Effect on Corporate Governance and Profitability Information Disclosure
Arditya Prayudi, Dr. Luluk Kholisoh Abstract
This study aims to see the impact of the implementation of corporate governance on the disclosure of information. Implementation of corporate governance and disclosure are the two subjects that can protect investors from the asymmetry of information.
In this study, the sampling method used was purposive sampling of selected samples from populations with certain criteria, namely the companies that entered in the 10 top ranking conducted by IICG from 2003-2008. Variables tested in this study consisted of disclosure of information to be seen impact on the implementation of Corporate Governance. Corporate Governance and profitability variables were also tested its effect on the level of disclosure. The analysis used in this research is descriptive statistics, normality test, the classical assumptions and multiple regression analysis.
From the regression analysis conducted, it can be concluded that the implementation of the Corporate Governance significantly influence the level of disclosure of a company. Companies with high corporate governance index will reveal better information in the financial statements.
Vice versa, companies that provide high disclosures in the financial statements will show that the implementation of Corporate Governance in the company, the better.
Keywords: Corporate Governance, Disclosure of information.
Pengaruh Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Informasi
Arditya Prayudi, Dr. Luluk Kholisoh Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh implementasi Corporate Governance terhadap pengungkapan informasi. Implementasi Corporate Governance dan pengungkapan adalah dua subject yang dapat melindungi investor dari asimetri informasi.
Dalam penelitian ini metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu sampel yang dipilih dari populasi dengan kriteria tertentu, yaitu perusahaan-perusahaan yang masuk dalam 10 peringkat teratas yang dilakukan oleh IICG dari tahun 2003-2008.
Variabel yang diujikan dalam penelitian ini terdiri dari pengungkapan informasi untuk dilihat pengaruhnya terhadap implementasi Corporate Governance. Variabel Corporate Governance dan profitabilitas juga diuji pengaruhnya terhadap tingkat pengungkapan informasi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, uji normalitas, uji asumsi klasik dan analisis regresi berganda.
Dari analisis regresi yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa implementasi Corporate Governance berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengungkapan informasi suatu perusahaan. Perusahaan dengan indeks Corporate Governance tinggi akan mengungkapkan informasi lebih baik dalam laporan keuangan perusahaan. Demikian juga sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang memberikan pengungkapan yang tinggi dalam laporan keuangan akan menunjukkan bahwa implementasi Corporate Governance pada perusahaan tersebut semakin baik.
Kata Kunci: Corporate Governance, Pengungkapan informasi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Masalah corporate governance menjadi menarik perhatian karena di bebepara negara di Asia terkena krisis finansial ( yang dimulai tahun 1997), ditengarai bahwa kelemahan di dalam corporate governance merupakan salah satu sumber utama kerawanan ekonomi yang menyebabkan memburuknya perekonomian negara-negara tersebut (Tri Gunarsih 2003 dalam Mas’ud Machfoedz, 2010). Good governance, baik pada sektor perusahaan (good corporate governance) maupun sektor publik (good public governance) diperlukan dalam
penyelenggaraan yang baik karena berkaitan dengan etika bisnis dan etika pengelolaan yang baik.
Di Indonesia, isu tentang corporate governance secara relatif memang masih baru dirasakan dalam beberapa tahun terakhir. Sejak krisis tersebut, semakin banyak pihak yang mulai tertarik untuk membahas pentingnya aspek-aspek yang berhubungan dengan usaha menciptakan suatu mekanisme pengelolaan bidang usaha berdasarkan cara-cara yang seharusnya agar perusahaan dapat berjalan secara ekonomis, efektif dan efisien sehingga dapat memberikan nilai bagi berbagai pihak yang berkepentingan.
Tiap perusahaan akan melaporkan laporan keuangannya pada periode waktu tertentu.
Laporan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran yang telah dicapai oleh perusahaan tersebut pada periode waktu tertentu yang telah berlalu dan sebagai alat
Definisi laporan keuangan menurut Wikipedia adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan peubahan posisi keuangan yang dapat disajikan berupa laporan arus kas atau laporan arus dana, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva,
kewajiban dan ekuitas, sedangkan unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban. Laporan posisi keuangan biasanya mencerminkan berbagai unsur laporan laba rugi dan perubahan dalam berbagai unsure neraca.
Definisi lain laporan keuangan menurut Dr. Slamet Sugiri, M.B.A., Akuntan, 2001, adalah hasil akhir dari proses akuntansi. Sebagai hasil akhir dari proses akuntansi, laporan keuangan menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan oleh berbagai pihak (misalnya pemilik dan kreditor).
Kelemahan mendasar pada perekonomian di Indonesia terutama di tingkat mikro, diakibatkan pengelolaan ekonomi dan sektor usaha yang kurang efisien serta sistem perbankan yang rapuh. Pemerintah melalui Bapepam telah mengeluarkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi, serta mendorong terciptanya penerapan pengelolaan dunia usaha yang
baik (Good Corporate Governance) (G. Suprayitno, Dadi Krismatono et.al, 2005 dalam Yunita 2008).
Keberadaan corporate governance yang sehat menjadi semakin penting tidak hanya dalam rangka untuk menarik modal asing jangka panjang, tetapi juga secara khusus dalam rangka untuk memperluas dan memperdalam pasar modal lokal dengan cara menarik investor lokal-individual dan institusional. Tidak seperti halnya investor internasional yang dapat melakukan diversifikasi terhadap resiko yang mereka miliki, investor domestik sering terpaksa harus mengahadapi resiko yang lebih besar, terutama di dalam suatu lingkungan yang tidak jelas dan tidak dapat melindungi hak pemegang saham minoritas. Padahal sebagai kelompok, investor domestik sering menjadi sumber daya jangka panjang yang penting untuk tujuan pembangunan. Jika pasar modal lokal dapat berkembang dengan baik, maka standar corporate governance perlu dikembangkan agar dapat memberikan perlindungan yang memadai bagi investor sehingga para investor terdorong untuk menyediakan modal.
Dalam perekonomian yang sedang dalam tahap perkembangan dan dalam masa transisi tidak tersedia adanya institusi dan sumber daya manusia pendukung yang sangat penting bagi terciptanya corporate governance kedalam struktur korporasi yang dimiliki sehingga tercipta budaya penegakan hukum dan budaya ketaatan. Perusahaan-perusahaan perlu melakukan hal tersebut dengan penuh tanggung jawab agar dapat dimengerti dengan baik oleh pihak internal maupun pihak-pihak lainnya. Corporate governance yang efektif dapat meningkatkan perusahaan dan menjamin terciptanya akuntabilitas.
Sulit dipungkiri juga bahwa istilah corporate governance berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir ini. Tak hanya berkembang tapi juga mendapat tempat kehormatan
merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global, terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka.
Yang kedua ialah krisis ekonomi dunia, di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG. Diantaranya, sistem regulatori yang payah, standar akuntansi dan audit yang tidak konsisten, praktik perbankan yang lemah, serta pandangan Board of Director (BOD) yang kurang peduli terhadap hak-hak pemegang saham minoritas (Achmad Daniri, 2005)
Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksi konsep Good Corporate Governance (GCG) sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat (Sulistyanto & Lidyah, 2002 dalam Yunita, 2008). Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham (stockholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya. Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah (1) mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit committee) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham dan (2) pengelolaan perusahaan yang belum professional, sehingga penerapan konsep GCG di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders (re-searchengines.com).
Corporate Governance merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholders. Pelaksanaan Good Corporate Governance menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham,
terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip atau pedoman pelaksanaan Corporate Governance menunjukkan adanya perlindungan tersebut.
Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (YPPMI & SC, 2002 dalam Yunita, 2008).
Secara singkat, ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep GCG ini, yaitu fairness, transparancy, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Beasly et.al, 1996). Chtourou et al. (2001) juga mencatat prinsip GCG yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Penerapan prinsip Corporate Governance tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor.
Good Corporate Governance itu sendiri memiliki beberapa aspek penting yang harus diperhitungkan oleh kalangan bisnis. Aspek-aspek ini diharapkan dapat menjawab semua pertanyaan yang menjadi momok dalam perusahaan. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris,
masyarakat kepada seluruh stakeholder. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian hak berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam (insider information for insider trading) (Achmad Daniri, 2005).
Corporate governance lebih condong pada serangkaian pola perilaku perusahaan yang diukur melalui kinerja, pertumbuhan, struktur pembiayaan, perlakuan terhadap para pemegang saham, dan stakeholders, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar analisis dalam mengkaji corporate governance di suatu negara dengan memenuhi transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan yang sistematis yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja perusahaan dan bagaimana korelasi antar kebijakan tentang buruh dan kinerja perusahaan. Meskipun kinerja ekonomi pemerintah yang lalu diwarnai oleh beberapa pelanggaran prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good corporate governance), baik di pasar modal, perbankan, maupun di sektor riil akibat krisis yang melanda Indonesia lalu sebaiknya prinsip-prinsip corporate governance tetap dapat dijalankan secara amanah, akuntabel, transparan dan fair untuk mencapai tujuan terciptanya nilai kinerja perusahaan jangka panjang seraya terlayaninya semua kepentingan pihak yang berkepentingan dengan jalannya perusahaan (stakeholders).
Jika corporate governance merupakan faktor yang signifikan pada kondisi krisis, maka corporate governance tidak hanya mampu menjelaskan perbedaan kinerja antar negara selama periode krisis, akan tetapi juga perbedaan kinerja antar perusahaan dalam suatu negara tertentu. Penelitian tentang variasi penerapan corporate governance di tingkat perusahaan masih sangat sedikit dilakukan.
Beberapa penelitian yang secara khusus menguji hubungan antara struktur Corporate Governance dengan pengungkapan informasi telah dilakukan oleh Forker (1992), Ho dan Wong (2000), dan Sabeni (2002) dalam Khomsiyah (2003). Pentingnya penelitian mengenai Corporate Governance dan pengungkapan informasi dapat ditinjau dari dua perspektif.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip Corporate Governance, mengingat pentingnya peran Corporate Governance dalam struktur pengelolaan bisnis dan ekonomi moderen yang ditopang oleh pasar modal dan pasar uang (Witherell, 2000; Oman, 2001 dalam Khomsiyah, 2003), meningkatkan kepercayaan publik pada perusahaan (Brayshaw, 2002 dalam Khomsiyah, 2003).
Penelitian Ho dan Wong (2000) dalam Khomsiyah (2003) menunjukkan bahwa Indonesia, Thailand dan Jepang yang mempunyai tingkat transparansi yang rendah, merupakan negara yang mengalami volatile shocks yang lebih besar dibandingkan dengan negara yang mempunyai transparansi yang lebih tinggi (Hongkong, Singapura dan Taiwan).
Penelitian yang dilakukan Khomsiyah (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan Corporate Governance dengan pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan. Semakin tinggi indeks implementasi Corporate Governance, semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “Pengaruh Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Informasi”.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, maka yang menjadi pertanyaan peneliti ini adalah adalah :
Apakah Corporate Governance dan profitabilitas mempengaruhi pengungkapan informasi dalam laporan tahunan?
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian yang dilakukan tidak terlalu luas dan lebih terarah maka penulis membatasi permasalahan yang ada yaitu :
1. Yang menjadi obyek penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI dan bersedia di survey oleh IICG pada tahun 2003-2008 dengan mengambil sampel berdasarkan pemeringkatan 10 perusahaan setiap tahunnya.
2. Perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan laporan keuangan selama periode akuntansi 2003-2008
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menguji pengaruh implementasi dari Corporate Governance dan profitabilitas terhadap pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan di Indonesia.
2. Menguji kembali variabel-variabel yang ada pada penelitian sebelumnya dengan menambah faktor lain yang mempengaruhi pengungkapan yaitu profitabilitas.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pengaruh Good Corporate Governance dan profitabilitas terhadap pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan yang ada di Indonesia.
2. Bagi Investor
Membantu memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan dengan melihat penerapan Good Corporate Governance sehingga dapat mengambil keputusan investasi yang tepat.
3. Bagi Perusahaan
Membantu memberikan gambaran tentang kinerja perusahaan, dalam hal ini penerapan Good Corporate Governance, sehingga dapat digunakan oleh manajemen sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan di masa mendatang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja.
Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut.
Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan
istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan”. Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran - yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu.
Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar.
Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami beragam kalangan di dunia bisnis, yakni;
Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan direksi. Keseimbangan ini mencakup hal- hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut (keseimbangan internal).
Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder. Tanggung jawab ini meliputi hal-hal yang terkait dengan pengaturan hubungan antara perusahaan dengan stakeholders (keseimbangan
eksternal). Di antaranya, tanggung jawab pengelola/pengurus perusahaan, manajemen, pengawasan, serta pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian hak berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya.
Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam (insider information for insider trading).
2.2 Empat Prinsip Utama Corporate Governance
Setelah definisi serta aspek penting GCG terpaparkan di atas, maka berikut adalah prinsip yang dikandung dalam GCG. Di sini secara umum ada empat prinsip utama yaitu:
fairness, transparency, accountability, dan responsibility.
1. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Biasanya, penyakit yang timbul dalam praktek pengelolaan perusahaan, berasal dari benturan kepentingan. Baik perbedaan kepentingan antara manajemen (Dewan Komisaris dan Direksi) dengan pemegang saham, maupun antara pemegang saham pengendali (pemegang saham pendiri, di Indonesia biasanya mayoritas) dengan pemegang saham minoritas (pada perusahaan publik biasanya pemegang saham publik). Di tengah situasi seperti ini, lewat prinsip fairness, ada beberapa manfaat yang diharapkan bisa dipetik. Apa saja manfaat itu?
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena
akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.
2. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
Perbincangan prinsip ini sendiri sangatlah menarik. Pasalnya, isu yang sering mencuat adalah pertentangan dalam menjalankan prinsip ini. Semisal, adanya kekhawatiran perusahaan bahwa jika ia terlalu terbuka, maka strateginya dapat diketahui pesaing sehingga membahayakan kelangsungan usahanya. Wajarkah kekhawatiran seperti itu?
Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan. Mengingat definisi ini sangat normatif maka perlu ada penjelasan operasionalnya di tiap perusahaan. Karenanya, kekhawatiran di atas, sebetulnya tidak perlu muncul jika kita mampu menjabarkan kriteria informasi material secara spesifik bagi masing- masing perusahaan.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasilainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.
3. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan.
Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan salah implementasi prinsip ini.
Tepatnya, berupaya memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip accountability antara lain:
Praktek Audit Internal yang Efektif, serta Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent (Target Pencapaian Perusahaan di masa depan)
Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran).
4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan
usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.
Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar.
Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.
Prinsip-prinsip di atas perlu diterjemahkan ke dalam lima aspek yang dijabarkan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) sebagai pedoman pengembagan kerangka kerja legal, institutional, dan regulatory untuk corporate governance di suatu negara. Lima aspek tersebut antara adalah:
1. Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan: Hak-hak pemegang saham harus dilindungi dan difasilitasi.
2. Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing harus diperlakukan setara. Seluruh pemegang saham harus diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan perhatian bila hak-haknya dilanggar.
3. Peran stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para pemangku kepentingan (stakeholders) harus diakui sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dan kerjasama aktif antara perusahaan dan para stakeholders harus dikembangkan dalam upaya bersama menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan.
4. Disclosure dan transparansi: Disclosure atau pengungkapan yang tepat waktu dan akurat mengenai segala aspek material perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan governance perusahaan.
5. Tanggung jawab Pengurus Perusahaan (Corporate Boards): Pengawasan Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi harus berjalan efektif, disertai adanya tuntutan strategik terhadap manajemen, serta akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan Komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.
2.3 Manfaat dan Faktor Penerapan GCG
Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui
terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih, 2003 dalam Yunita, 2008). Untuk meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite audit, serta remunerasi eksekutif. GCG memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini. Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.
Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya
yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global.
2.4 Faktor Penerapan Good Corporate Governance
Akan tetapi, keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal. Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).
d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.
Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.
Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam mendukung penerapan GCG secara efektif sangat tergantung pada kualitas, skill, kredibilitas, dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan organ perusahaan. Yang pasti, jika berbagai prinsip dan aspek penting GCG dilanggar suatu perusahaan, maka sudah dapat dipastikan perusahaan tersebut tidak akan mampu bertahan lama dalam persaingan bisnis global dewasa ini, meski perusahaan itu memiliki lingkungan kondusif bagi pertumbuhan bisnisnya, seperti yang dialami oleh raksasa bisnis Enron Inc. di AS beberapa waktu lalu.
Dalam kasus Enron ini, sistem kontrol berlapis-lapis ternyata tak bisa mencegah sekelompok pimpinan yang memuaskan ketamakannya untuk kepentingan sendiri.
Eksekutif Enron Inc. yang seharusnya berkewajiban moral memberikan data keuangan yang jujur - sebagaimana keharusan perusahaan publik, ternyata tidak melakukan tugas itu. Begitu pula, independen auditor yang semestinya tidak hanya memastikan bahwa laporan keuangan sebuah perusahaan sesuai aturan dan standar akuntansi, tetapi juga memberi investor maupun kreditor gambaran yang fair serta akurat tentang apa yang
sebenarnya terjadi, ternyata gagal menjalankan perannya. Perusahaan Akuntan besar sekaliber Andersen gagal melakukannya (James D. Wolfensohn, 1999).
2.5 Pengertian Laporan Keuangan
Setiap perusahaan pada suatu periode akan melaporkan semua kegiatan keuangannya dalam bentuk ikhtisar keuangan atau laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam satu periode waktu yang telah berlalu (past performance) serta berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban manajemen. Definisi laporan keuangan menurut standar akuntansi keuangan (2002:2), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. Definisi lain mengenai laporan keuangan yaitu penyajian informasi dalam bentuk yang mudah dipahami dan sebagai dasar utama dalam pengambilan suatu keputusan bisnis. Dasar pembuatan laporan keuangan adalah jurnal transaksi yang telah dibuat sebelumnya yang telah diposting ke buku besar (www.zahiraccounting.com).
Definisi lainnya yaitu laporan keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk
mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu atau perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum (id.wikipedia.org).
Adapun laporan keuangan menurut Erich A. Helfert (www.bapepam.go.id) adalah: Seperangkat laporan yang biasanya terdiri dari neraca untuk periode tertentu, laporan operasi untuk periode tertentu, dan laporan arus dana untuk periode yang sama, ditambah dengan laporan khusus yang menjelaskan perubahan ekuitas kepemilikan pada neraca.
Sedangkan definisi laporan keuangan menurut peraturan Bapepam Nomor : VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dijelaskan bahwa laporan keuangan terdiri dari : Neraca yang menggambarkan posisi keuangan yang menunjukkan aktiva, kewajiban dan ekuitas dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Laporan Rugi Laba yang merupakan ringkasan aktivitas usaha perusahaan untuk periode tertentu yang melaporkan hasil usaha bersih atau kerugian yang timbul dari kegiatan usaha dan aktivitas lainnya. Laporan Perubahan Ekuitas yaitu laporan yang menunjukkan perubahan ekuitas perusahaan yang menggambarkan peningkatan atau penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama periode pelaporan. Laporan Arus Kas yang menunjukkan penerimaan dan pengeluaran kas dalam aktivitas perusahaan selama periode tertentu dengan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi dan pendanaan. Catatan Atas Laporan Keuangan yang memberikan penjelasan mengenai gambaran umum perusahaan, ikhtisar kebijakan akuntansi, penjelasan pos-pos laporan keuangan dan informasi penting
2.6 Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Sementara itu tujuan laporan keuangan sebagaimana tertuang dalam surat edaran ketua Bapepam Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002, adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung jawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna (www.bapepam.go.id).
Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi, keputusan ini mungkin mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen (IAI, 1999).
2.7 Pihak-Pihak Yang Memerlukan laporan Keuangan
Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Beberapa kebutuhan ini meliputi (IAI, 1999) :
1. Investor. Penanam modal berisiko dan penasehat mereka berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasitersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.
2. Karyawan. Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.
3. Pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman sertabunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
4. Pemasok dan kreditor usaha lainnya. Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada
kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.
5. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan, atau tergantung pada perusahaan.
6. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkaninformasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
2.8 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Objektivitas laporan keuangan berfokus pada pemberian informasi yang bermanfaat bagi para penggunanya dalam membuat keputusan ekonomi. Karakteristik kualitatif memberikan satu dasar pemilihan antara berbagai alternatif pelaporan dan akuntansi, seperti alternatif metode penyusutan, alternatif metode penilaian harta, dan alternatif metode penjelasan. Karakteristik kualitatif juga membantu menjawab pertanyaan tentang karakteristik informasi akuntansi apa yang membuat informasi bermanfaat dalam pengambilan keputusan.
Suatu laporan keuangan bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan. Namun demikian, perlu disadari bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Secara umum, laporan keuangan menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan (www.bapepam.go.id).
Menurut Statement of Financial Accounting (SFAC) No. 2 karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi adalah sebagai berikut :
1. Relevan maksudnya adalah kapasitas informasi yang dapat mendorong suatu keputusan apabila dimanfaatkan oleh pemakai untuk kepentingan memprediksi hasil di masa depan yang berdasarkan kejadian waktu lalu dan sekarang. Ada tiga karakteristik utama yaitu:
a. Ketepatan waktu (timeliness), yaitu informasiyang siap digunakan para pemakai sebelum kehilangan makna dan kapasitas dalam pengambilan keputusan;
b. Nilai prediktif (predictive value), yaitu informasi dapat membantu pemakai dalam membuat prediksi tentang hasil akhir dari kejadian yang lalu, sekarang dan masa depan;
c. Umpan balik (feedback value), yaitu kualitas informasi yang memungkinkan pemakai dapat mengkonfirmasikan ekspektasinya yang telah terjadi di masa lalu.
2. Reliable, maksudnya adalah kualitas informasi yang dijamin bebas dari kesalahan dan penyimpangan atau bias serta telah dinilai dan disajikan secara layak sesuai dengan tujuannya. Reliable mempunyai tiga karakteristik utama, yaitu:
a. Dapat diperiksa (veriviability), yaitu konsensus dalam pilihan pengukuran akuntansi yang dapat dinilai melalui kemampuannya untuk meyakinkan bahwa apakah informasi yang disajikan berdasarkan metode tertentu memberikan hasil
b. Kejujuran penyajian (representation faithfulness), yaitu adanya kecocokan antara angka dan deskripsi akuntansi serta sumber-sumbernya;
c. Netralitas (neutrality), informasi akuntansi yang netral diperuntukkan bagi kebutuhan umum para pemakai dan terlepas dari anggapan mengenai kebutuhan tertentu dan keinginan tertentu para pemakai khusus informasi.
3. Daya Banding (comparability), informasi akuntansi yang dapat dibandingkan menyajikan kesamaan dan perbedaan yang timbul dari kesamaan dasar dan perbedaan dasar dalam perusahaan dan transaksinya, dan tidak semata-mata dari perbedaan perlakuan akuntansinya.
4. Konsistensi (consistency), yaitu keseragaman dalam penetapan kebijaksanaan dan prosedur akuntansi yang tidak berubah dari periode ke periode (www.stekpi.ac.id).
2.9 Pengungkapan
Pihak pemakai memerlukan berbagai informasi yang releven dan bermanfaat untuk keputusan investesi, kredit, dan semacamnya. Informasi keuangan yang dapat dilayani oleh pelaporan keuangan (financial reporting) hanya merupakan sebagian jenis informasi yang diperlukan oleh investor dan kreditor. FASB mengidentifikasi lingkup (scope) informasi yang dipandang bermanfaat untuk pengambilan keputusan investasi dan kredit sebagai berikut (Suwardjono, 2005) :
1. Statement keuangan (financial statement)
2. Catatan atas statement keuangan (notes to financial statement) 3. Informasi pelengkap (supplementary information)
4. Sarana pelaporan keuangan lain (other means of financial reporting) 5. Informasi lain (other information)
Komponen 1 dan 2 merupakan satu kesatuan yang disebut basic financial statement yang merupakan produk atau hasil dari apa yang oleh Paton dan Littleton (1970) dalam Suwardjono (2005) disebut rerangka atau struktur akuntansi pokok (basic accounting structure). Pelaporan keuangan mencakup semua informasi yang dapat disediakan manajemen yaitu komponen 1 sampai dengan 4. Walaupun dapat disediakan oleh manajemen, pengungkapannya tidak selalu dapat diwajibkan (mandotary) oleh penyusun standar akuntansi atau oleh badan pengawas (seperti SEC) melalui peraturan-peraturannya.
Penyusun standar (FASB / IAI) dapat mewajibkan pengungkapan untuk komponen 1 sampai 3 dan untuk komponen 3 tingkat wajibnya hanya sampai pada batas sangat merekomendasi (strongly recommend). Jadi secara praktis, pengungkapan wajib melalui standar akuntansi hanya diberlakukan untuk komponen 1, 2 dan dalam kondisi tertentu komponen 3 (Suwardjono, 2005).
Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statement keuangan. Evans (2003) dalam Suwardjono (2005) mengartikan pengungkapan sebagai berikut :
Disclosure means supplying information in the financial statement, including the statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary disclosures associated with the statements. It does not extend to public or private statement made by management or information provided outside the financial statement.
Evans (dalam Suwardjono, 2005) membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar
pengertian pengungkapan. Pengungkapan sering juga dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa yang dapat disampaikan dalam bentuk statement keuangan formal.
Evans (2003) dalam Suwardjono (2005) mengidentifikasi tiga tingkat pengungkapan yaitu memadai (adequate disclosure), wajar atau etis (fair or ethical disclosure), dan penuh (full disclosure). Tingkat ini mempunyai implikasi terhadap apa yang harus diungkapkan.
Tingkat memadai adalah tingkat minimum yang harus dipenuhi agar statement keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan untuk kepentingan pengambilan keputusan yang terarah. Tingkat wajar adalah tingkat yang harus dicapai agar semua pihak mendapat perlakuan atau pelayanan informasional yang sama. Artinya, tidak ada satu pihakpun yang kurang mendapat informasi sehingga mereka menjadi pihak yang kurang diuntungkan posisinya. Dengan kata lain, tidak ada preferensi dalam pengungkapan informasi. Tingkat penuh menuntut penyajian secara penuh semua informasi yang berpaut dengan pengambilan keputusan.
Pengungkapan sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela. Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yangdilakukan perusahaan diluar apa yang diwajibkan oleh standar akuntansi atau peraturan badan pengawas. Pengungkapan dalam lingkup 1 sampai 3 adalah pengungkapan wajib dan sisanya sebagai sukarela (Suwardjono, 2005).
2.10 Tujuan Pengungkapan
Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda (Suwardjono, 2005), diantaranya :
1. Tujuan Melindungi
Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai yang naïf perlu dilindungi dengan mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah informasi untuk menangkap substansiekonomik yang melandasi suatu pos statement keuangan.
Tujuan melindungi biasanya menjadi pertimbangan badan pengawas yang mendapat otoritas untuk melakukan pengawasan terhadap pasar modal seperti SEC atau BAPEPAM.
2. Tujuan Informatif
Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas dengan tingkat kecanggihan tertentu. Dengan demikian, pengungkapan diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai tersebut. Tujuan ini biasanya melandasi penyusun standar akuntansi untuk menentukan tingkat pengungkapan.
3. Tujuan Kebutuhan Khusus
Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan pengawasan, informasi tertentu harus disampaikan kepada badan pengawas berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan secara rinci.
2.11 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dari penelitian yang dilakukan Khomsiyah (2003), menguji hubungan antara penerapan Corporate Governance dengan tingkat pengungkapan informasi. Selain itu
komisaris independen, keberadaan dewan komite audit, ukuran perusahaan, dan regulasi.
Penelitian ini menggunakan 53 perusahaan sebagai sampel, sesuai dengan perusahaan yang bersedia disurvey oleh IICG pada tahun 2001 dan 2002, dengan mengeluarkan 2 perusahaan yang mempunyai masalah setelah hasil survey dipublikasikan.
Hasil penelitian Khomsiyah (2003), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan Corporate Governance dengan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Semakin tinggi indeks implementasi Corporate Governance, semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan. Hal ini sesuai dengan keinginan regulator, dalam hal ini adalah BAPEPAM, yang mendorong diterapkannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang akan meningkatkan perlindungan bagi pihak investor dengan adanya informasi yang diberikan oleh perusahaan.
Selain itu juga, keterkaitan antara faktor regulasi dengan pengungkapan informasi perusahaan.Hal ini didasarkan pada penerapan prinsip responsibilitas mengenai tanggung jawab perusahaan sebagai bagian dari masyarakat kepada stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan itu berada. Maka dapat diasumsikan bahwa perusahaan dengan tingkat regulasi tinggi cenderung untuk mengungkapkan informasinya dengan lebih baik demi mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku.
Sebagian besar penelitian memberikan bukti yang cukup kuat mengenai adanya pengaruh struktur kepemilikan terhadap pengungkapan informasi (misalnya Susanto, 1992, dalam Khomsiyah, 2003). Hal ini sejalan dengan prinsip transparansi dalam penerapan Corporate Governance, karena seharusnya perusahaan dengan struktur kepemilikan masyarakat yang tinggi memiliki tekanan yang lebih tinggi untuk memberikan pengungkapan yang lebih baik. Lebih lanjut, Susanto (1992) dalam Khomsiyah (2003)
menjelaskan bahwa perusahaan dengan kepemilikan masyarakat lebih besar akan memberikan pengungkapan yang lebih banyak dengan alasan untuk memasarkan sahamnya.
Keberadaan komisaris independen dan komite audit mendukung prinsip responsibilitas dalam penerapan Corporate Governance, yang mengharuskan perusahaan untuk memberikan informasi lebih baik sebagai wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders yaitu melindungi para stakeholders dari informasi yang menyesatkan, fraud dan insider information yang hanya menguntungkan beberapa pihak.
Asumsi dasar yang menghubungkan faktor ukuran perusahaan dan pengungkapan informasi adalah pengungkapan memerlukan cost yang tinggi, sehingga perusahaan besar seharusnya lebih mampu menyediakan pengungkapan yang lebih baik (Suwardjono, 2005).
Alasan lainnya adalah perusahaan besar memiliki hubungan eksternal yang lebih luas dan berkepentingan dengan banyak pihak, baik itu pemerintah, investor asing, bank internasional dan sebagainya. Hal ini yang menekan perusahaan besar untuk meningkatkan kualitas transparansi dalam pemberian informasi.
Hasil penelitian : 1. Korelasi sederhana
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji hubungan penerapan Corporate Governance dengan pengungkapan informasi. Sesuai dengan hipotesis, implementasi Corporate Governance mempunyai hubungan dengan pengungkapan informasi. Ukuran perusahaan dan regulasi secara positif berhubungan dengan indeks Corporate Governance dan pengungkapan informasi. Struktur kepemilikan, komposisi dewan komisaris, dan
keberadaan komite audit mempunyai hubungan yang signifikan dengan indeks Corporate Governance dan pengungkapan informasi.
2. Pengujian Hausman
Berdasarkan pengujian spesifikasi Hausman, penelitian ini secara signifikan menunjukkan adanya hubungan antara indeks Corporate Governance (CGPI) dengan ε2t, dengan nilai t sebesar 3.291 (p=0.02). Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan adanya hubungan simultan.
Metode yang dapat memberikan hasil terbaik, konsisten dan efisien, adalah metode two-stage least square (2SLS).
3. Analisis regresi
Hasil pengujian terhadap persamaan 1 menunjukkan bahwa indeks pengungkapan mempunyai hubungan positif dengan indeks Coporate Governance. Artinya bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi yang diberikan perusahaan dalam laporan tahunan, semakin tinggi tingkat implementsi Corporate Governance perusahaan. Regresi variabel- variabel eksogen menunjukkan bahwa regulasi berpengaruh signifikan terhadap implementasi Corporate Governance, hal ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan yang berada pada tingkat regulasi yang tinggi, yaitu perbankan, menerapkan Corporate Governance dengan lebih baik.
Hasil estimasi persamaaan 2 juga mendukung hipotesis, menunjukkan bahwa indeks Corporate Governance mempunyai hubungan positif dengan indeks pengungkapan.
Hal ini berarti semakin tinggi tingkat implementasi Corporate Governance semakin tinggi pula tingkat pengungkapan informasi yang diberikan oleh perusahaan. Regresi variabel-