DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... i
HALAMAN PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iv
HALAMAN MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Asumsi Penelitian ... 12
F. Hipotesis Penelitian ... 14
G. Metode Penelitian ... 14
BAB II LANDASAN TEORI PENINGKATAN KECERDASAN MORAL SISWA SMA MELALUI PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN MENTORING HALAQAH A. Konsep Dasar Kecerdasan Moral Siswa SMA ... 17
1. Pengertian dan Kedudukan Kecerdasan Moral ... 17
2. Karakteristik Perkembangan Moral Siswa Sekolah Menengah Atas ... 27
3. Faktor-faktor Pengaruh Perkembangan Moral Remaja ... 35
4. Indikator dan Pengukuran Kecerdasan Moral Remaja ... 38
B. Bimbingan Kelompok ... 43
1. Kedudukan Bimbingan Kelompok ... 43
3. Tujuan Bimbingan Kelompok ... 46
4. Manfaat Bimbingan Kelompok ... 48
5. Tahapan Bimbingan Kelompok ... 51
6. Bentuk Kegiatan Bimbingan Kelompok ... 54
C. Mentoring Halaqah ... 55
1. Pengertian Mentoring Halaqah ... 55
2. Sejarah Halaqah ... 60
3. Landasan Pedagogis Mentoring Halaqah ... 64
4. Mentoring Halaqah dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling ... 65
D. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Moral Remaja melalui Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 73
1. Hakikat dan Karakteristik Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 73
2. Prosedur Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 77
3. Peran dan Karakteristik Pembimbing ... 80
4. Prinsip Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Remaja ... 84
5. Strategi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa ... 88
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 91
B. Lokasi Penelitian ... 95
C. Subyek Penelitian ... 95
D. Definisi Operasional ... 98
1. Program Bimbingan Kelompok melalui Pendekatan Mentoring Halaqah ... 98
E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 99
1. Penyusunan Instrumen Penelitian ... 99
2. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 102
F. Prosedur Analisis Data ... 105
1. Pengujian Persyaratan Analisis ... 106
2. Metode Analisis Data ... 106
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 110
1. Karakteristik Perkembangan Kecerdasan Moral Siswa SMAN 6 Garut ... 110
2. Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa ... 136
3. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah dalam Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa ... 155
B. Pembahasan Penelitian ... 162
1. Profil Kecerdasan Moral Siswa Sebelum Mengikuti Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 163
2. Dinamika Peningkatan Kecerdasan Moral Siswa sebagai Dampak Perlakuan Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 166
3. Keterbatasan Penelitian ... 170
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 172
B. Rekomendasi ... 174
DAFTAR PUSTAKA ... 177
LAMPIRAN ... 176
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1. Desain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ... 94
3.2. Subyek Penelitian ... 97
3.3. Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Moral Remaja ... 100
3.4. Skor Penilaian Instrumen ... 102
3.5. Rangkuman Hasil Analisis Butir Instrumen Kecerdasan Moral ... 104
3.6. Nomor Butir Valid dan Tidak Valid ... 104
3.7. Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 105
3.8. Interval Skor Ideal ... 108
4.1. Gambaran Umum Kecerdasan Moral Siswa Kelas X SMAN 6 Garut ... 111
4.2. Gambaran Kecerdasan Moral Siswa Kelas X SMAN 6 Garut Berdasarkan Aspek ... 112
4.3. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa ... 115
4.4. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Empati ... 116
4.5. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Hati Nurani ... 117
4.6. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Kontrol Diri ... 118
4.7. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Rasa Hormat ... 119
4.8. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Kebaikan Hati ... 120
4.9. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Toleransi ... 121
4.10. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Keadilan ... 122
4.11. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa ... 124
4.12. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Empati ... 125
4.13. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Hati Nurani ... 126
4.14. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Kontrol Diri ... 127
4.15. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Rasa Hormat ... 128
4.16. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Kebaikan Hati .... 129
4.17. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Toleransi ... 131
4.19. Profil Kecerdasan Moral Siswa Sebelum dan Sesudah Mengikuti
Kegiatan Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring
Halaqah ... 133 4.20. Profil Kecerdasan Moral Siswa Sebelum dan Sesudah Mengikuti
Bimbingan Kelompok Konvensional ... 134
4.21. Rangkuman Pre-Post Signifikansi Hasil Penelitian ... 135
4.22. Hasil Uji Normalitas Gain Score Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol ... 156
4.23. Hasil Perhitungan Rerata Prates-Pascates Kelompok Eksperimen
Kecerdasan Moral ... 157
4.24. Hasil Uji-t Berpasangan Prates dan Pascates Kelompok Eksperimen ... 158
4.25. Hasil Perhitungan Rerata Post-Test Kecerdasan Moral pada Kelompok
Eksperimen dan Kontrol ... 159
4.26. Hasil Uji-t Berpasangan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol .. 160
4.27. Hasil Perhitungan Gain Score Kecerdasan Moral pada Kelompok
Eksperimen dan Kontrol ... 161
4.28. Hasil Uji-t Berpasangan Gain Score Kelompok Eksperimen dan
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1. Suasana Kegiatan Mentoring Halaqah ... 57
2.2. Kerangka Kerja Konseptual Pengembangan Program Bimbingan dan
Konseling Komprehensif ... 75
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena moral telah menjadi isu utama dalam perjalanan hidup manusia.
Permasalahan moral telah ada dan berlangsung sepanjang sejarah manusia. Pada
zaman Nabi Adam, pembunuhan pertama umat manusia dilakukan Qabil terhadap
Habil. Nabi Muhammad SAW pun diutus ke dunia dalam rangka memperbaiki
moral (akhlak) umat manusia, sebagaimana dalam sabdanya: “Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Imam Hakim dalam Zainu, 2000:
56). Para filsuf seperti Socrates, Aristoteles, Ibn Rusyd, Al Ghazali sampai Kant
juga menyadari pentingnya faktor moral, sehingga gagasan konsep filsafat mereka
tidak mengesampingkan pembahasan tentang moral, meskipun masing-masing
memiliki pemahaman berlainan. Tidak ketinggalan, Piaget dan Kohlberg, dua
tokoh psikologi perkembangan, dalam salah satu minat kajiannya membahas
tentang perkembangan moral manusia, dari bayi hingga dewasa (Crain, 2007).
Maraknya pembahasan dan kajian tentang moral mengindikasikan bahwa
moral merupakan salah satu landasan utama yang penting bagi keberlangsungan
kehidupan manusia dan merupakan substansi dari suatu kemajuan bangsa dan
negara. Khalid Latief (2008) salah seorang pemikir Islam Amerika menulis dalam
artikelnya bahwa “Morality is one of the fundamental sources of a nation’s
strength, just as immorality is one of the main causes of a nation’s decline.”. Wan
bahwa, kemajuan yang sebenarnya dalam pembangunan (global) bukan pada
kemajuan fisik, akan tetapi pada perkara-perkara akhlak dan moral manusia
seluruhnya.
Unsur moral hampir telah dilupakan oleh sebagian besar umat manusia
yang terjebak dalam pengaruh cara pandang dunia Barat yang mendewakan sains
dan teknologi sebagai puncak kemajuan, maka tidak mengherankan apabila nilai
moral dikesampingkan dan direlatifkan sehingga arus globalisasi sarat nilai
negatif diterima tanpa proses penyaringan secara kritis. Padahal kemampuan
moral sangat dibutuhkan sebagai penyaring nilai-nilai negatif globalisasi yang
selama ini terabaikan (Hawari, 2009: 1).
Dalam dunia pendidikan, permasalahan moral juga merupakan suatu isu
pokok yang kini tidak sekadar hanya menjadi wacana retorika, namun telah
menjadi sesuatu yang harus dicapai dan diintegrasikan oleh siswa. Dalam
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 Ayat 3, bahwa pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan Negara
Indonesia (Zuriah, 2008). UUD 1945 tersebut sejalan dengan UU RI No. 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal 2 yang menegaskan,
bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Isi ketentuan yuridis formal di atas mengandung indikasi tentang betapa
pentingnya pola pembinaan yang tidak hanya mengandalkan kecerdasan saja,
melainkan mengasah kemampuan kematangan di luar kecerdasan kognitif seperti:
keagamaan, moralitas, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, dan
sebagainya.
Pada tahun 2010 Balitbang Kemendiknas, merespon pentingnya wacana
tersebut dalam grand tema yang disebut, “Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa”. Budaya yang dimaksud memiliki pengertian sebagai
keseluruhan sistem berfikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief) manusia
yang dihasilkan masyarakat. Sedangkan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan
(virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara
pandang, bersikap, dan bertindak (Kemendiknas, 2010).
Pentingnya kesadaran untuk mengembangkan moral dikarenakan realitas
bergulirnya globalisasi tidak sekadar berdampak positif. Globalisasi telah menjadi
salah satu intrumen yang memiliki peran dan pengaruh siginifikan dalam
mentransfer nilai-nilai baik positif maupun negatif yang dianut dari suatu bangsa
dan negara secara cepat kepada bangsa dan negara lain. Salah satu wujud
kemajuan yang identik dengan globalisasi adalah kemajuan teknologi.
Pesatnya kemajuan teknologi berbanding lurus dengan dampak negatif
perilaku sinisme, pelecehan, materialisme, seks bebas, kekasaran dan pengagung
kekerasan (Borba, 2008: 5). Selain itu, media-media visual secara bebas
mengekspos hal-hal yang mengarah kepada perilaku atau tindakan immoral.
Kondisi demikian disebut sebagai new invation dan new imperialism barat untuk
mentransfer nilai-nilai budaya mereka berupa homogenisasi food, fun, fashion,
dan thought (Husaini, 2005: 5). New invation dan new imperialism gaya baru
terbukti mampu mempengaruhi mindset masyarakat. Implikasi atau dampak
tersebut tentu menggusur tatanan nilai moral.
Penetapan tujuan sebagai bangsa yang bermartabat dan berperadaban
tinggi begitu penting, sebab kemajuan suatu bangsa senantiasa terkait dengan
persoalan moral bangsa. Lickona (Mursidin, 2011: 14) menyebutkan setidaknya
ada 10 aspek sebagai penanda kehancuran sebuah bangsa, yaitu: (1)
Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja/pelajar; (2) Penggunaan bahasa dan
kata-kata buruk; (3) Pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan;
(4) Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penyalahgunaan narkoba, seks
bebas, dan sebagainya; (5) Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; (6)
Menurunnya etos kerja; (7) Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang-tua dan
guru; (8) Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; (9)
Membudayanya perilaku tidak jujur; (10) Adanya rasa saling curiga dan
kebencian di antara sesama.
Kesepuluh butir di atas bukan lagi persoalan yang takut atau malu untuk
koran, televisi, internet, dan hasil penelitian oleh Mursidin (2011: 15)
menunjukkan angka pelanggaran fantastis, antara lain sebagai berikut.
Aspek kekerasan di kalangan remaja/pelajar, tampak dari data Polda Metro
Jaya (1998) di Jakarta tercatat 230 kali tawuran, sebanyak 97 sekolah terlibat dari
insiden itu sejumlah 15 meninggal, 34 luka berat, dan 108 luka ringan. Kemudian,
laporan Dinas Pendidikan Nasional DKI Jakarta tahun 2000, dalam kurun waktu
satu tahun sebanyak 29 pelajar SLTP dan SLTA meninggal akibat tawuran dan
25% dari total pelajar di Jakarta pernah terlibat tawuran. Diperkuat oleh hasil
penelitian Mursidin (2011) pada lima SMK di Bogor menunjukkan 66,7% terlibat
tawuran, dari angka tersebut sebanyak 48,7% tawuran menggunakan batu, 26%
memukul menggunakan alat, dan 1,7% menikam dengan sejata tajam. (4)
Perkelahian pelajar perempuan di salah satu SMAN di Tulungagung yang dilansir
berbagai media pada awal tahun 2009, termasuk kekerasan yang terjadi di SMP
Negeri di Cimahi (Mursidin, 2011: 15).
Aspek meningkatnya perilaku seks bebas remaja/pelajar, ditunjukkan oleh
hasil survei Chandi salmon Conrad pada 117 remaja sekolah diketahui 42%
menyatakan pernah berhubungan seks, dari angka tersebut 52% masih aktif
menjalani seks bebas. Fakta mengejutkan dilansir dalam berita di Trans TV
tanggal 29 November 2008 yang menyebutkan sekitar 2 juta lebih orang di
Indonesia melakukan aborsi per tahun. Kemudian, data hasil survei Annisa
Fondation yang dilansir BKKBN (2007) menunjukkan bahwa di Cianjur lebih dari
Aspek penggunaan bahasa atau kata-kata kasar, sebagiannya ditemukan
dalam hasil penelitian Mursidin (2011: 15), bahwa bahasa prokem telah menjadi
bahasa pergaulan pelajar dan mahasiswa dengan persentase penggunaan mencapai
76%, dan sebanyak 82% pelajar dan mahasiswa merasa bangga menggunakan
bahasa prokem dalam pergaulan.
Aspek peningkatan perilaku merusak diri, terlihat dari hasil penelitian
Mursidin (2011: 16) yang membuat miris, bahwa dari lima SMK di Bogor
menunjukkan 30,3% siswa minum minuman keras, 15,4% pecandu narkoba,
34,6% berjudi atau taruhan, 68% menonton film porno, dan 3,2 pernah melakukan
hubungan seks.
Aspek perilaku tidak jujur, dapat dilihat dari Program Kantin Kejujuran
yang digagas KPK di berbagai sekolah banyak mengalami kerugian akibat
perilaku tidak jujur siswanya. Kemudian, hasil penelitian menunjukkan 81%
siswa membohongi orang-tuanya dengan berbagai cara, termasuk memalsukan
tanda tangan orang-tuanya (Mursidin, 2011: 16). Juga, beberapa sekolah SMP dan
SMA di Kota Bandung mengaku sering ditelepon orang-tua yang merasa
kehilangan anaknya dengan alasan belajar bersama dan kegiatan tambahan di
sekolah, padahal anaknya sedang main dan tidak sedang di sekolah.
Aspek menurunnya etos kerja/belajar, dapat dilihat berdasarkan data dari
lima SMK di Bogor menunjukkan bahwa 87% sering tidak mengerjakan PR, 75%
sering membolos, 33% keluyuran dengan teman pada waktu jam sekolah, 57%
Aspek rendahnya rasa hormat pada orang-tua dan guru, disebutkan oleh
hasil penelitian dari lima SMK di Bogor menunjukkan bahwa 81% siswa sering
membohongi orang-tua, 30,6 pernah memalsukan tanda tangan orang-tua, wali,
atau guru (Mursidin, 2011: 16).
Aspek adanya sikap saling curiga, kuat diperlihatkan dalam data penelitian
bahwa 78% pelajar menaruh kecurigaan kepada temannya (Mursidin, 2011: 16).
Bahkan, sebagaimana dilansir banyak media, kasus pemukulan wartawan oleh
sekelompok siswa salah satu SMAN di Jakarta pada tahun 2011 disinyalir
berangkat dari sikap curiga berlebihan.
Para stakeholder bidang pendidikan sebenarnya tidak tinggal diam dalam
mengatasi permasalahan moral di atas. Beragam upaya pun dilakukan untuk
mencegah perilaku menyimpang remaja atau siswa, seperti penyuluhan tentang
bahaya penyalahgunaan narkoba dan pergaulan bebas yang bekerjasama dengan
kepolisian dan tenaga kesehatan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Banyak
sekolah memberlakukan sistem buku poin dan mengadakan surat perjanjian untuk
meningkatkan disiplin siswa, hal ini juga tidak menimbulkan efek jera kepada
siswa.
Ada hal menarik di tengah berbagai upaya yang dilakukan sekolah di atas,
dimana ada beberapa siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 6 Garut
yang tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap aturan yang sudah ditetapkan
pihak sekolah. Setelah ditelusuri lebih jauh ternyata di SMAN 6 Garut terdapat
sekelompok siswa yang bergabung organisasi intra Kerohanian Islam (Rohis) dan
Sikap dan tingkah laku siswa yang berkelompok dalam halaqah tersebut
menarik perhatian penulis untuk menelusuri lebih jauh dan mendalam. Bagaimana
mereka melakukan kegiatan pengajian, sehingga mampu membentuk sebuah
pribadi mantap dan tidak terganggu dengan keadaan lingkungan yang cenderung
hedonis dan materialistis. Pada kondisi lingkungan yang cenderung hedonis dan
materialistis, seorang remaja sangat rentan mengalami keruntuhan moral.
Usaha dan cara untuk mengembangkan dan membentuk karakter moral
positif (akhlakul karimah) pada anak atau remaja telah banyak dilakukan, mulai
dari pendekatan sosial, kemampuan mengatasi konflik, manajemen stres, para
guru mengajarkan rasa percaya diri, hingga gagasan Howard Gardner tentang
multiple intellegence dan Daniel Goleman dengan gagasan kecerdasan moral,
namun krisis moral masih terus berlanjut, maka salah satu solusi efektif adalah
mengarahkan kemampuan anak dan remaja untuk memahami tentang hal benar
dan salah dengan keyakinan etika yang kuat (Borba, 2008: 4). Konsep inilah yang
disebut dengan kecerdasan moral (moral intelligence).
Kondisi perubahan moral yang rentan dipengaruhi oleh faktor lingkungan
memerlukan arahan dan bimbingan untuk mengembangkan kemampuan
(kecerdasan) moral remaja berdasarkan konsep nilai ideal norma agama dan adat
istiadat dalam suatu budaya. Hurlock (1994) mengemukakan bahwa terdapat dua
kondisi yang membuat pergantian konsep moral khusus ke dalam konsep moral
umum tentang benar salah, salah satu solusinya adalah melalui bimbingan.
Bimbingan yang dilakukan pada lingkungan sekolah (formal), maka yang
profesionalnya (berdasarkan UU) adalah konselor atau guru bimbingan dan
konseling yang tentunya berkolaborasi dengan pimpinan sekolah, guru-guru, dan
staf administrasi, serta pihak terkait, seperti tokoh agama, pemerintah, psikolog,
dan dokter (Yusuf, 2009: 7).
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan salah satu
ikhtiar untuk membina peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
sebagaimana diamanatkan dalam UU RI No. 20/2003 tentang Sisdiknas.
Sehingga, tentunya bimbingan dan konseling harus berkontribusi nyata untuk
memberikan intervensi dan bantuan kepada seluruh siswa yang dikemas dalam
program-program bimbingan dan konseling yang di dalamnya harus mampu
mengintegrasikan tiga bidang utama pendidikan yaitu: (1) bidang administratif,
manajemen dan kepemimpinan; (2) bidang pembelajaran atau kurikulum; dan (3)
bidang bimbingan dan konseling.
Dalam merencanakan program bimbingan tentu menggunakan teknik atau
pendekatan agar bimbingan yang direncanakan berjalan efektif, salah satunya
yang dikaji dalam penelitian ini adalah bimbingan dengan pendekatan mentoring
halaqah. Bimbingan dan konseling dengan pendekatan mentoring halaqah sangat
memperhatikan upaya pembinaan diri yang paripurna dan gradual terhadap
personal, dari sisi normatif teoritis menuju sisi praktis-realistis, dengan tetap
menjaga perbedaan tabiat alami setiap orang dan pemenuhan kebutuhan spiritual,
bangunan Islam yang komprehensif dalam melahirkan karakteristik muslim sejati
yang berakhlak, berbudi pekerti dan beradab Islami dalam bingkai pemahaman
seimbang, teliti, dan mumpuni untuk kebutuhan setiap zaman dengan berpedoman
kepada Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. (Albanna, 2005: 66-67).
Mentoring halaqah menjadi alternatif pelayanan dasar bimbingan dan
konseling melalui layanan bimbingan kelompok. Kegiatan bimbingan kelompok
dengan pendekatan mentoring halaqah merupakan salah satu teknik layananan
bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik dalam suasana
kelompok dengan menggunakan prosedur dan langkah-langkah dalam
pelaksanaan halaqah. Halaqah dibangun sebagai wahana interaksi, komunikasi
dan transformasi antara murabbi (pembina) dengan mutarabbi (binaan) yang
beranggotakan 5-12 peserta.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian penting dilakukan
sebagai upaya menguji pengaruh program bimbingan kelompok dengan
pendekatan mentoring halaqah terhadap peningkatan kecerdasan moral pada diri
remaja, khususnya siswa pada tingkat SMA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang penulis
angkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik perkembangan kecerdasan moral siswa di SMAN 6
2. Bagaimana program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring
halaqah yang efektif secara hipotetik dalam meningkatkan kecerdasan moral
siswa?
3. Bagaimana keefektifan program bimbingan kelompok dengan pendekatan
mentoring halaqah dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk menghasilkan program
bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan
kecerdasan moral siswa. Pelaksanaan program bimbingan kelompok dengan
pendekatan mentoring halaqah ini digunakan sebagai salah satu bentuk strategi
pemberian layanan bimbingan dan konseling di SMA.
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh deskripsi karakteristik perkembangan kecerdasan moral
siswa di SMAN 6 Garut.
2. Untuk merumuskan program bimbingan kelompok dengan pendekatan
mentoring halaqah yang efektif secara hipotetik dalam meningkatkan
kecerdasan moral siswa.
3. Untuk menguji keefektifan program bimbingan kelompok dengan pendekatan
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat dari segi teoritis dan praktis. Secara
teoritis penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori
tentang dasar-dasar dan landasan konseptual suatu program bimbingan kelompok
dengan menggunakan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan
kecerdasan moral remaja. Dalam jangkauan lebih luas, penelitian ini akan
berkontribusi bagi khasanah keilmuan dan memberikan wawasan bagaimana
memberikan intervensi bimbingan dan konseling, khususnya dalam pelaksanaan
program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah.
Manfaat penelitian ini dari segi praktis adalah dapat memberikan
sumbangan sebagai salah satu alternatif untuk mendukung kerja guru pembimbing
atau konselor sekolah dalam menjalankan tugas-tugasnya, khususnya dalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling kelompok.
Bagi guru pembimbing atau konselor sekolah terkhusus di tingkat SMA,
dapat menggunakan program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring
halaqah dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa. Program yang dihasilkan
dari penelitian ini dapat diintegrasikan dalam program-program bimbingan dan
konseling secara keseluruhan, sehingga dapat membantu siswa mencapai
perkembangan optimal.
E. Asumsi Penelitian
Terdapat beberapa asumsi yang mendasari dan menguatkan penelitian ini.
penelitian yang terkait kemudian dianalisa dan disintesis untuk melahirkan asumsi
yang argumentatif. Asumsi-asumsi tersebut antara lain:
1. Bimbingan dan konseling berfungsi untuk membantu siswa agar
masing-masing dapat berkembang menjadi pribadi mandiri secara optimal. Secara
khusus menurut Aquino dan Alviar (Thantawi, 1995: 39) berdasarkan sifatnya,
layanan tersebut berfungsi pencegahan (preventif), perbaikan (kuratif), dan
pengembangan. serta Prayitno (l998: 25) menambahkan dengan fungsi
pemahaman atau informatif. Oleh karena itu layanan Bimbingan dan Konseling
dapat menjadi alternatif solusi bagi siswa dalam upaya pemberian pemahaman
tentang nilai-nilai moralitas (benar-salah), mencegah atau mengantisipasi
moralitas siswa yang mengarah pada perilaku negatif, mengembangkan moral
siswa ke arah yang ideal dan memberi penyembuhan (kuratif) bagi siswa yang
mengalami kemerosotan moral. Untuk melaksanakan program bimbingan dan
konseling tersebut maka harus digunakan berbagai teknik, prosedur dan
pendekatan yang beragam sesuai dengan kebutuhan.
2. Salah satu teknik, strategi dan prosedur dalam layanan bimbingan dan
konseling yang dapat digunakan untuk membantu perkembangan siswa, yaitu
layanan bimbingan kelompok. Bimbingan melalui aktivitas kelompok lebih
efektif karena selain peran individu lebih aktif, juga memungkinkan terjadinya
pertukaran pemikiran, pengalaman, rencana, dan penyelesaian masalah dalam
suasana kelompok.
3. Pelaksanaan bimbingan kelompok dapat dilakukan dengan beragam
Pendekatan mentoring halaqah dapat digunakan karena memiliki unsur-unsur
terapetik seperti dalam metode bimbingan kelompok, seperti pengenalan
(taaruf) dan pemahaman (tafahum) terhadap individu siswa dan lingkungan,
serta mengembangkan kepedulian dan sikap tolong-menolong (takaful),
sehingga terbangun sikap saling percaya, saling perhatian, saling pengertian
dan saling mendukung untuk saling mengatasi kesulitan dan mengembangkan
potensi yang dimiliki antar peserta mentoring halaqah. Unsur-unsur ini sangat
penting dalam pengembangan spiritualitas dan moralitas individu peserta
mentoring halaqah. Oleh karena itu, program bimbingan kelompok dengan
pendekatan mentoring halaqah diasumsikan dapat meningkatkan kecerdasan
moral siswa.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan asumsi dasar di atas, maka hipotesis penelitian yang dibuat
dan merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang akan diteliti
adalah: “Terdapat pengaruh positif bimbingan kelompok dengan pendekatan
mentoring halaqah terhadap peningkatan kecerdasan moral remaja”
G. Metode Penelitian
Metode dalam suatu penelitian digunakan untuk memecahkan masalah.
Metode dapat dipahami sebagai bentuk strategi, langkah-langkah atau cara yang
ditempuh untuk menjawab masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan
eksperimen (experimental reaserch). Penelitian eksperimental adalah penelitian
yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) tertentu terhadap
subyek penelitian yang bersangkutan (Zuriah, 2006). Perlakuan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan
Mentoring halaqah. Pengkondisian perilaku siswa hanya sebesar yang dapat
dikontrol secara kuasi dan menghindari kontrol murni (pure experiment) dengan
kontrol terhadap perilaku siswa tidak terlalu ketat, sehingga eksperimen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment).
Penelitian ini dirancang menggunakan disain nonequivalent control
groups design (kelompok kontrol nonekuivalen), sebuah kelompok eksperimen dan sebuah kelompok pembanding (kontrol) diperbandingkan dengan
menggunakan ukuran-ukuran pra-uji (prates) dan pasca uji (pascates).
Penelitian ini dilakukan di dua sekolah, yaitu di SMAN 6 Garut dan
SMAN 15 Garut. Dua SMA tersebut dipilih karena memiliki kesamaan dalam hal
kategori sekolah dan kondisi siswa yang majemuk.
Populasi dalam penelitian ini menggunakan populasi terhingga, yakni
seluruh siswa kelas X (sepuluh) tahun ajaran 2011-2012. Kelompok eksperimen
adalah siswa SMAN 6 Garut kelas X tahun ajaran 2011-2012 yang mengikuti
mentoring halaqah. Sedangkan kelompok kontrol adalah siswa SMAN 15 Garut
kelas X tahun ajaran 2011-2012 yang mengikuti bimbingan kelompok dengan
pendekatan konvensional. Sampel penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
teknik random sampling. Penentuan sampel menggunakan teknik undian
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
statistik deskriptif dan parametrik. Ada tiga tahap analisis data yang digunakan,
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan tujuan penelitian, untuk
menguji pengaruh model bimbingan kelompok dengan peningkatan kecerdasan
moral remaja maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dan
menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen (quasi-experiment). Penelitian
ini tidak menggunakan percobaan murni (true experiment), karena tidak
menempatkan subyek penelitian dalam situasi laboratorik murni, yang bebas dari
pengaruh lingkungan sosial selama diberikan perlakuan eksperimental.
Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
1) Penelitian pendahuluan. Tahap ini dilakukan untuk mempertajam fokus
penelitian dan pengembangan konstruk penelitian. Pada tahap ini, kegiatan
yang dilaksanakan adalah studi literatur yang berkaitan dengan bimbingan
kelompok, mentoring halaqah, dan konsep dan teori moral. Kemudian
melakukan studi empiris berdasarkan fakta lapangan tentang perkembangan
kecerdasan moral dan pelaksanaan bimbingan dan konseling di SMAN 6 Garut.
2) Perumusan Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring
halaqah. Pada tahap ini membentuk group-focused discussion yang melibatkan pakar bimbingan dan konseling dari Universitas Pendidikan Indonesia untuk
melakukan validasi teori dan menilai kelayakan (feasibility). forum diskusi
fakta lapangan. Validasi program juga dilakukan oleh praktisi BK yang berasal
dari SMAN 6 Garut yang diharapkan dapat tersusun sesuai dengan misi SMAN
6 Garut. Setelah program divalidasi, kemudian direvisi, jika ada kekurangan
dan kelemahan berdasarkan masukan dari para ahli dan praktisi tersebut.
3) Penyusunan dan perumusan instrumen penelitian tentang kecerdasan moral.
Instrumen kecerdasan moral yang telah disusun kemudian dimintakan
pertimbangan ahli (expert judgement) yang bertujuan mengetahui kelayakan
alat ukur dari segi konstruk, isi dan bahasa. Instrumen yang telah di-judgement,
selanjutnya diuji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui tingkat kesahihan
dan keandalan instrumen.
4) Penilaian profil kecerdasan moral remaja. Tahap ini dilakukan dengan
melaksanakan prates di SMAN 6 Garut dan SMAN 15 Garut. Prates di SMAN
6 Garut dilakukan untuk memotret profil kecerdasan moral remaja sebelum
mengikuti program bimbingan kelompok dengan pendekatan halaqah.
Sedangkan prates di SMAN 15 Garut sebagai pembanding (kontrol) dilakukan
untuk mengetahui profil kecerdasan moral remaja sebelum mengikuti program
bimbingan kelompok dengan pendekatan konvensional. Peneliti mengolah dan
menganalisis data hasil penyebaran instrumen untuk memperoleh kriteria
kecerdasan moral siswa.
5) Pelaksanaan program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring
halaqah. Pada langkah ini, program yang telah direvisi kemudian dilakukan uji
coba program (treatment) kepada sampel penelitian untuk menilai keefektifan
program dilaksanakan di SMAN 6 Garut ditargetkan kurang lebih selama dua
bulan (kondisional) dengan target intervensi sebanyak tujuh kali. Setelah
dilakukan intervensi, revisi program dilakukan lagi apabila dalam uji coba
masih terdapat kekurangan, meskipun itu tidak terlalu signifikan. Program yang
diakui kelayakan dan keefektifannya akan direkomendasikan sebagai program
tambahan atau rujukan bagi sekolah terkait. Namun, program yang tidak
memiliki kelayakan setelah diujicobakan, maka tidak direvisi lagi, sebab secara
hipotetik penelitian dilakukan untuk menguji program yang dikembangkan.
6) Melakukan posttest untuk memperoleh data mengenai perubahan kecerdasan
moral setelah dilakukan treatment.
7) Uji hipotesis dengan cara mengolah dan menganalisis data. Dari hasil analisis
data dapat ditarik kesimpulan efektif atau tidaknya program bimbingan
kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan
kecerdasan moral.
Berdasarkan tahap-tahap penelitian tersebut, maka rancangan penelitian
dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.1.
Bagan Rancangan Penelitian
Karakteristik Siswa
Perkembangan Moral Siswa
Layanan Bimbingan dan Konseling
Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring
Halaqah
Penelitian menggunakan disain penelitian dengan nonequivalent control
groups design (disain kelompok kontrol nonekuivalen), sebuah kelompok
treatment dan sebuah kelompok pembanding (kontrol) diperbandingkan dengan menggunakan ukuran-ukuran pra-uji (prates) dan pasca uji (pascates). Sehingga
dalam menentukan sampel penelitian tidak dilakukan secara acak, melainkan
dengan menggunakan siswa dalam kelas utuh (natural setting). Disain kelompok
kontrol nonekuivalen bisa diikhtisarkan dalam tabel berikut.
Tabel 3.1.
Desain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Kelompok Prates Perlakuan pascates
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan :
O1 : Tes awal pada kelompok eksperimen dan kontrol
O2 : Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol
X1 : Pemberian layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring
halaqah
X2 : Pemberian layanan bimbingan kelompok dengan metode konvensional.
Penelitian ini melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi
perlakuan (kelompok eksperimen) dan yang tidak mendapat perlakuan (kelompok
kontrol). Kedua kelompok tersebut diberikan prates dan pascates, perbedaan hasil
atau variabel dependen pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat
dengan pendekatan mentoring halaqah) yang diberikan pada kelompok
eksperimen.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua sekolah menengah atas, yaitu di SMAN 6
Garut dan SMAN 15 Garut. SMAN 6 Garut terletak di Jalan Guntur Melati No.
12, Tarogong Kidul, Garut, sedangkan SMAN 15 Garut beralamat di Jl.
Panawuan No.3A, Tarogong Kidul, Garut. Dua SMA tersebut dipilih karena
memiliki kesamaan dalam hal kategori sekolah. Dua sekolah tersebut termasuk
dalam sekolah cluster dua. Kemudian, dasar pemilihan dua sekolah tersebut juga
adalah sekolah dengan kondisi siswa yang majemuk, baik dari latar belakang
sosial, ekonomi, maupun kemampuan akademis siswanya. Sehingga, sampel yang
diambil dianggap mewakili karakteristik siswa di Kabupaten Garut pada
umumnya.
C. Subyek Penelitian
Penentuan ukuran populasi terdapat dua macam, yakni terhingga dan tak
hingga. Dalam hal populasi terhingga obyeknya terbatas dan anggotanya dapat
berupa orang atau bukan, sehingga populasi memiliki batas kuantitatif secara
jelas. Sedangkan, populasi tak hingga, yaitu populasi yang tidak dapat ditemukan
batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah secara
kuantitatif (Zuriah, 2006: 116). Populasi dalam penelitian ini menggunakan
2011-2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan sesuai dengan penjelasan
Arikunto (2006: 112), menyebutkan bahwa jika subyek penelitian kurang dari
100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15%
atau 20-25% dari jumlah populasi.
Berdasarkan asumsi di atas, maka peneliti akan mengambil sampel
sebanyak 20% dari jumlah siswa kelas X SMAN 6 Garut tahun ajaran 2011-2012.
Populasi kelas X SMAN 6 Garut berjumlah 394 siswa. Sehingga sampel yang
diambil sebesar 20% tersebut berjumlah 80 siswa/responden.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan
menggunakan probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dimana
seluruh elemen populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan
sampel. Probability sampling yang dipakai adalah dengan sampel random
sampling, yaitu merupakan suatu pengambilan sampel secara acak. Penelitian ini
mengambil sampel teknik random sampling atau secara acak, karena salah satu
cara pengambilan sampel yang representatif adalah secara acak atau random.
Kelompok eksperimen adalah siswa SMAN 6 Garut kelas X tahun ajaran
2011-2012 yang mengikuti mentoring halaqah. Sedangkan kelompok kontrol
adalah siswa SMAN 15 Garut kelas X tahun ajaran 2011-2012 yang mengikuti
bimbingan kelompok dengan pendekatan konvensional.
Penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh dengan
menggunakan teknik random sampling. Menurut Kartini Kartono (1996: 137)
random, sembarangan tanpa pilih bulu. Penentuan sampel ini menggunakan teknik
undian, untuk kelompok eksperimen diambil 30 partisipan dari 80 siswa kelas X
SMAN 6 Garut yang menjadi sampel. Kemudian, untuk kelompok kontrol diundi
satu dari sembilan (9) rombel kelas X SMAN 15 Garut. Hasil pengundian untuk
kelompok kontrol, terpilih kelas X-C yang berjumlah 44 siswa, dari 44 siswa
tersebut diambil sebanyak 30 siswa/responden untuk dijadikan sampel kelompok
kontrol. Langkah-langkah pengundian dijelaskan sebagai berikut:
1. Pada semua kelompok/kelas yang menjadi anggota/bagian dari populasi
diberikan kode-kode bilangan.
2. Kode-kode tersebut dituliskan pada kertas-kertas lembaran kecil-kecil,
masing-masing digulung dengan baik, lalu dimasukan dalam satu
kotak/tempat yang tertutup.
3. Kertas gulungan tersebut dikocok dengan baik sehingga kertas gulungan
tersebut jatuh. Kertas yang jatuh/muncul itulah dipakai sebagai sampel
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan sebanyak sampel yang
diperlukan.
Adapun secara lebih jelas penarikan jumlah subyek penelitian yang
diambil dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2. Subyek Penelitian
No. Subyek Jumlah
1. Populasi 345
2. Sampel 80
4. Kelompok Kontrol 30
Partisipan kelompok eksperimen sebanyak 30 siswa, selanjutnya dibagi
dalam dua kelompok mentoring halaqah, yang masing-masing beranggotakan 15
siswa. Penentuan anggota kelompok mentoring halaqah juga ditentukan dengan
undian (random sampling).
D. Definisi Operasional
1. Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah Program bimbingan kelompok melalui pendekatan mentoring halaqah
adalah suatu rencana atau pola kegiatan bimbingan kelompok dengan
menggunakan tahap-tahap pelaksanaan kegiatan halaqah. Rencana dan pola
kegiatan tersebut dijabarkan ke dalam komponen-komponen: (1) prinsip dasar,
yang mencerminkan konsep bimbingan kelompok dengan pendekatan halaqah,
visi dan misi bimbingan dan konseling, kebutuhan siswa; (2) tujuan layanan
bimbingan kelompok, khususnya bagi kecerdasan moral remaja di SMA; (3) isi
bimbingan kelompok, yang meliputi layanan dasar bimbingan, layanan responsif,
layanan perencanaan individual dan (4) dukungan sistem. Tahapan-tahapan
pelaksanaan bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah yaitu:
a) Pembukaan (iftitah).
b) Lintasan ayat dan tadabbur (tilawah).
c) Kultum dari peserta (tausiyah).
e) Penyampaian materi tarbiyah (talaqqi).
f) Evaluasi terhadap segala kondisi (mutaba’ah).
g) Pembahasan program kerja dan pengumunan dan informasi penting (taklimat).
h) Penutup dan kesimpulan.
2. Kecerdasan Moral Siswa SMA
Kecerdasan moral siswa SMA yang didefinisikan secara operasional
dalam penelitian ini adalah kemampuan mental siswa kelas X SMAN 6 Garut
untuk berpikir, bersikap, dan berperilaku atau bertindak dalam mengklarifikasi
nilai berdasarkan aspek empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan
hati, toleransi, dan keadilan yang ditandai dari respon siswa tersebut terhadap
instrumen kecerdasan moral.
E. Pengembangan Instrumen Penelitian
Berdasarkan fokus masalah dalam penelitian, terdapat dua instrumen
penelitian, yaitu instrumen untuk mengukur : (1) Peningkatan Kecerdasan Moral
Remaja, dan (2) Implementasi program bimbingan kelompok melalui pendekatan
Halaqah. Pengembangan instrumen dilakukan dengan penyusunan dan uji coba instrumen.
1. Penyusunan Instrumen Penelitian
Instrumen kecerdasan moral merupakan alat untuk mengungkap atau
mengukur kecerdasan moral siswa SMA (remaja) menurut aspek dan indikator
kecerdasan moral. Berdasarkan hasil studi pustaka dan studi pendahuluan,
penyusunan instrumen untuk mengukur peningkatan kecerdasan moral remaja.
[image:32.595.113.514.201.727.2]Adapun kisi-kisi instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3.3.
Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Moral Remaja
No. Aspek Indikator Nomor Item Jml.
Item 1. Empati 1.1 menunjukkan kepekaan terhadap
perasaan orang lain.
1.2 menunjukkan ekspresi non-verbal dalam memahami perasaan orang lain.
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, & 8 9, 10, 11, 12,
13, 14, & 15 8
7
2. Hati Nurani
2.1 Memahami perilaku jujur. 2.2 Memahami sikap pemaaf.
2.3 Memahami sikap bertanggung jawab. 2.4 Memahami perilaku ikhlas dan sabar. 2.5 Memahami sikap rendah hati
(tawadhu).
16, 17, & 18 19, 20, & 21 22, 23, & 24 25, 26, & 27 28, 29, & 30
3 3 3 3 3
3. Kontrol Diri
3.1 menunjukkan perilaku sabar.
3.2 Kemampuan menjalankan kehidupan yang diilhami visi dan nilai-nilai. 3.3 Kemampuan untuk mengendalikan
diri dari perilaku negatif.
31, 32, 34, 37, & 39 36, 38, 40,
41, & 42 33, 35, 43,
44, & 45
5
5
5
4. Rasa Hormat
4.1 menunjukkan sikap sopan santun kepada orang lain.
4.2 menunjukkan sikap patuh dan hormat kepada orang dewasa.
46, 47, 48, 49, & 50 51, 52, 53,
54, & 55
5
5
5. Kebaikan Hati
5.1 Memiliki kepedulian kepada orang lain.
5.2 Membantu atau menolong orang lain. 5.3 menunjukkan perilaku kasih sayang
kepada setiap makhluk Tuhan.
56, 57, 58, & 59 60, 61, & 62 63, 64, & 65
4
3 3
6. Toleransi 6.1 Menghargai perbedaan dengan orang lain.
6.2 Membantu tanpa memandang suku, agama atau golongan.
66, 67, 68, 69, & 70 71, 72, 73,
74 & 75
5
5
7. Keadilan 7.1 Berpikir terbuka atau objektif dalam menghadapi permasalahan.
7.2 menunjukkan sikap adil (fairplay) dalam berkompetisi.
76, 77, 78, 79, & 80 81, 82, 83, 84 & 85
5
5
Kisi-kisi di atas digunakan sebagai dasar penyusunan instrumen untuk
mengukur kecerdasan moral remaja. Instrumen kecerdasan moral digunakan
sebagai alat mengumpulkan data untuk melihat sejauhmana tingkat kecerdasan
moral remaja/siswa, apakah berada pada tingkat sangat matang, matang, cukup
matang, belum matang, dan tidak matang.
Data mengenai kecerdasan moral dalam penelitian ini diungkap dengan
menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner/angket. Instrumen dibuat dalam
bentuk skala Likert dengan 4 alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai
(S), Kurang Sesuai (KS), dan Tidak Sesuai (TS), dengan kriteria yang digunakan
adalah: untuk pernyataan positif: Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S)
diberi skor 3, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 2, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 1.
Untuk pernyataan negatif: Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor
2, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 4.
Penyekoran data dalam penelitian ini disusun dalam bentuk skala ordinal
yang menunjukkan perbedaan tingkatan subyek secara kuantitatif (Furqon, 2009:
8). Skala ordinal didasarkan pada peringkat atau ranking yang diurutkan dari
jenjang tertinggi sampai terendah atau sebaliknya. Pemberian skor pada setiap
item pernyataan dilihat dari pilihan jawaban dan sifat dari setiap pernyataan
(positif atau negatif) dengan rentang skor 4, 3, 2, dan 1. Skor penilaian setiap item
Tabel 3.4.
Skor Penilaian Instrumen
Pilihan Skor
+ –
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Kurang Sesuai (KS) 2 3
Tidak Sesuai (TS) 1 4
2. Uji Coba Instrumen Penelitian
Hakikatnya pada setiap pengukuran selalu diharapkan untuk mendapat
hasil ukur yang akurat dan objektif. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah
alat ukur yang digunakan harus valid atau sahih dan reliabel atau andal (Hadi,
2000), oleh karena itu sebelum skala diberikan kepada subyek yang sebenarnya
maka sebaiknya dilakukan uji coba terlebih dahulu.
Maksud dari uji coba ini adalah (1) menghindari pertanyaan-pertanyaan
yang kurang jelas maksudnya, (2) menghilangkan kata-kata yang menimbulkan
makna ganda, (3) memperbaiki pertanyaan yang hanya menimbulkan jawaban
dangkal (Hadi, 2000).
a. Uji Kelayakan Angket
Alat ukur yang telah dikonstruksi, terlebih dahulu ditimbang (judgement)
oleh tiga orang ahli/dosen dari Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Pertimbangan ahli dilakukan
untuk mengetahui kelayakan angket/instrumen. Selanjutnya masukan dari ketiga
dosen tersebut dijadikan landasan dalam penyempurnaan alat pengumpul data
[image:34.595.112.515.106.608.2]b. Uji Validitas Angket
Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan tingkat
kesahihan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian.
Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketetapan alat ukur terhadap konsep
yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu
instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan tersebut
dapat digunakan untuk mengukur yang sebenarnya harus diukur.
Pengujian validitas butir item yang dilakukan dalam penelitian adalah
seluruh item yang terdapat dalam angket yang mengungkap kecerdasan moral
siswa. Kegiatan uji validitas butir item dilakukan untuk mengetahui apakah
instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat digunakan untuk mengukur apa
yang akan diukur (Sugiyono, 2007: 267). Semakin tinggi nilai validitas soal
menunjukkan semakin valid instrumen tersebut digunakan di lapangan.
Uji validitas dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik
korelasi product moment dari Pearson. Teknik korelasi ini dihitung dengan
bantuan program SPSS 17.0. Dalam uji validitas ini, jika korelasi Pearson positif
dan besarnya lebih dari 0,300 maka item yang bersangkutan dinyatakan valid, jika
nilainya kurang dari 0,300 maka item yang bersangkutan dinyatakan tidak valid.
Berdasarkan hasil uji coba instrumen terhadap 30 responden dengan 85
butir, maka diperoleh hasil 58 pernyataan yang dinyatakan sahih (valid) atau
diterima, sedangkan 27 pernyataan dinyatakan tidak sahih (invalid) atau ditolak.
Berikut rangkuman hasil analisis validitas (analisis butir) instrumen kecerdasan
Tabel 3.5.
Rangkuman Hasil Analisis Butir Instrumen Kecerdasan Moral
Aspek Jumlah Butir
Asal Valid Tidak Valid
Empati 15 9 6
Hati Nurani 15 10 5
Kontrol Diri 15 8 7
Rasa Hormat 10 8 2
Kebaikan Hati 10 8 2
Toleransi 10 7 3
Keadilan 10 8 2
Jumlah 85 58 27
Berdasarkan tabel rangkuman di atas, dari 85 butir pernyataan instrumen
kecerdasan moral, terdapat 58 butir pernyataan valid dan 27 butir pernyataan
[image:36.595.113.514.146.727.2]gugur sebagaimana tabel berikut.
Tabel 3.6.
Nomor Butir Valid dan Tidak Valid
Aspek Nomor Butir
Valid Tidak Valid
Empati 1, 2, 3, 6, 7, 9, 10, 13, 15. 4, 5, 8, 11, 12, 14.
Hati Nurani 17, 19, 20, 21, 22, 24, 26, 27, 28, 30. 16, 18, 23, 25, 29.
Kontrol Diri 32, 37, 39, 40, 41, 43, 44, 45. 31, 33, 34, 35, 36, 38, 42.
Rasa Hormat 47, 48, 49, 50, 52, 53, 54, 55. 46, 51.
Kebaikan Hati 56, 57, 58, 59, 61, 63, 64, 65. 60, 62.
Toleransi 68, 69, 70, 72, 73, 74, 75. 66, 67, 71.
c. Uji Reliabilitas Item
Realibilitas berkenaan dengan ketepatan hasil pengukuran. Uji realibilitas
digunakan untuk melihat tingkat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Uji
reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode Cronbach's Alpha (α).
Nilai-nilai untuk pengujian reliabilitas berasal dari skor-skor item angket yang
valid, yaitu berjumlah 58 Item (butir). Item yang tidak valid tidak dilibatkan
dalam pengujian reliabilitas. Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat
reliabilitas, Walpole & Myers (1995, dalam Furqon, 2009: 268) mengemukakan
[image:37.595.114.513.245.571.2]dan menggunakan klasifikasi sebagai berikut.
Tabel 3.7.
Kriteria Reliabilitas Instrumen
0,80 – 1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi
0,60 – 0,799 Derajat keterandalan tinggi
0,40 – 0,599 Derajat keterandalan cukup
0,20 – 0, 399 Derajat keterandalan rendah
0,00 – 0,199 Derajat keterandalan sangat rendah
Hasil perhitungan reliabilitas dengan bantuan program SPSS 17.0
menunjukkan nilai Alpha Cronbach = 0,929, berarti instrumen penelitian
dikatakan reliabel dengan tingkat korelasi atau derajat keterandalan sangat tinggi,
yang menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan sudah baik dan dapat
dipercaya sebagai alat pengumpul data.
Prosedur analisis data disajikan dalam beberapa kajian yaitu : Pengujian
Persyaratan Analisis dan Metode Analisis Data yang dijabarkan sebagai berikut.
1. Pengujian Persyaratan Analisis a. Uji normalitas
Pada penelitian ini diupayakan pengujian normalitas sebaran data. Uji
normalitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Pengujian normalitas sebaran data dilakukan
dengan cara membandingkan nilai Kolmogorov-Smirnov (K-S) dan Probabilitas
dengan nilai signifikannya adalah 0,05. Dengan dasar pengambilan keputusan
bahwa: P dari koefesien K-S > 0,05, maka data berdistribusi normal, dan P dari
koefesien K-S < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Perhitungan dalam
pengujian normalitas sebaran data ini menggunakan program SPSS 17.0.
2. Metode Analisis Data a. Deskripsi Data
Data yang diperoleh melalui kuesioner kecerdasan moral yang telah
diujicobakan perlu untuk dideskripsikan kembali, ini dimaksudkan untuk
mendeskripsikan kemampuan kecerdasan moral siswa. Dalam penelitian ini
kuesioner dipergunakan untuk mengetahui rerata skor pretest untuk mengetahui
kemampuan kecerdasan siswa dan skor posttest untuk mengetahui rerata skor
setelah masing-masing kelompok diberikan treatment yang menentukan efektif
tidaknya bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah yang
diberikan kepada siswa. Data dalam penelitian ini dideskripsikan dengan
berdasarkan pengamatan awal, dan akhir kelompok yang diberikan bimbingan
kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah.
b. Teknik Analisis Data
Tujuan dari analisis data dalam penelitian ini adalah untuk
mengungkapkan apa yang ingin diketahui dari penelitian ini, yaitu ingin
mengetahui keefektifan bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring
halaqah dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa. Adapun perhitungan
analisis datanya menggunakan program SPSS 17.0. Analisis data dalam penelitian
ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Analisis Profil Kecerdasan Moral Siswa Kelas X SMAN 6 Garut
Analisis terhadap gambaran umum atau profil kecerdasan moral dilakukan
dengan tahapan berikut:
a) Editing data, yaitu memeriksa kuesioner yang telah terkumpul.
b) Tabulasi data, yaitu dilakukan dengan cara:
(1) Memberi skor pada setiap item.
(2) Menentukan skor maksimal ideal yang diperoleh sampel dengan rumus:
Skor maksimal ideal = Jumlah soal X skor tertinggi
(3) Menentukan skor minimal ideal yang diperoleh sampel dengan rumus:
Skor minimal ideal = jumlah soal X skor terendah
(4) Menghitung frekuensi jawaban seluruh responden.
(5) Menghitung persentase frekuensi jawaban seluruh responden, dengan
rumus:
(6) Menghitung skor atribut, yaitu menjumlah skor per item yang diperoleh.
(5) Menghitung persentase skor kuesioner, diperoleh dengan rumus:
Persentase skor kuesioner = (total skor atribut : total pernyataan) X 100 (6) Menentukan interval skor ideal, langkah awal adalah menentukan rentang
yaitu dengan cara mengurangi data terbesar dengan data terkecil, dimana
mengacu dari skor yang digunakan yaitu angka 1 s.d. 4, angka 1
merupakan 25% dari angka 4, maka 25% adalah data terkecil dan 100%
merupakan data terbesar, sehingga rentangnya sebesar 100% - 25% =
75%. Selanjutnya yaitu menentukan panjang kelas interval yaitu membagi
rentang dengan jumlah kelas, sehingga panjang kelas intervalnya adalah
75% : 5 = 15%. Berdasarkan langkah perhitungan tersebut didapatkan
interval skor ideal untuk menjadi standar penentuan kriteria ideal
kecerdasan moral siswa, yaitu kategori kecerdasan moral sangat tinggi,
[image:40.595.117.512.239.661.2]tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah, seperti pada tabel.
Tabel 3.8. Interval Skor Ideal
Interval Skor (%) Kategori ≥ 25 – 40 Sangat Rendah > 40 – 55 Rendah
> 55 – 75 Sedang
> 75 – 85 Tinggi
> 85 – 100 Sangat Tinggi
Dalam upaya mengetahui efektivitas bimbingan kelompok untuk
meningkatkan kecerdasan moral siswa dilakukan dengan teknik uji-t independen
(independent sample t-test) melalui analisis data kemampuan kecerdasan moral
siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan bimbingan kelompok dengan
pendekatan mentoring halaqah. Cara ini dilakukan dengan membandingkan data
normalized gain score antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Tujuan uji tersebut adalah untuk mengetahui data empirik tentang keefektifan
bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dibandingkan
dengan menggunakan pendekatan konvensional yang diterima oleh kelompok
kontrol. Perhitungan tersebut menggunakan bantuan software SPSS 17.0.
Selanjutnya menguji perbedaan efektivitas bimbingan kelompok dengan
pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa
menggunakan uji-t independen (independent sample t-test). Kriteria untuk uji-t
tersebut berpandangan pada hipotesis statistik dalam penelitian ini yang
menyatakan bahwa: HO = bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring
halaqah tidak efektif untuk meningkatkan kecerdasan moral pada siswa kelas X
SMAN 6 Garut, H1.= bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring
halaqah efektif untuk meningkatkan kecerdasan moral pada siswa kelas X SMAN 6 Garut. Taraf keyakinan (α) yang digunakan sebagai kriteria dasar pengambilan
keputusan hipotesis adalah pada taraf signifikansi 5% atau α = 0,05. Sehingga,
pengambilan keputusannya adalah: (1) Jika thitung > ttabel, maka HO ditolak dan H1
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini dijelaskan kesimpulan dan rekomendasi penelitian bimbingan
kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan
kecerdasan moral siswa di SMAN 6 Garut. Bab ini menggambarkan hasil
penelitian berdasarkan kajian teoritis dan empiris yang disajikan untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Rekomendasi penelitian di tujukan untuk guru bimbingan
dan konseling dalam menangani permasalahan siswa terutama masalah moralitas,
untuk kepala sekolah dan penelitian selanjutnya.
A. Kesimpulan
Secara keseluruhan, studi ini telah memenuhi tujuannya yaitu pelaksanaan
program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dapat
digunakan untuk meningkatkan kecerdasan moral remaja. Berdasarkan hasil
penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat kecerdasan moral siswa kelas X di SMAN 6 Garut berada pada
kategori sedang yang perlu diwaspadai karena mengarah kepada kondisi yang
kritis (rendah atau sangat rendah) yang berisiko terhadap kecerdasan moral
siswa, sehingga pelayanan bimbingan yang harus dilakukan untuk
mengatasinya besifat preventif (pencegahan).
2. Upaya meningkatkan kecerdasan moral di SMAN 6 Garut masih bersifat
bermoral maka langsung diberi tindakan, seperti menghadap guru BK
(konseling individual), diberi surat panggilan kepada orang tua siswa.
Sedangkan cara yang bersifat represif yaitu siswa akan diberi sanksi tegas
berdasarkan aturan sekolah, selain itu pihak sekolah meengatasi problematika
moral siswa dengan cara antisipatif berupa pengarahan siswa untuk aktif
dalam kegiatan-kegiatan positif, seperti kegiatan olah raga atau kegiatan di
organisasi intra maupun ekstra sekolah.
3. Rancangan atau dasar program bimbingan kelompok dengan pendekatan
mentoring halaqah dilandaskan pada konsep bimbingan dan konseling
komprehensif yang penyusunnya disesuaikan dengan kebutuhan siswa yaitu
untuk meningkatkan kecerdasan moral. Orientasi program bersifat preventif
dengan menggunakan strategi dan tahap–tahap pelaksanaan kegiatan
mentoring halaqah. Rencana dan pola kegiatan tersebut dijabarkan ke dalam
komponen-komponen: (1) prinsip dasar, yang mencerminkan konsep
bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah, visi dan misi
bimbingan dan konseling, kebutuhan siswa; (2) tujuan layanan bimbingan
kelompok, khususnya bagi penyesuaian diri remaja di SMA; (3) isi bimbingan
kelompok, yang meliputi layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan
perencanaan individual dan (4) dukungan sistem.
4. Bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah yang diterapkan
kepada siswa terbukti efektif untuk meningkatkan kecerdasan moral siswa,
nilai rata-rata posttest lebih tinggi dari pretest. Dengan melihat bahwa skor
peningkatan pada kemampuan kecerdasan moral siswa setelah diberikan
kegiatan bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka peneliti merasa perlu
merekomendasikan pada beberapa pihak terkait, yaitu guru bimbingan dan
konseling SMAN 6 Garut, Kepala Sekolah SMAN 6 Garut, dan peneliti
selanjutnya. Rekomendasi untuk masing-masing pihak dijelaskan sebagai berikut.
1. Bagi guru BK/konselor. Peningkatan kecerdasan moral remaja khususnya
untuk tingkat SMA serta pemahaman dan pengetahuan akan tugas-tugas
perkembangan remaja yang harus dimiliki oleh setiap siswa merupakan sangat
penting, maka program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring
halaqah bisa dilaksanakan oleh personil bimbingan dan konseling (BK) sebagai salah satu program dalam melakukan kegiatan bimbingan dan
konseling di SMA, khususnya dalam pelaksanaan bimbingan kelompok.
Keterbatasan program ini adalah kurang dikenalnya metode halaqah oleh
personel bimbingan atau guru pembimbing secara umum, sehingga dalam
mengimplementasikannya akan menemukan kesulitan. Untuk mengatasi
kesulitan tersebut, selain dituntut kreativitas guru pembimbing ada beberapa
prasyarat yang harus dipenuhi oleh guru pembimbing yang akan
melaksanakan program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring
halaqah, antara lain: (1) pemahaman dan pengetahuan guru pembimbing
materi-materi halaqah; (3) kemampuan guru pembimbing dalam
mengembangkan materi bimbingan, layanan dasar bimbingan, layanan
responsif dan layanan individual; serta (4) persiapan pribadi dari guru
pembimbing, karena harus memposisikan diri sebagai seorang murabbi dan
harus memiliki pemahaman tentang kualitas pribadi konselor.
2. Bagi Kepala Sekolah. Kepala sekolah diharapkan dapat memberikan
kebijakan dalam memfasilitasi dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi
perkembangan siswa dalam kecerdasan moral, misalnya dengan mendorong
dan memberi fasilitas bagi kegiatan bakti sekolah di lingkungan sekitar atau
daerah lain yang tertimpa musibah. Kemudian untuk menunjang pelaksanaan
mentoring halaqah dengan baik, Kepala sekolah juga memberi kesempatan
kepada guru bimbingan dan konseling untuk memperoleh pemahaman dan
kemahiran tentang mentoring halaqah yang masih awam dikenal di
lingkungan bimbingan dan konseling. dengan mengadakan training dan
lokakarya.
3. Bagi peneliti selanjutnya. Penelitian ini merupakan pengembangan dari
penelitian yang dilakukan oleh Budi Ediya Permana yang berjudul Program
Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Halaqah untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Remaja. Dalam penelitian tersebut
menggunakan pendekatan halaqah dalam bimbingan kelompok metode
klasikal (kelompok besar). Sedangkan, penelitian yang dilakukan penulis
mencoba konsep awal halaqah, yaitu duduk melingkar, lesehan dengan
dengan penelitian terdahulu adalah pada pelaksanaan bimbingan kelompok.
Untuk itu kepada peneliti selanjutnya, direkomendasikan untuk meneliti dan
mengembangkan model atau program konseling kelompok dengan tema yang
lebih spesifik. Juga, perlu dikembangkan topik kecerdasan moral secara lebih
terfokus terutama pada aspek-aspek yang masih mengalami perkembangan
yang kurang signifikan dan mempertajam kajian teoritis untuk menemukan
konsep kecerdasan moral yang lebih mendalam dan signifikan, menggunakan
strategi dan metode penelitian lain yang lebih representatif dan melaksanakan
proses evaluasi secara totalitas. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
menggunakan data tambahan seperti observasi dan wawancara agar hasil yang
didapat lebih mendalam dan sempurna, karena tidak semua hal dapat
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’anul Karim
ABKIN (2008), Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Publikasi Jurusan PPB-FIP-UPI
Albanna, H. (2005). Risalah Pegerakan Ikhwanul Muslimin 1. Jakarta: Era Intermedia.
Albanna, H. (2005). Risalah Pegerakan Ikhwanul Muslimin 2. Jakarta: Era Intermedia.
Ali & Asrori, M. (2008). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Alkandahlawi, M.M.S. (2007). Kitab Ta’lim MuntakhabAhadits: Firman Allah dan Hadits-Hadits Pilihan Mengenai Sifat-Sifat Mulia Para Sahabat Nabi SAW. Bandung: Pustaka Ramadhan.
Arifin, H.M. (1991). Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.
Asy’ari, M. H. (2007). Etika Pendidikan Islam. Yogyakarta: Titian Wacana. Azzahrani, M.B.S. (2005). Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani Press.
Boeree, G. (2003). Intelligence and IQ. [Online]. Tersedia: http://webspace.ship.edu/cgboer/intelligence.html. [5 September 2011].
Boeree, G. (2005). Personality Theories. Yogyakarta: Prismasophie.
Borba, M. (2008), Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta: Gramedia Pustaka.
BKKBN. (2007). 42,3% Siswa Cianjur Berhubungan Seks Pranikah. Tersedia: http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.php?MyID=519 [5 September 2011].
Burke, R.J. & McKeen, C.A. (1989). “Developing Formal Mentoring Programs in Organizations”. Journal of Business Quarterly, 53, (3), 76-99.