Tahun 2019. Judul: Hukum islam Tentang Jual Beli Handbody Tanpa Label BPOM (Studi Kasus Transaksi Online produk Kyantik Skincare)

Sama-sama

membahas produk tanpa label BPOM yang ditinjau dari hukum islam,

metode yang

digunakan yuridis emperis

Perbedaannya terletak pada objek yang digunakan yaitu pada peneliti terdahulu mengfokuskan

menggunakan produk handbody, sedangkan lebih umum yaitu kosmetik tanpa label BPOM, serta pada penilitian peneliti terdapat tinjuan menurut Undang- Undang perlindungan konsumen.

2 2.

Lidya Wati,

Universitas Islam Negri Shulthan Thaha Saifudun Jambi Tahun 2019 Judul: Peran Badan Pengawas Obat dan Makanan Provinsi

Jambi dalam

Mengatasi Peredaran Kosmetik yang Mengandung Zat Berbahaya

(Prespektif Hukum Islam dan Undang- Undang

perlindungan Konsumen

Sama-sama

membahas mengenai produk Kosmetik tanpa label BPOM ditinjau dari Hukum islam dan Undang- Undang

Perlindungan

konsumen, metod yang digunakan Yuridis Emperis

perbedaannya

terdapat pada tempat penilitiannya.

(35)

3 .3.

Disa Nusia Nisrina, Universitas Islam Negri

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016 Judul : Perlindungan Konsumen dalam Peredaran Kosmetik Berbahaya cream Syahrini

Sama-sama

membahas mengenai perlindungan

konsumen Terhadap peredaran kosmetik

Perbedaannya pada peniliti terdahulu hanya pada tinjauan perlindungan

konsumen sedangkan penulis terdapat perspektif menurut Hukum Islam,. Dan metode penilitian terdahulu

menggunakan yuridis Normatif sedangkan penilitian peneliti menggunakan Yuridis Emperis.

4.

Rima Basuki Lestari, Universitas

Bayangkara

Surabaya Tahun 2021, judul:

perlindungan Hukum bagi pengguna pemutih badan ilegal ditinjau dari Undang- undang Perlindungan Konsumen.

Sama-sama

membahs mengenai suatu produk ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan

Konsumen,

Perbedaannya

penilitian terdahulu menggunakan yuridis Normatif sedangkan penulis menggunakan yuridis Emperis, dan pada peiliti juga menggunakan

perspektif dari Hukum Islam.

5

Sekar Ayu Amiluhur Priaji, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun 2018, judul :

“Perlindungan

hukum terhadap peredaran kosmetik yang merugikan konsumen”.

Sama-sama

membahas mengenai perlindungan hukum terhadap peredaran kosmetik yang merugikan

konsumen.

Perbedaannya pada penelitian terdahulu menggunakan yuridis normatif sedankan penulis menggunakan yuridis emperis, dan pada penelitian terdahulu hanya mengfokus pada hukum perlindungan konsumen, sedangkan

penulis juga

mengfokuskan

menurut hukum islam.

(36)

B. Kajian Teori

Kajian teori merupakan variabel dan persektif mengenai suatu hal yang dirangkai secara terstruktur. Kajian teori harus dipaparkan agar pengamatan mempunyai suatu dasar yang kuat dan bukan hanya percobaan pengamatan.

1. Peredaran Kosmetik a. Pengertian kosmetik

Dalam bahasa inggris istilah kosmetik adalah “cosmetics”

berasal dari kata “kosmein” dari bahasa yunani yang artimya

„berhias”. Bahan yang digunakan dalam membuat kosmetik dahulu

diracik menggunakan bahan-bahan alami yang ada disekitar. Namun sekarang kosmetikdibuat tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatandengan maksud untuk meningkatkan kecantikan.17

Pengertian kosmetika dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 445/MenKes/PerMenkes/X/1998, yang menyatakan bahwa kosmetika adalah bahan atau campuran yang digunakan pada permukaan luar tubuh (kulit ari, kuku, rambut, bibir dan organ luar) dioleskan, digosok, dituangkan, disemprot atau dipercikkan Aplikasi pada tubuh manusia untuk pembersihan, perawatan, pemeliharaan dan peningkatan daya tarik atau perubahan penampilan.18

Secara umum yang dimaksud dengan kosmetik adalah suatu zat atau perawatan yang digunakan untuk meningkatkan penampilan atau

17 Syarif M. Wasitaatmadja, penuntun Ilmu Kosmetik Medik, ( Depok: UI Press, 1997) Hal.3

18 Syarif M. Wasitaatmadja, penuntun Ilmu Kosmetik Medik, ( Depok: UI Press, 1997)

(37)

aroma tubuh manusia . kosmetik umumnya berasal dari campuran beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari bahan alami dan kebanyakan dari bahan sintesis.

b. Penggolongan kosmetik

Peredaran kosmetik saat inisangat banyak dipasaran, baik kosmetik lokal maupun kosmetik impor. Di indonesia sendiri tercatat ratusan pabrik kosmetik yang terdaftar secara resmi, dan diperkiraan ada dua kali lebih pabrik kosmetik yang tidak terdaftar (ilegal) yang merupakan usaha rumah tangga maupun salon kecantikan.19

Adapun penggolongan kosmetik berdasarkan Peraturan Mentri RI, antara lain:

1) Persediaan untuk bayi, seperti minyak bayi, bedak bayi 2) Persediaan untuk mandi, seperti sabun mandi, bath capsule 3) Preparat untuk mata seperti maskara, eye-shadow

4) Praparat wangi-wangian seperti parfum, toilet water

5) Preparat untuk rambut, misalnya seperti shampoo, conditioner, hair spray.

6) Preparat pewarna rambut, seperti cat rambut

7) Preparat makeup (kecuali mata), misalnya seperti bedak, lipstik Praparat untuk kebersihan mulut, seperti pasta gigi, mouth washes.

8) Preparat kuku seperti cat kuku, lotion kuku, dll;

9) Preparat untuk kebersihan badan seperti deodorant dll

19 Retno Iswari Trianggono dan Fatma Latifah, 2007 Buku Pegangan ilmu pengetahuan

(38)

10) Preparat untuk cukur, misalnya seperti sabun cukur, alat cukur, 11) Preparat pewarna kulit seperti pembersih, pelembab, pelindung 12) Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya fondation,

sunscreen dll;

AdapunMenurut Wels FV dan Lubewo II, menggolongkan kosmetik atas sediaan dan perawatan kaki, kosmetik tubuh, kosmetik rambut, kosmetik pria dan lain-lain. Breur EW dan Principles of Cosmetics for Dermatologists mengklasifikasikan sebagian besar bahan sintetis sebagai berikut:20

1) Toiletries: shampoo, sabun, pengkilap rambut, conditioner, pengriting rambut, pewarna rambut, pelurus rambut.

2) Skin care : pembersih, toner, pelembab, masker, krim malam, dan bahan untuk mandi.

3) Make up : fondation, eye makeup, lipstik, blusher, enamel kuku.

4) Fragrance ; parfume, cologen,toilet water, body lotion, bath powder, dan after shave agents.

Selain itu bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI/RSPN/Dr.Cipto Mangun Kusumo Jakarta, membagi kosmetik menjadi bebrapa bagian diantaranya:

20 Syarif M. Wasitaatmadja, penuntun Ilmu Kosmetik Medik, ( Depok: UI Press, 1997)

(39)

1) Kosmetik pemeliharaan dan perawatan yang dari kosmetik, pembersih, kosmetik pelembab, kosmetik pelindung, dan kosmetik penipis

2) Kosmetik pewangi atau parfum yang terdiri dari after shave lotion, parfume, eau de toilette, deodorant.

3) Kosmetik rias atau dekoratif yang terdiri dari kosmetik rias terutama wajah, kosmetik rias kuku, kosmetik rias rambut, kosmetik rias bibir, dan kosmetik rias mata.

c. Faktor-faktor Peredaran Kosmetik tanpa label BPOM

Istilah peredaran berdasarkan peraturan BPOM Nomor 2 tahun 2020 tentang pengawasan dan peredaran kosmetika pada pasal 1 ayat(4) menyebutkan bahwa peredaran adalah suatu serangkaian kegiatan distribusi atau penyerahan kosmetika baik dalam rangka perdagangan atau pemindah tangan.21 Untuk penyebab peredaran kosmetik ilegal sendiri secara umum ada beberapa faktor diantaranya:22

1) Faktor intern

Dari peredaran kosmetik ilegal tidak lepas dari peran penjual dan pembeli kosmetik itu sendiri. Para pedagang memudahkan konsumen untuk mendapatkan produk kosmetik ilegal tanpa memikirkan efek penggunaan pada konsumen dan konsumen

21 https://jdih.pom.go.id/chart/4.

22 Ramadhan, Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan yang terjadi di wilayah Pertambanagan Poboya. Jurnal Ilmu Hukum LEGAL Opinion Edisi 6, Volume 2, tahun 2019

(40)

sedndiri ingin membeli kosmetik dengan harga yang terjangkau.

Umumnya kareana keterbelakangan ekonomis. Faktor intern sendiri terdapat pada diri individu seseorang.

2) Faktor ekstern

Faktor ini menurut para ahli kriminologi bisa disebut dengan faktor lingkungan, yang dimana penyebab terjadinya karena lingkungan tidak baik, tidak cukup mendapatkan pengetahuan atau pemahaman khususnya untuk memilih produk kosmetik, tujuan dari pengetahuan tersebut menjadi nilai pendidikan sebagaimana menjadi alat maju agar penjual maupun pembeli mengetahui bahwa produk ilegal tidak boleh diperjual belikan.

Untuk peredaran kosmetik harus memenuhi persyaratan yang dimana penandaan etiket wadah pembungkus harus mencantumkan informasi yang lengkap. adapun keterangan yang harus dicantumkan dalam wadah meliputi :

1) Nama produk

2) Nama dan alamat produsen atau penyalur 3) Isi, ukuran atau berat bersih

4) Komposisi 5) Nomor izin edar 6) Nomor kode produksi

7) Kegunaan dan tata cara menggunakan, kecuali produk yang sudah jelas dipergunakannya.

(41)

8) Bulan tanggal kadarluarsa

9) Penandaan yang berkaitan dengan mutu

Pada pasal 8 Peraturan Mentri Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VII/2010 Tentang izin produksi kosmetika diberikan dengan persyaratan:23

1) Memiliki apoteker sebagai penanggung jawab

2) Memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produksi yang akan dibuat.

3) Memiliki fasilitas laboratorium

4) Menerapkan cara pembuatan kosmetik yang baik.

5) Label Kemasan Pada Kosmetik

2. Hukum Perlindungan Konsumen

a. Pengertian Hukum perlindunan Konsumen

Pengertian hukum perlindungan konsumen menurut Undang- Undang tentang perlindungan konsumen pada nomor 8 tahun 1999 pasal 1 angka 1 menyebutkan “ hukum perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan pada konsumen”.24 Adapun hukum perlindungan konsumen menurut Az. Nasution adalah suatu aturan yang didalamnya terdapat asas-asas dan suatu kaidah yang mengatur dan melindungi kepentingan dari konsumen. Kalimat tersebut diharapkan menjadi

23 Republik Indonesia, Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 1174/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin produksi Kosmetik,h.5.

24 Republik Indonesia,”Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan

(42)

suatu benteng yang dimana meniadakan tindakan sewenang-wenang yang dapat merugikan salah satu pihak. Kesewenag-wenangan akan mengakibatkan ketidak pastian hukum. oleh karena itu upaya agar memberikan jaminan yangg efektif akan kepastian hukum ditentukan dalam Undang-Undang perlindungan konsumen dan undang-undang lainnya yang dimana masih berlaku untuk memberikan perlindungan konsumen, baik dalam hukum publik maupun hukum privat.25

b. Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen

Asas-asas Undang-Undang Perlindungan Konsumen tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yang melindungi konsumen atas dasar keselamatan, perlindungan konsumen, manfaat, keseimbangan, keadilan dan kepastian hukum.26 Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang dimana mmenyatakan bahwa perlindungan konsumen digunakan untuk usaha bersama berdasarkan atas lima asas yang relevan dalam pembangunan yaitu :

1) Asas Manfaat

Yang dimaksud dengan asas manfaat yaitu untuk menjelaskan bahwa segala hal dalam menyelenggarakan

25 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum perlindungan Konsumen ( Cet. IX ; Jakarta;

pt. Raja Grapindo Persada,2015) hlm.2

26 Republik Indonesia. “Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

(43)

perlindungan konsumen harus memberikan kemanfaatan bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha.

2) Asas keadilan

Yang dimaksud pada asas keadilan bahwasanya agar partisipasi masyarakat dapat terwujud secara maksimal dan memberikan kepada pihak konsumen maupun pelaku usaha untuk memperoleh hak dan kewajibannya secara adil.

3) Asas Keseimbangan

Yang dimaksud asas keseimbangan dimana antara kepentingan pelaku usaha, konsumen dan pemerintah dalam arti materil maupun sepiritual memberikan keseimbangan.

4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Yang dimaksud asas keselamatan dan keamanan konsumen yaitu memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi konsumen yang menggunakan, memakai, dan memanfaatkan barang atau jasa yang digunakan maupun dikonsumsi.

5) Asas kepastian hukum

Yang dimaksud asas ini yaitu pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam melaksanakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.27

(44)

c. Tujuan Perlindungan Konsumen

Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa perlindungan konsumen bertujuan untuk:

1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen bertujuan untuk melindungi diri.

2) Meningkatkan harkat dan martabat manusia dengan mencegah atau melindungi dari ekses negatif saat menggunakan barang atau jasa.

3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam menentukan, pilihan dan tuntutan hak-hak konsumen.

4) Terciptanya sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi, serta akses informasi.

5) Menciptakan kesadaran pengusaha, yang sangat penting bagi konsumen untuk menciptakan sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berbisnis.

6) Meningkatkan mutu barang atau jasa yang menjamin mutu produksi secara aman, sehat dan ramah konsumen.28

d. Pihak-Pihak dalam Pelaksanaan Perlindungan Konsumen

Dalam melakuka upaya pelaksanaan perlindungan konsumen terdapat beberapa pihak yaitu :

28 Tim Redaksi BIP, “ undang- undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

(45)

1) Konsumen

Menurut UU Perlindungan Konsumen yang diusulkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, konsumen adalah pengguna jasa atau barang yang tersedia dalam masyarakat untuk kepentingan pribadi atau keluarga atau keuntungan lain dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Lahirnya UUPK, yang menyatakan bahwa konsumen adalah seseorang yang menggunakan jasa atau barang yang tersedia di masyarakat baik untuk kepentingan atau kebutuhannya sendiri, untuk kebutuhan keluarga atau orang lain. Maupun mahluk hidup yang dimana tidak untuk diperdagangkan.29

Sebagai suatu konsep "konsumen" telah diperkenalkan beberapa puluh tahun lalu diberbagai negara dan saat ini banyak negara yang menggunakan undang-undang atau peraturan yan dikhususkan untuk perlindungan konsumen termasuk sarana peradilan bagi konsumen. Seiring berjalannya waktu berbagai negara juga menetapkan hak-hak konsumen yang ditetapkan diperaturan perlindungan konsumen. Istilah konsumen sendiri berasal dari alih bahasa dari consumer (Inggris Amerika), konsument atau consumer (Belanda). Secara hanafiah kata konsumen adalah lawan kata dari kata produsen. Tujuan

29 Ahmad Miru, prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia (cet.11

(46)

pengunaan barang atau jasa nanti akan menentukan konsumen tersebut termasuk kelompok pengguna yang mana.30

Berdasarkan pengertian konsumen di atas, konsumen dapat dibedakan menjadi tiga batasan, yaitu:

a) Konsumen Komersial, seseorang yang membeli barang atau jasa yang digunakan dalam produksi barang atau jasa lain untuk mendapatkan keuntungan.

b) Konsumen antara,seseorang yang membeli produk atau jasa dengan kebiasaan menjualnya untuk mendapatkan keuntungan.

c) Konsumen akhir, seseorang yang memperoleh atau menggunakan jasa atau barang untuk kepuasan hidup pribadi atau orang lain dan makhluk hidup lain dan bukan untuk dijual kembali.31

Perlindungan konsumen Indonesia tertuang dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa perlindungan konsumen dalam Bab 1 UUPK mengacu pada segala upaya untuk menjamin kepastian hukum.

untuk melindungi konsumen.

30 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum perlindungan konsumen (Cet.111:Jakarta:Sinar Grafika,2011),h.22

31 A.Z Nasution,hukum perlindungan konsumen suatu pengantar (Jakarta: Diadit

(47)

Hak konsumen meliputi :32

a) Hak atas kenyamanan dan keamanan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.

b) Hak untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan pilihan dan syarat serta jaminan yang dijanjikan.

c) Hak untuk memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur tentang syarat dan jaminan barang atau jasa.

d) Hak untuk didengarkan tentang keluhan atau pendapat tentang barang atau jasa.

e) Hak atas perwakilan hukum, perlindungan dan langkah- langkah yang tepat untuk menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen.

f) Hak atas pelatihan atau pendidikan konsumen.

g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara adil, jujur dan tanpa diskriminasi.

h) Hak atas ganti rugi atau ganti rugi jika barang tidak sesuai atau seharusnya tidak sesuai dengan kontrak.

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.

j) Konsumen berhak atas keselamatan, kenyamanan dan keamanan dalam mengkonsumsi barang atau jasa, sebaliknya pedagang bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya

32 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

(48)

untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur tentang status barang atau jasa.

2) Pelaku Usaha

Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama berdasarkan suatu perjanjian, atau melakukan kegiatan untuk melakukan usaha. dalam berbagai sektor ekonomi.

UUPK tidak hanya melindungi konsumen, tetapi UUPK juga mengatur hak-hak pengusaha berdasarkan Pasal 6 Undang- Undang Perlindungan Konsumen 8 tahun 1999, di mana berlaku hak-hak pengusaha:

a) Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai barang atau jasa yang diperdagangkan.

b) Hak mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

c) Hak melakukan pembelaan diri didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.

(49)

e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha juga diatur dalam UUPK Pasal 7 UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu:

a) Beritikad baik dalam melakukan usaha.

b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur, mengenai kondisidan jaminan barang atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, pemeliharaan.

c) Melayani dan memperlakukan konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskrimatif.

d) Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan sesuai dengan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang diperdagangkan.

e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji barang atau jasa tertentu seraa memberi jaminan atau garansi atas barang yang diperdagangkan.

f) Memberi kompensasi, ganti rugi atas kerugian pengunaan atau pemakaian barang yang di perdagangan.

g) Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.33

33 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

(50)

Undang-undang perlindungan konsumen memiliki tujuan antara lain untuk mengangkat dan melindungi kehidupan konsumen, maka dari itu semua hal yang dapat membawa dampak negative harus dihindarkan baik pemakaian barang atau jasa, maka dari itu undang-undang menentukan berbagai larangan yang terdapat pada pasal 8UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu:

Pengusaha dilarang memproduksi atau menjual barang atau jasa yang;

a) tidak memenuhi atau tidak memenuhi standar yang disyaratkan oleh hukum.

b) tidak sesuai dengan berat bersih atau isi bersih yang dinyatakan pada label produk.

c) Tidak dihitung menurut skala, jumlah, ukuran dan kuantitas menurut ukuran sebenarnya.

d) tidak sesuai dengan kondisi, karakteristik, jaminan yang tertera pada label atau deskripsi barang atau jasa.

e) tidak sesuai dengan komposisi, kualitas, kualitas, pemrosesan, gaya, atau penggunaan bahan tertentu sebagaimana ditunjukkan pada label atau deskripsi barang atau jasa. f) tidak memenuhi janji yang disebutkan dalam label, deskripsi, iklim atau promosi produk atau jasa.

(51)

f) Ketidakpatuhan terhadap peraturan produksi Halal sebagaimana tertera pada pernyataan Halal pada label.

g) Stiker dengan penjelasan nama produk, ukuran, berat bersih, komposisi, label halal, tanggal pembuatan, kadaluwarsa, efek samping, alamat distributor dan keterangan lain yang dipersyaratkan tidak dilampirkan. pada label produk atau kemasan.

h) Tidak memuat keterangan atau petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia menurut hukum yang berlaku.

i) Pedagang tidak boleh memperdagangkan barang yang rusak, rusak atau bekas dan terkontaminasi tanpa memberikan informasi yang lengkap dan benar tentang barang tersebut.

j) Pengusaha dilarang menyerahkan atau menjual obat dan makanan yang rusak, bekas, terkontaminasi, cacat tanpa memberikan informasi yang lengkap dan benar.

k) Pengusaha yang melanggar ayat 1 dan 2 tidak boleh menjual barang atau jasa dan harus mengeluarkannya dari toko.34

3) Departemen atau Instansi Pemerintah

Keterlibatan negara dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen didasarkan pada kepentingan yang diatur dalam UUD 1945, antara lain negara melayani kesejahteraan rakyatnya. Hal ini

(52)

dijelaskan dalam Pasal 33 UUD 1945.35 Maka sebagai mana yang diataur dalam pasal 29 UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, menyatakan:

a) Tugas pemerintah mendorong terselenggaranya perlindungan konsumen yang menjamin terwujudnya hak- hak konsumen dan pelaku ekonomi serta terpenuhinya kewajiban pelaku ekonomi dan konsumen.

b) Pemerintah mengarahkan pelaksanaan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melalui Menteri atau Menteri terkait.

c) Mentri tersebut pada ayat 2 mengoordinasikan penyelenggaraan perlindungan konsumen.

d) Pelaksanaan pembinaan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 meliputi upaya:

(1) Menciptakan suasana bisnis dan mengembangkan bisnis-konsumen yang sehat.

(2) Pembentukan lembaga perlindungan konsumen yang mandiri.

(3) Meningkatkan kualitas sumber daya dan memperkuat kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) apartemen melalui pemesanan diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

a) Ruang baca berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik dan pendidik memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka. c) Ruang baca dilengkapi sirkulasi

Berdasarkan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata terbagi menjadi 4 komponen yaitu aspek

Di SMPN 7 Kotabumi merupakan salah satu sekolah yang diunggulkan, namun nilai luhur (karakter) belum tertanam dengan baik pada diri dan prilaku peserta didik

Batasan yang diberlakukan dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas (4, 5, 6) yang memiliki kemampuan persepsi motorik yang dikelompokkan dalam kelompoik

Disebut dengan penyakit akar merah karena jika tanah di daerah perakaran tanaman yang sakit dibongkar akan terlihat miselia jamur berwarna merah muda sampai merah tua

Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa jurnal tercetak merupakan terbitan berkala yang isinya bersifat informasi ilmiah mengenai penemuan suatu karya mutakhir dalam kajian

Pengaturan hukum tentang peredaran kosmetik yang tidak mencantumkan label bahasa Indonesia pada produk sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan