• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN MENTURING HALAQAH DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN MORAL: Studi Kasus Eksperimen terhapad Siswa Kelas X di SMAN 6 Garut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN MENTURING HALAQAH DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN MORAL: Studi Kasus Eksperimen terhapad Siswa Kelas X di SMAN 6 Garut."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

HALAMAN MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Asumsi Penelitian ... 12

F. Hipotesis Penelitian ... 14

G. Metode Penelitian ... 14

BAB II LANDASAN TEORI PENINGKATAN KECERDASAN MORAL SISWA SMA MELALUI PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN MENTORING HALAQAH A. Konsep Dasar Kecerdasan Moral Siswa SMA ... 17

1. Pengertian dan Kedudukan Kecerdasan Moral ... 17

2. Karakteristik Perkembangan Moral Siswa Sekolah Menengah Atas ... 27

3. Faktor-faktor Pengaruh Perkembangan Moral Remaja ... 35

4. Indikator dan Pengukuran Kecerdasan Moral Remaja ... 38

B. Bimbingan Kelompok ... 43

1. Kedudukan Bimbingan Kelompok ... 43

(2)

3. Tujuan Bimbingan Kelompok ... 46

4. Manfaat Bimbingan Kelompok ... 48

5. Tahapan Bimbingan Kelompok ... 51

6. Bentuk Kegiatan Bimbingan Kelompok ... 54

C. Mentoring Halaqah ... 55

1. Pengertian Mentoring Halaqah ... 55

2. Sejarah Halaqah ... 60

3. Landasan Pedagogis Mentoring Halaqah ... 64

4. Mentoring Halaqah dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling ... 65

D. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Moral Remaja melalui Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 73

1. Hakikat dan Karakteristik Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 73

2. Prosedur Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 77

3. Peran dan Karakteristik Pembimbing ... 80

4. Prinsip Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Remaja ... 84

5. Strategi Layanan Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa ... 88

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 91

B. Lokasi Penelitian ... 95

C. Subyek Penelitian ... 95

D. Definisi Operasional ... 98

1. Program Bimbingan Kelompok melalui Pendekatan Mentoring Halaqah ... 98

(3)

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 99

1. Penyusunan Instrumen Penelitian ... 99

2. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 102

F. Prosedur Analisis Data ... 105

1. Pengujian Persyaratan Analisis ... 106

2. Metode Analisis Data ... 106

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 110

1. Karakteristik Perkembangan Kecerdasan Moral Siswa SMAN 6 Garut ... 110

2. Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa ... 136

3. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah dalam Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa ... 155

B. Pembahasan Penelitian ... 162

1. Profil Kecerdasan Moral Siswa Sebelum Mengikuti Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 163

2. Dinamika Peningkatan Kecerdasan Moral Siswa sebagai Dampak Perlakuan Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah ... 166

3. Keterbatasan Penelitian ... 170

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 172

B. Rekomendasi ... 174

DAFTAR PUSTAKA ... 177

LAMPIRAN ... 176

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1. Desain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ... 94

3.2. Subyek Penelitian ... 97

3.3. Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Moral Remaja ... 100

3.4. Skor Penilaian Instrumen ... 102

3.5. Rangkuman Hasil Analisis Butir Instrumen Kecerdasan Moral ... 104

3.6. Nomor Butir Valid dan Tidak Valid ... 104

3.7. Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 105

3.8. Interval Skor Ideal ... 108

4.1. Gambaran Umum Kecerdasan Moral Siswa Kelas X SMAN 6 Garut ... 111

4.2. Gambaran Kecerdasan Moral Siswa Kelas X SMAN 6 Garut Berdasarkan Aspek ... 112

4.3. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa ... 115

4.4. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Empati ... 116

4.5. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Hati Nurani ... 117

4.6. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Kontrol Diri ... 118

4.7. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Rasa Hormat ... 119

4.8. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Kebaikan Hati ... 120

4.9. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Toleransi ... 121

4.10. Profil Prates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Keadilan ... 122

4.11. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa ... 124

4.12. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Empati ... 125

4.13. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Hati Nurani ... 126

4.14. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Kontrol Diri ... 127

4.15. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Rasa Hormat ... 128

4.16. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Kebaikan Hati .... 129

4.17. Profil Pascates Kecerdasan Moral Siswa pada Aspek Toleransi ... 131

(5)

4.19. Profil Kecerdasan Moral Siswa Sebelum dan Sesudah Mengikuti

Kegiatan Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring

Halaqah ... 133 4.20. Profil Kecerdasan Moral Siswa Sebelum dan Sesudah Mengikuti

Bimbingan Kelompok Konvensional ... 134

4.21. Rangkuman Pre-Post Signifikansi Hasil Penelitian ... 135

4.22. Hasil Uji Normalitas Gain Score Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol ... 156

4.23. Hasil Perhitungan Rerata Prates-Pascates Kelompok Eksperimen

Kecerdasan Moral ... 157

4.24. Hasil Uji-t Berpasangan Prates dan Pascates Kelompok Eksperimen ... 158

4.25. Hasil Perhitungan Rerata Post-Test Kecerdasan Moral pada Kelompok

Eksperimen dan Kontrol ... 159

4.26. Hasil Uji-t Berpasangan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol .. 160

4.27. Hasil Perhitungan Gain Score Kecerdasan Moral pada Kelompok

Eksperimen dan Kontrol ... 161

4.28. Hasil Uji-t Berpasangan Gain Score Kelompok Eksperimen dan

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1. Suasana Kegiatan Mentoring Halaqah ... 57

2.2. Kerangka Kerja Konseptual Pengembangan Program Bimbingan dan

Konseling Komprehensif ... 75

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena moral telah menjadi isu utama dalam perjalanan hidup manusia.

Permasalahan moral telah ada dan berlangsung sepanjang sejarah manusia. Pada

zaman Nabi Adam, pembunuhan pertama umat manusia dilakukan Qabil terhadap

Habil. Nabi Muhammad SAW pun diutus ke dunia dalam rangka memperbaiki

moral (akhlak) umat manusia, sebagaimana dalam sabdanya: “Sesungguhnya aku

diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Imam Hakim dalam Zainu, 2000:

56). Para filsuf seperti Socrates, Aristoteles, Ibn Rusyd, Al Ghazali sampai Kant

juga menyadari pentingnya faktor moral, sehingga gagasan konsep filsafat mereka

tidak mengesampingkan pembahasan tentang moral, meskipun masing-masing

memiliki pemahaman berlainan. Tidak ketinggalan, Piaget dan Kohlberg, dua

tokoh psikologi perkembangan, dalam salah satu minat kajiannya membahas

tentang perkembangan moral manusia, dari bayi hingga dewasa (Crain, 2007).

Maraknya pembahasan dan kajian tentang moral mengindikasikan bahwa

moral merupakan salah satu landasan utama yang penting bagi keberlangsungan

kehidupan manusia dan merupakan substansi dari suatu kemajuan bangsa dan

negara. Khalid Latief (2008) salah seorang pemikir Islam Amerika menulis dalam

artikelnya bahwa “Morality is one of the fundamental sources of a nation’s

strength, just as immorality is one of the main causes of a nation’s decline.”. Wan

(8)

bahwa, kemajuan yang sebenarnya dalam pembangunan (global) bukan pada

kemajuan fisik, akan tetapi pada perkara-perkara akhlak dan moral manusia

seluruhnya.

Unsur moral hampir telah dilupakan oleh sebagian besar umat manusia

yang terjebak dalam pengaruh cara pandang dunia Barat yang mendewakan sains

dan teknologi sebagai puncak kemajuan, maka tidak mengherankan apabila nilai

moral dikesampingkan dan direlatifkan sehingga arus globalisasi sarat nilai

negatif diterima tanpa proses penyaringan secara kritis. Padahal kemampuan

moral sangat dibutuhkan sebagai penyaring nilai-nilai negatif globalisasi yang

selama ini terabaikan (Hawari, 2009: 1).

Dalam dunia pendidikan, permasalahan moral juga merupakan suatu isu

pokok yang kini tidak sekadar hanya menjadi wacana retorika, namun telah

menjadi sesuatu yang harus dicapai dan diintegrasikan oleh siswa. Dalam

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 Ayat 3, bahwa pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan Negara

Indonesia (Zuriah, 2008). UUD 1945 tersebut sejalan dengan UU RI No. 20/2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal 2 yang menegaskan,

bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

(9)

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Isi ketentuan yuridis formal di atas mengandung indikasi tentang betapa

pentingnya pola pembinaan yang tidak hanya mengandalkan kecerdasan saja,

melainkan mengasah kemampuan kematangan di luar kecerdasan kognitif seperti:

keagamaan, moralitas, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, dan

sebagainya.

Pada tahun 2010 Balitbang Kemendiknas, merespon pentingnya wacana

tersebut dalam grand tema yang disebut, “Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa”. Budaya yang dimaksud memiliki pengertian sebagai

keseluruhan sistem berfikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief) manusia

yang dihasilkan masyarakat. Sedangkan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau

kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan

(virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara

pandang, bersikap, dan bertindak (Kemendiknas, 2010).

Pentingnya kesadaran untuk mengembangkan moral dikarenakan realitas

bergulirnya globalisasi tidak sekadar berdampak positif. Globalisasi telah menjadi

salah satu intrumen yang memiliki peran dan pengaruh siginifikan dalam

mentransfer nilai-nilai baik positif maupun negatif yang dianut dari suatu bangsa

dan negara secara cepat kepada bangsa dan negara lain. Salah satu wujud

kemajuan yang identik dengan globalisasi adalah kemajuan teknologi.

Pesatnya kemajuan teknologi berbanding lurus dengan dampak negatif

(10)

perilaku sinisme, pelecehan, materialisme, seks bebas, kekasaran dan pengagung

kekerasan (Borba, 2008: 5). Selain itu, media-media visual secara bebas

mengekspos hal-hal yang mengarah kepada perilaku atau tindakan immoral.

Kondisi demikian disebut sebagai new invation dan new imperialism barat untuk

mentransfer nilai-nilai budaya mereka berupa homogenisasi food, fun, fashion,

dan thought (Husaini, 2005: 5). New invation dan new imperialism gaya baru

terbukti mampu mempengaruhi mindset masyarakat. Implikasi atau dampak

tersebut tentu menggusur tatanan nilai moral.

Penetapan tujuan sebagai bangsa yang bermartabat dan berperadaban

tinggi begitu penting, sebab kemajuan suatu bangsa senantiasa terkait dengan

persoalan moral bangsa. Lickona (Mursidin, 2011: 14) menyebutkan setidaknya

ada 10 aspek sebagai penanda kehancuran sebuah bangsa, yaitu: (1)

Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja/pelajar; (2) Penggunaan bahasa dan

kata-kata buruk; (3) Pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan;

(4) Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penyalahgunaan narkoba, seks

bebas, dan sebagainya; (5) Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; (6)

Menurunnya etos kerja; (7) Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang-tua dan

guru; (8) Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; (9)

Membudayanya perilaku tidak jujur; (10) Adanya rasa saling curiga dan

kebencian di antara sesama.

Kesepuluh butir di atas bukan lagi persoalan yang takut atau malu untuk

(11)

koran, televisi, internet, dan hasil penelitian oleh Mursidin (2011: 15)

menunjukkan angka pelanggaran fantastis, antara lain sebagai berikut.

Aspek kekerasan di kalangan remaja/pelajar, tampak dari data Polda Metro

Jaya (1998) di Jakarta tercatat 230 kali tawuran, sebanyak 97 sekolah terlibat dari

insiden itu sejumlah 15 meninggal, 34 luka berat, dan 108 luka ringan. Kemudian,

laporan Dinas Pendidikan Nasional DKI Jakarta tahun 2000, dalam kurun waktu

satu tahun sebanyak 29 pelajar SLTP dan SLTA meninggal akibat tawuran dan

25% dari total pelajar di Jakarta pernah terlibat tawuran. Diperkuat oleh hasil

penelitian Mursidin (2011) pada lima SMK di Bogor menunjukkan 66,7% terlibat

tawuran, dari angka tersebut sebanyak 48,7% tawuran menggunakan batu, 26%

memukul menggunakan alat, dan 1,7% menikam dengan sejata tajam. (4)

Perkelahian pelajar perempuan di salah satu SMAN di Tulungagung yang dilansir

berbagai media pada awal tahun 2009, termasuk kekerasan yang terjadi di SMP

Negeri di Cimahi (Mursidin, 2011: 15).

Aspek meningkatnya perilaku seks bebas remaja/pelajar, ditunjukkan oleh

hasil survei Chandi salmon Conrad pada 117 remaja sekolah diketahui 42%

menyatakan pernah berhubungan seks, dari angka tersebut 52% masih aktif

menjalani seks bebas. Fakta mengejutkan dilansir dalam berita di Trans TV

tanggal 29 November 2008 yang menyebutkan sekitar 2 juta lebih orang di

Indonesia melakukan aborsi per tahun. Kemudian, data hasil survei Annisa

Fondation yang dilansir BKKBN (2007) menunjukkan bahwa di Cianjur lebih dari

(12)

Aspek penggunaan bahasa atau kata-kata kasar, sebagiannya ditemukan

dalam hasil penelitian Mursidin (2011: 15), bahwa bahasa prokem telah menjadi

bahasa pergaulan pelajar dan mahasiswa dengan persentase penggunaan mencapai

76%, dan sebanyak 82% pelajar dan mahasiswa merasa bangga menggunakan

bahasa prokem dalam pergaulan.

Aspek peningkatan perilaku merusak diri, terlihat dari hasil penelitian

Mursidin (2011: 16) yang membuat miris, bahwa dari lima SMK di Bogor

menunjukkan 30,3% siswa minum minuman keras, 15,4% pecandu narkoba,

34,6% berjudi atau taruhan, 68% menonton film porno, dan 3,2 pernah melakukan

hubungan seks.

Aspek perilaku tidak jujur, dapat dilihat dari Program Kantin Kejujuran

yang digagas KPK di berbagai sekolah banyak mengalami kerugian akibat

perilaku tidak jujur siswanya. Kemudian, hasil penelitian menunjukkan 81%

siswa membohongi orang-tuanya dengan berbagai cara, termasuk memalsukan

tanda tangan orang-tuanya (Mursidin, 2011: 16). Juga, beberapa sekolah SMP dan

SMA di Kota Bandung mengaku sering ditelepon orang-tua yang merasa

kehilangan anaknya dengan alasan belajar bersama dan kegiatan tambahan di

sekolah, padahal anaknya sedang main dan tidak sedang di sekolah.

Aspek menurunnya etos kerja/belajar, dapat dilihat berdasarkan data dari

lima SMK di Bogor menunjukkan bahwa 87% sering tidak mengerjakan PR, 75%

sering membolos, 33% keluyuran dengan teman pada waktu jam sekolah, 57%

(13)

Aspek rendahnya rasa hormat pada orang-tua dan guru, disebutkan oleh

hasil penelitian dari lima SMK di Bogor menunjukkan bahwa 81% siswa sering

membohongi orang-tua, 30,6 pernah memalsukan tanda tangan orang-tua, wali,

atau guru (Mursidin, 2011: 16).

Aspek adanya sikap saling curiga, kuat diperlihatkan dalam data penelitian

bahwa 78% pelajar menaruh kecurigaan kepada temannya (Mursidin, 2011: 16).

Bahkan, sebagaimana dilansir banyak media, kasus pemukulan wartawan oleh

sekelompok siswa salah satu SMAN di Jakarta pada tahun 2011 disinyalir

berangkat dari sikap curiga berlebihan.

Para stakeholder bidang pendidikan sebenarnya tidak tinggal diam dalam

mengatasi permasalahan moral di atas. Beragam upaya pun dilakukan untuk

mencegah perilaku menyimpang remaja atau siswa, seperti penyuluhan tentang

bahaya penyalahgunaan narkoba dan pergaulan bebas yang bekerjasama dengan

kepolisian dan tenaga kesehatan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Banyak

sekolah memberlakukan sistem buku poin dan mengadakan surat perjanjian untuk

meningkatkan disiplin siswa, hal ini juga tidak menimbulkan efek jera kepada

siswa.

Ada hal menarik di tengah berbagai upaya yang dilakukan sekolah di atas,

dimana ada beberapa siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 6 Garut

yang tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap aturan yang sudah ditetapkan

pihak sekolah. Setelah ditelusuri lebih jauh ternyata di SMAN 6 Garut terdapat

sekelompok siswa yang bergabung organisasi intra Kerohanian Islam (Rohis) dan

(14)

Sikap dan tingkah laku siswa yang berkelompok dalam halaqah tersebut

menarik perhatian penulis untuk menelusuri lebih jauh dan mendalam. Bagaimana

mereka melakukan kegiatan pengajian, sehingga mampu membentuk sebuah

pribadi mantap dan tidak terganggu dengan keadaan lingkungan yang cenderung

hedonis dan materialistis. Pada kondisi lingkungan yang cenderung hedonis dan

materialistis, seorang remaja sangat rentan mengalami keruntuhan moral.

Usaha dan cara untuk mengembangkan dan membentuk karakter moral

positif (akhlakul karimah) pada anak atau remaja telah banyak dilakukan, mulai

dari pendekatan sosial, kemampuan mengatasi konflik, manajemen stres, para

guru mengajarkan rasa percaya diri, hingga gagasan Howard Gardner tentang

multiple intellegence dan Daniel Goleman dengan gagasan kecerdasan moral,

namun krisis moral masih terus berlanjut, maka salah satu solusi efektif adalah

mengarahkan kemampuan anak dan remaja untuk memahami tentang hal benar

dan salah dengan keyakinan etika yang kuat (Borba, 2008: 4). Konsep inilah yang

disebut dengan kecerdasan moral (moral intelligence).

Kondisi perubahan moral yang rentan dipengaruhi oleh faktor lingkungan

memerlukan arahan dan bimbingan untuk mengembangkan kemampuan

(kecerdasan) moral remaja berdasarkan konsep nilai ideal norma agama dan adat

istiadat dalam suatu budaya. Hurlock (1994) mengemukakan bahwa terdapat dua

kondisi yang membuat pergantian konsep moral khusus ke dalam konsep moral

umum tentang benar salah, salah satu solusinya adalah melalui bimbingan.

Bimbingan yang dilakukan pada lingkungan sekolah (formal), maka yang

(15)

profesionalnya (berdasarkan UU) adalah konselor atau guru bimbingan dan

konseling yang tentunya berkolaborasi dengan pimpinan sekolah, guru-guru, dan

staf administrasi, serta pihak terkait, seperti tokoh agama, pemerintah, psikolog,

dan dokter (Yusuf, 2009: 7).

Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan salah satu

ikhtiar untuk membina peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

sebagaimana diamanatkan dalam UU RI No. 20/2003 tentang Sisdiknas.

Sehingga, tentunya bimbingan dan konseling harus berkontribusi nyata untuk

memberikan intervensi dan bantuan kepada seluruh siswa yang dikemas dalam

program-program bimbingan dan konseling yang di dalamnya harus mampu

mengintegrasikan tiga bidang utama pendidikan yaitu: (1) bidang administratif,

manajemen dan kepemimpinan; (2) bidang pembelajaran atau kurikulum; dan (3)

bidang bimbingan dan konseling.

Dalam merencanakan program bimbingan tentu menggunakan teknik atau

pendekatan agar bimbingan yang direncanakan berjalan efektif, salah satunya

yang dikaji dalam penelitian ini adalah bimbingan dengan pendekatan mentoring

halaqah. Bimbingan dan konseling dengan pendekatan mentoring halaqah sangat

memperhatikan upaya pembinaan diri yang paripurna dan gradual terhadap

personal, dari sisi normatif teoritis menuju sisi praktis-realistis, dengan tetap

menjaga perbedaan tabiat alami setiap orang dan pemenuhan kebutuhan spiritual,

(16)

bangunan Islam yang komprehensif dalam melahirkan karakteristik muslim sejati

yang berakhlak, berbudi pekerti dan beradab Islami dalam bingkai pemahaman

seimbang, teliti, dan mumpuni untuk kebutuhan setiap zaman dengan berpedoman

kepada Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. (Albanna, 2005: 66-67).

Mentoring halaqah menjadi alternatif pelayanan dasar bimbingan dan

konseling melalui layanan bimbingan kelompok. Kegiatan bimbingan kelompok

dengan pendekatan mentoring halaqah merupakan salah satu teknik layananan

bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik dalam suasana

kelompok dengan menggunakan prosedur dan langkah-langkah dalam

pelaksanaan halaqah. Halaqah dibangun sebagai wahana interaksi, komunikasi

dan transformasi antara murabbi (pembina) dengan mutarabbi (binaan) yang

beranggotakan 5-12 peserta.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian penting dilakukan

sebagai upaya menguji pengaruh program bimbingan kelompok dengan

pendekatan mentoring halaqah terhadap peningkatan kecerdasan moral pada diri

remaja, khususnya siswa pada tingkat SMA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang penulis

angkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik perkembangan kecerdasan moral siswa di SMAN 6

(17)

2. Bagaimana program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring

halaqah yang efektif secara hipotetik dalam meningkatkan kecerdasan moral

siswa?

3. Bagaimana keefektifan program bimbingan kelompok dengan pendekatan

mentoring halaqah dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus. Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk menghasilkan program

bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan

kecerdasan moral siswa. Pelaksanaan program bimbingan kelompok dengan

pendekatan mentoring halaqah ini digunakan sebagai salah satu bentuk strategi

pemberian layanan bimbingan dan konseling di SMA.

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh deskripsi karakteristik perkembangan kecerdasan moral

siswa di SMAN 6 Garut.

2. Untuk merumuskan program bimbingan kelompok dengan pendekatan

mentoring halaqah yang efektif secara hipotetik dalam meningkatkan

kecerdasan moral siswa.

3. Untuk menguji keefektifan program bimbingan kelompok dengan pendekatan

(18)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat dari segi teoritis dan praktis. Secara

teoritis penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori

tentang dasar-dasar dan landasan konseptual suatu program bimbingan kelompok

dengan menggunakan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan

kecerdasan moral remaja. Dalam jangkauan lebih luas, penelitian ini akan

berkontribusi bagi khasanah keilmuan dan memberikan wawasan bagaimana

memberikan intervensi bimbingan dan konseling, khususnya dalam pelaksanaan

program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah.

Manfaat penelitian ini dari segi praktis adalah dapat memberikan

sumbangan sebagai salah satu alternatif untuk mendukung kerja guru pembimbing

atau konselor sekolah dalam menjalankan tugas-tugasnya, khususnya dalam

pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling kelompok.

Bagi guru pembimbing atau konselor sekolah terkhusus di tingkat SMA,

dapat menggunakan program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring

halaqah dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa. Program yang dihasilkan

dari penelitian ini dapat diintegrasikan dalam program-program bimbingan dan

konseling secara keseluruhan, sehingga dapat membantu siswa mencapai

perkembangan optimal.

E. Asumsi Penelitian

Terdapat beberapa asumsi yang mendasari dan menguatkan penelitian ini.

(19)

penelitian yang terkait kemudian dianalisa dan disintesis untuk melahirkan asumsi

yang argumentatif. Asumsi-asumsi tersebut antara lain:

1. Bimbingan dan konseling berfungsi untuk membantu siswa agar

masing-masing dapat berkembang menjadi pribadi mandiri secara optimal. Secara

khusus menurut Aquino dan Alviar (Thantawi, 1995: 39) berdasarkan sifatnya,

layanan tersebut berfungsi pencegahan (preventif), perbaikan (kuratif), dan

pengembangan. serta Prayitno (l998: 25) menambahkan dengan fungsi

pemahaman atau informatif. Oleh karena itu layanan Bimbingan dan Konseling

dapat menjadi alternatif solusi bagi siswa dalam upaya pemberian pemahaman

tentang nilai-nilai moralitas (benar-salah), mencegah atau mengantisipasi

moralitas siswa yang mengarah pada perilaku negatif, mengembangkan moral

siswa ke arah yang ideal dan memberi penyembuhan (kuratif) bagi siswa yang

mengalami kemerosotan moral. Untuk melaksanakan program bimbingan dan

konseling tersebut maka harus digunakan berbagai teknik, prosedur dan

pendekatan yang beragam sesuai dengan kebutuhan.

2. Salah satu teknik, strategi dan prosedur dalam layanan bimbingan dan

konseling yang dapat digunakan untuk membantu perkembangan siswa, yaitu

layanan bimbingan kelompok. Bimbingan melalui aktivitas kelompok lebih

efektif karena selain peran individu lebih aktif, juga memungkinkan terjadinya

pertukaran pemikiran, pengalaman, rencana, dan penyelesaian masalah dalam

suasana kelompok.

3. Pelaksanaan bimbingan kelompok dapat dilakukan dengan beragam

(20)

Pendekatan mentoring halaqah dapat digunakan karena memiliki unsur-unsur

terapetik seperti dalam metode bimbingan kelompok, seperti pengenalan

(taaruf) dan pemahaman (tafahum) terhadap individu siswa dan lingkungan,

serta mengembangkan kepedulian dan sikap tolong-menolong (takaful),

sehingga terbangun sikap saling percaya, saling perhatian, saling pengertian

dan saling mendukung untuk saling mengatasi kesulitan dan mengembangkan

potensi yang dimiliki antar peserta mentoring halaqah. Unsur-unsur ini sangat

penting dalam pengembangan spiritualitas dan moralitas individu peserta

mentoring halaqah. Oleh karena itu, program bimbingan kelompok dengan

pendekatan mentoring halaqah diasumsikan dapat meningkatkan kecerdasan

moral siswa.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan asumsi dasar di atas, maka hipotesis penelitian yang dibuat

dan merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang akan diteliti

adalah: “Terdapat pengaruh positif bimbingan kelompok dengan pendekatan

mentoring halaqah terhadap peningkatan kecerdasan moral remaja”

G. Metode Penelitian

Metode dalam suatu penelitian digunakan untuk memecahkan masalah.

Metode dapat dipahami sebagai bentuk strategi, langkah-langkah atau cara yang

ditempuh untuk menjawab masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan

(21)

eksperimen (experimental reaserch). Penelitian eksperimental adalah penelitian

yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) tertentu terhadap

subyek penelitian yang bersangkutan (Zuriah, 2006). Perlakuan yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan

Mentoring halaqah. Pengkondisian perilaku siswa hanya sebesar yang dapat

dikontrol secara kuasi dan menghindari kontrol murni (pure experiment) dengan

kontrol terhadap perilaku siswa tidak terlalu ketat, sehingga eksperimen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment).

Penelitian ini dirancang menggunakan disain nonequivalent control

groups design (kelompok kontrol nonekuivalen), sebuah kelompok eksperimen dan sebuah kelompok pembanding (kontrol) diperbandingkan dengan

menggunakan ukuran-ukuran pra-uji (prates) dan pasca uji (pascates).

Penelitian ini dilakukan di dua sekolah, yaitu di SMAN 6 Garut dan

SMAN 15 Garut. Dua SMA tersebut dipilih karena memiliki kesamaan dalam hal

kategori sekolah dan kondisi siswa yang majemuk.

Populasi dalam penelitian ini menggunakan populasi terhingga, yakni

seluruh siswa kelas X (sepuluh) tahun ajaran 2011-2012. Kelompok eksperimen

adalah siswa SMAN 6 Garut kelas X tahun ajaran 2011-2012 yang mengikuti

mentoring halaqah. Sedangkan kelompok kontrol adalah siswa SMAN 15 Garut

kelas X tahun ajaran 2011-2012 yang mengikuti bimbingan kelompok dengan

pendekatan konvensional. Sampel penelitian ini diperoleh dengan menggunakan

teknik random sampling. Penentuan sampel menggunakan teknik undian

(22)

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

statistik deskriptif dan parametrik. Ada tiga tahap analisis data yang digunakan,

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan tujuan penelitian, untuk

menguji pengaruh model bimbingan kelompok dengan peningkatan kecerdasan

moral remaja maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dan

menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen (quasi-experiment). Penelitian

ini tidak menggunakan percobaan murni (true experiment), karena tidak

menempatkan subyek penelitian dalam situasi laboratorik murni, yang bebas dari

pengaruh lingkungan sosial selama diberikan perlakuan eksperimental.

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:

1) Penelitian pendahuluan. Tahap ini dilakukan untuk mempertajam fokus

penelitian dan pengembangan konstruk penelitian. Pada tahap ini, kegiatan

yang dilaksanakan adalah studi literatur yang berkaitan dengan bimbingan

kelompok, mentoring halaqah, dan konsep dan teori moral. Kemudian

melakukan studi empiris berdasarkan fakta lapangan tentang perkembangan

kecerdasan moral dan pelaksanaan bimbingan dan konseling di SMAN 6 Garut.

2) Perumusan Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring

halaqah. Pada tahap ini membentuk group-focused discussion yang melibatkan pakar bimbingan dan konseling dari Universitas Pendidikan Indonesia untuk

melakukan validasi teori dan menilai kelayakan (feasibility). forum diskusi

(24)

fakta lapangan. Validasi program juga dilakukan oleh praktisi BK yang berasal

dari SMAN 6 Garut yang diharapkan dapat tersusun sesuai dengan misi SMAN

6 Garut. Setelah program divalidasi, kemudian direvisi, jika ada kekurangan

dan kelemahan berdasarkan masukan dari para ahli dan praktisi tersebut.

3) Penyusunan dan perumusan instrumen penelitian tentang kecerdasan moral.

Instrumen kecerdasan moral yang telah disusun kemudian dimintakan

pertimbangan ahli (expert judgement) yang bertujuan mengetahui kelayakan

alat ukur dari segi konstruk, isi dan bahasa. Instrumen yang telah di-judgement,

selanjutnya diuji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui tingkat kesahihan

dan keandalan instrumen.

4) Penilaian profil kecerdasan moral remaja. Tahap ini dilakukan dengan

melaksanakan prates di SMAN 6 Garut dan SMAN 15 Garut. Prates di SMAN

6 Garut dilakukan untuk memotret profil kecerdasan moral remaja sebelum

mengikuti program bimbingan kelompok dengan pendekatan halaqah.

Sedangkan prates di SMAN 15 Garut sebagai pembanding (kontrol) dilakukan

untuk mengetahui profil kecerdasan moral remaja sebelum mengikuti program

bimbingan kelompok dengan pendekatan konvensional. Peneliti mengolah dan

menganalisis data hasil penyebaran instrumen untuk memperoleh kriteria

kecerdasan moral siswa.

5) Pelaksanaan program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring

halaqah. Pada langkah ini, program yang telah direvisi kemudian dilakukan uji

coba program (treatment) kepada sampel penelitian untuk menilai keefektifan

(25)

program dilaksanakan di SMAN 6 Garut ditargetkan kurang lebih selama dua

bulan (kondisional) dengan target intervensi sebanyak tujuh kali. Setelah

dilakukan intervensi, revisi program dilakukan lagi apabila dalam uji coba

masih terdapat kekurangan, meskipun itu tidak terlalu signifikan. Program yang

diakui kelayakan dan keefektifannya akan direkomendasikan sebagai program

tambahan atau rujukan bagi sekolah terkait. Namun, program yang tidak

memiliki kelayakan setelah diujicobakan, maka tidak direvisi lagi, sebab secara

hipotetik penelitian dilakukan untuk menguji program yang dikembangkan.

6) Melakukan posttest untuk memperoleh data mengenai perubahan kecerdasan

moral setelah dilakukan treatment.

7) Uji hipotesis dengan cara mengolah dan menganalisis data. Dari hasil analisis

data dapat ditarik kesimpulan efektif atau tidaknya program bimbingan

kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan

kecerdasan moral.

Berdasarkan tahap-tahap penelitian tersebut, maka rancangan penelitian

dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.1.

Bagan Rancangan Penelitian

Karakteristik Siswa

Perkembangan Moral Siswa

Layanan Bimbingan dan Konseling

Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring

Halaqah

(26)

Penelitian menggunakan disain penelitian dengan nonequivalent control

groups design (disain kelompok kontrol nonekuivalen), sebuah kelompok

treatment dan sebuah kelompok pembanding (kontrol) diperbandingkan dengan menggunakan ukuran-ukuran pra-uji (prates) dan pasca uji (pascates). Sehingga

dalam menentukan sampel penelitian tidak dilakukan secara acak, melainkan

dengan menggunakan siswa dalam kelas utuh (natural setting). Disain kelompok

kontrol nonekuivalen bisa diikhtisarkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.1.

Desain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Kelompok Prates Perlakuan pascates

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O1 X2 O2

Keterangan :

O1 : Tes awal pada kelompok eksperimen dan kontrol

O2 : Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol

X1 : Pemberian layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring

halaqah

X2 : Pemberian layanan bimbingan kelompok dengan metode konvensional.

Penelitian ini melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi

perlakuan (kelompok eksperimen) dan yang tidak mendapat perlakuan (kelompok

kontrol). Kedua kelompok tersebut diberikan prates dan pascates, perbedaan hasil

atau variabel dependen pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat

(27)

dengan pendekatan mentoring halaqah) yang diberikan pada kelompok

eksperimen.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua sekolah menengah atas, yaitu di SMAN 6

Garut dan SMAN 15 Garut. SMAN 6 Garut terletak di Jalan Guntur Melati No.

12, Tarogong Kidul, Garut, sedangkan SMAN 15 Garut beralamat di Jl.

Panawuan No.3A, Tarogong Kidul, Garut. Dua SMA tersebut dipilih karena

memiliki kesamaan dalam hal kategori sekolah. Dua sekolah tersebut termasuk

dalam sekolah cluster dua. Kemudian, dasar pemilihan dua sekolah tersebut juga

adalah sekolah dengan kondisi siswa yang majemuk, baik dari latar belakang

sosial, ekonomi, maupun kemampuan akademis siswanya. Sehingga, sampel yang

diambil dianggap mewakili karakteristik siswa di Kabupaten Garut pada

umumnya.

C. Subyek Penelitian

Penentuan ukuran populasi terdapat dua macam, yakni terhingga dan tak

hingga. Dalam hal populasi terhingga obyeknya terbatas dan anggotanya dapat

berupa orang atau bukan, sehingga populasi memiliki batas kuantitatif secara

jelas. Sedangkan, populasi tak hingga, yaitu populasi yang tidak dapat ditemukan

batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah secara

kuantitatif (Zuriah, 2006: 116). Populasi dalam penelitian ini menggunakan

(28)

2011-2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan sesuai dengan penjelasan

Arikunto (2006: 112), menyebutkan bahwa jika subyek penelitian kurang dari

100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian

populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15%

atau 20-25% dari jumlah populasi.

Berdasarkan asumsi di atas, maka peneliti akan mengambil sampel

sebanyak 20% dari jumlah siswa kelas X SMAN 6 Garut tahun ajaran 2011-2012.

Populasi kelas X SMAN 6 Garut berjumlah 394 siswa. Sehingga sampel yang

diambil sebesar 20% tersebut berjumlah 80 siswa/responden.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan

menggunakan probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dimana

seluruh elemen populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan

sampel. Probability sampling yang dipakai adalah dengan sampel random

sampling, yaitu merupakan suatu pengambilan sampel secara acak. Penelitian ini

mengambil sampel teknik random sampling atau secara acak, karena salah satu

cara pengambilan sampel yang representatif adalah secara acak atau random.

Kelompok eksperimen adalah siswa SMAN 6 Garut kelas X tahun ajaran

2011-2012 yang mengikuti mentoring halaqah. Sedangkan kelompok kontrol

adalah siswa SMAN 15 Garut kelas X tahun ajaran 2011-2012 yang mengikuti

bimbingan kelompok dengan pendekatan konvensional.

Penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh dengan

menggunakan teknik random sampling. Menurut Kartini Kartono (1996: 137)

(29)

random, sembarangan tanpa pilih bulu. Penentuan sampel ini menggunakan teknik

undian, untuk kelompok eksperimen diambil 30 partisipan dari 80 siswa kelas X

SMAN 6 Garut yang menjadi sampel. Kemudian, untuk kelompok kontrol diundi

satu dari sembilan (9) rombel kelas X SMAN 15 Garut. Hasil pengundian untuk

kelompok kontrol, terpilih kelas X-C yang berjumlah 44 siswa, dari 44 siswa

tersebut diambil sebanyak 30 siswa/responden untuk dijadikan sampel kelompok

kontrol. Langkah-langkah pengundian dijelaskan sebagai berikut:

1. Pada semua kelompok/kelas yang menjadi anggota/bagian dari populasi

diberikan kode-kode bilangan.

2. Kode-kode tersebut dituliskan pada kertas-kertas lembaran kecil-kecil,

masing-masing digulung dengan baik, lalu dimasukan dalam satu

kotak/tempat yang tertutup.

3. Kertas gulungan tersebut dikocok dengan baik sehingga kertas gulungan

tersebut jatuh. Kertas yang jatuh/muncul itulah dipakai sebagai sampel

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan sebanyak sampel yang

diperlukan.

Adapun secara lebih jelas penarikan jumlah subyek penelitian yang

diambil dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2. Subyek Penelitian

No. Subyek Jumlah

1. Populasi 345

2. Sampel 80

(30)

4. Kelompok Kontrol 30

Partisipan kelompok eksperimen sebanyak 30 siswa, selanjutnya dibagi

dalam dua kelompok mentoring halaqah, yang masing-masing beranggotakan 15

siswa. Penentuan anggota kelompok mentoring halaqah juga ditentukan dengan

undian (random sampling).

D. Definisi Operasional

1. Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Mentoring Halaqah Program bimbingan kelompok melalui pendekatan mentoring halaqah

adalah suatu rencana atau pola kegiatan bimbingan kelompok dengan

menggunakan tahap-tahap pelaksanaan kegiatan halaqah. Rencana dan pola

kegiatan tersebut dijabarkan ke dalam komponen-komponen: (1) prinsip dasar,

yang mencerminkan konsep bimbingan kelompok dengan pendekatan halaqah,

visi dan misi bimbingan dan konseling, kebutuhan siswa; (2) tujuan layanan

bimbingan kelompok, khususnya bagi kecerdasan moral remaja di SMA; (3) isi

bimbingan kelompok, yang meliputi layanan dasar bimbingan, layanan responsif,

layanan perencanaan individual dan (4) dukungan sistem. Tahapan-tahapan

pelaksanaan bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah yaitu:

a) Pembukaan (iftitah).

b) Lintasan ayat dan tadabbur (tilawah).

c) Kultum dari peserta (tausiyah).

(31)

e) Penyampaian materi tarbiyah (talaqqi).

f) Evaluasi terhadap segala kondisi (mutaba’ah).

g) Pembahasan program kerja dan pengumunan dan informasi penting (taklimat).

h) Penutup dan kesimpulan.

2. Kecerdasan Moral Siswa SMA

Kecerdasan moral siswa SMA yang didefinisikan secara operasional

dalam penelitian ini adalah kemampuan mental siswa kelas X SMAN 6 Garut

untuk berpikir, bersikap, dan berperilaku atau bertindak dalam mengklarifikasi

nilai berdasarkan aspek empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan

hati, toleransi, dan keadilan yang ditandai dari respon siswa tersebut terhadap

instrumen kecerdasan moral.

E. Pengembangan Instrumen Penelitian

Berdasarkan fokus masalah dalam penelitian, terdapat dua instrumen

penelitian, yaitu instrumen untuk mengukur : (1) Peningkatan Kecerdasan Moral

Remaja, dan (2) Implementasi program bimbingan kelompok melalui pendekatan

Halaqah. Pengembangan instrumen dilakukan dengan penyusunan dan uji coba instrumen.

1. Penyusunan Instrumen Penelitian

Instrumen kecerdasan moral merupakan alat untuk mengungkap atau

mengukur kecerdasan moral siswa SMA (remaja) menurut aspek dan indikator

kecerdasan moral. Berdasarkan hasil studi pustaka dan studi pendahuluan,

(32)

penyusunan instrumen untuk mengukur peningkatan kecerdasan moral remaja.

[image:32.595.113.514.201.727.2]

Adapun kisi-kisi instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3.

Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Moral Remaja

No. Aspek Indikator Nomor Item Jml.

Item 1. Empati 1.1 menunjukkan kepekaan terhadap

perasaan orang lain.

1.2 menunjukkan ekspresi non-verbal dalam memahami perasaan orang lain.

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, & 8 9, 10, 11, 12,

13, 14, & 15 8

7

2. Hati Nurani

2.1 Memahami perilaku jujur. 2.2 Memahami sikap pemaaf.

2.3 Memahami sikap bertanggung jawab. 2.4 Memahami perilaku ikhlas dan sabar. 2.5 Memahami sikap rendah hati

(tawadhu).

16, 17, & 18 19, 20, & 21 22, 23, & 24 25, 26, & 27 28, 29, & 30

3 3 3 3 3

3. Kontrol Diri

3.1 menunjukkan perilaku sabar.

3.2 Kemampuan menjalankan kehidupan yang diilhami visi dan nilai-nilai. 3.3 Kemampuan untuk mengendalikan

diri dari perilaku negatif.

31, 32, 34, 37, & 39 36, 38, 40,

41, & 42 33, 35, 43,

44, & 45

5

5

5

4. Rasa Hormat

4.1 menunjukkan sikap sopan santun kepada orang lain.

4.2 menunjukkan sikap patuh dan hormat kepada orang dewasa.

46, 47, 48, 49, & 50 51, 52, 53,

54, & 55

5

5

5. Kebaikan Hati

5.1 Memiliki kepedulian kepada orang lain.

5.2 Membantu atau menolong orang lain. 5.3 menunjukkan perilaku kasih sayang

kepada setiap makhluk Tuhan.

56, 57, 58, & 59 60, 61, & 62 63, 64, & 65

4

3 3

6. Toleransi 6.1 Menghargai perbedaan dengan orang lain.

6.2 Membantu tanpa memandang suku, agama atau golongan.

66, 67, 68, 69, & 70 71, 72, 73,

74 & 75

5

5

7. Keadilan 7.1 Berpikir terbuka atau objektif dalam menghadapi permasalahan.

7.2 menunjukkan sikap adil (fairplay) dalam berkompetisi.

76, 77, 78, 79, & 80 81, 82, 83, 84 & 85

5

5

(33)

Kisi-kisi di atas digunakan sebagai dasar penyusunan instrumen untuk

mengukur kecerdasan moral remaja. Instrumen kecerdasan moral digunakan

sebagai alat mengumpulkan data untuk melihat sejauhmana tingkat kecerdasan

moral remaja/siswa, apakah berada pada tingkat sangat matang, matang, cukup

matang, belum matang, dan tidak matang.

Data mengenai kecerdasan moral dalam penelitian ini diungkap dengan

menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner/angket. Instrumen dibuat dalam

bentuk skala Likert dengan 4 alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai

(S), Kurang Sesuai (KS), dan Tidak Sesuai (TS), dengan kriteria yang digunakan

adalah: untuk pernyataan positif: Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S)

diberi skor 3, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 2, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 1.

Untuk pernyataan negatif: Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor

2, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 4.

Penyekoran data dalam penelitian ini disusun dalam bentuk skala ordinal

yang menunjukkan perbedaan tingkatan subyek secara kuantitatif (Furqon, 2009:

8). Skala ordinal didasarkan pada peringkat atau ranking yang diurutkan dari

jenjang tertinggi sampai terendah atau sebaliknya. Pemberian skor pada setiap

item pernyataan dilihat dari pilihan jawaban dan sifat dari setiap pernyataan

(positif atau negatif) dengan rentang skor 4, 3, 2, dan 1. Skor penilaian setiap item

(34)

Tabel 3.4.

Skor Penilaian Instrumen

Pilihan Skor

+

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Sesuai (S) 3 2

Kurang Sesuai (KS) 2 3

Tidak Sesuai (TS) 1 4

2. Uji Coba Instrumen Penelitian

Hakikatnya pada setiap pengukuran selalu diharapkan untuk mendapat

hasil ukur yang akurat dan objektif. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah

alat ukur yang digunakan harus valid atau sahih dan reliabel atau andal (Hadi,

2000), oleh karena itu sebelum skala diberikan kepada subyek yang sebenarnya

maka sebaiknya dilakukan uji coba terlebih dahulu.

Maksud dari uji coba ini adalah (1) menghindari pertanyaan-pertanyaan

yang kurang jelas maksudnya, (2) menghilangkan kata-kata yang menimbulkan

makna ganda, (3) memperbaiki pertanyaan yang hanya menimbulkan jawaban

dangkal (Hadi, 2000).

a. Uji Kelayakan Angket

Alat ukur yang telah dikonstruksi, terlebih dahulu ditimbang (judgement)

oleh tiga orang ahli/dosen dari Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Pertimbangan ahli dilakukan

untuk mengetahui kelayakan angket/instrumen. Selanjutnya masukan dari ketiga

dosen tersebut dijadikan landasan dalam penyempurnaan alat pengumpul data

[image:34.595.112.515.106.608.2]
(35)

b. Uji Validitas Angket

Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan tingkat

kesahihan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian.

Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketetapan alat ukur terhadap konsep

yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu

instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan tersebut

dapat digunakan untuk mengukur yang sebenarnya harus diukur.

Pengujian validitas butir item yang dilakukan dalam penelitian adalah

seluruh item yang terdapat dalam angket yang mengungkap kecerdasan moral

siswa. Kegiatan uji validitas butir item dilakukan untuk mengetahui apakah

instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat digunakan untuk mengukur apa

yang akan diukur (Sugiyono, 2007: 267). Semakin tinggi nilai validitas soal

menunjukkan semakin valid instrumen tersebut digunakan di lapangan.

Uji validitas dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik

korelasi product moment dari Pearson. Teknik korelasi ini dihitung dengan

bantuan program SPSS 17.0. Dalam uji validitas ini, jika korelasi Pearson positif

dan besarnya lebih dari 0,300 maka item yang bersangkutan dinyatakan valid, jika

nilainya kurang dari 0,300 maka item yang bersangkutan dinyatakan tidak valid.

Berdasarkan hasil uji coba instrumen terhadap 30 responden dengan 85

butir, maka diperoleh hasil 58 pernyataan yang dinyatakan sahih (valid) atau

diterima, sedangkan 27 pernyataan dinyatakan tidak sahih (invalid) atau ditolak.

Berikut rangkuman hasil analisis validitas (analisis butir) instrumen kecerdasan

(36)

Tabel 3.5.

Rangkuman Hasil Analisis Butir Instrumen Kecerdasan Moral

Aspek Jumlah Butir

Asal Valid Tidak Valid

Empati 15 9 6

Hati Nurani 15 10 5

Kontrol Diri 15 8 7

Rasa Hormat 10 8 2

Kebaikan Hati 10 8 2

Toleransi 10 7 3

Keadilan 10 8 2

Jumlah 85 58 27

Berdasarkan tabel rangkuman di atas, dari 85 butir pernyataan instrumen

kecerdasan moral, terdapat 58 butir pernyataan valid dan 27 butir pernyataan

[image:36.595.113.514.146.727.2]

gugur sebagaimana tabel berikut.

Tabel 3.6.

Nomor Butir Valid dan Tidak Valid

Aspek Nomor Butir

Valid Tidak Valid

Empati 1, 2, 3, 6, 7, 9, 10, 13, 15. 4, 5, 8, 11, 12, 14.

Hati Nurani 17, 19, 20, 21, 22, 24, 26, 27, 28, 30. 16, 18, 23, 25, 29.

Kontrol Diri 32, 37, 39, 40, 41, 43, 44, 45. 31, 33, 34, 35, 36, 38, 42.

Rasa Hormat 47, 48, 49, 50, 52, 53, 54, 55. 46, 51.

Kebaikan Hati 56, 57, 58, 59, 61, 63, 64, 65. 60, 62.

Toleransi 68, 69, 70, 72, 73, 74, 75. 66, 67, 71.

(37)

c. Uji Reliabilitas Item

Realibilitas berkenaan dengan ketepatan hasil pengukuran. Uji realibilitas

digunakan untuk melihat tingkat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Uji

reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode Cronbach's Alpha (α).

Nilai-nilai untuk pengujian reliabilitas berasal dari skor-skor item angket yang

valid, yaitu berjumlah 58 Item (butir). Item yang tidak valid tidak dilibatkan

dalam pengujian reliabilitas. Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat

reliabilitas, Walpole & Myers (1995, dalam Furqon, 2009: 268) mengemukakan

[image:37.595.114.513.245.571.2]

dan menggunakan klasifikasi sebagai berikut.

Tabel 3.7.

Kriteria Reliabilitas Instrumen

0,80 – 1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi

0,60 – 0,799 Derajat keterandalan tinggi

0,40 – 0,599 Derajat keterandalan cukup

0,20 – 0, 399 Derajat keterandalan rendah

0,00 – 0,199 Derajat keterandalan sangat rendah

Hasil perhitungan reliabilitas dengan bantuan program SPSS 17.0

menunjukkan nilai Alpha Cronbach = 0,929, berarti instrumen penelitian

dikatakan reliabel dengan tingkat korelasi atau derajat keterandalan sangat tinggi,

yang menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan sudah baik dan dapat

dipercaya sebagai alat pengumpul data.

(38)

Prosedur analisis data disajikan dalam beberapa kajian yaitu : Pengujian

Persyaratan Analisis dan Metode Analisis Data yang dijabarkan sebagai berikut.

1. Pengujian Persyaratan Analisis a. Uji normalitas

Pada penelitian ini diupayakan pengujian normalitas sebaran data. Uji

normalitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari

populasi yang berdistribusi normal. Pengujian normalitas sebaran data dilakukan

dengan cara membandingkan nilai Kolmogorov-Smirnov (K-S) dan Probabilitas

dengan nilai signifikannya adalah 0,05. Dengan dasar pengambilan keputusan

bahwa: P dari koefesien K-S > 0,05, maka data berdistribusi normal, dan P dari

koefesien K-S < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Perhitungan dalam

pengujian normalitas sebaran data ini menggunakan program SPSS 17.0.

2. Metode Analisis Data a. Deskripsi Data

Data yang diperoleh melalui kuesioner kecerdasan moral yang telah

diujicobakan perlu untuk dideskripsikan kembali, ini dimaksudkan untuk

mendeskripsikan kemampuan kecerdasan moral siswa. Dalam penelitian ini

kuesioner dipergunakan untuk mengetahui rerata skor pretest untuk mengetahui

kemampuan kecerdasan siswa dan skor posttest untuk mengetahui rerata skor

setelah masing-masing kelompok diberikan treatment yang menentukan efektif

tidaknya bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah yang

diberikan kepada siswa. Data dalam penelitian ini dideskripsikan dengan

(39)

berdasarkan pengamatan awal, dan akhir kelompok yang diberikan bimbingan

kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah.

b. Teknik Analisis Data

Tujuan dari analisis data dalam penelitian ini adalah untuk

mengungkapkan apa yang ingin diketahui dari penelitian ini, yaitu ingin

mengetahui keefektifan bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring

halaqah dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa. Adapun perhitungan

analisis datanya menggunakan program SPSS 17.0. Analisis data dalam penelitian

ini dapat dijabarkan sebagai berikut.

1) Analisis Profil Kecerdasan Moral Siswa Kelas X SMAN 6 Garut

Analisis terhadap gambaran umum atau profil kecerdasan moral dilakukan

dengan tahapan berikut:

a) Editing data, yaitu memeriksa kuesioner yang telah terkumpul.

b) Tabulasi data, yaitu dilakukan dengan cara:

(1) Memberi skor pada setiap item.

(2) Menentukan skor maksimal ideal yang diperoleh sampel dengan rumus:

Skor maksimal ideal = Jumlah soal X skor tertinggi

(3) Menentukan skor minimal ideal yang diperoleh sampel dengan rumus:

Skor minimal ideal = jumlah soal X skor terendah

(4) Menghitung frekuensi jawaban seluruh responden.

(5) Menghitung persentase frekuensi jawaban seluruh responden, dengan

rumus:

(40)

(6) Menghitung skor atribut, yaitu menjumlah skor per item yang diperoleh.

(5) Menghitung persentase skor kuesioner, diperoleh dengan rumus:

Persentase skor kuesioner = (total skor atribut : total pernyataan) X 100 (6) Menentukan interval skor ideal, langkah awal adalah menentukan rentang

yaitu dengan cara mengurangi data terbesar dengan data terkecil, dimana

mengacu dari skor yang digunakan yaitu angka 1 s.d. 4, angka 1

merupakan 25% dari angka 4, maka 25% adalah data terkecil dan 100%

merupakan data terbesar, sehingga rentangnya sebesar 100% - 25% =

75%. Selanjutnya yaitu menentukan panjang kelas interval yaitu membagi

rentang dengan jumlah kelas, sehingga panjang kelas intervalnya adalah

75% : 5 = 15%. Berdasarkan langkah perhitungan tersebut didapatkan

interval skor ideal untuk menjadi standar penentuan kriteria ideal

kecerdasan moral siswa, yaitu kategori kecerdasan moral sangat tinggi,

[image:40.595.117.512.239.661.2]

tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah, seperti pada tabel.

Tabel 3.8. Interval Skor Ideal

Interval Skor (%) Kategori ≥ 25 – 40 Sangat Rendah > 40 – 55 Rendah

> 55 – 75 Sedang

> 75 – 85 Tinggi

> 85 – 100 Sangat Tinggi

(41)

Dalam upaya mengetahui efektivitas bimbingan kelompok untuk

meningkatkan kecerdasan moral siswa dilakukan dengan teknik uji-t independen

(independent sample t-test) melalui analisis data kemampuan kecerdasan moral

siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan bimbingan kelompok dengan

pendekatan mentoring halaqah. Cara ini dilakukan dengan membandingkan data

normalized gain score antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Tujuan uji tersebut adalah untuk mengetahui data empirik tentang keefektifan

bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dibandingkan

dengan menggunakan pendekatan konvensional yang diterima oleh kelompok

kontrol. Perhitungan tersebut menggunakan bantuan software SPSS 17.0.

Selanjutnya menguji perbedaan efektivitas bimbingan kelompok dengan

pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa

menggunakan uji-t independen (independent sample t-test). Kriteria untuk uji-t

tersebut berpandangan pada hipotesis statistik dalam penelitian ini yang

menyatakan bahwa: HO = bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring

halaqah tidak efektif untuk meningkatkan kecerdasan moral pada siswa kelas X

SMAN 6 Garut, H1.= bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring

halaqah efektif untuk meningkatkan kecerdasan moral pada siswa kelas X SMAN 6 Garut. Taraf keyakinan (α) yang digunakan sebagai kriteria dasar pengambilan

keputusan hipotesis adalah pada taraf signifikansi 5% atau α = 0,05. Sehingga,

pengambilan keputusannya adalah: (1) Jika thitung > ttabel, maka HO ditolak dan H1

(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab ini dijelaskan kesimpulan dan rekomendasi penelitian bimbingan

kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan

kecerdasan moral siswa di SMAN 6 Garut. Bab ini menggambarkan hasil

penelitian berdasarkan kajian teoritis dan empiris yang disajikan untuk menjawab

pertanyaan penelitian. Rekomendasi penelitian di tujukan untuk guru bimbingan

dan konseling dalam menangani permasalahan siswa terutama masalah moralitas,

untuk kepala sekolah dan penelitian selanjutnya.

A. Kesimpulan

Secara keseluruhan, studi ini telah memenuhi tujuannya yaitu pelaksanaan

program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dapat

digunakan untuk meningkatkan kecerdasan moral remaja. Berdasarkan hasil

penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat kecerdasan moral siswa kelas X di SMAN 6 Garut berada pada

kategori sedang yang perlu diwaspadai karena mengarah kepada kondisi yang

kritis (rendah atau sangat rendah) yang berisiko terhadap kecerdasan moral

siswa, sehingga pelayanan bimbingan yang harus dilakukan untuk

mengatasinya besifat preventif (pencegahan).

2. Upaya meningkatkan kecerdasan moral di SMAN 6 Garut masih bersifat

(43)

bermoral maka langsung diberi tindakan, seperti menghadap guru BK

(konseling individual), diberi surat panggilan kepada orang tua siswa.

Sedangkan cara yang bersifat represif yaitu siswa akan diberi sanksi tegas

berdasarkan aturan sekolah, selain itu pihak sekolah meengatasi problematika

moral siswa dengan cara antisipatif berupa pengarahan siswa untuk aktif

dalam kegiatan-kegiatan positif, seperti kegiatan olah raga atau kegiatan di

organisasi intra maupun ekstra sekolah.

3. Rancangan atau dasar program bimbingan kelompok dengan pendekatan

mentoring halaqah dilandaskan pada konsep bimbingan dan konseling

komprehensif yang penyusunnya disesuaikan dengan kebutuhan siswa yaitu

untuk meningkatkan kecerdasan moral. Orientasi program bersifat preventif

dengan menggunakan strategi dan tahap–tahap pelaksanaan kegiatan

mentoring halaqah. Rencana dan pola kegiatan tersebut dijabarkan ke dalam

komponen-komponen: (1) prinsip dasar, yang mencerminkan konsep

bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah, visi dan misi

bimbingan dan konseling, kebutuhan siswa; (2) tujuan layanan bimbingan

kelompok, khususnya bagi penyesuaian diri remaja di SMA; (3) isi bimbingan

kelompok, yang meliputi layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan

perencanaan individual dan (4) dukungan sistem.

4. Bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah yang diterapkan

kepada siswa terbukti efektif untuk meningkatkan kecerdasan moral siswa,

nilai rata-rata posttest lebih tinggi dari pretest. Dengan melihat bahwa skor

(44)

peningkatan pada kemampuan kecerdasan moral siswa setelah diberikan

kegiatan bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka peneliti merasa perlu

merekomendasikan pada beberapa pihak terkait, yaitu guru bimbingan dan

konseling SMAN 6 Garut, Kepala Sekolah SMAN 6 Garut, dan peneliti

selanjutnya. Rekomendasi untuk masing-masing pihak dijelaskan sebagai berikut.

1. Bagi guru BK/konselor. Peningkatan kecerdasan moral remaja khususnya

untuk tingkat SMA serta pemahaman dan pengetahuan akan tugas-tugas

perkembangan remaja yang harus dimiliki oleh setiap siswa merupakan sangat

penting, maka program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring

halaqah bisa dilaksanakan oleh personil bimbingan dan konseling (BK) sebagai salah satu program dalam melakukan kegiatan bimbingan dan

konseling di SMA, khususnya dalam pelaksanaan bimbingan kelompok.

Keterbatasan program ini adalah kurang dikenalnya metode halaqah oleh

personel bimbingan atau guru pembimbing secara umum, sehingga dalam

mengimplementasikannya akan menemukan kesulitan. Untuk mengatasi

kesulitan tersebut, selain dituntut kreativitas guru pembimbing ada beberapa

prasyarat yang harus dipenuhi oleh guru pembimbing yang akan

melaksanakan program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring

halaqah, antara lain: (1) pemahaman dan pengetahuan guru pembimbing

(45)

materi-materi halaqah; (3) kemampuan guru pembimbing dalam

mengembangkan materi bimbingan, layanan dasar bimbingan, layanan

responsif dan layanan individual; serta (4) persiapan pribadi dari guru

pembimbing, karena harus memposisikan diri sebagai seorang murabbi dan

harus memiliki pemahaman tentang kualitas pribadi konselor.

2. Bagi Kepala Sekolah. Kepala sekolah diharapkan dapat memberikan

kebijakan dalam memfasilitasi dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi

perkembangan siswa dalam kecerdasan moral, misalnya dengan mendorong

dan memberi fasilitas bagi kegiatan bakti sekolah di lingkungan sekitar atau

daerah lain yang tertimpa musibah. Kemudian untuk menunjang pelaksanaan

mentoring halaqah dengan baik, Kepala sekolah juga memberi kesempatan

kepada guru bimbingan dan konseling untuk memperoleh pemahaman dan

kemahiran tentang mentoring halaqah yang masih awam dikenal di

lingkungan bimbingan dan konseling. dengan mengadakan training dan

lokakarya.

3. Bagi peneliti selanjutnya. Penelitian ini merupakan pengembangan dari

penelitian yang dilakukan oleh Budi Ediya Permana yang berjudul Program

Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Halaqah untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Remaja. Dalam penelitian tersebut

menggunakan pendekatan halaqah dalam bimbingan kelompok metode

klasikal (kelompok besar). Sedangkan, penelitian yang dilakukan penulis

mencoba konsep awal halaqah, yaitu duduk melingkar, lesehan dengan

(46)

dengan penelitian terdahulu adalah pada pelaksanaan bimbingan kelompok.

Untuk itu kepada peneliti selanjutnya, direkomendasikan untuk meneliti dan

mengembangkan model atau program konseling kelompok dengan tema yang

lebih spesifik. Juga, perlu dikembangkan topik kecerdasan moral secara lebih

terfokus terutama pada aspek-aspek yang masih mengalami perkembangan

yang kurang signifikan dan mempertajam kajian teoritis untuk menemukan

konsep kecerdasan moral yang lebih mendalam dan signifikan, menggunakan

strategi dan metode penelitian lain yang lebih representatif dan melaksanakan

proses evaluasi secara totalitas. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah

menggunakan data tambahan seperti observasi dan wawancara agar hasil yang

didapat lebih mendalam dan sempurna, karena tidak semua hal dapat

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’anul Karim

ABKIN (2008), Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Publikasi Jurusan PPB-FIP-UPI

Albanna, H. (2005). Risalah Pegerakan Ikhwanul Muslimin 1. Jakarta: Era Intermedia.

Albanna, H. (2005). Risalah Pegerakan Ikhwanul Muslimin 2. Jakarta: Era Intermedia.

Ali & Asrori, M. (2008). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Alkandahlawi, M.M.S. (2007). Kitab Ta’lim MuntakhabAhadits: Firman Allah dan Hadits-Hadits Pilihan Mengenai Sifat-Sifat Mulia Para Sahabat Nabi SAW. Bandung: Pustaka Ramadhan.

Arifin, H.M. (1991). Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Asy’ari, M. H. (2007). Etika Pendidikan Islam. Yogyakarta: Titian Wacana. Azzahrani, M.B.S. (2005). Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani Press.

Boeree, G. (2003). Intelligence and IQ. [Online]. Tersedia: http://webspace.ship.edu/cgboer/intelligence.html. [5 September 2011].

Boeree, G. (2005). Personality Theories. Yogyakarta: Prismasophie.

Borba, M. (2008), Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta: Gramedia Pustaka.

BKKBN. (2007). 42,3% Siswa Cianjur Berhubungan Seks Pranikah. Tersedia: http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.php?MyID=519 [5 September 2011].

Burke, R.J. & McKeen, C.A. (1989). “Developing Formal Mentoring Programs in Organizations”. Journal of Business Quarterly, 53, (3), 76-99.

Gambar

Tabel 3.1.  Desain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol  ...........................
Gambar
Gambar 3.1. Bagan Rancangan Penelitian
Tabel 3.1. Desain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Subjek dalam penelitian ini berupa sari daun jambu biji yang dibagi menjadi empat jenis perlak uan yaitu control, perlakuan dengan kensentrasi 40%, perlakuan dengan konsentrasi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur bibit 7 hss dan disiang pada 21 dan 42 hst menunjukkan hasil yang lebih baik pada komponen tinggi

Dari beberapa pembahasan yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain: 1) Dalam proses pembelajaran tematik, guru memanfaatkan

pengambilan kebijakan-kebijakan politik yang diambil oleh suprastruktur politik, guna sebagai penyalur atau penyampai aspirasi dari berbagai kelompok pada suatu Negara dalam

Sasaran reformasi birokrasi pada lima tahun pertama difokuskan pada penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN,

Abstrak —Struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari dua atau lebih material berbeda sifat dan karakteristik yang berkerja bersama sama untuk memikul beban yang

‘Abd Allah Nasih ‘Ulwan (2006) dalam bukunya yang begitu terkenal, Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam, telah menggariskan tujuh aspek pendidikan yang perlu dilaksanakan oleh setiap pihak