• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYULUHAN PEMBUATAN DAN PENERAPAN LARUTAN DAUN SIRIH HIJAU UNTUK TEAT DIPPING SAPI PERAH SEBAGAI PENGENDALIAN MASTITIS DI KELOMPOK TERNAK KARYA ABADI BINAAN KUD KARYA BHAKTI NGANCAR KAB. KEDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENYULUHAN PEMBUATAN DAN PENERAPAN LARUTAN DAUN SIRIH HIJAU UNTUK TEAT DIPPING SAPI PERAH SEBAGAI PENGENDALIAN MASTITIS DI KELOMPOK TERNAK KARYA ABADI BINAAN KUD KARYA BHAKTI NGANCAR KAB. KEDIRI"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PENYULUHAN PEMBUATAN DAN PENERAPAN LARUTAN DAUN SIRIH HIJAU UNTUK TEAT DIPPING SAPI PERAH

SEBAGAI PENGENDALIAN MASTITIS DI KELOMPOK TERNAK KARYA ABADI BINAAN KUD KARYA BHAKTI

NGANCAR KAB. KEDIRI

PROGRAM STUDI

PENYULUHAN PETERNAKAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

NUGRAHA JAYENG S 04.03.18.183

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MALANG

BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2022

(2)

TUGAS AKHIR

PENYULUHAN PEMBUATAN DAN PENERAPAN LARUTAN DAUN SIRIH HIJAU UNTUK TEAT DIPPING SAPI PERAH

SEBAGAI PENGENDALIAN MASTITIS DI KELOMPOK TERNAK KARYA ABADI BINAAN KUD KARYA BHAKTI

NGANCAR KAB. KEDIRI

Diajukan sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan (S.Tr)

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PETERNAKAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

NUGRAHA JAYENG S 04.03.18.183

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MALANG

BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2022

(3)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, didalam naskah TA ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain sebagai Tugas Akhir atau untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah TA ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia TA ini digugurkan dan gelar vokasi yang telah saya peroleh (S.Tr) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku.

Malang, 04 Juli 2022 Mahasiswa

Nugraha Jayeng S.

NIRM. 04.03.18.183

(4)
(5)
(6)

RINGKASAN

Nugraha Jayeng S, NIRM. 04.03.18.183. Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis di Kelompok Ternak Karya Abadi Binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri. Komisi Pembimbing : Dr. drh. Rudy Rawendra, M.App.Sc., dan Setya Handayani S.Pt., M.Si.

Tujuan dalam penelitian ini yaitu 1) Mengetahui prosedur pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih; 2) Mengetahui efek penggunaan larutan Teat Dipping daun sirih hijau 3) Menyusun penyuluhan prosedur pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih, 4) Mengetahui hasil evaluasi tingkat pengetahuan dan keterampilan pada peternak.

Pelaksanaan tugas akhir pada bulan Maret sampai Juni 2022. Populasi dalam penelitian ini adalah 39 peternak anggota kelompok ternak Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti dengan sampel 20 orang. Analisis data dilakukan secara analisis deskriptif kuantitatif. Tahap kegiatan yang dilakukan yaitu; 1) Pemantapan materi penyuluhan pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih hijau untuk sapi perah pada mastitis; 2) Penyusunan penyuluhan terdiri dari pemilihan dan penetapan lokasi penyuluhan, materi penyuluhan, metode penyuluhan, dan media penyuluhan. 3) Evaluasi penyuluhan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan keterampilan.

Pemantapan materi dilakukan melalui pembuatan dengan menyiapkan alat, bahan, lalu membersihkan daun sirih 1 kg dan dikeringkan, kemudian potong daun sirih dilanjut diblander, tambahkan air 2 L, lalu rebus selama 30 menit dengan suhu 100 C, setelah selesai dinginkan dan masukkan rebusan pada jerigen.

Konsentrasi 60% dan 50% didapatkan dengan mencampur air perbandingan 2:1 dan 4:5. Penerapan Teat Dipping dengan larutan daun sirih hijau dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore setelah pemerahan selama 10 detik.

Penyuluhan dilakukan 3 kali pada 6 April, 18 Mei, dan 19 – 21 Mei 2022 dengan metode ceramah dan diskusi, demonstrasi cara, serta anjangsana. Materi yang disampaikan adalah mastitis dan faktor penyebab, serta pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih hijau. Media yang digunakan adalah PPT, silide proyektor, leaflet. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi hasil untuk mengetahui tingkat pengatahuan dan keterampilan dari sasaran

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu; 1) Larutan konsentrasi 60% dan 50%

didapatkan dengan mencampur air perbandingan 2:1 dan 4:5 dapat dijadikan sebagai pengendalian mastitis pada sapi perah; 2) Teat Dipping dengan larutan daun sirih hijau 60% dan 50% dapat digunakan untuk pengendalian mastitis pada sapi perah serta dapat menurunkan mastitis dari 48 (50%) puting menjadi 23 (24%) puting dari total 96 puting sapi perah. 3) Penyuluhan dilaksanakan di kelompok ternak Karya Abadi dengan sasaran penyuluhan 20 anggota. Materi yang digunakan adalah pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih hijau pada sapi perah. Metode penyuluhan adalah diskusi, ceramah, demonstrasi cara, dan anjangsana dengan media PPT dan slide proyektor, leaflet; 4) Hasil evaluasi penyuluhan aspek pengetahuan berada di tingkat mencipatakan (C6) atau sangat tinggi (88,75%), sedangkan aspek keterampilan berada pada tingkat Adaptasi (P6) atau dengan persentasi sangat tinggi (89,25%).

Kata Kunci : Mastitis, Celup puting, Daun sirih hijau

(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur patut diucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, hidayah, dan nikmatnya-Nya dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis di Kelompok Ternak Karya Abadi Binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri”.

Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu, ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Setya Budhi Udrayana, S.Pt., M.Si, Direktur POLBANGTAN Malang 2. Wahyu Windari, S.Pt., M.Sc selaku Ketua Jurusan Peternakan

3. Dr. Sad Likah, S.Pt., MP selaku Ketua Program Studi Penyuluhan Peternakan dan Kesejahteraan Hewan

4. Dr. drh. Rudy Rawendra, M.App.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan penguji I

5. Setya Handayani, S.Pt., M.Si selaku Dosen Pembimbing II dan Penguji II 6. drh. Isyunani, M.Agr selaku Dosen Penguji III

7. Pak Saino selaku Kepala Unit Ternak Sapi Perah KUD Karya Bhakti Ngancar 8. Pak Zainuri selaku Koordinator Petugas Teknis Lapangan KUD Karya Bhakti 9. Pak Purnomo selaku Ketua Kelompok Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti 10. Para peternak dari Kelompok Karya Abadi yang telah membantu pada

pencarian data

Akhirnya kritik dan saran sangat dibutuhkan. Hal ini tentunya demi membangun serta menyempurnakan penyusunan dari Laporan Tugas Akhir.

Malang, 4 Agustus 2022

Penulis

(8)

ii DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Penelitian Terdahulu ... 6

2.2 Aspek Teknis ... 10

2.2.1 Mastitis pada Sapi Perah ... 10

2.2.2 Teat Dipping pada Sapi Perah ... 11

2.2.3 Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) ... 12

2.2.4 Antiseptik pada Daun Sirih Hijau ... 14

2.3 Aspek Penyuluhan ... 15

2.3.1 Definisi Penyuluhan ... 15

2.3.2 Tujuan Penyuluhan berdasarkan SMART dan ABCD ... 16

2.3.3 Sasaran Penyuluhan ... 17

2.3.4 LPM dan Sinopsis untuk Materi Penyuluhan ... 17

2.3.5 Pendekatan Pada Metode Penyuluhan ... 18

2.3.6 Media Penyuluhan ... 19

2.3.7 Evaluasi Hasil Penyuluhan ... 20

2.4 Kerangka Pikir Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Lokasi dan Waktu ... 23

3.2 Metode Kajian... 23

3.2.1 Populasi dan Sampel... 23

3.2.2 Metode Pengumpulan Data... 24

(9)

iii

3.2.3 Metode Pengujian CMT ... 25

3.2.4 Metode Perhitungan Persentase Mastitis ... 26

3.2.5 Pemantapan Materi Pembuatan dan Penerapan Larutan Antiseptik Celup Puting berbahan dasar Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Menurut D. Atam, dkk, (2020) ... 27

3.2.6 Analisis Data Pemantapan Materi ... 28

3.3 Metode Rancangan Penyuluhan... 28

3.3.1 Penetapan Tujuan ... 28

3.3.2 Penetapan Sasaran ... 29

3.3.4 Penetapan Materi ... 29

3.3.5 Penetapan Metode ... 29

3.3.6 Penetapan Media ... 30

3.3.7 Penetapan Evaluasi Penyuluhan ... 30

3.4 Uji Coba Rancangan Penyuluhan ... 36

3.4.1 Persiapan ... 36

3.4.2 Pelaksanaan ... 36

3.5 Definisi Operasional ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Waktu dan Lokasi ... 38

4.2 Kondisi Umum Pelaksanaan Kajian ... 38

4.3 Hasil Kajian Pembuatan dan Penerapan Larutan Antiseptik Teat Dipping Daun Sirih Hijau ... 39

4.3.1 Alat dan Bahan ... 39

4.3.2 Prosedur Pembuatan Larutan Antiseptik Daun Sirih Hijau ... 39

4.3.3 Penerapan Larutan Antiseptik Daun Sirih Hijau ... 41

4.3.4 Efek Penerapan Larutan Teat Dipping Daun Hijau ... 42

BAB V PERANCANGAN DAN UJI COBA RANCANGAN PENYULUHAN ... 46

5.1 Rancangan Penyuluhan ... 46

5.1.1 Sasaran Penyuluhan ... 46

5.1.2 Tujuan Penyuluhan ... 46

5.1.3 Materi Penyuluhan ... 46

5.1.4 Metode Penyuluhan ... 47

5.1.5 Media Penyuluhan ... 47

5.1.6 Evaluasi Penyuluhan ... 48

5.2 Implementasi Rancangan Penyuluhan ... 48

(10)

iv

5.2.1 Kajian Materi Penyuluhan ... 48

5.2.2 Pelaksanaan Penyuluhan ... 49

BAB VI PEMBAHASAN/DISKUSI ... 55

6.1 Kondisi Umum Desa Babadan ... 55

6.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Desa Babadan ... 55

6.1.2 Kondisi Demografi Wilayah ... 55

6.1.3 Luas Lahan dan penggunaanya ... 55

6.1.4 Kondisi Umum Peternakan ... 56

6.2 Profil KUD Karya Bhakti Ngancar ... 58

6.2.1 Sejarah dan Organisasi KUD Karya Bhakti ... 58

6.2.2 Kondisi Peternakan KUD Karya Bhakti ... 59

6.3 Karakteristik Responden ... 60

6.3.1 Umur ... 61

6.3.2 Tingkat Pendidikan ... 62

6.3.3 Lama Beternak ... 62

6.3.4 Jumlah Kepemilikan Ternak ... 63

6.4 Hasil Implementasi Rancangan Penyuluhan ... 64

6.4.1 Materi Penyuluhan ... 64

6.4.2 Metode Penyuluhan ... 64

6.4.3 Media Penyuluhan ... 65

6.5 Evaluasi Hasil Penyuluhan... 65

6.5.1 Aspek Pengetahuan ... 65

6.5.2 Aspek Keterampilan ... 67

BAB VII PENUTUP ... 70

7.1 Kesimpulan ... 70

7.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 77

(11)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis Metode Penyuluhan Pertanian ... 19

2. Interpretasi Skor CMT ... 26

3. Skor Jawaban Variabel Pengetahuan ... 31

4. Dimensi Aspek Pengetahuan Berdasarkan Taksonomi Bloom ... 32

5. Skor Jawaban Variabel Keterampilan ... 33

6. Dimensi Aspek Pengetahuan Berdasarkan Taksonomi Bloom ... 33

7. Interpretasi Koefisien Korelasi ... 35

8. Hasil Pengematan Terhadap Larutan Daun Sirih Hijau ... 40

9. Rekapitulasi Skor Mastitis Hasil Teat Dipping Konsentrasi 60% ... 42

10. Rekapitulasi Skor Mastitis Hasil Teat Dipping Konsentrasi 50% ... 43

11. Perbandingan Skor Mastitis Dari Masing-Masing Perlakuan ... 44

12. Hasil Uji Validitas Kuesioner Aspek Pengetahuan ... 51

13. Nilai Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan ... 52

14 Hasil Uji Validitas Kuesioner Aspek Keterampilan ... 53

15. Nilai Reliabilitas Kuesioner Keterampilan ... 53

16. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

17. Luas Tanah Darat... 56

18. Luas Tanam Dan Rata – Rata Produksi ... 56

19. Komoditas Peternakan Kec. Ngancar... 57

20. Komoditas Peternakan Desa Babadan ... 57

21 Pos Penampungan Dan Jumlah Peternak ... 59

22 Populasi Sapi Perah Wilayah KUD Karya Bhakti ... 60

23. Responden Penyuluhan ... 61

24. Karakteristik Umur Responden ... 61

25 Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden ... 62

26. Karateristik Lama Beternak Responden ... 63

27. Karakteristik Kepemilikian Ternak Responden ... 63

28. Tabulasi Data Evaluasi Tingkat Pengetahuan Setiap Sasaran ... 66

29. Tabulasi Data Evaluasi Tingkat Keterampilan Setiap Sasaran ... 68

(12)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Berpikir ... 22

2. Garis Kontinum Dimensi Tingkat Pengetahuan ... 66

3. Garis Kontinum Persentase Aspek Pengetahuan ... 67

4. Garis Kontinum Dimensi Tingkat Keterampilan ... 68

5. Garis Kontinum Persentase Tingkat Keterampilan ... 69

(13)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Gambar Peta Lokasi Penelitian ... 77

2. Matriks Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir ... 78

3. Matrik Penetapan Pemilihan Materi Penyuluhan ... 79

4. Matirk Perangkingan Penetapan Metode Penyuluhan... 80

5. Matrik Perangkingan Penetapan Media ... 81

6. IPW Hasil Uji CMT ... 82

7. Kisi - kisi Kuesioner... 83

8. Kuesioner Penelitian ... 88

9. LPM dan Sinopsis ... 96

10. Media Penyuluhan ... 98

11. Berita Acara dan Daftar Hadir Kegiatan ... 99

12. Hasil Skor Uji CMT Sebelum dan Setelah Perlakuan ... 101

13. Tabulasi Data Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan .. 103

14. Uji Validitas Aspek Pengetahuan ... 104

15. Uji Reliabilitas Aspek Pengetahuan dan Keterampilan ... 106

16. Tabulasi Data Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Keterampilan ... 107

17. Uji Validitas Aspek Keterampilan ... 108

18. Tabulasi Data Aspek Pengetahuan ... 110

19. Tabulasi Data Evaluasi Aspek Keterampilan ... 111

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecamatan Ngancar merupakan sentra pengembangan sapi perah di kabupaten Kediri, ditandai dengan jumlah populasi terbanyak di kabupaten Kediri yaitu 3.641 ekor sapi perah (BPS Kab. Kediri, 2021). Pada Kec. Ngancar terdapat Koperasi Unit Desa (KUD) “Karya Bhakti” yang merupakan jenis koperasi serba usaha yang salah satunya menjalankan unit usaha sapi perah dan merupakan organisasi berbadan hukum. Dibawah koperasi terbentuk organisasi terkecil berupa kelompok ternak di tingkat dusun atau desa salah satunya pada dusun Sanding desa Babadan.

Berdasarkan hasil identifikasi potensi wilayah melalui survey dan wawancara, potensi pada dusun Sanding desa Babadan, terdapat 77 peternak sapi perah aktif yang meyetorkan hasil susu sapi perah kepada KUD dengan total populasi sapi perah sebanyak 509 ekor sapi perah dengan produksi susu 8-12 L/Ekor/Hari.

Selain itu, pada dusun Sanding terdapat kelompok ternak Karya Abadi dengan total anggota sebanyak 39 orang. Sedangkan, permasalahan utama pada pemeliharaan sapi perah di dusun Sanding desa Babadan adalah tingginya kejadian mastitis. Tingginya kejadian mastitis dikuatkan dengan dilakukanya uji mastitis dengan metode California Mastitis Test (CMT) pada 24 ternak sapi perah dusun Sanding desa Babadan. Berdasarkan uji CMT, ditemukan terdapat 24 ekor sapi perah telah terjangkit penyakit mastitis, atau lebih tepatnya dari 96 puting sapi perah 48 puting telah terjangkit mastitis baik klinis maupun subklinis. Menurut Puspitasari, dkk (2021) menyebutkan bahwa berdasarkan data yang dimiliki, angka kejadian mastitis pada tahun 2020 di kec. Ngancar tercatat sebesar 40%.

(15)

Berdasarkan programa pertanian kec. Ngancar (2022) menyatakan bahwa salah satu permasalahan yang ditemukan adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak terkait pengendalian dan pencegahan penyakit, lebih terkhusus lagi pada programa pertanian desa Babadan (2020) menyatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak masih kurang terhadap penyakit-penyakit pada ternak, salah satunya pada ternak sapi perah adalah mastitis. Mastitis adalah suatu peradangan pada internal ambing (Sudarwanto, 2009). Menurut Gustiani (2009) Infeksi bakteri penyebab mastitis dapat dimulai ketika susu keluar dari ambing pada saat pemerahan. Setelah proses pemerahan, saluran puting (Spinchter) pada sapi masih terbuka sekitar 2-3 jam sehingga dapat mengakibatkan masuknya mikroorganisme kedalam ambing (BPTP Balitbang Jawa Barat, 2017).

Celup puting dilakukan setelah pemerahan selesai diharapkan dapat meminimalisir masuknya bakteri kedalam ambing (Swadayana, dkk. 2012). Pada umumnya, masyarakat kalangan peternak di dusun Sanding menggunakan larutan antiseptik kimia komersial untuk aplikasi celup puting. Larutan antiseptik komerisal pada umumnya dipatok dengan harga yang mahal, selain itu penggunaan larutan antiseptik komersial juga menimbulkan residu lingkungan dan pengaruh terhadap susu yang dihasilkan. Untuk mengurangi residu yang dihasilkan pada penggunaan larutan antiseptik kimia, maka perlu adanya inovasi dengan menggunakan alternatif bahan lain untuk bahan larutan antiseptik Teat Dipping.

Daun sirih hijau (Piper betle L.) mengandung senyawa kimia diantaranya yaitu minyak atsirih, saponin, polifenol, alkaloid dan flavonoid yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri (Fuadi S, 2014). Daun sirih merupakan jenis tanaman rempah yang memiliki antioksidan dan antimikroba karena di dalam daun sirih terdapat kandungan minyak atsiri diantaranya senyawa kavikol dan eugenol sehingga dapat dijadikan alternatif untuk larutan antiseptik pada penyakit mastitis (Hamidah,

(16)

3

dkk. 2014) Kandungan fenol dalam daun sirih hijau lebih tinggi dari fenol umum dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri, termasuk bakteri penyebab mastitis (Kusuma, M.S., dkk. 2017).

Mastitis menimbulkan kerugian ekonomi yang secara tidak langsung dapat dirasakan oleh peternak, ditandai dengan menurunya kualitas dan kuantitas dari produksi susu sapi perah. Kerugian ekonomis karena mastitis subklinis dapat mencapai Rp 10.000.000/ekor/tahun (Rahayu, 2009). Selain itu, tidak menutup kemungkinan bahwa ternak yang terjangkit mastitis dapat menularkan penyakit kepada ternak lain yang sehat, sehingga apabila tidak diberikan perlakuan khusus pada ternak yang sakit maka akan menyebabkan kerugian besar.

Faktor tingginya kejadian mastitis disebabkan oleh ketidaktahuan peternak tentang pentingnya melakukan Teat Dipping. Pada dusun Sanding, penggunaan Teat Dipping dengan larutan antiseptik masih belum dilakukan oleh setiap peternak dikarenakan harga larutan antiseptik kimia komersial yang dirasakan mahal dan menimbulkan residu pada lingkungan serta susu yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukanya penelitian mengenai program pengendalian mastitis sapi perah melalui pembuatan dan penerapan larutan antiseptik herbal untuk celup puting yang salah satunya dapat memanfaatkan daun sirih hijau sebagai bahan dasar larutan antsieptik Teat Dipping karena kandungan dan manfaat yang ada, agar peternak dapat mengetahui dan terampil pada pengendalian penyakit sapi perah khususnya mastitis, sehingga judul yang dapat diangkat pada penelitian ini adalah “Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis di Kelompok Ternak Karya Abadi Binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri”.

(17)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih hijau untuk sapi perah pada pengendalian mastitis di kelompok ternak Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri?

2. Bagaimana efek penggunaan larutan larutan Teat Dipping daun sirih hijau untuk sapi perah pada pengendalian mastitis di kelompok ternak Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri?

3. Bagamaimana penyusunan Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis di kelompok ternak Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri?

4. Bagaimana hasil evaluasi tingkat pengetahuan dan keterampilan pada Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis di kelompok ternak Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui prosedur pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih hijau untuk sapi perah pada pengendalian mastitis di kelompok ternak Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri 2. Mengetahui efek penggunaan larutan larutan Teat Dipping daun sirih hijau

untuk sapi perah pada pengendalian mastitis di kelompok ternak Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri

3. Menyusun penyuluhan prosedur pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih hijau untuk sapi perah pada pengendalian mastitis di kelompok ternak Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab.

Kediri

(18)

5

4. Mengetahui hasil evaluasi tingkat pengetahuan dan keterampilan pada Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis di kelompok ternak Karya Abadi binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri

1.4 Manfaat

1. Bagi Peternak

a. Solusi untuk peternak dalam pengendalian mastitis pada sapi perah melalui pembuatan dan Teat Dipping daun sirih hijau

b. Memberikan kesadaran bagi peternak untuk melakukan program pengendalian terhadap penyakit pada sapi perah

2. Bagi Penyuluh

a. Sebagai bahan informasi

b. Menambah ilmu pengetahuan di bidang peternakan dan umumnya pertanian

3. Bagi Instansi

a. Memperkenalkan POLBANGTAN kepada masyarakat Kabupaten Kediri sebagai penyelenggara pendidikan Vokasi Diploma IV dalam bidang pertanian dan peternakan.

b. Meningkatkan peranan POLBANGTAN Malang dalam memajukan pertanian, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan petani.

4. Bagi Mahasiswa

a. Mendapatkan pengetahuan terhadap pengendalian mastitis pada sapi perah melalui celup puting daun sirih hijau

b. Menambah motivasi terhadap usaha pemeliharaan sapi perah c. Sebagai referensi dalam melakukan inovasi pengembangan pada

ilmu peternakan.

(19)

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari beberapa penelitian terdahulu yang memiliki fungsi sebagai tambahan referensi penulis untuk mengkaji teori yang digunakan dalam kajian yang akan diteliti. Berikut adalah daftar penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dan rujukan :

1 Pada penelitian yang dilakukan oleh D.atam dkk (2020) yang berjudul

“Pengaruh Dekok Daun Sirih (Piper betle L.) sebagai Bahan Teat Dipping pada Sapi Perah Friesian Holstein” untuk mengetahui efek penggunaan dekok daun sirih hijau sebagai bahan dasar larutan antiseptik Teat Dipping terhadap persentase penurunan uji CMT dan TPC susu sapi FH laktasi 1, 2 dan 3 serta tingkat penggunaan dekok daun sirih hijau (Piper betle L.) yang dapat menurunkan jumlah bakteri paling tinggi dan mengurangi tingkat kejadian mastitis. Metode penelitian menggunakan eksperimental dengan rancangan acak lengkap faktorial. Hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji California Mastitis Test (CMT) dan Total Plate Count (TPC). Pada Kesimpulan, menunjukkan bahwa perlakuan dekok daun sirih 50% dan 60% menghasilkan paling efektif terhadap penurunan persentase uji CMT dan TPC, serta periode laktasi tidak mempengaruhi dalam penurunan persentase uji CMT dan TPC.

2 Menurut penelitian Gabby L., dkk (2019) yang berjudul “Green Antibiotic Daun Sirih (Piper betle L.) Sebagai Pengganti Antibiotik Komersial untuk Penanganan Mastitis”, untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari

(20)

7

daun sirih pada jumlah dan mikroskopis munculnya bakteri penyebab mastitis.

Metode penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 5 kelompok perlakuan. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak air daun sirih memiliki efektivitas yang sama dengan antibiotik komersial penisilin-dihidrostreptomisin untuk menghambat pertumbuhan bakteri seperti yang ditunjukkan oleh jumlah yang sama dari bakteri (P>0,05) pada kelompok daun sirih (S1, kelompok S2, dan S3) dan kelompok Ab. Bakteri gram positif dan negatif terlihat pada K kelompok. Namun, hanya bakteri Gram-negatif yang terlihat pada kelompok daun sirih (S1, S2, dan S3 kelompok) dan dalam kelompok Ab, menunjukkan bahwa sirih daun memiliki efektivitas yang sama dengan penisilin dihydrostreptomycin untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif.

3 Pada penelitian Dicky R., (2019) yang berjudul “Analisis Daya Hambat Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Mikroorganisme Indikator Mastitis”

untuk mengetahui efek daya hambat ekstrak daun sirih hijau terhadap mikroorganisme penyebab mastitis. Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan menggunakan Rancangan Acak Lengkap, jika didapatkan hasil yang berbeda maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan. Perlakuan R1 yaitu penambahan ekstrak daun sirih hijau 15%, R2 yaitu penambahan ekstrak daun sirih hijau 30%, R3 yaitu penambahan ekstrak daun sirih hijau 45% dan R4 yaitu penambahan ekstrak daun sirih hijau 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih hijau dengan konsentrasi 15%, 30%, 45% dan 60% mampu menghambat E. coli dan S. aureus. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun sirih hijau mampu menghambat pertumbuhan E. coli dan S. aureus.

4 Menurut penelitian Oki S., dkk (2017) dengan judul “Pengaruh Lama Penyimpanan Dekok Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Aktivitas Daya

(21)

Hambat Bakteri Streptococcus Agalactiae Penyebab Matitis Pada Sapi Perah”

bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun sirih hijau terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan dan 6 ulangan. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih hijau berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri sehingga hasilnya dilanjutkan dengan analisis uji LSD karena ada adalah perbedaan antar variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa P0 paling tinggi (3,93±0,50); kemudian diikuti oleh P1 (3,83±0,69); P2 (3,47±0,21); P3 (3,13±0,22); P4 (3,12±0,58); P5 (3,04±0,24); P6 (3,00±0,44) termasuk pada kategori sedang, dan P7 (2,97±0,19) termasuk pada kategori rendah, dimana zona hambat yang terbentuk pada setiap perlakuan memiliki pengaruh yang tidak nyata menurun. Kesimpulannya, penyimpanan ekstrak daun sirih.

berpengaruh terhadap antibakteri aktivitas (Streptococcus agalactiae), yang tertinggi pada hari ke-0.

5 Pada penelitian M.Sanjaya, dkk (2017) yang berjudul “Pengaruh Lama Dan Suhu Penyimpanan Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Dengan Aquades Terhadap Daya Hambat Bakteri Streptococcus Agalactiae Penyebab Mastitis Pada Sapi Perah” bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap bakteri Streptococcus agalactiae penyebab mastitis pada sapi perah. Uji penghambatan bakteri dengan metode paper disc. Analisis data menggunakan ANOVA by Nested design dengan 6 perlakuan dan 6 ulangan. Hasil penelitian ini daun sirih hijau (Piper betle L.) ekstrak penghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae berbeda nyata (P<0,01). Kesimpulannya ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dapat menghambat Pertumbuhan Streptococcus agalactiae dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh, tetapi lama penyimpanan memberikan pengaruh kualitas

(22)

9

ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.), sehingga penyimpanan ekstrak daun sirih sirih hijau dengan pelarut suling direkomendasikan pada 2nd hari di lemari es.

6 Pada penelitian yang dilakukan oleh Akimi, dkk (2019) dengan Judul “Perilaku Peternak Terhadap Pengendalian mastitis Dengan Pencelupan Puting (Teat Dipping)” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perilaku peternak dan factor-faktor yang mempengaruhi perilaku peternak terhadap pengendalian mastitis dengan pencelupan putting (Teat Dipping).

Pengambilan sampel dilakukan secara sensus, pengambilan data secara observasi dan wawancara. Penelitian dilaksanakan di Desa Jogonayan Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang yang dilaksanakan pada tanggal 03 Mei 2019 sampai dengan 30 Juni 2019, dengan metode penyuluhan anjangsana dan pendekatan kelompok. Analisis penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui tingkat perilaku peternak dan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku peternak. Hasil kajian penyuluhan yang telah dilakukan menyatakan perilaku peternak berada di tingkat sedang (70,9). Hasil uji regresi simultan menyatakan bahwa pengaruh umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah ternak dan anggota keluarga secara bersama-sama (simultan) berpengaruh sangat signifikan (P≤0,01) terhadap perilaku peternak.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa tingkat perilaku peternak berada di tingkat sedang (70,9). Hasil uji simultan menyatakan bahwa pengaruh umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah ternak dan anggota keluarga secara bersama-sama (simultan) berpengaruh sangat signifikan (P≤0,01). Secara parsial, faktor yang berpengaruh sangat signifikan (P≤0,01) adalah pendidikan, dan umur berpengaruh signifikan (P≤0,05),

(23)

sedangkan untuk jumlah ternak, pengalaman beternak dan jumlah anggota keluarga berpengaruh tidak signifikan terhadap perilaku peternak.

2.2 Aspek Teknis

2.2.1 Mastitis pada Sapi Perah

Mastitis adalah suatu peradangan pada internal ambing (Sudarwanto, 2009).

Istilah mastitis berasal dari kata "mastos" yang artinya kelenjar ambing dan "itis"

untuk inflamasi (Swartz, 2006). Umumnya radang ambing disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae, dan bakteri tersebut dapat berpindah dari kuartir yang terinfeksi ke kuartir yang sehat dengan melalui tangan pemerah atau kain pembersih ambing serta alat-alat lainnya (Suryowardojo, 2012).

Proses mastitis hampir selalu dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar susu melalui lubang puting (sfingter puting). Sfingter puting berfungsi melindungi dari infeksi kuman. Ambing pada dasarnya sudah dilengkapi perangkat pertahanan sehingga susu tetap steril. Terjadinya mastitis menyebabkan kenaikan sel somatik di dalam susu (Subronto, 2003). Keberadaan sel somatik dalam susu dapat dijadikan indikator dalam penilaian kuantitas dan kualitas susu.

Mastitis berdasarkan gejalanya dibedakan menjadi dua bentuk yaitu mastitis klinis dan subklinis (Subronto, 2003). Mastitis klinis ditandai dengan gejala panas, sakit, merah, pembengkakan dan penurunan fungsi pada ambing. Mastitis subklinis terjadi tanpa disertai gejala klinis baik pada susu maupun ambingnya (Sudarwanto, 1999). Umumnya mastitis subklinis akan berlanjut menjadi mastitis kronis yang kadang-kadang didahului oleh munculnya mastitis akut maupun subakut yang dapat menimbulkan terbentuknya jaringan ikat pada ambing (Holtenius, dkk. 2003).

Mastitis subklinis dianggap lebih berbahaya karena tidak menimbulkan gejala dan dapat menimbulkan kerugian yang sangat tinggi. Mastitis subklinis

(24)

11

menyebabkan penurunan produksi susu mencapai 15%. Kerugian lain disebabkan peningkatan biaya produksi untuk pengobatan, terkadang sapi yang terkena mastitis subklinis juga harus dikeluarkan dari peternakan lebih awai karena biaya pemeliharaan yang lebih tinggi dari produksinya. Kerugian ekonomis karena mastitis subklinis dapat mencapai Rp 10,000,000/ekor/tahun (Rahayu, 2009).

2.2.2 Teat Dipping pada Sapi Perah

Celup puting adalah manajemen yang baik yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah bakteri dalam susu, juga dapat mengurangi jumlah kejadian mastitis. Dipping merupakan proses pencucian puting sapi perah oleh larutan tertentu yang dilakukan setelah pemerahan, hal ini penting dilakukan dalam rangka untuk mengendalikan penyakit mastitis. Kebiasan dipping dan memberikan pakan setelah sapi selesai diperah juga dapat mengurangi insiden terjadinya mastitis karena sapi tidak langsung berbaring sehingga lubang putingnya yang sedang terbuka lebar setelah pemerahan tidak dimasuki oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan mastitis (Subronto, 2003).

Perlakuan celup puting terhadap puting sapi dapat menurunkan jumlah bakteri dan jumlah sel somatik pada susu karena dapat menghambat masuknya bakteri ke dalam ambing bakteri yang masuk ke dalam ambing sapi sering terjadi setelah pemerahan, dikarenakan lubang puting setelah pemerahan terbuka, sehingga bakteri mudah sekali masuk ke dalam ambing. Celup puting dilakukan setelah pemerahan selesai diharapkan dapat meminimalisir masuknya bakteri kedalam ambing (Swadayana, dkk. 2012). Salah satu alternatif pencegahan penyakit mastitis adalah dengan menggunakan antiseptik berasal dari alam yang diharapkan tidak menimbulkan resistensi, lebih alami dan meminimalisir masuknya zat-zat kimia.

(25)

Teat Dipping merupakan suatu tindakan mencelupkan puting susu ke dalam desinfektan yang bertujuan untuk mencegah terkontaminasinya puting susu oleh bakteri yang dapat merusak susu dan menyebabkan mastitis (Mahardhika et al., 2012). Menurut Yuliana et al. (2013), manajemen pemerahan yang baik meliputi pre dipping dan post dipping. Pre dipping yaitu tidakan pencelupan puting sebelum pemerahan dengan cara membersihkan ambing dan puting terlebih dahulu lalu memancarkan susu, selanjutnya melakukan pencelupan puting menggunakan air dan dikeringkan hingga akhirnya diperah. Post dipping yakni tindakan pencelupan puting setelah pemerahan dengan cara mencuci bersih ambing dan puting, memancarkan susu dari puting, melakukan pemerahan dan barulah dilakukan pencelupan puting. Menurut Sasongko et al. (2012), dipping menggunakan desinfektan dapat melapisi saluran-saluran susu pada puting agar tidak terkontaminasi bakteri dari lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan turunnya kualitas susu. Mahardhika et al. (2012) menyatakan bahwa perlakuan dipping dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara merusak dinding sel bakteri bagian luar sehingga terhambat sampai akhirnya bakteri mati.

2.2.3 Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)

Daun sirih hijau (Piper betle L.) merupakan jenis tumbuhan perdu merambat dan bersandarkan pada batang pohon lain, batang berkayu, berbuku-buku, beralur, warna hijau keabu-abuan, daun tunggal, bulat panjang, warna hijau, perbungaan bulir, warna kekuningan, buah buni, bulat, warna hijau keabu-abuan (Damayanti dkk, 2006). Menurut Tjitrosoepomo (1988) kedudukan tanaman sirih dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikaiskan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisio : Spermatophyta

(26)

13

Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dikotiledonaea Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper betle L.

Tanaman herbal adalah tumbuhan yang telah diidentifikasi dan diketahui berdasarkan pengamatan manusia memiliki senyawa yang bermanfaat untuk mencegah, menyembuhkan penyakit, melakukan fungsi biologis tertentu, hingga mencegah serangan serangga dan jamur. Dengan banyaknya khasiat yang bisa didapatkan dari tanaman herbal, memanfaatkan lahan pekarangan sebagai lahan menumbuhkan tanaman herbal akan membawa banyak manfaat. Tanaman herbal yang tidak membutuhkan lahan luas untuk menanam pun akan sangat memudahkan pembudidayaannya (Hidayanto, dkk., 2015). Tanaman sirih hijau (Piper betle L.) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan. Penggunaan obat tradisional dinilai memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia, disamping itu pemanfaatan dari bahan alami ini harganya jauh lebih terjangkau (Noventi, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, daun sirih berfungsi untuk mengobati sariawan dan keputihan, bahkan sering digunakan untuk obat kumur, atau antiseptik sebagai penyembuh luka bakar karena mengandung senyawa saponinan juga sebagai zat antimikroba atau penghambat pertumbuhan mikroba dan juga digunakan sebagai bahan utama atau bahan pokok dalam pembuatan obat herbal (Inayatullah, 2012).

(27)

2.2.4 Antiseptik pada Daun Sirih Hijau

Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya, mengandung zat antiseptik pada seluruh bagiannya. Daunnya banyak digunakan sebagai bahan obat tradisional. Khasiat daun sirih sudah banyak dikenal dan telah teruji (Saraswati, 2011). Selanjutnya menurut Priyono dan Praptiwi (2009) menyatakan bahwa daun sirih muda mempunyai kadar minyak atsiri lebih tinggi dari daun tua.

Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Pradhan, dkk. (2013) bahwa daun sirih muda yang segar mengandung enzim diastase dan minyak atsiri jauh lebih banyak dibandingkan daun yang tua. Menurut Hamidah, dkk. (2014), sirih merupakan tanaman terna atau sejenis tanaman rempah yang bersifat antifungi, antimikroba dan antioksidan. Hal ini disebabkan karena di dalam dekok daun sirih mengandung minyak atsiri diantaranya adalah senyawa kavikol dan eugenol sehingga dapat dijadikan alternatif herbal pencegah mastitis.

Daun sirih dapat digunakan sebagai antibakteri karena mengandung 4,2%

minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol yang merupakan isomer Eugenol allypyrocatechine, Cineol methil euganol, Caryophyllen (siskuiterpen), kavikol, kavibekol, estragol dan terpinene (Sastroamidjojo, S. 1997). Pendapat lain menyatakan bahwa minyak atsiri pada daun sirih hijau terdiri dari alilkatekol 2,7–

4,6%; kadinen 6,7–9,1%; karvakol 2,2–4,8%; kariofilen 6,2–11,9%; kavibetol 0,0–

1,2%; kavikol 5,1–8,2%; sineol 3,6– 6,2%; eugenol 26,8–42,5%; eugenol metil eter 26,8–15,58%; pirokatekin (Mursito, B. 2002).

Daun sirih hijau (Piper betle L.) mempunyai kandungan senyawa kimia diantaranya yaitu minyak atsirih, saponin, polifenol, alkaloid dan flavonoid yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri (Fuadi S, 2014). Daun sirih merupakan jenis tanaman rempah yang memiliki antioksidan dan antimikroba karena di dalam daun sirih terdapat kandungan minyak atsiri diantaranya senyawa kavikol dan eugenol sehingga dapat dijadikan alternatif untuk larutan antiseptik pada penyakit

(28)

15

mastitis (Hamidah, dkk. 2014) Kandungan fenol dalam daun sirih hijau lebih tinggi dari fenol umum dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Kusuma, M.S., dkk.

2017).

Komponen utama minyak atsiri terdiri dari fenol dan senyawa turunannya.

Salah satu senyawa turunan itu adalah kavikol yang memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan fenol (Heyne, 1987). Daya antibakteri minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) disebabkan adanya senyawa kavikol yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri (Harapini dkk, 1996). Flavonoid selain berfungsi sebagai antibakteri mengandung kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari fenol dan mempunyai daya antibektri lima kali lipat dari fenol biasa terhadap Staphylococcus aureus. Estragol mempunyai sifat antibakteri, terutama terhadap Shigella sp. Monoterpana dan seskuiterpana memiliki sifat sebagai antiseptik, anti peradangan dan antianalgenik yang dapat membantu penyembuhan luka (Zahra dan Iskandar, 2007).

2.3 Aspek Penyuluhan 2.3.1 Definisi Penyuluhan

Berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 2006, penyuluhan pertanian adalah suatu proses pembelajaran bagi pelaku utama (pelaku kegiatan pertanian) serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pelaku utama adalah petani yang melaksanakan kegiatan produksi dalam pertanian.

Melalui kegiatan penyuluhan, dapat meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan para petani sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.

(29)

Menurut Mardikanto (2009) menyatakan bahwa, penyuluhan pertanian adalah proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholder yang terlibat dalam proses pembangunan demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif yang semakin sejahtera secara berkelanjutan.

Penyuluhan dilaksanakan sesuai kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha berdasarkan hasil Identifikasi Potensi Wilayah dan permasalahan yang ada di wilayah tersebut. Ada beberapa unsur yang ada dalam kegiatan penyuluhan yaitu:

sasaran, masalah, tujuan, materi, metode, media, dan kebutuhan lainnya sesuai yang dibutuhkan pada kegiatan penyuluhan (Pakpahan, 2017).

2.3.2 Tujuan Penyuluhan berdasarkan SMART dan ABCD

Menurut Permentan Nomor 47 Tahun 2016 tentang Penyusunan Programa Penyuluhan Pertanian dalam merumuskan tujuan penyuluhan harus berpedoman pada prinsip SMART, atau Specific (khusus), Measurable (dapat diukur), Actionary (dapat dikerjakan), Realistic (realistis), Time frame (memiliki batasan waktu dalam mencapai tujuan) serta memperhatikan ABCD atau Audience (sasaran), Behaviour (perubahan perilaku yang dikehendaki), Condition (kondisi yang diharapkan), Degree (kondisi yang ingin dicapai).

Penyuluhan pertanian juga bertujuan untuk merubah perilaku petani dengan memberikan informasi baru sehingga terjadi peningkatan pengetahuan (kognitif), perubahan sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) (Pakpahan, 2017) Tujuan penyuluhan pertanian dapat dilihat dari dua hal, yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang diharapkan dapat menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah pada usaha tani yang menyangkut tingkat pengetahuan, kecakapan atau kemampuan

(30)

17

sikap dan tindakan petani. Tujuan jangka panjang yaitu tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan meningkatkan kesejahteraan petani yang diarahkan pada terwujudnya perbaikan teknis bertani (better farming), meningkatkan pendapatan petani (better business), perbaikan kelembagaan pertanian (better organization) perbaikan kehidupan masyarakat (better living), dan perbaikan usaha dan lingkungan hidup (better enviroment) (Mardikanto, 2009).

2.3.3 Sasaran Penyuluhan

Sasaran penyuluhan pertanian yaitu pelaku utama dan pelaku usaha.

Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputi kelompok atau lembaga pemerhati petani, serta generasi muda dan tokoh masyarakat. Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2006, pelaku utama adalah sesorang yang malakukan kegiatannya secara langsung didalam dan di sekitar kawasan hutan, pekebun, peternak, petani, nelayan, pengolah ikan dan beserta keluarganya dan pelaku usaha adalah sesorang yang melakuakn kegiatan yag menurut hukum indonesia atau korporasi yang dibentuk secara hukum indonesia yang melakukan pengolahan usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan.

Pemilihan sasaran penyuluhan harus tepat agar materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan dan dapat memecahkan masalah yang di hadapi.

2.3.4 LPM dan Sinopsis untuk Materi Penyuluhan

Penyuluh harus menetapkan dan menyusun materi terlebih dahulu. Untuk menetapkan materi maka diperlukan bahan penyusunan materi penyuluhan pertanian yang diseleksi berdasarkan Rencana Kerja Tahunan Penyuluh (RKTP), kelompok materi penyuluhan ditetapkan sesuai kebutuhan. Dalam SKKNI Penyuluhan Pertanian No 43 Tahun 2013, untuk menyusun materi maka penyuluh harus menjelaskan tata cara penulisan sinopsis, serta materi penyuluhan disajikan dalam bentuk sinopsis

(31)

SKKNI Penyuluhan Pertanian No 43 Tahun 2013 disebutkan bahwa, materi penyuluhan merupakan bahan penyuluhan yang akan disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum dan kelestarian lingkungan.

Materi penyuluhan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha pertanian dengan memperhatikan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya pertanian. Karena itu materi penyuluhan pertanian yang akan disampaikan harus diverifikasi terlebih dahulu oleh instansi yang berwenang dibidang penyuluhan pertanian.

2.3.5 Pendekatan Pada Metode Penyuluhan

Metode penyuluhan pertanian merupakan cara penyampaian materi penyuluhan oleh pemateri kepada sasaran penyuluhan baik secara langsung maupun tidak langsung agar mereka tahu, mau dan mampu menggunakan inovasi baru. Soesmono dalam Mardikanto (2009) menyatakan dalam setiap pelaksanaan penyuluhan, setiap penyuluh harus memahami dan mampu memilih metode penyuluhan yang paling baik sebagai suatu “cara yang terpilih” untuk tercapainya tujuan penyuluhan yang dilaksanakannya.

Metode penyuluhan dapat tepat sasaran apabila dapat mempertimbangkan berbagai faktor dalam pemilihannya. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menetapkan metode penyuluhan yaitu: (1) karakteristik sasaran, (2) karakteristik penyuluh, (3) karakteristik keadaan daerah, (4) materi penyuluhan pertanian, (5) sarana dan biaya, dan (6) kebijakan pemerintah.

(32)

19

Tabel 1. Jenis metode penyuluhan pertanian Pendekatan

Psiko Sosial

Hubungan Langsung Hubungan Tidak Langsung

Metode Media Metode Media

Massal Pameran Ls, Tl, Tp Radio Ls

Pertemuan Umum Ls Kaset Ls

Pertunjukan/

Sandiwara

Ls Televisi Tp

Film Tp

Media Cetak Tl

Kelompok Demonstrasi: Kelompok pendengan Ls

- Demonstrasi

Hasil Ls, Tl, Tp Kelompok pirsawan

Tp - Demonstrasi

Cara Ls, Tl, Tp

- Demonstrasi

cara dan Hasil Ls, Tl, Tp Pertemuan:

- Ceramah Ls, Tl, Tp - Kuliah Ls, Tl, Tp - Diskusi Ls, Tl, Tp - Karyawisata Ls, Tl, Tp

Personal Anjangsana Ls, Tl Surat menyurat Tl

Anjangkarya Ls, Tl Kontak Tani Ls, Tl Sumber: Mardikanto dan Sutami, 1984.

Keterangan : Ls = Lisan

Tl = Tulisan / gambar Tp = Terproyeksi 2.3.6 Media Penyuluhan

Media penyuluhan adalah alat yang digunakan untuk membantu penyuluh dalam menyampaikan informasi baik dalam bentuk visual atau verbal. Media komunikasi penyuluhan berdasarkan jenisnya dibagi menjadi media perorangan (PPL, petugas), media forum (ceramah, diskusi), media cetak (koran, poster, leaflet, folder) dan media dengar pandang (TV, radio, film).

Manfaat media penyuluhan antara lain: (1) menghindari salah tafsir (salah pengertian); (2) memberi informasi yang jelas, mudah ditangkap dan lebih mudah diingat: (3) membangkitkan keinginan, minat, motivasi, serta rangsangan untuk mengadopsi pesan yang disampaikan: (4) membantu memusatkan perhatian,

(33)

peningkatan pengertian dan pemahaman pesan yang disampaikan; (5) membantu keberhasilan penyuluhan pertanian dalam menyampaikan materi penyuluhan pertanian kepada petani

Berdasarkan SKKNI Penyuluhan Pertanian No 43 Tahun 2013, sebelum menetapkan media yang akan digunakan maka harus mengidentifikasi sasaran terlebih dahulu kemudian baru menetapkan jenis media penyuluhan yang digunakan. Dalam menggunakan media penyuluh harus menjelaskan standart teknis penggunaan media kepada sasaran serta menggunakan media penyuluhan yang sesuai dengan materi yang diberikan.

2.3.7 Evaluasi Hasil Penyuluhan

Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas, dan dampak kegiatan-kegiatan proyek/program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Taylor (1976) mengemukakan adanya dua macam evaluasi hasil yaitu “evaluasi formatif dan evaluasi sumatif”.

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan terhadap program atau kegiatan yang telah dirumuskan, sebelum program atau kegiatan itu sendiri dilaksanakan. Sedang evaluasi sumatif merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan setelah program selesai dilaksanakan.

Menurut Pakpahan (2017) evaluasi mencakup a. Kegiatan pengamatan dan analisis terhadap suatu keadaan, peristiwa, gejala alam, suatu objek. b.

Membandingkan segala sesuatu yang kita amati dengan pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki. c. Melakukan penilaian terhadap segala sesuatu berdasarkan hasil perbandingan atau pengukuran yang dilakukan.

A. Aspek Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu komponen perilaku petani yang turut menjadi faktor dalam adopsi inovasi (Sormin, 2012). Tingkat pengetahuan petani

(34)

21

mempengaruhi petani dalam penentuan sikap petani. Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus dikuasai oleh siswa agar mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Menurut pada ranah kognitif terdiri dari enam level: remembering (mengingat), understanding (memahami), applying (menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6.

B. Aspek Keterampilan

Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika sering melakukannya. Perkembangan tersebut dpat diukur sudut kecepatan, ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit antara lain persepsi, kesiapan, Reaksi yang diarahkan, reaksi natural, reaksi yang kompleks, adaptasi, kreativitas (Utari, R., 2011).

(35)

2.4 Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1. Kerangka berpikir

Tujuan

Untuk mengetahui tingkat

pengetahuan dan

keterampilan peternak pembuatan dan penerapan Teat Dipping daun sirih hijau pada upaya pengendalian mastitis

KONDISI YANG DIINGINKAN

1. Penurunan kasus kejadian mastitis pada ternak sapi perah di wilayah Dsn. Sanding, Ds. Babadan

2. Peternak mengetahui dan melaksanakan upaya pengendalian penyakit mastitis pada ternak sapi perah

3. Peternak melaksanakan pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih hijau sebagai alternatif antiseptik komersial

1. Mengetahui prosedur pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih hijau untuk sapi perah pada pengendalian mastitis

2. Mengetahui efek penggunaan larutan larutan Teat Dipping daun sirih hijau untuk sapi perah pada pengendalian mastitis 3. Menyusun Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai

Pengendalian Mastitis

4. Mengetahui hasil evaluasi tingkat pengetahuan dan keterampilan pada Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis

KONDISI SAAT INI

1. Ditemukan kasus mastitis pada 24 ekor sapi perah pada ternak dari 3 peternak wilayah tersebut selama 3 bulan terakhir

2. Penolakan susu sapi perah oleh KUD terhadap susu dari sapi yang terjangkit mastitis

3. Larutan antiseptik komersial yang biasa digunakan dirasakan mahal bagi peternak dan menimbulkan residu 4. Peternak belum mengetahui dan menerapkan celup puting untuk upaya pengendalian penyakit mastitis

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana prosedur pembuatan dan penerapan larutan Teat Dipping daun sirih hijau untuk sapi perah pada pengendalian mastitis?

2. Bagaimana efek penggunaan larutan Teat Dipping daun sirih hijau untuk sapi perah pada pengendalian mastitis

3. Bagamaimana penyusunan Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis?

4. Bagaimana hasil evaluasi tingkat pengetahuan dan keterampilan pada Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis ?

“Penyuluhan Pembuatan dan Penerapan Larutan Daun Sirih Hijau Untuk Teat Dipping Sapi Perah Sebagai Pengendalian Mastitis di Kelompok Ternak Karya Abadi Binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri”

IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH

Penyuluhan

Kajian dengan melakukan pembuatan larutan Teat Dipping daun sirih hijau dan menerapkan kepada ternak sapi perah. Pengamatan yaitu mengamati efek larutan sebelum dan setelah penerapan serta hasil larutan diamati pada parameter warna, aroma, konsentrasi.

Sasaran 20 peternak Karya Abadi ,Populasi >2 sapi perah dan pernah terjangkit mastitis

Materi

• Mastitis dan Pengendalian

• Manfaat daun sirih hijau

• Pembuatan larutan antiseptik

Metode a. Ceramah

dan diskusi b. Anjangsan

a

c. Demonstra si cara d. Kaji terap

Media a. PPT dan

Slide b. Leaflet

Evaluasi Evaluasi Tingkat Pengetahuan dan

keterampilan pada sasaran POTENSI WILAYAH

1. Dsn. Sanding Ds. Babadan memiliki 77 Peternak sapi perah dan terdapat Kelompok Ternak Karya Abadi dengan 39 Anggota Aktif

2. Memiliki Populasi Sapi Perah Sebanyak 509 Ekor

3. Rata – rata produksi susu di Dsn. Babadan adalah 8 – 12 L/ekor/hari

4. Banyaknya daun sirih hijau yang ada pada pekarangan rumah peternak dan tidak dimanfaatkan

(36)

23

BAB III METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian Tugas Akhir (TA) dilaksakan dusun Sanding desa Babadan, Kec. Ngancar, Kabupaten Kediri. Peta Lokasi dusun Sanding, desa Babadan Kec. Ngancar dapat dilihat pada Lampiran 1. Waktu yang digunakan pada penelitian dimulai bulan Maret 2022 – Mei 2022 seperti pada matriks rancangan kegiatan pada lampiran 2. Penentuan lokasi ditentukan berdasarkan pemilihan kriteria tertentu yaitu Dusun Sanding merupakan sentra peternakan sapi perah di Kecamatan Ngancar dan banyaknya kasus mastitis yang menjangkit sapi perah pada suatu kelompok ternak.

3.2 Metode Kajian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Siregar (2016) Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan suatu fenomena atau fakta sosial dan alam secara sistematis, dan digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama.

Pendekatan kuantitatif oleh Arikunto (2013) bahwa pendekatan dengan menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya.

3.2.1 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan objek yang mempunyai karakteristik tertentu yang akan diteliti. Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi yang didapat dengan cara tertentu untuk diukur dan diamati karakteristiknya (Nursalam, 2013).

(37)

Populasi dalam kajian ini adalah seluruh anggota Kelompok ternak Karya Abadi dusun Sanding binaan KUD Karya Bhakti Ngancar. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah populasi anggota Kelompok ternak Karya Abadi dusun Sanding binaan KUD Karya Bhakti Ngancar sebanyak 39 orang.

Teknik penentuan sampel yang digunakan ialah Non Probability Sampling dengan jenis Purposive Sampling, Non Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dalam Sugiyono, (2016) Alasan meggunakan teknik purposive sampling ini karena sesuai untuk digunakan untuk penelitian kuantitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi menurut Sugiyono (2016). Sampel yang digunakan adalah 20 orang dengan kriterian tertentu yaitu 1) Peternak memiliki populasi >2 Sapi perah laktasi; 2) Aktif dalam kelompok ternak.

3.2.2 Metode Pengumpulan Data A. Jenis dan Sumber Data

Data primer dan data sekunder merupakan jenis data yang diperlukan di penelitian ini. Sumber pengambilan data primer didapatkan langsung dari responden dan lapangan melalui observasi lapangan dan hasil wawancara menggunakan instrumen kuesioner yang dibuat. Data sekunder didapatkan secara tidak langsung yaitu melalui perantara berupa Programa Pertanian Kec. Ngancar, data profil desa serta data dari internet sebagai pustaka atau referensi yang sesuai dengan kajian yang dilaksanakan.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data didapatkan melalui kuesioner, pengamatan, dan wawancara. Penyebaran kuesioner serta wawancara dilakukan secara semi

(38)

25

terstruktur mengenai topik yang dibahas dan memberikan kesempatan bagi responden untuk jujur dan terbuka. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melihat dan menilai kondisi sekitar lingkungan tempat yang akan dilakukan penelitian.

C. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data adalah pemrosesan hingga menjadi tabel. Pengolahan data kajian meliputi tiga tahapan, yaitu: (1) Editing atau pengecekan data; (2) Coding atau pemberian kode pada tiap data dengan kategori sama; (3) Tabulation atau pembuatan tabel – tabel berisikan data yang telah diberikan kode. Data penelitian dianalisis untuk diambil rata-rata dan standar devisiasi yang kemudian disajikan secara deskriptif kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam mengolah data penelitian yaitu software Microsoft Excel 2019 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 25.

3.2.3 Metode Pengujian CMT

Uji CMT dilakukan untuk mengetahui dampak dari penggunaan larutan antiseptik celup puting dari daun sirih hijau, yaitu dengan mengamati penggunaan larutan antiseptik pada 24 sapi perah mastitis sebelum dan setelah penggunaan.

Penggunaan larutan antiseptik celup puting daun sirih hijau dilaksanakan seteleh pemerahan pada sapi perah ketika pagi dan sore hari. Uji CMT dipilih karena mudah digunakan, cepat, memiliki kepekaan dan kekhasan yang tinggi.

Prosedur pelaksanaan uji CMT diawali dengan mengambil sampel dari susu sapi segar sebanyak 2 ml pada setiap puting, selanjutnya sebanyak 2 ml susu sapi segar diletakkan pada paddle yang disesuaikan dengan posisi masing-masing puting, tambahkan reagen CMT sebanyak 2 ml pada setiap paddle yang telah diisi susu sapi segar. Perbandingan antara volume susu dan reagen CMT adalah 1:1.

(39)

Setelah dicampurkan antara susu sapi segar dan reagent CMT, aduk atau goyangkan paddel secara horizontal selama 10 detik.

Berdasarkan uji CMT, California Mastitis Test (CMT) adalah uji yang menggunakan prinsip penambahan reagen serupa dengan detergen pada sampel susu, interpretasi hasil uji CMT diklasifikasikan ke dalam 4 kategori, yaitu negatif, trace, positif 1 (+1), positif 2 (+2) dan positif 3 (+3) (Shearer dan Harris, 2003;

Setiawan et al., 2013). Penilaian dilakukan secara visual dengan mengamati reaksi susu segar setelah diberi reagen CMT, Interpretasi skor CMT dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2. Interpretasi Skor CMT Skor

CMT Deskripsi Jumlah Sel

Somatic Skor N

(Negatif) Tidak terjadi penggumpalan < 200.000 - T (Trace) Sedikit pengentalan dan menghilang

selama 10 detik

200.000 – 500.000

T 1 Pengentalan berbeda, belum terbentuk

gel

500.000 – 1.500.000

+ 2 Mengental dan membentuk gel didasar

cangkir

1.500.000 – 5.000.000

++

3 Terbentuk gel diseluruh sampel >5.000.000 +++

Sumber : Marshall dkk, 1993

3.2.4 Metode Perhitungan Persentase Mastitis

Data yang didapat pada uji CMT akan diakumulasikan dan dihitung untuk mengetahui persentase. Untuk menghitung data dari persentase penyakit mastitis yang ada pada para peternak maka digunakanlah rumus berikut:

𝑃𝑀

𝐽𝑃𝑇 × 100%

Keterangan :

PM = Puting Mastitis

JPT = Jumlah Puting yang di Tes

(40)

27

3.2.5 Pemantapan Materi Pembuatan dan Penerapan Larutan Antiseptik Celup Puting berbahan dasar Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Menurut D.

Atam, dkk, (2020) A. Alat

1. Panci 2. Kompor

3. Alat Celup Puting

4. Jerigen atau Botol bekas 5. Pisau

6. Blander 7. Timbangan 8. Saringan 9. Pengaduk

B. Bahan

1. Air bersih 2. Daun Sirih Hijau C. Prosedur Pembuatan

1. Sediakan daun sirih hijau dan air yang mengalir

2. Cuci daun sirih hijau dengan air bersih kemudian angin-anginkan selama 2 jam

3. Potong daun sirih hijau yang telah dikeringkan dengan kasar dan berukuran ≤ 1cm

4. Irisan daun sirih yang kasar dimasukan ke dalam blander untuk dihaluskan dan ditambahkan air mineral dengan perbandingan daun sirih hijau dan air bersih 1 : 2

5. Daun sirih yang sudah halus dimasukkan ke dalam panci untuk dilakukan proses perebusan, perebusan berlangsung selama 30 menit dengan suhu 100oC dan akan menghasilkan larutan dengan konsentrasi 88,61 % 6. Dinginkan air rebusan daun sirih dan lakukan penyaringan

7. Masukkan larutan daun sirih hijau yang telah disaring ke jerigen yang telah disiapkan

(41)

8. Untuk menghasilkan larutan dengan konsenstrasi 60% maka perlu mencampurkan 60 ml rebusan daun sirih dengan 30 ml air bersih dan masukan pada botol celup puting atau botol bekas dan tutup rapat.

9. Sedangkan, untuk menghasilkan larutan dengan konsentrasi 50%, maka perlu mencampurkan 50 ml rebusan daun sirih dengan 40 ml air bersih.

D. Cara Penggunaan

1. Setelah sapi diperah, bersihkan puting dan ambing dengan air bersih 2. Celupkan larutan antiseptik daun sirih hijau ke puting ternak selama 10 –

15 detik

3. Lakukan prosedur yang sama kepada setiap puting dari ternak sapi perah setalah pemerahan.

3.2.6 Analisis Data Pemantapan Materi

Analisis data dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisa untuk meringkas dan menggambarkan isi data. Analisis deskriptif dengan parameter yang diamati pada prosedur pembuatan adalah dengan melihat aroma, warna, kepekatan, serta efek penggunaan larutan antiseptik celup puting daun sirih hijau pada susu segar sapi perah melalui uji CMT, 3.3 Metode Rancangan Penyuluhan

3.3.1 Penetapan Tujuan

Tujuan penyuluhan ditetapkan berdasarkan kaidah ABCD. Kaidah ABCD meliputi Audience adalah sasaran yang menerima penyuluhan, Behaviour adalah perilaku sasaran yang ingin diubah, Condition adalah kondisi setelah penyuluhan yang diinginkan oleh peneliti, Degree yaitu perubahan yang ingin dicapai setelah dilakukan penyuluhan.

Tujuan yang ditetapkan untuk penyuluhan ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak dalam pembuatan larutan antiseptik celup puting berbahan dasar daun sirih hijau sebagai upaya

(42)

29

pengendalian mastitis pada sapi perah di kelompok ternak Karya Abadi dusun Sanding desa Babadan binaan KUD Karya Bhakti Ngancar Kab. Kediri.

3.3.2 Penetapan Sasaran

Pada kegiatan penyuluhan, sasaran ditetapkan dengan teknik Purposive Sampling dengan kriteria yaitu merupakan anggota aktif kelompok ternak Karya Abadi dengan kepemilikian ternak sapi perah laktasi minimal sebanyak 2 ekor.

Berdasarkan kriteria tersebut didapati 20 orang peternak dari anggota kelompok ternak Karya Abadi dusun Sanding desa Babadan binaan KUD Karya Bhakti Ngancar, Kabupaten Kediri.

3.3.4 Penetapan Materi

Penetapan materi penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang ditentukan melalui Identifikasi Potensi Wilayah (IPW) dan nantinya akan disampaikan oleh penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha. Materi yang akan disampaikan ketika kegiatan penyuluhan adalah dengan 1) Mastitis pada sapi perah; 2) Faktor penyebab mastitis; 3) Pembuatan larutan antiseptik celup puting berbahan dasar daun sirih hijau; 4) Prosedur penggunaan celup puting. Materi ditentukan berdasarkan IPW dengan potensi dan permasalahan yang ada pada wilayah tersebut.

3.3.5 Penetapan Metode

Komunikasi pertanian kepada masyarakat telah dikenal dua metode pendekatan, yaitu: 1) pendekatan berdasarkan kelompok sasaran atau Inovasi, dan 2) pendekatan berdasarkan cara penyampaian isi pesan yang terkandung dalam inovasi tersebut. Faktor yang mempengaruhi efektifitas metode dan teknik penyuluhan antara lain adalah: 1) tujuan yang hendak dicapai, 2) pendekatan penyuluhan pertanian yang digunakan, 3) karakteristik sasaran, 4) karakteristik wilayah, 5) sifat materi yang disampaikan, 6) media yang digunakan, 7)

(43)

kemampuan penyuluh, 8) kebijakan pemerintah, dan 9) ketersediaan biaya dan sarana penyuluh.

Pemilihan Metode penyuluhan ditetapkan berdasarkan matrik penentuan metode yang disesuaikan dengan karakteristik dari sasaran sehingga tujuan penyuluhan dapat dicapai dengan maksimal. Penetapan Metode penyuluhan berdasarkan rangking skoring yaitu Ceramah, diskusi, anjangsana, demonstrasi cara, dan kaji terap

3.3.6 Penetapan Media

Media penyuluhan ditetapkan berdasarkan kondisi sasaran, materi penyuluhan, metode penyuluhan serta kondisi lingkungan. Penentuan media penyuluhan ini agar media yang dipilih dapat menunjang penyampaian materi.

Dalam penentuan media penyuluhan pertanian berdasarkan SKKNI Penyuluhan Pertanian Tahun 2013 sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi sasaran penyuluhan.

2. Menetapkan jenis media penyuluhan berdasarkan karakteristik sasaran.

3. Media penyuluhan digunakan sesuai dengan materi penyuluhan

Penentuan media penyuluhan dilakukan berdasarkan matriks analisis penetapan media penyuluhan yang disesuaikan dengan karakteristik sasaran sehingga materi yang diperoleh dapat maksimal. Media yang digunakan pada media penyuluhan adalah Leaflet, PPT Slide Proyektor, Matriks analisis penetapan media dapat dilihat pada lampiran 5.

3.3.7 Penetapan Evaluasi Penyuluhan

Untuk penetapan evalusai penyuluhan pada perilaku peternak yaitu aspek pengetahuan, dan keterampilan menggunakan jenis evaluasi hasil dengan model evaluasi sumatif yang dilaksanakan pada akhir pelaksanaan program penyuluhan.

Evaluasi ini untuk mengukur kinerja akhir dari objek evaluasi, sehingga didapatkan

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini diamati bagaimana proses penyelenggaraan makanan mulai dari pembelian atau pemilihan bahan makanan, penyimpanan, pengolahan, penyajian dan higiene sanitasi, yang

Total Pekerjaan Kusen, Pintu, Jendela, Bovenlich, Kaca-. Jumlah

Insidensi dan keparahan penyakit diamati pada tanaman kubis-kubisan yang terserang oleh penyakit bercak daun alternaria, akar gada, dan busuk hitam.. Insidensi penyakit (IP)

&amp; Stamenković, V.: Contribution to the study of Adriatic island flora: Vascular plant species diversity in the Croatian Island of Olib.. The total vascular flora of the

Judul :ETNOBOTANI TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT DESA RAHTAWU DI LERENG GUNUNG MURIA KUDUS (Sebagai Sumber Belajar Mata Kuliah Biologi Tumbuhan Obat Berbentuk

Bila dilihat dari penjelasan para mufassir di atas, ayat tersebut pada dasarnya ditujukan untuk pengaturan seputar relasi suami isteri dalam keluarga, namun karena

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh rute distribusi dengan total waktu tempuh dan jarak tempuh yang optimal berdasarkan implementasi Algoritma Semut pada

Dakwah yang dapat dilakukan secara langsung atau tatap muka, hingga dakwah yang dilakukan dengan menggunakan media sosial sebagai wadah penyampaian pesan (materi)