• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN REGULASI DIRI KAUM LANSIA DI PANTI JOMPO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN REGULASI DIRI KAUM LANSIA DI PANTI JOMPO."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN dan PENGESAHAN... ABSTRAK...

i iii

ABSTRACT... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS... v

KATA PENGANTAR... vi

UCAPAN TERIMA KASIH... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR BAGAN... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

(2)

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan... B. Variabel ………... C. Subyek ... D. Instrumen ... E. Tahapan ... F. Analisis Data ...

118 118 119 121 126 135

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian...….…………...……….. 1. Profil Regulasi Diri Kaum Lansia di Panti Jompo…………. 2. Rumusan Model Konseling Kelompok Regulasi Diri

Kaum Lansia ...… 3. Keefektifan Model Konseling Kelompok Regulasi Diri

Kaum Lansia…...…… 4. Perbedaan Skor Regulasi Diri antara Pengguna dan Bukan

Pengguna Model Konseling Kelompok Regulasi Diri... 5. Perbedan Regulasi Diri Kaum Lansia Laki-laki dan

Perempuan … ...…... B.Pembahasan.……...…..………..

1. Keefektifan Model Konseling Kelompok Regulasi Diri Kaum Lansia …...….…

2. Regulasi Diri Kaum Lansia Meningkat Setelah Menjalani Konseling………... 3. Regulasi Diri Kaum Lansia Laki-laki dan Perempuan …...

138 138 140 142 143 144 146 146 156 166

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan...………..……….. B.Rekomendasi………...

1. Rekomendasi bagi Praktik Penyelengggaraan

Konseling Kelompok...

2. Rekomendasi bagi Penelitian Lanjutan ...……... 170 171 171 172 Daftar pustaka ………...………...

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sebaran Subyek Pada Kelompok Eksperimen dan

Kontrol Berdasarkan Jenis Kelamin Subyek... 121 Tabel 3.2 Kisi-kisi Daftar Cek Regulasi Diri Kaum Lansia... 122 Tabel 3.3 Hasil Penilaian Validasi Daftar Cek Regulasi Diri... 123 Tabel 3.4 Kriteria Kategori Skor Jawaban Daftar Cek

Regulasi Diri... 125 Tabel 3.5 Rancangan Faktorial Sebaran Data Penelitian... 136 Tabel 3.6 Hasil Uji Normalitas Data Regulasi Diri

Kaum Lansia... 149 Tabel 3.7 Hasil Uji Homoginitas Data Regulasi Diri

Kaum Lansia Lintas Kelompok... 149 Tabel 4.1 Data Sebaran Regulasi Diri Kaum Lansia Pada Tiga

Kategori Menurut Pengelompokan Jenis Kelamin…… 139 Tabel 4.2 Hasil Uji Antara Efek Utama Skor Regulasi Diri

(4)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Tahap, Tujuan, dan Faktor Kuratif Konseling

Kelompok... 76 Bagan 2.2 Prosedur Pelaksanaan Model Konseling Kelompok

Regulasi Diri Kaum Lansia di Panti Jompo...

100

Bagan 3.1 Penelitian Pengembangan Model Konseling

Kelompok...

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A KERANGKA DASAR

Model Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan

Regulasi Diri Kaum Lansia Di Panti jompo... 182 Lampiran B MODUL PELAKSANAAN

Model Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sejalan dengan bertambahnya usia kaum lanjut usia telah terjadi pula berbagai perubahan pada diri mereka, baik fisik maupun psikis. Perubahan-perubahan itu potensial menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu kaum lansia yang mengalaminya dituntut untuk melakukan penyesuaian agar dicapai hidup yang baik dan sehat. Sejauh mana keberhasilan mereka (kaum lansia laki-laki dan kaum lansia perempuan) melakukan penyesuaian diri atas desakan masalah-masalah yang timbul akibat adanya berbagai perubahan fisik dan psikis tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya berada di luar batas pengendalian para kaum lansia itu sendiri.

Kaum lansia yang berhasil melakukan penyesuaian dengan baik (welladjusted) biasanya menunjukkan perilaku seperti berikut, antara lain: keinginan yang kuat dan beragam, kemandirian dalam hal ekonomi yang memungkinkan untuk hidup mandiri, melakukan banyak hubungan sosial dengan segala umur, berpartisipasi dalam organisas kemasyarakatan, merawat rumah dengan menyenangkan tanpa mengerahkan terlalu banyak tenaga fisik, menikmati berbagai kegiatan saat ini tanpa menyesali masa lampau, mengurangi kecemasan terhadap diri sendiri maupun orang lain, menikmati kegiatan dari hari ke hari meskipun kegiatan tersebut mungkin sifatnya berulang-ulang, dan sejenisnya.

(7)

perilaku regulasi diri yang masih rendah. Perilaku mereka belum mencirikan diri yang baik dan sehat. Mereka terlihat kurang ceria, sedikit berminat pada keadaan lingkungan, selalu mengenang masa lalu, selalu cemas, kurang kreatif karena didorong oleh perasaan menganggur, kurang bersemangat, mengarah pada produktivitas yang rendah dalam segala bidang, suka membuang waktu, merasa kesepian sebagai akibat dari kekakuan hubungan dalam keluarga, selalu mangeluh dan mengkritik terhadap segala sesuatu, menolak ikut serta dalam kegiatan orang. Secara fisik mereka pun terlihat sakit-sakitan dan makan kurang teratur. Kenyataan yang ditemukan dari hasil pengamatan tersebut telah menggugah penulis, sehingga muncullah keinginan untuk meneliti suatu upaya guna membantu para lansia melakukan regulasi diri mereka.

(8)

Kaum lansia umumnya kurang memiliki kemampuan untuk menyatakan kehangatan dan perasaan secara spontan terhadap orang lain. Mereka menjadi kikir dalam kasih sayang dan takut mengekspresikan perasaan yang positif kepada orang lain. Semakin tua usia mereka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan berbagai gangguan emosional tersebut. Oleh karena, sesungguhnya, regulasi diri bagi kaum lansia itu dapat diartikan sebagai cara berpikir atau perilaku adaptif yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan stres yang timbul dari kondisi berbahaya, mengancam, atau menantang, sehingga dicapai kualitas hidup yang sehat secara komprehensif.

(9)

Ada dua strategi penanganan yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah kaum lansia (Hurlock, 2012) yaitu berpusat pada masalah atau berpusat pada emosi. Penanganan yang berpusat pada masalah (problem-focused coping) melibatkan penggunaan strategi instrumental, atau berorientasi pada tindakan untuk menghilangkan, mengatur, atau meningkatkan kondisi penyebab stres. Tipe penanganan semacam ini biasanya muncul ketika seseorang melihat kesempatan yang realistik untuk mengubah suatu situasi. Penanganan berpusat pada emosi (emotion-focused coping)-- kadang disebut penanganan meredakan (palliative coping), yang ditujukan agar "merasa lebih baik" dengan mengatur respon emosi pada situasi yang menimbulkan stres untuk meredakan akibat fisik dan psikologis. Tipe penanganan ini terjadi jika seseorang menyimpulkan bahwa tidak ada hal yang bisa dilakukan mengenai situasi itu sendiri. Salah satu strategi penanganan berpusat pada emosi adalah mengalihkan perhatian dari masalah, menyerah, dan menyangkal bahwa ada masalah. Tampaknya, seiring dengan pertambahan usia, orang pun mengembangkan strategi coping yang lebih fleksibel dan tenyata kaum lansia dapat melakukan penanganan lebih baik yang berpusat pada masalah (Blanchard-Fields, Stein, dan Watson, 2004).

Perubahan-perubahan kepribadian yang terjadi di usia lanjut datang dari berbagai perubahan pada inti pola kepribadian yaitu konsep diri. Berapa besar konsep diri ini akan berubah dan ke arah mana perubahan itu terjadi akan menentukan kualitas dan kuantitas perubahan pola kepribadian.

(10)

pada orang berusia lanjut. Hal ini seringkali diperkuat oleh pendapat umum yang keliru dan telah membudaya dalam masyarakat tentang orang berusia lanjut, pengetahuan mereka tentang sikap masyarakat terhadap orang berusia lanjut, dan perlakuan yang mereka peroleh dari anggota-anggota kelompok masyarakat karena usia mereka.

Apabila orang berusia lanjut mulai menyadari adanya perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri mereka, maka mereka mulai berpikir tentang diri sendiri, bahwa mereka telah tua. Akibatnya mereka tampak menjadi berpikir dan bertingkah laku seperti seharusnya yang dilakukan oleh orang berusia lanjut. Pada akhirnya mereka mengembangkan pola kepribadian yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat lingkungannya. Perlakuan dari kelompok sosial yang diterima oleh orang berusia lanjut juga dapat mengubah konsep diri mereka karena perlakuan ini cenderung kurang menyenangkan, maka pengaruh terhadap konsep diri mereka cenderung menjadi tidak menyenangkan pula.

(11)

yang bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang sudah disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.

Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada lanjut usia, dipengaruhi oleh fungsi pendengarannya. Dalam pelayanan terhadap lanjut usia agar tidak timbul salah paham sebaiknya dilakukan kontak mata; saling memandang. Dengan kontak mata, mereka akan dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengarannya dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima. Mereka akan lebih tenang, lebih senang, merasa aman, merasa diterima, merasa dihormati dan sebagainya.

Pada lanjut usia yang sangat tua memang akan terlihat penurunan kinerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan organ-organ biologis ataupun perubahan yang sifatnya patologis. Dalam pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia, mereka perlu diberikan latihan-latihan ketrampilan untuk tetap mempertahankan kinerja.

(12)

sebagai tanda bahwa terdapat masalah atau ada hal-hal yang sifatnya patologis yang tidak mudah diamati, karena itu perlu dikonsultasikan kepada para ahli.

Sehubungan dengan fungsi afektif dalam pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Jika petugas menjumpai lansia dengan emosi yang labil atau menurun fungsi mental lainnya, maka perlu diwaspadai kemungkinan adanya masalah mental emosional atau hal-hal yang patologis. Untuk itu perlu pemeriksaan para ahli; (2) Jika petugas mendapatkan lansia yang sangat tua (very old) disertai penurunan fungsi mental yang drastis, maka perlu dilakukan upaya-upaya terapi dan pelayanan yang sesuai dengan kondisi lansia tersebut.

Fungsi konatif atau psikomotor adalah fungsi psikis yang melaksanakan tindakan dari apa yang telah diolah melalui proses berpikir dan perasaan ataupun kombinasinya. Konatif mengandung aspek psikis yang melakukan dorongan kehendak baik yang positif maupun yang negatif, disadari maupun tidak disadari.

(13)

konatif, lanjut usia perlu dibantu untuk memilih hal yang penting agar mereka tidak ragu dalam berbagai keinginannya. Perlu pula diperhatikan keadaan yang dapat menimbulkan resiko bagi lanjut usia.

Untuk pendekatan sosial budaya ahli sosiologi membuat "disengagement theory of aging" yang berarti bahwa ada proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan-pelan tapi pasti dan teratur daripada individu-individu atau masyarakat terhadap satu sama lainnya, dan proses ini adalah terjadi secara alamiah dan tak dapat dihindarkan, dan hal ini akan terjadi dan berlangsung sampai kepada penarikan diri yang terakhir yaitu mati (Tasmin:2002).

Pada masa tua terjadi krisis antara deferensiasi egonya (ego differentitation) melawan preokupasi peranannya dalam bekerja (work role preoccupation). Hal ini dipengaruhi oleh pikiran-pikiran tentang pensiun. Juga ditambahkan bahwa pada masa ini ada krisis, seseorang itu dapat membangun suatu hubungan-hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan mengembangkan aktivitas-aktivitas yang kreatif untuk melawan pikiran-pikiran yang terpusat pada kemunduran-kemunduran fisiknya.

(14)

ini mereka cenderung tidak tinggal bersama dalam satu rumah namun semangatnya masih terpatri dalam satu atap kebersamaan.

Berlandaskan pemikiran-pemikiran di atas, maka upaya bantuan yang ditawarkan pada penelitian menggunakan pendekatan eklektik-holistik yang meliputi pendekatan biologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan sosial budaya dengan sasaran berbagai aspek kehidupan kaum lansia yang relevan dengan pemenuhan tugas regulasi dirinya. Pendekatan biologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menitikberatkan perhatian pada perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada lansia. Perubahan-perubahan-perubahan tersebut mencakup aspek anatomis dan fisiologis serta berkembangnya kondisi patologis yang bersifat multiple dan kelainan fungsional pada pasien-pasien lanjut usia. Pendekatan psikologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menekankan pada peningkatan regulasi diri untuk mengembangkan fungsi-fungsi kognitif, afektif, konatif dan kepribadian lansia secara optimal. Pendekatan sosial budaya, yaitu pendekatan yang menitikberatkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial budaya yang dapat mempengaruhi lansia. Sesungguhnya, lingkungan pergaulan budaya di mana orang berusia lanjut bertempat tinggal selama bertahun-tahun dalam hidupnya juga mempengaruhi jenis penyesuaian yang dilakukan di hari tua.

(15)

positif dengan hasil pengukuran kesehatan, kesejahteraan, kepuasan pernikahan dan fungsi psikologis dan asosiasi negatif terhadap bunuh diri, penyimpangan, kriminalitas, serta penggunaan alkohol dan narkoba (Seybold dan Hill, 2001). Oleh karena itu, pendekatan melalui keagamaan pun akan menjadi pertimbangan bagi pengembangan upaya bantuan yang ditawarkan pada penelitian ini.

Sehubungan dengan pemikiran-pemikiran di atas, peneliti menawarkan satu alternatif model pelayanan berupa konseling kelompok menggunakan model khusus bagi kaum lansia di panti jompo, terutama untuk meningkatkan regulasi diri mereka menuju hidup baik dan sehat. Model konseling kelompok yang ditawarkan ini berfokus pada usaha membantu kaum lansia dalam melakukan perubahan dengan menaruh perhatian pada perkembangan dan penyesuaian sehari-hari, misalnya modifikasi tingkah laku, pengembangan keterampilan hubungan personal, nilai, sikap atau membuat keputusan hidup.

Model konseling kelompok ini sejalan dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh Departemen Sosial dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia yang berkaitan dengan pemberdayaan pada lansia. Pemberdayaan pada lansia adalah setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut usia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing (Mariyo, 2008).

(16)

konseling kelompok akan menyajikan materi yang terkait dengan aspek (1) lingkungan dan keturuan kaum lansia, (2) upaya deteksi, penyembuhan, dan pencegahan penyakit, (3) penghilangan prasangka mitos terhadap kaum lansia, (4) latihan nutrisi, (5) upaya kesehatan mental. Uraian tentang muatan program dibahas secara rinci pada bab berikutnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan yang diuraikan di atas, maka masalah utama penelitian adalah para lansia di panti jompo membutuhkan bantuan agar mereka mampu melakukan regulasi diri secara baik dan sehat. Pertanyaan yang sekarang muncul adalah apakah model konseling kelompok ini efektif untuk membantu kaum lansia melakukan regulasi diri di panti jompo? Secara rinci, pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana profil regulasi diri kaum lansia di panti jompo?

2. Bagaimanakah rumusan model konseling kelompok yang efektif untuk membantu kaum lansia di panti jompo meningkatkan regulasi diri?

3. Apakah terdapat peningkatan yang signifikan regulasi diri kaum lansia sesudah menerima program konseling kelompok?

4. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan regulasi diri kaum lansia yang menerima dan yang tidak menerima layanan konseling kelompok?

(17)

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menemukan rumusan model pelayanan konseling kelompok yang efektif untuk membantu kaum lansia melakukan regulasi diri dalam menjalani kehidupan di panti jompo. Secara rinci, tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan profil regulasi diri kaum lansia di panti jompo.

2. Merumuskan model pelayanan konseling kelompok regulasi diri yang efektif bagi kaum lansia di panti jompo.

3. Mengetahui peningkatan regulasi diri kaum lansia di panti jompo sesudah menerima pelayanan konseling kelompok.

4. Mengetahui besarnya perbedaan regulasi diri kaum lansia antara yang menerima dan yang tidak menerima layanan konseling kelompok.

5. Mengetahui besarnya perbedaan regulasi diri antara kaum lansia laki-laki dan perempuan setelah mereka menerima pelayanan konseling kelompok.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan, antara lain:

Pertama, dapat memberikan gambaran tentang bagaimana membantu kaum lansia

dipanti jompo untuk melakukan regulasi diri melalui model konseling kelompok.

Kedua, dapat menjadi masukan bagi kepala panti dan masyarakat pada umumnya

(18)

pelayanan bantuan kepada kaum lansia. Keempat, dapat menjadi acuan bagi penelitian lain tentang konseling kaum lansia yang lebih luas.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman istilah berikut ini disajikan definisi operasional dari sejumlah istilah pokok yang digunakan pada penelitian ini:

1. Konseling kelompok merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar kepada konseli, khususnya dalam penelitian ini adalah kaum lansia.

2. Kaum lansia dalam penelitian ini dibatasi sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Bab I Pasal 1 ayat 2 yaitu seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan

Studi ini merupakan penelitian pengembangan. Metode dan strategi semacam ini biasa dipakai dalam penelitian untuk menghasilkan produk atau model pendidikan tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Borg & Gall, 1989). Penelitian dilakukan secara bertahap. Pengembangan model dimulai dari analisis kebutuhan akan layanan konseling kelompok bagi para kaum jompo hingga pengujian keefektifan model konseling kelompok yang sedang ditawarkan.

Tahapan-tahapan pada studi mengikuti langkah-langkah yang umumnya digunakan pada penelitian dan pengembangan (Sugiyono, 2009; Borg & Gall, 1989), yang mencakup: analisis potensi dan masalah, pengumpulan data atau informasi, merancang produk, memvalidasi rancangan, merevisi rancangan, ujicoba produk, revisi produk, ujicoba pemakaian, revisi akhir produk, lalu produksi masal. Dalam studi ini tahapan kegiatan penelitian meliputi: studi pendahuluan, perancangan model hipotetik, uji kelayakan model, dan uji keefektifitas model. Tahap kegiatan selanjutnya adalah diseminasi dan distribusi model. Bahasan secara rinci masing-masing tahapan kegiatan diuraikan pada bagian belakang dari bab ini.

B. Variabel

(20)

kaum jompo (konseli) dalam meningkatkan regulasi diri melalui kegiatan kelompok dengan teknik diskusi. Proses bantuan kepada konseli itu mencakup pemahaman tentang makna kesehatan yang mencakup: upaya deteksi, treatmen, dan pencegahan suatu penyakit, informasi nutrisi, dan kesehatan mental, serta proses penuaan.

Variabel terikat pada studi ini adalah regulasi diri, yaitu upaya pencapaian bagian dari tugas-tugas hidup yang bertujuan untuk mengatur diri seseorang agar mampu hidup secara baik dan sehat, yang dicirikan oleh adanya (1) rasa diri berguna, (2) pengendalian diri, (3) pandangan realistik, (4) kepekaan emosional, (5) kemampuan rekayasa intelektual, (6) upaya pemecahan masalah, (7) kreatifitas, (8) kemampuan berhumor, dan (9) kebugaran jasmani, dan (10) kebiasaan hidup sehat. Kondisi ini, sesungguhnya, tercipta dari akumulasi tingkat pemahaman diri dan pemahaman berbagai informasi yang relevan dan memadai melalui pengalaman konseli dalam pelayanan konseling kelompok yang memandirikan.

C. Subyek

Penentuan subjek penelitian didasarkan pada keperluan tahap-tahap kegiatan dalam mengembangkan model. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik sampel acak bertujuan (purpossive random sampling technique). Artinya, subyek dipilih dan ditetapkan secara acak dengan tetap mempertimbangkan keperluan pencapaian tujuan penelitian.

(21)

(dokter dan perawat panti), dan ahli agama (ulama) di Kota Jambi. Pada tahap ini ada tiga orang ahli yang dilibatkan, sedangkan kaum jompo yang dijadikan sampel berjumlah 21 orang. Para ahli dipilih sesuai dengan keahliannya dan kebutuhan penelitian dengan rincian ahli kesehatan mental, ahli nutrisi, dan para ahli agam (ulama) masing-masing satu orang.

Para ahli tersebut telah dimohon untuk memvalidasi muatan model guna mendapatkan rumusan isi, teoritis, efisiensi, kemungkinan implementasi, dan kemenarikan model yang memiliki aras kelayakan yang memadai sehingga pemberlakuan model di panti asuhan dapat dilaksnakan.

Pada tahap uji keefektifan model yang menjadi subjeknya adalah para kaum lansia di panti jompo. Pada penelitian ini telah dipilih Panti Sosial Tresna Wredha Budi Luhur Kota Jambi sebagi tempat pelaksanaan penelitian. Pada panti tersebut ada 70 orang warga binaan. Mereka terdiri atas 36 orang laki-laki dan 34 orang perempuan. Usia mereka merentang dari 60 tahun hingga 90 tahun. Warga binaan tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

(22)

Tabel 3.1. Sebaran Subyek pada Kelompok Ekprimen dan Kontrol Berdasarkan Jenis Kelamin Subyek.

JENIS KELAMIN KELOMPOK JUMLAH

Eksprimen Kontrol

Laki-laki 19 16 35

Perempuan 15 17 32

Total 34 33 67

Jumlah subyek pada kelompok ekprimen sebanyak 34 orang. Mereka terdiri atas 19 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Sedangkan jumlah subyek pada kelompok kontrol sebanyak 33 orang yang terdiri atas 16 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Dengan demikian orang jompo yang akan dijadikan subyek pada uji keefektifan model berjumlah sebanyak 67 orang.

Disamping kaum lansia sebagai subyek, telah dipilih juga dua orang perawat pada Panti Sosial Tresna Wredha Budi Luhur Kota Jambi. Para perawat tersebut telah ditetapkan sebagai koleader dalam pelaksanaan model pada penelitian ini. Mereka telah diminta partisipasinya untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kelompok untuk membantu konseli memandirikan hidupnya.

D. Instrumen

(23)

dalam mengamati perilaku regulasi diri kaum lansia, baik sebelum maupun sesudah ia menerima layanan. Daftar cek tersebut telah diberikan kepada semua subyek, baik subyek pada kelompok eksprimen maupun subyek pada kelompok kontrol. Sesuai dengan rancangan penelitian, maka pengamatan perilaku subyek dengan menggunakan instrumen ini akan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum perlakuan sebagai data pre-tes dan sesudah perlakuan sebagai post-tes.

Daftar cek memuat sepuluh ciri-ciri diri yang baik dan sehat, khususnya pada kehidupan kaum lansia di panti jompo dengan 25 perilaku indikator. Setiap ciri digambarkan dua hingga tiga perilaku indikator. Instrumen ini dikembangkan penulis berdasarkan kebutuhan dan keperluan pencapaian tujuan penelitian. Komposisi lengkap muatan DCRD dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2. Kisi-kisi Daftar Ciri Regulasi Diri Kaum Lansia

Regulasi Diri

Aspek Perilaku Jumlah

Item Deskriptor

Nomor Item

Baik Kebergunaan Diri 2 1 dan 2

Pengendalian Diri 2 3 dan 4

Realista Kehidupan 2 5 dan 6

Kepekaan Emosional 3 7, 8, dan 9

Rekayasa intelektual 3 10, 11, dan 12

Pemecahan Masalah 3 13, 14, dan 15

Kreativitas 3 16, 17, dan 18

Sehat Rasa Humor 3 19, 20, dan 21

Kesehatan Fisik 2 22 dan 23

Pola Makan 2 24 dan 25

Total 25

(24)

orang ahli kesehatan, satu orang ahli agama, dan satu orang ahli bimbingan dan konseling. Ahli kesehatan dari rumah sakit umum Kota Jambi, ahli agama dari IAIN Jambi, sedangkan ahli bimbingan dan konseling dari Universitas Lampung. Kriteria keahlian ditetapkan berdasarkan latar belakang pendidikan formal yang dimiliki penilai. Ahli bimbingan dan konseling berpendidikan Doktor di bidang bimbingan dan konseling. Ahli kesehatan berpendidikan Sarjana dan Spesialis kesehatan (dokter). Sementara ahli agama berpendidikan Doktor di bidang agama. Kepada ketiga orang ahli tersebut telah dimohonkan kesediannya untuk menilai derajat validitas kedua instrument penelitian ini. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Oktober dan November 2011.

Penetapan derajad validitas DCRD didasarkan atas besarnya Indeks Persetujuan Para Penilai (IPP). Skala dinyatakan valid jika minimal indeks menunjukkan 0,64 poin (Dahlan, 2010). Hasil penilaian para ahli tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini. Data dan perhitungan lengkapnya disajikan pada lampiran.

Tabel 3.3. Hasil Penilaian Validitas DCRD PENILAI Indeks Persetujuan

A 0,80

B 0,84

C 0,84

Total 2,48

Rerata 0,83

(25)

Dari hasil penilaian para ahli yang terlihat pada tabel di atas ditemukan indeks persetujuan DCRD sebesar 0,69 poin. Ternyata indeks persetujuan tersebut telah melampaui batas minimal indeks persetujuan yang telah ditetapkan (IPPhit.= 0,69 > IPPkrt. = 0,64). Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa skala telah valid dan karenanya dapat digunakan sebagai alat ukur regulasi diri lansia di panti jompo. Meskipun demikian sejumlah saran perbaikan telah disampaikan agar daftar cek sampai kepada derajat validitas yang lebih tinggi, khusunya berkenaan dengan redaksional kalimat dari pernyataan deskriptor. Penyempurnaan daftar cek berdasarkan perbaikan telah dilakukan sehingga instrumen memuat isi seperti yang terpakai ketika pengumpulan data pada penelitian ini.

Demikian juga halnya dengan muatan MPK2L telah cukup memadai sebagai model konseling kelompok untuk membantu kaum lansia agar mandiri dalam hidupnya di panti asuhan. Meskipun demikian sejumlah saran perbaikan juga telah disampaikan oleh para ahli agar kedua instrumen sampai kepada derajat validitas yang lebih tinggi, baik berkenaan dengan komposisi butir-butir soal yang dimuat pada kedua instrument maupun berkaitan dengan redaksional kalimat dari beberapa butir soal. Penyempurnaan muatan modul berdasarkan perbaikan juga telah dilakukan sehingga isi mendukung pencapaian tujuan konseling ini. Modul program yang telah disempurnakan sebagaimana yang terlihat pada lampiran telah digunakan pada penelitian ini.

(26)

diperoleh koofisien internal konsistensi sebesar 0,837. Angka sebesar ini menunjukkan indeks konsistensi internal yang tinggi (Aiken, 1988). Ini berarti bahwa daftar cek telah memiliki derajat reliabitas yang memadai. Dengan demikian daftar cek dapat digunakan sebagai alat ukur regulasi diri kaum lansia, khususnya mereka yang tinggal di panti jompo.

Pengadministrasian dan penafsiran DCRD dilakukan dengan ketentuan berikut:

1. Skor jawaban konseli hasil DCRD merupakan penjumlahan dari perolehan cek pada setiap perilaku indikator yang tampak. Setiap perilaku tampak diberi skor 1 (satu). Skor maksimal 25 poin dan minimal satu (1) poin.

2. Skor jawaban DCRD merentang dari satu hingga 25 poin. Skor diberikan oleh pengamat atau penilai pada DCRD berdasarkan perilaku indikator ciri-ciri diri yang baik dan sehat pada diri subyek (kaum lansia). Contoh pemberian skor DCRD dapat dilihat pada lampiran.

Untuk memberikan penafsiran atas jawaban subyek maka skor yang telah diperoleh dikelompokkan menjadi tiga kategori dengan ketentuan seperti yang tercantum pada tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4. Kriteria Kategori Skor Jawaban DCRD Rentangan Skor Kategori Regulasi Diri

> 17 poin Tinggi

9-16 poin Sedang

< 8 poin Rendah

(27)

lansia hanya mampu menunjukkan skor DCRD < 8 poin, maka regulasi dirinya masih dikatakan “Rendah”. Regulasi diri yang “Sedang” merupakan kategori bagi kaum lansia yang memiliki skor DCRD antara 9-16 poin.

MPK2L adalah model yang sekaligus piranti bimbingan dan konseling. Model ini telah digunakan dalam memberikan perlakuan berupa layanan bimbingan dan konseling kelompok kepada para lansia di panti jompo untuk membantu mereka memandirikan hidupnya. Secara garis besar muatan modul dibagi menjadi empat bagian yang dirinci ke dalam empat pertemuan konseling, yaitu: Pertemuan I: pengantar, informasi lingkungan versus keturunan. Pertemuan II: informasi tentang kesehatan mental. Pertemuan III: deteksi, penyembuhan, dan pencegahan penyakit serta latihan dan nutrisi. Pertemuan IV: Reviu hubungan dan pengakhiran.

Dalam pelaksanaan layanan konseling, setiap responden (konseli) harus terlibat aktif mendiskusikan topik-topik informasi yang dimuat pada modul model sesuai dengan tahapan konseling yang telah digariskan. Perangkat materi pelaksanaan konseling dimuat pada buku tesendiri.

E. Tahapan

(28)

Bagan 3.1. Penelitian Pengembangan Model Konseling Kelompok Lansia.

1. Studi pendahuluan

Kegiatan pokok pada studi pendahuluan ini meliputi kajian pustaka dan kajian empirik. Kajian pustaka dilakukan dengan tujuan untuk menelaah konsep-konsep model bimbingan dan konseling kelompok lansia dan konsep-konsep kemandirian lansia pada panti jompo. Melalui kajian literatur, juga dilakukan telaahan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan penerapan model bimbingan dan konseling kelompok pada lansia. Pengajian tentang berbagai karakteristik orang-orang tua di panti jompo dan sejumlah model penanganan dan perawatan mereka dari berbagai instansi terkait merupakan bagian telaahan yang dilakukan pada tahap ini. Demikian juga pembahasan tentang aspek-aspek diri yang penting bagi kemandirian lansia dalam menapaki sisa hidup mereka di masa tua. Untuk keperluan ini telah dilakukan tinjauan terhadap berbagai buku, jurnal, laporan penelitian, dan sumber-sumber bacaan lainnya.

Pendahuluan -Kajian Pustaka -Kajian Empiris Perancangan Model Kons Kelompok Lansia Uji Kefektifan Model Kons Kel. Lansia Uji Kelayakan Model Hipotetik Kons Kel Lansia Desiminasi & Publikasi Model Revisi Layak Tidak Ya

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

(29)

Kajian emperik dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi dan kebutuhan akan pelaksanaan layanan konseling kelompok di panti jompo. Kajian ini telah dipusatkan pada pelayanan yang telah diberikan oleh panti jompo di Provinsi Jambi, khususnya dalam upaya meningkatkan regulasi diri kaum lansia. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Mei – September 2010. Studi pendahuluan bersifat deskriptif dengan tujuan untuk mendeskripsikan secara rinci, sistematis, dan akurat tentang kedua variabel yang telah menjadi pusat bahasan kajian.

Pengumpulan data pada studi pendahuluan ini dilakukan dengan wawancara ke pimpinan panti dan beberapa pembina serta sejumlah kaum lansia di Panti Jompo di Kota Jambi. Wawancara kepada pimpinan panti dilakukan untuk mengungkapkan proses penyelenggaraan penanganan dan pembinaan kaum jompo yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan selama ini. Wawancara kepada para pembina (perawat) panti dilakukan untuk mengetahui upaya-upaya dan hambatan-hambatan dalam proses penanganan dan pembinaan kaum jompo yang selama ini. Wawancara kepada beberapa kaum jompo dilakukan untuk mengungkapkan perasaan dan penagalaman mereka selama dalam pembinaan di panti jompo, khususnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

(30)

2. Perancangan model hipotetik konseling kelompok lansia

Perencanaan dan perancangan model hipotetik konseling kelompok lansia untuk memandirikan konseli dilakukan berdasarkan hasil analisis kajian-kajian pada studi pendahuluan. Kegiatan pada tahap perancangan ini adalah melakukan pemerian konsepsi dan operasionalisasi mengenai model bimbingan dan konseling kelompok lansia yang komparabel dan interpretabel untuk diimplementasikan di lapangan. Pemerian konsepsi dan operasionalisasi itu menyangkut isi, format, filsafati, dan keberterimaan model.

Dalam merancang model hipotetik bimbingan ini peneliti melakukan diskusi dengan dan menerima sumbang saran dari banyak pihak. Di antaranya adalah para ahli bimbingan, ahli kesehatan jiwa, dan ahli medias, serta berkonsultasi dengan para pembimbing. Kegiatan-kegiatan seperti diskusi, meminta saran, dan berkonsultasi ini dilakukan dengan tujuan agar model konseling yang tengah dirancang tersebut layak, baik secara teoritik maupun praktis untuk digunakan dalam membantu konseli memantapkan pilihan kariernya.

(31)

Seluruh rumusan yang membangun model bimbingan dan konseling kelompok lansia ini diuraikan ke dalam tiga bagian, yang meliputi: Modul Model dan Buku Panduan Pelaksanaan. Hasil utuh rancangan disajikan tersendiri.

3. Uji Kelayakan Model Hipotetik Konseling Kelompok Lansia.

Pada tahap ini dilakukan pengembangan dan validasi model. Ada tiga kegiataan pokok yang tercakup pada ini, yaitu melakukan validasi isi (ahli), validasi empirik (praktisi), dan revisi model hipotetik menjadi rumusan model operasional. Tujuan yang ingin dicapai dalam tahap ini adalah terumuskannya model operasional bimbingan dan konseling kelompok yang layak digunakan untuk membantu lansia meningkatkan kemandirian dalam menapaki sisa hidupnya di panti jompo. Dengan kata lain, melalui kegiatan pada tahap inilah dicapai dan diketahui tingkat kelayakan isi atau konsepsi dan kelayakan operasional atau keberterimaan model bagi pelaksana dan sasaran.

Validasi isi oleh ahli dilakukan untuk mendapatkan rumusan isi, teoritis, efisiensi, kemungkinan implementasi, dan kemenarikan model yang memiliki aras kelayakan yang memadai. Validasi isi oleh ahli dilakukan melalui "Teknik Delphi", yaitu suatu teknik penilaian untuk mengambil keputusan dengan mengirimkan naskah model dan panduannya disertai lembar validasinya kepada para validator (tiga orang ahli). Hasil dari lembar validasi yang berisi pertanyaan tentang isi, struktur, dan evaluasi dijadikan masukan dalam memperbaiki dan mengembangkan model.

(32)

dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang kemungkinan kelayakan pemberlakuan model di sekolah. Informasi yang diperoleh dijadikan masukan untuk mengembangkan dan merevisi model hipotetik menjadi model operasional. Metode dan bentuk kegiatan validasi praktisi dalam bentuk seminar dan lokakarya, yang diikuti oleh konselor dan para perawat panti jompo. Mereka yang telah berpatisipasi pada kegiatan ini berjumlah 9 orang yang, masing-masing mewakili konselor dua orang dan tujuh orang mewakili perawat di panti jompo Kota Jambi.

Revisi model hipotetik telah dilakukan berdasarkan informasi atau keterangan yang diperoleh melalui ahli dan praktisi dalam validasi. Revisi model hipotetik ini dilakukan untuk mengembangkan model hipotetik menjadi model operasional. Model operasional yang diperoleh menjadi rujukan dalam uji efektivitas model.

4. Uji keefektifan model konseling kelompok lansia.

Model operasional yang telah tersusun dari tahap validasi dan pengembangan pada tahap uji kelayakan model, selanjutnya dilakukan uji operasional atau uji empirik untuk mengetahui efektivitas model. Materi intervensi uji efektivitas model adalah Modul Konseling Kelompok Lansia

(MK2L). Modul ini disusun berdasarkan kebutuhan dan tuntutan dalam

pencapaian tujuan pelayanan bantuan dalam model bimbingan dan konseling kelompok lansia

(33)

menggunakan rancangan Pretest-postest Nonequivalent Group Designs (Hepner, Wampold, dan Kivlighan, 2008: 183-184). Rancangan penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut:

Exprimen Group Non R O1 X O2

Control Group Non R O3 O4

Keterangan:

Non R = penempatan subyek dalam kelompok tampa acak. 01 dan 03 = pengamatan pres-test pada kelompok ekprimen dan

kontrol.

02 dan 04 = pengamatan post-test pada kelompok ekprimen dan kontrol.

X = perlakuan penelitian: model bimbingan dan konseling kelompok.

(34)

Subyek pada kelompok eksprimen, selain akan menerima layanan pembinaan perawatan rutinitas dari para pembina panti, mereka akan diberi perlakuan khusus penelitian, yaitu layanan konseling kelompok hasil pengembangan. Sementara itu, subyek-subyek pada kelompok kontrol hanya akan menerima layanan konseling kelompok konvensional oleh guru pembimbing yang ada di sekolah mereka.

Perlakuan penelitian (model bimbingan dan konseling kelompok lansia) diberikan dengan menggunakan peranti yang dirancang secara khusus untuk penerapan model konseling kelompok yang sedang dikembangkan ini. Peranti tersebut terdiri atas Kerangka Dasar dan Modul Program Model Konseling Kelompok Regulasi Diri Lansia. Pada buku modul telah dimuat tahapan dan prosedur kerja konseling. Dengan demikian, kegiatan pada konseling ini harus dijalankan sesuai dengan pedoman dan arahan yang sudah dimuat pada modul tersebut.

(35)

Setiap pertemuan kegiatan layanan ini dilakukan melalui dua tahapan, yaitu; (1) tahap penyajian informasi dalam garis besar sesuai dengan topik, (2) tahap diskusi dan pembahasan topik, dan (3) tahap pengambilan keputusan.

Perlakuan penelitian dilaksanakan oleh peneliti dan dibantu oleh dua orang perawat panti. Peneliti sebagai pimpinan kelompok (konselor utama) dan perawat panti sebagai koleader atau pembantu konselor. Konselor utama dan konselor pembantu memberikan layanan kepada semua kelompok subyek. Hanya saja dalam pelayanan pada kelompok kontrol tidak diberikan layanan menggunakan model yang sedang ditawarkan ini.

Sebelum menjadi pelaksana model, para konselor pembantu terlebih dahulu diberikan pelatihan. Pelatihan ini dilakukan oleh peneliti guna membekali mereka kemampun untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling kelompok dengan model lansia. Materi pelatihan menyangkut bagaimana mempersiapkan, melaksanakan, dan menilai keberhasilan layanan bantuan. Rincian lebih lanjut materi pokok pelatihan telah termuat pada Buku Pedoman Pelaksanaan dan Modul Model.

(36)

bimbingan dan konseling kelompok lansia, khususnya untuk membantu kaum jompo meningkatkan kemandirian hidupnya di masa lanjut.

e. Tahap desiminasi dan distribusi model konseling kelompok lansia

Tahap desiminasi dan distribusi tidak termasuk kegiatan yang harus dilaksanakan peneliti dalam rangkaian penelitian ini. Tahap ini merupakan tahap penyebarluasan atau sosialisasi model teruji yang telah ditetapkan. Untuk keperluan sosialisasi dan distribusi akan dilakukan dengan penerbitan buku teks dan/atau penulisan artikel pada jurnal ilmiah terakreditasi. Juga dapat dilakukan dalam bentuk seminar, lokakarya, dan pelatihan implementasi model. Kegiatan diseminasi ini akan dilakukan setelah seluruh rangkaian penetitian rampung dan proses presentasi dalam ujian disertasi tentang hasil penelitian telah selesai.

F. Analisis data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif-kuantitatif menggunakan teknik-teknik statistik. Analisis deskriptif digunakan untuk memerikan data tentang hasil penilaian uji kelayakan model hipotetik dan gambaran operasional model konseling lansia, khususnya untuk meningkatkan kemandirian kaum jompo melalui pendekatan kelompok pada panti jompo.

(37)
[image:37.595.114.515.130.528.2]

Tabel 3.5. Rancangan Faktorial Sebaran Data Penelitian

JENIS

KELAMIN

KELOMPOK SUBYEK

JUMLAH

EKSPERIMEN KONTROL

Pre-test Post-test Pre-test Post-test Laki-laki

Perempuan Total

Berdasarkan rancangan faktorial ini maka pemeriksaan tingkat efektivits model akan dilakukan dengan uji beda. Teknik statistik yang akan digunakan adalah Analisis Varian Dua Jalan dan dilanjutkan dengan Analisis Kovarian (ANCOVA) dengan data Pre-test sebagai variabel kovariat. Semua penghitungan data untuk keperluan analisis data pada studi ini akan dilakukan dengan komputerisasi menggunakan fasilitas SPSS.

Sebelum data digunakan dalam analisis uji hipotesis semua pasangan data terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tentang persyaratan data bagi analisis inferensial. Kegiatan ini dilakukan untuk menghitung homoginitas variansi dan normalitas sebaran skor regulasi diri kaum lansia dari setiap kelompok uji.

Seluruh penghitungan data untuk keperluan analisis dalam pengujian hipotesis penelitian, baik untuk pemeriksaan persyaratan data maupun uji signi-fikansi beda telah dilakukan dengan menggunakan bantuan fasilitas SPSS.

(38)

menggunakan formula “One-Sampel Kolmogorov-Smirnov Tes” dapat dilihat pada

[image:38.595.116.512.169.538.2]

Tabel 3.6 di bawah ini.

Tabel 3.6. Hasil Uji Normalitas Data Regulasi Diri Kaum Lansia

Sebaran Data

Nilai

Kolmogorov-Smirnov Z

Signifikansi Keterangan

Prates 1,551 0,016 Normal

Pascates 0,953 0,301 Normal

Berdasarkan hasil perhitungan yang terlihat pada tabel 4.1 di atas, ternyata semua kelompok data pada penelitian berdistribusi normal. Sementara itu, hasil perhitungan pengujian homoginitas data dengan menggunakan “Levene’s Test of

equality of error variances” dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut ini. Tabel 3.7. Hasil Uji Homoginitas Data Regulasi Kaum Lansia

Lintas Kelompok

F df1 df2 Sig. Keterangan

1.895 3 63 .139 Homogen

(39)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model konseling kelompok hasil pengembangan ini efektif untuk membantu kaum lansia di panti jompo melakukan regulasi diri. Secara khusus kesimpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Profil regulasi diri kaum lansia menunjukkan bahwa sebagian besar mereka ada pada kategori “Sedang” yang cenderung ke kategori “Rendah”. Demikian

juga halnya dengan regulasi diri kaum lansia laki-laki dan perempuan yang terlihat cenderung mempola pada kategori yang sama, yaitu kategori “Sedang”.

2. Model konseling kelompok regulasi diri bagi kaum lansia di panti jompo terdiri atas konsep dasar model dan buku panduan pelaksanaan. Pada konsep dasar dimuat: rasional, tujuan, prinsip pelaksanaan, khalayak sasaran, peran dan kualifikasi konselor media yang digunakan, dan prosedur kerja konseling, serta evaluasi keberhasilan. Dalam buku panduan disajikan pedoman pelaksanaan konseling kelompok untuk membantu kaum lansia di panti jompo melakukan regulasi diri secara efektif

(40)

ditunjukkan oleh mereka sebelumnya.

4. Regulasi diri kaum lansia yang menggunakan model konseling kelompok (kelompok eksprimen) berbeda secara signifikan dengan konseli yang tidak menggunakan model konseling kelompok (kelompok kontrol). Skor rerata regulasi diri kaum lansia pada kelompok eksprimen ditemukan lebih tinggi daripada konseli pada kelompok kontrol.

5. Regulasi diri kaum lansia antara laki-laki dan perempuan pada umumnya tidak berbeda secara signifikan. Baik skor kaum lansia laki-laki maupun skor kaum lansia perempuan cenderung sama-sama rendah sebelum menjalani konseling kelompok, dan sama-sama tinggi setelah mereka menjalani konseling kelompok. Dengan kata lain, keefektifan penggunaan model konseling kelompok regulasi diri kaum lansia ini tidak bergantung kepada jenis kelamin mereka.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya serta kesimpulan yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, diajukanlah beberapa rekomendasi berikut ini:

1. Rekomendasi bagi Praktik Penyelenggaraan Konseling Kelompok

(41)

Karakteristik tersebut mungkin telah “memupuk” perkembangan kemandirian

kaum lansia dalam pengambilan keputusan pilihan regulasi dirinya. Berdasarkan temuan dan dugaan tersebut, sebaiknya model konseling kelompok regulasi diri kaum lansia ini digunakan oleh konselor kelompok bersama ko-konselor untuk membantu para kaum lansia di panti jompo yang memiliki karakteristik sama dengan subyek penelitian.

2. Rekomendasi bagi Penelitian Lanjutan

(42)

terkembangkan ini.

(43)

Aiken, L.R. (1988). Psychological Testing and Assesment. (6th Ed.) Boston: Allyn Bacon.

Badrushshalih, Muhammad. (2008). Batas-Batas Lanjut Usia. http://ahmadalfikri. blogspot.com/2008/05/batas-batas-lanjut-usia.html. (Diakses 14 Januari 2008).

Black, S.K. (1983). Short-term Counseling: A Humanistic Approach for the Helping Prefessions. Menlo Park: Addison-Wesley Pub.Co.

Blanchard-Fields, F,, & Camp, C, J. (1990). Affect, Individual Differences, and Real World Problem Solving Across The Adult Life Span. In T, M, Hess (Ed.), Aging and cognition: Knowledge organization and utilization (pp, 461-497), Amsterdam, The Netherlands: Elsevier,

Blanchard-Fields, F., Chen, Y., & Norris, L. (1997). Everyday Problem Solving Across the Adult Life Span: Influence of Domain Specificity and Cognitive Appraisal. Psychology and Aging, 12, 684–693.

Blanchard-Fields, F., Jahnke, Heather Casper, & Camp, C, J. (1995). Age Differences in Problem-Solving Style: the Role of Emotional Salience. Journal: Psychology and Aging - PSYCHOL AGING , vol. 10, no. 2, pp. 173-180, 1995

Blanchard-Fields, F., Stein, R., Watson, T.L. (2004). Age Differences in Emotion-Regulation Strategies in Handling Everyday Problems. The Journals of Gerontology. Series B, Psychological Sciences and Social Sciences, 59(6), 261–9.

Bloch, S. (1979). Assessment of Patients for Psychoterapy. British Journal of psychiatry, 135:193-208.

Borg, W.L dan Gall, M.D. (1989). Educational Research: An Introduction. (5th Ed.). New York: Longman.

Boss, P. (1999). Ambiguous Loss: Learning to Live With Unresolvedgrief. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Boss, P. (2004). Ambiguous loss. In F. Wash & M. McGoldrick (Eds.), Living Beyond Loss: Death in the Family (2nd ed.) (pp. 237-246), New York: Norton.

(44)

Gerontology. In Brocklehurs JC and Allen SC (eds). Geriatric Medicine for students, 3rd eds. Churchill Livingstone.

Capuzzi, D., & Gross, D.R. (1991). Introduction to Counseling. Needham Heights: Allyn and Bacon.

Capuzzi, D. (2003). Approach to Group Work: A Handbook For Group Practitioners. (2nd e.). Belmot, CA: Wadsworth.

Chang, T., & Yeh, C.J. (2003). Using Online Groups to Provide Support to Asian American Man: Racial, Cultural, Gender, and Treatment Issues. Profesional Psychology: Research and Practice, 34 (6), 634-643.

Charles, S. T., Reynolds, C. A., & Gatz, M. (2001). Age-Related Differences and Change in Positive and Negative Affect Over 23 Years. Journal of Personality and Social Psychology, 80, 136–151.

Coke, M. M. (1992). Correlates of Life Satisfaction among Elderly African Americans. Journal of Gerontology, 47, 316–320.

Coke, M. M., & Twaite, J. A. (1995). The Black Elderly: Satisfaction and Quality of Later Life. New York: Haworth Press.

Corey, G. (1995). Theory and Practice of Counselling and Psychotherapy. (terjemahan Mulyarto). IKIP: Semarang Press.

Corey, M.S. dan Corey, G. (2006). Groups: Process and Practice. (7th Ed.). Canada, Thomson & Brooks/Cole.

Costa, P. T., Jr., & McCrae, R. R. (1994). Stability and Change in Personality from Adolescence Through Adulthood. In C. F. Halverson, G. A. Kohnstamm, & R. P. Martin (Eds.), The developing structure of temperament and personality from infancy to adulthood (pp. 139–150). Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Dahlan, S (2010). Model Konseling Karier Untuk Memantapkan Pilihan Karier Konseli. Disertasi: UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Erikson, Erik H., Joan M. Erikson, and Helen Q. Kivnick. (1986). Vital Involvement in Old Age:The Experience of Old Age in Our Time. New York: Norton.

(45)

Community Sample. Journal of Health and Social Behavior, vol.21, hal. 219 - 239.

Gazda, G.M. (1989). Group Counseling: A Developmental Approach. 4th edition. Boston: allyn and Bacon.

George, R.L. & Cristiani, T.S. (1990). Counseling Theory and Practice. 3rd edition. Boston: Allyn and Bacon.

Gerard J. Tortora, & Nicholas Peter Anagnostakos. (1990). Principles of Anatomy and Pphysiology. Michigan: Harper & Row.

Goldstein S., Gallo JJ., Reichel w., (1989). Biologic Theories of Aging, Fam Physician, 40 (3): 195.

Gita, C. (2008). Lansia Jangan di Sia-Siakan. http://cita.web.id/?p=24. (Diakses 14 Januari 2008).

Hepner, P.P., Wampold, B.E dan Kivinghan, D.M. (2008). Research Design in Counseling. (3rd Ed.). Thomson; Brooks/Cole.

Herr, E.J dan Cramer, S.H. (1984). Career Guidance and Counseling Through the Life Span: (2nd Ed.). Sistematic approaches Boston: Little & Brown. Havighurst, R. J., Neugarten, B. L., & Tobin, S. S. (1968). Disengagement and

Patterns of Aging. In B. L. Neugarten (Ed.), Middle age and aging (pp. 161-172). Chicago: University of Chicago Press.

Hayflick L. (1980). Future Directions in Aging Research. Proc Soc Exp Biol Med. 1980 Nov.;165 (2):206–214. [PubMed]

Herzog, A.R., Franks, M.M., Markus, H.R. and Holmberg, D. (1998). Activities and Well-Being in Older Age: Effects of Self-Concept and Educational Attainment. Psychology and Aging, 13(2): 179-185

Hill, T. D., Angel, J. L., Ellison, C. G., & Angel, R. J. (2005). Religious Attendance and Mortality: An 8-Year Follow-Up of Older Mexican Americans. Journal of Gerontology: Social Sciences, 60B, S102-S109. Holstein, M. B., & Minkler, M. (2003). Self, Society, and the “New Gerontology.”

The Gerontologist, 43(6), 787-796.

(46)

Irion, J.C., & Blanchard-Fields, F. (1987). A Cross-Ectional Comparison of Adaptive Coping in Adulthood. Journal of Gerontology, 42, 502-504 Isaacowitz, D. M., & Smith, J. (2003). Positive and Negative Affect in Veryold

Age. Journal of Gerontology: Psychological Sciences, 58B, P143–P152. Ismar. (2008). Mekanisme Dasar Proses Aging. http://ismar71.wordpress.com

/2008/ 03/29/mekanisme-dasar-proses-aging/. (Diakses 14 Januari 2008). Ivey, A., Ivey, M. B dan Simek-Dawning, L. (1987). Counseling and

Psychotherapy-Integrating Skills: Theory and Practice. (2nd Ed.). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.

Kaplan, H.I. & Sadock, B.J. (1971). Comprehensive Group Psychotherapy. Baltimore: The Williams and Wilkins Co.

Kirby, S. E., Coleman, P. G., & Daley, D. (2004). Spirituality and Well-Being in Frail and Nonfrail Older Adults. Gerontology Series B: Psychological Sciences and Social Sciences, 59(3), 123-129.

Krause, N. (2004a). Stressors in Highly Valued Roles, Meaning in Life, and The Physical Health Status of Older Adults. Journal of Gerontology: Social Sciences, 59B, S287-S297.

Krause, N., & Shaw, B. A. (2000). Giving Social Support to Others, Socioeconomic Status, and Changes in Self-Esteem in Late Life. Journal of Gerontology: Social Sciences, 55B, S323-S333.

Koentjaraningrat. (1987). Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta, Gramedia.

Kuntjoro, Zainuddin Sri. (2002). Memahami Mitos & Realita Tentang Lansia. http://www.e-psikologi.com/usia/020402.htm#tujuh. (Diakses 14 Januari 2008).

Labouvie-Vief, G., Hakim-Larson, J., & Hobart, C. J. (1987). Age, Ego Level, and the Life-Span Development of Coping and Defense Processes. Psychology and Aging, 2, 286–294.

Lachman, ME, Weaver SL. (1998). The Sense of Control As A Moderator of Social Class Differences in Health and Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology, 74: 763-773.

(47)

Latipun. (1999). Pengaruh Konseling Kelompok pada Perubahan Tingkah Laku Antisosial Remaja di lembaga Pemasyarakatan Anak. Tesis: Tidak Dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga.

Latipun (2008). Psikologi Konseling. Malang: UMM-Press.

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer.

Lemon, B. W., Bengtson, V. L., & Peterson, J. A. (1981). An Exploration of the Activity Theory of Aging: Activity Types and Life Satisfaction Among in-Movers to A Retirement Community. In C. S. Kart & B. B. Manard (Eds.), Aging in America: Readings in social gerontology (pp. 15-38). Palo Alto, CA: Mayfield. (Original work published 1972)

Levin, J. S. & Taylor, R. J. (1993). Age and Gender Differences in Religiosity Among Black Americans. The Gerontologist, 32, 16-23.

Levin, Jeffrey S., Taylor, R.J. & Chatters, L. M. (1994). Race and gender differences in religiosity amongolder adults: Findings from four national surveys. Journal of Gerontology: Social Sciences, 49, S137-145.

Lofland, J. & Lofland, L.H. (1984). Analizing Social Setting: A Guide to Qulaitatif Observation and Analysis. Belmont, CA: Wadsworth Publishing, Co. Mariyo. (2008). Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia. Departemen Sosial

RI. http://bp.depsos.go.id/modules.php? Name=News&file =article &sid=773.

Menec, V. (2003). The Relation Between Everyday Activities and Successfulaging: A 6 Year Longitudinal Study. Journal of Gerontology: PsychologicalSciences, 58, P74 – P82.

Molinari, V. (1994). Current Approaches to Psychotherapy With Elderly Adults. Directions in Mental Health Counseling, 4 (3): 3-13.

Mroczek, D.K., & Kolarz, C.M. (1998). The Effect of Age on Positive and Negative Affect: Adevelopmental Perspective on Happiness. Journal of Personality and Social Psychology, 75, 1333-1349.

(48)

Among Older Adults: Findings from A National Sample. Journal of Gerontology: Social Sciences, 54B, S173-S180.

Nelson-Jones, R. (1982). The Theory and Practice of Counseling Psychology. London: Holt, Rinehart and Winston.

Neugarten, B. L. (1973). Personality Change in Late Life: A Developmental Perspective. In C. Eisodorfer & M. P. Lawton (Eds.), The psychology of adult development and aging (pp. 311–335). Washington, DC: American Psychological Association.

Neugarten, B.L. (1975). The Future of the Young-Old. Gerontologist, 15 (1, Pt 2) 4-9.

Ohlsen, M.M. (1977). Group counseling. 2nd New York: Holt, Rinehart and Winston.

Osipow, S.H. (1983). Theories of Career Development. Englewood Cliffs, New Jersey: Printice-Hall.

Papalia, D.E., Olds, S.W. dan Feldman, R.D. (2009). Human Development. Edisi 10. Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Powell, L.H., Shahabi, L., and Thoresen, C.E. (2003). Religion and Spirituality: Linkages to Physical Health. American Psychologist, 58, pp. 36-52.

Pietrofesa, J.J. Leonardo, G.E. & Hoose, W.V. (1978). The Authentic Counselor. 2nd edition. Chicago: Rand McNally College Publishing Company.

Pikachu. (2007). Resep Awet Muda. http://forum2.plasa.com/showthread.php? s=910464bcc0d0ebcf324176764f35d78b&p=6083320.

Prawitasari, J.E. (1997). Pendekatan Kelompok Interaksional. Makalah: Disampaikan pada Seminar Terapi Kelompok di Universitas 17 Agustus Surabaya, 1 April 1997.

Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok: Dasar dan Profil. Jakarta: Ghalia Indonesia

Psychemate. (2007). Late Adulthood (Lansia). http://psychemate.blogspot.com /2007/12/ late-adulthood-lansia.html. diakses 14 Januari 2008).

(49)

Chusairi, Edisi 5, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Schaie, K. W. (2005). Developmental infl uences on adult intelligence: The Seattle Longitudinal Study. New York: Oxford University Press.

Schaie, K.W. dan Willis, S.L. (1991). Adult development and aging. New York : Harper Collins Publishers.

Schulz, R., & Heckhausen, J. (1996). A Life-Span Model of Successful Aging. American Psychologist, 51, 702–714.

Seemann, S. W., Li, J., W. Paul Menzel, and L. E. Gumley,. (2003). Operational Retrieval of Atmospheric Temperature, Moisture, and Ozone from MODIS Infrared Radiances. J. Appl. Meteor., Vol. 42, pp. 1072-1091.

Seybold, K. S., & Hill, P. C. (2001). The Role of Religion and Spirituality in Mental and Physical Health. Current Directions in Psychological Science, 10, 21–24.

Subhan Kadir. (2007). Proses Menua. (http:www.id.wordpress.com/. (Diakses 14 Januari 2008).

Suhana N. (1993). Teori-teori Tentang Proses Menua Ditinjau Dari Aspek Biologi Dan Usaha-Usaha Penanggulangannya. Simposium Nasional Gerontologi-Geriatri, 16-39.

Tasmin, Martina Rini S. (2002). Pendekatan-Pendekatan Dalam Pelayanan Kesehatan Lansia. http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp? id=179. (Diakses 14 Januari 2008).

Tedeschi, R. G., & Calhoun, L. G. (1995). Trauma & Transformation: Growing in the Aftermath of Suffering. Thousand Oaks, CA: Sage.

Vaillant, G. E. (2000). Adaptive Mental Mechanisms: Their Role in Positive Psychology. American Psychologist, 55, 89-98.

Walls, C.T., & Zarit, S.H. (1991). Informal Support From Black Churches and the Well Being of Elderly Blacks. The Gerontologist, 31(4), 490-495.

Gambar

Tabel 3.2 Kisi-kisi Daftar Cek Regulasi Diri Kaum Lansia..........
Tabel 3.3. Hasil Penilaian Validitas DCRD
Tabel 3.4. Kriteria Kategori Skor Jawaban DCRD
Tabel 3.5. Rancangan Faktorial Sebaran Data Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Dukungan akademik dan dukungan sosial secara bersama-sama berpengaruh

Laut dan pesisir adalah suatu daerah yang mempunyai fungsi yang penting dan daerah yang sangat strategis bagi negara Indonesia, karena Indonesia adalah negara yang terdiri dari

Siswa berpikir abstrak, belajar focus pada informasi2 dan data penting untuk menyelesaikan masalah dari banyaknya informasi yang banyak menjadi focus 1 cara

Rajah 2.1 Rama-rama Ornithospila viculariayang telah disampel dalam kajian ini Rajah 2.2 Rama-rama Setothosea asigna yang telah disampel dalam kajian ini Rajah 2.3 Proses

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Seiring dengan perkembangan teknologi tersebut, kebutuhan akan teknologi pun semakin meningkat, sebagaimana teknologi dibutuhkan dalam segala aspek kehidupan, salah

Pengungkapan jaringan peredaran narkotika telah di lakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) sesuai dengan kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan yang