i
ANALISIS KEBUTUHAN GURU DALAM
MENGEMBANGKAN KURIKULUM DAN
PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk
Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang
Pengembangan Kurikulum
Promovendus:
Diana Rochintaniawati
055985
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ii
Disetujui untuk Ujian Tahap I
Promotor,
Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, M.A
Co Promotor,
Prof. Dr. Hj. Sri Redjeki, M.Pd
Anggota,
Prof. Dr. Hj. Hansiswany Kamarga, M.Pd.
Ketua Program Study Pengembangan Kurikulum,
iii HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul : “Analisis Kebutuhan Guru Dalam Mengembangkan Kurikulum dan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”.
Bandung, 15 Juli 2010 Yang membuat pernyataan,
iv ABSTRAK PENELITIAN
Penelitian tentang Analisis Kebutuhan Guru Dalam Mengembangkan Kurikulum Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang perlu ditingkatkan oleh guru untuk menyusun rencana pembelajaran dan melangsungkan pembelajaran IPA di sekolah dasar. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan korelasional yang melibatkan 30 orang guru Sekolah Dasar Negeri di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Angket, lembar observasi dan studi dokumentasi digunakan untuk menjaring data penelitian. Dari hasil pemberian angket diperoleh bahwa guru Sekolah Dasar di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat memiliki latar belakang yang memadai dalam hal kualifikasi pendidikan dan pengalaman mengajar, namun memiliki latar belakang yang belum memadai dalam keterlibatan aktivitas pelatihan/workshop yang berkaitan dengan kurikulum dan pembelajaran IPA. Dari pemberian angket, observasi dan penilaian terhadap rencana pembelajaran yang dikembangkan guru, diperoleh hasil bahwa guru memerlukan peningkatan kemampuan dalam semua aspek yang mencakup: pemahaman terhadap kurikulum (curriculum knowledge), pemahaman terhadap materi IPA (content knowledge), pemahaman terhadap pedagogi (pedagogical knowledge), pemahaman konten pedagogi (pedagogical content knowledge) serta pemahaman terhadap siswa (knowing of learners) pada komponen-komponen tertentu. Latar belakang pendidikan guru, keterlibatan guru dalam kegiatan pelatihan atau workshop dan pengalaman mengajar guru tidak berkorelasi secara signifikan dengan kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA dan kemampuan guru mengembangkan rencana pembelajaran. Prioritas kebutuhan terhadap keterampilan guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA dan mengembangkan rencana pembelajaran IPA adalah meningkatkan pemahaman guru terhadap IPA sebagai proses, produk dan nilai serta meningkatkan kemampuan guru untuk merancang dan mengembangkan pembelajaran melalui keterampilan proses sains.
v NEEDS ASSESSMENT OF ELEMENTARY SCHOOL TEACHER IN DEVELOPING SCIENCE CURRICULUM AND TEACHING SCIENCE
ABSTRACT
Study of elementary school teachers’ needs assessment in developing science curriculum and teaching science aims to identify elementary school knowledge and skill needed by teacher in order to construct lesson plan and to teach science in elementary school. Descriptive study and correlation approach are used for the data analysis involving 30 teachers in Cimahi and West Bandung District. Questionnaires, observation sheet and document were used to collect the data. Data analysis reveals that elementary school teachers in Cimahi and West Bandung District have sufficient background in term of degree and teaching experience, but lack experience in in-service training for both elementary curriculum and science teaching. Moreover the study reveals those elementary school teachers in Cimahi and West Bandung District need to improve knowledge and skills in: curriculum knowledge, content knowledge, pedagogical knowledge, pedagogical content knowledge and knowing of learners in some component. Further, the study found that there were no significant correlation among educational background, teaching experience and involvement in teacher training or workshop with teacher performance in teaching science and constructing science lesson plan. The priority of teachers’ need is developing teacher understanding to nature of science as a product, process and value as well as planning and conducting science teaching based on science process skill.
vi
KATA PENGANTAR
Penelitian ini dilakukan dengan diawali oleh adanya perhatian yang mendalam dari penulis terhadap pendidikan IPA khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan guru untuk mengembangkan kurikulum pembelajaran IPA Sekolah Dasar di wilayah Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Program Studi Pengembangan Kurikulum Sekolah Pasca Sarjana UPI, penulis mengajukan penelitian yang berjudul: “Analisis Kebutuhan Guru Dalam Mengembangkan Kurikulum dan Pembelajaran IPA”.
Melalui penelitian ini, penulis menganalisis kebutuhan guru melalui identifikasi kesenjangan pada pemahaman dan keterampilan yang diperlukan guru untuk melangsungkan pembelajaran IPA di sekolah dasar. Dari hasil kesenjangan yang diidentifikasi melalui pemberian angket dan observasi terhadap pembelajaran IPA yang dilangsungkan oleh guru, terungkap kebutuhan-kebutuhan yang perlu ditingkatkan oleh guru.
vii keempat berisi hasil-hasil penelitian dan pembahasan. Bab kelima berisi kesimpulan serta rekomendasi.
Penulis sangat mengharapkan kritik atau masukkan untuk penyempurnaan atau perbaikan disertasi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan semua perjuangan penulis dalam menyelesaikan disertasi ini merupakan amal shaleh yang diridhoi Allah SWT, Amin.
Bandung, Juli 2010
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji bagi Allah yang Maha Kuasa, hanya dengan kasih dan sayang-Nya disertasi ini bisa terselesaikan. Berkat petunjuk dan inayah-sayang-Nya penulis diberi kekuatan untuk melaksanakan semua perjuangan ini. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang setulus-tulusnya penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada:
1. Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, M.A selaku promotor yang dengan sabar mencurahkan segala tenaga, pikiran, keilmuan, serta waktunya yang sangat berharga untuk memberikan bimbingan kepada penulis. Terima kasih atas segala pengetahuan, pengalaman, perhatian serta dorongan moril maupun materil yang telah Bapak berikan pada penulis.
2. Prof. Dr. Hj. Sri Redjeki, M.Pd. selaku Ko-promotor, yang selalu membesarkan hati, membimbing dengan penuh perhatian, keikhlasan dan kesabaran kepada penulis. Terima kasih atas segala pengetahuan, pengalaman, budi baik dan penghargaan yang Ibu berikan kepada penulis.
ix menjadi mahasiswa di Program Studi Pengembangan Kurikulum. Terima kasih atas pengetahuan, pengalaman yang Ibu berikan kepada penulis.
4. Dr. Iriawati, M.Sc. selaku penguji, terima kasih atas segala masukkan yang tidak ternilai harganya untuk perbaikan disertasi ini.
5. Prof. Dr. Hj. Mulyani Sumantri, M.Sc. selaku penguji, terima kasih atas segala masukkan yang tidak ternilai harganya untuk perbaikan disertasi ini.
6. Seluruh staf dosen Sekolah Pascasarjana UPI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggali pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang membuat penulis sangat tertarik dan terkesan amat dalam.
7. Seluruh karyawan Sekolah Pascasarjana UPI yang telah membantu kelancaran dan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
8. Prof. Dr. H. Wahyudin, M.Pd, Dr. Phil. H. Ari Widodo, M.Ed., Drs. Riandi, M.Si., Dr. Sri Anggraeni, M.Si. dan Dr. Elah Nurlaelah, M.Si., yang telah bersedia menjadi rekan diskusi serta memberi masukan yang sangat berharga bagi penulis.
x 10.Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih
atas bantuan, dorongan serta budi baiknya.
Kepada seluruh keluarga tercinta, ibunda Tien Surtini, suami Dedi Hidayat, ST, serta anak-anakku Elghiffari Hidayat dan Elguarrdine Hidayat terima kasih atas pengertian yang tulus, dorongan doa serta kasih sayang yang dicurahkan sehingga memperkuat semangat penulis untuk dapat menyelesaikan studi ini. Kepada ayahanda tercinta alm. Drs. Suwarsa, tulisan ini merupakan bakti sayang ananda atas kasih sayang dan dorongan pada penulis semasa beliau hidup.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan yang lebih baik dan berlipat-lipat. Amin Ya Rabbal Alamin.
Bandung, Juli 2010
xi
F. Metode Penelitian……….. 18
G. Lokasi dan Sampel Penelitian ………... 19
BAB II. PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR A. IPA dan Hakikat IPA ………. 21
B. Hakikat Pendidikan IPA di Sekolah Dasar……… 24
1. Landasan Pengembangan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar ... 24
2. Tujuan Pendidikan IPA Sekolah Dasar ……… 32
3. Isi Kurikulum IPA di Sekolah Dasar……… 36
4. Strategi Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 48
C. Profesionalisme Guru Dalam Melangsungkan Pembelajaran IPA ... 55
1. Tugas Guru Dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.... 61
2. Kompetensi Guru Untuk Melangsungkan Pembelajaran IPA ... 75
D. Analisis Kebutuhan (Needs Assessment) ………... 92
BAB III. METODE PENELITIAN A. Populasi, Lokasi dan Subjek Penelitian ………..……… 102
B. Definisi Operasional ……….. 110
1. Latar Belakang Pendidikan Guru ……… 110 2. Keterlibatan guru dalam program pelatihan pengembangan
kurikulum dan pembelajaran ……….. 3. Pendapat guru …………..………
xii 3. Lembar Penilaian RPP ………..
119 121 125 129 F. Teknik dan Langkah Pengumpulan Data ………
1. Angket ………..
2. Dokumen dan Lembar Observasi ………. G. Pengolahan Data ………. 1. Proses Penentuan Standar ………. 2. Proses penentuan pemberian kode (coding scheme) dan
penentuan skor………. ……….. 3. Proses Pengolahan Data ……….
131
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Kesenjangan dan Pembahasan ……….. 164 1. Kesenjangan Pendidikan Guru dalam Latar Belakang
Pendidikan, Pengalaman Mengajar Guru dan Keterlibatan Dalam Program Pelatihan. ………. 2. Pandangan Guru Terhadap Hakikat dan Pembelajaran
IPA ……….. 3. Pendapat Guru Tentang Ketersediaan Media dan
Pemanfaatan Media Pembelajaran IPA .……….. 4. Kompetensi Guru dalam Mengembangkan Pembelajaran IPA……… a. Kesenjangan dalam Aspek Memahami Materi IPA
(Content Knowledge) ……….. b. Kesenjangan pada Aspek Pedagogi (Pedagogical
knowledge) ……… c. Kesenjangan pada Aspek Konten Pedagogi
(Pedagogical Content knowledge) ………. d. Kesenjangan pada Aspek Pemahaman Terhadap
Pembelajar (knowing of learners)……… 5. Kesenjangan Kemampuan Guru Dalam Memahami
Kurikulum (Curriculum knowledge) ………. B. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kemampuan Guru
Dalam Pembelajaran IPA……… C. Kajian Terhadap Temuan Kesenjangan ...………
xiii
DAFTAR PUSTAKA ………..
LAMPIRAN ………..
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang memiliki peran penting dalam pendidikan formal yang diberikan pada anak mulai dari usia sekitar 7 tahun sampai 12 tahun. Pentingnya pendidikan dasar ditegaskan oleh UNESCO (1996) yang menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan kunci yang sangat diperlukan untuk meletakkan fondasi bagi kehidupan dalam memudahkan orang untuk memilih apa yang mereka lakukan serta merencanakan masa depan dan meletakkan landasan bagi belajar sepanjang hayat (long life learning). Penyelenggaraan pendidikan dasar dimaksudkan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan pendidikan dasar juga berfungsi untuk menyiapkan anak untuk memenuhi jenjang pendidikan menengah (UNESCO, 1996).
2 potensi, kemampuan-kemampuan dasar bagi pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan pribadi siswa. Kedua, sekolah dasar diselenggarakan untuk mengembangkan potensi kemampuan untuk menjalin hubungan dan bekerja sama dalam masyarakat. Lulusan sekolah dasar merupakan calon warga masyarakat dewasa yang harus mampu berinteraksi, menjalin hubungan kerjasama dengan sesamanya dan mematuhi aturan nilai-nilai di lingkungannya. Ketiga,
penyelenggaraan sekolah dasar adalah menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang selanjutnya.
3 Salah satu mata pelajaran inti yang diberikan dalam pendidikan formal mulai dari jenjang pendidikan dasar adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pendidikan IPA di sekolah dasar secara umum memiliki konsep dasar yang sama dengan penyelenggaraan pendidikan IPA pada jenjang pendidikan lain. Satu hal yang perlu digarisbawahi dalam penyelenggaraan pendidikan IPA adalah bahwa pendidikan IPA diharapkan memiliki karateristik sesuai dengan hakikat yang terkandung di dalam IPA, yaitu: IPA sebagai produk, IPA sebagai proses, IPA sebagai nilai dan IPA sebagai teknologi (Brown, 2002). Dengan demikian target dalam pembelajaran IPA tidak hanya ditujukan pada penguasaan konsep-konsep IPA semata tetapi juga mengembangkan kemampuan berinkuiri melalui penggunaan metode ilmiah dan mengembangkan sikap ilmiah sebagai perwujudan dalam memahami IPA sesuai dengan hakekat IPA. Selain itu, pendidikan IPA juga harus memberikan landasan pemahaman pada siswa bahwa IPA bukan sesuatu yang dipelajari terpisah dari kehidupan manusia melainkan segala sesuatu yang dipelajari tentang apa yang ada di sekitar kita. Dengan demikian pendidikan IPA memiliki visi untuk mempersiapkan siswa yang melek sains dan teknologi untuk memahami dirinya dan lingkungan sekitarnya (Rustaman, 2002).
Tisher (1972), menyatakan bahwa tujuan pendidikan IPA adalah : “to help student survive”. Pandangan yang dikemukakan oleh Tisher ini memiliki kaitan yang erat dengan pertanyaan yang diajukan oleh Syahrun dan Yunerti (2003) tentang siapa peserta didik yang belajar IPA. IPA tidak hanya ditujukan bagi peserta didik yang nantinya akan memilih studi dalam bidang IPA, tetapi IPA
4
all”. Dengan demikian pendidikan IPA di sekolah harus membekali siswa untuk dapat hidup mandiri di masyarakat sebagai pribadi-pribadi yang memahami tentang diri dan alam sekitarnya dan memiliki kebiasaan berpikir dan bernalar secara ilmiah. Agar tujuan ini dapat tercapai, maka dalam National Science Education Standard (NSES, 1996) dikatakan bahwa pendidikan IPA merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Lebih lanjut NSES mengungkapkan bahwa siswa harus mengembangkan pemahaman terhadap apa itu IPA, apa yang dapat diperbuat dan tidak dapat diperbuat melalui IPA dan bagaimana IPA berpengaruh terhadap kehidupan mereka.
5 (2006), maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar menekankan pada pentingnya untuk berinkuiri untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa melalui pembelajaran yang bersifat child centered
(berpusat pada siswa).
Hasil studi yang dilakukan oleh Sato (2006) terhadap pembelajaran IPA di Indonesia mengungkapkan kenyataan lain dari apa yang diharapkan. Pembelajaran IPA di Indonesia masih dilangsungkan melalui pendekatan konvensional. Guru memberi perintah pada sekelompok siswa melalui metode ceramah. Pembelajaran juga bersifat textbook oriented dimana buku pegangan siswa dijadikan sebagai acuan dalam melangsungkan pembelajaran di kelas. Guru banyak mengajukan pertanyaan yang sifatnya sederhana kepada siswa, seperti :
”apakah ini?” atau ”apakah ini benar?”. Sedangkan siswa hanya menjawab dengan mengulangi penjelasan yang sudah tertulis dalam buku teks. Seringkali guru memanfaatkan siswa yang memberi jawaban yang sesuai dengan arahan atau harapan guru. Sato (2006) berkesimpulan bahwa dari pembelajaran yang dilangsungkan seperti itu tidak banyak yang dapat dipelajari oleh siswa, meskipun pembelajaran memang terjadi. Dengan cara demikian, hanya sebagian kecil siswa memperoleh ilmu dan itu pun sebatas memahami materi pelajaran yang ada di dalam buku, tetapi ilmu yang sesungguhnya harus dibekalkan sesuai dengan visi pendidikan IPA tidak tercapai.
6 dilangsungkan secara konvensional. Pembelajaran yang dilangsungkan bersifat
teacher centered dengan metode ceramah dan memiliki ciri “transfer of knowledge” dimana guru berperan aktif menyampaikan informasi kepada siswa.
Pembelajaran yang dilangsungkan di Cimahi pada kegiatan pra penelitian difokuskan terhadap penguasaan konsep dasar dan guru berindak sebagai penyampai informasi materi IPA. Konsep-konsep dalam buku pegangan siswa merupakan kunci dari beranjaknya pembelajaran dilangsungkan. Meskipun sesekali guru meminta siswa untuk memberi contoh yang tidak ada dalam buku pegangan siswa, namun seringkali mereka terjebak dengan istilah-istilah berupa hapalan. Hasil dari pra penelitian tersebut mengungkapkan bahwa guru memerlukan peningkatan kemampuan untuk melangsungkan pembelajaran IPA yang inovatif sesuai dengan apa yang diharapkan oleh karakteristik pembelajaran IPA yang tidak hanya menekankan hasil belajar siswa pada aspek kognitif saja.
Hasil studi yang dilakukan oleh banyak peneliti mengungkapkan bahwa efektivitas pembelajaran lebih menunjang pencapaian hasil belajar siswa baik dalam aspek kognitif maupun aspek afektif dibandingkan dengan efektivitas manajemen sekolah (Teddlie & Reynolds, 2000; Kyriakides et al., 2008). Penelitian lain mengungkapkan bahwa kualitas mengajar merupakan hal yang sangat penting pada penyelenggaraaan pembelajaran di kelas karena berhubungan erat dengan dengan pencapaian hasil belajar siswa (Brophy & Good, 1986; Fraser, Walberg, Welch, & Hattie, 1987; The Finance Project, 2005; Yager, 2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti (Schibeci & Hickey, 2003;
7 hasil belajar siswa disebabkan oleh kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran di kelas. Bagaimana guru memahami pelajaran, memahami bagaimana siswa belajar dan mempraktekkan metode pembelajaran erat hubungannya dengan perolehan hasil belajar siswa. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Sato (2006) yang menyatakan bahwa guru memiliki peran sentral dalam menentukan arah pembelajaran yang dilangsungkan di kelas. Apakah pembelajaran yang dilangsungkan bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa tidak hanya dalam aspek pemahaman terhadap materi pelajaran ataukah bertujuan untuk meningkatkan kemandirian siswa, semuanya tergantung dari bagaimana guru melangsungkan pembelajaran tersebut.
Dari pandangan-pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan siswa. Pendidikan guru, kemampuan guru, dan pengalaman guru berhubungan erat dengan pencapaian yang diperoleh siswa. Oleh karena itu, penting sekali untuk menyiapkan guru sebelum terjun sebagai tenaga pengajar dan secara terus menerus melakukan perbaikan terhadap pengetahuan dan kecakapan sepanjang karirnya.
8 tidak semua guru mendapatkan kesempatan mengikuti program pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah, program yang dikembangkan kurang melibatkan guru, permasalahan yang disajikan bersifat generalisasi yang berlaku umum padahal permasalahan yang dihadapi guru seringkali bersifat lokal dan kontekstual, permasalahan yang dianggap penting oleh penyelenggara program belum tentu dianggap sebagai permasalahan yang penting oleh guru. Program yang dikembangkan seringkali memisahkan antara aspek materi dengan aspek pedagogi, inovasi yang disampaikan dalam program seringkali disampaikan dengan dijelaskan bukan dicontohkan. Misalnya, penataran tentang metode ilmiah bukannya dilakukan dengan mengajak peserta melakukan penelitian ilmiah tetapi berisi penjelasan tentang langkah ilmiah (Widodo, 2006; Wentling, 1993). Dari hal-hal yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa program yang dikembangkan belum menyentuh guru secara keseluruhan dan tidak memenuhi apa yang dibutuhkan oleh guru. Dengan kata lain, program-program pelatihan guru tidak dimulai dengan identifikasi terhadap apa yang dibutuhkan oleh guru.
9 diantaranya adalah dengan menggunakan angket, memberikan tes, melakukan survei, melakukan observasi atau menggabungkan teknik-teknik tersebut. Widodo
et al. (2006) melakukan penelitian tentang analisis kebutuhan guru SMP dalam kaitannya dengan pembelajaran IPA di wilayah Kota Bandung dengan menggunakan angket untuk mengidentifikasi kebutuhan guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA di SMP. Penelitian tentang analisis kebutuhan terutama yang dilakukan di wilayah Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi belum pernah dilakukan sebelumnya. Sementara itu kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA terutama di sekolah dasar di kedua wilayah ini menjadi suatu hal yang penting, mengingat dari hasil pra penelitian, guru dinilai kurang mampu mengembangkan pembelajaran IPA sesuai dengan apa yang diharapkan oleh karakteristik pembelajaran IPA.
10 wawancara dengan dua responden guru sekolah dasar di Cimahi, terungkap bahwa guru belum sepenuhnya memahami peran mereka dalam KTSP. Kedua orang guru ini menyatakan bahwa dalam KTSP tugas mereka adalah membuat rencana pembelajaran atau RPP yang mengacu pada silabus yang diberikan oleh sekolah. Guru tidak memahami bahwa silabus merupakan bagian KTSP yang harus mereka kembangkan sendiri, bukan sekedar diambil dari yang sudah tersedia seperti contoh silabus yang dikeluarkan oleh BSNP atau dalam buku paket .
Dari uraian di atas, maka ada dua permasalahan yang dihadapi oleh guru sekolah dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat berkenaan dengan pendidikan IPA, yaitu masalah pengembangan kurikulum IPA dan masalah melangsungkan pembelajaran IPA yang selaras dengan hakikat IPA. Dengan demikian penelitian tentang analisis kebutuhan guru sekolah dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh guru untuk mengembangkan kurikulum IPA dan pembelajaran IPA merupakan suatu hal yang perlu dilakukan.
Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi kesenjangan dengan menggunakan angket, lembar observasi terhadap pembelajaran yang dilangsungkan di kelas dan studi dokumentasi, yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh peneliti lain untuk wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi, ataupun di Jawa Barat. Wilayah kesenjangan atau “gap” yang dikaji
11 Kelima aspek tersebut, adalah: pemahaman terhadap kurikulum (curriculum knowledge), pemahaman terhadap konten IPA (content knowledge), pemahaman terhadap pedagogi (pedagogical knowledge), pemahaman terhadap konten pedagogi (pedagogical content knowledge) dan pemahaman terhadap pembelajar
(knowing of learners). Kajian tentang analisis kebutuhan guru dalam kelima aspek tersebut diperlukan untuk menjadi pijakan dalam memberikan pembekalan bagi peningkatan profesionalisme guru IPA di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.
B. BATASAN MASALAH
Menurut Kaufman (1992) ”needs assessment is the formal process of identifying needs as gaps between current and desired results”. Hal yang sama dinyatakan oleh Wentling (1993) bahwa kebutuhan merupakan kondisi dari ”apa
yang ada” dan ”apa yang seharusnya ada atau apa yang diharapkan ada”.
12 C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:
“Keterampilan apa yang dibutuhkan guru dalam mengembangkan kurikulum dan
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Negeri di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat yang sesuai dengan hakikat IPA? ”
Rumusan masalah di atas dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa latar belakang pendidikan guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat?
2. Bagaimana keterlibatan guru Sekolah Dasar dalam program pelatihan kurikulum dan pembelajaran IPA ?
3. Bagaimana pengalaman mengajar guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat?
4. Bagaimanakah pendapat guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana (media pembelajaran) yang menunjang untuk melangsungkan pembelajaran IPA? 5. Apa pendapat guru SD Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat tentang
kurikulum dan pembelajaran IPA?
13 a. Keterampilan dalam merancang pembelajaran IPA (curriculum
knowledge)?
b. Pengetahuan terhadap materi IPA (content knowledge)?
c. Pengetahuan terhadap pedagogi pembelajaran (pedagogical knowledge), yang meliputi aspek-aspek:
1) Keterampilan dalam membuka pelajaran
2) Keterampilan dalam mengembangkan dan menggunakan media dalam pembelajaran IPA
3) Keterampilan dalam menerapkan teknik bertanya dalam pembelajaran IPA?
4) Keterampilan mengembangkan evaluasi dalam pembelajaran IPA?
5) Keterampilan dalam menutup pelajaran dalam pembelajaran IPA ?
d. Pengetahuan terhadap konten pedagogi (pedagogical content knowledge) dalam pembelajaran IPA?
e. Kemampuan memahami peserta didik (knowledge of learners) dalam pembelajaran IPA?
14 D. TUJUAN PENELITIAN
Kurikulum dikembangkan dengan didasari oleh aspek-aspek berikut: 1) falsafah dan tujuan kurikulum, 2) kemasyarakatan, 3) kebudayaan dan sosio-kultural, 4) psikologi belajar, 5) pertumbuhan dan perkembangan siswa serta 6) organisasi kurikulum (Hamalik, 1990). Pandangan terhadap aspek-aspek ini memiliki implikasi terhadap program pengembangan kurikulum. Salah satu aspek penting yang mendasari penelitian ini adalah implikasi dari kemasyarakatan terhadap penyusunan kurikulum pelatihan. Sebuah program pelatihan diselenggarakan bagi kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok yang masing-masing memiliki kekuatan, baik bersifat potensial, riil maupun strategis. Kekuatan-kekuatan tersebut akan memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan suatu program, oleh karenanya patut dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, sehingga kurikulum sejalan dengan sifat dinamis dalam masyarakat.
15 mengembangkan kurikulum.
Secara khusus, tujuan dari penelitian ini untuk:
a. Menganalisis latar belakang pendidikan guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian. b. Menganalisis keterlibatan guru dalam program pelatihan kurikulum dan
pembelajaran IPA Sekolah Dasar.
c. Menganalisis pendapat guru tentang ketersediaan dan pemanfaatan fasilitas pembelajaran IPA.
d. Menganalisis pendapat guru SD Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat tentang kurikulum dan pembelajaran IPA.
e. Menganalisis pendapat guru SD Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat terhadap hakikat IPA dan hakikat pembelajaran IPA.
f. Menganalisis kompetensi yang dimiliki oleh guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran IPA yang berkaitan dengan: 1) keterampilan yang dimiliki oleh guru sekolah dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran IPA, 2) pengetahuan yang dimiliki guru terhadap materi IPA (content knowledge), 3) keterampilan dalam menerapkan pengetahuan tentang pedagogi (pedagogical knowledge), 4) menerapkan pengetahuan tentang konten pedagogi (pedagogical content knowledge), serta 5) memahami peserta didik (knowledge of learners).
16 E. MANFAAT PENELITIAN
Hasil kajian dari analisis kebutuhan guru ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengayaan bidang keilmuan kurikulum. Menurut Oliva (1988) prinsip pengembangan kurikulum ditarik dari berbagai sumber yang meliputi: a) data empiris, 2) data eksperimental, 3) folklore berupa keyakinan dan sikap masyarakat, serta 4) akal sehat. Prinsip pengembangan kurikulum dapat dipandang sebagai kebenaran umum, ataupun sebagian mengandung kebenaran atau berupa hipotesis. Berdasar pada prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Oliva di atas, maka pengembangan kurikulum semestinya didasari oleh analisis kebutuhan.
17 Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Glatthorns (dalam Ornstein & Hunkins, 1993) didasari oleh asumsi bahwa fokus utama dari pengembangan kurikulum adalah individu atau sekelompok orang dimana kurikulum tersebut akan dikembangkan. Dari sudut kemasyarakatan, pengembangan kurikulum beranjak dari suatu masyarakat tertentu. Masyarakat merupakan suatu sistem, yakni sistem keyakinan, sistem nilai, sistem kebutuhan dan sistem permintaan. Kurikulum yang dikembangkan harus berpijak dan relevan dengan masyarakat dimana kurikulum akan dilaksanakan. Grier (2005) menyatakan bahwa disain pengembangan kurikulum Tyler didasarkan pada identifikasi terhadap pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab selama proses pengembangan, dan analisis kebutuhan membantu menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, oleh karenanya memadukan analisis kebutuhan dengan proses pengembangan kurikulum merupakan suatu hal yang diperlukan. Langkah-langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan dalam penelitian ini dapat dilakukan sebagai pengayaan terhadap pengembangan kurikulum yang akan dikembangkan dalam program pelatihan guru untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
18
(2009): ”...teachers in different branches have wide range of spesific knowledge skills”. Identifikasi terhadap aspek-aspek ini diperlukan sebagai dasar untuk meningkatkan profesionalitas guru di wilayah Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat melalui isi dan metode yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan prioritas yang dibutuhkan oleh guru.
F. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif melalui pemberian angket, melakukan observasi serta studi dokumentasi untuk menggali informasi tentang latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar guru, keterlibatan guru dalam program pelatihan, pendapat guru tentang kurikulum dan pembelajaran IPA, keterampilan guru dalam menyusun RPP (curriculum knowledge), dan melangsungkan pembelajaran (content knowledge, pedagogical knowledge, pedagogical content knowledge, knowing of learners).
19 G. LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di dua wilayah, yaitu Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Fokus penelitian dilakukan di SDN Cimahi dan Kabupaten Bandung dengan pertimbangan bahwa kedua wilayah ini merupakan wilayah terdekat dari Kota Bandung. Kedua wilayah ini memiliki potensi besar dalam berbagai bidang seperti pertanian, peternakan, pariwisata, dan sosial budaya. Oleh karenanya, pendidikan memegang peranan penting untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia yang akan mengelola wilayah ini. Kualitas sumber daya tersebut harus dipupuk sejak dini dan pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan formal pertama bertanggung jawab dalam membentuk kualitas sumber daya yang dapat diandalkan di masa depan.
20 Shulman, 1989; Wallace & Louden, 1992).
Dari hasil wawancara peneliti dengan staf dinas pendidikan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, pelatihan guru merupakan kegiatan yang jarang dilangsungkan di kedua wilayah ini. Data Dinas Pendidikan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 7 tahun terakhir program pelatihan bagi guru sekolah dasar yang berkaitan dengan kurikulum dan pembelajaran IPA belum pernah diselenggarakan. Hasil penelitian diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah setempat untuk mengembangkan kurikulum pelatihan guru sekolah dasar berkaitan dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran IPA.
102
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab III akan diuraikan metodologi penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini, meliputi: populasi, lokasi dan subjek penelitian; definisi
operasional; metode penelitian; data, sumber data dan instrumen; teknik dan
langkah pengumpulan data serta analisis data.
A. POPULASI, LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN
Sukmadinata (2005) membedakan populasi menjadi populasi target dan
populasi terukur atau accessable population. Populasi terukur merupakan populasi
yang secara riil dijadikan sebagai dasar penarikan sampel dan secara langsung
merupakan sasaran keberlakuan kesimpulan, sedangkan populasi target adalah
populasi yang memiliki kesamaan karakteristik dengan populasi terukur. Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi target adalah guru-guru sekolah dasar negeri
di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat karena pada dasarnya memiliki
kesamaan karakteristik dan budaya. Hal ini mengandung pengertian bahwa hasil
penelitian berlaku bagi guru-guru sekolah dasar di wilayah Kabupaten Bandung
Barat dan Kota Cimahi.
Terdapat beberapa alasan mengapa guru-guru di sekolah dasar negeri di
Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dijadikan sebagai populasi target.
Pertama, hasil dari kajian pra penelitian, guru-guru di Kota Cimahi dan Kabupaten
103 dilibatkan dalam pelatihan yang berkaitan dengan pembelajaran IPA maupun
kurikulum dan tidak ada catatan prestasi tentang pendidikan IPA di kedua wilayah
ini seperti misalnya menjadi peserta olimpiade sains tingkat provinsi atau
nasional. Satu-satunya catatan prestasi pendidikan yang diraih Kota Cimahi
adalah sebagai kota yang memiliki inovasi tinggi dalam percepatan penuntasan
wajar Diknas 9 tahun pada tingkat provinsi. Kedua, akses peneliti terhadap
sekolah di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi lebih tinggi
dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini dikarenakan kemudahan perijinan
untuk melakukan penelitian. Dengan jarangnya penelitian dan pelatihan
diselenggarakan di wilayah Kota Bandung Barat dan Cimahi, Unit Pelaksana
Teknis Dinas Pendidikan (UPTD Pendidikan) di kedua wilayah ini sangat
mendukung peneliti untuk melakukan penelitian di kedua wilayah ini. Ketiga,
penelitian tentang kebutuhan guru yang berkaitan dengan pembelajaran IPA
belum pernah dilakukan di Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi, sehingga
ungkapan mengenai kebutuhan (needs) dari para guru lebih natural dan memiliki
validitas tinggi.
Penarikan sampel dilakukan melalui purposive sampling. Borg & Gall
(2003) menyatakan: ”in purposeful sampling the goal is to select cases that are
likely to be information rich which respect to the purposes of the study”. Dalam
pemilihan sampel secara purposive, peneliti tidak bermaksud untuk mengambil
sampel yang secara akurat menggambarkan keseluruhan populasi, tetapi lebih
pada memilih kasus atau kejadian yang memungkinkan informasi dapat digali
104 Gall, 2003). Tujuan dari purposive sampling adalah memilih sampel untuk
mengembangkan pemahaman terhadap suatu fenomena yang dipelajari
berdasarkan kepentingan penelitian. Fenomena yang diamati dapat dilakukan
terhadap subjek yang dapat merupakan tempat, karakteristik manusia ataupun
manusianya sendiri.
Langkah yang dilakukan dalam purposive sampling ini adalah sebagai
berikut: Pertama, menentukan wilayah penelitian yaitu kecamatan yang berada di
wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi. Dari kedua wilayah
tersebut, dipilih beberapa kecamatan sebagai tempat penelitian. Pertimbangan
pemilihan kecamatan berdasarkan kesamaan karakteristik wilayah yaitu berada di
daerah perkotaan wilayah yang dianggap sebagai pusat kota dari wilayah tersebut.
Dengan demikian diharapkan sekolah, siswa dan guru yang berada di wilayah
tersebut memiliki kesamaan karakteristik. Pertimbangan lain adalah kemudahan
akses untuk melakukan penelitian pada wilayah-wilayah tersebut karena mudah
dijangkau oleh peneliti. Selain kemudahan akses, kemudahan perijinan yang
diberikan oleh kecamatan dijadikan pula pertimbangan oleh peneliti untuk
mengambil kecamatan tersebut menjadi wilayah yang diambil sebagai tempat
penelitian.
Dengan berlandaskan pada pertimbangan di atas, maka peneliti
menetapkan dua kecamatan yang berada di wilayah Kota Cimahi, yaitu
Kecamatan Cimahi Tengah yang dianggap sebagai pusat kota Cimahi dan
Kecamatan Cimahi Utara yang wilayahnya terletak tidak jauh dari pusat kota
105 Kecamatan Lembang, Kecamatan Parongpong dan Kecamatan Ngamprah.
Kecamatan Ngamprah diambil sebagai wilayah penelitian karena merupakan
pusat kota dari Kabupaten Bandung Barat, sedangkan Kecamatan Parongpong dan
Lembang merupakan dua wilayah yang berdekatan dengan Kecamatan Ngamprah.
Kecamatan Parongpong dan Kecamatan Lembang selain terletak berdekatan
dengan Kecamatan Ngamprah juga merupakan wilayah yang memiliki
karakteristik perkotaan karena menjadi kota pariwisata.
Setelah menentukan wilayah penelitian, peneliti memilih sekolah yang
berada di ke lima kecamatan yang telah ditentukan. Pemilihan sekolah didasari
oleh pengelompokkan kategori, yaitu sekolah yang termasuk ke dalam kualifikasi
tinggi dan rendah berdasarkan nilai rata-rata UN tertinggi dan terendah di
wilayahnya. Penentuan sekolah menjadi kategori tinggi dan rendah ditentukan
pula atas pertimbangan UPTD Pendidikan dan masyarakat setempat.
Peneliti meminta masukkan dari UPTD Pendidikan dan masyarakat
setempat untuk menentukan kategori sekolah tinggi dan rendah. Sekolah kategori
tinggi merupakan sekolah yang memiliki rata-rata nilai UN tinggi dan dianggap
sebagai sekolah favorit dengan banyak peminat dari masyarakat sekitar. Sekolah
favorit dikriteriakan sebagai sekolah kategori tinggi. Sedangkan kriteria sekolah
kategori rendah adalah sekolah yang memiliki nilai rata-rata UN rendah dan
kurang diminati oleh masyarakat setempat. Sekolah-sekolah yang termasuk
kategori tinggi merupakan sekolah-sekolah yang menampung siswa
berpenghasilan cukup dan memiliki jumlah siswa yang banyak karena banyak
106 dalam kategori rendah merupakan sekolah yang menampung siswa dengan
rata-rata penghasilan orang tua rendah dan memiliki jumlah siswa sedikit karena
kurang diminati oleh masyarakat sekitar. Sekolah-sekolah yang tergolong kategori
rendah memiliki siswa yang kebanyakan bertempat tinggal di daerah
perkampungan yang jauh dari lokasi sekolah.
Kedua, peneliti melayangkan surat perijinan dan mendatangi kepala
sekolah pada sekolah-sekolah yang sudah direkomendasikan oleh UPTD
Pendidikan dan masyarakat setempat. Dari langkah ini, beberapa kepala sekolah
ada yang merespon baik permohonan peneliti dan ada pula yang menolak
permohonan peneliti. Penolakan dari kepala sekolah untuk tidak mengijinkan
sekolahnya digunakan sebagai tempat penelitian merupakan kendala bagi peneliti.
Alasan penolakan kepala sekolah adalah ketakutan pihak sekolah bahwa
penelitian ini akan melakukan penilaian terhadap sekolah. Kendala ini diatasi
dengan melakukan pendekatan pada kepala sekolah untuk meyakinkan bahwa
penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menilai sekolah, melainkan untuk mencari
kebutuhan guru untuk melangsungkan pembelajaran IPA. Dari hasil pendekatan
peneliti terhadap kepala sekolah, di beberapa sekolah peneliti mendapat ijin untuk
melakukan penelitian, tetapi ada pula sekolah yang tetap tidak mau dilibatkan.
Untuk kasus demikian, peneliti mengambil tindakan dengan mendatangi kembali
UPTD Pendidikan dan menanyakan pada masyarakat setempat, sekolah lain yang
berada di kecamatan yang sama yang memiliki kesamaan karakteristik dengan
sekolah yang harus digantikan. Melalui prosedur yang ditempuh, maka hasil yang
107 Tabel 3.1
Wilayah Kecamatan dan Sekolah Yang Terlibat Dalam Penelitian
Wilayah Kecamatan Kualifikasi
Tinggi Rendah
Kabupaten Bandung Barat
Parongpong SDN 1 Parongpong SDN 4 Parongpong Lembang SDN Pancasila SDN Pager Wangi 2 Ngamprah SDN Karya Mulya SDN Ciledug 2
Kota Cimahi Cimahi utara SDN Cipageran Mandiri 1 SDN Cipageran Mandiri 4 Cimahi Tengah SDN Cimahi Mandiri 1 SDN Baros 4
Langkah selanjutnya adalah mendata guru yang mengajar di kelas 4 dan
kelas 5 di sekolah-sekolah yang telah ditentukan. Penentuan responden dilakukan
melalui convinience sampling. Castillo (2009) menyatakan bahwa convinience
sampling merupakan teknik penarikan sampel secara non-probabilitas dimana
subjek dipilih berdasarkan kenyamanan, kemudahan akses dan kedekatan subjek
dengan peneliti. Subjek dalam convinience sampling dipilih karena mereka
memiliki keinginan untuk bekerja sama dengan peneliti. Dalam penelitian ini
pemilihan subjek dilakukan melalui convinience sampling berdasarkan
pertimbangan bahwa peneliti harus melakukan observasi terhadap pembelajaran
yang dilangsungkan oleh guru. Oleh karena itu subjek yang memiliki keinginan
untuk bekerja sama akan menampilkan pembelajaran yang lebih natural dan
memudahkan peneliti untuk melakukan observasi. Langkah yang dilakukan dalam
memilih subjek dengan convinience sampling ini adalah sebagai berikut: pada
sekolah yang telah mewakili kecamatan dan mewakili kualifikasi tinggi atau
rendah, peneliti mengajukan surat permohonan untuk melakukan penelitian di
sekolah mereka.
Di beberapa sekolah, terdapat kelas paralel sehingga jumlah guru untuk
108 dalam sekolah tersebut dilibatkan dalam penelitian. Guru yang menolak untuk
diobservasi pembelajarannya tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Penolakan
beberapa guru di sekolah yang memiliki kelas paralel untuk diobservasi bukan
merupakan suatu kendala bagi peneliti, namun di sekolah yang tidak memiliki
kelas paralel merupakan kendala yang harus peneliti hadapi. Langkah untuk
mengantisipasi hal ini adalah dengan meyakinkan guru yang tidak ingin
diobservasi pembelajarannya bahwa penelitian ini bukan dimaksudkan untuk
menilai pembelajaran mereka. Setelah peneliti melakukan pendekatan pada guru,
pada akhirnya guru setuju untuk diobservasi.
Berdasarkan prosedur yang ditempuh, maka diperoleh jumlah guru yang
terlibat sebagai responden dari setiap sekolah sebagaimana yang tercantum pada
tabel 3.2.
Tabel 3.2
Daftar lokasi dan jumlah subjek yang terlibat dalam penelitian kebutuhan guru untuk mengembangkan kurikulum dan pembelajaran IPA
Lokasi Kelompok sekolah
Kelas Jumlah Guru di Sekolah
109 Penelitian dilakukan pada guru yang mengajar di kelas 4 dan kelas 5,
dengan didasari atas sifat pembelajaran yang dilangsungkan di kelas empat dan
kelas lima. Di kelas empat dan kelas lima pembelajaran IPA dilangsungkan
sebagai mata pelajaran yang tidak diintegrasikan dengan mata pelajaran lain
seperti halnya pembelajaran IPA di kelas kelas satu sampai kelas tiga. Sedangkan
di kelas enam pembelajaran lebih difokuskan pada persiapan untuk ujian nasional.
Alasan lain dari pemilihan subjek penelitian guru kelas empat dan guru kelas lima
adalah pembelajaran IPA di kelas empat dan kelas lima mulai banyak dikenalkan
konsep-konsep IPA, sehingga seringkali guru terjebak hanya pada pengenalan
konsep-konsep sederhana atau dasar.
Guru yang terlibat dalam penelitian memiliki karakteristik rentang usia
antara 26 sampai 56 tahun dengan kualifikasi pendidikan mulai dari D1 sampai
S1, satu diantaranya sedang melanjutkan studi ke jenjang S2, jumlah guru
laki-laki 5 orang dan 25 orang lainnya adalah guru wanita. Pengalaman mengajar guru
berkisar antara 3 tahun sampai 27 tahun dengan keterlibatkan guru dalam kegiatan
pelatihan/workshop pembelajaran IPA bervariasi pula, yaitu dari yang tidak
pernah mengikuti workshop dan ada pula yang mengikuti workshop pada skala
nasional. Lebih detail data tentang latar belakang pendidikan guru, pengalaman
mengajar guru dan keterlibatan guru dalam pelatihan/workshop disajikan pada
Tabel 3.5, 3.7, 3.8 dan 3.9. Dari 30 guru yang terlibat dalam penelitian, 6
diantaranya merupakan guru honorer dan 24 lainnya adalah guru yang telah
diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Keseluruhan guru belum mengikuti
110 B. DEFINISI OPERASIONAL
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Latar Belakang Pendidikan Guru
Latar belakang pendidikan guru diartikan sebagai jenjang pendidikan
formal yang ditempuh guru dan spesialisasi yang diambil oleh guru dalam
pendidikan formal sebelum bertugas sebagai guru. Pendidikan formal sendiri
diterjemahkan sebagai “the process of training and developing people in
knowledge, skills, mind, and character in a structured and certified program”
(SIL International, 1999). Latar belakang pendidikan formal dalam penelitian ini
merupakan respon guru terhadap pertanyaan mengenai pendidikan yang ditempuh
guru di jenjang pendidikan tinggi dan spesialisasi/jurusan yang diambil oleh guru
dan jenjang pendidikan sekolah menengah dan penjurusannya.
2. Keterlibatan guru dalam program pelatihan pengembangan kurikulum
dan pembelajaran
Pelatihan merupakan alat yang penting sebagai pedoman bagi pengambil
kebijakan, pejabat pemerintah, pengembangan proyek, pengembangan tenaga ahli
dan para ahli sebagai realisasi dari program atau rencana sebuah program
(Wentling, 1996). Seringkali seseorang dihadapkan pada perlunya perubahan
karena berkembangnya ilmu. Pelatihan merupakan jawaban terhadap kebutuhan
orang terhadap ilmu-ilmu baru atau kecakapan yang diperlukan dalam
mengimplementasikan perubahan. Program pelatihan guru merupakan salah satu
111 pengetahuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam yang begitu pesat menuntut
adanya peningkatan kecakapan dan keterampilan untuk membelajarkan mata
pelajaran IPA. Oleh karenanya guru senantiasa dituntut untuk mengembangkan
diri untuk menyesuaikan dengan perkembangan IPA tersebut melalui
program-program pelatihan. Dalam penelitian ini keterlibatan guru dalam program-program
pelatihan pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan frekuensi
keikut sertaan guru dan jumlah jam keterlibatan guru sebagai peserta pelatihan
yang berhubungan dengan kurikulum dan pembelajaran IPA.
3. Pendapat guru.
Pendapat guru dalam penelitian ini berkaitan dengan pendapat mengenai
ketersediaan fasilitas, hakikat IPA dan hakikat pembelajaran IPA. Dalam
melangsungkan pembelajaran, guru harus ditunjang oleh fasilitas pembelajaran
yang memadai. Dalam pembelajaran IPA keberadaan media sebagai sarana
pembelajaran sangat menunjang dalam efektivitas pembelajaran yang
dilangsungkan (Marsh, 2009). Pendapat tentang ketersediaan fasilitas dalam
penelitian ini adalah respon guru terhadap pertanyaan tentang keberadaan media
pembelajaran di sekolah dimana guru mengajar. Keberadaan media di sekolah
tersebut dikomparasi dengan Peraturan Menteri (PERMEN) no 24 Tahun 2007
Tentang Standar Sarana dan Prasarana. Dalam PERMEN tersebut media yang
harus tersedia di sekolah meliputi: model kerangka tubuh manusia, model tubuh
manusia, globe, model tata surya, kaca pembesar, cermin (datar, cekung,
112 hewan langka, hewan dilindungi, tanaman khas Indonesia, contoh ekosistem, dan
sistem-sistem pernafasan hewan).
Tyler (1934) dan Taba (1962) mempersepsikan kurikulum sebagai rencana
program pengajaran atau rancangan pembelajaran di kelas. Kurikulum diartikan
pula sebagai pengalaman atau kegiatan belajar siswa dibawah arahan program
yang dikembangkan oleh sekolah (Parkay et al., 2006). Zais (1934) memaknai
kurikulum sebagai daftar atau kumpulan mata pelajaran yang akan dipelajari oleh
siswa. Kurikulum sering pula dimaknai sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran (UU RI Nomor 23 Tahun
2003). Zais (1976) mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari komponen
tujuan, materi pelajaran, pengalaman belajar dan evaluasi. Sedangkan
pembelajaran merupakan implementasi atau aksi dari kurikulum yang
direncanakan (written curriculum). Parkay et al., (2006) menyatakan bahwa
kurikulum dan pembelajaran merupakan sebuah kontinum yang tidak dapat
dipisahkan. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan aktivitas untuk terjadinya proses perolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran, serta pembentukan sikap peserta didik.
Pendapat guru tentang kurikulum dalam penelitian ini diartikan sebagai
respon guru terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan rumusan stándar
113 pembelajaran IPA diartikan sebagai respon guru terhadap pertanyaan yang
berkaitan dengan hakikat IPA dan hakikat pembelajaran IPA.
4. Kompetensi Guru dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran
IPA
Secara luas kompetensi mencakup semua kecakapan, kebisaan,
keterampilan yang diperlukan seseorang dalam kehidupannya (Sukmadinata,
2004). Kompetensi guru berhubungan dengan kecakapan, kebisaan dan
keterampilan yang diperlukan guru. Dalam melaksanakan tugasnya, guru
bertindak sebagai pengembang kurikulum dan pelaksana kurikulum. Dalam
penelitian ini kompetensi guru diukur dengan memberikan scoring/penilaian
terhadap masing-masing komponen keterampilan/kemampuan yang harus dimiliki
oleh guru, yaitu: membuat rencana pembelajaran IPA, memiliki pengetahuan
tentang materi IPA, pedagogi pembelajaran dan konten pedagogi IPA. Dalam
penelitian ini, kemampuan terhadap komponen-komponen tersebut dinilai secara
terpisah.
a. Keterampilan dalam mengembangkan kurikulum IPA
Keterampilan guru dalam mengembangkan kurikulum IPA diistilahkan
pula pemahaman guru terhadap kurikulum (curriculum knowledge). Dalam
penelitian ini curriculum knowledge dinilai dari kemampuan guru dalam membuat
rencana pembelajaran IPA (RPP IPA) yang meliputi penilaian terhadap
114 mengorganisasikan materi pelajaran, merencanakan langkah pembelajaran,
menentukan media yang akan digunakan dalam pembelajaran dan merencanakan
evaluasi terhadap pembelajaran dengan menggunakan lembar penilaian yang
dikembangkan oleh peneliti.
b. Pengetahuan IPA (content knowledge)
Content knowledge diartikan sebagai the science knowledge a teacher
should possess (Enfield, 2009). Dalam penelitian ini pengetahuan guru terhadap
materi isi (content knowledge) diperoleh melalui kegiatan observasi terhadap ada
tidaknya miskonsepsi, kesalahan konsep, wawasan guru serta ketergantungan guru
terhadap buku teks dalam proses pembelajaran yang dilangsungkan.
c. Pengetahuan tentang pedagogi (pedagogical knowledge)
Pedagogi diartikan sebagai the practice (or the art, the science or the
craft) of teaching (Blatchford et al., 2002; Reece & Walker, 1997), but in the
early years any adequate conception of educative practice must be wide enough to
include the provision of learning environments for play and exploration
(Blatchford et al., 2002). Dalam penelitian ini pengetahuan terhadap general
pedagogy diartikan sebagai hasil observasi terhadap kemampuan guru dalam
menggunakan strategi pembelajaran yang diamati dalam aspek-aspek:
langkah-langkah dalam membuka dan menutup pelajaran, menerapkan teknik bertanya,
115 d. Pengetahuan guru terhadap pedagogi materi/pedagogical content knowledge
(PCK)
Ball (1991) and Shulman (1986) mendeskripsikan PCK sebagai knowing
the ways of representing and formulating the subject matter and making it
comprehensible to students (Wong and Lai, 2009). Dalam penelitian ini
kemampuan guru dalam memahami PCK merupakan hasil observasi terhadap:
pemilihan strategi (pendekatan dan metode pembelajaran) sesuai dengan
karakteristik materi yang diajarkan serta kemampuan guru menurunkan abstraksi
materi pelajaran sesuai dengan tahap berpikir siswa.
e. Kebutuhan Guru Mengembangkan Kurikulum dan Pembelajaran IPA
Dalam melangsungkan pembelajaran, guru memerlukan keterampilan
dalam merencanakan pembelajaran yang akan dilagsungkan dan keterampilan
untuk melangsungkan pembelajaran. Kebutuhan guru dalam mengembangkan
kurikulum dan pembelajaran IPA merupakan keterampilan-keterampilan yang
perlu ditingkatkan oleh guru untuk menyelenggarakan IPA sesuai dengan hakikat
IPA. Kebutuhan dalam penelitian ini meliputi keterampilan dalam menyusun
rencana pembelajaran (curriculum knowledge), keterampilan dalam memahami
konten (content knowledge), keterampilan dalam memahami pedagogi
(pedagogical knowledge), keterampilan dalam memahami konten pedagogi
(pedagogical content knowledge) serta pengetahuan terhadap pembelajaran
116 C. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan analisis
korelasional. Metode deskriptif digunakan dalam studi ini karena seperti
dideskripsikan oleh Valentine (1997) sebagai: “Descriptive studies attempt simply
to describe a phenomenon of importance to literacy educators. They are
non-experimental in nature and intent to describe rather than to "prove". Borg & Gall
(2003) menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian
kuantitatif yang melibatkan deskripsi terntang suatu fenomena secara teliti. Dalam
penelitian deskriptif tidak ada manipulasi terhadap variabel seperti halnya
penelitian eksperimental (Borg and Gall, 2001). Selanjutnya Borg & Gall (2000),
Sukmadinata (2005) menyatakan hal yang sama, bahwa penelitian deskriptif
merupakan pendekatan paling dasar yang ditunjukan untuk menggambarkan
fenomena-fenomena yang mengkaji bentuk, aktivitas, kesamaan dan perbedaan
fenomena. Penelitian deskriptif dalam bidang pendidikan dan kurikulum
merupakan hal yang cukup penting untuk mendeskripsikan fenomena kegiatan
pendidikan, pembelajaran dan implementasi kurikulum.
Hakekat penelitian deskriptif sesuai dengan penelitian ini. Penelitian
tentang kebutuhan guru untuk melangsungkan pembelajaran IPA ini mengkaji
fenomena dan menggali informasi tentang latar belakang pendidikan guru,
pengalaman mengajar guru, keterlibatan guru dalam program pelatihan, pendapat
guru tentang kurikulum dan pembelajaran IPA, kompetensi guru dalam menyusun
rencana pembelajaran (RPP) dan melangsungkan pembelajaran serta faktor-faktor
117 melangsungkan pembelajaran. Untuk melakukan hal tersebut, maka tidak perlu
ada perlakuan atau manipulasi variabel yang harus dilakukan oleh peneliti
terhadap subjek. Fenomena dan data sudah ada di lapangan dan sesuai dengan apa
yang sudah dan sedang dilakukan. Dengan demikian metode deskriptif merupakan
metode yang paling sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini.
Studi korelasional digunakan untuk mengungkap faktor-faktor yang
berkorelasi dengan kebutuhan guru dalam mengembangkan kurikulum dan
pembelajaran IPA. Wagner (2009) dan Waters (2005) menyatakan bahwa
”correlational studies are used to look for relationships between variables”.
Dalam penelitian ini latar belakang pendidikan guru, keterlibatan guru dalam
program pelatihan pengembangan kurikulum dan pembelajaran IPA serta
pengalaman mengajar guru dikorelasikan dengan performansi guru dalam
melangsungkan pembelajaran IPA di sekolah dasar serta kemampuan guru dalam
menyusun rencana pembelajaran (RPP) IPA.
Menurut Schibechi & Hickey (2002), Arlington (2008), Kyriakides et al.
(2008) dan Moeini (2009) keterlibatan guru dalam program-program peningkatan
profesionalisme guru, pemahaman guru terhadap hakikat IPA, anggapan guru
terhadap belajar dan mengajar (Widodo, 2004) serta kemampuan guru dalam
memahami materi pelajaran (Sterim, 2008; Tytler, 2004) merupakan aspek-aspek
yang mempengaruhi kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran.
Di dalam studi korelasional terdapat tiga kemungkinan hasil, yaitu:
118 yang menunjukkan kekuatan hubungan antar variabel berkisar antara – 1 dan +1.
Korelasi positif mengindikasikan bahwa variabel-variabel meningkat atau
menurun dalam waktu yang bersamaan. Koefisien korelasi mendekati +1
menunjukkan korelasi positif yang sangat kuat. Korelasi negatif mengindikasikan
hal sebaliknya dari korelasi positif. Koefisien korelasi mendekati -1 menunjukkan
korelasi negatif yang sangat kuat. Tidak terdapat korelasi mengindikasikan tidak
ada korelasi antar variabel. Koefisien korelasi dengan nilai 0 menunjukkan tidak
ada korelasi (Wagner, 2009; Borg & Gall, 2003).
D. DATA DAN SUMBER DATA
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: latar belakang
pendidikan guru, pengalaman mengajar guru, keterlibatan guru dalam kegiatan
pelatihan/workshop kurikulum dan atau pembelajaran IPA, pendapat guru tentang
pembelajaran IPA, pendapat guru dan kompetensi guru dalam mengembangkan
kurikulum pembelajaran IPA, pendapat guru tentang fasilitas dan sarana
pembelajaran IPA, keterampilan guru dalam merancang pembelajaran IPA,
pengetahuan guru tentang materi IPA, pengetahuan guru tentang pedagogi,
pengetahuan guru tentang konten pedagogi dan pengetahuan guru tentang
pembelajar.
Sumber data untuk mengungkap latar belakang pendidikan guru,
pengalaman mengajar guru, keterlibatan guru dalam kegiatan pelatihan kurikulum
dan pembelajaran IPA serta pendapat guru tentang kurikulum dan pembelajaran
119 telah diminta dan bersedia menjadi responden. Sedangkan sumber data untuk
mengungkap kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran adalah
performansi guru dan sumber data untuk mengungkap kemampuan guru dalam
mengembangkan kurikulum IPA adalah kemampuan guru dalam menyusun RPP.
Sumber faktor-faktor yang berpengaruh pada kompetensi guru dalam
mengembangkan kurikulum dan pembelajaran IPA adalah guru, RPP serta
performansi guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA.
E. INSTRUMEN PENELITIAN
Data dikumpulkan melalui instrumen berupa angket, lembar observasi dan
lembar penilaian RPP. Keterkaitan antara data, sumber data dan instrumen
penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3.
Data, Sumber Data dan Instrumen Penelitian
No Data yang diperlukan Sumber data Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data 1 Latar belakang pendidikan guru Guru Angket
2 Pengalaman Mengajar Guru Guru Angket
3 Keterlibatan guru dalam kegiatan pelatihan/workshop pengembangan kurikulum dan atau pembelajaran IPA
Guru Angket
4 Pendapat guru tentang pembelajaran IPA, meliputi:
· Pendapat guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran
· Pendapat guru tentang hakikat IPA dan hakikat pembelajaran IPA
Guru Angket
5 Pendapat guru tentang fasilitas pembelajaran IPA.
Guru Angket
5 Pendapat dan keterampilan guru tentang kurikulum meliputi:
· Pendapat guru yang berkaitan dengan kurikulum (PERMEN 22 Tahun 2006, PERMEN 23 Tahun 2006, SK & KD, Silabus dan RPP) serta
120 sumber yang digunakan
untukmelangsungkan pembelajaran IPA
· Keterampilan guru dalam menyusun RPP yang terdiri dari: keterampilan merumuskan indikator, keterampilan
6 Kemampuan guru dalam memahami konten IPA (content knowledge) 7 Kemampuan guru dalam pedagogi
(pedagogical knowledge) yang terdiri
8 Kemampuan guru dalam konten pedagogi (pedagogical content 9 Kemampuan guru dalam memahami
pembelajar (knowing of learners) 10 Faktor yang berkorelasi dengan
kompetensi guru dalam mengembangkan yang telah di skoring
Pengembangan instrumen yaitu angket, lembar observasi dan lembar penilaian
121 1. Angket
Angket dikembangkan dari hasil kajian pustaka terhadap buku dan jurnal
yang relevan dengan variabel dalam penelitian ini, yaitu berkaitan dengan
kurikulum dan pembelajaran IPA. Dari hasil kajian terhadap buku dan jurnal,
terdapat dua hal yang dilakukan oleh peneliti. Pertama adalah menyusun
pertanyaan untuk menggali pendapat guru tentang kurikulum dan pembelajaran
IPA. Beberapa pertanyaan diambil dari penelitian yang telah dikembangkan oleh
peneliti lain dalam jurnal, dan sebagian besar dikembangkan sendiri oleh peneliti
berdasarkan hasil kajian buku dan jurnal yang berkaitan dengan kurikulum dan
pembelajaran IPA.
Setelah pertanyaan dirumuskan dalam angket, peneliti meminta tiga orang
ahli pendidikan IPA untuk menguji validitas isi angket yang dikembangkan
peneliti. Dari hasil pengujian terdapat beberapa perbaikan terhadap rumusan
pertanyaan dalam angket. Perbaikan terutama dilakukan terhadap konstruksi
kalimat pada pertanyaan yang dirumuskan. Dalam hal konten tidak ada perbaikan
karena telah dinilai tepat untuk diajukan. Setelah diuji, peneliti meminta masukan
pada promotor/pembimbing untuk menyempurnakan isi angket sebelum angket
diberikan pada guru. Berdasarkan masukan dari pembimbing, peneliti melakukan
melakukan penyempurnaan baik terhadap isi maupun konstruksi kalimat yaitu
dengan menghilangkan pertanyaan-pertanyaan yang kemungkinan akan dijawab
sama oleh guru. Pertanyaan tersebut adalah: “apakah anda memeriksa pekerjaan
rumah siswa?” Pertanyaan tersebut dinilai tidak perlu ditanyakan pada guru
122 bimbingan dan pengujian, pertanyaan dalam angket dikelompokkan ke dalam
enam bagian, yaitu:
a. Bagian A
Pertanyaan pada bagian A terdiri atas pertanyaan untuk
mengungkap identitas guru yang berisi tentang instansi mengajar, latar
belakang pendidikan, instansi pendidikan terakhir, bidang studi yang
diambil dalam pendidikan terakhir, tahun kelulusan pada pendidikan
terakhir, pengalaman mengajar dan jenis kelamin.
b. Bagian B
Pertanyaan pada bagian B merupakan pertanyaan tentang
keterlibatan guru dalam kegiatan peningkatan profesionalisme guru.
Pertanyaan disajikan balam bentuk tabel untuk mengungkap tema kegiatan
yang pernah diikuti oleh guru, jenis program pelatihan guru (apakah
berupa workshop/pelatihan ataukah dalam bentuk seminar), tahun
diikutinya kegiatan tersebut, kurun waktu diselenggarakannya kegiatan,
level atau ruang lingkup dari kegiatan yang diikuti, instansi penyelenggara
kegiatan dan nilai kemanfaatan dari kegiatan yang diikuti guru beserta
alasan dari jawabannya.
c. Bagian C
Pertanyaan pada bagian C berisi pertanyaan yang berkaitan dengan
kurikulum. Pertanyaan yang disajikan berjumlah 13 pertanyaan.
123 dengan ya atau tidak tanpa memberikan alasan pemilihan jawaban.
Pertanyaan no 8, 9, 10 merupakan pertanyaan dengan pilihan ya, tidak dan
jawaban lain yang disertai dengan alasan atas jawaban yang dipilih.
Sedangkan pertanyaan no 4, 5, 6, 12 dan 13 merupakan pertanyaan terbuka
tanpa disediakan pilihan jawaban.
d. Bagian D
Pertanyaan pada bagian D merupakan pertanyaan yang berkaitan
dengan pembelajaran IPA. Pertanyaan-pertanyaan pada bagian ini
dikelompokkan ke dalam pertanyaan yang berkaitan dengan proses
pembelajaran, sarana pembelajaran, hakikat IPA dan hakikat pembelajaran
IPA.
Pertanyaan yang berkaitan dengan proses pembelajaran terdiri dari
10 pertanyaan. Bentuk pertanyaan bervariasi sebagai pertanyaan dengan
jawaban ya dan tidak disertai alasan pemilihan jawaban (pertanyaan no 2,
4, 6, 8 dan 9), pertanyaan dengan jawaban yang telah disediakan
(pertanyaan no 5, 7 dan no 10) serta pertanyaan yang bisa dijawab bebas
oleh responden (no 1 dan no 3) pilihan bentuk aktivitas yang dilakukan
guru dalam proses pembelajaran.
Pertanyaan yang berkaitan dengan sarana pembelajaran IPA terdiri
dari 4 pertanyaan dengan bentuk pertanyaan tertutup yang disediakan
pilihan jawaban (pertanyaan no 1 dan 2), responden dapat memilih lebih