• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBUTUHAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KEBUTUHAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS KEBUTUHAN GURU DALAM

MENGEMBANGKAN KURIKULUM DAN

PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk

Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang

Pengembangan Kurikulum

Promovendus:

Diana Rochintaniawati

055985

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

ii

Disetujui untuk Ujian Tahap I

Promotor,

Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, M.A

Co Promotor,

Prof. Dr. Hj. Sri Redjeki, M.Pd

Anggota,

Prof. Dr. Hj. Hansiswany Kamarga, M.Pd.

Ketua Program Study Pengembangan Kurikulum,

(3)

iii HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul : “Analisis Kebutuhan Guru Dalam Mengembangkan Kurikulum dan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”.

Bandung, 15 Juli 2010 Yang membuat pernyataan,

(4)

iv ABSTRAK PENELITIAN

Penelitian tentang Analisis Kebutuhan Guru Dalam Mengembangkan Kurikulum Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang perlu ditingkatkan oleh guru untuk menyusun rencana pembelajaran dan melangsungkan pembelajaran IPA di sekolah dasar. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan korelasional yang melibatkan 30 orang guru Sekolah Dasar Negeri di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Angket, lembar observasi dan studi dokumentasi digunakan untuk menjaring data penelitian. Dari hasil pemberian angket diperoleh bahwa guru Sekolah Dasar di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat memiliki latar belakang yang memadai dalam hal kualifikasi pendidikan dan pengalaman mengajar, namun memiliki latar belakang yang belum memadai dalam keterlibatan aktivitas pelatihan/workshop yang berkaitan dengan kurikulum dan pembelajaran IPA. Dari pemberian angket, observasi dan penilaian terhadap rencana pembelajaran yang dikembangkan guru, diperoleh hasil bahwa guru memerlukan peningkatan kemampuan dalam semua aspek yang mencakup: pemahaman terhadap kurikulum (curriculum knowledge), pemahaman terhadap materi IPA (content knowledge), pemahaman terhadap pedagogi (pedagogical knowledge), pemahaman konten pedagogi (pedagogical content knowledge) serta pemahaman terhadap siswa (knowing of learners) pada komponen-komponen tertentu. Latar belakang pendidikan guru, keterlibatan guru dalam kegiatan pelatihan atau workshop dan pengalaman mengajar guru tidak berkorelasi secara signifikan dengan kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA dan kemampuan guru mengembangkan rencana pembelajaran. Prioritas kebutuhan terhadap keterampilan guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA dan mengembangkan rencana pembelajaran IPA adalah meningkatkan pemahaman guru terhadap IPA sebagai proses, produk dan nilai serta meningkatkan kemampuan guru untuk merancang dan mengembangkan pembelajaran melalui keterampilan proses sains.

(5)

v NEEDS ASSESSMENT OF ELEMENTARY SCHOOL TEACHER IN DEVELOPING SCIENCE CURRICULUM AND TEACHING SCIENCE

ABSTRACT

Study of elementary school teachers’ needs assessment in developing science curriculum and teaching science aims to identify elementary school knowledge and skill needed by teacher in order to construct lesson plan and to teach science in elementary school. Descriptive study and correlation approach are used for the data analysis involving 30 teachers in Cimahi and West Bandung District. Questionnaires, observation sheet and document were used to collect the data. Data analysis reveals that elementary school teachers in Cimahi and West Bandung District have sufficient background in term of degree and teaching experience, but lack experience in in-service training for both elementary curriculum and science teaching. Moreover the study reveals those elementary school teachers in Cimahi and West Bandung District need to improve knowledge and skills in: curriculum knowledge, content knowledge, pedagogical knowledge, pedagogical content knowledge and knowing of learners in some component. Further, the study found that there were no significant correlation among educational background, teaching experience and involvement in teacher training or workshop with teacher performance in teaching science and constructing science lesson plan. The priority of teachers’ need is developing teacher understanding to nature of science as a product, process and value as well as planning and conducting science teaching based on science process skill.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Penelitian ini dilakukan dengan diawali oleh adanya perhatian yang mendalam dari penulis terhadap pendidikan IPA khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan guru untuk mengembangkan kurikulum pembelajaran IPA Sekolah Dasar di wilayah Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Program Studi Pengembangan Kurikulum Sekolah Pasca Sarjana UPI, penulis mengajukan penelitian yang berjudul: “Analisis Kebutuhan Guru Dalam Mengembangkan Kurikulum dan Pembelajaran IPA”.

Melalui penelitian ini, penulis menganalisis kebutuhan guru melalui identifikasi kesenjangan pada pemahaman dan keterampilan yang diperlukan guru untuk melangsungkan pembelajaran IPA di sekolah dasar. Dari hasil kesenjangan yang diidentifikasi melalui pemberian angket dan observasi terhadap pembelajaran IPA yang dilangsungkan oleh guru, terungkap kebutuhan-kebutuhan yang perlu ditingkatkan oleh guru.

(7)

vii keempat berisi hasil-hasil penelitian dan pembahasan. Bab kelima berisi kesimpulan serta rekomendasi.

Penulis sangat mengharapkan kritik atau masukkan untuk penyempurnaan atau perbaikan disertasi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan semua perjuangan penulis dalam menyelesaikan disertasi ini merupakan amal shaleh yang diridhoi Allah SWT, Amin.

Bandung, Juli 2010

(8)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah yang Maha Kuasa, hanya dengan kasih dan sayang-Nya disertasi ini bisa terselesaikan. Berkat petunjuk dan inayah-sayang-Nya penulis diberi kekuatan untuk melaksanakan semua perjuangan ini. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang setulus-tulusnya penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada:

1. Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, M.A selaku promotor yang dengan sabar mencurahkan segala tenaga, pikiran, keilmuan, serta waktunya yang sangat berharga untuk memberikan bimbingan kepada penulis. Terima kasih atas segala pengetahuan, pengalaman, perhatian serta dorongan moril maupun materil yang telah Bapak berikan pada penulis.

2. Prof. Dr. Hj. Sri Redjeki, M.Pd. selaku Ko-promotor, yang selalu membesarkan hati, membimbing dengan penuh perhatian, keikhlasan dan kesabaran kepada penulis. Terima kasih atas segala pengetahuan, pengalaman, budi baik dan penghargaan yang Ibu berikan kepada penulis.

(9)

ix menjadi mahasiswa di Program Studi Pengembangan Kurikulum. Terima kasih atas pengetahuan, pengalaman yang Ibu berikan kepada penulis.

4. Dr. Iriawati, M.Sc. selaku penguji, terima kasih atas segala masukkan yang tidak ternilai harganya untuk perbaikan disertasi ini.

5. Prof. Dr. Hj. Mulyani Sumantri, M.Sc. selaku penguji, terima kasih atas segala masukkan yang tidak ternilai harganya untuk perbaikan disertasi ini.

6. Seluruh staf dosen Sekolah Pascasarjana UPI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggali pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang membuat penulis sangat tertarik dan terkesan amat dalam.

7. Seluruh karyawan Sekolah Pascasarjana UPI yang telah membantu kelancaran dan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

8. Prof. Dr. H. Wahyudin, M.Pd, Dr. Phil. H. Ari Widodo, M.Ed., Drs. Riandi, M.Si., Dr. Sri Anggraeni, M.Si. dan Dr. Elah Nurlaelah, M.Si., yang telah bersedia menjadi rekan diskusi serta memberi masukan yang sangat berharga bagi penulis.

(10)

x 10.Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih

atas bantuan, dorongan serta budi baiknya.

Kepada seluruh keluarga tercinta, ibunda Tien Surtini, suami Dedi Hidayat, ST, serta anak-anakku Elghiffari Hidayat dan Elguarrdine Hidayat terima kasih atas pengertian yang tulus, dorongan doa serta kasih sayang yang dicurahkan sehingga memperkuat semangat penulis untuk dapat menyelesaikan studi ini. Kepada ayahanda tercinta alm. Drs. Suwarsa, tulisan ini merupakan bakti sayang ananda atas kasih sayang dan dorongan pada penulis semasa beliau hidup.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan yang lebih baik dan berlipat-lipat. Amin Ya Rabbal Alamin.

Bandung, Juli 2010

(11)

xi

F. Metode Penelitian……….. 18

G. Lokasi dan Sampel Penelitian ………... 19

BAB II. PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR A. IPA dan Hakikat IPA ………. 21

B. Hakikat Pendidikan IPA di Sekolah Dasar……… 24

1. Landasan Pengembangan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar ... 24

2. Tujuan Pendidikan IPA Sekolah Dasar ……… 32

3. Isi Kurikulum IPA di Sekolah Dasar……… 36

4. Strategi Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 48

C. Profesionalisme Guru Dalam Melangsungkan Pembelajaran IPA ... 55

1. Tugas Guru Dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.... 61

2. Kompetensi Guru Untuk Melangsungkan Pembelajaran IPA ... 75

D. Analisis Kebutuhan (Needs Assessment) ………... 92

BAB III. METODE PENELITIAN A. Populasi, Lokasi dan Subjek Penelitian ………..……… 102

B. Definisi Operasional ……….. 110

1. Latar Belakang Pendidikan Guru ……… 110 2. Keterlibatan guru dalam program pelatihan pengembangan

kurikulum dan pembelajaran ……….. 3. Pendapat guru …………..………

(12)

xii 3. Lembar Penilaian RPP ………..

119 121 125 129 F. Teknik dan Langkah Pengumpulan Data ………

1. Angket ………..

2. Dokumen dan Lembar Observasi ………. G. Pengolahan Data ………. 1. Proses Penentuan Standar ………. 2. Proses penentuan pemberian kode (coding scheme) dan

penentuan skor………. ……….. 3. Proses Pengolahan Data ……….

131

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Kesenjangan dan Pembahasan ……….. 164 1. Kesenjangan Pendidikan Guru dalam Latar Belakang

Pendidikan, Pengalaman Mengajar Guru dan Keterlibatan Dalam Program Pelatihan. ………. 2. Pandangan Guru Terhadap Hakikat dan Pembelajaran

IPA ……….. 3. Pendapat Guru Tentang Ketersediaan Media dan

Pemanfaatan Media Pembelajaran IPA .……….. 4. Kompetensi Guru dalam Mengembangkan Pembelajaran IPA……… a. Kesenjangan dalam Aspek Memahami Materi IPA

(Content Knowledge) ……….. b. Kesenjangan pada Aspek Pedagogi (Pedagogical

knowledge) ……… c. Kesenjangan pada Aspek Konten Pedagogi

(Pedagogical Content knowledge) ………. d. Kesenjangan pada Aspek Pemahaman Terhadap

Pembelajar (knowing of learners)……… 5. Kesenjangan Kemampuan Guru Dalam Memahami

Kurikulum (Curriculum knowledge) ………. B. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kemampuan Guru

Dalam Pembelajaran IPA……… C. Kajian Terhadap Temuan Kesenjangan ...………

(13)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ………..

LAMPIRAN ………..

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang memiliki peran penting dalam pendidikan formal yang diberikan pada anak mulai dari usia sekitar 7 tahun sampai 12 tahun. Pentingnya pendidikan dasar ditegaskan oleh UNESCO (1996) yang menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan kunci yang sangat diperlukan untuk meletakkan fondasi bagi kehidupan dalam memudahkan orang untuk memilih apa yang mereka lakukan serta merencanakan masa depan dan meletakkan landasan bagi belajar sepanjang hayat (long life learning). Penyelenggaraan pendidikan dasar dimaksudkan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan pendidikan dasar juga berfungsi untuk menyiapkan anak untuk memenuhi jenjang pendidikan menengah (UNESCO, 1996).

(15)

2 potensi, kemampuan-kemampuan dasar bagi pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan pribadi siswa. Kedua, sekolah dasar diselenggarakan untuk mengembangkan potensi kemampuan untuk menjalin hubungan dan bekerja sama dalam masyarakat. Lulusan sekolah dasar merupakan calon warga masyarakat dewasa yang harus mampu berinteraksi, menjalin hubungan kerjasama dengan sesamanya dan mematuhi aturan nilai-nilai di lingkungannya. Ketiga,

penyelenggaraan sekolah dasar adalah menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang selanjutnya.

(16)

3 Salah satu mata pelajaran inti yang diberikan dalam pendidikan formal mulai dari jenjang pendidikan dasar adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pendidikan IPA di sekolah dasar secara umum memiliki konsep dasar yang sama dengan penyelenggaraan pendidikan IPA pada jenjang pendidikan lain. Satu hal yang perlu digarisbawahi dalam penyelenggaraan pendidikan IPA adalah bahwa pendidikan IPA diharapkan memiliki karateristik sesuai dengan hakikat yang terkandung di dalam IPA, yaitu: IPA sebagai produk, IPA sebagai proses, IPA sebagai nilai dan IPA sebagai teknologi (Brown, 2002). Dengan demikian target dalam pembelajaran IPA tidak hanya ditujukan pada penguasaan konsep-konsep IPA semata tetapi juga mengembangkan kemampuan berinkuiri melalui penggunaan metode ilmiah dan mengembangkan sikap ilmiah sebagai perwujudan dalam memahami IPA sesuai dengan hakekat IPA. Selain itu, pendidikan IPA juga harus memberikan landasan pemahaman pada siswa bahwa IPA bukan sesuatu yang dipelajari terpisah dari kehidupan manusia melainkan segala sesuatu yang dipelajari tentang apa yang ada di sekitar kita. Dengan demikian pendidikan IPA memiliki visi untuk mempersiapkan siswa yang melek sains dan teknologi untuk memahami dirinya dan lingkungan sekitarnya (Rustaman, 2002).

Tisher (1972), menyatakan bahwa tujuan pendidikan IPA adalah : “to help student survive”. Pandangan yang dikemukakan oleh Tisher ini memiliki kaitan yang erat dengan pertanyaan yang diajukan oleh Syahrun dan Yunerti (2003) tentang siapa peserta didik yang belajar IPA. IPA tidak hanya ditujukan bagi peserta didik yang nantinya akan memilih studi dalam bidang IPA, tetapi IPA

(17)

4

all”. Dengan demikian pendidikan IPA di sekolah harus membekali siswa untuk dapat hidup mandiri di masyarakat sebagai pribadi-pribadi yang memahami tentang diri dan alam sekitarnya dan memiliki kebiasaan berpikir dan bernalar secara ilmiah. Agar tujuan ini dapat tercapai, maka dalam National Science Education Standard (NSES, 1996) dikatakan bahwa pendidikan IPA merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Lebih lanjut NSES mengungkapkan bahwa siswa harus mengembangkan pemahaman terhadap apa itu IPA, apa yang dapat diperbuat dan tidak dapat diperbuat melalui IPA dan bagaimana IPA berpengaruh terhadap kehidupan mereka.

(18)

5 (2006), maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar menekankan pada pentingnya untuk berinkuiri untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa melalui pembelajaran yang bersifat child centered

(berpusat pada siswa).

Hasil studi yang dilakukan oleh Sato (2006) terhadap pembelajaran IPA di Indonesia mengungkapkan kenyataan lain dari apa yang diharapkan. Pembelajaran IPA di Indonesia masih dilangsungkan melalui pendekatan konvensional. Guru memberi perintah pada sekelompok siswa melalui metode ceramah. Pembelajaran juga bersifat textbook oriented dimana buku pegangan siswa dijadikan sebagai acuan dalam melangsungkan pembelajaran di kelas. Guru banyak mengajukan pertanyaan yang sifatnya sederhana kepada siswa, seperti :

”apakah ini?” atau ”apakah ini benar?”. Sedangkan siswa hanya menjawab dengan mengulangi penjelasan yang sudah tertulis dalam buku teks. Seringkali guru memanfaatkan siswa yang memberi jawaban yang sesuai dengan arahan atau harapan guru. Sato (2006) berkesimpulan bahwa dari pembelajaran yang dilangsungkan seperti itu tidak banyak yang dapat dipelajari oleh siswa, meskipun pembelajaran memang terjadi. Dengan cara demikian, hanya sebagian kecil siswa memperoleh ilmu dan itu pun sebatas memahami materi pelajaran yang ada di dalam buku, tetapi ilmu yang sesungguhnya harus dibekalkan sesuai dengan visi pendidikan IPA tidak tercapai.

(19)

6 dilangsungkan secara konvensional. Pembelajaran yang dilangsungkan bersifat

teacher centered dengan metode ceramah dan memiliki ciri “transfer of knowledge” dimana guru berperan aktif menyampaikan informasi kepada siswa.

Pembelajaran yang dilangsungkan di Cimahi pada kegiatan pra penelitian difokuskan terhadap penguasaan konsep dasar dan guru berindak sebagai penyampai informasi materi IPA. Konsep-konsep dalam buku pegangan siswa merupakan kunci dari beranjaknya pembelajaran dilangsungkan. Meskipun sesekali guru meminta siswa untuk memberi contoh yang tidak ada dalam buku pegangan siswa, namun seringkali mereka terjebak dengan istilah-istilah berupa hapalan. Hasil dari pra penelitian tersebut mengungkapkan bahwa guru memerlukan peningkatan kemampuan untuk melangsungkan pembelajaran IPA yang inovatif sesuai dengan apa yang diharapkan oleh karakteristik pembelajaran IPA yang tidak hanya menekankan hasil belajar siswa pada aspek kognitif saja.

Hasil studi yang dilakukan oleh banyak peneliti mengungkapkan bahwa efektivitas pembelajaran lebih menunjang pencapaian hasil belajar siswa baik dalam aspek kognitif maupun aspek afektif dibandingkan dengan efektivitas manajemen sekolah (Teddlie & Reynolds, 2000; Kyriakides et al., 2008). Penelitian lain mengungkapkan bahwa kualitas mengajar merupakan hal yang sangat penting pada penyelenggaraaan pembelajaran di kelas karena berhubungan erat dengan dengan pencapaian hasil belajar siswa (Brophy & Good, 1986; Fraser, Walberg, Welch, & Hattie, 1987; The Finance Project, 2005; Yager, 2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti (Schibeci & Hickey, 2003;

(20)

7 hasil belajar siswa disebabkan oleh kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran di kelas. Bagaimana guru memahami pelajaran, memahami bagaimana siswa belajar dan mempraktekkan metode pembelajaran erat hubungannya dengan perolehan hasil belajar siswa. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Sato (2006) yang menyatakan bahwa guru memiliki peran sentral dalam menentukan arah pembelajaran yang dilangsungkan di kelas. Apakah pembelajaran yang dilangsungkan bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa tidak hanya dalam aspek pemahaman terhadap materi pelajaran ataukah bertujuan untuk meningkatkan kemandirian siswa, semuanya tergantung dari bagaimana guru melangsungkan pembelajaran tersebut.

Dari pandangan-pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan siswa. Pendidikan guru, kemampuan guru, dan pengalaman guru berhubungan erat dengan pencapaian yang diperoleh siswa. Oleh karena itu, penting sekali untuk menyiapkan guru sebelum terjun sebagai tenaga pengajar dan secara terus menerus melakukan perbaikan terhadap pengetahuan dan kecakapan sepanjang karirnya.

(21)

8 tidak semua guru mendapatkan kesempatan mengikuti program pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah, program yang dikembangkan kurang melibatkan guru, permasalahan yang disajikan bersifat generalisasi yang berlaku umum padahal permasalahan yang dihadapi guru seringkali bersifat lokal dan kontekstual, permasalahan yang dianggap penting oleh penyelenggara program belum tentu dianggap sebagai permasalahan yang penting oleh guru. Program yang dikembangkan seringkali memisahkan antara aspek materi dengan aspek pedagogi, inovasi yang disampaikan dalam program seringkali disampaikan dengan dijelaskan bukan dicontohkan. Misalnya, penataran tentang metode ilmiah bukannya dilakukan dengan mengajak peserta melakukan penelitian ilmiah tetapi berisi penjelasan tentang langkah ilmiah (Widodo, 2006; Wentling, 1993). Dari hal-hal yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa program yang dikembangkan belum menyentuh guru secara keseluruhan dan tidak memenuhi apa yang dibutuhkan oleh guru. Dengan kata lain, program-program pelatihan guru tidak dimulai dengan identifikasi terhadap apa yang dibutuhkan oleh guru.

(22)

9 diantaranya adalah dengan menggunakan angket, memberikan tes, melakukan survei, melakukan observasi atau menggabungkan teknik-teknik tersebut. Widodo

et al. (2006) melakukan penelitian tentang analisis kebutuhan guru SMP dalam kaitannya dengan pembelajaran IPA di wilayah Kota Bandung dengan menggunakan angket untuk mengidentifikasi kebutuhan guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA di SMP. Penelitian tentang analisis kebutuhan terutama yang dilakukan di wilayah Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi belum pernah dilakukan sebelumnya. Sementara itu kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA terutama di sekolah dasar di kedua wilayah ini menjadi suatu hal yang penting, mengingat dari hasil pra penelitian, guru dinilai kurang mampu mengembangkan pembelajaran IPA sesuai dengan apa yang diharapkan oleh karakteristik pembelajaran IPA.

(23)

10 wawancara dengan dua responden guru sekolah dasar di Cimahi, terungkap bahwa guru belum sepenuhnya memahami peran mereka dalam KTSP. Kedua orang guru ini menyatakan bahwa dalam KTSP tugas mereka adalah membuat rencana pembelajaran atau RPP yang mengacu pada silabus yang diberikan oleh sekolah. Guru tidak memahami bahwa silabus merupakan bagian KTSP yang harus mereka kembangkan sendiri, bukan sekedar diambil dari yang sudah tersedia seperti contoh silabus yang dikeluarkan oleh BSNP atau dalam buku paket .

Dari uraian di atas, maka ada dua permasalahan yang dihadapi oleh guru sekolah dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat berkenaan dengan pendidikan IPA, yaitu masalah pengembangan kurikulum IPA dan masalah melangsungkan pembelajaran IPA yang selaras dengan hakikat IPA. Dengan demikian penelitian tentang analisis kebutuhan guru sekolah dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh guru untuk mengembangkan kurikulum IPA dan pembelajaran IPA merupakan suatu hal yang perlu dilakukan.

Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi kesenjangan dengan menggunakan angket, lembar observasi terhadap pembelajaran yang dilangsungkan di kelas dan studi dokumentasi, yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh peneliti lain untuk wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi, ataupun di Jawa Barat. Wilayah kesenjangan atau “gap” yang dikaji

(24)

11 Kelima aspek tersebut, adalah: pemahaman terhadap kurikulum (curriculum knowledge), pemahaman terhadap konten IPA (content knowledge), pemahaman terhadap pedagogi (pedagogical knowledge), pemahaman terhadap konten pedagogi (pedagogical content knowledge) dan pemahaman terhadap pembelajar

(knowing of learners). Kajian tentang analisis kebutuhan guru dalam kelima aspek tersebut diperlukan untuk menjadi pijakan dalam memberikan pembekalan bagi peningkatan profesionalisme guru IPA di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.

B. BATASAN MASALAH

Menurut Kaufman (1992) ”needs assessment is the formal process of identifying needs as gaps between current and desired results”. Hal yang sama dinyatakan oleh Wentling (1993) bahwa kebutuhan merupakan kondisi dari ”apa

yang ada” dan ”apa yang seharusnya ada atau apa yang diharapkan ada”.

(25)

12 C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:

“Keterampilan apa yang dibutuhkan guru dalam mengembangkan kurikulum dan

pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Negeri di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat yang sesuai dengan hakikat IPA? ”

Rumusan masalah di atas dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa latar belakang pendidikan guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat?

2. Bagaimana keterlibatan guru Sekolah Dasar dalam program pelatihan kurikulum dan pembelajaran IPA ?

3. Bagaimana pengalaman mengajar guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat?

4. Bagaimanakah pendapat guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana (media pembelajaran) yang menunjang untuk melangsungkan pembelajaran IPA? 5. Apa pendapat guru SD Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat tentang

kurikulum dan pembelajaran IPA?

(26)

13 a. Keterampilan dalam merancang pembelajaran IPA (curriculum

knowledge)?

b. Pengetahuan terhadap materi IPA (content knowledge)?

c. Pengetahuan terhadap pedagogi pembelajaran (pedagogical knowledge), yang meliputi aspek-aspek:

1) Keterampilan dalam membuka pelajaran

2) Keterampilan dalam mengembangkan dan menggunakan media dalam pembelajaran IPA

3) Keterampilan dalam menerapkan teknik bertanya dalam pembelajaran IPA?

4) Keterampilan mengembangkan evaluasi dalam pembelajaran IPA?

5) Keterampilan dalam menutup pelajaran dalam pembelajaran IPA ?

d. Pengetahuan terhadap konten pedagogi (pedagogical content knowledge) dalam pembelajaran IPA?

e. Kemampuan memahami peserta didik (knowledge of learners) dalam pembelajaran IPA?

(27)

14 D. TUJUAN PENELITIAN

Kurikulum dikembangkan dengan didasari oleh aspek-aspek berikut: 1) falsafah dan tujuan kurikulum, 2) kemasyarakatan, 3) kebudayaan dan sosio-kultural, 4) psikologi belajar, 5) pertumbuhan dan perkembangan siswa serta 6) organisasi kurikulum (Hamalik, 1990). Pandangan terhadap aspek-aspek ini memiliki implikasi terhadap program pengembangan kurikulum. Salah satu aspek penting yang mendasari penelitian ini adalah implikasi dari kemasyarakatan terhadap penyusunan kurikulum pelatihan. Sebuah program pelatihan diselenggarakan bagi kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok yang masing-masing memiliki kekuatan, baik bersifat potensial, riil maupun strategis. Kekuatan-kekuatan tersebut akan memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan suatu program, oleh karenanya patut dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, sehingga kurikulum sejalan dengan sifat dinamis dalam masyarakat.

(28)

15 mengembangkan kurikulum.

Secara khusus, tujuan dari penelitian ini untuk:

a. Menganalisis latar belakang pendidikan guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian. b. Menganalisis keterlibatan guru dalam program pelatihan kurikulum dan

pembelajaran IPA Sekolah Dasar.

c. Menganalisis pendapat guru tentang ketersediaan dan pemanfaatan fasilitas pembelajaran IPA.

d. Menganalisis pendapat guru SD Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat tentang kurikulum dan pembelajaran IPA.

e. Menganalisis pendapat guru SD Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat terhadap hakikat IPA dan hakikat pembelajaran IPA.

f. Menganalisis kompetensi yang dimiliki oleh guru Sekolah Dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran IPA yang berkaitan dengan: 1) keterampilan yang dimiliki oleh guru sekolah dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran IPA, 2) pengetahuan yang dimiliki guru terhadap materi IPA (content knowledge), 3) keterampilan dalam menerapkan pengetahuan tentang pedagogi (pedagogical knowledge), 4) menerapkan pengetahuan tentang konten pedagogi (pedagogical content knowledge), serta 5) memahami peserta didik (knowledge of learners).

(29)

16 E. MANFAAT PENELITIAN

Hasil kajian dari analisis kebutuhan guru ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengayaan bidang keilmuan kurikulum. Menurut Oliva (1988) prinsip pengembangan kurikulum ditarik dari berbagai sumber yang meliputi: a) data empiris, 2) data eksperimental, 3) folklore berupa keyakinan dan sikap masyarakat, serta 4) akal sehat. Prinsip pengembangan kurikulum dapat dipandang sebagai kebenaran umum, ataupun sebagian mengandung kebenaran atau berupa hipotesis. Berdasar pada prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Oliva di atas, maka pengembangan kurikulum semestinya didasari oleh analisis kebutuhan.

(30)

17 Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Glatthorns (dalam Ornstein & Hunkins, 1993) didasari oleh asumsi bahwa fokus utama dari pengembangan kurikulum adalah individu atau sekelompok orang dimana kurikulum tersebut akan dikembangkan. Dari sudut kemasyarakatan, pengembangan kurikulum beranjak dari suatu masyarakat tertentu. Masyarakat merupakan suatu sistem, yakni sistem keyakinan, sistem nilai, sistem kebutuhan dan sistem permintaan. Kurikulum yang dikembangkan harus berpijak dan relevan dengan masyarakat dimana kurikulum akan dilaksanakan. Grier (2005) menyatakan bahwa disain pengembangan kurikulum Tyler didasarkan pada identifikasi terhadap pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab selama proses pengembangan, dan analisis kebutuhan membantu menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, oleh karenanya memadukan analisis kebutuhan dengan proses pengembangan kurikulum merupakan suatu hal yang diperlukan. Langkah-langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan dalam penelitian ini dapat dilakukan sebagai pengayaan terhadap pengembangan kurikulum yang akan dikembangkan dalam program pelatihan guru untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.

(31)

18

(2009): ”...teachers in different branches have wide range of spesific knowledge skills”. Identifikasi terhadap aspek-aspek ini diperlukan sebagai dasar untuk meningkatkan profesionalitas guru di wilayah Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat melalui isi dan metode yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan prioritas yang dibutuhkan oleh guru.

F. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif melalui pemberian angket, melakukan observasi serta studi dokumentasi untuk menggali informasi tentang latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar guru, keterlibatan guru dalam program pelatihan, pendapat guru tentang kurikulum dan pembelajaran IPA, keterampilan guru dalam menyusun RPP (curriculum knowledge), dan melangsungkan pembelajaran (content knowledge, pedagogical knowledge, pedagogical content knowledge, knowing of learners).

(32)

19 G. LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di dua wilayah, yaitu Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Fokus penelitian dilakukan di SDN Cimahi dan Kabupaten Bandung dengan pertimbangan bahwa kedua wilayah ini merupakan wilayah terdekat dari Kota Bandung. Kedua wilayah ini memiliki potensi besar dalam berbagai bidang seperti pertanian, peternakan, pariwisata, dan sosial budaya. Oleh karenanya, pendidikan memegang peranan penting untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia yang akan mengelola wilayah ini. Kualitas sumber daya tersebut harus dipupuk sejak dini dan pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan formal pertama bertanggung jawab dalam membentuk kualitas sumber daya yang dapat diandalkan di masa depan.

(33)

20 Shulman, 1989; Wallace & Louden, 1992).

Dari hasil wawancara peneliti dengan staf dinas pendidikan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, pelatihan guru merupakan kegiatan yang jarang dilangsungkan di kedua wilayah ini. Data Dinas Pendidikan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 7 tahun terakhir program pelatihan bagi guru sekolah dasar yang berkaitan dengan kurikulum dan pembelajaran IPA belum pernah diselenggarakan. Hasil penelitian diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah setempat untuk mengembangkan kurikulum pelatihan guru sekolah dasar berkaitan dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran IPA.

(34)

102

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab III akan diuraikan metodologi penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini, meliputi: populasi, lokasi dan subjek penelitian; definisi

operasional; metode penelitian; data, sumber data dan instrumen; teknik dan

langkah pengumpulan data serta analisis data.

A. POPULASI, LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN

Sukmadinata (2005) membedakan populasi menjadi populasi target dan

populasi terukur atau accessable population. Populasi terukur merupakan populasi

yang secara riil dijadikan sebagai dasar penarikan sampel dan secara langsung

merupakan sasaran keberlakuan kesimpulan, sedangkan populasi target adalah

populasi yang memiliki kesamaan karakteristik dengan populasi terukur. Dalam

penelitian ini yang menjadi populasi target adalah guru-guru sekolah dasar negeri

di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat karena pada dasarnya memiliki

kesamaan karakteristik dan budaya. Hal ini mengandung pengertian bahwa hasil

penelitian berlaku bagi guru-guru sekolah dasar di wilayah Kabupaten Bandung

Barat dan Kota Cimahi.

Terdapat beberapa alasan mengapa guru-guru di sekolah dasar negeri di

Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dijadikan sebagai populasi target.

Pertama, hasil dari kajian pra penelitian, guru-guru di Kota Cimahi dan Kabupaten

(35)

103 dilibatkan dalam pelatihan yang berkaitan dengan pembelajaran IPA maupun

kurikulum dan tidak ada catatan prestasi tentang pendidikan IPA di kedua wilayah

ini seperti misalnya menjadi peserta olimpiade sains tingkat provinsi atau

nasional. Satu-satunya catatan prestasi pendidikan yang diraih Kota Cimahi

adalah sebagai kota yang memiliki inovasi tinggi dalam percepatan penuntasan

wajar Diknas 9 tahun pada tingkat provinsi. Kedua, akses peneliti terhadap

sekolah di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi lebih tinggi

dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini dikarenakan kemudahan perijinan

untuk melakukan penelitian. Dengan jarangnya penelitian dan pelatihan

diselenggarakan di wilayah Kota Bandung Barat dan Cimahi, Unit Pelaksana

Teknis Dinas Pendidikan (UPTD Pendidikan) di kedua wilayah ini sangat

mendukung peneliti untuk melakukan penelitian di kedua wilayah ini. Ketiga,

penelitian tentang kebutuhan guru yang berkaitan dengan pembelajaran IPA

belum pernah dilakukan di Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi, sehingga

ungkapan mengenai kebutuhan (needs) dari para guru lebih natural dan memiliki

validitas tinggi.

Penarikan sampel dilakukan melalui purposive sampling. Borg & Gall

(2003) menyatakan: ”in purposeful sampling the goal is to select cases that are

likely to be information rich which respect to the purposes of the study”. Dalam

pemilihan sampel secara purposive, peneliti tidak bermaksud untuk mengambil

sampel yang secara akurat menggambarkan keseluruhan populasi, tetapi lebih

pada memilih kasus atau kejadian yang memungkinkan informasi dapat digali

(36)

104 Gall, 2003). Tujuan dari purposive sampling adalah memilih sampel untuk

mengembangkan pemahaman terhadap suatu fenomena yang dipelajari

berdasarkan kepentingan penelitian. Fenomena yang diamati dapat dilakukan

terhadap subjek yang dapat merupakan tempat, karakteristik manusia ataupun

manusianya sendiri.

Langkah yang dilakukan dalam purposive sampling ini adalah sebagai

berikut: Pertama, menentukan wilayah penelitian yaitu kecamatan yang berada di

wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi. Dari kedua wilayah

tersebut, dipilih beberapa kecamatan sebagai tempat penelitian. Pertimbangan

pemilihan kecamatan berdasarkan kesamaan karakteristik wilayah yaitu berada di

daerah perkotaan wilayah yang dianggap sebagai pusat kota dari wilayah tersebut.

Dengan demikian diharapkan sekolah, siswa dan guru yang berada di wilayah

tersebut memiliki kesamaan karakteristik. Pertimbangan lain adalah kemudahan

akses untuk melakukan penelitian pada wilayah-wilayah tersebut karena mudah

dijangkau oleh peneliti. Selain kemudahan akses, kemudahan perijinan yang

diberikan oleh kecamatan dijadikan pula pertimbangan oleh peneliti untuk

mengambil kecamatan tersebut menjadi wilayah yang diambil sebagai tempat

penelitian.

Dengan berlandaskan pada pertimbangan di atas, maka peneliti

menetapkan dua kecamatan yang berada di wilayah Kota Cimahi, yaitu

Kecamatan Cimahi Tengah yang dianggap sebagai pusat kota Cimahi dan

Kecamatan Cimahi Utara yang wilayahnya terletak tidak jauh dari pusat kota

(37)

105 Kecamatan Lembang, Kecamatan Parongpong dan Kecamatan Ngamprah.

Kecamatan Ngamprah diambil sebagai wilayah penelitian karena merupakan

pusat kota dari Kabupaten Bandung Barat, sedangkan Kecamatan Parongpong dan

Lembang merupakan dua wilayah yang berdekatan dengan Kecamatan Ngamprah.

Kecamatan Parongpong dan Kecamatan Lembang selain terletak berdekatan

dengan Kecamatan Ngamprah juga merupakan wilayah yang memiliki

karakteristik perkotaan karena menjadi kota pariwisata.

Setelah menentukan wilayah penelitian, peneliti memilih sekolah yang

berada di ke lima kecamatan yang telah ditentukan. Pemilihan sekolah didasari

oleh pengelompokkan kategori, yaitu sekolah yang termasuk ke dalam kualifikasi

tinggi dan rendah berdasarkan nilai rata-rata UN tertinggi dan terendah di

wilayahnya. Penentuan sekolah menjadi kategori tinggi dan rendah ditentukan

pula atas pertimbangan UPTD Pendidikan dan masyarakat setempat.

Peneliti meminta masukkan dari UPTD Pendidikan dan masyarakat

setempat untuk menentukan kategori sekolah tinggi dan rendah. Sekolah kategori

tinggi merupakan sekolah yang memiliki rata-rata nilai UN tinggi dan dianggap

sebagai sekolah favorit dengan banyak peminat dari masyarakat sekitar. Sekolah

favorit dikriteriakan sebagai sekolah kategori tinggi. Sedangkan kriteria sekolah

kategori rendah adalah sekolah yang memiliki nilai rata-rata UN rendah dan

kurang diminati oleh masyarakat setempat. Sekolah-sekolah yang termasuk

kategori tinggi merupakan sekolah-sekolah yang menampung siswa

berpenghasilan cukup dan memiliki jumlah siswa yang banyak karena banyak

(38)

106 dalam kategori rendah merupakan sekolah yang menampung siswa dengan

rata-rata penghasilan orang tua rendah dan memiliki jumlah siswa sedikit karena

kurang diminati oleh masyarakat sekitar. Sekolah-sekolah yang tergolong kategori

rendah memiliki siswa yang kebanyakan bertempat tinggal di daerah

perkampungan yang jauh dari lokasi sekolah.

Kedua, peneliti melayangkan surat perijinan dan mendatangi kepala

sekolah pada sekolah-sekolah yang sudah direkomendasikan oleh UPTD

Pendidikan dan masyarakat setempat. Dari langkah ini, beberapa kepala sekolah

ada yang merespon baik permohonan peneliti dan ada pula yang menolak

permohonan peneliti. Penolakan dari kepala sekolah untuk tidak mengijinkan

sekolahnya digunakan sebagai tempat penelitian merupakan kendala bagi peneliti.

Alasan penolakan kepala sekolah adalah ketakutan pihak sekolah bahwa

penelitian ini akan melakukan penilaian terhadap sekolah. Kendala ini diatasi

dengan melakukan pendekatan pada kepala sekolah untuk meyakinkan bahwa

penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menilai sekolah, melainkan untuk mencari

kebutuhan guru untuk melangsungkan pembelajaran IPA. Dari hasil pendekatan

peneliti terhadap kepala sekolah, di beberapa sekolah peneliti mendapat ijin untuk

melakukan penelitian, tetapi ada pula sekolah yang tetap tidak mau dilibatkan.

Untuk kasus demikian, peneliti mengambil tindakan dengan mendatangi kembali

UPTD Pendidikan dan menanyakan pada masyarakat setempat, sekolah lain yang

berada di kecamatan yang sama yang memiliki kesamaan karakteristik dengan

sekolah yang harus digantikan. Melalui prosedur yang ditempuh, maka hasil yang

(39)

107 Tabel 3.1

Wilayah Kecamatan dan Sekolah Yang Terlibat Dalam Penelitian

Wilayah Kecamatan Kualifikasi

Tinggi Rendah

Kabupaten Bandung Barat

Parongpong SDN 1 Parongpong SDN 4 Parongpong Lembang SDN Pancasila SDN Pager Wangi 2 Ngamprah SDN Karya Mulya SDN Ciledug 2

Kota Cimahi Cimahi utara SDN Cipageran Mandiri 1 SDN Cipageran Mandiri 4 Cimahi Tengah SDN Cimahi Mandiri 1 SDN Baros 4

Langkah selanjutnya adalah mendata guru yang mengajar di kelas 4 dan

kelas 5 di sekolah-sekolah yang telah ditentukan. Penentuan responden dilakukan

melalui convinience sampling. Castillo (2009) menyatakan bahwa convinience

sampling merupakan teknik penarikan sampel secara non-probabilitas dimana

subjek dipilih berdasarkan kenyamanan, kemudahan akses dan kedekatan subjek

dengan peneliti. Subjek dalam convinience sampling dipilih karena mereka

memiliki keinginan untuk bekerja sama dengan peneliti. Dalam penelitian ini

pemilihan subjek dilakukan melalui convinience sampling berdasarkan

pertimbangan bahwa peneliti harus melakukan observasi terhadap pembelajaran

yang dilangsungkan oleh guru. Oleh karena itu subjek yang memiliki keinginan

untuk bekerja sama akan menampilkan pembelajaran yang lebih natural dan

memudahkan peneliti untuk melakukan observasi. Langkah yang dilakukan dalam

memilih subjek dengan convinience sampling ini adalah sebagai berikut: pada

sekolah yang telah mewakili kecamatan dan mewakili kualifikasi tinggi atau

rendah, peneliti mengajukan surat permohonan untuk melakukan penelitian di

sekolah mereka.

Di beberapa sekolah, terdapat kelas paralel sehingga jumlah guru untuk

(40)

108 dalam sekolah tersebut dilibatkan dalam penelitian. Guru yang menolak untuk

diobservasi pembelajarannya tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Penolakan

beberapa guru di sekolah yang memiliki kelas paralel untuk diobservasi bukan

merupakan suatu kendala bagi peneliti, namun di sekolah yang tidak memiliki

kelas paralel merupakan kendala yang harus peneliti hadapi. Langkah untuk

mengantisipasi hal ini adalah dengan meyakinkan guru yang tidak ingin

diobservasi pembelajarannya bahwa penelitian ini bukan dimaksudkan untuk

menilai pembelajaran mereka. Setelah peneliti melakukan pendekatan pada guru,

pada akhirnya guru setuju untuk diobservasi.

Berdasarkan prosedur yang ditempuh, maka diperoleh jumlah guru yang

terlibat sebagai responden dari setiap sekolah sebagaimana yang tercantum pada

tabel 3.2.

Tabel 3.2

Daftar lokasi dan jumlah subjek yang terlibat dalam penelitian kebutuhan guru untuk mengembangkan kurikulum dan pembelajaran IPA

Lokasi Kelompok sekolah

Kelas Jumlah Guru di Sekolah

(41)

109 Penelitian dilakukan pada guru yang mengajar di kelas 4 dan kelas 5,

dengan didasari atas sifat pembelajaran yang dilangsungkan di kelas empat dan

kelas lima. Di kelas empat dan kelas lima pembelajaran IPA dilangsungkan

sebagai mata pelajaran yang tidak diintegrasikan dengan mata pelajaran lain

seperti halnya pembelajaran IPA di kelas kelas satu sampai kelas tiga. Sedangkan

di kelas enam pembelajaran lebih difokuskan pada persiapan untuk ujian nasional.

Alasan lain dari pemilihan subjek penelitian guru kelas empat dan guru kelas lima

adalah pembelajaran IPA di kelas empat dan kelas lima mulai banyak dikenalkan

konsep-konsep IPA, sehingga seringkali guru terjebak hanya pada pengenalan

konsep-konsep sederhana atau dasar.

Guru yang terlibat dalam penelitian memiliki karakteristik rentang usia

antara 26 sampai 56 tahun dengan kualifikasi pendidikan mulai dari D1 sampai

S1, satu diantaranya sedang melanjutkan studi ke jenjang S2, jumlah guru

laki-laki 5 orang dan 25 orang lainnya adalah guru wanita. Pengalaman mengajar guru

berkisar antara 3 tahun sampai 27 tahun dengan keterlibatkan guru dalam kegiatan

pelatihan/workshop pembelajaran IPA bervariasi pula, yaitu dari yang tidak

pernah mengikuti workshop dan ada pula yang mengikuti workshop pada skala

nasional. Lebih detail data tentang latar belakang pendidikan guru, pengalaman

mengajar guru dan keterlibatan guru dalam pelatihan/workshop disajikan pada

Tabel 3.5, 3.7, 3.8 dan 3.9. Dari 30 guru yang terlibat dalam penelitian, 6

diantaranya merupakan guru honorer dan 24 lainnya adalah guru yang telah

diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Keseluruhan guru belum mengikuti

(42)

110 B. DEFINISI OPERASIONAL

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Latar Belakang Pendidikan Guru

Latar belakang pendidikan guru diartikan sebagai jenjang pendidikan

formal yang ditempuh guru dan spesialisasi yang diambil oleh guru dalam

pendidikan formal sebelum bertugas sebagai guru. Pendidikan formal sendiri

diterjemahkan sebagai “the process of training and developing people in

knowledge, skills, mind, and character in a structured and certified program”

(SIL International, 1999). Latar belakang pendidikan formal dalam penelitian ini

merupakan respon guru terhadap pertanyaan mengenai pendidikan yang ditempuh

guru di jenjang pendidikan tinggi dan spesialisasi/jurusan yang diambil oleh guru

dan jenjang pendidikan sekolah menengah dan penjurusannya.

2. Keterlibatan guru dalam program pelatihan pengembangan kurikulum

dan pembelajaran

Pelatihan merupakan alat yang penting sebagai pedoman bagi pengambil

kebijakan, pejabat pemerintah, pengembangan proyek, pengembangan tenaga ahli

dan para ahli sebagai realisasi dari program atau rencana sebuah program

(Wentling, 1996). Seringkali seseorang dihadapkan pada perlunya perubahan

karena berkembangnya ilmu. Pelatihan merupakan jawaban terhadap kebutuhan

orang terhadap ilmu-ilmu baru atau kecakapan yang diperlukan dalam

mengimplementasikan perubahan. Program pelatihan guru merupakan salah satu

(43)

111 pengetahuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam yang begitu pesat menuntut

adanya peningkatan kecakapan dan keterampilan untuk membelajarkan mata

pelajaran IPA. Oleh karenanya guru senantiasa dituntut untuk mengembangkan

diri untuk menyesuaikan dengan perkembangan IPA tersebut melalui

program-program pelatihan. Dalam penelitian ini keterlibatan guru dalam program-program

pelatihan pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan frekuensi

keikut sertaan guru dan jumlah jam keterlibatan guru sebagai peserta pelatihan

yang berhubungan dengan kurikulum dan pembelajaran IPA.

3. Pendapat guru.

Pendapat guru dalam penelitian ini berkaitan dengan pendapat mengenai

ketersediaan fasilitas, hakikat IPA dan hakikat pembelajaran IPA. Dalam

melangsungkan pembelajaran, guru harus ditunjang oleh fasilitas pembelajaran

yang memadai. Dalam pembelajaran IPA keberadaan media sebagai sarana

pembelajaran sangat menunjang dalam efektivitas pembelajaran yang

dilangsungkan (Marsh, 2009). Pendapat tentang ketersediaan fasilitas dalam

penelitian ini adalah respon guru terhadap pertanyaan tentang keberadaan media

pembelajaran di sekolah dimana guru mengajar. Keberadaan media di sekolah

tersebut dikomparasi dengan Peraturan Menteri (PERMEN) no 24 Tahun 2007

Tentang Standar Sarana dan Prasarana. Dalam PERMEN tersebut media yang

harus tersedia di sekolah meliputi: model kerangka tubuh manusia, model tubuh

manusia, globe, model tata surya, kaca pembesar, cermin (datar, cekung,

(44)

112 hewan langka, hewan dilindungi, tanaman khas Indonesia, contoh ekosistem, dan

sistem-sistem pernafasan hewan).

Tyler (1934) dan Taba (1962) mempersepsikan kurikulum sebagai rencana

program pengajaran atau rancangan pembelajaran di kelas. Kurikulum diartikan

pula sebagai pengalaman atau kegiatan belajar siswa dibawah arahan program

yang dikembangkan oleh sekolah (Parkay et al., 2006). Zais (1934) memaknai

kurikulum sebagai daftar atau kumpulan mata pelajaran yang akan dipelajari oleh

siswa. Kurikulum sering pula dimaknai sebagai seperangkat rencana dan

pengaturan tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran (UU RI Nomor 23 Tahun

2003). Zais (1976) mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari komponen

tujuan, materi pelajaran, pengalaman belajar dan evaluasi. Sedangkan

pembelajaran merupakan implementasi atau aksi dari kurikulum yang

direncanakan (written curriculum). Parkay et al., (2006) menyatakan bahwa

kurikulum dan pembelajaran merupakan sebuah kontinum yang tidak dapat

dipisahkan. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan aktivitas untuk terjadinya proses perolehan ilmu dan pengetahuan,

penguasaan kemahiran, serta pembentukan sikap peserta didik.

Pendapat guru tentang kurikulum dalam penelitian ini diartikan sebagai

respon guru terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan rumusan stándar

(45)

113 pembelajaran IPA diartikan sebagai respon guru terhadap pertanyaan yang

berkaitan dengan hakikat IPA dan hakikat pembelajaran IPA.

4. Kompetensi Guru dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran

IPA

Secara luas kompetensi mencakup semua kecakapan, kebisaan,

keterampilan yang diperlukan seseorang dalam kehidupannya (Sukmadinata,

2004). Kompetensi guru berhubungan dengan kecakapan, kebisaan dan

keterampilan yang diperlukan guru. Dalam melaksanakan tugasnya, guru

bertindak sebagai pengembang kurikulum dan pelaksana kurikulum. Dalam

penelitian ini kompetensi guru diukur dengan memberikan scoring/penilaian

terhadap masing-masing komponen keterampilan/kemampuan yang harus dimiliki

oleh guru, yaitu: membuat rencana pembelajaran IPA, memiliki pengetahuan

tentang materi IPA, pedagogi pembelajaran dan konten pedagogi IPA. Dalam

penelitian ini, kemampuan terhadap komponen-komponen tersebut dinilai secara

terpisah.

a. Keterampilan dalam mengembangkan kurikulum IPA

Keterampilan guru dalam mengembangkan kurikulum IPA diistilahkan

pula pemahaman guru terhadap kurikulum (curriculum knowledge). Dalam

penelitian ini curriculum knowledge dinilai dari kemampuan guru dalam membuat

rencana pembelajaran IPA (RPP IPA) yang meliputi penilaian terhadap

(46)

114 mengorganisasikan materi pelajaran, merencanakan langkah pembelajaran,

menentukan media yang akan digunakan dalam pembelajaran dan merencanakan

evaluasi terhadap pembelajaran dengan menggunakan lembar penilaian yang

dikembangkan oleh peneliti.

b. Pengetahuan IPA (content knowledge)

Content knowledge diartikan sebagai the science knowledge a teacher

should possess (Enfield, 2009). Dalam penelitian ini pengetahuan guru terhadap

materi isi (content knowledge) diperoleh melalui kegiatan observasi terhadap ada

tidaknya miskonsepsi, kesalahan konsep, wawasan guru serta ketergantungan guru

terhadap buku teks dalam proses pembelajaran yang dilangsungkan.

c. Pengetahuan tentang pedagogi (pedagogical knowledge)

Pedagogi diartikan sebagai the practice (or the art, the science or the

craft) of teaching (Blatchford et al., 2002; Reece & Walker, 1997), but in the

early years any adequate conception of educative practice must be wide enough to

include the provision of learning environments for play and exploration

(Blatchford et al., 2002). Dalam penelitian ini pengetahuan terhadap general

pedagogy diartikan sebagai hasil observasi terhadap kemampuan guru dalam

menggunakan strategi pembelajaran yang diamati dalam aspek-aspek:

langkah-langkah dalam membuka dan menutup pelajaran, menerapkan teknik bertanya,

(47)

115 d. Pengetahuan guru terhadap pedagogi materi/pedagogical content knowledge

(PCK)

Ball (1991) and Shulman (1986) mendeskripsikan PCK sebagai knowing

the ways of representing and formulating the subject matter and making it

comprehensible to students (Wong and Lai, 2009). Dalam penelitian ini

kemampuan guru dalam memahami PCK merupakan hasil observasi terhadap:

pemilihan strategi (pendekatan dan metode pembelajaran) sesuai dengan

karakteristik materi yang diajarkan serta kemampuan guru menurunkan abstraksi

materi pelajaran sesuai dengan tahap berpikir siswa.

e. Kebutuhan Guru Mengembangkan Kurikulum dan Pembelajaran IPA

Dalam melangsungkan pembelajaran, guru memerlukan keterampilan

dalam merencanakan pembelajaran yang akan dilagsungkan dan keterampilan

untuk melangsungkan pembelajaran. Kebutuhan guru dalam mengembangkan

kurikulum dan pembelajaran IPA merupakan keterampilan-keterampilan yang

perlu ditingkatkan oleh guru untuk menyelenggarakan IPA sesuai dengan hakikat

IPA. Kebutuhan dalam penelitian ini meliputi keterampilan dalam menyusun

rencana pembelajaran (curriculum knowledge), keterampilan dalam memahami

konten (content knowledge), keterampilan dalam memahami pedagogi

(pedagogical knowledge), keterampilan dalam memahami konten pedagogi

(pedagogical content knowledge) serta pengetahuan terhadap pembelajaran

(48)

116 C. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan analisis

korelasional. Metode deskriptif digunakan dalam studi ini karena seperti

dideskripsikan oleh Valentine (1997) sebagai: “Descriptive studies attempt simply

to describe a phenomenon of importance to literacy educators. They are

non-experimental in nature and intent to describe rather than to "prove". Borg & Gall

(2003) menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian

kuantitatif yang melibatkan deskripsi terntang suatu fenomena secara teliti. Dalam

penelitian deskriptif tidak ada manipulasi terhadap variabel seperti halnya

penelitian eksperimental (Borg and Gall, 2001). Selanjutnya Borg & Gall (2000),

Sukmadinata (2005) menyatakan hal yang sama, bahwa penelitian deskriptif

merupakan pendekatan paling dasar yang ditunjukan untuk menggambarkan

fenomena-fenomena yang mengkaji bentuk, aktivitas, kesamaan dan perbedaan

fenomena. Penelitian deskriptif dalam bidang pendidikan dan kurikulum

merupakan hal yang cukup penting untuk mendeskripsikan fenomena kegiatan

pendidikan, pembelajaran dan implementasi kurikulum.

Hakekat penelitian deskriptif sesuai dengan penelitian ini. Penelitian

tentang kebutuhan guru untuk melangsungkan pembelajaran IPA ini mengkaji

fenomena dan menggali informasi tentang latar belakang pendidikan guru,

pengalaman mengajar guru, keterlibatan guru dalam program pelatihan, pendapat

guru tentang kurikulum dan pembelajaran IPA, kompetensi guru dalam menyusun

rencana pembelajaran (RPP) dan melangsungkan pembelajaran serta faktor-faktor

(49)

117 melangsungkan pembelajaran. Untuk melakukan hal tersebut, maka tidak perlu

ada perlakuan atau manipulasi variabel yang harus dilakukan oleh peneliti

terhadap subjek. Fenomena dan data sudah ada di lapangan dan sesuai dengan apa

yang sudah dan sedang dilakukan. Dengan demikian metode deskriptif merupakan

metode yang paling sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini.

Studi korelasional digunakan untuk mengungkap faktor-faktor yang

berkorelasi dengan kebutuhan guru dalam mengembangkan kurikulum dan

pembelajaran IPA. Wagner (2009) dan Waters (2005) menyatakan bahwa

”correlational studies are used to look for relationships between variables”.

Dalam penelitian ini latar belakang pendidikan guru, keterlibatan guru dalam

program pelatihan pengembangan kurikulum dan pembelajaran IPA serta

pengalaman mengajar guru dikorelasikan dengan performansi guru dalam

melangsungkan pembelajaran IPA di sekolah dasar serta kemampuan guru dalam

menyusun rencana pembelajaran (RPP) IPA.

Menurut Schibechi & Hickey (2002), Arlington (2008), Kyriakides et al.

(2008) dan Moeini (2009) keterlibatan guru dalam program-program peningkatan

profesionalisme guru, pemahaman guru terhadap hakikat IPA, anggapan guru

terhadap belajar dan mengajar (Widodo, 2004) serta kemampuan guru dalam

memahami materi pelajaran (Sterim, 2008; Tytler, 2004) merupakan aspek-aspek

yang mempengaruhi kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran.

Di dalam studi korelasional terdapat tiga kemungkinan hasil, yaitu:

(50)

118 yang menunjukkan kekuatan hubungan antar variabel berkisar antara – 1 dan +1.

Korelasi positif mengindikasikan bahwa variabel-variabel meningkat atau

menurun dalam waktu yang bersamaan. Koefisien korelasi mendekati +1

menunjukkan korelasi positif yang sangat kuat. Korelasi negatif mengindikasikan

hal sebaliknya dari korelasi positif. Koefisien korelasi mendekati -1 menunjukkan

korelasi negatif yang sangat kuat. Tidak terdapat korelasi mengindikasikan tidak

ada korelasi antar variabel. Koefisien korelasi dengan nilai 0 menunjukkan tidak

ada korelasi (Wagner, 2009; Borg & Gall, 2003).

D. DATA DAN SUMBER DATA

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: latar belakang

pendidikan guru, pengalaman mengajar guru, keterlibatan guru dalam kegiatan

pelatihan/workshop kurikulum dan atau pembelajaran IPA, pendapat guru tentang

pembelajaran IPA, pendapat guru dan kompetensi guru dalam mengembangkan

kurikulum pembelajaran IPA, pendapat guru tentang fasilitas dan sarana

pembelajaran IPA, keterampilan guru dalam merancang pembelajaran IPA,

pengetahuan guru tentang materi IPA, pengetahuan guru tentang pedagogi,

pengetahuan guru tentang konten pedagogi dan pengetahuan guru tentang

pembelajar.

Sumber data untuk mengungkap latar belakang pendidikan guru,

pengalaman mengajar guru, keterlibatan guru dalam kegiatan pelatihan kurikulum

dan pembelajaran IPA serta pendapat guru tentang kurikulum dan pembelajaran

(51)

119 telah diminta dan bersedia menjadi responden. Sedangkan sumber data untuk

mengungkap kemampuan guru dalam melangsungkan pembelajaran adalah

performansi guru dan sumber data untuk mengungkap kemampuan guru dalam

mengembangkan kurikulum IPA adalah kemampuan guru dalam menyusun RPP.

Sumber faktor-faktor yang berpengaruh pada kompetensi guru dalam

mengembangkan kurikulum dan pembelajaran IPA adalah guru, RPP serta

performansi guru dalam melangsungkan pembelajaran IPA.

E. INSTRUMEN PENELITIAN

Data dikumpulkan melalui instrumen berupa angket, lembar observasi dan

lembar penilaian RPP. Keterkaitan antara data, sumber data dan instrumen

penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3.

Data, Sumber Data dan Instrumen Penelitian

No Data yang diperlukan Sumber data Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data 1 Latar belakang pendidikan guru Guru Angket

2 Pengalaman Mengajar Guru Guru Angket

3 Keterlibatan guru dalam kegiatan pelatihan/workshop pengembangan kurikulum dan atau pembelajaran IPA

Guru Angket

4 Pendapat guru tentang pembelajaran IPA, meliputi:

· Pendapat guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran

· Pendapat guru tentang hakikat IPA dan hakikat pembelajaran IPA

Guru Angket

5 Pendapat guru tentang fasilitas pembelajaran IPA.

Guru Angket

5 Pendapat dan keterampilan guru tentang kurikulum meliputi:

· Pendapat guru yang berkaitan dengan kurikulum (PERMEN 22 Tahun 2006, PERMEN 23 Tahun 2006, SK & KD, Silabus dan RPP) serta

(52)

120 sumber yang digunakan

untukmelangsungkan pembelajaran IPA

· Keterampilan guru dalam menyusun RPP yang terdiri dari: keterampilan merumuskan indikator, keterampilan

6 Kemampuan guru dalam memahami konten IPA (content knowledge) 7 Kemampuan guru dalam pedagogi

(pedagogical knowledge) yang terdiri

8 Kemampuan guru dalam konten pedagogi (pedagogical content 9 Kemampuan guru dalam memahami

pembelajar (knowing of learners) 10 Faktor yang berkorelasi dengan

kompetensi guru dalam mengembangkan yang telah di skoring

Pengembangan instrumen yaitu angket, lembar observasi dan lembar penilaian

(53)

121 1. Angket

Angket dikembangkan dari hasil kajian pustaka terhadap buku dan jurnal

yang relevan dengan variabel dalam penelitian ini, yaitu berkaitan dengan

kurikulum dan pembelajaran IPA. Dari hasil kajian terhadap buku dan jurnal,

terdapat dua hal yang dilakukan oleh peneliti. Pertama adalah menyusun

pertanyaan untuk menggali pendapat guru tentang kurikulum dan pembelajaran

IPA. Beberapa pertanyaan diambil dari penelitian yang telah dikembangkan oleh

peneliti lain dalam jurnal, dan sebagian besar dikembangkan sendiri oleh peneliti

berdasarkan hasil kajian buku dan jurnal yang berkaitan dengan kurikulum dan

pembelajaran IPA.

Setelah pertanyaan dirumuskan dalam angket, peneliti meminta tiga orang

ahli pendidikan IPA untuk menguji validitas isi angket yang dikembangkan

peneliti. Dari hasil pengujian terdapat beberapa perbaikan terhadap rumusan

pertanyaan dalam angket. Perbaikan terutama dilakukan terhadap konstruksi

kalimat pada pertanyaan yang dirumuskan. Dalam hal konten tidak ada perbaikan

karena telah dinilai tepat untuk diajukan. Setelah diuji, peneliti meminta masukan

pada promotor/pembimbing untuk menyempurnakan isi angket sebelum angket

diberikan pada guru. Berdasarkan masukan dari pembimbing, peneliti melakukan

melakukan penyempurnaan baik terhadap isi maupun konstruksi kalimat yaitu

dengan menghilangkan pertanyaan-pertanyaan yang kemungkinan akan dijawab

sama oleh guru. Pertanyaan tersebut adalah: “apakah anda memeriksa pekerjaan

rumah siswa?” Pertanyaan tersebut dinilai tidak perlu ditanyakan pada guru

(54)

122 bimbingan dan pengujian, pertanyaan dalam angket dikelompokkan ke dalam

enam bagian, yaitu:

a. Bagian A

Pertanyaan pada bagian A terdiri atas pertanyaan untuk

mengungkap identitas guru yang berisi tentang instansi mengajar, latar

belakang pendidikan, instansi pendidikan terakhir, bidang studi yang

diambil dalam pendidikan terakhir, tahun kelulusan pada pendidikan

terakhir, pengalaman mengajar dan jenis kelamin.

b. Bagian B

Pertanyaan pada bagian B merupakan pertanyaan tentang

keterlibatan guru dalam kegiatan peningkatan profesionalisme guru.

Pertanyaan disajikan balam bentuk tabel untuk mengungkap tema kegiatan

yang pernah diikuti oleh guru, jenis program pelatihan guru (apakah

berupa workshop/pelatihan ataukah dalam bentuk seminar), tahun

diikutinya kegiatan tersebut, kurun waktu diselenggarakannya kegiatan,

level atau ruang lingkup dari kegiatan yang diikuti, instansi penyelenggara

kegiatan dan nilai kemanfaatan dari kegiatan yang diikuti guru beserta

alasan dari jawabannya.

c. Bagian C

Pertanyaan pada bagian C berisi pertanyaan yang berkaitan dengan

kurikulum. Pertanyaan yang disajikan berjumlah 13 pertanyaan.

(55)

123 dengan ya atau tidak tanpa memberikan alasan pemilihan jawaban.

Pertanyaan no 8, 9, 10 merupakan pertanyaan dengan pilihan ya, tidak dan

jawaban lain yang disertai dengan alasan atas jawaban yang dipilih.

Sedangkan pertanyaan no 4, 5, 6, 12 dan 13 merupakan pertanyaan terbuka

tanpa disediakan pilihan jawaban.

d. Bagian D

Pertanyaan pada bagian D merupakan pertanyaan yang berkaitan

dengan pembelajaran IPA. Pertanyaan-pertanyaan pada bagian ini

dikelompokkan ke dalam pertanyaan yang berkaitan dengan proses

pembelajaran, sarana pembelajaran, hakikat IPA dan hakikat pembelajaran

IPA.

Pertanyaan yang berkaitan dengan proses pembelajaran terdiri dari

10 pertanyaan. Bentuk pertanyaan bervariasi sebagai pertanyaan dengan

jawaban ya dan tidak disertai alasan pemilihan jawaban (pertanyaan no 2,

4, 6, 8 dan 9), pertanyaan dengan jawaban yang telah disediakan

(pertanyaan no 5, 7 dan no 10) serta pertanyaan yang bisa dijawab bebas

oleh responden (no 1 dan no 3) pilihan bentuk aktivitas yang dilakukan

guru dalam proses pembelajaran.

Pertanyaan yang berkaitan dengan sarana pembelajaran IPA terdiri

dari 4 pertanyaan dengan bentuk pertanyaan tertutup yang disediakan

pilihan jawaban (pertanyaan no 1 dan 2), responden dapat memilih lebih

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3.
Tabel 3.4 Kode Latar Belakang Pendidikan Guru Dan Kualifikasi Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja mengajar guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah se-Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung belum menunjukan kinerja yang diharapkan, Kinerja mengajar guru

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: kontribusi pelatihan terhadap profesionalisme guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Semin, kontribusi pengalaman mengajar

KOMITMEN KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN CIMAHI SELATAN” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya

Komponen penilaian portofolio mencakup (1) Kualifikasi akademik, (2) Pendidikan dan pelatihan, (3) Pengalaman mengajar, (4) Perencanaan dan Pelaksanaan pembelajaran,

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memperoleh informasi tentang tingkat pemahaman guru pada jenjang pendidikan dasar di kabupaten Bandung terhadap

lQ~uankajian adalah untuk mengenal pasti apakah profil guru sekolah-sekolah k()~engah. vokasional yang mengajar mata pelajaran kimp~lan berasaskan kantetensl dari aspek

Hal ini dikarenakan kebanyakan guru Sekolah Dasar merupakan guru kelas yang mengajar beberapa mata pelajaran (high workload). Persepsi guru terhadap Ilmu Pengetahuan

Gamifikasi untuk pembelajaran sederhana berbasis internet Jenis keterampilan yang dibutuhkan oleh guru-guru sekolah dasar tersebut secara umum ternyata tidak berbeda dengan kompetensi