Penuntun Praktikum AZG Makro
51
/677 Analisis kadar lemak metode soxhlet
Sampel: Tempe dan gorengan tempe
7.1 Prinsip analisis
Lemak atau lipid adalah komponen zat gizi makro yang sedikit atau tidak larut sama sekali di air, tetapi larut pada pelarut organik non polar seperti eter, aseton, metanol, benzena. Sifat utama ini sering digunakan dalam prinsip analisis lemak atau pemisahan lemak dari komponen yang lain. Tentu saja, pelarut yang berbeda akan memberikan hasil ekstraksi yang berbeda pula.
Kadar lemak sering dianalisa menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut non polar (solvent extraction methods), seperti metode Soxhlet, Goldfish, dan Mojonnier. Kadar lemak juga dapat dianalisa tanpa menggunakan pelarut (nonsolvent wet extraction methods), seperti metode Babcock, Gerber. Analisis kadar lemak juga dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen khusus dengan memanfaatkan sifat fisik dan kimia dari lemak (instrumental methods), seperti infrared, density, dan X-ray absorption. Pemilihan metode bergantung pada karakteristik sampel yang akan dianalisa (kering atau basah), tujuan analisis (official atau untuk rapid test), dan ketersediaan alat (tradisional atau modern).
Snack food atau sampel kering lebih sesuai dianalisa menggunakan metode soxhlet atau goldfish. Sampel cair seperti susu murni sebaiknya dianalisa menggunakan metode Mojonnier atau Babcock.
Pada praktikum kali ini akan dipelajari dan dipraktekkan analisa kadar lemak dari tempe mentah dan gorengan tempe dengan menggunakan metode soxhlet. Prinsip dari metode ini adalah lemak diekstrak semi-kontinu dengan menggunakan pelarut organik non polar.
Pelarut dipanaskan dan diuapkan, kemudian dikondensasikan di atas sampel. Pelarut menetes dan meresap ke dalam sampel dan mengekstrak lemak yang larut pada pelarut.
Pada interval 15 – 20 menit, pelarut akan kembali mengalir ke labu pemanas untuk kembali memulai proses ekstraksi.
Penuntun Praktikum AZG Makro
52
/67Kadar lemak dihitung berdasarkan bobot yang hilang dari sampel atau berat lemak yang berhasil dihilangkan dari sampel. Metode ini telah terstandarisasi secara internasional untuk analisa kadar lemak biji-bijian (AOAC 920.39C) dan daging (AOAC 960.39).
7.2 Bahan dan alat
Pelarut eter bersifat sangat mudah terbakar, higroskopik, mudah meledak, dan mudah bereaksi menghasilkan peroksida yang merupakan oksidator yang sangat kuat. Hindari sumber api atau panas yang berlebihan dari pelarut ini. Hindari menghirup langsung uap eter. Serta hindari kontak langsung dengan kulit. Selalu gunakan masker dan sarung tangan saat bekerja di laboratorium menggunakan pelarut eter. Sisa penggunaan pelarut eter harus dibuang pada tempat dan mekanisme yang khusus.
Alat dan bahan yang diperlukan pada analisis kadar lemak metode soxhlet:
1. Alat soxhlet lengkap 1 set 2. Labu lemak
3. Pemanas listrik
4. Oven dengan termostat
5. Timbangan analitik (ketelitian minimal 0.01 gr) 6. Kertas saring dan soxhlet filter paper (selongsong)
7. Cawan aluminium dan timbel yang telah dipanaskan pada suhu 70oC selama 24 jam 8. Gelas piala 250 ml
9. Mortar 10. Kapas 11. Benang
Penuntun Praktikum AZG Makro
53
/6712. Desikator
13. Penjepit labu lemak 14. Gunting atau cutter
15. Petroleum eter sebagai pelarut 16. Sampel
Penuntun Praktikum AZG Makro
54
/677.3 Prosedur kerja
1. Timbang 2 gram sampel yang sudah dihaluskan atau berupa bubuk, kemudian masukkan kedalam selongsong kertas saring dan timbel yang sudah dialasi dengan kapas atau glass wool.
2. Sumbat juga ujung selongsong kertas saring dengan kapas lalu ikat menggunakan benang, sisakan ujung benang kira-kira 15 cm sebagai tali sisa
3. Keringkan sampel tersebut kedalam oven dengan suhu 80OC selama 1 jam
4. Selama proses pengeringan sampel, masukkan juga labu lemak dalam oven kira-kira 15 menit lalu dinginkan dalam desikator.
5. Setelah 1 jam, ambil sampel dari oven kemudian masukkan kedalam soxhlet yang sudah dipasang di penyangga.
6. Hubungkan ujung bawah soxhlet dengan labu lemak yang sudah diketahui bobotnya (berat labu kosong (W2))
7. Tuangkan petroleum eter secukupnya dan alirkan lewat ujung pendingin soxhlet 8. Panaskan diatas pemanas listrik pada skala 5 selama kurang lebih 2 jam
9. Setelah 2 jam, ambil labu lemak menggunakan penjepit dan keringkan dalam oven pada suhu diatas 100OC kira-kira 15 menit
10. Ambil labu lemak dari oven dengan penjepit, dan dinginkan dalam desikator dan timbang bobot labu lemak dengan lemaknya.
11. Untuk mengetahui persentase lemak dalam sampel, lakukan perhitungan:
Persen lemak = W1 – W2 x 100%
W
W : bobot sampel (gram)
W1 : bobot labu lemak dan lemak (gram) W2 : bobot labu lemak kosong (gram)
7.4 Pertanyaan pre-lab
1. Apa perbedaan analisis kadar lemak metode soxhlet dan goldfish?
2. Bagaimana prinsip analisis lemak metode Mojonnier? Apa yang membedakan dengan metode soxhlet? Dan sampel apa yang sesuai dianalisa dengan metode ini?
Penuntun Praktikum AZG Makro
55
/678 Analisis kadar serat metode enzimatis
gravimetri
Sampel: Tempe dan gorengan tempe Sampel bebas lemak dari praktikum 1
8.1 Prinsip analisis
Serat pangan adalah bagian dari tanaman atau analog karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan diserap di dalam usus halus, tapi sebagian dapat difermentasi di usus besar (American Association of Cereal Chemists 2001). Dengan kata lain, serat adalah komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan diserap tubuh manusia hingga tidak mampu mempengaruhi level gula darah. Serat pangan terdiri dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna (sebagian dari polisakarida dan oligosakarida), serta beberapa bagian dari tanaman seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan pektin (Food and Nutrition Board of the US Institute of Health 2001).
Serat pangan memiliki peran fisiologi yang cukup penting, seperti laxation pada pencernaan dan meringankan kadar gula dan kolesterol dalam darah (McCleary 2003 and BeMiller 2010).
Sumber utama serat makanan adalah sayur-sayuran dan buah-buahan, serta biji-bijian dan kacang-kacangan. Jumlah serat makanan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20-35 gram/hari atau 10-15 gram/1000 kkal menu.
Serat pangan sering dibedakan atas kelarutannya dalam air. Serat pangan total (TDF atau Total Dietery Fiber) terdiri dari komponen serat makanan larut air (Soluble Dietery Fiber atau SDF) dan serat makanan yang tidak larut air (Insolulable Dietery Fiber atau IDF). SDF adalah serat makanan yang dapat larut dalam air hangat atau panas, serta dapat terendapkan oleh air:etanol dengan perbandingan 1:4. Sedangkan IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin. Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang tak larut adalah komponen non struktural. Serat yang tidak larut air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacang-kacangan.
Serat yang larut dalam air biasanya berupa gum dan pektin.
Pektin dan gum merupakan turunan dari gula yang biasa terdapat pada tanaman jumlahnya kecil dibanding dengan karbohidrat lain. Pektin dibentuk oleh satuan-satuan gula dan asam
Penuntun Praktikum AZG Makro
56
/67galakturonat yang lebih banyak daripada gula sederhana, biasanya terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Pektin larut dalam air terutama dalam air panas sehingga dalam bentuk larutan koloidal akan berbentuk pasta. Jika pektin dalam larutan ditambah dengan gula dan asam akan terbentuk gel. Prinsip inilah yang digunakan dalam pembentukan gel dalam pembuatan selai dan jeli buah-buahan.
Pada praktikum kali ini akan dipelajari dan dipraktekkan cara analisis serat pangan dengan menggunakan metode enzimatis grafimetrik. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Williams dan Olmstedt pada tahun 1935. Saat ini, metode ini telah terstandarisasi secara international pada AOAC 2000 metode 985.29. Metode ini dapat diaplikasikan pada semua jenis sampel. Alat-alat yang diperlukan pada metode ini juga cukup sederhana dan tidak mahal. Prinsip dari metode ini adalah membuat simulasi pencernaan manusia dengan cara menginkubasi sampel dengan enzim-enzim sedemikian rupa sehingga menyerupai sistem pencernaan manusia. Metode ini dapat mengukur kadar serat makanan total, serat makanan larut, dan tidak larut secara terpisah. Kadar serat pangan dihitung dari zat sisa/bagian yang tidak terhidrolisis/tercerna selama inkubasi.
Secara spesifik analisis kadar serat metode enzimatis grafimetrik terbangun atas tiga prinsip utama, yaitu: (1) perlakuan enzim untuk mencerna pati dan protein; (2) pengendapan serat larut dengan menggunakan etanol; kemudian (3) isolasi dan penimbangan sisa/residu serat pangan serta pengkoreksian untuk kadar protein dan abu pada residu (McCleary 2003, BeMiller 2010).
Metode ini terdiri atas lima tahapan utama, yaitu persiapan sampel, gelatinisasi, pencernaan (digestion), pengendapan, isolasi dan penimbangan. (1) Pada tahap persiapan sampel, sampel sebaiknya kering, berukuran kecil (0,3 sd 0,5 mm mesh), dan kandungan lemaknya rendah (tidak lebih dari 10% lemak). (2) Pada tahap gelatinisasi, sampel dipanaskan/dididihkan pada suhu 95-100oC selama kurang lebih 35 menit. Tahapan gelatinisasi bertujuan agar granula-granula pati menjadi lebih mudah untuk dihidrolisis pada tahapan yang selanjutnya.
(3) Pada tahapan pencernaan (digestion dan hidrolisis), karbohidrat dan protein harus sempurna tercerna agar hasil analisis tidak overestimate. Enzim-enzim katalitik hidrolisis yang digunakan pada tahapan ini antara lain enzim α-amylase (memotong ikatan α 1,4 menghasilkan maltooligosakarisa PD 3-6), protease (mencerna protein), pullulanase dan isoamilase (memotong cabang α 1,6 menghasilkan rantai lurus), dan glukoamilase
Penuntun Praktikum AZG Makro
57
/67(memotong ikatan α 1,4 dan 1,6 untuk menghasilkan monosakarida). (4) Pada tahapan pengendapan, sampel kemudian ditambahkan pelarut etanol hingga 4 kali volume sampel hasil perlakuan pencernaan. (5) Komponen larut air dan yang tidak tercerna kemudian dipisahkan dengan menggunakan metode penyaringan menggunakan pompa vakum. Sisa serat yang tersaring kemudian dikeringkan dan ditimbang untuk mengukur kadar serat secara gravimetrik.
8.2 Bahan dan alat
1. Soxhlet
2. Neraca analitik 3. Erlenmeyer 250 ml 4. Penangas air 5. pH meter 6. Alumunium foil 7. Crucible 8. Oven biasa 9. Pompa vakum 10. Peralatan gelas
11. 0,1 M buffer natrium fosfat pH 6 12. 4 M HCL
13. 4 M NaOH 14. Petrolium eter 15. Pepsin NF
16. Etanol teknis 95%
17. Aseton puriss
18. Enzym termamyl 60 ml 19. Prankreatin 4x NF 20. Sampel
Penuntun Praktikum AZG Makro
58
/678.3 Prosedur kerja
1. Sampel basah dihomogenasi dan digiling
2. Ekstraksi lemak menggunakan petrolium eter selama 15 menit
3. Sampel seberat 1 gram ditimbang dan dimasukkan dalam erlenmeyer ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer Natium fosfat pH 6 dan diaduk
4. Ditambahkan 0,1 ml enzim termamyl, diinkubasi selama 15 menit
5. Dibiarkan dingin dan ditambahkan air aquades dan pH diatur menjadi 1,5 6. Ditambah dengan 100 mg pepsin, diinkubasi selama 60 menit suhu 40ºC
7. Ditambah 20 ml air destilasi dan pH diatur menjadi 6,8 dengan menggunakan NaOH 8. Ditambah dengan 100 mg pankreatin, tutup erlenmeyer dan diinkubasi selama 60
menit suhu 40oC
9. Diatur pH menjadi 4,5 dengan HCL 10. Disaring dengan crucible
Residu
11. Dicuci dengan 2x10 ml etanol 95 % dan 2x10 ml aseton 12. Dikeringkan pada suhu 105ºC
13. Diabukan dengan suhu 550ºC selama 5 jam
Filtrat
14. Volume filtrat diatur menjadi 100 ml
15. Ditambah 400 ml etanol 95 %, dibiarkan mengendap selama 1 jam 16. Disaring dengan crucible
17. Dicuci dengan 2x10 ml etanol 78 %, 2x10 ml etanol 95 % dan 2x10 ml aseton 18. Dikeringkan pada suhu 105ºC selama 24 jam
19. Diabukan dengan suhu 550ºC selama 5 jam
Penuntun Praktikum AZG Makro
59
/67Pencatatan hasil pengamatan
Hasil pengamatan serat tidak larut
Kelompok Sampel W(g) KS 1(g) KS 2(g) CW1(g) CW 2(g) SPTL (g) 1
2 3 4 5 6
Hasil pengamatan serat larut
Kelompok Sampel W(g) KS 3(g) KS 4(g) CW3(g) CW4(g) SPL(g) 1
2 3 4 5 6
Contoh perhitungan
Kadar Serat Pangan Tidak Larut (SPTL) = ((KS2-KS1) – (CW2-CW1) x 100)/ W Kadar Serat Pangan Larut (SPL) = ((KS4-KS3) – (CW4-CW3) x 100)/W
Kadar Serat Pangan (SP) = SPL + SPTL
Penuntun Praktikum AZG Makro
60
/678.4 Pertanyaan pre-lab
1. Apa yang dimaksud dengan serat pangan?
2. Apa korelasi analisis serat pangan dengan perhitungan kadar kalori total dari sebuah pangan?
3. Apa kelemahan utama dari analisis kadar serat pangan dengan metode enzimatis gravimetrik?
4. Apa yang dimaksud dengan resistant starch? Dan jenis pangan apa yang relatif banyak mengandung resistant starch?
5. Apa perbedaan antara erat pangan dan serat kasar? Jelaskan!
Penuntun Praktikum AZG Makro
61
/679 Analisis karbohidrat metode luff schrool
Sampel : Minuman siap saji
9.1 Prinsip analisis
Analisis karbohidrat pangan yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-1992 adalah analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada analisis karbohidrat dengan metode ini, seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam, yaitu HCl, dan panas.
Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis dengan metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis dengan Metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu1+ oleh monosakarida.
Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992). Reaksi yang terjadi :
Karbohidrat kompleks → gula sederhana (gula pereduksi) Gula pereduksi + 2 Cu2+ → Cu2O(s)
2 Cu2+ (kelebihan) + 4 I– → 2 CuI2 → 2 CuI- + I2
I2 + 2S2O32-
→ 2 I– + S4O62-
Metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi. Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat bisa tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen.
Pereaksi yang digunakan dalam metode Luff-Schoorl adalah CH3COOH 3%, Luff Schrool, KI 20%, Na2S2O3 0,1 N, NaOH 30%, H2SO4 25%, dan HCl 3%. HCl digunakan untuk menghidrolisis
Penuntun Praktikum AZG Makro
62
/67pati menjadi monosakarida, yang akan bereaksi dengan larutan uji Luff Schoorl dengan mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+. Setelah proses hidrolisis selesai dilakukan, maka akan ditambahkan NaOH, yang berfungsi untuk menetralkan larutan sampel ditambahkan HCl.
Asam asetat digunakan setelah proses penetralan dengan NaOH dengan maksud untuk menciptakan suasana yang sedikit asam. Dalam metode Luff-Schoorl, pH harus diperhatikan dengan cermat. Suasana yang terlalu asam akan menimbulkan overestimate pada tahap titrasi karena terjadinya reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2.
O2 + 4I– + 4H+ → 2I2 + 2H2O
Apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya (underestimate). Hal ini terjadi karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis).
H2SO4 ditambahkan untuk mengikat ion tembaga yang terbentuk dari hasil reduksi monosakarida dengan pereaksi Luff-Schoorl, kemudian membentuk CuSO4. KI akan bereaksi dengan tembaga sulfat membentuk buih coklat kehitaman. Langkah terakhir yang dilakukan dalam metode Luff Schoorl adalah titrasi dengan natrium tiosulfat.
Tahapan reaksi setelah penambahan asam sulfat, KI, dan titrasi dengan natrium tiosulfat:
R – COH + CuO → CuO2 + R – COOH H2SO4 + CuO → CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI → CuI2 + K2SO4
2CuI2 → Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 → Na2S4O6 + NaI
9.2 Bahan dan alat
Gelas ukur 1oo ml
erlenmeyer
Neraca analitik
Pipet ukur 10 ml
Penuntun Praktikum AZG Makro
63
/67 Biuret
Hot plate
Corong
Larutan HCl 3%
Na3PO4 10%
Na2HPO4 10%
Pereaksi Luff Schoorl
Batu Didih
H2SO4 26,5% / 25%
KI (Kalium Iodat) 15%
Na2S2O3 0,1N Na tiosulfat
Indikator Amylum 1%
9.3 Prosedur kerja
Pembuatan Larutan Luff Schoorl
Larutan 143,8 gr Na2CO3anhidrat dalam 300 ml air suling sambil diaduk tambahkan 50 g asam sitrat monohidrat yang telah diaduk dengan 50 ml air suling. Tambahkan 25 g CuSO4.5H2O yang dilarutkan dengan 100 ml air suling. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 1 liter, tepatkan sampai tanda garis dengan air suling dan dikocok.
Persiapan sampel
1. Pipet 5 ml sampel dan masukkan dalam labu takar 100 ml
2. Tambahkan 10 ml Pb-asetat setengah basa, dikocok (tambahkan dengan pipet tetes larutan Na2HPO4 1% tetes demi tetes, bila timbul endapan putih berarti Pb-asetat sudah cukup)
3. Tambahkan lembali Na2HPO4 1% sampai tidak terbentuk endapan putih lagi (berarti kelebihan Pb-asetat telah diendapkan semuanya)
4. Tera dengan air suling sampai tanda garis, kemudian dikocok 5. Biarkan selama 30 menit kemudian saring
Penuntun Praktikum AZG Makro
64
/67Penentuan kadar gula dengan Metode Luff Schoorl sebelum inversi
1. Pipet 10 ml filtrat larutan sampel dan masukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml 2. Tambahkan 15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff serta beberapa batu didih
3. Panaskan selama 2 menit sampai mendidih dan didihkan terus sampai 10 menit dengan api kecil
4. Dinginkan segera dalam es dan tambahkan 10 ml KI 30%, 25 ml H2SO4 25% (hati-hati karena terbentuknya CO2)
5. Titrasi dengan larutan Thio 0,1 N dengan indikator kanji 0,5% (a ml)
6. Kerjakan pula untuk blanko menggunakan 25 ml air suling dan 25 ml larutan Luff (tanpa sampel) (b ml)
Penentuan kadar gula dengan Metode Luff Schoorl sesudah inversi
1. Pipet 10 ml filtrat larutan sampel dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml 2. Tambahkan 5 ml larutan HCL 25%
3. Panaskan dalam pemanas air pada suhu 70oC selama 10 menit (gunakan stop watch) 4. Setelah dingin, netralkan dengan NaOH 30% dengan menggunakan indikator PP hingga
warna merah berubah menjad merah jambu muda 5. Tepatkan hingga tanda tera dengan air suling
7. Pipet 10 ml dan masukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml
8. Tambahkan 15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff serta beberapa batu didih
9. Panaskan selama 2 menit sampai mendidih dan didihkan terus sampai 10 menit dengan api kecil
10. Dinginkan segera dalam es dan tambahkan 10 ml KI 30%, 25 ml H2SO4 25% (hati-hati karena terbentuknya CO2)
11. Titrasi dengan larutan Thio 0,1 N dengan indikator kanji 0,5% (a ml)
12. Kerjakan pula untuk blanko menggunakan 25 ml air suling dan 25 ml larutan Luff (tanpa sampel) (b ml)
Contoh perhitungan
Untuk mengubah menjadi jumlah ml Thio 0,1 N (z ml) digunakan rumus sebagai berikut:
z ml = ((b – a) x N Thio) / 0,1
Penuntun Praktikum AZG Makro
65
/67z ml Thio 0,1 N pada daftar ekivalen dengan y mg glukosa atau sakarida lainnya (lihat tabel)
Kadar gula sebelum inversi = ((y mg x FP)/bobot sampel) x 100%
Kadar gula sesudah inversi = ((y mg x FP)/bobot sampel) x 100%
Kadar sukrosa = (Kadar gula sesudah inversi – kadar gula sebelum inversi) x 0,95
9.4 Pertanyaan pre-lab
1. Apa yang dimaksud gula pereduksi dan berikan contoh beserta gambar strukturnya!
2. Bagaimana cara menghitung kadar gula pereduksi dan non-pereduksi dengan menggunakan metode Luff-Schoorl? Jelaskan!
3. Bagaimana cara menghitung kadar sukrosa dengan menggunakan metode Luff- Schoorl? Jelaskan!
Penuntun Praktikum AZG Makro
66
/674. Sebutkan alternatif meode analisis kadar gula pereduksi selain metode Luff-Schoorl?
Dan jelaskan prinsip dasarnya!
5. Which method is the most appropriate for:
Total carbohydrates for food labelling
Calculate the content of:
a. Complex carbohydrate b. Sugars
c. Sugar alcohols d. β-glucan e. Inulin f. Amylopectin g. Sucrose
Total calories for food labelling
Total lactose in dairy products
Penuntun Praktikum AZG Makro
67
/67DAFTAR PUSTAKA
Nielsen SS. 2010. Food analysis. 4th Ed. Springer Science + Business Media, LLC: New York, Dordrecht, Heidelberg, London.
Nielsen SS. 2010. Food analysis: Laboratory manual. 2nd Ed. Springer Science + Business Media, LLC: New York, Dordrecht, Heidelberg, London.
Kusnandar F. 2010. Kimia pangan: Komponen makro. Dian Rakyat: Jakarta.
Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis pangan. Dian Rakyat: Jakarta.
Winarno FG. 1997. Kimia pangan dan gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Belitz H-D, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. 4th revised and extended Edition.
Springer-Verlag: Berlin, Heidelberg.
Fennema OR. 1996. Food Chemistry. 3rd Ed. Marcel Dekker, Inc. : New York, Basel, Hongkong.
AOAC International. http://www.aoac.org/
Faulkner H, Hussein A, Foran M, Szijarto L. 2000. A survey of vitamin A and vitamin D contents of fortified fluid milk in ontario. In: J Dairy Sci Vol 83: 1210-1216.