• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA MEDAN"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA MEDAN

OLEH

SUCI SUKMAWATI 140501088

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PERCETAKAN

Nama : Suci Sukmawati

NIM : 140501088

Program Studi : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Medan

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Suci Sukmawati

NIM : 140501088

Program Studi : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Medan

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Medan “ adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya perloleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(5)

Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan yang hasilnya digunakan untuk pembangunan daerah. Pajak daerah terdiri dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak daerah tersebut perlu diperhatikan faktor-faktor seperti jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah pelanggan listrik, dan inflasi.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian disuatu daerah, inflasi merupakan rata-rata kenaikan harga barang dan jasa, serta pelanggan listrik adalah banyaknya penerima manfaat dari aktivitas produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang berasal dari PT PLN Persero.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PDRB, jumlah pelanggan listrik, dan inflasi terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan.

hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan, sedangkan jumlah pelanggan listrik dan inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan.

Hasil uji koefisien determinasi juga menunjukkan bahwa variabel PDRB, jumlah pelanggan listrik dan inflasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan.

Kata Kunci: Pajak Daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Jumlah Pelanggan Listrik, dan Inflasi.

(6)

Local tax is determined by the local goverment regulation and its revenue is used for the local development. The local tax consists of province tax and city tax. In order to optimize the local tax revenue, some factors are needed to be considered such as the Gross Regional Domestic Product (GRDP), electricity customers, and inflation. Gross Regional Domestic Product (GRDP) is an indicator to find out the economics condition of a particular area. Inflation is the average price increases of good and services. The electricity customers is the number of beneficiaries of electricity production, transmission and distribution electric power from PT PLN Persero.

The purpose of this research is to fond out influence of Gross Regional Domestic Product (GRDP), electricity customers, and inflation to the local tax revenue in Medan. The research result shows that Gross Regional Domestic Product (GRDP) has a significant effect on the local tax revenue in Medan, and the electricity customers and inflation not have a significant effect on local tax revenue in Medan.

The determination coefficient test result show that Gross Regional Domestic Product (GRDP), electricity customers, and inflation together have a significant effect on local tax revenue in Medan.

Keywords: Local tax, Gross Regional Domestic Product (GRDP), Electricity Customers, and Inflation.

(7)

kepada Nabi Muhammad Saw, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Medan” dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat guna mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi dari Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini saya dedikasikan untuk Bapak dan Mamak saya tercinta (Bapak Sudargo dan Ibu Kasmiati) beserta abang dan adik saya (Maulana Fajar Sidiq dan Endar Prayogo) yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun materiil dalam memberikan semangat dan tak lupa memberikan doa yang terbaik.

Penyelesaian penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Coki Achmad Syahwier Hsb, MP selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan serta sebagai dosen penguji I saya dan Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatea Utara.

3. Bapak Drs. Murbanto Sinaga Ma, selaku dosen pembimbing saya yang telah meluangkan waktu serta memberi bimbingan, kritik dan saran yang membangun guna penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Paidi Hidayat, SE,Msi, selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Teman-teman Program Studi Ekonomi Pembangunan khususnya angkatan 2014.

6. Dosen dan pegawai Fakultas Ekonomi Dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis serta membantu dalam proses administrasi perkuliahan.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan mendukung penulisan skripsi ini, saya ucapkan banyak terima kasih. Semoga penulisan proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi khalayak umum.

(8)

Medan, April 2018 Penulis,

Suci Sukmawati 140501088

(9)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian... 7

1.4 Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi... 9

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik ... 10

2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern ... 12

2.2 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal ... 13

2.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 14

2.4 Pajak Daerah ... 16

2.4.1 Jenis-Jenis Pajak Daerah ... 17

2.4.2 Sistem Pemungutan Pajak ... 24

2.4.3 Tolak Ukur Untuk Menilai Potensi Pajak Daerah ... 24

2.5 Rasio Pajak Daerah (Local Tax Ratio) ... 25

2.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 26

2.7 Jumlah Pelanggan Listrik ... 28

2.8 Inflasi ... 29

2.9 Penelitian Terdahulu ... 31

2.10 Kerangka Konseptual ... 34

2.11 Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN... 37

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 37

3.2 Jenis Penelitian ... 37

3.3 Definisi Operasional ... 37

3.4 Jenis Data ... 38

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.6 Metode Analisis Data ... 39

3.6.1 Analisis Regresi Linear Berganda ... 39

3.6.2 Uji Asumsi Klasik ... 40

3.6.3 Uji T (Uji Parsial) ... 43

3.6.4 Uji F (Uji Simultan) ... 44

(10)

4.1.4 Keadaan Ekonomi ... 50

4.1.5 Ratio Pajak Daerah (Local Tax Ratio) ... 50

4.2 Analisis Deskriptif ... 51

4.2.1 Penerimaan Pajak Daerah ... 51

4.2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 55

4.2.3 Jumlah Pelanggan Listrik ... 57

4.2.4 Inflasi ... 58

4.3 Analisis Data Dan Pembahasan ... 59

4.3.1 Analisis Regresi Linear Berganda... ... 59

4.3.2 Uji T (Parsial) ... 60

4.3.3 Uji F (Simultan) ... 61

4.3.4 Uji Koefisien Determinan (R2) ... 62

4.3.5 Uji Asumsi Klasik ... 62

4.4 Interpretasi Hasil Pengolahan Data ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

Tahun 2016 ... 48

4.2 Jumlah Penduduk Dan Ratio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan Di Kota Medan 2016 ... 49

4.3 Local Tax Ratio Kota Medan Tahun 2001-2016 ... 51

4.4 Jumlah Penerimaan Pajak Daerah, PDRB, Jumlah Pelanggan, Dan Inflasi Kota Medan 2001-2006 ... 52

4.5 Perkembangan Dan Pertumbuhan Pajak Daerah Kota Medan Tahun 2001-2016 ... 53

4.6 Target Dan Realisasi Penerimaan Badan Pengelola Pajak Dan Retribusi Daerah Kota Medan Tahun 2016 ... 55

4.7 PDRB Dan Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2001-2016 ... 56

4.8 Perkembangan Dan Pertumbuhan Jumlah Pelanggan Listrik Kota Medan Tahun 2001-2016 ... 58

4.9 Perkembangan Inflasi Kota Medan Tahun 2001-2016 ... 59

4.10 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 60

4.11 Uji Multikolinearitas ... 63

4.12 Hasil Uji Multikolinearitas ... 64

4.13 Hasil Uji LM Test ... 65

4.14 Uji Heterokedastisitas ... 66

(12)

4.1 Perkembangan Pajak Daerah Kota Medan Tahun 2001-

2016 ... 54 4.2 Perkembangan PDRB Kota Medan Tahun 2001-2016 ... 57 4.3 Uji Normalitas ... 62

(13)

Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Kota Medan

Lampiran 2 Hasil Olah Data Lampiran 3 Uji Asumsi Klasik

(14)

Indonesia merupakan negara demokrasi dimana masyarakat bebas memberikan pemikirannya atau pendapatnya guna membangun lebih baik negara Indonesia. Masyarakat bebas berkreasi dan berinovasi dalam mengembangkan potensi diri maupun daerahnya. Tentu ada peran pemerintah yang memberikan kelengkapan sarana dan prasarana guna menunjang kegiatan masyarakat agar mudah dalam berkreasi. Seperti yang kita lihat pada sekarang ini pembangunan infrastruktur sudah semakin merata antara pusat dengan daerah. Pembangunan ini dilakukan secara bekesinambungan demi mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan dari pembangunan ini bisa bersifat materiil maupun spiritual serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Untuk dapat mencapai tujuan ini pemerintah lebih menekankan pada pembangunan daerah untuk dapat menggali potensi yang ada di daerah tersebut guna menyelaraskan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah. Potensi di setiap daerah tentu berbeda-beda maka diperlukan sistem pembangunan yang tepat serta diarahkan agar pembangunan yang berlangsung pada setiap daerah benar-benar sesuai dengan proporsi dan potensi yang dimiliki.

Guna melaksanakan program di atas pemerintah memberlakukan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah yang ditandai dengan keluarnya undang-

(15)

undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang N0. 33 Tahun 2004. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Otonomi daerah adalah kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Alasan diberlakukannya otonomi daerah adalah tidak meratanya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Selain itu juga campur tangan pemerintah pusat pada masa lalu telah menghambat pengembangan potensi dan kreativitas masyarakat yang ada di daerah. Maka dibuatlah otonomi daerah yang merupakan pengalihan wewenang dari pusat ke daerah guna mengurus rumah tangga sendiri demi kepentingan masyarakat daerah tersebut.

Sebagai konsekuensi dengan diserahkannya kewenanan kepada pemerinah daerah dala pelaksanaan otonomi darah tersebut maka tanggungjawab pembiayan pelaksanaan dem kelancaran pembangunan bertumpu pada pemerintah daerah.

Untuk memberikan pelayanan publik yang baik pemerintah daerah membutuhkan kemampuan keuangan yang cukup agar dapa mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Oleh karena itu guna mewujudkan kemampuan keuangan yang

(16)

cukup pemerintah daerah perlu memperhatikan potensi daerah yang dimiikinya (Ismartani dalam Witantri, 2008).

Penerimaan daerah yang tinggi dapat dijadikan alat ukur keberhasilan daerah dalam menerapkan otonomi daerahnya. Daerah yang mampu menggali potensi dengan meningkatkan kreativitas dan inovasinya akan mampu mempertahankan kesejahteraan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan daerahnya dalam jangka pendek bahkan jangka panjang.

Diberlakukannya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah mampu meningkatkan penerimaaan daerahnya dengan pandai-pandai menggali potensi yang ada di daerah tersebut.

Berbicara mengenai potensi, pemerintah daerah perlu mencari upaya untuk menggali dan mengembangkan sumber pendapaan daerahnya. Salah satu potensi yang dapat digali oleh pemerintah daerah untuk mengembangkan sumber pendapatan daerahnya adalah dengan memungut pajak daerah.

Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia memiliki perekonomian dan sosial yang berkembang pesat sehingga sangat meunculkan pusat-pusat pertumbuhan baru yang dapat menampung kegiatan ekonomi dan sosial dala kota ini. Pembangunan dan pengembangan Kota Medan harus diarahkan untuk kepentingan kerjasama pembangunan kawasan industri dan perdagangan baru dalam rangka memperbaiki kualitas hidup masyarakat baik di daerah kota maupun kecamatan yang ada di Kota Medan (Octaria, 2011).

Dalam mewujudkan kegiatan perekonomian pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Kota Medan dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dan

(17)

masyarakat untuk menggali potensi-potensi yang dimiliki daerah. Berdasarkan karakteristik wilayah Kota Medan dapat diidentifikasi sebagai wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu pusat perekonomian daerah dan regional yang penting serta utama di Pulau Sumatera. Kota Medan memiliki kedudukan, fungsi, dan peranan penting serta strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa dan perdagangan barang dan keuangan domestik, maupun regional/internasional dikawasan barat Indonesia dengan dukungan faktor-faktor dominan yang dimilikinya (Octaria, 2011).

Sebagai ibu kota provinsi Sumatera Utara, kota Medan merupakan daerah yang berkembang pesat. Dalam perkembangannya, perekonomian di Kota Medan terus megalami peningkatan walaupun ada mengalami penurunan pada tahun 2015 dan selanjutnya perekonomian Kota Medan meningkat kembali pada tahun 2016. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, pertumbuhan ekonomi Kota Medan 2013 sebesar 5,36%, tahun 2014 sebesar 6,07%, 2015 sebesar 5,7%, dan 2016 sebesar 6,27%. Kota Medan juga melaksanakan otonomi daerahnya dengan baik. Alat ukur dalam menilai keberhasilan penerapan otonomi daerah juga dapat dilihat dari meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana di dalamnya ada komponen pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah. Berdasarkan dari data BPS, PAD kota Medan dari tahun 2001-2016 selalu mengalami kenaikan dan memiliki jumlah PAD tertinggi di Sumatera Utara walaupun ada mengalami penurunan pada tahun 2014 dengan total PAD sebesar 1.515,67 milyar rupiah dan kembali mengalami

(18)

kenaikan pada tahun 2015 dengan total PAD sebesar 1.679,24 milyar rupiah dan pada tahun 2016 total berjumlah 1.827,20 milyar rupiah.

Pajak merupakan indikator penting dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan kewenangan pemungutannya, di Indonesia pajak dapat dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD (Kurniawan dan Purwanto, 2004: 47)

Pajak daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang N0. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, sumber penerimaan pajak daerah yang diperoleh kabupaten/kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dengan adanya komponen pajak daerah ini diharapkan pemerintah daerah dapat mengoptimalkan sektor-sektor penerimaan pajak daerah guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah, pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan pajak daerahnya dengan menggali potensi yang ada. Tidak dapat dipungkiri bahwa PDRB, jumlah pelanggan listrik, dan inflasi dapat mempengaruhi penerimaan pajak daerah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator untuk melihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Dengan meningkatnya PDRB maka

(19)

akan meningkatkan produksi barang dan jasa dan sektor-sektor pembentuk PDRB lainnya juga akan mengalami kenaikan serta tentu akan meningkatkan penerimaan pajak daerah.

Jumlah pelanggan listrik adalah banyaknya penerima manfaat dari aktifitas produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang berasal dari PT PLN Persero. (BPS 2010) dengan semakin banyaknya jumlah pelanggan listrik diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak sehingga mampu untuk mendorong meningkatnya pendapatan pajak daerah (Wahyudin dalan Buntugajang, 2013).

Sebagai indikator perekonomian yang terkait dengan pasar, nilai inflasi berfluktuasi dengan pengaruh dari berbagai faktor seperti konsumsi masyarakat, kondisi banyaknya barang yang beredar dan sebagainya. Inflasi merupakan kenaikan harga-harga secara umum secara terus-menerus. Dengan meningkatnya inflasi maka akan menaikkan tarif pajak pada harga atau jasa yang bersangkutan (Arianto dan Padmono, 2014).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Medan pada tahun 2001-2016 dengan pajak derah sebagai variabel dependen dan PDRB, jumlah pelanggan listrik, dan inflasi sebagai variabel independen.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan tahun 2001-2016?

2. Apakah jumlah pelanggan listrik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerahdi Kota Medan tahun 2001-2016?

3. Apakah inflasi berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan tahun 2001-2016?

4. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah pelanggan listrik, dan inlasi seara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan tahun 2001-2016?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui secara empiris mengenai pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan tahun 2001-2016.

2. Untuk mengetahui secara empiris mengenai pengaruh jumlah pelanggan listrik terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan tahun 2001-2016.

3. Untuk mengetahui secara empiris mengenai pengaruh inflasi terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan tahun 2001-2016.

(21)

4. Untuk mengetahui secara simultan mengenai pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumla pelanggan listrik, dan inflasi terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan tahun 2001-2016.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi pemerintah daerah

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah daerah mengenai cara meningkatkan sumber-sumber pendapatan daerah terutama dari pajak daerah.

2. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah khususnya di Kota Medan.

3. Bagi peneliti lainnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lainnya sebagai referensi dan rujukan bagi pengembangan dan penelitian dengan topik-topik yang berkaitan.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznet (dalam Paksi, 2016), adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini timbul sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologi yang diperlukannya.

Definisi di atas memiliki tiga komponen yaitu: pertama, pertumbuhan suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang.

Kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk. Ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian dibidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi juga dapat diartikan sebagai proses kenaikan kapasitas produksi (barang dan jasa) suatu negara yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Artha, 2016).

(23)

Menurut Boediono (dalam Yunan, 2009) teori pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai penjelasan mengenai interaksi faktor-faktor yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang dan menjelaskan mengenai interaksi faktor-faktor tersebut satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan. Teori pertumbuhan ekonomi dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Menurut pandangan ekonomi klasik terdapat empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: jumlah penduduk stok barang-barng modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan.

Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi banyak faktor, pakar ekonomi klasik pada umumnya hanya menitikberatkan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi.

Teori pertumbuhan ekonomi klasik mencakup teori pertumbuhan Adam Smith, David Richard, dan Arthur Lewis. Teori Adam Smith sering dianggap sebagai awal dari pengkajian masalah pertumbuhan secara sistematis (Sukirno dalam Artha, 2016). Ada dua aspek dalam teori Adam Smith yaitu pertumbuhan output (GDP) total dan pertumbuhan penduduk.

Menurut Smith sistem produksi suatu negara terdiri dari tiga aspek, yaitu (Arsyad dalam Artha, 2016):

a) Sumber alam yang tersedia (faktor produksi tanah) b) jumlah penduduk

c) Stok barang modal

(24)

Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi dan jumlah sumber daya alam merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian tersebut. Artinya selama sumber daya alam belum dimanfaatkan sepenuhnya, maka yang memegang peranan dalam proses produksi adalah jumlah penduduk dan jumlah kapital yang dimiliki. Unsur-unsur inilah yang menentukan besarnya output yang dihasilkan dari tahun ke tahun.

Dalam proses pertumbuhan output, jumlah penduduk dianggap mempunyai peranan yang pasif karena jumlah penduduk akan terus bertambah karena ada yang namaya pertumbuhan penduduk. Sedangkan stok barang kapital mempunyai peranan yang aktif dalam menentukan tingkat output dalam teori spesialisasi dan pembagian kerja. Menurut Smith bahwa peningkatan output yang bisa dihasilkan oleh sejumlah orang yang sama melalui sistem pembagian kerja,bersumber dari tiga hal; pertama karena (spesialisasi) meningkatkan keterampilan pekerja dalam bidang (spesialisasi) pekerjaannya; kedua karena sistem pembagian kerja mengurangi waktu yang hilang pada saat pekerja beralih dari macam pekerjaan yang satu ke yang lainnya; terakhir karena ditemukannya mesin-mesin yang mempermudah dan mempercepat pekerjaan dan memungkinkan peningkatan produktiitasnya.

Menurut Smith penduduk meningkat apabila tingkat upah yang berlaku lebih tinggi daripada tingkat upah subsistensi, yaitu tingkat upah yang pas-pasan untuk seseorang agar mempertahankan hidupnya.

(25)

2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Teori pertumbuhan ekonomi modern mencakup empat sub golongan yaitu (Boediono dalam Yunan, 2009):

a. Teori pertumbuhan yang tumbuh dari teori makro Keynes (Keynesian), dalam hal ini temasuk teori pertumbuhan Harrod-Domar, Kaldor.

b. Teori pertumbuhan Neo-Klasik, diawali terutama oleh teori Robert Solow da Trevor Swan.

c. Teori pertumbuhan optimum, bertujuan mencari jalur pertumbuhan yang paling baik (optimum) bagi suatu perekonomian. Termasuk dalam teori ini Dalil Emas dan Teori Jalan Raya.

d. Teori pertumbuhan dengan uang merupakan perkembangan lebih lanjut dari pertumbuhan Neo Klasik, tetapi dengan tambahan adanya uang di dalam perekonomian sebagai alat penyimpan kekayaan. Teori pokoknya berawal dari karya James Tobin.

Teori Keynes adalah teori ekonomi yang didasarkan pada ide ekonomi John Maynard Keynes pada abad 20. Teori ini menjelaskan tentang suatu ekonomi campuran, dimana baik negara maupun sektor swasta memegang peranan penting. Kebangkitan ekonomi Keynesian menandai berakhirnya ekonomi Leissez-faire, yaitu dimana suatu teori ekonomi berdasarkan pada keyakinan bahwa pasar dan sektor swasta dapat berjalan sendiri tanpa campur tangan pemerintah (Artha,2016).

(26)

Keynes menekankan pentingnya permintaan agregat sebagai faktor utama penggerak perekonomian yang sedang lesu. Ia berpendapat bahwa kebijakan pemerintah dapat digunakan digunakan untuk meningkatkan permintaan pada level makro, untuk mengurangi pengangguran dan deflasi.

2.2 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal

Konsep dasar otonomi daerah pemerintah pusat memberi wewenang kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerahnya sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Keadaan ketergantungan fiskal terhadap pemerintah pusat apabila terus berlangsung akan menyebabkan beban anggaran pada pemerintah pusat (Aji, 2013).

Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan daerah untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangganya sendiri (Murbanto, 2017: 72)

Desentralisasi menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desentralisasin fiskal adalah pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan, hak untu menerima transfer dari

(27)

pemerintah yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin dan investasi (Murbanto, 2017: 75).

Tujuan dari otonomi daerah dapat dibedakan dari dua sisi kepentingan yaitu, kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari kepentingan pemerintah pusat tujuan utamanya adalah untuk pendidikan, politik, pelantikan kepemimpinan, menciptakan stabilitas politik, dan menciptakan demokratisasi sistem pemerintah daerah (Nurrohman, 2010). Bila dilihat dari sisi kepentingan pemerintah daerah ada tiga tujuan yaitu (Smith dalam Nurrohman, 2010):

a. Untuk mewujudkan apa yang disebut political equality, artinya melalui otonomi daerah diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal atau daerah.

b. Untuk menciptakan local accountability, artinya dengan ekonomi akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak- hak masyarakat.

c. Untuk mewujudkan local responsiveness, artinya dengan otonomi daerah diharapkan akan mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus meningkatkan akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi daerah.

2.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber- sumber pendapatan asli daerah (Arianto dan Padmono, 2014). Dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik dan pembangunan di daerah, PAD

(28)

memegang peranan penting dimana PAD secara bertahap diharapkan mampu membiayai kebutuhannya sendiri, terlebih dalam situasi semakin terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan dana subsidi dan bantuan kepada daerah. Namun demikian dalam menggali potensi PAD pemerintah daerah tetap berpegang pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan menghindari pungutan-pungutan yang sifatnya memberatkan rakyat kecil.

Peningkatan PAD pada masa yang akan datang semakin diperlukan sehubungan dengan semakin meningkatnya kegiatan pelayanan publik dan intensitas melalui komponen PAD yaitu penerimaan yang diperoleh dari sumber- sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah dengan perundang-undangan yang berlaku (Paksi, 2016). Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008 sumber-sumber pendapatan asli daerah yaitu:

1. Hasil pajak daerah

pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembayaran rumah tangganya sebagai badan hukum politik.

2. Hasil retribusi daerah

pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

(29)

Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah yang tidak termasuk dalam jenis- jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas.

Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang membuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.

2.4 Pajak Daerah

Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak perogratif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya (Mangkoesoebroto dalam Sutrisno, 2002).

Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD

(30)

(Kurniawan dan Purwanto, 2004: 47). Pengertian pajak daerah yang lainnya adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Murbanto, 2017: 141).

Pajak daerah adalah salah satu komponen sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fungsi pajak daerah yaitu:

a. Fungsi sumber pendapatan (budgetary) b. Fungsi mengatur (regulatory)

c. Fungsi stabilitas

d. Fungsi redistribusi pendapatan.

2.4.1 Jenis-jenis Pajak Daerah 1. Pajak Provinsi

Jenis pajak provinsi beradasarkan UUN0. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah, jenis-jenis pajak provinsi ditetapkan sebanyak lima jenis, yakni sebagai berikut:

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan

e. Pajak Rokok

Melihat pasal 2 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 tentang jenis-jenis pajak provinsi ditegaskan dua hal prinsip mengenai hal tersebut, yakni:

(31)

a. Bahwa pemerintah daerah provinsi dapat tidak melakukan pungutan terhadap salah satu atau beberapa jenis pajak yang telah ditetapkan, apabila potensi pajak di daerah tersebut dipandang kurang memadai.

b. Khusus daerah yang setingkat dengan daerah provinsi tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota, seperti Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota.

2. Pajak Kabupaten Kota

Jenis pajak kabupaten/kota berdasarkan UUN0. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah, jenis-jenis pajak kabupaten/kota ditetapkan sebanyak sebelas jenis, yakni sebagai berikut:

a. Pajak Hotel

Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

Sedangkan pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel (Kurniawan dan Purwanto, 2004: 69).

Objek pajak adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk: fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek, pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, fasilitas

(32)

olahraga dan hiburan ang disediakan khusus untuk tamu hotel bukan untuk umum, dan jasa sewa ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

Objek pajak hotel dikecualikan terhadap beberapa objek berikut:

penyewaan rumah atau kamar, apartemen, dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel; pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren; fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran; pertokoan,perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum di hotel; pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum.

Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Wajib pajak hotel adalah pengusaha hotel. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel.

Tarif pajak hotel paling tinggi sebesar 10% yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

b. Pajak Restoran

Restoran adalah tempat penyantap makanan dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau catering (Kurniawan dan Purwanto, 2004: 71). Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Pengecualian objek pajak restoran yakni: pelayanan usaha jasa boga atau catering, pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredarannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah

(33)

Subjek pajak restoran yakni orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran. Wajib pajak restoran yakni pengusaha restoran.

Tarif restoran paling tinggi 10%.

c. Pajak Hiburan

Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran tidak termasuk penggunaan fasilitas olahraga. Sedangkan pajak hiburan adalah pajak atas penyelengaraan hiburan (Kurniawan dan Purwanto, 2004: 72).

Objek pajak hiburan adalah penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran.

Objek pajak hiburan dikecualikan terhadap penyelenggara hibuan yang tidak dipungut biaya seperti hiburan yang diselnggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, atau kegiatan keagamaan. Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton atau menikmati hiburan. Wajib pajak hibuan yakni orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Tarif pajak hiburan maksimal 35% yang dtetapkan dalam peraturan daerah.

d. Pajak Reklame

Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media menurut bentuk corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa, atau orang (Kurniawan dan Purwanto, 2004: 73). Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.

Objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame.

(34)

Objek pajak reklame dikecualikan terhadap: penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, dan sejenisnya dan penyelenggara reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Subjek pajak reklame yakni orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesana reklame. Wajib pajak reklame yakni orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Tarif pajak reklame maksimal 25% yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

e. Pajak Penerangan Jalan

Pajak penerengan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah (Kurniawan dan Purwanto, 2004:

74). Objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik di wilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik atau pengguna tenaga listrik. Tarif pajak penerangan jalan maksimal 10%.

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak kegiatan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan. Objek pajak mineral bukan logam dan batuan antara lain: asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, dan lain-lain yang termasuk kedalam bahan mineral bukan logam dan batuan.

(35)

Subjek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan mineral bukan logam dan batuan. Wajib pajak bahan mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan. Tarif pajak mineral bukan logam dan batuan maksimal 20% yang ditetapkan oleh peraturan daerah.

g. Pajak Parkir

Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran (Kurniawan dan Purwanto, 2004: 77). Tarif pajak parkir maksimal 20% yang ditetapkan oleh peraturan daerah.

h. Pajak Air Tanah

Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan air tanah. Objek pajak air tanah adalah pengambilan atau pemanfaatan air tanah. Subjek pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Wajib pajak air tanah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan komersial. Tarif pajak air tanah maksimal 20% sesuai peraturan daerah (Murbanto, 2017: 149).

(36)

i. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak sarang burung walet adalah pajak pengambilan atau pengusahaan sarang burung walet. Subjek pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan atau pengusahaan sarang burung walet. Tarif pajak sarang burung walet maksimal 10% sesuai peraturan daerah.

j. Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan maksimal 0,3 % sesuai peraturan daerah.

k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Subjek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah atau bangunan. Tarif pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan maksimal 5% sesuai dengan peraturan daerah.

Melihat pasal 2 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 tentang jenis-jenis pajak kabupaten/kota ditegaskan bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota dapat tidak melakukan pungutan terhadap salah satu atau beberapa jenis pajak yang telah ditetapkan, apabila potensi pajak di daerah tersebut dipandang kurang memadai.

(37)

2.4.2 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasno, 2003: 7-8 (dalam Nurrohman, 2010) sistem pemungutan pajak terdiri dari:

a) Official assessment system yaitu suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

b) Self assessment system yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

c) With holding system yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

2.4.3 Tolak Ukur Untuk Menilai Potensi Pajak Daerah

Menurut Devas (dalam Liberty, 2013), terdapat empat kriteria untuk menilai potensi pajak daerah yaitu:

a. Kecukupan dan elastisitas

Adalah kemampuan untuk menghasilkan tambahan pendapatan agar dapat menutup tuntutan yang sama atas kenaikan pengeluaran pemerintah dan dasar pengenaan pajaknya berkembang secara otomatis. Contoh: karena terjai inflasi maka akan terjadi kenaikan harga-harga juga ada peningkatan jumlah penduduk dan bertambahnya pendapatan suatu daerah. Dalam hal ini elastisitas mempunyai dua dimensi yaitu:

(38)

1. Pertumbuhan potensi dari dasar pengenaan pajak itu sendiri.

2. Sebagai kemudahan untuk memungut pertumbuhan pajak tersebut.

Elastisitas dapat diukur dengan membandingkan hasil penerimaan selama beberapa tahun dengan perubahan-perubahan dalam indeks harga, penduduk, maupun pendapatan nasional perkapita (GNP).

b. Keadilan

Prinsip keadilan yang dimaksud disini adalah bahwa beban pengeluaran pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing golongan.

c. Kemampuan administrasi

Kemampuan administrasi yang dimaksud di sini mengandung pengertian bahwa waktu yang diberikan dan biaya yang dikeluarkan dalam menetapkan dan memungut pajak sebanding dengan hasil yang mampu dicapai.

d. Kesepakatan politis

Kesepakatan politis diperlukan dalam pengenaan pajak, penetapan struktur tarif, memutuskan siapa yang harus dibayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan dan memberikan sanksi bagi yang melanggarnya.

2.5 Rasio Pajak Daerah (Local Tax Ratio)

Perbandingan pajak terhadap pendapatan suatu perekonomian (economy) disebut dengan rasio pajak (tax ratio), merupakan perbandinagn antara jumlah penerimaan pajak dengan pendapatan suatu perekonomian (kemenkeu RI). Dalam

(39)

negara dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), sedangkan di tingkat daerah rasio pajak merupakan rasio antara pajak daerah wilayah perekonomian daerah tersebut dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Angka rasio pajak suatu daerah dipengaruhi oleh PDRB.

Terkait dengan rasio pajak, PDRB menggambarkan jumlah pendapatan potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang baikbagi pengenaan pajak di wilayah tersebut. Oleh karena itu, mengetahui angka-angka rasio pajak di berbagai wilayah di Indonesia akan membantu dalam menganalisis secara sederhana hubungan antara pajak daerah wilayah tersebut dengan PDRB-nya, mengetahui jenis-jenis pajak apa saja yang potensial serta sektor ekonomi yang terkait, dan menilai kondisi suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah lain.

2.6 Produk Domestk Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestk Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi disuatu wilayah tertentu, dalam kurun waktu satu tahun (Nurohman, 2010). Menurut Sukirno (dalam Artha, 2016) PDRB adalah nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam waktu satu tahun di suatu wilayah tertentu tanpa membedakan kepemilikan faktor produksi, tapi lebih memerlukan keberadaan faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi itu, PDRB merupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi suatu daerah. Semakin besar PDRB atau semakin maju perekonomian suatu daerah maka semakin besar juga pendapatan

(40)

masyarakatnya. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat akan bertambah kekayaan dan jumlah besarnya konsumsi masyarakat maka semakin tinggi kemampuan masyarakat wajib pajak untuk membayar pajak.

PDRB dapat dilihat dari tiga sisi: produksi, pengeluaran, serta pendapatan.

Di sisi produksi, PDRB mengindikasikan kegiatan ekonomi suatu daerah yang secara umum dapat digambarkan melalui kemampuan daerah tersebut menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan bagi kebutuhan hidup masyarakat pada periode tertentu. Dari sisi pengeluaran, PDRB menggambarkan keseluruhan pengeluaran yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi yang ada disuatu wilayah pada periode tertentu yaitu sektor rumah tangga (berupa konsumsi rumah tangga), sektor swasta (pembentukan barang modal/investasi), sektor pemerintah (konsumsi pemerintah di luar pembayaran non jasa/ transfer non payment), serta sektor luar negeri (ekspor dan impor). Sementara itu di sisi pendapatan, PDRB menggambarkan jumlah pendapatan yang diterima penduduk wilayah tersebut pada suatu periode berupa gaji dan sejenisnya, sewa modal, bungan dan sejenisnya, serta laba yang dihasilkan oleh pengusaha. Dari sisi mana pun PDRB diukur akan dihasilkan angka yang sama (setelah dilakukan penyesuaian dan koreksi) (kemenkeu RI).

Ada dua jenis penghitungan PDRB, yaitu atas dasar harga berlaku (current year price)dan atas dasar harga konstan (base year price). Menurut harga berlaku artinya nilai barang dan jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun yang bersangkutan, yang berarti termasuk kenaikan harga-harga ikut dihitung.

(41)

Sedangkan menurut harga konstan artinya nilai barang dan jasa yan dihasilkan, dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar.

Pertumbuhan ekonomi bersangkutan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Jadi pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan PDRB. Semakin tinggi nilai PDRB satu daerah maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut (Thamrin dalam Nurrohman, 2010). Bila pertumbuhan ekonomi meningkat, maka pendapatan dan kesejahteraan masyarakat meningkat pula. Dengan naiknya pendapatan masyarakat, maka tingkat konsumsi masyarakat akan meningkat pula, dan pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan pajak. Disamping itu semakin tinggi pendapatan seseorang, maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar pajak (ability to pay) berbagai pungutan, seperti pajak yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasakan penelitian yang dilakukan Nurrohman (2010), PDRB berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah Kota Surakarta.

2.7 Jumlah Pelanggan Listrik

Jumlah pelanggan listrik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak penerangan jalan, yang merupakan bagian dari pajak daerah. Jumlah pelanggan listrik adalah banyaknya penerima manfaat dari aktifitas produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang berasal dari PT PLN Persero (BPS 2010). Pelanggan listrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu: golongan sosial, rumah tangga, bisnis, industri , dan pemerintah (Ismartini dalam Witantri, 2008). Penggolongan konsumen pelanggan listrik ini

(42)

dimaksudkan untuk memenuhi kriteria penetapan tarif yang baik yaitu keadilan dalam menanggung beban biaya konsumsi pelanggan listrik. Biaya yang harus ditanggung oleh pelanggan listrik ini tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan tarif yang sama, karena itu diperlukan tarif yang berbeda untuk setiap golongan (Ismartini dalam Witantri, 2008).

Semakin banyaknya jumlah pelanggan listrik diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak sehingga mampu untuk mendorong meningkatnya pendapatan pajak daerah (Wahyudin dalan Buntugajang, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sutrisno (2002), jumlah pelanggan listrik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Semarang.

2.8 Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang-barang umum secara terus-menerus (Waluyo, 2006: 167). Cara mengukur inflasi menggunakan indeks harga konsumen yaitu: LIt=IHK t – IHK t−1

IHK t−1

Dimana:

LIt = laju inflasi pada tahun t

IHKt = indeks harga konsumen periode t IHKt-1= indeks harga konsumen periode t-1

Jenis-jenis inflasi ditinjau dari parah tidaknya suatu inflasi yaitu:

a) inflasi ringan <10%

(43)

c) inflasi berat 30%-100%

d) hiperinflasi >100%

Inflasi berdasarkan sumbernya yaitu:

a) Demand Pull Inflation

Inflasi ini ditimbulkan karena permintaan dalam negeri (baik pemerintah maupun masyarakat) akan berbagai barang sangat kuat dan besar serta melebihi keluaran (output) yang ada dalam perekonomian tersebut.

b) Cosh Push Inflation

Kenaikan harga terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi (cosh push inflation), atau dapat pula terjadi karena adanya buruh menuntut upah (wage push inflation).

Dengan adanya inflasi tidak hanya berpengaruh pada kenaikan harga tetapi juga akan berimbas pada kondisi ekonomi lainnya. Perkembangan inflasi akan mempengaruhi laju perekonomian suatu negara atau daerah. Setiap negara atau daerah akan berusaha agar keuangannya stabil sehingga kegiatan perekonomian masyarakat dapat berkembang (Artha, 2016).

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung pada tinggi atau rendahnya inflasi. Apabila inflasi yang terjadi adalah inflasi ringan maka akan berpengaruh positif dalam arti dapat mendorong perekonomian menjadi lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional atau daerah dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan megadakan investasi. Sebaliknya pada saat terjadi hiperinflasi keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian menjadi lesu. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan berkurangnya

(44)

daya beli masyarakat dan menyebabkan peningkatan biaya prduksi akan menyebabkan keuntungan yang diperoleh perusahaan berkurang. Oleh karena berkurangnya keuntungan yang diperoleh perusahaan maka penerimaan pajak yang dipungut pemerintah terhadap perusahaan tersebut menjadi semakin menurun. Dapat ditarik kesimpulan bahwa laju inflasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah, dimana bila laju inflasi meningkat maka penerimaan pajak daerah akan menurun (Boediono dalam Nurrohman, 2010).

Dalam penelitian yang dilakukan Nurrohman (2010) menyimpulkan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta.

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Puspita Suci Arianto dan Yazid Yud Padmono (2014) melakukan penelitian mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Surabaya. Hasil penelitian membuktikan bahawa PDRB dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surabaya, sedangkan inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surabaya.

Yohan Dwi Artha (2016) meneliti mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Jember. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa jumlah penduduk, PDRB, dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Jember.

(45)

Anggit Darmastuti Aji (2013) meneliti tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Wonogiri Dalam Era Desentralisasi Fiskal. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa jumlah wisatawan dan jumlah daya listrik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Wonogiri, sedangkan jumlah industri tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Wonogiri.

Alfian Nurrohman (2010) judul penelitiannya adalah Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa PDRB berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerak kota Surakarta, sedangkan jumlah penduduk dan inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah kota Surakarta.

Selanjutnya Sutrisno (2002) dengan judul penelitian Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Semarang). Hasil penelitiannya adalah jumlah penduduk, jumlah pelanggan listrik, pendapatan perkapita, jumlah petugas pajak, dan jumlah wisatawan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerak di Kabupaten Semarang).

(46)

Penelitian terdahulu di atas kemudian di ringkas dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti (tahun)

Judul Penelitian

Variabel yang

Digunakan Hasil Penelitian 1 Puspita Suci

Arianto dan Yazid Yud Padmono (2014)

Faktor-Faktor Yang

Mempengaru hi

Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Surabaya

PDRB, jumlah penduduk, inflasi

Variabel PDRB dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surabaya, sedangkan inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surabaya.

2 Yohan Dwi Artha (2016)

Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaru hi

Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Jember

Jumlah penduduk, PDRB, dan inflasi

Variabel jumlah penduduk dan PDRB berpengaruh signifikan, sedangkan inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Jember.

3 Anggit

Darmastuti Aji (2013)

Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaru hi

Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Wonogiri Dalam Era Desentralisas i Fiskal

Jumlah wisatawan, jumlah daya listrik, dan jumlah industri

Variabel jumlah wisatawan dan jumlah daya listrik

berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah

Kabupaten Wonogiri, sedangkan jumlah industri tidak

berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Wonogiri.

(47)

No Nama Peneliti (Tahun)

Penelitian Variabel Yang Digunakan

Hasil Penelitian

4 Alfian Nurrohman (2010)

Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaru hi

Penerimaan Pajak Daerah Kota

Surakarta

PDRB, jumlah penduduk, dan inflasi

Variabel PDRB

berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerak kota Surakarta, sedangkan jumlah penduduk dan inflasi tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah kota Surakarta.

5 Sutrisno (2002)

Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaru hi

Penerimaan Pajak Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Semarang).

jumlah penduduk, jumlah pelanggan listrik, pendapatan perkapita, jumlah petugas pajak, dan jumlah wisatawan

Variabel jumlah penduduk, jumlah pelanggan listrik, pendapatan perkapita, jumlah petugas pajak, dan jumlah wisatawan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Semarang.

Sumber: Data diolah (2018)

2.10 Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah di Kota Medan dimana faktor independennya adalah PDRB, jumlah tenaga kerja, dan inflasi serta variabel dependennya adalah pajak daerah. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah kota Medan, dapat membantu pemerintah kota Medan dalam menentukan kebijakan yang ditempuh guna meningkatkan penerimaan pajak daerah.

(48)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber: data diolah (2018)

2.11 Hipotesis Penelitian

Besar kecilya penerimaan pajak sangat ditentukan oleh pendapatan perkapita, jumlah penduduk dan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah (Musgrave and Musgrave, 1989; Anwar Shah, 1989 dalam Sutrisno, 2002).

Melihat dari penelitian Puspita Suci Arianto dan Yazid Yud Padmono (2014) membuktikan bahwa variabel PDRB dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak kota Surabaya. Dan pada penelitian Sutrisno (2002) membuktikan bahwa jumlah penduduk, jumlah pelanggan listrik, pendapatan perkapita, jumlah petugas pajak, dan jumlah wisatawan berpengaruh dominan terhadap penerimaan pajak di Kabupaten Semarang.

Berdasarkana penjelasan di atas maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

(X1)

Jumlah Pelanggan Listrik (X2)

Pajak Daerah (Y)

Inflasi (X3)

(49)

H1 :Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan.

H2 :Variabel Jumlah Pelanggan Listrik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan.

H3 :Variabel Inflasi berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan.

H4 :Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah pelanggan listrik, dan inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Medan.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah di Kota Medan dari tahun 2001-2016 (kurun waktu 16 tahun). Faktor-faktornya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah pelanggan listrik, dan inflasi.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel lainnya (Sugiyono, 2003: 11). Kuantitatif maksudnya adalah data yang berbentuk angka.

Jadi penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang menggambarkan permasalahan dan analisis menggunakan metode angka mulai dari pengumpulan data, penafsiaran, dan menampilkan hasilnya.

3.3 Defenisi Operasional a. Pajak daerah

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah Kota Medan yang dibayar oleh badan atau orang pribadi/masyarakat kota Medan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang untuk kemakmuran rakyat Kota Medan.

(51)

b. Produk Domestk Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestk Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi di wilayah Kota Medan dalam kurun waktu satu tahun.

c. Jumlah pelanggan listrik

Jumlah pelanggan listrikadalah banyaknya penerima manfaat dari aktifitas produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang berasal dari PT PLN Persero di Kota Medan.

d. Inflasi

Inflasi adalah keadaan dimana harga-harga barang secara umum di Kota Medan mengalami kenaikan secara terus menerus. Jenis inflasi ditinjau dari parah tidaknya suatau inflasi yaitu: inflasi ringan <10%, inflasi sedang 10%-30%, inflasi berat 30%-100%, hiperinflasi >100% sedangkan ditinjau dari sumbernya ada demand pull inflation dan cosh push inflation.

3.4 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh instansi terkait dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode dokumentasi dengan mengumpulkan dan mengolah dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, buku-buku, jurnal, internet,

(52)

dan sumber lainnya.data laporan pajak daerah , laporan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlahindustri, dan inflasi kota Medan yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Data yang dikumpulkan adalah data dari tahun 2001-2016 (kurun waktu 16 tahun) dan data diolah menggunakan eviews 9.

3.6 Metode Analisis

3.6.1 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).

Metode ini diyakini mempunyai sifat-sifat yang ideal dan dapat diunggulkan, yaitu secara teknis sangat kuat, mudah dalam perhitungannya dan penarikan interpretasinya (Gujarati dalam Artha, 2016). Metode ini digunakan untuk mengestimasi besarnya pengaruh PDRB (X1), jumlah pelanggan listrik (X2), dan Inflasi (X3) terhadap penerimaan pajak daerah (Y) kota Medan, dapat difungsikan sebagai berikut:

Y=f(X1X2X3)...(3.1)

Dari model diatas dapat dibuat persamaan regresinya sebagai berikut:

PD= α + β1(PDRB) + β2(jpl) - β3(Inf) + e...(3.2)

Keterangan:

PD : Pajak Daerah α : Konstanta

β β β : Koefisien regresi parsial

(53)

PDRB : PDRB atas dasar harga konstan Jpl : Jumlah Pelanggan Listrik Inf : Inflasi

e : Error

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik disebut juga uji diagnosis. Uji asumsi klasik perlu dilakukan karena dalam model regresi perlu memperhatikan adanya penyimpangan-penyimpangan atas asumsi klasik, karena pada hakekatnya jika asumsi klasik tidak dipenuhi maka variabel-variabel yang menjelaskan akan tidak efisien.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah nilai residual dari model yang dibentuk terdistribusi normal atau tidak. Konsep pengujian uji normalitas menggunakan pendekatan Jorque Berra Test. Pedoman dari J-B test adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai J-B hitung > nilaiX2 tabel atau probabilittas J-B hitung < nilai probabilitas (α=5%), maka hipotesis yang menyatakan residual error term adalah distribusi normal ditolak.

b. Jika nilai J-B hitung < nilaiX2 tabel atau probabilittas J-B hitung > nilai probabilitas (α=5%), maka hipotesis yang menyatakan residual error term adalah terdistribusi normal (Wardhoyo, 2004 dalam Artha, 2016).

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran terhadap perubahan berat tubuh mencit setiap kelompok memperlihatkan kenaikan rerata berat tubuh pada seluruh kelompok perlakuan, kecuali pada kelompok

Berdasarkan pengolahan data SPSS versi 20 di atas, maka terdapat kontribusi yang positif dan signifikan kepemimpinan, iklim sekolah, kepuasan kerja dan motivasi

Manajemen Pemasaran di Indonesia: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian.. Jakarta:

Masalah social ekonomi juga termasuk dalam faktor penentu peningkatan produksi hasil panen, khususnya tanaman padi yang juga akan membawa pengaruh secara tidak langsung

PermataBank telah berkembang menjadi sebuah bank swasta utama yang menawarkan produk dan jasa inovatif serta komprehensif terutama disisi delivery channel-nya

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

Tujuan penelitian peng- embangan ini adalah menghasilkan modul interaktif dengan menggunakan learning content development system pada materi pokok usaha dan energi untuk

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga