IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.9. Kelayakan Usaha Budidaya
4.9.1. Budidaya Rumput Laut
Dalam melakukan analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut, perlu dikemukakan tentang spesifikasi usaha budidaya rumput laut yang dimaksudkan. Dengan demikian dapat diberikan Gambaran kuantitatif input dan output yang digunakan dalam analisis ini.
Metode budidaya rumput laut yang umum dilakukan adalah metode apung
dan metode lepas dasar dengan sistem tali rawai (long line). Metode ini
dilakukan dengan membentang bibit rumput laut pada badan air dengan menggunakan tali bentangan (tali rawai). Pada budidaya rumput laut dengan metode lepas dasar, umumnya dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan berupa : (1) bambu atau batang pohon bakau yang berfungsi sebagai tiang pancang/patok; (2) tali nilon (poliethylene) diameter 5 – 8 cm sebagai tali utama untuk menopang tali bentangan; (3) tali nilon diameter 3 – 4 cm sebagai tali ris bentangan; (4) tali rapia yang berfungsi untuk mengikat bibit; dan (5) pelampung, yang biasanya menggunakan botol minuman plastik bekas atau potongan gabus. Analisis kelayakan usaha ini menggunakan perhitungan untuk metode budidaya rumbut laut sistem tali rawai dan lepas dasar, dengan panjang tali bentangan masing-masing 25 meter sebanyak 50 bentangan. Budidaya rumput
laut dilakukan dengan cara, pengikatan bibit rumput laut (thallus) dengan berat +
100 gram pada tali ris bentangan dengan menggunakan tali plastik rapia dan jarak masing-masing ikatan bibit rumput pada tali ris bentangan antara + 25 cm. Dengan demikian jumlah bibit rumput laut yang digunakan adalah sebanyak 500 kg dalam 1 (satu) unit usaha budidaya rumput laut. Budidaya rumput laut
dilakukan dengan lama waktu budidaya + 40 hari. Pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan diasumsikan akan mencapai berat pertumbuhan + 400 gram/100 gram bibit dalam siklus 1 kali masa tanam (40 hari). Dengan demikian, maka jumlah hasil rumput laut yang akan dipanen adalah seberat 2.000 kg. Dalam perhitungan selanjutnya, hasil panen rumput laut disisihkan seberat 500 kg basah untuk ditanam kembali sebagai bibit pada siklus penanaman kedua, ketiga, dan keempat. Dengan demikian hasil panen rumput laut sebesar 1.500 kg basah per satu kali masa tanam. Pada siklus tanam kelima, dilakukan pengadaan bibit rumput laut baru untuk menjaga produktifitas dan kualitas rumput laut yang dibudidayakan.
Keberhasilan suatu usaha akan dinilai dari besarnya pendapatan yang diperoleh (keuntungan). Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual produk, sedangkan biaya merupakan semua pengeluaran yang digunakan dalam kegiatan usaha. Suatu usaha dapat diketahui menguntungkan atau tidak, dapat diukur dengan menggunakan indikator perimbangan antara penerimaan dan biaya.
Usaha budidaya rumput laut adalah tergolong jenis usaha musiman yang dikarakteristikkan dengan : (1) periode produksi lebih dari satu kali dalam setahun, (2) memerlukan modal relatif kecil, (3) dapat diusahakan dalam skala kecil dan teknologi yang sederhana. Dengan demikian, jenis usaha musiman
seperti usaha budidaya rumput laut ini dianalisis dengan R/C (revenue cost ratio).
Analisis kelayan usaha ini dilakukan dengan membandingkan penerimaan selama 1 (satu) tahun dengan biaya produksi selama satu tahun.
Hasil analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut menunjukkan nilai
revenue cost ratio (R/C) sebesar 2,13 (Lampiran 2). Nilai ini menunjukkan
bahwa setiap nilai investasi bernilai Rp. 1.000.000,- yang ditanamkan pada usaha budidaya rumput laut akan memberikan manfaat sebesar Rp. 2.130.000,- tiap tahunnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya rumput laut layak dikembangkan dari perspektif ekonomi di Pulau Lingayan. 4.9.2. Budidaya Ikan Kerapu
Analisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dilakukan dengan pertama- tama mengemukakan spesifikasi usaha budidaya yang dimaksudkan. Dengan
demikian dapat diberikan Gambaran kuantitatif input dan output yang digunakan dalam analisis ini.
Ikan kerapu yang dimaksud adalah ikan kerapu bebek (Chromileptes
altivelis) yang dibudidayakan dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA).
Karamba untuk budidaya ikan kerapu didesain dan dibuat dari bahan jaring
polyetilen dengan mata jaring (mesh size) 0,5“ dan 1,5“ yang diikat pada rakit
yang didesain khusus dan selanjutnya dipasang di perairan yang sesuai. Kepadatan populasi dalam karamba diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi kanibalisme, khususnya pada saat ikan kerapu masih kecil. Pada umumnya
kepadatan yang ideal adalah 30-40 ekor/m3. Ikan kerapu yang dibudidayakan
adalah jenis kerapu tikus (Chromileptes altivelis) dengan pertimbangan jenis ikan
ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan kemudahan dalam mendapatkan bibitnya dari pusat pembenihan.
Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam analisis ini, antara lain :
1. Ukuran 1 unit keramba jaring apung dengan rumah jaga adalah 9 x 7 m2.
Dimana dalam tiap unit KJA memiliki empat unit keramba dengan volume
air efektif 27 m3,
2. Bibit ikan kerapu berukuran 50 gr dengan kepadatan 30 ekor/m3 volume air
efektif. Dengan demikian jumlah bibit ikan kerapu per petak keramba adalah 810 ekor atau 3.240 ekor dalam tiap unit KJA.
3. Total produksi dengan survival rate (SR) 60% dan average body weight
(ABW) akhir adalah 0,5 kg, maka diperkirakan rata-rata produksi dapat mencapai 972 kg/KJA/siklus dengan masa pemeliharaan + 7 bulan.
4. Pakan berupa ikan rucah yang banyak dihasilkan dari tangkapan nelayan
di sekitar kawasan dengan harga jual Rp.2.500,-/kg
5. Harga jual ikan kerapu hidup adalah Rp. 200.000/kg
6. Umur proyek ditentukan enam tahun, didasarkan pada perkiraan umur
ekonomis unit KJA yang merupakan komponen investasi terbesar.
7. Hari kerja adalah tujuh bulan yang merupakan umur satu siklus masa
pembesaran ikan kerapu dari ukuran bibit untuk mencapai ukuran ekonomis.
Usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA adalah tergolong jenis usaha tahunan uang memiliki karakteristik, antara lain : (1) memiliki periode produksi cukup panjang, kurang lebih satu tahun keatas, (2) umumnya memerlukan modal
dan investasi cukup besar, (3) diusahakan dalam skala besar/proyek. Untuk mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik/layak tidaknya suatu usaha tahunan, di kembangkan melalui pendekatan analisis beberapa indeks
(investment criteria). Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur
hubungan antara manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai kelayakan proyek sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dengan demikian, kriteria untuk menilai layak tidaknya usaha budidaya ikan kerapu ini, dilakukan dengan menggunakan
beberapa kriteria, yaitu: (1) revenue cost ratio (R/C); (2) net present value (NPV),
(3) net benefit-cost ratio (Net B/C), dan (4) internal rate of return (IRR).
Tabel 20 Hasil analisis kelayakan usaha pengembangan budidaya ikan kerapu sistem KJA di Pulau Lingayan
No Kriteria Nilai Keterangan
1 R/C 1,23 > 1 : Usaha layak dikembangkan
3 NPV (Rp) 9.870.509 > 0 : Investasi menguntungkan/ layak
4 Net B/C 1,07 > 1 : Usaha layak dikembangkan
5 IRR (%) 22,82% > 12% (suku bunga kredit) : Usaha layak
Analisis kelayakan usaha pengembangan budidaya ikan kerapu sistem KJA di Pulau Lingayan (Lampiran 4 dan Lampiran 5) menunjukkan bahwa semua kriteria investasi menunjukkan nilai positif. Dengan demikian usaha pengembangan budidaya rumput laut di Pulau Lingayan layak dikembangkan dari perspektif ekonomi. Nilai R/C sebesar 1.23, ini menunjukkan bahwa setiap investasi bernilai Rp.1.000.000,- yang ditanamkan pada usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA di Pulau Lingayan akan memberikan manfaat sebesar Rp.1.230.000,- tiap tahunnya. Nilai NPV sebesar Rp. 9.870.509,- menunjukkan nilai keuntungan bersih selama 5 tahun yang akan datang yang dihitung berdasarkan nilai uang saat ini. Nilai Net B/C menunjukan nilai positif dengan nilai 1,07 (Net B/C >1). Nilai ini menunjukkan bahwa manfaat yang diperoleh akan lebih besar 1,07 kali dari nilai biaya yang dikeluarkan. Nilai IRR yang dihasilkan adalah sebesar 22.82%, yang menunjukkan bahwa nilai uang yang diinvestasikan pada usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA di Pulau Lingayan pada 5 tahun kemudian adalah sebesar 22,82%. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai investasi akan lebih bagus dan jauh lebih besar dari tingkat suku bunga kredit komersial, yaitu 12% pertahun (Tabel 20).
4.10. Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut