PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU LINGAYAN
UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT
DAN IKAN KERAPU
KASIM MANSYUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengelolaan Sumberdaya Pulau Lingayan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut Dan Ikan Kerapu” adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2008
RINGKASAN
Kasim Mansyur. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU LINGAYAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN IKAN KERAPU. Di bawah bimbingan: Prof. DR. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan DR. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.
Penelitian ini dilakukan di Pulau Lingayan dan memiliki tujuan; (1) menganalisisi potensi sumberdaya perairan Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu; (2) menganalisis kelayakan usaha pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan; dan (3) merumuskan strategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Beberapa faktor pembatas parameter fisika dan kimia perairan menjadi input dalam analisis spasial yang menggunakan Sistem Informasi Geografis dan analisis daya dukung lingkungan, selain itu juga dilakukan analisis kelayakan usaha, dan analisis SWOT dan QSPM.
Berdasarkan analisis terhadap beberapa faktor pembatas fisika kimia perairan untuk budidaya rumput laut dan ikan kerapu, diketahui bahwa potensi sumberdaya lingkungan di Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut metode tali rawai adalah seluas 786,5 Ha, dan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu sistem KJA adalah seluas 119,2 Ha. Daya dukung lingkungan untuk budidaya rumput laut metode tali rawai adalah sebanyak 9.166 unit usaha budidaya, sedangkan ikan kerapu sistem KJA sebanyak 4.985 unit
KJA ikan kerapu. Penilaian kelayakan usaha menggunakan investment criteria
menunjukkan angka positif, untuk budidaya rumput laut nilai R/C: 2,13 sedangkan budidaya Ikan Kerapu memiliki nilai R/C: 1.23; NPV: Rp.9.870.509; Net B/C: 1.07 dan IRR: 22.81 %. Ini menunjukkan usaha budidaya tersebut layak dikembangkan.
Berdasarkan analisis SWOT dan QSPM, strategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan adalah: (1) memfasilitasi penyediaan bibit unggul untuk mendukung pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu; (2) menfasilitasi pengembangan usaha budidaya laut menjadi usaha ekonomi produktif masyarakat pulau yang berkelanjutan; (3) menfasilitasi terbentuknya kelompok usaha nelayan pembudidaya dan peningkatan kemampuan SDM; (4) menfasilitasi penyediaan modal usaha pengembangan budidaya laut; (5) pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat Pulau Lingayan melalui peningkatan produksi dan kualitas hasil laut dari budidaya; (6) menfasilitasi akses pasar yang lebih luas yang dapat diakses oleh masyarakat; dan (7) membuat dan menetapkan perencanaan tata ruang kawasan budidaya laut di Pulau Lingayan.
ABSTRACT
Kasim Mansyur. MANAGEMENT OF LINGAYAN ISLAND RESOURCES FOR SEAWEEDS CULTURE AND GROUPERS CULTURE DEVELOPMENT. Under supervision of Prof. DR. Ir. Dedi Soedharma, DEA and DR. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.
This research was done in Lingayan island. The aims of this research are; (1) to identify the environmental resources potencies for enhance seaweeds culture and grouper culture; (2) To analyse economic visibility effort in enhancing seaweeds and grouper in Lingayan island; and (3) develop seaweed culture and groupers culture strategy in Lingayan Island. The research used Geografis Information System Analysis, Visibility study, SWOT analysis and QSPM.
The potencies of environment resources in Lingayan Island for seaweeds culture was 786,5 ha and to grouper culture was 119,2 ha. For seaweed culture, with capacity per unit is about 9.166 units, and groupers culture is about 4.985 units. Cashflow of activities of seaweed cultures analysed by R/C 2.13 and groupers cultures by R/C: 1.23; NPV: Rp.9.870.509; Net B/C: 1.07 dan IRR: 22.81%.
The primary strategies of management are: (1) to facilitate a seeds supply to support seaweeds culture and groupers cultures development, (2) to facilitate the local community achievement of enhancing marine culture activity as a primary livelihood sustainable activity, (3) to facilitate local community in a fishers group and include training programs, (4) to facilitate capital adequacy effort for marine culture, (5) community empowerment and to enhancing economy of community at Lingayan island with encreasing of productivity and quality marine culture product, (6) to facilitate opening of broader market of which can be accessed by local community, (7) Build spatial planning for marine culture zone in Lingayan island.
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian
Bogor
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU LINGAYAN
UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT
DAN IKAN KERAPU
KASIM MANSYUR
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Pengelolaan Sumberdaya Pulau Lingayan Untuk
Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu
N a m a : Kasim Mansyur
N R P : C 251 030 091
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Ketua
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji syukur dari segenap keikhlasan hati kepada Allah Maha Pengasih,
Maha Penyayang, Maha Besar, yang mengajarkan makhluknya melalui
perantara Kalam-Nya, yang tiada hentinya mengurus dan memelihara
mahluk-Nya siang dan malam, yang memberikan pelajaran dan petunjuk pada yang
dikehendaki-Nya dan membebani mahluknya sesuai kemampuannya, sehingga
penulisan Tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini adalah hasil penelitian yang insyaAllah memberikan pengayaan
dan manfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis. Dalam pelaksanaan
penelitian ini, penulis telah mendapatkan kemudahan dan bantuan dari berbagai
pihak, olehnya tidaklah berlebihan untuk menghaturkan ucapan terima kasih
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedarma, DEA, selaku ketua komisi pembimbing
dan Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc, selaku anggota komisi
pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan,
dan masukan;
2. Bapak/ibu staf pengajar dan administrasi PS. SPL IPB yang membantu
proses penyelesaian studi penulis;
3. Orang tuaku tercinta, Ayahanda Mansyur Djima dan ibundaku tercinta
Saharia (alm) ayahanda mertuaku Tis’in dan ibunda mertuaku Nurbayti,
untuk semua keikhlasan, doa dan dukungannya.
4. Istriku Musayyadah Tis’in yang diamanahkan-Nya kepadaku untuk
menyempurnakan ibadahku dan dia;
5. Segenap keluarga besar penulis atas kasih sayang, cinta dan motivasinya.
6. Teman-teman seperjuangan di SPL-IPB atas dukungan dan kerjasamanya.
7. Staf sekretariat dan perpustakaan yang membantu dengan koleksi
buku-bukunya serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, layaknya tiap-tiap makhluk ciptaan-Nya, pun tulisan ini tiada
belum mencapau paripurna dan memiliki kekurangan, olehnya penulis
mengharapkan saran dan koreksi konstruktif dari pembaca dan penggunanya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberi kita petunjukka dan karunia serta
meridhoi segala aktivitas kekhalifahan kita, amin
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Maluku Utara pada tanggal 03 April 1975 dari Ayah
Mansyur Djima dan Ibu Saharia. Penulis adalah anak kelima dari tujuh orang
bersaudara.
Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh di Program Studi Eksplorasi
Sumberdaya Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar dan berhasil menyelesaikan studi
pada tahun 2000. Penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan IPB pada Tahun 2003.
Penulis pernah bekerja di Lembaga Maritim Nusantara (LEMSA) Makassar
sebagai koordinator program, pada Tahun 2000 – Tahun 2003. Sejak Tahun
2000 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai dosen Universitas Cokroaminoto
Makassar, dan juga bekerja di Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Kegunaan Penelitian ... 5
1.5. Kerangka Pemikiran ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Pulau-Pulau Kecil ... 8
2.2. Potensi Dan Kendala Pengembangan Pulau-Pulau Kecil ... 9
2.3. Pengembangan Budidaya Laut di Pulau-Pulau Kecil ... 11
2.4. Budidaya Rumput Laut ... 12
2.5. Budidaya Ikan Kerapu ... 14
2.6. Budidaya Laut Yang Berkelanjutan ... 16
2.7. Metode Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut ... 17
2.7.1. Aplikasi Sistem Informasi Geografis ... 17
2.7.2. Daya Dukung Lingkungan ... 18
2.8. Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Budidaya Laut ... 19
III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22
3.2. Pengumpulan Data ... 23
3.3. Responden ... 25
3.4. Analisis Data ... 26
3.4.1. Analisis Kesesuaian Dan Potensi Lahan ... 26
3.4.2. Analisis Daya Dukung Lingkungan ... 30
3.4.3. Analisis Kelayakan Usaha ... 30
3.4.4. Perumusan Strategi Pengelolaan Dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Dan Ikan Kerapu ... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37
4.1.1. Letak Geografis dan Administrasi ... 37
4.1.2. Aksesibilitas ... 37
4.1.3. Topografi dan Fisiografi ... 37
4.1.4. Klimatologi ... 39
4.2. Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat ... 41
4.2.1. Penduduk ... 41
4.2.2. Tingkat Pendidikan ... 41
4.2.3. Mata Pencaharian ... 41
4.3. Sarana dan Prasarana ... 42
4.3.2. Sarana Pendidikan ... 43
4.3.3. Sumber Air Bersih ... 43
4.3.4. Energi Listrik ... 44
4.3.5. Sarana Ibadah ... 44
4.3.6. Sarana Telekomunikasi ... 44
4.3.7. Sarana Pendukung Perikanan ... 45
4.4. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan ... 45
4.4.1. Perikanan Tangkap ... 45
4.4.2. Perikanan Budidaya ... 46
4.5. Aspek Teknis Budidaya Laut ... 47
4.5.1. Ketersediaan Bibit ... 47
4.5.2. Ketersediaan Bahan ... 48
4.5.3. Ketersediaan Pakan ... 49
4.5.4. Aksesibilitas dan Keterjangkauan Pasar ... 50
4.5.5. Kelembangaan Ekonomi ... 51
4.6. Potensi Sumberdaya ... 52
4.6.1. Karakterisitik Fisika Perairan ... 53
4.6.2. Karakteristik Kimia Perairan ... 61
4.7. Kondisi Ekosistem ... 65
4.7.1. Terumbu Karang ... 65
4.7.2. Lamun ... 67
4.7.3. Mangrove ... 67
4.7.4. Vegetasi Darat ... 68
4.7.5. Potensi Lainnya ... 69
4.8. Potensi Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu ... 70
4.8.1. Kesesuaian Lahan/Perairan Untuk Budidaya Rumput Laut .... 70
4.8.2. Kesesuaian Lahan/Perairan Untuk Budidaya Ikan Kerapu ... 75
4.8.3. Penataan Kawasan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu 78
4.8.4. Daya Dukung Lingkungan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut ... 81
4.8.5. Daya Dukung Lingkungan Untuk Pengembangan Budidaya Ikan Kerapu ... 82
4.9. Kelayakan Usaha Budidaya ... 83
4.9.1. Budidaya Rumput Laut ... 83
4.9.2. Budidaya Ikan Kerapu ... 84
4.10. Strategi Pengelolaan Dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Dan Ikan Kerapu di Pulau Lingayan ... 87
4.11. Arahan Strategi Pengelolaan Dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Dan Ikan Kerapu di Pulau Lingayan ... 100
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 107
5.2. Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 110
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi ... 12
2 Kriteria yang diinginkan untuk lokasi budidaya rumput laut... 13
3 Jenis ikan kerapu yang bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan .... 15
4 Nilai ideal yang dinginkan dari parameter utama pemilihan lokasi perairan untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA ... 16
5 Parameter lingkungan perairan yang digunakan dalam penelitiaan ... 24
6 Matriks kesesuaian lahan/perairan untuk budidaya rumput laut metode tali rawai (long lines) ... 27
7 Matriks kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA... 28
8 Matriks IFAS dan EFAS dalam analisis SWOT ... 34
9 Matriks gabungan IFAS dan EFAS... 34
10 Matriks perencanaan strategis kuantitatif/QSPM (David, 2001) ... 36
11 Harga ikan karang menurut jenisnya... 51
12 Kondisi terumbu karang di Pulau Lingayan ... 66
13 Matrix pembobotan dan scoring kesesuaian untuk budidaya rumput laut ... 71
14 Data dan kriteria faktor pembatas / kualitas perairan di Pulau Lingayan untuk analisis kesesuaian budidaya rumput laut ... 72
15 Potensi perairan/lahan untuk pengembangan budidaya rumput laut Metode tali rawai (long lines... 73
16 Data dan kriteria faktor pembatas / kualitas perairan di Pulau Lingayan untuk analisis kesesuaian lahan budidaya ikan kerapu sistem KJA... 75
17 Kriteria kesesuaian berdasarkan pemberian bobot dan skor pada tiap-tiap parameter ... 76
18 Potensi perairan di pulau Lingayan untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA ... 76
19 Potensi lahan/perairan untuk pengembangan budidaya laut setelah dilakukan penataan kawasan budidaya di P.Lingayan ... 79
20 Hasil analisis kelayakan usaha pengembangan budidaya ikan kerapu .. 86
21 Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) ... 97
22 Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) ... 98
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pikir pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut
dan ikan kerapu di Pulau Lingayan ... 7
2 Peta lokasi penelitian dan stasiun pengambilan data parameter lingkungan di Pulau Lingayan... 22
3 Tipe pantai di Pulau Lingayan; (A) tipe pantai berpasir; (B) tipe pantai berbatu yang tersusun dari batuan gamping terumbu; dan (C) tipe pantai berbatu yang tersusun dari batuan granit ... 39
4 Beberapa aktivitas ekonomi masyarakan di Pulau Lingayan ... 42
5 Sarana pendidikan sekolah dasar di Pulau Lingayan... 43
6 Sumber air bersih di Pulau Lingayan ... 44
7 Sarana perikanan tangkap di Pulau Lingayan... 45
8 Pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Pulau Lingayan ... 46
9 Budidaya rumput laut di Pulau Lingayan ... 47
10 Grafik pasang surut di perairan Pulau Lingayan ... 53
11 Peta kedalam perairan di Pulau Lingayan ... 57
12 Peta kecerahan perairan di Pulau Lingayan ... 58
13 Peta kekeruhan perairan di Pulau Lingayan ... 59
14 Peta sebaran suhu perairan di Pulau Lingayan ... 60
15 Peta sebaran subtrat dasar perairan di Pulau Lingayan ... 61
16 Peta sebaran salinitas perairan di Pulau Lingayan ... 62
17 Kondisi tutupan karang yang masih bagus dan didominasi oleh Acropora sp. ... 65
18 Grafik penutupan karang di perairan sekitar Pulau Lingayan (DKP,2006) 66 19 Kondisi padang lamun di sekitar perairan Pulau Lingayan yang didominasi oleh jenis Enhalus acoroides dan Cymodocea sp. ... 67
20 Ekosistem mangrove di Pulau Lingayan yang didominasi yang didominasi oleh jenis Rhizophora sp. dan Avicennia sp. ... 68
21 Beberapa jenis vegetasi darat yang dominan di Pulau Lingayan ... 68
22 Beberapa biota laut yang dilindungi dan dieksploitasi di P.Lingayan ... 70
23 Peta potensi lahan/perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut metode tali rawai (longlines) di Pulau Lingayan ... 74
24 Peta potensi lahan/perairan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu sistem KJA di Pulau Lingayan ... 77
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data hasil pengukuran kualitas perairan di sekitar Pulau Lingayan .... 114
2. Analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni) metode tali rawai di Pulau Lingayan ... 115
3. Proyeksi cashflow usaha budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni) metode tali rawai di Pulau lingayan ... 117
4. Analisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA di Pulau Lingayan ... 116
5. Proyeksi cashflow usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA di pulau lingayan ... 117
6. Matriks SWOT ... 118
7. Matriks Quantitative Strategies Planning Matriks (QSPM) ... 119
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pulau-pulau kecil di Indonesia sampai saat ini masih kurang tersentuh oleh
aktifitas pembangunan. Hal ini dilatarbelakangi atas beberapa alasan, antara
lain: (1) kebanyakan pulau-pulau kecil tidak berpenghuni karena ukurannya yang
relatif sangat kecil; (2) kalaupun berpenghuni, jumlah penduduknya sedikit
sehingga tidak menjadi prioritas utama dalam pembangunan; dan (3) pulau-pulau
kecil cenderung terisolasi dan jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi,
sehingga diperlukan investasi yang besar (high cost investment) dalam
pembangunannya. Kenyataan ini cukup menggambarkan bahwa eksistensi
pulau-pulau kecil di Indonesia kerap menjadi daerah hinterland yang
termarjinalkan. Padahal pulau-pulau kecil di Indonesia pada kenyataannya
memiliki potensi pembangunan yang cukup besar karena didukung oleh
eksistensi sumberdaya alam dan ekosistem alami dengan produktifitas tinggi,
seperti : terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Sumberdaya
hayati laut tersebut memiliki potensi keragaman dan nilai ekonomis tinggi dari
berbagai biota laut yang berinteraksi di dalamnya.
Pulau-pulau kecil memiliki arti penting dalam pengembangannya, antara
lain: (i) secara ekonomi, potensi sumberdaya hayati dan non-hayati cukup besar,
sehingga pengembangannya yang optimal dan berkelanjutan bisa menjadi
sumber pertumbuhan ekonomi baru, (ii) secara sosial, pengembangan pulau-
pulau kecil selain akan meningkatkan harkat dan martabat masyarakat pulau,
juga akan mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah; (iii) secara
geopolitik, pengembangan pulau-pulau kecil terutama di kawasan perbatasan
akan menjamin keamanan dan ketahanan wilayah NKRI; dan (iv) secara
ekologis, pengembangan pulau-pulau kecil akan meningkatkan pengawasan
terhadap ancaman kerusakan ekosistem yang dapat disebabkan oleh faktor alam
maupun manusia.
Pulau Lingayan yang pada beberapa referensi (Peraturan Presiden RI
No.78 Tahun 2005 dan Dishidros TNI-AL, 2003) disebut dengan Pulau Lingian,
merupakan salah satu dari 92 buah pulau kecil terluar di Indonesia. Secara
sejak Tahun 2000, yang sebelumnya merupakan wilayah administratif Kabupaten
Buol Tolitoli. Berdasar pada UU No. 51 Tahun 1999, Kabupaten Buol Tolitoli
dimekarkan menjadi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Tolitoli sebagai Kabupaten
induk, dan Kabupaten Buol sebagai Kabupaten hasil pemekaran. Pulau
Lingayan adalah satu dari 38 buah pulau kecil terluar yang telah berpenghuni
dimana masyarakat yang tinggal di pulau ini sebagian besar bermata
pencaharian sebagai nelayan (DKP, 2006).
Berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat Pulau
Lingayan, belum mampu meningkatkan taraf hidup mereka atau dengan kata lain
bahwa tingkat kesejahteraan mereka masih sangat rendah. Masyarakat di Pulau
Lingayan sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya alam yang terdapat
di sekitar pulau. Mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari dari
kegiatan perikanan tangkap dengan komoditas berbagai jenis ikan karang dan
utamanya ikan karang hidup (berbagai jenis ikan kerapu, sunu dan napoleon).
Selain itu terdapat pula sebagian kecil masyarakat yang masih bertahan dengan
melakukan kegiatan budidaya rumput laut. Pemanfaatan sumberdaya perikanan
di Pulau Lingayan tidak saja dilakukan oleh masyarakat pulau, tetapi juga oleh
dilakukan oleh masyarakat dari luar kawasan yang kerap melakukannya dengan
menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom ikan dan
bius (potassium sianida). Berbagai aktivitas pemanfaatan sumberdaya perikanan
baik yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Lingayan maupun oleh nelayan dari
luar kawasan telah memberikan tekanan bagi kondisi sumberdaya yang ada di
pulau ini. Hal ini diindikasikan dengan semakin menurunnya kondisi ekosistem
terumbu karang di sekitar Pulau Lingayan dan lebih lanjut berpengaruh pada
semakin berkurangnya jumlah tangkapan ikan nelayan.
Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Buol Tolitoli melalui Dinas
Pertanian pada Tahun 1999 telah melakukan upaya peningkatan ekonomi
masyarakat nelayan Pulau Lingayan dengan melakukan program pengembangan
mata pencarian alternatif melalui usaha budidaya rumput laut. Program ini
berjalan selama lima bulan dan dilakukan melalui pemberian bibit rumput laut
(Eucheuma sp.) dan bantuan modal usaha. Akan tetapi program ini tidak
mencapai tujuannya karena memiliki beberapa kelemahan dalam
perencanaannya, yang diindikasikan dengan tidak berkelanjutannya usaha
budidaya laut tersebut, tidak berkembang menjadi usaha ekonomi produktif, dan
Eksistensi Pulau Lingayan sebagai pulau kecil terluar dan berpenghuni
memiliki arti yang cukup strategis dan mendapatkan perhatian pemerintah pada
beberapa tahun terakhir ini. Pemerintah Kabupaten Tolitoli melalui Dinas
Perikanan dan Kelautan sebagai salah satu institusi yang mengemban tugas
pelayanan bagi masyarakat khususnya bagi nelayan, pembudidaya, pengolah
dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Tolitoli telah
mengarahkan dan mencanangkan program pengembangan budidaya rumput laut
dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Lebih lanjut program ini sejalan dengan misi
pembangunan perikanan dan kelautan Kabupaten Tolitoli Tahun 2006-2011,
yang antara lain: (i) meningkatkan pengelolaan sumberdaya perikanan dan
kelautan secara optimal dan berkelanjutan; (ii) meningkatkan pelayanan prima
bagi pengembangan usaha perikanan dan kelautan yang berdaya saing; (iii)
meningkatkan pembinaan dan kualitas pelaku perikanan dan kelautan secara
berkeadilan; (iv) meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya, pengolah,
masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil; (v) meningkatkan pengembangan
revitalisasi budidaya udang, rumput laut, dan ikan kerapu; dan (vi) meningkatkan
pengelolaan dan pemberdayaan pulau kecil terluar.
Pengembangan budidaya laut di Pulau Lingayan dimaksudkan untuk
meningkatkan taraf hidup dan menggairahkan perekonomian masyarakat Pulau
Lingayan, dimana juga dimaksudkan untuk mengurangi dampak merugikan bagi
ekosistem utama yang ada akibat ekstraksi langsung sumberdaya alam di sekitar
pulau yang cenderung meningkat (Diskanlut Kabupaten Tolitoli, 2006).
1.2. Perumusan Masalah
Pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan
yang diarahkan dan dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolitoli melalui
Dinas Perikanan dan Kelautannya, sudah semestinya dapat bercermin pada
program serupa sebelumnya yang pernah dilakukan di pulau ini. Kelemahan
perencanaan program yang tidak didasari atas pemahaman potensi yang ada
dan berbagai faktor internal dan ekternal yang dihadapi menyebabkan
implementasi program ini tidak mencapai tujuannya, dalam hal meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Pulau Lingayan, keberlanjutan usaha budidaya, dan
Pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan
sudah semestinya didasari pada pemahaman kondisi dan karakteristik
lingkungan perairan yang ada di Pulau Lingayan dan dapat memenuhi skala
ekonomi yang optimal dan menguntungkan bagi masyarakat Pulau Lingayan
untuk tujuan pemberdayaan dan mengangkat taraf hidup mereka. Selain itu
pemahaman terhadap kondisi internal dan eksternal sangat penting untuk
menyusun perencanaan pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut
dan ikan kerapu kedepan.
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan Pulau Lingayan
untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. Belum ada data dan informasi berkenaan dengan potensi dan daya dukung
lingkungan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di
Pulau Lingayan. Tidak adanya dukungan data dan informasi ini lebih lanjut
menjadi permasalahan dan kelemahan dalam perumusan rencana strategi
pengembangan budidaya laut di Pulau Lingayan kedepan,
b. Belum ada kajian kelayakan usaha pengembangan budidaya rumput laut
dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Sebagaimana diketahui, bahwa
budidaya rumput laut dan ikan kerapu merupakan kegiatan ekonomi yang
membutuhkan kajian dan telaah dari aspek kelayakan usahanya,
c. Belum tersusunnya perencanaan strategi pengembangan budidaya rumput
laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Tidak adanya rencana strategi
menyebabkan kelemahan dalam pencapaian tujuan program kedepan.
Berdasarkan pada perumusan permasalahan tersebut diatas, maka
dipandang perlu untuk melakukan suatu kajian pengelolaan Pulau Lingayan
untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis potensi sumberdaya perairan Pulau Lingayan untuk
pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu,
2. Menganalisis kelayakan usaha pengembangan budidaya rumput laut dan
3. Merumuskan stategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput
laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dan rekomendasi bagi
Pemerintah Kabupaten Tolitoli dalam mengimplementasikan program
pengelolaan sumberdaya Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya
rumput laut dan ikan kerapu kedepan. Selain itu, penelitian ini juga dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat, pengusaha perikanan, dan investor untuk
mengembangkan usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau
Lingayan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dilakukan melalui dua pendekatan,
yakni pendekatan kedaulatan dan pendekatan ekonomi. Sedangkan
prinsip-prinsip dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah wawasan nusantara,
berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Paradigma pembangunan perikanan
yang berkembang saat ini adalah pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development), dimana diharapkan nelayan mampu mengembangkan
keanekaragaman sumberdaya perikanan yang ada menjadi tumpuan di masa
mendatang secara mandiri. Salah satu alternatif yang cukup strategis adalah
melalui peningkatan kegiatan budidaya laut, khususnya budidaya dengan
komoditas ekspor, seperti budidaya rumput Iaut dan ikan kerapu. Hal ini sejalan
dengan arahan dan pencanangan oleh Pemerintah Kabupaten Tolitoli untuk
mengembangkan Pulau Lingayan sebagai lokasi pengembangan budidaya
rumput laut dan ikan kerapu.
Pengelolaan pemanfaatan sumberdaya Pulau Lingayan harus memenuhi
segenap kriteria pembangunan berkelanjutan, yakni secara ekonomi efisien dan
optimal (economically sound), secara sosial-budaya berkeadilan dan dapat
diterima masyarakat (sosio-culturally accepted and just), secara ekologis tidak
melampaui daya dukung lingkungan (environmentally friendly). Begitu pula
dalam pelaksanaan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di
dan sesuai daya dukungnya, serta bisa memenuhi skala ekonomi yang optimal
dan menguntungkan bagi masyarakat.
Analisis potensi sumberdaya lingkungan perairan dalam hal kesesuaian
lahan dan daya dukung lingkungannya, dilakukan melalui pendekatan analisis
spasial. Analisis ini akan menggunakan faktor-faktor pembatas lingkungan, yakni
kondisi fisika dan kimia perairan. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
pendekatan analisis spasial yang digunakan untuk menganalisis potensi
lingkungan perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu
di Pulau Lingayan. Selain itu, hal penting dalam menentukan potensi lingkungan
perairan untuk kegiatan budidaya laut adalah pembatasan pada sistem budidaya
yang akan dikembangkan. Dengan demikian, dalam penelitian ini sistem
budidaya rumput laut adalah yang menggunakan tali rawai (longlines) dan lepas
dasar, serta budidaya ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung (KJA).
Dengan demikian kriteria faktor pembatas lingkungan untuk potensi lahan
disesuaikan dengan jenis komoditi dan sistem budidaya tersebut.
Sebagaimana diketahui, bahwa budidaya rumput laut dan ikan kerapu
merupakan kegiatan ekonomi yang membutuhkan kajian dan telaah dari aspek
kelayakan usahanya. Untuk itu dilakukan analisis kelayakan usaha melalui
investment criteria. Dengan demikian akan diketahui apakah pengembangan
usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di pulau Lingauan dapat memenuhi
skala ekonomi yang optimal dan memberikan keuntungan bagi masyarakat Pulau
Lingayan kedepan.
Input dalam perumusan strategi pengembangan budidaya rumput laut dan
ikan kerapu di Pulau Lingayan didasarkan pada hasil analisis dan pemahaman
dan telaah terhadap berbagai faktor internal dan eksternal yang berkaitan
dengan pengembangan usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau
Lingayan. Analisis dilakukan untuk merumuskan strategi yang tepat untuk
diterapkan dalam pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau
Lingayan. Analisis SWOT digunakan dalam perumusan strategi ini, dengan
demikian diharapkan dapat dirumuskan kebijakan yang tepat bagi
pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu laut di Pulau Lingayan
Gambar 1 Kerangka pikir pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan
Potensi Sumberdaya
Pulau Lingayan
Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu
di Pulau Lingayan Kelayakan Usaha
Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu
Perumusan Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput
Laut dan Ikan Kerapu
Kesesuaian, Potensi, dan Daya Dukung Lahan/Perairan untuk Budidaya
Rumput Laut dan Ikan Kerapu
Kriteria Pemilihan Lokasi :
- Budidaya Rumput Laut - Budidaya Ikan Kerapu Penilaian
dan Pengkajian
Kondisi/Faktor Internal dan
Eksternal Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Karakteristik Pulau-Pulau Kecil
Pada hakekatnya yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau yang
berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland)
dan memiliki batas yang pasti, terisolasi dari habitat lain, sehingga mempunyai
sifat insuler. Keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman
organisme yang hidup dan dapat membentuk kehidupan yang unik di pulau
tersebut (Dahuri, 1998).
Beberapa karakteristik yang umum dijumpai di pulau-pulau kecil dapat
dikategorikan ke dalam aspek lingkungan hidup dan sosial-ekonomi-budaya.
Karakteristik yang berkaitan dengan lingkungan hidup menurut Brookfield
(1990) dalam Dahuri (2003) antara lain :
a. Pulau-pulau kecil memiliki daerah resapan (catchment area) yang sempit,
sehingga sumber air tawar yang tersedia sangat rentan terhadap
pengaruh instrusi air laut,
b. Pulau-pulau kecil memiliki daerah pesisir yang sangat terbuka (rasio
antara panjang garis pantai dengan luas area relatif besar), sehingga
lingkungannya sangat mudah dipengaruhi oleh dinamika perairan di
sekitarnya,
c. Spesies organisme yang hidup di pulau-pulau kecil pada umumnya
bersifat endemik,
d. Pulau-pulau kecil memiliki sumberdaya alam terestrial yang sangat
terbatas, baik yang berkaitan dengan sumberdaya alam mineral, air tawar,
maupun dengan kehutanan dan pertanian.
Menurut Hein (1990) dalam Dahuri (2003), bahwa karakteristik
pulau-pulau kecil yang berkaitan dengan faktor sosial-ekonomi-budaya antara lain :
a. Pulau-pulau kecil memiliki infrastruktur yang sangat terbatas sehingga
sulit mengundang kegiatan bisnis dari luar pulau (diseconomies of scale),
b. Pulau-pulau kecil memiliki pasar domestik dan sumberdaya alam yang
kecil, sehingga iklim usahanya kurang kompetitif. Hal ini akan
mempersulit terjalinnya kerjasama melalui perdagangan internasional
c. Kegiatan ekonomi di pulau-pulau kecil sangat terspesialisasi, yakni
eksport dan tergantung pada import,
d. Pulau-pulau kecil biasanya sangat tergantung pada bantuan luar
meskipun memiliki potensi yang bernilai strategis,
e. Jumlah penduduk yang ada di pulau-pulau kecil tidak banyak dan
biasanya saling mengenal satu sama lainnya, serta terikat oleh hubungan
persaudaraan.
Secara teoritis, ada beberapa kriteria dalam menentukan batasan suatu
pulau kecil, yakni: (1) batasan fisik-luas pulau: (2) batasan ekologis; dan (3)
keunikan budaya. Di wilayah pulau-pulau kecil terdapat satu atau lebih sistem
lingkungan (ekosistem) pesisir dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir
tersebut dapat bersifat alamiah atau buatan (man-made).
2.2. Potensi Dan Kendala Pengembangan Pulau-Pulau Kecil
Potensi sumberdaya alam di pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya
alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam yang tidak
dapat pulih (non renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan
(environmental secvices). Sumberdaya yang dapat pulih antara lain:
sumberdaya ikan, plankton, benthos, moluska, krustasea, mamalia laut, rumput
laut atau seaweed, lamun atau seagrass, mangroves dan terumbu karang.
Selanjutnya, sumberdaya alam yang tidak dapat pulih antara lain: minyak dan
gas, biji besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya.
Sedangkan yang termasuk jasa-jas lingkungan adalah pariwisata, perhubungan
laut, dan lainnya (Bengen, 2006). Selain segenap potensi pembangunan di
atas, ekosistem pulau-pulau kecil juga memiliki peran dan fungsi yang sangat
menentukan bukan saja bagi kesinambungan pembangunan ekonomi, tetapi
juga bagi kelangsungan hidup manusia. Yang paling utama adalah fungsi dan
peran ekosistem pesisir dan lautan di pulau-pulau kecil sebagai pengatur iklim
global (termasuk dinamika La-Nina ), siklus hidrologi dan biogekimia, penyerap
limbah, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di
daratan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan tersebut
mestinya secara seimbang diikuti dengan upaya konservasi, sehingga dapat
berlangsung secara optimal dan berkelanjutan .
Potensi yang umumnya dimiliki pulau-pulau kecil menurut Dolman (1990)
kegiatan kepariwisataan. Pengembangan marikultur atau budidaya laut di
pulau-pulau kecil diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak merusak
lingkungan. Kegiatan budidaya laut yang sesuai untuk pulau-pulau kecil dari
jenis komoditi perikanan yang biasanya dibudidayakan antara lain : rumput laut,
berbagai jenis ikan kerapu, teripang, dan kerang-kerangan.
Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar mengacu pada Peraturan Presiden
No. 78, Tahun 2005, tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Peraturan
Presiden ini merupakan dasar hukum bagi pemerintah dalam mengambil
kebijakan terhadap 92 buah pulau kecil terluar di Indonesia dan dinilai sangat
stategis untuk menyikapi dan mengambil langkah langkah yang tepat terhadap
berbagai isu dan permasalahan yang muncul terkait PPKT. Pengelolaan
pulau-pulau kecil terluat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan
kedaulatan dan pendekatan ekonomi. Sedangkan prinsi-prinsip dalam
pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah wawasan nusantara, berkelanjutan
dan berbasis masyarakat. (Numbery, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa
terdapat 3 (tiga) tujuan pokok yang ingin dicapai dengan diterbitkannya Pepres
tersebut, yaitu: (1) menjaga keutuhan NKRI, keamanan nasional, pertahanan
negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan; (2) memanfaatkan
sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan, dan (3)
memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih dihadapkan pada berbagai
kendala antara lain letaknya yang terpencil, terbatasnya sarana dan prasarana,
serta sumberdaya manusia. Disamping itu, didalam pemanfaatan pulau-pulau
kecil perlu memperhitungkan daya dukung pulau mengingat sifatnya yang
rentan terhadap perubahan lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya di kawasan
pulau-pulau kecil harus dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan
melibatkan peran serta masyarakat setempat sehingga dapat diwujudkan
pemanfaatan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil yang berkelanjutan dan
berbasis masyarakat (Dahuri, 2003).
Kawasan pulau-pulau kecil kerap dihadapkan dengan beberapa kendala
yang mesti menjadi perhatian dalam upaya pengembangannya. Menurut
UNESCO (1991) beberapa kendala pembangunan pulau-pulau kecil sebagai
berikut :
a. Ukuran yang kecil dan terisolasi (keterasingan), menyebabkan
sumberdaya manusia yang handal yang mau bekerja di pulau-pulau kecil
tersebut
b. Kesukaran atau ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi yang
optimal dan menguntungkan dalam hal administrasi, usaha produksi dan
transportasi sehingga turut menghambat pembangunan hampir semua
pulau-pulau kecil di dunia
c. Keterbatasan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan, seperti air
tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir (coastal ecosystem) dan satwa
liar, yang pada gilirannya menentukan daya dukung suatu sistem pulau
kecil dalam menopang kehidupan manusia penghuni dan segenap
kegiatan pembangunan.
d. Produktivitas sumbedaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di
setiap unit ruang (lokasi) di dalam pulau dan terdapat di sekitar pulau
(seperti ekosistem terumbu karang dan perairan pesisir) saling terkait satu
sama lainnya.
e. Budaya lokal kepulauan kadangkala bertentangan dengan kegiatan
pembangunan yang ingin dikembangkan.
2.3. Pengembangan Budidaya Laut di Pulau-Pulau Kecil
Pengembangan budidaya laut yang hendak diwujudkan di pulau kecil
adalah sistem usaha perikanan yang mampu menghasilkan produk yang berdaya
saing tinggi, menguntungkan, berkeadilan, dan berkelanjutan. Untuk dapat
merealisasikannya maka pengembangan budidaya perikanan seyogyanya
didasarkan pada beberapa hal, yaitu: (i) potensi dan kesesuaian wilayah untuk
jenis budidaya, (ii) kemampuan dan aspirasi masyarakat setempat dalam
mengadopsi dan menerapkan teknologi budidaya, (iii) pendekatan sistem bisnis
perikanan budidaya secara terpadu, dan (iv) kondisi serta pencapaian hasil
pembangunan budidaya perikanan yang menjadi leading sector (Dahuri, 2003).
Kondisi biofisik wilayah pesisir pulau-pulau kecil di Indonesia berbeda
antara satu dengan lainnya, sehingga berimplikasi pada kesesuaian (sustability)
untuk jenis budidaya perikanan yang dikembangkan (Dahuri, 2003). Dalam
pedoman umum pengelolaan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan dan berbasis
masyarakat (DKP, 2001), bahwa pulau-pulau kecil dengan luas kurang atau
sama dengan 2000 km2 hanya dapat digunakan untuk kepentingan terbatas, dan
Jenis-jenis komoditas yang dapat dikembangkan meliputi ikan kerapu, teripang
pasir, kerang-kerangan, dan rumput laut.
Dahuri (2002) mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan pemanfaatan
potensi pulau-pulau kecil, kegiatan pengembangan budidaya perikanan dapat
dilakukan melalui pembenihan, pembudidayaan, penyiapan prasarana, serta
pengelolaan kesehatan organisme dan lingkungan. Kegiatan tersebut
diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan produksi usaha
budidaya perikanan.
2.4. Budidaya Rumput Laut
Rumput laut (seaweed) merupakan nama dalam perdagangan nasional
untuk jenis alga yang dipanen dari laut. Dari segi morfologinya, rumput laut tidak
memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang, dan daun. Secara
keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai bentuk yang mirip, walaupun sebenarnya
berbeda, yaitu berbentuk thallus. Budidaya rumput laut di Indonesia banyak
dilakukan karena memiliki manfaat antara lain: sebagai pupuk organik, bahan
baku industri makanan dan kosmetika, sampai obat-obatan. Rumput laut yang
banyak dikembangkan yaitu jenis Eucheuma cottonii. Jenis ini banyak digunakan
oleh industri makanan, kosmetika dan farmasi di dunia karena banyak
mengandung carragenan (Nontji, 1993). Jenis-jenis rumput laut yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi
Jenis Rumput Laut Kelompok Penghasil
Eucheuma sp Karaginophytes Karaginan
Gracillaria sp Agarophytes Agar
Gelidium sp Agarophytes Agar
Sargasum sp Alginophytes Alginat
Sumber : BRKP (2001)
Dalam melakukan budidaya rumput laut, pemilihan lokasi merupakan hal
yang sangat menentukan berhasil tidaknya usaha budidaya. Untuk memperoleh
hasil yang memuaskan dari usaha rumput laut, hendaknya dipilih lokasi yang
sesuai dengan persyaratan tumbuh rumput laut (Anonim, 1992). Kriteria
kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) seperti pada
Tabel 2 Kriteria yang diinginkan untuk lokasi budidaya rumput laut. No Parameter Sangat Sesuai (S1) Sesuai (S2) Tidak Sesuai (N) Sumber
1 Kedalaman (m) 1,0 – 5,0 0,5 - <1,0 atau >5,0 - <10,0
<0,5 atau >10,0 Aslan (1998); Utoyo (2000) 2 Kecepatan Arus (m/s) 0,20 – 0,30 0,10 – 0,19 atau
0,30-0,40
< 0,10 atau >0,40 Aslan (1998); Sulistijo (1996) 3 Nitrat (mg/l) 0,90 – 3,00 0,10 - <0,90
atau 3,00 – 3,50
<0,10 atau >3,50 Sulistijo (1996)
4 Fosfat ((mg/l) 0,02 – 1,00 0,01 - <0,02 atau
< 1,00 – 2,00
<0,01 atau >2,00 Sulistijo (1996)
5 Kecerahan (%) 80 - 100 60 - <80 <60 Aslan (1998) 6 Suhu (oC) 28 - 30 26 - 27 atau
30 - 33
<26 atau >33 Djurjani (1999)
7 Salinitas (ppt) 28 - 32 25 – 27 atau 33 - 35
<25 atau >35 Aslan (1998); Djurjani (1999) 8 Oksigen terlarut (mg/l) >4,00 2,00 – 4,00 <2,00 Djurjani (1999) 9 pH 7,00 – 8,50 6,50 - <7,00 <6,50 atau >8,50 Djurjani (1999) 10 Kekeruhan (NTU) <10,00 10,00 – 40,00 >40,00 Aslan (1998);
Hidayat (1994) 11 Tinggi Gelombang (m) 0,20 – 0,30 0,10 – 0,20 atau
0,30 – 0,40
<0,10 atau >0,40 Aslan (1998); Hidayat(1994) 12 Substrat Dasar Pasir,
Pecahan Karang
Karang, Pasir Berlumpur
Lumpur Indriani dan Sumiarsih (1991); Hidayat (1994) 13 Keterlindungan Terlindung
(teluk, selat) Cukup terlindung (perairan dangkal dengan karang penghalang) Terbuka (perairan terbuka) Efendi (2004)
Selain pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut, metode penanaman
juga perlu diperhatikan. Menurut Aslan (1998), terdapat tiga metode penanaman
rumput laut berdasarkan posisi tanam terhadap dasar perairan, yaitu : (i) metode
dasar (bottom method); (ii) metode lepas dasar (off bottom method); dan (iii)
metode apung (floating method).
Syamsudin (2004), menyatakan bahwa pemilihan metode budidaya rumput
laut memiliki korelasi terhadap produktivitas dan pertumbuhan thallus rumput laut
yang dibudidayakan. Ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan dengan
membandingkan produktivitas 3 (tiga) metode budidaya rumput laut, yaitu
metode tali rawai/apung, metode lepas dasar, dan metode dasar. Selanjutnya
dikatakan bahwa metode tali rawai/apung merupakan metode budidaya rumput
laut yang paling produktif dengan laju pertumbuhan harian thallus rata-rata
7,54% per hari, dan metode dasar mencapai laju pertumbuhan harian rata-rata
sebesar 2,12% perhari. Dengan menggunakan metode tali rawai/apung dan
metode lepas dasar pada kedalaman yang sesuai, thallus rumput laut yang
dibudidayakan dapat mencapai berat 4 – 5 kali lipat dari berat awal thallus.
Dengan demikian disimpulkan bahwa untuk mencapai produktivitas yang tinggi,
budidaya rumput laut disarankan untuk dilakukan dengan metode tali
rawai/apung dan metode lepas dasar pada kedalaman yang sesuai
2.5. Budidaya Ikan Kerapu
Ikan kerapu adalah jenis ikan laut yang banyak dijadikan komoditas
budidaya, karena memiliki nilai penting di pasar dalam dan luar negeri (Laining et
al., 2003). Hal ini disebabkan faktor tingginya harga jual ikan kerapu sebagai
ikan konsumsi, terutama harga di pasar eksport seperti di Negara Singapore dan
Hongkong (Trisakti, 2003).
Keramba jaring apung (KJA) adalah salah satu teknik budidaya ikan kerapu
yang cukup produktif dan intensif dengan konstruksi yang tersusun dari
karamba-karamba jaring yang dipasang pada rakit terapung di perairan pantai (Sunyoto,
1996). Salah satu keuntungan budidaya ikan kerapu dengan KJA dibandingkan
dengan teknologi selain KJA yaitu ikan dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi
tanpa khawatir akan kekurangan oksigen (Basyarie, 2001). Sedangkan
keuntungan KJA lainnya ialah hemat lahan, tingkat produkivitasnya tinggi, tidak
memerlukan pengelolaan air yang khusus sehingga dapat menekan input biaya
produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan modal,
jumlah dan mutu air selalu memadai, tidak perlu pengolahan tanah, pemangsa
mudah dikendalikan dan mudah dipanen (Sunyoto, 1996).
Budidaya ikan kerapu dengan menggunakan KJA terdiri dari serangkaian
kegiatan (Sunyoto, 1996), yaitu:
a. Pemilihan dan penentuan lokasi KJA dengan mempertimbangkan
faktor-faktor gangguan alam (badai dan gelombang besar), adanya predator,
pencemaran, konflik pengguna, faktor kenyamanan dan kondisi hidrografi.
b. Pembuatan disain dan konstruksi KJA dengan mempertimbangkan
ukuran, disain, bahan baku dan daya tahannya, harga dan faktor lainnya.
c. Penentuan Tata letak KJA dengan mempertimbangkan faktor kondisi
keramba (luas dan kedalaman), ukuran mata jaring, jumlah keramba yang
searah dengan arus, jarak antar ke-ramba dan lama pemeliharaan.
d. Pengadaan sarana budidaya, seperti kerangka rakit, jaring kurungan,
pelampung, jangkar, keramba, pengadaan benih dan tenaga kerja.
Selanjutnya Sunyoto (1996) mengatakan pengelolaan budidaya ikan
kerapu terdiri dari kegiatan penebaran benih dengan padat penebarannya,
pendederan, pembesaran, pemberian pakan dan pengelolaannya, pencegahan
timbulnya penyakit ikan, perawatan sarana budidaya dan pengamatan kualitas
air, serta kegiatan panen, penanganan pasca panen dan pemasarannya.
Budidaya ikan kerapu telah dikembangkan secara intensif karena dorongan
permintaan pasar dan harga jual yang tinggi. Selain itu, pengembangan
budidaya ikan kerapu dalam keramba jarung apung diperkirakan mampu
mengurangi kerusakan terumbu karang karena teknik penangkapan yang tidak
ramah lingkungan (Subandar, 2003). Ikan kerapu merupakan salah satu jenis
ikan demersal yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pasar yang baik
di dalam maupun di luar negeri seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis ikan kerapu yang bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan
Jenis Ikan No
Nama Indonesia Nama Latin
1 Kerapu malabar Epinephelus malabaricus
2 Kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus
3 Kerapu lumpur Epinephelus suillus
4 Kerapu sunu Plectropomus spp
5 Kerapu bebek Cromileptis altivelis
Sumber : Balai Budidaya Laut Lampung, 1998
Berkaitan dengan pengembangan budidaya ikan dalam KJA, pemilihan
lokasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam kegiatan budidaya.
Pemilihan lokasi ideal tidak boleh dilakukan secara gegabah karena menyangkut
modal yang tidak sedikit dan kelangsungan usaha. Menurut Anonim (1998),
lokasi yang dipilih untuk budidaya ikan dalam KJA harus memenuhi kriteria
lingkungan untukbudidaya karena akan menentukan tingkat keberhasilan
budidaya tersebut. Pemilihan lokasi yang tepat akan mempengaruhi nilai
ekonomis budidaya karena membutuhkan biaya pengelolaan, tingkat produksi
ikan dan mortalitas. Apabila di suatu wilayah perairan telah ditetapkan zonasi
peruntukannya, maka KJA harus diletakkan pada zona budidaya yang telah
[image:30.612.134.512.389.498.2]Tabel 4 Nilai ideal yang diinginkan dari parameter utama pemilihan lokasi perairan untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA
No Parameter Sangat Sesuai
(S1) Cukup Sesuai (S2) Tidak Sesuai (N) Sumber
1 Keterlindungan Terlindung Agak Terlindung Tidak Terlindung
Sutrisno et al
(2000) 2 Kedalaman (m) 10 – 20 >20 - 25 atau
4 - <10
<4 atau >25 Sunyoto (1996); Utojo dkk (2000) 3 DO (mg/l) 5,00 – 8,00 3,00 - <5,00 <3,00 atau
>8,00
Djurjani (1999); Sunyoto (1996) 4 Salinitas (ppt) 30,00 – 35,00 25,00 - <30,00 <25,00 atau
>35,00
Sunyoto (1996)
5 Gelombang (m) <0,20 0,20 – 0,50 >0,50 Akbar dan Sudaryanto (2001) 6 Arus (m/s) 0,20 – 0,40 0,05 - <0,20 atau
>0,40 – 0,50
<0,05 atau >0,50
Sunyoto (1996)
7 Suhu (oC) 27,00 – 32,00 20,00 – 26,00 <20,00 atau >32,00
Amin (2001); Djurdjani (1999) 8 Kecerahan (m) > 5,00 3,00 - <5,00 <3,00 Al Qodri et al
(1999) 9 BOT 21,00 – 25,00 10,00 – 20,00 atau
26,00 – 50,00
<10,00 atau >50,00
Akbar dan Sudaryanto (2001); Al Qodri (1999) 10 Subtrat Dasar Pasir, Pecahan
Karang, Karang
Pasir Berlumpur Lumpur
2.6. Budidaya Laut Yang Berkelanjutan
Dalam konsep pengembangan pulau-pulau kecil didasarkan atas potensi
yang dominan di pulau tersebut (Heriawan et al, 1999), terutama budidaya laut.
Dalam pengembangan budidaya laut perlu memperhatikan aspek daya dukung
lingkungan demi keberlanjutan kegiatan tersebut. Salah satu faktor yang
merupakan dasar pertimbangan pemilihan lokasi peruntukan lahan untuk
budidaya perikanan laut adalah kemampuan daya dukung ruang. Kemampuan
daya dukung yang dimaksud adalah seberapa besar ruang tersebut dapat
berproduksi secara optimal dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan, sehingga kelestarian produksi tetap terjamin (DKP, 2002).
Pengembangan budidaya laut di Indonesia berjalan sangat lamban
disebabkan karena adanya berbagai permasalahan yang dihadapi, yaitu:
masalah yang berkaitan dengan alam/lingkungan, sosial ekonomi, kelembagaan
dan teknologi. Lee (1997) menyatakan bahwa untuk keberlanjutan usaha
pengembangan budidaya laut, harus didukung oleh lingkungan, kondisi sosial
Pengembangan budidaya laut didasari pada pemahaman bahwa kegiatan
budidaya laut mampu memberikan konstribusi yang baik kepada pelaku budidaya
maupun terhadap lingkungan, melalui 3 (tiga) aspek ‘sustainability’ , yaitu :
1. Keberlanjutan Sosial. Budidaya laut memiliki kontrol terhadap siklus produksi
yang tinggi dengan teknik yang relatif budah, sehingga kebergantungan
masyarakat lokal terhadap orang luar (outsiders) dalam melakukan budidaya
laut dapat direduksi seminim mungkin dalam periode waktu relatif singkat.
Dengan demikian akan memberikan keberlanjutan sosial dalam penerapannya.
2. Keberlanjutan Ekologis. Budidaya laut merupakan ‘extractive-based activity’
yaitu rasionalisasi pengelolaan SDA hayati perikanan melalui penambahan
produksi dari kegiatan diluar penangkapan. Dengan demikian akan
mengurangi dampak ekologis dari aktivitas ekstraksi langsung dari alam.
3. Keberlanjutan Ekonomi. Budidaya laut dapat dilakukan sepanjang tahun,
sehingga memungkinkan produksi yang kontinyu. Selanjutnya, penggunaan
sumberdaya dan spesies ekonomis tinggi seperti rumput laut dan ikan kerapu
dapat memberikan nilai return yang sangat tinggi.
2.7. Metode Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
2.7.1. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG)
Pembangunan pada dasarnya merupakan usaha untuk memanfaatkan
potensi sumberdaya alam secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan pendapatan daerah tanpa meninggalkan aspek lingkungan
(Hartono, 1995). Pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari
terwujud apabila terpenuhi tiga persyaratan ekologis, yaitu : (i) keharmonisan
spasial, (ii) kapasitas asimilasi atau daya dukung lingkungan, dan (iii)
pemanfaatan potensi sesuai daya dukungnya. Keharmonisan spasial
berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pulau-pulau kecil bagi
peruntukan pembangunan (pemanfaatan sumberdaya) berdasarkan kesesuaian
(sustability) lahan dan keharmonisan antara pemanfaatan (Bengen, 2002).
Keharmonisan spasial mensyaratkan suatu kawasan pulau-pulau kecil tidak
sepenuhnya diperuntukkan bagi zona preservasi dan konservasi. Keharmonisan
spasial juga menuntut penataan dan pengelolaan pembangunan dalam zona
pemanfatan dilakukan secara bijaksana, artinya suatu kegiatan pembangunan
pembangunan yang dimaksud, oleh karena itu diperlukan suatu analisis
kesesuaian lahan bagi setiap peruntukan pesisir (Bengen, 2002). Selanjutnya
dikatakan bahwa kesesuaian pemanfaatan lahan pesisir dan laut untuk berbagai
pemanfaatan pulau-pulau kecil seperti perikanan budidaya perikanan didasarkan
pada kriteria kesesuaian untuk setiap kegiatan tersebut. Kriteria ini disusun
berdasarkan parameter biofisik yang relevan untuk kegiatan yang dimaksud.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya pulau kecil untuk
budidaya laut, informasi untuk mendukung pengelolaannya sangat diperlukan.
Pengelolaan informasi meliputi pengumpulan, pemprosesan, penelusuran, dan
analisis data menjadi informasi yang bermanfaat bagi penggunaannya pada
waktu yang diinginkan. Pengelolaan informasi sedemikian dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem informasi geografis/SIG (Dahuri et al., 2004).
Sistem Informasi Geografis sebagai sebuah sistem yang mempunyai kesamaan
dengan sistem informasi lainnya, dimana sistem ini juga merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari berbagai subsistem yang mempunyai tugas
masing-masing, dan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengelola sejumlah
data yang bervariasi dan cukup kompleks sehingga dihasilkan suatu bentuk
informasi yang dapat dipakai untuk proses pengambilan keputusan dan
penetapan kebijaksanaan dalam berbagai bidang yang melibatkan aspek
keruangan atau spasial (Soenarmo, 1994).
SIG merupakan sistem informasi yang bersifat terpadu, karena data yang
dikelola adalah data spasial. Dalam SIG data grafis di atas peta dapat disajikan
dalam dua model data spasial yaitu model data raster dan model data vektor.
Model data vektor menyajikan data grafis (titik, garis, poligon) dalam struktur
format vektor. Struktur data vektor adalah suatu cara untuk membandingkan
informasi garis dan areal ke dalam bentuk satuan-satuan data yang mempunyai
besaran, arah dan keterkaitan (Borrough, 1987 dalam Soenarmo, 1994).
2.7.2. Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem
untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus
mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi, dan kemampuan
memperbaharui diri (Sunu, 2001). Daya dukung lingkungan adalah jumlah
populasi organisme akuatik yang dapat didukung oleh suatu kawasan/areal atau
Rachmansyah (2004), menyatakan daya dukung adalah batasan untuk
banyaknya organisme hidup dalam jumlah atau massa yang dapat didukung oleh
suatu habitat. Jadi daya dukung adalah ultimate constraint yang diperhadapkan
pada biota oleh adanya keterbatasan lingkungan seperti ketersediaan makanan,
ruang, predator, temperatur, cahaya matahari, atau salinitas
Konsep daya dukung telah lama dikenal dan dikembangkan dalam
lingkungan budidaya perikanan, seiring dengan peningkatan pemahaman akan
pentingnya pengelolaan lingkungan budidaya untuk menunjang kontinyuitas
produksi. Dalam perencanaan atau desain suatu sistem produksi budidaya baik
ikan maupun rumput laut maka nilai daya dukung merupakan faktor penting
dalam menjamin siklus produksi dalam jangka waktu lama.
Scones (1993) dalam Soselisa (2006) membagi daya dukung lingkungan
menjadi dua, yaitu: daya dukung ekologis (ecologycal carrying capacity) dan
daya dukung ekonomis (economic carrying capacity). Daya dukung ekologis
adalah jumlah maksimum hewan-hewan pada suatu lahan yang dapat didukung
tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan, serta terjadinya
kerusakan lingkungan secara permanen. Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor
lingkungan. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi (skala usaha) yang
memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara
ekonomi. Dalam hal ini digunakan parameter-paremater kelayakan usaha secara
ekonomi.
2.8. Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Budidaya Laut
Keberhasilan suatu usaha pemanfaatan sumberdaya akan dinilai dari
besarnya pendapatan yang diperoleh (keuntungan). Pendapatan merupakan
selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Penerimaan
merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual produk,
sedangkan biaya merupakan semua pengeluaran yang digunakan dalam
kegiatan usaha. Suatu usaha dapat diketahui menguntungkan atau tidak, dapat
diukur dengan menggunakan indikator perimbangan antara penerimaan dan
biaya. Berdasarkan pengukuran tersebut, jenis usaha dikelompokkan menjadi
dua, yaitu: (1) jenis usaha yang bersifat musiman, dan (2) jenis usaha yang
bersifat tahunan. Jenis usaha musiman biasanya memiliki karakteristik : (1)
modal relatif kecil, (3) diusahakan dalam skala kecil dan teknologi yang
sederhana. Jenis usaha musiman ini dianalisis dengan R/C (revenue cost ratio).
Kriteria pengambilan keputusan adalah usaha menguntungkan bila R/C > 1,
usaha berada pada titik impas bila R/C = 1, dan usaha merugi bila R/C < 1 .
Jenis usaha tahunan memiliki karakteristik antara lain: (1) memiliki periode
produksi yang lebih lama, kurang lebih satu tahun atau lebih, (2) umumnya
memerlukan modal dan investasi cukup besar, (3) diusahakan dalam skala
besar/proyek. Menurut Kadariah et al (1999), dalam rangka mencari suatu
ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu usaha tahunan, di kembangkan
melalui pendekatan analisis beberapa indeks (investment criteria). Hakekat dari
semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat dan biaya
dari proyek. Setiap kriteria mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga
dalam menilai kelayakan proyek sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari
beberapa kriteria yang ada, tiga diantaranya adalah (1) NPV, (2) Net B/C, (3)
IRR. Selanjutnya Kusumastanto (1998), mengemukakan kriteria yang digunakan
dalam evaluasi kebijakan untuk usaha yang bersifat tahunan adalah sebagai
berikut :
1. Net Present Value (NPV), adalah analisis yang memperhitungkan selisih
antara present value dari benefit dan present value dari biaya.
Kriteria pengambilan keputusan adalah usaha dinyatakan layak bila NPV >0,
jika NPV =0 berarti usaha tersebut mengembalikan persis sebesar interest
rate, dan jika NPV < 0 berarti usaha tidak layak dilakukan.
2. Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai discount rate i yang membuat NPV
dari proyek sama dengan nol.
Jika ternyata IRR suatu usaha sama dengan nilai i (discount rate), maka NPV
dari proyek itu adalah sebesar 0, jika IRR< discount rate, berarti NPV < 0.
Oleh karena itu, nilai IRR suatu usaha yang lebih besar/sama dengan nilai
discount rate menyatakan usaha layak untuk dilaksanakan, sedangkan
IRR<0 memberikan tanda bahwa usaha tidak layak dilakukan.
3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), merupakan perbandingan sedemikian rupa
sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersi
dalam tahun-tahun dimana benefit bersih bersifat positif, sedangkan
penyebutnya terdiri dari present value total dari biaya bersih dalam
tahun-tahun dimana Bt – Ct bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada
Net B/C akan terdapat apabila paling sedikit salah satu Bt – Ct bersifat negatif.
Dengan perkataan lain NPV proyek= 0. Kalau rumus memberikan hasil lebih
besar dari 1, berarti NPV >0. NET B/C >1 merupakan tanda usaha layak,
sedangkan NET B/C <1 merupakan tanda usaha tidak layak
Alternatif-alternatif kegiatan dari hasil langkah-langkah diatas, kemudian
disusun berdasarkan rasio manfaat-biaya (Benefit-Cost Ratio). Pada umumnya
para pengambil kebijakan hanya tertarik pada alternatif yang mempunyai rasio
lebih dari satu. Dengan kata lain, agar secara ekonomi layak, sebuah alternatif
kegiatan diharapkan memberikan lebih banyak manfaat daripada biaya yang
harus dikeluarkan. Dari semua alternatif yang rasionya lebih besar dari satu
(B/C>1), biasanya alternatif dengan rasio tertinggi cenderung dipilih. Bagi para
pengambil keputusan, yang penting adalah mengarahkan penggunaan
sumber-sumber yang langka kepada kegiatan usaha yang dapat memberikan hasil yang
paling banyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan, artinya yang
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 5 (lima) bulan, yaitu pada bulan
Desember Tahun 2006 sampai bulan April Tahun 2007. Bulan pertama
dialokasikan untuk tahap persiapan penelitian, bulan kedua dan ketiga dilakukan
pengumpulan data, sedangkan pada bulan keempat dan kelima dilakukan
pengolahan data, analisis data, dan penulisan tesis.
Lokasi penelitian adalah di perairan sekitar Pulau Lingayan, yang secara
administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Dampal Utara, Kabupaten
Tolitoli, Propinsi Sulawesi Tengah. Pulau ini secara geografis berada pada
posisi 00o 58' 10" - 00o 59' 30" Lintang Utara dan 120o 14' 07” - 120o 15' 20” Bujur
Timur (Gambar 2).
ð ð ð ð ð ð ð ð St 5 St 8 St 1 St 7 St 3 St 2 St 4 St 6
Peta Lokasi Penelitian Dan Stasiun Pengamatan
Parameter Lingkungan
Keterangan :
Di Perairan Pulau Lingayan
ð Stasiun Pengamatan/Sampling
Sumber :
1.Citra Satelit Quick Bird Luaran November 2006 2.Peta Navigasi Skala 1: 50.000 DIHIDROS TNI-AL
3.Peta Lingkungan Laut Nusantara Skala 1:25.000. BAKOSURTANAL 4.Survey Lapangan Tahun 2006
N Km 1 0.5 0 0.5
[image:37.612.132.500.348.607.2]3.2. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi
dua berdasarkan sumbernya, yaitu: (1) data primer, dan (2) data sekunder.
Pengumpulan data primer diperoleh melalui pengamatan, pengukuran, telaah
langsung dilapangan, dan juga melalui wawancara dengan alat bantu kuisioner
yang dilakukan kepada responden berbagai stakeholders, sedangkan data
sekunder diperoleh dari rangkaian studi kepustakaan. Data sekunder bersumber
dari data dan informasi yang relevan dengan penelitian, yang diinventarisir dari
berbagai sumber, yaitu: (i) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tolittoli dan
Propinsi Sulawesi Tengah, (ii) Kantor Pemerintah Desa, (iii) Kantor Pemerintah
Kecamatan, (iv) BAPPEDA, (v) BPS, dan (vi) Departemen Kelautan dan
Perikanan.
Data dan informasi yang dikumpulan dalam penelitian ini menjadi bahan
yang digunakan dalam analisis selanjutnya, yaitu meliputi: (1) analisis untuk
menentukan kesesuaian dan potensi lahan/perairan untuk pengembangan
budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan; (2) analisis daya
dukung lahan; (3) analisis kelayakan usaha pengembangan budidaya rumput laut
dan ikan kerapu; dan (4) perumusan strategi pengelolaan dan pengembangan
budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Berikut komponen data
yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Data Kondisi Lingkungan Perairan. Data ini menjadi input dalam analisis
penentuan kesesuaian dan potensi lahan/perairan serta analisis daya
dukungnya untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu.
Beberapa data parameter lingkungan perairan dibagi menjadi parameter
fisika perairan dan kimia perairan (Tabel 5). Pengumpulan data ini
dilakukan melalui pengumpulan langsung dilapangan melalui metode
survey dengan teknik sampling dan juga dikumpulkan dari ketersediaan
data sekunder yang ada dan bersumber dari penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya.
Pengumpulan data parameter lingkungan dilakukan di 8 (delapan) stasiun
pengamatan/pengukuran (Gambar 2). Beberapa parameter tersebut, yaitu:
(i) suhu, (ii) kecerahan, (iii) kekeruhan, (iv) pH, (v) salinitas, (vi) nitrat, (vii)
pengambilan sampel air yang selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Analisis sample air dilakuikan di laboratorium kualitas air, Universitas
[image:39.612.141.534.162.537.2]Hasanuddin, Makassar.
Tabel 5 Parameter lingkungan perairan yang digunakan dalam penelitian
Parameter Satuan Metode/Jenis/Alat Keterangan/
Sumber Data
Fisika Perairan
1. Kecepatan dan pola Arus m/dtk data sekunder DKP dan Diskanlut Kab. Tolitoli 2. Tinggi gelombang M data sekunder DKP dan Diskanlut
Kab. Tolitoli 3. Jenisi subtrat dasar - interpretasi citra satelit,
pengamatan lapangan -
4. Kedalaman M data sekunder DKP 5. Suhu oC pengukuran Insitu/
SCT meter
-
6. Kecerahan % pengukuran Insitu/ secche disk
-
7. Kekeruhan NTU analisis sampel air/ turbidy-meter
Laboratorium
8. pH - pengukuran Insitu - 9. Keterlindungan - observasi dan data
sekunder
DKP dan Diskanlut Kab. Tolitoli 10. Pasang surut - Data sekunder DKP dan Diskanlut
Kab. Tolitoli Kimia Perairan
1. Nitrat (NO3-N) mg/l analisis sampel air / spectrofotometer
Laboratorium
2. Fosfat (PO4-P) mg/l analisis sampel air /
spectrofotometer
Laboratorium
3. BOT (Bahan Organik Total) ppm analisis sampel air / titrimetrik
Laboratorium
4. DO (Oksigen Terlarut) mg/l pengukuran Insitu / DO-meter
Laboratorium
5. Salinitas o/00 pengukuran Insitu /
SCT meter
-
2. Komponen data lainnya. Data yang digunakan sebagai input dalam
analisis kelayakan usaha pengembangan budidaya laut dan perumusan
strategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan
kerapu.
a. Aspek Umum dan Aspek Teknis Budidaya
Meliputi penilaian ketersediaan sumberdaya dan aspek teknis budidaya
laut. Data yang diinventarisir antara lain, aspek umum dan aspek teknis
(i) ketersediaan sumber bibit; (ii) ketersediaan alat dan bahan; (iii) harga
alat dan bahan (iii) ketersediaan tenaga kerja; (iv) ketersediaan
infrastruktur; (v) ketersediaan pakan; dan (vi) teknologi budidaya.
b. Aspek Aksesibilitas/Keterjangkauan Pasar
Meliputi identifikasi harga di tingkat pembudidaya dan pedagang dalam
satuan berat, identifikasi lokasi transaksi, dan identifikasi pelaku usaha
terkait.
c. Aspek Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya
Meliputi data kep