• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Sistem Akuntansi Manajemen

Persaingan global dalam perekonomian yang semakin intensif belakangan ini akan semakin meningkat dan meluas dimasa yang akan datang. Untuk dapat mempertahankan keunggulan dalam persaingan global, suatu organisasi harus mengikuti perkembangan lingkungan baru yang cepat berubah. Lingkungan baru ini biasa disebut sebagai Advance Manufacturing Environment. Kemajuan yang pesat serta perubahan yang demikian cepat dari lingkungan industri baik dari manufaktur maupun jasa ini ternyata terlambat diantisipasi oleh bidang akuntansi manajemen. Oleh sebab itu sistem akuntansi yang selama ini dipakai yaitu sistem akuntansi manajemen tradisional dirasa kurang relevan lagi.

Sistem akuntansi manajemen tradisional yang saat ini lebih luas digunakan hanya memusatkan pada ukuran-ukuran output aktivitas yang didasarkan pada volume produksi. Pendekatan tradisional mengasumsikan bahwa semua biaya dapat diklasifikasikan sebagai biaya tetap atau variabel sesuai dengan perubahan unit atau volume produk yang diproduksi. Unit produk atau penggerak lainnya yang berkorelasi kuat dengan unit yang diproduksi, seperti jam tenaga kerja langsung dan jam mesin adalah hanya penggerak aktivitas yang dianggap penting.

Penggerak tingkat unit atau berdasarkan volume tersebut digunakan untuk membebankan biaya produksi kepada produk. Tujuan kalkulasi biaya produk pada sistem akuntansi biaya tardisional secara khusus dicapai melalui pembebanan biaya produksi ke persediaan dan harga pokok penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan eksternal.

Selain itu karena adanya pengaruh akuntansi keuangan yang secara sederhana memperlakukan banyak pengeluaran yang mempunyai manfaat pada masa yang akan datang sebagai biaya periode mengakibatkan akuntansi manajemen menjadi sangat berorientasi pada jangka pendek. Perhatian manajer

(2)

diutamakan pada kriteria yang bersifat finansial. Ukuran yang bersifat non finansial, seperti peningkatan mutu dan siklus produksi yang lebih pendek kurang diperhatikan, sehingga pihak manajemen perlu mengevaluasi sistem akuntansi manajemen secara periodik. Evaluasi tersebut diperlukan agar manajemen yakin terhadap keakuratan informasi biaya produksi yang dihasilkan dan dapat membantu pihak manajemen dalam menghasilkan keputusan yang tepat.

Kegagalan lain dari akuntansi manajemen tradisional adalah penggunaan metode yang tidak akurat untuk penentuan biaya sehingga menyebabkan data biaya tidak bisa digunakan untuk pengendalian biaya atau untuk pembebanan biaya produk secara tepat.

Oleh karena itu, pihak manajemen perlu mendesain ulang sistem akuntansi manajemen yang dimilikinya agar relevan dengan perkembangan teknologi industri yang pesat. Menurut Berliner & Brimson (1995) penggunaan sistem yang baru bertujuan untuk:

a. Mengukur biaya dari sumber daya yang dikonsumsi dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas organisasi.

b. Mengidentifikasi dan mengeliminasi biaya-biaya tak bernilai tambah, biaya-biaya aktivitas ini dapat dieliminasi tanpa menurunkan kualitas produk, kinerja atau nilai yang diterima.

c. Menentukan efisiensi dan efektifitas semua aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan.

d. Mengidentifikasi dan mengevaluasi aktiivtas-aktivitas baru yang dapat meningkatkan kinerja organisasi dimasa mendatang (Hilton, 1997, p. 213).

2.2 Manajemen Berdasarkan Aktivitas

Manajemen berdasarkan aktivitas (Activity-Based Management) merupakan suatu konsep yang mengarahkan perhatian pada konsumsi sumber daya terhadap aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan, sehingga untuk dapat mengetahui bagaimana suatu perusahaan menggunakan sumber dayanya, maka terlebih dahulu haruslah dipahami mengenai aktivitas-aktivitas apa sajakah yang telah terjadi di dalam perusahaan tersebut. Aktivitas-aktivitas tersebut

(3)

merupakan aktivitas yang telah mengkonsumsi sumber daya melalui pengidentifikasian pemicu biayanya, dimana biaya-biaya itu timbul karena dilaksanakannya aktivitas-aktivitas tersebut. Pengertian dan pemahaman yang baik mengenai berbagai aktivitas yang telah dilaksanakan, akan dapat memberikan pandangan yang baik tentang bagaimana menggunakan, mengelola, dan mengendalikan sumber daya perusahaan, dan dapat pula digunakan untuk mengetahui peluang yang ada untuk meningkatkan kinerja perusahaan serta memberi pedoman yang baik untuk menilai kinerja tersebut dalam rangka untuk mendukung perbaikan berkesinambungan (continous improvement). Dalam Activity-Based Management ini akan dibahas mengenai pengertian dan dimensi dari Activity-Based Management (ABM), pendekatan berdasarkan aktivitas (pengertian dan elemen-elemen aktivitas), serta konsep analisis aktivitas.

2.2.1 Pengertian Manajemen Berdasarkan Aktivitas

Menurut Carolfis (1996) “Activity-Based Management is an approach that takes a proactive rule in reducing cost by encouraging managers to pay more attention to managing activities and processes rather than merely cost” (p. 2).

Sedangkan Hansen dan Mowen (1997) mendefinisikan manajemen berdasarkan aktivitas sebagai berikut: “Activity-Based Management is a system-wide, integrated approach that focuses management’s attention on activities with objective of improving customer value and profit achieved by providing this value” (p. 390). Dengan kata lain, ABM merupakan pendekatan yang terintegrasi yang memfokuskan perhatian manajemen pada aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan nilai yang diterima oleh pelanggan (customer value) dan meningkatkan laba perusahaan melalui penyediaan nilai pelanggan tersebut dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari activity-based costing system, dimana antara ABM dengan ABC saling berkaitan satu sama lain.

2.2.2 Dimensi Manajemen Berdasarkan Aktivitas

Model ABM dibentuk dari dua analisis, yang menurut Hansen dan Mowen (1997, p. 392), konsep dari manajemen berdasarkan aktivitas dinyatakan memiliki dua dimensi dan diuraikan sebagai berikut:

(4)

a. Dimensi biaya (cost dimension).

Memberikan informasi biaya mengenai sumber daya, aktivitas, produk dan pelanggan (serta biaya-biaya lain yang diperlukan), dimana biaya- biaya sumber daya dapat ditelusuri ke aktivitas-aktivitas dan kemudian biaya aktivitas dibebankan ke pelanggan. Dengan demikian dimensi ini merefleksikan kebutuhan untuk membagi sumber daya biaya (cost of resources) terhadap aktivitas dan biaya aktivitas (cost of activities) terhadap obyek biaya (cost object), seperti pelanggan dan produk agar dapat menganalisis keputusan kritikal. Keputusan tersebut termasuk penetapan harga, pengadaan produk dan penetapan prioritas untuk usaha perbaikan.

b. Dimensi proses (process dimension).

Memberikan informasi mengenai aktivitas apa saja yang dilaksanakan, mengapa aktivitas tersebut dilaksanakan dan seberapa baik pelaksanaannya. Dimensi ini menjelaskan mengenai akuntansi pertanggung jawaban berdasarkan aktivitas dan lebih memfokuskan pada pertanggung jawaban aktivitas bukan pada biaya, dan menekankan pada maksimisasi kinerja sistem secara menyeluruh bukan pada kinerja secara individu. Dengan demikian dimensi ini merefleksikan kebutuhan untuk suatu kategori informasi yang baru mengenai kinerja aktivitas. Informasi ini menunjukkan apa yang menyebabkan pemicu biaya dan bagaimana pengukuran kinerjanya. Dimensi inilah yang sangat membantu manajemen dalam mengidentifikasi kesempatan perbaikan dan cara-cara melakukan perbaikan. Dimensi inilah yang membuat manajer mampu untuk terlibat dan menilai perbaikan yang berkelanjutan. Untuk memahami bagaimana dimensi proses berhubungan dengan dunia perbaikan yang berkelanjutan, perlu adanya pemahaman yang lebih eksplisit tentang analisis nilai proses.

Model activity-based management dua dimensi secara umum nampak pada Gambar 2.1.

(5)

Process Dimension Cost Dimension Resources

Driver Activities Performance

Analysis Measures

Why? What? How well?

Product and Customer

Gambar 2.1. Model Activity-Based Management Dua Dimensi Sumber: Hansen and Mowen, 1997, p. 393

2.3 Biaya Aktivitas

Brimson (1996) menyatakan biaya aktivitas sebagai berikut:

“Activity cost is derived by tracking the cost of all significant resources to perform an activity. The resources consist of people, machines, travel, supplies, computer system and other resources that are customarily expressed as cost elements within a chart of accounts” (p. 60).

Berdasarkan definisi diatas, biaya aktivitas adalah biaya total dari semua unsur-unsur biaya yang diperlukan untuk melakukan sebuah aktivitas. Biaya aktivitas ini dihitung setelah aktivitas organisasi selesai diidentifikasi dan ditetapkan. Langkah-langkah untuk menghitung besarnya biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas yang dilakukan menurut Brimson (1996, p. 122-152) adalah:

1. Memilih dasar beban (cost basis) 2. Menelusuri sumber daya

3. Menentukan dasar pengukuran kinerja aktivitas 4. Menghitung biaya aktivitas.

Dasar untuk menentukan biaya aktivitas adalah penentuan pemicu biaya (cost driver) masing-masing aktivitas.

(6)

2.3.1 Analisis Pemicu (Driver Analysis): Pencarian Sumber Penyebabnya.

Driver Analysis adalah “proses untuk mengetahui akan penyebab terjadinya biaya aktivitas” (Supriyono, 1999, p. 355). Dengan mengetahui dan mengelola pemicu tiap-tiap aktivitas maka manajemen akan mendapat informasi mengenai apa yang menjadi penyebab timbulnya biaya, sehingga akan memudahkan pengendalian biaya dan aktivitas perusahaan. Pemicu biaya (cost driver) merupakan dasar untuk menentukan biaya aktivitas. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Maher (1997) bahwa “cost driver is a factor that causes or driver an activities cost” (p. 238). Selain juga dinyatakan oleh Hongren (1997)

“Cost driver (also called a cost generation or cost determinant) is any factor that affects total cost” (p. 28). Jadi pemicu biaya merupakan faktor yang menyebabkan timbulnya biaya dan mempengaruhi biaya total, yaitu besar biaya yang dikonsumsi oleh suatu aktivitas.

Memanajemen aktivitas memerlukan suatu pemahaman akan penyebab timbulnya biaya aktivitas. Setiap aktivitas memiliki input dan output. Input aktivitas adalah sumber daya-sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas yang menghasilkan output. Output aktivitas adalah hasil atau produk suatu aktivitas.

Misalnya, jika aktivitasnya adalah memindahkan bahan baku, inputnya akan menjadi tenaga kerja, bahan bakar dan kendaraan pengangkut barang. Outputnya akan menjadi perpindahan bahan baku. Suatu tolak ukur output aktivitas adalah jumlah berapa kali dilakukannya suatu aktivitas. Ini merupakan tolak ukur output yang dapat dihitung. Misalnya, jumlah perpindahan adalah output yang mungkin dari aktivitas memindahkan bahan baku.

Tolak ukur output secara efektif merupakan suatu ukuran permintaan terhadap suatu aktivitas dan inilah yang biasa disebut dengan suatu pemicu aktivitas (an activity driver). Ketika permintaan aktivitas berubah, biaya aktivitas dapat berubah. Tujuan dari analisis pemicu adalah untuk mengungkapkan sumber-sumber penyebabnya. Jadi, analisis pemicu merupakan usaha yang dikembangkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi sumber penyebab biaya aktivitas.

Sering kali, sumber penyebab biaya suatu aktivitas juga merupakan sumber penyebab aktivitas-aktivitas lain yang berkaitan. Dengan menerapkan

(7)

manajemen kualitas total dan program evaluasi supplier, kedua aktivitas dan proses pembelian tersebut akan diperbaiki. Hal inilah yang biasa disebut dengan pemicu aktivitas eksekusional yang merupakan hasil logis, karena aktivitas eksekusional merupakan aktivitas-aktivitas yang menjelaskan proses-proses sebuah organisasi dan merefleksikan kemampuan suatu organisasi untuk melakukan eksekusi dengan sukses.

2.3.2 Aktivitas Bernilai Tambah dan Aktivitas Tak Bernilai Tambah

Pengertian aktivitas bernilai tambah oleh Hansen dan Mowen (1997) didefinisikan sebagai berikut: “Value-added activities are necessary activities that are carried out with perfect efficiency” (p. 394). Mulyadi dan Setyawan (1999) mendefinisikannya sebagai “aktivitas untuk mempertahankan perusahaan atau bagiannya tetap bertahan dalam bisnisnya (p. 358).

Aktivitas tak bernilai tambah menurut Hansen dan Mowen (1997) dinyatakan bahwa: “Non-value added activities are either unnecessary or are necessary but inefficient” (p. 93). Mulyadi dan Setyawan (1999) menyatakannya sebagai aktivitas yang tidak diperlukan dalam menghasilkan value bagi customer (p. 359).

Aktivitas yang bernilai tambah ini dapat menimbulkan terjadinya biaya yang oleh Supriyono (1999, p. 475) dinyatakan bahwa:

biaya yang bernilai tambah (value-added cost) merupakan biaya yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang bernilai tambah, sedangkan biaya yang disebabkan oleh adanya aktivitas tak bernilai tambah disebut biaya tak bernilai tambah (non-value added cost).

2.3.3 Karakteristik Aktivitas Bernilai Tambah / Tak Bernilai Tambah

Menurut Mulyadi dan Setyawan (1999, p. 358) aktivitas dikatakan mempunyai nilai tambah apabila berupa aktivitas kebijakan yang harus memenuhi persyaratan berikut ini:

a. Aktivitas tersebut menyebabkan perubahan keadaan

b. Perubahan keadaaan tidak dapat dicapai dengan aktivitas sebelumnya

(8)

c. Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain dapat dilaksanakan.

Mulyadi dan Setyawan (1999) aktivitas dapat dikatakan aktivitas tak bernilai tambah apabila tidak memenuhi salah satu dari ketiga kriteria aktivitas bernilai tambah diatas (p. 359).

Contoh-contoh aktivitas yang tak bernilai tambah adalah sebagai berikut:

1. Membuat skedul: Suatu aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk menentukan kapan produk yang berbeda memiliki akses ke proses- proses (atau kapan dan berapa jumlah persiapan uang harus dilakukan) dan bagaimana cara memproduksinya.

2. Memindahkan: Suatu aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk memindahkan bahan baku, barang dalam proses dan barang jadidari satu departemen ke departemen lainnya.

3. Menunggu: Suatu aktivitas dimana bahan baku atau barang dalam proses menggunakan waktu dan sumber daya untuk proses selanjutnya.

4. Melakukan inspeksi: Suatu aktivitas dimana waktu dan sumber daya digunakan untuk memastikan bahwa produk memenuhi spesifikasi.

5. Menyimpan: Suatu aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya dimana bahan baku mentah atau yang dalam kondisi baik disimpan dalam persediaan.

Lima langkah yang dapat digunakan untuk mengeliminasi biaya yang tak bernilai tambah, baik dalam perusahaan manufaktur maupun dalam perusahaan jasa menurut Hilton (1997, p. 262-263) adalah:

a. Identifikasi aktivitas, langkah pertama adalah analisis aktivitas, yang mengidentifikasi semua aktivitas-aktivitas penting organisasi.

b. Identifikasi aktivitas-aktivitas yang tak bernilai tambah.

Tiga kriteria untuk menentukan apakah sebuah aktivitas menambah nilai dapat diperoleh melalui pertanyaan berikut:

Apakah aktivitas tersebut perlu? Jika merupakan duplikat atau operasi yang tidak penting, aktivtas tersebut tidak bernilai tambah.

Apakah aktivitas tersebut dilaksanakan secara efisien? Dalam menjawab pertanyaan ini akan sangat memebantu untuk membandingkan kinerja sebenarnya dari aktivitas pada dasar nilai

(9)

tambah yang ditetapkan dengan menggunakan anggaran atau target yang ditetapkan.

Apakah aktivitas kadang-kadang bernilai tambah dan kadang-kadang tidak bernilai tambah?

c. Memahami hubungan aktivitas, akar penyebab dan pemicu. Dalam mengidentifikasi aktivitas-aktivitas tak bernilai tambah, sangatlah penting untuk memahami cara dimana aktivitas-aktivitas tersebut dihubungkan.

d. Menetapkan pengukuran kinerja. Dengan secara kontinyu mengukur kinerja dari aktivitas, dan membandingkan kinerja dengan benchmarks, perhatian pihak manajemen dapat diarahkan pada aktivitas-aktivitas yang tidak perlu atau tidak efisien.

e. Melaporkan biaya yang tidak bernilai tambah. Dengan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang tak bernilai tambah, dan melaporkan biayanya, manajemen dapat berjuang pada tujuan perbaikan proses dan mengeliminasi biaya tak bernilai tambah.

2.4 Value Chain

2.4.1 Pengertian Value Chain

Menurut Porter (1995), value chain adalah: “Every firm is a collection of activities they are performed to desain, produce, market, deliver, and support its product. All these activities can be represented using value chain.” (p. 36).

Sedangkan menurut Shank dan Govindarajan 1998), value chain didefinisikan sebagai berikut: “The value chain for any firm in any business is the linked set of value creating activities all the way from basic material sources for component suppliers through to the ultimate end-use product delivered into the final consumers.” (p. 13). Jadi value chain merupakan kumpulan dari semua aktivitas- aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan mulai dari bahan baku sampai produk diterima oleh konsumen.

Berdasarkan konsep value chain tersebut, biaya sebuah produk dihitung berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas nilai. Dengan mengukur biaya melalui value chain, maka seluruh aktivitas badan

(10)

usaha mulai dari pemasok sampai dengan produk tiba ditangan konsumen menjadi terkoordinasi sehingga dengan mudah dapat dilihat, pada aktivitas mana yang merupakan non value-added activities sehingga perlu direduksi karena hal tersebut hanya membebani badan usaha tetapi tidak menambah nilai.

2.4.2 Aktivitas-aktivitas Dalam Value Chain

Dalam value chain, aktivitas dibagi menjadi 2 yaitu: aktivitas utama (primary activities) dan aktivitas pendukung (support activities) yang dibagi lagi menjadi beberapa kategori sebagai berikut:

a) Primary activities, dibagi menjadi 5 kategori:

1. Inbound logistics, yaitu aktivitas yang berhubungan dengan penerimaan, penyimpanan, dan penggunaan input untuk produk.

2. Operation, yaitu aktivitas yang berkaitan dengan proses mengubah input menjadi barang jadi.

3. Outbond logistics, yaitu aktivitas yang berkaitan dengan pengumpula, penyimpanan, dan pendistribusian produk kepada pembeli.

4. Marketing and sales, yaitu aktivitas yang berkaitan dengan penyediaan sarana sehingga pembeli dapat membeli produk.

5. Services, yaitu aktivitas yang berkaitan dengan pemberian jasa untuk meningkatkan atau menjaga nilai dari suatu produk.

b) Support activities

1. Procurement, yaitu aktivitas yang mengarah pada fungsi dari input yang dibeli dan digunakan dalam value chain perusahaan.

2. Technology development, yang terdiri dari sekumpulan aktivitas yang dapat dikelompokkan dalam usaha untuk meningkatkan produk dan prosesnya.

3. Human resources management, yang terdiri dari aktivitas yang berkaitan dengan penerimaan, penyewaan, pelatihan, pengembangan, dan pemberian kompensasi pada semua tenaga kerja.

4. Firm infrastructure, yang terdiri dari sejumlah aktivitas termasuk general management, perencanaan, keuangan, akuntansi, legal dan kualitas manajemen.

(11)

2.5 Konsep Cost Reduction

Analisis aktivitas (Activity Analysis) merupakan kunci untuk mencapai tujuan pengurangan biaya (cost reduction). Analisis aktivitas dapat mengurangi biaya dengan empat cara: (1) Eliminasi aktivitas (activity elimination), (2) Seleksi aktivitas (activity selection), (3) Pengurangan aktivitas (activity reduction), (4) Pembagian aktivitas (activity sharing). Bagian ini akan membahas mengenai pengertian cost reduction dan pelaksanaan dari cost reduction.

2.5.1 Pengertian Cost

Menurut Hansen and Mowen (2000), cost adalah: “The cash or cash equivalent value sacrified for goals and services that are expected to bring a current or future benefit to the organisation” (p. 32). Disebut cash equivalent karena: “Non cash resource can be exchange for the desire goods or service”.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya adalah nilai cash yang dikorbankan untuk memperoleh barang atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan untuk masa sekarang dan yang akan datang. Jadi biaya yang dikeluarkan harus seminim mungkin agar keuntungan yang diharapkan dapat dicapai dengan hasil yang maksimal sehingga pihak perusahaan perlu melakukan penghematan atau pengurangan biaya melalui manajemen aktivitas.

Dalam rangka untuk memperoleh keuntungan dan keunggulan bersaing, maka suatu perusahaan perlu untuk meminimumkan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Seperti yang dikemukakan oleh Hansen and Mowen (2000, p. 28):

Reducing the cost required to achieve a given benefit means that a firm is becoming more efficient. Manager should have the objective of providing the same (or greater) customer value for a lower cost than their competitiors. Doing so means that a firm has achieved a competitive advantage.

Di dalam suatu perusahaan ada bermacam-macam alternatif keputusan biaya yang harus diambil, maka seorang manajer harus memiliki pemahaman mengenai opportunity cost. Pengertian opportunity cost menurut hansen and Mowen adalah: “opportunity cost is the benefit given up or sacrified when one

(12)

alternative is chosen over another”. Untuk memperoleh benefit yang tinggi, maka perusahaan selalu menjaga dan mengusahakan agar revenue secara konsisten berada diatas expense. Pemahaman yang sama atas hal tersebut adalah price harus berada diatas cost. Yang perlu diingat oleh perusahaan adalah penetapan harga produk yang terlalu tinngi dengan tujuan untuk menutupi cost yang ada bukanlah tindakan yang bijaksana, karena harga produk yang tinggi secara tidak langsung dapat menurunkan tingkat penjualan produk tersebut, yang berarti penurunan revenue perusahaan.

2.5.2 Pengertian Cost Reduction

Menurut Shillinglaw dan Mc. Gahran (1999) cost reduction dinyatakan sebagai berikut: “…cost reduction is the set of activities that are designed to change operating methods and make lower cost standards attainable.” (p. 848) Dengan kata lain, cost reduction merupakan serangkaian aktivitas-aktivitas yang didesain untuk merubah metode operasi sehingga dapat mencapai standar biaya yang lebih rendah.

Pengurangan biaya dapat dilakukan selama rangkaian aktivitas-aktivitas operasional perusahaan. Dengan demikian perlu dikaji kembali aktivitas-aktivitas apa saja yang perlu diubah atau bahkan dihilangkan sehingga dapat menunjang program pengurangan biaya yang sesuai dengan metode-metode operasi perusahaan dan penetapan standar biaya yang rendah. Pengurangan biaya per unit produk dihasilkan dari eliminasi pemborosan dan sumber daya yang tidak perlu yang digunakan dari proses desain hingga distribusi produk atau jasa.

2.5.3 Pelaksanaan Cost Reduction

Sasaran dari tercapainya cost reduction dapat dilakukan dengan program perbaikan secara terus menerus (continous improvement), dimana situasi dan kondisi persaingan yang ketat di perusahaan sejenis yang lain menuntut setiap perusahaan untuk selalu tepat waktu dalam mengirimkan produk-produk kebutuhan konsumen dan pengiriman produk tersebut pada konsumen juga harus dapat dilakukan dengan biaya yang serendah mungkin. Dengan demikian, setiap

(13)

perusahaan yang ingin memenangkan persaingan harus selalu berusaha dalam pelaksanaan perbaikan biaya melalui program cost reduction tersebut.

Hansen and Mowen (2000, p. 285), menyatakan bahwa analisis aktivitas untuk tujuan cost reduction dapat dilakukan dalam 4 (empat) cara, yaitu:

a. Eliminasi aktivitas (activity elimination)

Eliminasi aktivitas dipusatkan pada aktivitas yang tak bernilai tambah, sehingga aktivitas-aktivitas yang tidak bisa memberikan nilai tambah bagi pelanggan harus diidentifikasikan dan diukur supaya aktivitas- aktivitas tersebut dapat dieliminasi.

b. Seleksi aktivitas (activity selection)

Seleksi aktivitas melibatkan pemilihan diantara berbagai jenis aktivitas yang berasal dari strategi bersaing. Startegi yang berbeda akan menghasilkan aktivitas yang berbeda.

c. Pengurangan aktivitas (activity reduction)

Pengurangan aktivitas dapat menurunkan waktu dan sumber daya yang diperlukan oleh aktivitas. Pendekatan terhadap pengurangan biaya ini harus ditujukan terutama pada peningkatan efisiensi dari aktivitas yang diperlukan atau startegi jangka pendek untuk memperbaiki aktivitas tidak bernilai tambah, sehinggga aktivitas tersebut dapat dieliminasi.

d. Pembagian aktivitas (activity sharing)

Pembagian aktivitas meningkatkan efisiensi dari aktivitas yang diperlukan dengan menggunakan skala ekonomis. Khususnya, kuantitas dari penggerak biaya (cost driver) ditingkatkan dengan tanpa meningkatkan total biaya aktivitas itu sendiri. Hal ini mengurangi biaya per unit dari penggerak biaya dan jumlah biaya yang dapat ditelusuri ke produk yang mengkonsumsi aktivitas.

2.6 Faktor-faktor yang Mendukung Keberhasilan Penerapan Activity Based Management

Usaha perbaikan secara terus-menerus dengan cara penerapan sistem manajemen biaya yang baru ke dalam suatu organisasi tidak secara otomatis bisa diterima oleh organisasi tersebut. Karyawan dari organisasi tersebut umumnya

(14)

cenderung untuk menolak perubahan yang terjadi, karena perubahan dapat merupakan ancaman untuk berbagai alasan.

Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan penerapan Activity Based Management dalam suatu organisasi menurut Hilton (1997, p. 270) adalah sebagai berikut:

1. Budaya organisasi

Budaya organisasi mencerminkan kerangka berpikir dari karyawan termasuk perilaku, nilai, keyakinan yang dianut oleh karyawan. Budaya organisasi menunjukkan keterlibatan, kerja sama serta partisipasi yang tinggi dari seluruh karyawan. Budaya organisasi sangatlah mendukung keberhasilan dari penerapan ABM di suatu organisasi.

2. Top management support and commitment

Penerapan suatu sistem manajemen biaya yang baru seperti ABM dan ABC membutuhkan waktu dan sumber daya, oleh karena itu dukungan dan peran serta top manajer sangatlah diperlukan untuk keberhasilan penerapannya.

3. Change process

Perubahan bisa terjadi apabila diterapkannya suatu proses yang sudah dirancang untuk menghasilkan perubahan tersebut. Perbaikan dari proses yang sudah ada sangat mendukung keberhasilan penerapannya. Elemen- elemen dari proses diantaranya adalah daftar dari aktivitas, sekumpulan tujuan, dan tindakan lanjutan.

4. Continuing education

Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengikuti pelatihan serta meningkatkan keahlian mereka terhadap lingkungan kerja yang cepat sangatlah penting. Keberhasilan penerapan dari program manajemen biaya yang baru membutuhkan keahlian, peran serta dan kerja sama dari karyawan suatu organisasi.

(15)

2.7 Pengertian Laundry

Menurut Richard Sihite (1996), Laundry adalah “Proses pencucian dengan menggunakan media pembasahannya dengan air, dalam arti bahwa tekstil tersebut akan basah terkena air” (p. 20).

Jika dilihat dari prosesnya laundry terbagi menjadi 6 langkah proses yaitu:

1. Pembasahan

Merupakan suatu proses dimana tekstil yang dalam kondisi awalnya kotor direndam atau dibasahi supaya debu yang melekat dapat digelontor dengan air, selain itu untuk melemaskan serat benang dari tekstil tersebut. Proses ini dapat dilakukan berulang-ulang agar debu dan kotoran yang melekat dapat terlepas.

2. Pencucian

Proses ini dianggap yang terpenting karena dalam proses ini, air yang dipakai untuk mencuci di campur dengan detergent atau chemical lain yang dibutuhkan sesuai jenis tekstil dan tingkat kekotorannya sehingga hasil cucian atau tingkat kebersihannya optimal.

3. Pembilasan

Dilakukan untuk membersihkan secara total kotoran maupun busa yang melekat di tekstil sehingga tekstil benar-benar bersih dari kotoran atau busa, pada proses ini biasanya juga dilakukan percampuran chemical pelembut dan pewangi agar tekstil menghasilkan tekstur yang lembut dan wangi setelah kering.

4. Pemerasan

Dilakukan untuk mengurangi kadar air yang ada ditekstil hingga tekstil menjadi kering + 80% - 90% tergantung dari jenis tekstil.

5. Pengeringan

Dilakukan untuk menjadikan tekstil benar-benar kering dengan kondisi 100%

kering.

6. Penyetrikaan

Dilakukan untuk mengembalikan kondisi tekstil yang kumal setelah melalui beberapa proses diatas sehingga menjadi rapi dan licin lagi seperti tekstil yang baru.

(16)

2.7.1. Peralatan dan Perlengkapan Laundry

Laundry yang memiliki skala produksi yang besar umumnya memiliki peralatan dan perlengkapan yang memadai dalam menjalankan fungsi produksinya, peralatan dan perlengkapan tersebut dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain:

a. Mesin Laundry dan Dry Cleaning serta mesin pendukung lainnya.

b. Obat-obatan pembersih (Chemical) serta obat-obatan pendukung lainnya.

c. Bangunan beserta fasilitas yang dibutuhkan.

d. Tenaga Kerja yang memiliki kemampuan dibidang Laundry.

2.7.1.1. Mesin-mesin Laundry

Mesin-mesin beserta mesin pendukung ada beberapa jenis antara lain:

1. Mesin Pemberi Tanda (Marking Machine).

Mesin yang bekerja dengan memanfaatkan suhu panas yang cukup tinggi untuk menempelkan sepotong pita kecil yang terbuat dri bahan khusus, ditempelkan pada tekstil yang akan dicuci untuk memberi tanda pada tekstil agar tekstil tersebut dapat dikoordinasi. Sehingga tidak tertukar satu sama lain pada akhir proses pencucian.

2. Mesin Cuci (Washing Machine).

Mesin ini memiliki fungsi dasar sebagai mesin untuk mencuci tekstil dengan kapasitas yang sudah ditentukan sesuai kemampuan komponen yang ada didalamnya dan biasanya ditentukan didalam satuan kilogram. Namun ada beberapa mesin pencuci yang juga memiliki fungsi ganda sebagai ekstrak atau pemeras.

3. Mesin Pemeras (Ekstraktor Machine).

Mesin ini berfungsi langsung sebagai mesin untuk memeras tekstil yang telah melalui proses pencucian sehingga air yang terkandung didalam tekstil pada saat proses pencucian dapat dipisahkan dan hasil dari perasan mesin ini biasanya akan menyebabkan tekstil menjadi kering kurang lebih 90% kering, selanjutnya agar tekstil kering 100% tekstil harus melalui proses didalam tumbler dry atau roll ironer.

(17)

4. Mesin Pengering (Tumbler Dry Machine)

Mesin ini berfungsi sebagai mesin pengering tekstil yang sudah diperas dalam mesin Ekstraktor sehingga menjadi kering 100% dan mesin ini memiliki kapasitas yang disesuaikan dengan komponen yang ada didalamnya, biasanya diukur dalam berat dengan satuan kilogram.

5. Setrika Press (Pressing).

Mesin ini berguna untuk memperhalus dan merapikan cucian. Ada beberapa alat setrika yang digunakan laundry, yaitu:

a. Cotton Garment Press, untuk baju yang terbuat dari katun.

b. Collar and Cuffs Shirt Press, untuk krah dan lipatan tangan.

c. Bottom and Body Shirt Press, untuk bagian bawah dan badan baju.

d. Yoke and Shoulder Shirt Press, untuk bagian pundak dan bahu baju.

e. Slevee Mold Shirt Press, untuk lengan baju f. Wool Press, untuk celana

g. Susi-Q,, untuk jas

6. Setrika Roll (Flat Roll Ironer).

Mesin ini berfungsi untuk menyetrika tekstil yang berupa lembaran-lembaran.

Misalnya sprei (sheet), sarung bantal (pillow case), taplak meja (table cloth), serbet (napkin), serta tekstil tipis dan rata lainnya. Hasil dari kerja mesin ini menjadikan tekstil yang telah melalui proses pemerasan dan kering 90%

menjadi 100%.

7. Mesin Lipat (Folding Machine).

Untuk kapasitas produksi yang besar biasanya mesin ini dapat disambung dengan mesin Setrika Roll sehingga lembaran tekstil yang sudah kering secara otomatis terlipat dan tinggal dirapikan secara manual.

8. Setrika Tangan (Ironer).

Mesin ini merupakan mesin setrika tangan yang dipergunakan seperti setrika biasa. Mesin ini dihubungkan dengan aliran uap panas sehingga praktis dipakai.

9. Mesin Cuci Kering (Dry Cleaning Machine).

Mesin ini digunakan untuk proses cuci kering atau sering disebut dengan Dry Cleaning, mesin ini memiliki kapasitas yang disesuaikan dengan komponen

(18)

yang ada didalamnya, biasanya diukur dalam berat dengan satu kilogram.

Proses pencucian didalam mesin ini tidak sama dengan mesin laundry karena media untuk mencucinya menggunakan Solvent, sehingga tidak ada proses ekstrak seperti dalam proses laundry yang menggunakan media air.

10. Pemanas (Boiler).

Alat ini sesuai namanya yaitu pemanas, dimana fungsi dari alat ini untuk menyediakan kebutuhan uap panas untuk Flat Roll Ironer, adapun kapasitas boiler ini diukur dengan menggunakan satuan kilogram dan disesuaikan dengan kebutuhan Flat Roll Ironer.

11. Timbangan.

Alat ini dibutuhkan sekali agar maintenance mesin-mesin laundry dan dry cleaning lebih awet. Karena dengan alat ini tekstil yang akan diproses akan diketahui beratnya dan disesuikan dengan kapasitas mesin tersebut.

2.7.1.2. Obat-obatan Pembersih dalam Laundry

Dalam Proses pencucian, dibutuhkan obat-obatan pembersih dan beberapa campuran obat-obatan tertentu untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam membersihkan tekstil. Menurut Richard Sihite (1996, p. 96-97) obat pembersih ini terdiri atas dua macam bentuk, yaitu:

1. Powder.

a. Detergent yang merupakan obat pembersih pada umumnya namun berupa serbuk atau powder.

b. Alkali.yang berfungsi sebagai penambah daya kerja dari detergent sehingga pemakaian detergent lebih efektif.

c. Bleach.yang berfungsi dasar sebagai pemutih atau pencerah warna dari tekstil yang dilaundry.

d. Sour.yang berfungsi sebagai penetralisir bahan-bahan kimia lain yang telah dipergunakan selama proses laundry, sehingga penggunaannya biasanya terakhir.

2. Liquid.

a. Tepol yang fungsinya sama dengan detergent dan disebut sebagai detergent murni cair.

(19)

b. Chlorine Bleach.yang berfungsi sebagai pemutih untuk tekstil yang memiliki warna putih bersih.

c. Oxygen Bleach.yang berfungsi sebagai pemutih pencerah untuk tekstil yang memiliki aneka warna.

d. Exator yang berfungsi sebagai penetralisir zat besi sehingga tidak ada kandunghan zat besi dalam proses pencucian.

e. Emulsifier.yang berfungsi sebagai penetralisir zat lemak sehingga tidak ada kandungan zat lemak dalam proses pencucian.

f. Sour yang berfungsi sebagai penetralisir bahan-bahan kimia lain yang telah dipergunakan selama proses laundry, jadi penggunaannya biasanya terakhir.

g. Softener yang berfungsi sebagai pelembut untuk tekstil yang bahan dasarnya cotton seperti handuk.

2.7.1.3.Bangunan serta Fasilitas Laundry

Untuk sebuah laundry dibutuhkan bangunan fisik yang memadai baik dari segi kapasitasnya maupun untuk fasilitas dan utilitas pendukung yang harus dimiliki bangunan tersebut.

Fasilitas dan Utilitas dari bangunan tersebut antara lain harus tersedia:

1. Listrik dengan batas daya diatas 200 kVA dan termasuk golongan tarif B-3.

2. Air Dingin.

3. Air Panas.

4. Ventilasi udara yang baik.

5. Cahaya yang baik.

6. Intalasi pipa gas untuk saluran gas.

7. Mesin Diesel.

8. Pengolahan limbah.

9. Pemadam Kebakaran.

Jika dilihat dari fasilitas dan utilitas bangunan tersebut maka diperlukan pula sistem manajemen yang menyangkut pengaturan tata ruang yang baik

(20)

sehingga mampu mendukung terciptanya suatu alur kerja yang baik sehingga meningkatkan produktifitas kerja.

Terkait dengan fungsi dari bangunan tersebut yang digunakan untuk sebuah laundry yang memiliki jam kerja 18 jam sehari kemungkinan timbulnya polusi sangat besar, dan polusi yang ditimbulkan sangat beragam karena berasal dari berbagai macam mesin yang berbeda-beda antara lain:

1. Mesin laundry: Polusi limbah air bekas cucian yang tercampur dengan bahan kimia pembersih linen serta polusi suara yang ditimbulkan oleh mesin tersebut saat proses pencucian.

2. Mesin dry cleaning: Polusi udara karena proses dari pencucian yang menggunakan solvent serta polusi suara yang ditimbulkan oleh mesin tersebut saat proses pencucian.

3. Mesin tumbler dry: Polusi limbah dari handuk yang dikeringkan berupa serat linen serta polusi suara yang ditimbulkan oleh mesin tersebut saat proses pengeringan.

4. Mesin diesel: Polusi udara karena hasil pembakaran bahan bakar saat mesin dihidupkan serta polusi suara yang ditimbulakan oleh mesin tersebut saat mesin beroperasi.

2.7.1.4.Tenaga Kerja dalam Laundry

Dalam sebuah laundry, tenaga kerja memiliki peran yang tidak kalah penting karena merekalah yang mengoperasikan laundry, maka pembagian tugas kerja sangat penting mengingat jumlah dari tenaga kerja dalam laundry sangat banyak. Untuk menghitung jumlah standard tenaga kerja yang dibutuhkan dalam sebuah laundry dapat dihitung dengan asumsi 175 kg tekstil diselesaikan oleh satu orang dalam satu hari jam kerja atau 8 jam. Namun kemampuan standard tenaga kerja akan bertambah seiring dengan kebiasaan kerja yang dilakukan sehingga hasil kerja optimal.

Pembagian kerja laundry dapat diuraikan lebih mendetail semacam ini:

1. Laundry Manager.

a. Mengawasi secara menyeluruh kegiatan yang dilakukan oleh semua bagian yang ada diperusahaan, serta mempertanggung jawabkan atas

(21)

pelaksanaannya kepada General Manager, baik yang bersifat operasional maupun non-operasional.

b. Merumuskan dan mengusulkan kebijaksanaan operasional yang mengacu kepada kemajuan ataupun peningkatan operasional perusahaan.

c. Menjaga agar terbentuk suatu sistem kerja yang baik dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan hubungan kerjasama terhadap para pelanggan.

d. Membuat perencanaan operasional perusahaan yang perlu dilakukan yang dituangkan dalam pedoman pelaksanaan.

e. Melakukan pendekatan dengan sistem teknik untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh perusahaan dan mengusulkan perbaikan-perbaikan yang mungkin dilaksanakan, dengan menggunakan sudut pandang yang luas dan kedekatan dalam organisasi.

f. Menampung permasalahan-permasalahan dari semua kegiatan perusahaan serta mengambil kebijakan teknis operasional perusahaan dengan mengacu pada perkembangan dan kemajuan perusahaan.

g. Mempertanggung jawabkan kepada General Manager terhadap segala kekurangan dan kelemahan rencana operasional maupun kelemahan sumber daya manusia.

h. Melaksanakan Feed Back Control, agar dapat tercipta efisiensi administrasi, yaitu dengan mendorong dipatuhinya keputusan-keputusan manajemen, pada saat General Manager tidak berada diperusahaan (Core Taker).

i. Menjalin ataupun mengadakan ikatan kontrak kerjasama terhadap semua pelanggan, khususnya pelanggan dari hotel-hotel dan unsur teknis lainnya, serta bertanggung jawab pada semua fasilitas perusahaan dan wajib menjaga corporate image perusahaan.

2. Supervisor

a. Mengawasi karyawan yang bertugas pada bagian pemeriksaan/pemisahan pencucian dan pressing linen.

(22)

b. Menjamin bahwa semua cucian sudah diseleksi dengan baik dan dicuci sebagaimana mestinya.

c. Melaporkan setiap kejadian baik yang menyangkut loyalitas karyawan maupun kondisi mesin, dan sekaligus pengawasan terhadap penggunaan chemical laundry dan dry cleaning.

d. Membuat rekomondasi untuk meningkatkan efisiensi kerja, termasuk diantaranya mengontrol atau mencatat proses pencucian sesuai dengan formula yang telah ditetapkan.

e. Menjamin bahwa lingkungan kerja dan semua peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih.

f. Mengadakan training secara berkala dalam upaya efisiensi kerja.

g. Menetapkan sistem kerja yang teratur serta memberikan pengarahan kepada staf dan melaporkan kondisi peralatan kepada atasan.

3. Washer laundry

a. Mengecek seluruh linen kotor lalu memisahkan baik jenis maupun warnanya.

b. Wajib memperhatikan kapasitas mesin dengan sistem perhitungan random kapasitas mesin, yaitu maksimal 80% dari kapasitas umum agar tidak terjadi kelebihan kapasitas.

c. Mempersiapkan chemical laundry yang akan digunakan dan mencuci linen dengan formula standard, serta tetap memperhatikan waktu penggunaan mesin.

d. Mengawasi, meneliti, dan menjamin hasil cucian bersih sesuai dengan kepuasan konsumen.

e. Menyerahkan hasil cucian kebagian ironner untuk diproses lebih lanjut.

f. Mencatat semua hasil cucian sesuai jenis linen yang telah selesai dicuci pada buku harian operasional.

4. Ironner

a. Menyortir semua linen yang telah dicuci, termasuk mempersiapkannya pada troli atau meja yang telah tersedia.

b. Wajib membersihkan lingkungan kerja serta peralatan yang dipakai, termasuk mesin-mesin dalam kondisi baik.

(23)

c. Mengoperasikan flat roll dengan baik.

d. Memperlihatkan kerapian dalam melipat pakaian maupun linen.

5. Presser

a. Menggunakan mesin presser yang sesuai dengan keberadaan danah yang akan dipress. Seperti: Cotton Press, Wool Press, Steam Press,dll.

b. Melipat/menggantung secara rapi dan sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan konsumen.

c. Melaporkan kepada atasan bila ada hal-hal yang kurang dimengerti.

6. Checker / Marker

a. Mengumpulkan dengan benar semua bon penerimaan, sebelum diadakan pengecekan dan penilaian sesuai dengan jenis bahan dan mencatat dalam buku harian operasional masing-masing pelanggan.

b. Mempersiapkan mesin marker dan alat-alat buntu untuk menunjang terlaksananya pekerjaan dengan baik.

c. Melaporkan dengan segera kapada atasan apabila dijumpai ketidakberesan pada barang yang hendak diproses, antara lain mengenai jumlah barang dan kondisi barang fisik.

d. Meneliti semua jenis cucian yang akan diberi tanda serta memisahkan antara cucian laundry (air) dan cucian dry cleaning (solvent), sebelum diproses.

7. Valet

a. Wajib memberikan pelayanan yang baik, sigap, tanggap, kompetitif, ramah, jujur, komunikatif, dan memiliki pengetahuan tentang pelanggan.

b. Menerima dan menyampaikan informasi pada pelanggan kepada bagian lain yang dituju.

c. Membuat bon dan mencatat setiap menerima cucian dari guest.

d. Menerima, mencatat dan menyampaikan pada atasan semua masukan, saran-saran, maupun keluhan daris semua pelanggan.

e. Wajib menjaga hubungan kerjasama terhadap bagian-bagian lain dan berlaku sopan, ramah, jujur kepada pelanggan.

f. Melaksanakan contact person dengan pelanggan hotel untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

(24)

g. Bertanggung jawab terhadap kelancaran pelayanan baik pengambilan / pengiriman kepada pelanggan.

2.8 Kerangka Pemikiran

Identifikasi Aktivitas

Identifikasi Pemicu Biaya Aktivitas Bernilai Tambah Analisa Aktivitas

Aktivitas Tak Ber- Nilai Tambah Identifikasi Biaya Aktivitas Tak Bernilai Tambah

Menetapkan Alternatif dengan cara Mereduksi atau Mengeliminasi Pengambilan Keputusan

Tindakan-tindakan penting dalam melakukan analisa Activity Based Management adalah: Pertama, mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam divisi Laundry hotel “X”, kemudian tentukan juga pemicu biaya-nya. Kedua, aktivitas- aktivitas tersebut dianalisa untuk menentukan apakah aktivitas tersebut bernilai tambah atau tidak dalam rangka mengidentifikasikan biaya dari aktivitas tak bernilai tambah tersebut sebagai langkah awal untuk menetapkan alternatif dalam rangka penetapan cost reduction. Sehingga akhirnya melakukan pengambilan keputusan untuk pencapaian tujuan utama yaitu efisiensi biaya.

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan saya menyelesaikan tugas yang lebih baik dan lebih cepat dengan menggunakan komputer.. Sangat tidak baik

Madcoms mengemukakan bahwa PHP (Hypertext Preprocessor), merupakan bahasa pemrograman pada sisi server yang memperbolehkan programmer menyisipkan perintah-perintah

1.5 Hubungan Activity Based Manajemen Dengan Efisiensi Biaya Produksi Penerapan teori Activity Based Management diarahkan untuk mengendalikan aktivitas-aktivitas yang terjadi di

Menurut Veronika Whardana (2009, p. 3), “display merupakan fasilitas untuk memamerkan sebuah produk atau tampilan yang dipamerkan dalam toko untuk membuat suatu ruangan

Sengketa pajak dapat berupa sengketa pajak formal maupun sengketa pajak material, yang dimaksud dengan sengketa pajak formal yaitu sengketa yang timbul apabila Wajib Pajak

Selain itu, value relevance digunakan untuk mengkaji apakah laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan menghasilkan informasi akuntansi berkualitas tinggi yang

Suatu proyek konstruksi yang berskala besar dituntut adanya manajemen yang baik agar menghasilkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, di mana proyek merupakan suatu

2.6.1 Metode Persentase Penyelesaian (Percentage-of-Completion Method) Berdasarkan sifat usahanya, pengakuan pendapatan pada usaha jasa konstruksi dilakukan