PRAKTIKUM ANALISIS KADAR LEMAK DAN VITAMIN C
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Bayu Rezaharsamto (240210140033)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)7798844 Fax. (022)7795780 Email : bayu.rezaharsamto@gmail.com
ABSTRAK
Lemak dan vitamin C merupakan suatu senyawa penting penentu nilai gizi pada bahan pangan. Lemak merupakan salah satu sumber utama energi bagi tubuh sementara vitamin C adalah adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan dan efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan. Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan kadar lemak dalam sampel kornet, santan, tepung koro, tepung pisang, dan tepung ketan menggunakan metode soxhlet, juga untuk menentukan kadar vitamin C dari sampel tomat, vitacimin C, cabai, jambu, dan jeruk nipis. Hasil analisis menunjukkan santan memiliki kadar lemak paling banyak diantara sampel lain sebanyak 22,67% sementara vitacimin C mengandung kadar vitamin C paling banyak yaitu sejumlah 26,26%.
Kata kunci : kadar lemak, soxhlet, kadar vitamin C, iodimetri
PENDAHULUAN
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat. Lemak merupakan senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non-polar seperti dietil eter, kloroform, benzen, heksan, dan hidrokarbon lainnya. Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh terdapat pada pangan hewani (Makfoeld, 2002).
Kadar lemak dalam suatu bahan pangan dapat diketahui dengan cara mengekstraksi lemak. Metode ekstraksi lemak kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet. Prinsip metode ini adalah menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara terus-menerus dalam pelarut dengan jumlah yang konstan (Darmasih, 1997).
Penentuan kadar lemak dengan metode ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya persiapan
sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut (Darmasih, 1997).
Vitamin C merupakan senyawa bersifat asam dengan rumus empiris C6H8O6. Kegunaaan vitamin C adalah
sebagai antioksidan dan berfungsi penting dalam pembentukan kolagen, membantu penyerapan zat besi, serta membantu memelihara pembuluh kapiler, tulang, dan gigi (Winarno, 2004).
Penentuan vitamin C pada suatu produk dapat dilakukan dengan titrasi iodimetri. Penentuan kadar vitamin C dengan metode titrasi iodimetri didasarkan pada prinsip tereduksinya analit oleh I2
menjadi ion I-. Dalam titrasi iodimetri,
Tujuan analisis kadar lemak dan vitamin C dalam sampel ini adalah untuk menentukan nilai gizi suatu bahan pangan dengan metode sokhlet pada penentuan kadar lemak dan juga metode iodimetri pada penentuan kadar vitamin C.
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah beaker glass, kertas saring, botol semprot, neraca analitik, oven, unit sokhlet, labu ukur, bulb pipet, kaca arloji, corong, erlenmeyer, heater, hull, desikator, dan pipet ukur.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini ialah HCl 25%, aquades air panas, heksan, amilum 1%, dan 12
0,01N. Sampel yang digunakan dalam analisis lemak adalah kornet, santan, tepung koro, tepung pisang, dan tepung ketan. Sampel yang digunakan dalam analisis kadar vitamin C ialah jeruk nipis, jambu biji, cabai, vitacimin dan tomat.
Analisis Kadar Lemak Sampel Basah Sampel ditimbang sesuai dengan perkiraan kadar lemak yang terdapat, lalu ditambahkan sebanyak 30 ml HCl 25% dan 20 mL akuades kemudian ditutup dengan kaca arloji. Larutan lalu dididihkan selama 15 menit menggunakan heater. Kemudian larutan disaring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas hingga netral. Keringkan kertas saring beserta isinya dalam oven dengan suhu 105oC selama 2 – 2,5 jam lalu
timbang hasil pengeringan dan hitung kadar lemaknya dengan rumus:
% lemak = Wakhir−Wawal Wsampel
x100
Analisis Kadar Lemak Sampel Kering Sampel ditimbang sesuai dengan kandungan lemak dalam sampel tersebut, jika kandungan lemak banyak cukup 1-2
gram, sementara kalau kandungan lemak sedikit timbang sebanyak 5-10 gram. Sampel lalu dimasukkan ke dalam Hull. Hull lalu ditandai dengan pensil kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet. Soxhlet kemudian ditambahkan dengan heksan sampai ada tetesan, kemudian jalankan soxhlet selama 3-4 jam. Setelah itu, angkat dan uapkan labu lemak hasil ekstraksi dalam oven selama 1-2 jam pada suhu 105oC. Setelah diuapkan, labu lemak
lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang dan dihitung kadar lemaknya.
Analisis Kadar Vitamin C
Sampel dihaluskan dalam blender lalu ditimbang sebanyak 10-30 gram sesuai dengan perkiraan kandungan vitamin C dalam sampel. Sampel lau ditaruh dalam labu ukur 100 mL, ditepatkan dengan akuades, lalu disaring menggunakan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan lalu diambil 5-25 mL ke dalam erlenmeyer. Filtrat kemudian ditambahkan 2 mL amilum 1% lalu dititrasi menggunakan I2 0,01 N hingga
berubah warna menjadi biru kehitaman. Volume I2 yang digunakan selama titrasi
berguna untuk menghitung kadar vitamin C dengan rumus:
Vit C
(
mg
g
)
=
V
I2x
0,88
x Fp
Atau dengan rumus:
Vit C
( )=
V
I2x
0,88
x Fp x
100
W
sampelHASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kadar Lemak
memperlambat proses ekstraksi dan air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi dalam perhitungan (Ketaren, 1986).
Umumnya metode soxhlet merupakan metode ekstraksi yang bersifat kontinyu. Lemak dapat diisolasi dengan mengekstraksinya menggunakan pelarut non-polar, sedangkan sampel kering yang akan diisolasi lemaknya dibungkus dengan kertas saring. Prinsip penetapan kadar lemak kasar yaitu lemak diekstrak dengan pelarut non-polar seperti heksana, dietil eter, atau kloroform, dimana lemak akan mengalami hidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak sehingga asam lemak dapt berikatan dengan pelarut non-polar membentuk ikatan Van der Waals dikarenakan sifat lemak yang hidrofobik. Setelah pelarut diuapkan dengan cara dioven dalam suhu 105oC, lemak
kemudian dapat ditimbang dan dihitung persentasenya. Berikut merupakan hasil pengamatan perhitungan kadar lemak.
Santan sendiri merupakan sistem emulsi lemak dalam air yang berwarna putih susu. Emulsi tersebut distabilkan oleh stabilizer yang berupa campuran karbohidrat dan protein dalam bentuk lapisan kuat. Kandungan lemak dalam santan ditentukan dari kelapa yang digunakan dalam pembuatannya. Semakin tua kelapa yang dipakai, maka semakin besar kandungan lemak yang terkandung dalam santan.
Analisis kadar lemak yang dilakukan pada sampel kornet menunjukkan bahwa sampel kornet mengandung sekitar 7,67%. Standar yang ditetapkan SNI dalam SNI 01-3775-2006 menunjukkan bahwa kadar lemak maksimal yang terkandung dalam kornet harus tidak lebih dari 12%. Hal ini menunjukkan bahwa sampel kornet yang diuji masih memilliki kandungan gizi yang memenuhi standar.
Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Lemak
Sampel (kel) Wsampel (g) W labu (g) W labu+sampel (g) % Lemak Kornet (1) 2,0034 104,4956 104,6506 7,736 Kornet (6) 2,0047 103,4007 105,5533 7,612 Santan (2) 2,0022 103,8513 104,3175 23,284 Santan (7) 2,0047 103,4514 104,3934 22,048 Tepung koro (3) 5,0309 104,9597 105,2027 4,83 Tepung koro (8) 5,0316 103,8432 104,0981 5,066 Tepung pisang (4) 5,0104 106,0022 106,0247 0,449 Tepung pisang (9) 5,0176 104,5613 104,5830 0,432 Tepung ketan (5) 5,0222 106,4657 106,4754 0,193 Tepung ketan (10) 5,0247 104,3138 104,3363 0,447
Hasil pengamatan menunjukkan dari lima sampel yang diujikan, santan memiliki kandungan lemak yang paling tinggi diantara sampel lainnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa santan mengandung 22,67% lemak dari keseluruhan komponen bahan. Perbandingan dengan literatur Suhardiyono, 1988, menyebutkan bahwa lemak yang terkandung di dalam santan berada pada kisaran 28%. Perbedaan ini bisa disebabkan dari kurang sempurnanya ekstraksi yang dilakukan.
Kornet daging sapi merupakan salah satu produk emulsi minyak dalam air. Minyak dapat membantu memberikan tekstur yang empuk terhadap produk makanan seperti sosis, bakso, dan kornet. Minyak yang digunakan adalah salad oil yang dibuat dari kedelai. Minyak ini mengandung lesitin yang berperan sebagai pengempuk meskipun kadarnya hanya sedikit (Ketaren, 1985).
4,95%. Hasil penelitian yang dilakukan Gilang dkk, 2013, menunjukkan bahwa kadar lemak yang terkandung dalam kacang koro sebanyak 4,2%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan jika dibandingkan dengan literatur relatif sama.
Kadar lemak yang terkandung dalam tepung pisang hasil pengamatan adalah sebanyak 0,44%. Hasil perbandingan literatur menyebutkan bahwa tepung pisang memiliki kandungan lemak sebanyak 0,8% (Satuhu dan Supriyadi, 1999). Perbedaan ini bisa disebabkan oleh kurang sempurna nya ekstraksi sehingga lemak yang terkandung dalam tepung pisang tidak terhitung seluruhnya.
Hasil pengamatan pada sampel tepung ketan menunjukkan perbedaan analisa yang cukup jauh antara dua kelompok, dimana kelompok 5 mendapatkan kadar lemak tepung ketan sebanyak 0,193% sementara kelompok 10 mendapatkan kadar lemak tepung ketan sebanyak 0,447%. Perbandingan literatur menyebutkan bahwa tepung ketan memiliki kandungan lemak sebanyak 0,68% (Ridwan dkk, 1996). Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi yang dilakukan kedua kelompok masih belum sempurna sehingga lemak yang terkandung dalam tepung ketan tidak terhitung semua.
Analisis Kadar Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu kristal putih yang mudah larut dalam air. Fungsi utama vitamin C dalam tubuh adalah untuk sintesis kolagen karena vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin yang merupakan bahan penting dalam pembentukan kolagen. Vitamin C pada umumnya hanya terdapat pada bahan makanan nabati seperti sayur dan buah terutama yang mengandung asam (Sunita, 2004). Asupan vitamin C per hari untuk manusia dewasa adalah 60 mg/hari.
Kadar vitamin C dapat ditentukan dengan metode iodimetri. Titrasi dalam metode ini menggunakan iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikator (Wijanarko, 2002). Titrasi dikatakan selesai apabila sudah terjadi perubahan warna menjadi biru, dimana asam askorbat telah teroksidasi semua menjadi asam dehidroaskorbat.
C6H8O6 + I3- + H2O → C6H6O6 + 3I- + 2H+
(asam askorbat) (as.dehidroaskorbat) Berikut hasil analisis kadar vitamin C dari berbagai sampel.
Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Vitamin C
Sampel (kel) Berat V titrasi Vit. C (mg/g) Vit. C (%) Tomat (1) 10,0118 0,7 6,16 0,061 Tomat (6) 10,0100 0,6 5,28 0,053 Vitacimin C (2) 1,9190 5,7 502 26,138 Vitacimin C (7) 2,0022 6 528 26,371 Cabai (3) 10,0048 1,2 10,56 0,105
Cabai (8) 10,0396 1 8,8 0,877
Jambu (4) 10,0849 2,8 24,64 0,244 Jambu (9) 10,0042 2,8 24,64 0,246 Jeruk nipis (5) 20,0084 1,3 11,44 0,057 Jeruk nipis (10) 20,0037 1,3 11,44 0,057
Hasil pengamatan pada sampel tomat menunjukkan kandungan vitamin C yang terdapat dalam bahan adalah sebesar 5,72
terdapat pada tomat adalah sekitar 25 mg/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa hasil analisis tidak sesuai dengan literatur. Buah tomat sendiri memiliki nilai vitamin C yang bervariasi sesuai dengan kultivar. Cahaya juga berpengaruh pada kandungan asam askorbat selama pertumbuhan. Selama pematangan buah, kandungan vitamin C pun mengalami tomat yang matang pada laju yang relatif lambat. (Salunkhe dkk, 1984). menyebutkan bahwa produk tersebut mengandung sebanyak 25% vitamin C. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa apa yang tertera pada label sesuai dengan vitamin C yang terkandung dalam bahan.
Hasil pengamatan pada sampel cabai menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dari kedua kelompok yang melakukan pengujian. Kelompok 3 mendapatkan kandungan vitamin C pada cabai sebesar 10,56 mg/g atau 0,105% sedangkan kelompok 8 mendapatkan sebesar 8,8 mg/g atau 0,877%. Hal ini bisa disebabkan karena titrasi yang tidak akurat. Literatur Husna Amin, 2007, menyebutkan bahwa kandungan vitamin C cabai merah adalah sebesar 0,5% sehingga hasil pengamatan kelompok 8 masih dianggap akurat.
Kadar vitamin C hasil pengamatan pada sampel jambu menunjukkan jumlah sebanyak 24,64 mg/g atau sebanyak 0,245%. Kadar vitamin C pada literatur Parimin, 2007, menunjukkan bahwa pada jambu biji matang kandungan jambu biji per 100 gram nya adalah 150,5 mg. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan hasil analisis dan literatur tidak sesuai
karena hasil analisis jauh lebih rendah dibanding dengan literatur.
Kandungan vitamin C pada sampel jeruk nipis hasil pengamatan menunjukkan hasil sebanyak 11,44 mg/g atau sebanyak 0,057%. Menurut literatur Hariana, 2006, jeruk nipis mengandung sebanyak 0,27% vitamin C pada bahan. Perbandingan literatur dengan hasil analisis menunjukkan ketidak cocokan dimana hasil analisis lebih rendah dibanding literatur.
KESIMPULAN
Hasil analisis kadar lemak metode soxhlet pada berbagai sampel menunjukkan hasil yang bervariasi sesuai dengan kandungan lemak dalam sampel. Sampel santan mengandung kandungan lemak tertinggi dalam bahan yaitu sebesar 22,67%. Sampel kornet mengandung lemak dalam bahan sebesar 7,67%. Sampel tepung koro memiliki kandungan lemak paling banyak diantara sampel tepung lainnya, yaitu sebesar 4,95%. Tepung pisang dan tepung ketan memiliki kandungan lemak yang paling sedikit, dimana keduanya hanya mengandung sekitar 0,4%.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia. Jakarta
Amin, Husna. 2007. Bercocok Tanam Cabai Rawit, Cabai Merah, dan Cabai Jawa. CV Sinar Cemerlang Abadi. Jakarta
Badan Standardisasi Nasional. 2006. Kornet Daging Sapi. SNI 01-3775-2006. Jakarta; Badan Standardisasi Nasional.
Darmasih. 1997. Prinsip SOxhlet. Terdapat pada: peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ ptek97-24.pdf (Diakses pada tanggal 28 April 2014)
Gilang, Retna., Dian Rachmawanti Affandi., Dwi Ishartani. 2013. Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Koro Pedang (Canavalia ensiformis) dengan Variasi Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 no 3 hal 34-42
Hariana, Arief. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya. Jakarta
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. UI-Press. Jakarta
Makfoeld, Djair. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Gizi. Kaniskus.Yogyakarta
Parimin. 2007. Jambu Biji: Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Bogor
Ridwan, J.N., S.E Riani dan I.G.N. Suharto. 1996. Pengaruh Suhu
Pengukuran Terhadap Sifat Fisik Kimia Tepung Ketan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 2(1) : hal 1-6
Salunkhe, D. K., dan B. B. Desai. 1984. Post Harvest Biotechnology of Fruits Volume II. CRC Press Inc. Boca Raton, Florida.
Satuhu, S., Supriyadi A. 1999. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suhardiyono, L. 1988. Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Wijanarko, Simon Bambang. 2002. Analisa Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang