• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PERAN DAN KEBUTUHAN INFORMASI STAKEHOLDERS UTAMA DALAM PENGEMBANGAN SITIKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI PERAN DAN KEBUTUHAN INFORMASI STAKEHOLDERS UTAMA DALAM PENGEMBANGAN SITIKI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 15

Semarang, 20 – 21 Oktober 2021

IDENTIFIKASI PERAN DAN KEBUTUHAN INFORMASI STAKEHOLDERS UTAMA DALAM PENGEMBANGAN SITIKI

Jonathan1 dan Muhamad Abduh2

1Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no. 10 email: jonathantm19@students.itb.ac.id;

2Jurusan Teknil Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no. 10 email:abduh@itb.ac.id.

ABSTRAK

Industri konstruksi Indonesia sedang mengalami tantangan dalam meningkatkan daya saingnya seperti waste dalam jumlah besar dan tingkat fragmentasi yang tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan produktivitas industri konstruksi di Indonesia menjadi stagnan. Salah satu pendekatan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut melalui adopsi sistem informasi. Meninjau kondisi existing, sistem informasi sudah diimplementasikan dalam industri konstruksi Indonesia, namun masih belum terintegrasi. Akibatnya timbul masalah baru berupa validitas data yang diragukan. Sehingga untuk menjawab kondisi tersebut, maka dibutuhkan upaya dalam mengembangkan Sistem Informasi Terpadu Industri Konstruksi Indonesia (SITIKI). Tantangan dalam mengembangkan SITIKI adalah banyaknya pemangku kepentingan dalam industri konstruksi yang memiliki peran dan kepentingan yang berbeda- beda, sehingga menyebabkan perbedaan kebutuhan informasi yang nantinya akan diakomodasi oleh SITIKI. Oleh karena itu perlu ditentukan terlebih dahulu stakeholders utama dalam industri konstruksi Indonesia. Penelitian ini akan membahas mengenai identifikasi stakeholder menggunakan model quadruple helix; peran, kepentingan, dan kebutuhan informasi berdasarkan framework The Open Group Architecture Framework (TOGAF); penentuan stakeholders utama berdasarkan input diskusi dengan ahli; dan klasifikasi kebutuhan informasi menggunakan OmniClass Table 36-Information. Dari penelitian ini, diketahui pemangku kepentingan utama industri konstruksi Indonesia hanya pada kuadran pemerintah yaitu Kementerian PUPR, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian Perhubungan. Kemudian terkait kebutuhan informasi dari pemangku kepentingan utama dalam menjalankan proses bisnis terkait industri konstruksi hampir seluruhnya telah diakomodasi oleh teknologi informasi existing. Penelitian ini merupakan tahapan awal dalam pengembangan SITIKI karena masih banyak aspek yang harus diteliti seperti pengembangan komunitas SITIKI, model bisnis SITIKI, dan model data SITIKI.

Kata kunci: industri konstruksi, informasi, pemangku kepentingan, peran, terpadu.

1. PENDAHULUAN

Industri konstruksi di Indonesia memiliki peranan yang sangat penting, baik dalam menghasilkan infrastruktur yang dapat meningkatkan taraf kehidupan warga negaranya dan juga sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi bangsa.

Menurut Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, diprediksi bahwa industri konstruksi dapat memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hingga sebesar 10,7 persen pada tahun 2021. Di sisi lain, kenyataan yang ada yaitu industri konstruksi di Indonesia dirasa masih belum cukup kompetitif, dan mempunyai produktivitas yang rendah. Hal ini dibuktikan, dimana pada tahun 2018, menurut laporan dari World Bank Group, Indonesia masih berada pada peringkat ke-52 dalam industri konstruksi. Peringkat tersebut masih cukup tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat daya saing industri konstruksi seperti akurasi data, akuntabilitas, transparansi, dan manajemen dalam skala industri.

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan melalui pemanfaatan sistem informasi yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja serta kualitas industri konstruksi melalui pemenuhan dari kebutuhan setiap pemangku kepentingan. Sistem informasi sebenarnya sudah diterapkan dalam industri konstruksi seperti Layanan Pengadaan

(2)

Secara Elektronik (LPSE) oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat, Sistem Informasi Konstruksi Indonesia (SIKI) oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), dan lain-lain. Namun, konndisi yang ada yaitu sistem informasi belum terintegrasi. Oleh karena itu, upaya dalam pengembangan sistem informasi yang terintegrasi diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi Pasal 83 yaitu upaya membentuk sistem informasi terintegrasi dalam menyediakan data yang informasi yang akurat dan terintegrasi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.

Oleh karena itu, tulisan ini akan berfokus pada langkah awal pengembangan SITIKI sebagai bentuk dari sistem informasi terintegrasi. Dalam upaya mewujudkan rencana tersebut terlebih dahulu dimulai dengan mengidentifikasi peran, kepentingan, dan kebutuhan informasi stakeholder dalam skala industri, sehingga nantinya dapat diformulasikan suatu komunitas yang membangun sebagai kesatuan sistem informasi guna mewujudkan proses yang efektif, efisien, serta sistem yang terintegrasi dan interoperabilitas antar sistem dan stakeholder baik dari segi bisnis maupun infrastruktur dalam rangka mengembangkan kualitas serta daya saing secara keseluruhan dari industri konstruksi di Indonesia.

2. KAJIAN LITERATUR

Pemangku Kepentingan atau Stakeholders

Dalam suatu industri, mengetahui stakeholder yang berperan merupakan hal yang krusial, karena stakeholder merupakan komponen utama yang diperlukan dalam menunjang keberjalanan serta perkembangan industri tersebut.

Menurut (Carroll, 1995), stakeholder dapat diartikan sebagai "grup atau individu dengan siapa suatu organisasi berinteraksi dan memiliki hubungan saling ketergantungan, serta dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan, keputusan, kebijakan, praktik, dan juga tujuan dari organisasi tersebut." Pendefinisian stakeholder adalah langkah awal yang penting karena jika definisi terlalu sempit, akan meningkatkan risiko karena sebagian stakeholder yang juga penting, tidak dipertimbangkan. Di sisi lain, definisi yang terlalu luas dari stakeholder akan menyebabkan proses manajemen yang lebih sulit serta akan meningkatkan jumlah stakeholder yang dipertimbangkan, padahal sebenarnya tidak memiliki peran penting dalam industri tersebut.

Model Quadruple Helix

Quadruple Helix Model (Jinhyo Joseph, 2019) merupakan suatu model yang mengkolaborasikan antara industri atau bisnis, akademisi atau universitas, masyarakat, dan pemerintah. Quadruple Helix Model bertujuan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang akan berkolaborasi dalam merumuskan suatu inovasi, tidak sebatas hanya untuk identifikasi stakeholder dari industri konstruksi. Hubungan dari keempat stakeholder tersebut yaitu, akademisi sebagai peneliti dalam menghasilkan inovasi, perguruan tinggi dalam mendukung sumber daya manusia baru, pemerintah sebagai pembuat kebijakan, industri atau bisnis sebagai pihak dalam proyek, dan masyarakat atau komunitas berfungsi untuk menyesuaikan gap antara ketiga pihak tersebut.

Power-Interest Matrix

Menurut Improvement Service of United Kingdom, Power and Interest Matrix adalah metode yang digunakan untuk mengkategorikan pemangku kepentingan berdasarkan pengaruh maupun minat mereka terhadap suatu proyek.

Pengkategorian pemangku kepentingan dengan metode ini dapat memungkinkan pengguna untuk mengembangkan strategi dalam mengelola semua pemangku kepentingan secara efektif. Power-interest matrix dalam penelitian ini akan digunakan dalam mendefinisikan stakeholders utama industri konstruksi Indonesia.

Definisi dari stakeholder utama yang digunakan mengacu kepada penelitian yang telah dilakukan (Geciane, Porto.

2015), dimana stakeholder utama adalah stakeholder yang berada pada kuadran manage closely. Dengan kata lain, stakeholder yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap suatu lingkup tinjauan adalah stakeholder utama. Besar tidaknya pengaruh dari stakeholder didefinisikan sebagai kemampuan dalam memaksakan kehendaknya terhadap suatu keputusan. Dalam industri konstruksi, besarnya pengaruh dari stakeholder dapat dilihat dari penyesuaian suatu komponen dalam seluruh siklus hidup proyek atau lingkup industri terhadap keputusan atau kehendak yang ditetapkan oleh suatu stakeholder tertentu. Dalam tulisan ini, pengaruh akan diturunkan dari peran yang telah diidentifikasi dari suatu stakeholder. Sedangkan besar tidaknya minat dari stakeholder didefinisikan sebagai seberapa besar korelasi atau keterkaitan tujuan dari suatu stakeholder terhadap industri konstruksi secara langsung.

The OmniClass Construction Classification System (OCCS)

The OmniClass Construction Classification System (OCCS) adalah suatu sarana yang dapat digunakan mengatur dan mengambil informasi yang dirancang khusus untuk industri konstruksi yang dikembangkan oleh Construction

(3)

Specification Institute. OCCS berbentuk tabel dalam mengelompokkan informasi, dimana kategori yang ada didasarkan pada standar yang berlaku di Amerika Utara dan telah digunakan untuk industri konstruksi untuk seluruh siklus hidup proyek. Dalam penelitian ini, akan menggunakan OCCS sebagai acuan dalam mengklasifikasikan kebutuhan informasi stakeholders utama industri konstruksi Indonesia.

The Open Group Architecture Framework (TOGAF)

TOGAF Architecture Development Method (ADM) merupakan salah satu kerangka kerja yang menyediakan metode dan siklus dalam mendukung pengembangan arsitektur perusahaan, serta merupakan yang paling komprehensif berkaitan dengan proses bisnis yang terlibat. TOGAF juga dapat memberikan panduan menuju prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang sejalan dengan tujuan teknologi informasi, visi dan misi, serta proses bisnis organisasi (Urbaczewski, Lise dan Steven Mrdalj, 2006). Tahapan TOGAF dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Framework TOGAF (Sumber: visual-paradigm.com)

Penelitian ini hanya akan berfokus kepada tahapan A hingga D dari TOGAF, dimana tahapan A yaitu architecture vision bertujuan dalam mendefinisikan arah gerak dari organisasi yang ditinjau mencakup visi, misi, peran, dan tujuannya. Tahapan B yaitu business architecture bertujuan dalam pemetaan proses dan strategis bisnis suatu organisasi. Tahapan C yaitu information system architecture bertujuan dalam mengidentifikasi kebutuhan informasi yang dibutuhkan dalam mendukung fungsi bisnis suatu organisasi, dan tahapan D yaitu technology architecture bertujuan untuk memetakan ketersediaan informasi dari teknologi suatu organisasi khususnya sistem informasi existing.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan studi literatur terkait identifikasi stakeholder dalam industri konstruksi Indonesia menggunakan model quadruple helix. Dimana untuk kuadran pemerintah mengacu kepada entitas yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa Konstruksi. Untuk kuadran masyarakat meninjau entitas dalam forum jasa konstruksi didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan peran Masyarakat jasa Konstruksi. Untuk kuadran akademisi mencakup entitas yang menjalankan fungsi pembinaan dan penelitian. Terakhir mengenai kuadran bisnis yaitu entitas yang memiliki keterkaitan secara langsung dalam proyek konstruksi. Setelah mengidentifikasi stakeholder, dilakukan pemetaan terkait peran dan kepentingan berdasarkan input architecture vision dari framework TOGAF melalui interpretasi oleh peneliti dari dokumen visi, misi, fungsi, tugas, tujuan, dan dokumen rencana kegiatan atau program. Kemudian dilakukan diskusi dengan ahli sebagai bentuk validasi terhadap hasil interpretasi peneliti terkait peran dan kepentingan stakeholder. Parameter dalam menentukan besar atau kecilnya pengaruh maupun kepentingan dari suatu stakeholder yang diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh (Prabhu, Ganesh, 2016) kemudian dilakukan sedikit modifikasi untuk penyesuaian terhadap lingkup industri pada penelitian ini. Adapun parameter pengaruh dan kepentingan didefinisikan sebagai berikut:

Besar tidaknya pengaruh dari stakeholder dalam industri konstruksi Indonesia berdasarkan parameter sebagai berikut:

A. Besarnya pengaruh pengambilan keputusan terhadap keberlangsungan dalam lingkup proyek;

B. Besarnya pengaruh dalam penetapan proyek industri konstruksi;

C. Besarnya pengaruh dalam penetapan kebijakan pengembangan industri konstruksi;

(4)

D. Besarnya pengaruh memberikan penalti kepada entitas lain terkait pelanggaran regulasi dalam industri konstruksi.

Besar tidaknya kepentingan dari stakeholder dalam industri konstruksi Indonesia berdasarkan parameter sebagai berikut:

A. Besarnya kepentingan terkait aspek K3;

B. Besarnya kepentingan terkait pengendalian aspek biaya, mutu, atau waktu;

C. Besarnya kepentingan terkait inovasi atau perkembangan infrastruktur industri konstruksi;

D. Besarnya kepentingan terkait aspek SDM.

Pengaruh dan kepentingan stakeholder dikatakan besar apabila memenuhi 2 (dua) atau lebih dalam parameter yang telah ditetapkan. Setelah diperoleh stakeholder utama, akan dipetakan mengenai proses bisnis yang diturunkan dari uraian peran dalam industri konstruksi Indonesia serta teknologi informasi existing yang menunjang proses bisnis tersebut. Terakhir akan dilakukan perbandingan mengenai kebutuhan informasi dari proses bisnis serta ketersediaan informasi berdasarkan teknologi informasi existing, dimana informasi yang dibutuhkan akan diklasifikasikan menggunakan OmniClass Table 36-Information.

4. HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi stakeholder untuk setiap kuadran berdasarkan model quadruple helix terdapat pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Identifikasi Stakeholder Industri Konstruksi Indonesia Stakeholder Industri Konstruksi Indonesia

Kuadran

Pemerintah Akademisi Masyarakat Bisnis

1.Kementerian

PUPR 7.Kemendes PDTT

1.

Lembaga Penelitian

1. Asosiasi Badan Usaha Jasa Konstruksi

1.Pemilik Proyek

7.Perusahaan Asuransi

2.Kementerian Keuangan

8.Kementerian PPN/Bappenas

2.

Perguruan Tinggi

2. Asosiasi Profesi Jasa

Konstruksi

2.Kontraktor

8. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur 3.Kementerian

Ketenagakerjaan

9.Kementerian Perhubungan

3.

Lembaga Pelatihan

3. Asosiasi Rantai Pasok Jasa Konstruksi

3.Konsultan 4. Kementerian

Perindustrian

10.Badan Pusat Statistik

4.Manajer Proyek 5. Kementerian

Perdagangan

11.Badan Nasional Sertifikasi Profesi

5.Tenaga Kerja Konstruksi 6. Kementerian

BUMN

12.Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah

6.Pemasok

Dari 26 stakeholder yang telah teridentifikasikan, selanjutnya dilakukan penentuan besar atau kecilnya pengaruh dan kepentingan stakeholder industri konstruksi Indonesia yang telah diidentifikasi berdasarkan literatur dan diskusi dengan ahli dan hanya akan sajikan untuk stakeholders utama saja yang terdapat pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Penentuan Stakeholder Utama Industri Konstruksi Indonesia

No Stakeholder

Parameter

Pengaruh Skala Pengaruh

Parameter Kepentingan

Skala Kepentingan

Stake- holder Utama

A B C D A B C D

1 Kementerian PUPR X X X X Besar X X X X Besar X

2 Kementerian

Ketenagakerjaan - - X X Besar X - - X Besar X

(5)

3 Kementerian

PPN/Bappenas - X X X Besar - X X X Besar X

4 Kementerian Perhubungan - X X - Besar - - X X Besar X

Dari Tabel 2 didapatkan stakeholders utama industri konstruksi Indonesia adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian Perhubungan. Untuk hasil dari uraian proses bisnis, teknologi informasi existing, hingga perbandingan kebutuhan informasi dari stakeholders utama industri konstruksi Indonesia terdapat dalam sub bagian berikut.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR)

Berdasarkan studi literatur dan evaluasi dari para ahli, dapat digolongkan proses bisnis berdasarkan turunan dari peran Kementerian PUPR dalam industri konstruksi Indonesia sebagai berikut:

1. Owner dalam infrastruktur SDA, jalan, permukiman, dan perumahan. Sebagai owner, salah satu perannya adalah memberikan data terkait lokasi proyek maupun data yang bersifat superior terhadap pelaksana proyek.

2. Regulator dalam pengembangan infrastruktur wilayah dan pembiayaan infrastruktur PUPR. Dalam bertindak sebagai regulator, proses yang penting dilakukan dalam menetapkan kebijakan adalah melakukan proses pembuatan rencana kerja dan penganggaran seperti penyusunan dokumen RKA-K/L. Dalam menyusun rencana kerja tersebut maka input berupa kebutuhan informasi dapat ditinjau dari indikator kinerja dari sasaran strategis yang terdapat dalam dokumen anggaran RKA-K/L.

3. Pembina jasa konstruksi dan SDM ASN. Sebagai pembina dalam rangka pengembangan SDM ASN maupun pembinaan jasa konstruksi, dilakukan melalui penerbitan materi-materi pelatihan maupun juga standar-standar pelaksanaan jasa konstruksi seperti standar manajemen mutu, standar K3 pelaksanaan konstruksi, penyelenggaraan bangunan gedung, dan lain-lain.

4. Pengawas jasa konstruksi. Peran ini dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang telah dikerjakan sudah sesuai dengan rencana awal yang telah tetapkan, dimana lingkup pengawasan Kementerian PUPR mulai dari tahapan perencanaan, pelelangan, dan tahapan pelaksanaan.

5. Lembaga sertifikasi. Sebagai lembaga sertifikasi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi SDM dan menciptakan iklim usaha yang kondusif tentunya membutuhkan informasi mengenai detail tenaga kerja, tenaga ahli dan badan usaha yang telah tersertifikasi sehingga diperoleh informasi yang akurat mengenai jumlah tenaga kerja, tenaga ahli, dan badan usaha yang telah memperoleh sertifikasi.

Hasil dari pemetaan teknologi informasi existing yang dari Kementerian PUPR sebagai berikut:

1. Sistem Informasi Konstruksi Indonesia (SIKI) LPJKN, dibutuhkan informasi mengenai tenaga kerja dan badan usaha jasa konstruksi. Tenaga kerja mencakup tenaga kerja keahlian dan tenaga kerja keterampilan.

Selain itu informasi terkait individu atau badan usaha untuk keperluan registrasi secara daring.

2. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) PUPR, dibutuhkan informasi terkait pelaku pengadaan barang/jasa berupa entitas badan usaha jasa konstruksi untuk pendaftaran penyedia jasa; informasi keperluan pengadaan seperti database dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan dan informasi mengenai proyek.

3. Layanan Data Geospasial PUPR, bertujuan dalam melayani permohonan data geopasial, pelayanan copy data Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT), hingga melayani pengolahan data geospasial, dan pembuatan IGT kepada publik. Dibutuhkan informasi geospasial yang digolongkan sebagai geophysical site data.

4. Sistem Informasi Belajar Intensif Mandiri Bidang Konstruksi (SIBIMA Konstruksi), berupa pelatihan secara daring dalam mengurangi gap kompetensi dalam bidang keahlian konstruksi yang masih ada sampai saat ini. Informasi yang dibutuhkan berupa materi pelatihan.

5. Aplikasi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA), mencakup perizinan SDA, informasi mengenai kepemilikan tanah, monitoring anggaran secara internal, dan sistem informasi dalam menyediakan data hidrologi.

6. Sistem Informasi Direktorat Jenderal Bina Marga, merupakan sistem informasi mengenai kondisi umum jalan yang berupa peta dan terdapat informasi kondisi jalan yang terbangun. Informasi yang dibutuhkan berupa kondisi proyek existing.

7. Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (SIPANDUSATU) Direktorat Jenderal Cipta Karya, merupakan sistem informasi dalam mengakomodasi layanan dari Balai Teknologi Air Minum, Balai Bahan dan Struktur Bangunan Gedung, Balai Kawasan Permukiman dan Perumahan, Balai Teknologi Sanitasi, dan Balai Sains Bangunan. Informasi yang dibutuhkan berupa data diri calon pengguna layanan.

(6)

8. Sistem Informasi Bantuan Perumahan (SIBARU) Direktorat Jenderal Perumahan, merupakan sistem berbasis elektronik dan daring bertujuan dalam mendukung proses bisnis dalam tahap pengusulan bantuan perumahan, monitoring pelaksanaan, dan sebaran hasil pelaksanaan hingga serah terima bantuan kepada calon penerima. Informasi yang dibutuhkan berupa data calon penerima bantuan serta informasi proyek.

9. Sistem Informasi Registrasi Pengembang (SIRENG) Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PUPR, merupakan sistem informasi yang berguna dalam penerapan akreditasi dan registrasi asosiasi pengembang perumahan serta sertifikasi dan registrasi pengembang perumahan. Informasi yang dibutuhkan berupa data asosiasi pengembang yang terdaftar.

10. Sistem Informasi Pemrograman (SIPRO) Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), bertujuan mengintegrasikan sistem perencanaan dan pemrograman di BPIW serta aplikasi pemrograman di unit organisasi teknis lain di lingkungan Kementerian PUPR. Sistem perencanaan dan pemrograman diturunkan dari rencana strategis dan dituangkan dalam bentuk peta.

11. Geoprahic Information System (GIS) Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), mencakup informasi proyek terkait jalan tol yang beroperasi serta yang masih dalam masa konstruksi serta komponen lain seperti flyover, gerbang tol, jembatan, overpass, underpass, dan simpang susun. Informasi tersebut disajikan dalam peta.

Seluruh kebutuhan informasi dari proses bisnis dan teknologi informasi existing dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Perbandingan Kebutuhan Informasi Berdasarkan Proses Bisnis dan Teknologi Informasi Existing Kementerian PUPR

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia No Informasi Kode OmniClass Proses Bisnis Teknologi Informasi

1 Professional Directories 36-11 23 13 X X

2 Manufacturer Directories 36-11 23 15 X X

3 Office Standard Documents 36-51 53 00 X X

4 Reports 36-11 43 00 X

5 Instructional and Training Materials 36-71 91 25 15 X X

6 Standards 36-11 31 00 X X

7 Procurement Information 36-71 91 15 X X

8 Project Information 36-71 00 00 X X

9 Legal Information 36-11 51 00 X X

10 Guides 36-11 29 00 X

11 Articles 36-11 45 00 X

12 Geophysical Site Data 36-71 81 16 17 X

13 Planning Information 36-11 55 00 X X

14 Maps 36-11 61 00 X

15 Project Identification 36-71 11 00 X X

16 Membership Directories 36-11 23 11 X

Dapat disimpulkan berdasarkan Tabel 3 di atas, kebutuhan informasi untuk menunjang proses bisnis Kementerian PUPR sudah diakomodasi oleh teknologi informasi existing.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)

Berdasarkan studi literatur dan evaluasi dari para ahli, dapat digolongkan proses bisnis berdasarkan turunan dari peran Kemnaker dalam industri konstruksi Indonesia sebagai berikut:

1. Pembina tenaga kerja. Kemnaker memberikan pelatihan seperti materi perbaikan hasil pengelasan;

prosedur K3; penggunaan alat berat; pelaksanaan pekerjaan perekatan dan lain-lain, sehingga informasi yang dibutuhkan adalah materi pelatihan dan standar praktik yang berlaku.

2. Regulator dalam lingkup standar kompetensi kerja dan keselamatan kerja. Kemnaker mengacu kepada Regional Model Competency Standard (RMCS) yang diterbitkan oleh International Labor Organisation (ILO) dan berfokus pada fungsi-fungsi produktif suatu kegiatan usaha/industri sejenis. Selanjutnya, hal

(7)

tersebut tertuang dalam kebijakan dalam pengembangan SKKNI dimana harus memperhatikan perbandingan dan kesetaraan dengan standar internasional dan penetapan di dalam negeri.

3. Pengawas tenaga kerja. Sebagai pengawas, informasi yang dibutuhkan yaitu Rencana Kerja Binwas Norma Kerja dan Jaminan Sosial, Rencana Kerja Binwas Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja; Rencana Kerja Binwas Norma Perempuan dan Anak, dan Rencana Pengembangan dan Pengujian Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Contohnya untuk norma jaminan sosial tenaga kerja dimana pekerja wajib mendapatkan program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

4. Lembaga sertifikasi tenaga kerja. Informasi yang dibutuhkan yaitu kelengkapan data dari tenaga kerja yang ingin melakukan proses sertifikasi sebelum akhirnya mengikuti pelatihan dan di akhir diadakan pengujian.

Hasil dari pemetaan teknologi informasi existing yang dari Kemnaker sebagai berikut:

1. Sistem Informasi Ketenagakerjaan (SISNAKER), merupakan ekosistem digital yang menjadi wadah dalam mengakomodasi layanan publik serta aktivitas di bidang ketenagakerjaan baik di tingkat pusat hingga tingkat daerah. Layanan SISNAKER mencakup pusat bantuan; wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (WLKP); pengajuan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama; karirhub dan job fair;

kelembagaan; program pelatihan; portal 1 data; Sistem Informasi Layanan Produktivitas Terkini (SIPRONI); sertifikasi; informasi SKKNI; pemagangan; penggunaan tenaga kerja asing; dan terkait COVID-19.

2. Sistem Informasi Instruktur dan Tenaga Pelatihan (SINTALA), merupakan sistem informasi yang bertujuan dalam menyediakan informasi yang valid dan cepat mengenai database terkait data-data instruktur dan tenaga pelatihan untuk nantinya dapat melaksanakan pelatihan berbasis kompetensi pada lembaga pelatihan kerja di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan informasi berupa informasi instruktur dan tenaga kerja.

Seluruh kebutuhan informasi dari proses bisnis dan teknologi informasi existing dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Perbandingan Kebutuhan Informasi Berdasarkan Proses Bisnis dan Teknologi Informasi Existing Kemnaker

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia

No Informasi Kode OmniClass Proses Bisnis Teknologi Informasi

1 Membership Directories 36-11 23 11 X

2 Guides 36-11 29 00 X

3 Professional Directories 36-11 23 11 X X

4 Manufacturer Directories 36-11 23 15 X

5 Office Standard Documents 36-51 53 00 X

6 Instructional and Training Materials 36-71 91 25 15 X X

7 Articles 36-11 45 00 X

8 Reports 36-11 43 00 X

9 Standards 36-11 31 00 X X

10 Legal Information 36-11 51 00 X X

11 Project Information 36-71 00 00 X

Pada Tabel 4 diketahui bahwa secara umum, sudah seluruh kebutuhan informasi terkait proses bisnis utama dari Kementerian Ketenagakerjaan telah diakomodasi oleh teknologi informasi existing kecuali terkait project information, dimana dari proses bisnis ketenagakerjaan terkait dengan pengawas tenaga kerja membutuhkan informasi terkait pelaksanaan norma-norma yang ada misalnya terkait jaminan sosial ketenagakerjaan dalam pelaksanaan proyek, atau terkait K3 di tempat kerja, namun dari studi literatur yang dilakukan, belum ditemukan teknologi informasi yang mengakomodasi fungsi tersebut.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas)

Berdasarkan studi literatur dan evaluasi dari para ahli, dapat digolongkan proses bisnis berdasarkan turunan dari peran Kementerian PPN/Bappenas dalam industri konstruksi Indonesia sebagai berikut:

(8)

1. Regulator dalam lingkup perencanaan pembangunan menghasilkan output berupa Rencana Pengembangan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), berdasarkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, informasi yang dibutuhkan mencakup aspirasi masyarakat, background study, hasil evaluasi RPJMN sebelumnya, dan Dokumen Rencana Strategis K/L.

2. Pengawas dalam pelaksanaan pembangunan. Sebagai pengawas dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 14 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PPN/Bappenas pasal 188 dimana dilakukan oleh Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan yang dilakukan atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan. Objek pemantauan mencakup realisasi anggaran, realisasi fisik, permasalahan proyek, status pelaksanaan, dan capaian indikator.

3. Koordinator dengan K/L/D dan Kementerian Keuangan. Fungsi koordinator secara fisik dilakukan dengan rapat koordinasi maupun juga dalam bentuk lain. Oleh karena itu informasi yang dibutuhkan diklasifikasikan sebagai laporan atau reports.

4. Pembina SDM perencana. Pembinaan SDM khususnya untuk jabatan fungsional perencana, dilakukan oleh Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Kementerian PPN/Bappenas dalam rangka perencanaan pembangunan yang berkualitas dan kredibel, sehingga dibutuhkan informasi berupa materi pelatihan.

Hasil dari pemetaan teknologi informasi existing yang dari Kemnaker sebagai berikut:

1. Data dan publikasi Kementerian PPN/Bappenas, mencakup statistik, publikasi, dan infografis seperti mencakup data ekonomi; pemantauan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan; kemaritiman dan sumber daya alam; kependudukan dan ketenagakerjaan; dan lain-lain, sehingga dikategorikan sebagai informasi yang digunakan dalam merencanakan program atau kebijakan.

2. Sistem Informasi dan Manajemen Data Dasar Regional (SIMREG), merupakan teknologi informasi yang bertujuan dalam menyediakan 5 indikator makro pembangunan yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, indeks pembangunan manusia (IPM), rasio gini, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT), sehingga klasifikasi informasi sama dengan data dan publikasi Kementerian PPN/Bappenas yaitu informasi yang digunakan dalam merencanakan program atau kebijakan.

3. Sistem Informasi dan Pembelajaran Elektronik Perencana (SIPENA), merupakan teknologi informasi yang bertujuan dalam pembinaan dan pengembangan jabatan fungsional perencana dan program pendidikan serta pelatihan bagi pegawai PPN/Bappenas, perencana pusat dan daerah dalam rangka peningkatan kompetensi perencana dan kapasitas instansi. Oleh karena itu dibutuhkan informasi berupa materi pelatihan.

4. Sistem Perencanaan, Penganggaran, Analisis, dan Evaluasi Kemiskinan Terpadu (SEPAKAT), merupakan teknologi informasi yang bertujuan dalam peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam perbaikan kualitas dokumen dan proses perencanaan, penganggaran, pemantauan, serta evaluasi. Dalam aplikasi SEPAKAT terdapat statistik seperti tingkat pendidikan, sanitasi layak, kondisi infrastruktur, angka melek muruf, dan indikator lainnya untuk setiap wilayah di Indonesia, sehingga informasi tersebut juga diklasifikasikan sebagai informasi yang digunakan dalam merencanakan program atau kebijakan.

5. Electronic Monitoring and Evaluation (E-Monev) Bappenas, yaitu aplikasi yang berfokus kepada pelaporan data realisasi pelaksanaan rencana kerja dari kementerian dan lembaga dalam mendukung pelaksanaan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan. Oleh karena itu dibutuhkan informasi terkait informasi proyek serta dokumen rencana kegiatan dari rencana kerja K/L.

Seluruh kebutuhan informasi dari proses bisnis dan teknologi informasi existing dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5. Perbandingan Kebutuhan Informasi Berdasarkan Proses Bisnis dan Teknologi Informasi Existing Kementerian PPN/Bappenas

Kementerian PPN/Bappenas Republik Indonesia

No Informasi Kode OmniClass Proses Bisnis Teknologi Informasi

1 Legal Information 36-11 51 00 X X

2 Reports 36-11 43 00 X X

3 Articles 36-11 45 00 X

4 Planning Information 36-11 55 00 X X

(9)

5 Maps 36-11 61 00 X

6 Guides 36-11 29 00 X

7 Membership Directories 36-11 23 11 X

8 Instructional and Training Materials 36-71 91 25 15 X X

9 Project Identification 36-71 11 00 X X

10 Project Information 36-71 00 00 X X

Dapat disimpulkan berdasarkan Tabel 5 di atas, kebutuhan informasi untuk menunjang proses bisnis Kementerian PPN/Bappenas sudah diakomodasi oleh teknologi informasi existing.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub)

Berdasarkan studi literatur dan evaluasi dari para ahli, dapat digolongkan proses bisnis berdasarkan turunan dari peran Kemenhub dalam industri konstruksi Indonesia sebagai berikut:

1. Regulator dalam lingkup transportasi nasional. Sebagai regulator dalam lingkup transportasi nasional, output-nya adalah rencana pengembangan proyek-proyek transportasi nasional yang mencakup bandara, pelabuhan, terminal, kereta api, dan lain-lain maupun program-program kerja lain seperti pembinaan. Sama seperti Kementerian PUPR, dimana input yang dibutuhkan berupa indikator kinerja dari sasaran strategis dengan membuat rencana kerja terlebih dahulu. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 186 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran, dimana tertulis bahwa pemerintah menentukan prioritas pembangunan beserta kegiatan-kegiatan yang tertuang nantinya dalam RKP/ Selanjutnya mengacu kepada RKP tersebut, Kementerian Perhubungan menyusun program dengan indikator kinerja utama (IKU) serta kegiatan dengan indikator kinerja kegiatan (IKK).

2. Owner dalam proyek transportasi. Klasifikasi kebutuhan informasi disamakan dengan Kementerian PUPR karena keterbatasan literatur secara daring.

3. Pembina SDM transportasi. Dalam bertindak sebagai pembina SDM, dilakukan oleh Badan Pengembangan SDM Perhubungan (BPSDMP) dalam program-program berupa sekolah kedinasan, yang dibagi menjadi Matra Darat, Matra Laut, dan Matra Udara. Program pembinaan dilakukan melalui baik melalui balai pendidikan dan pelatihan maupun politeknik yang berada di bawah BPSDMP. Oleh karena itu dibutuhkan informasi berupa standar praktik dan materi pelatihan.

Hasil dari pemetaan teknologi informasi existing yang dari Kemenhub sebagai berikut:

1.

Data dan Publikasi Kementerian Perhubungan; Informasi mencakup profil Kementerian Perhubungan;

profil pejabat Kementerian Perhubungan; kegiatan, program, dan rencana yang terdiri dari Rencana Strategis Kemenhub, RKA/KL, rencana kerja; laporan pelaksanaan kegiatan, laporan akuntabilitas kinerja, laporan keuangan; laporan layanan informasi publik; dan lain-lain yang dapat diklasifikasikan sebagai informasi hukum maupun reports.

2.

LPSE Kementerian Perhubungan, dimana hampir sepenuhnya sama dengan laman LPSE PUP, hanya pada lingkup informasi badan usaha jasa konstruksi di bidang perhubungan serta informasi proyek di bidang perhubungan, seperti bandara, kereta, pelabuhan, dan lain-lain.

3.

Sistem Informasi Pelabuhan (SIMPEL), merupakan sistem informasi dalam menunjang kegiatan Direktorat Kepelabuhanan dalam menyediakan informasi pelabuhan dan informasi mengenai perizinan dan persetujuan mengenai kepelabuhanan. Mengenai informasi pelabuhan terdiri dari informasi mengenai kebijakan pelabuhan nasioal, rencana lokasi, serta hierarki pelabuhan. Informasi yang dibututuhkan mengenai proyek serta dokumen hukum yaitu Rencana Induk Pelabuhan Nasional.

4.

Sistem Pengurusan Perizinan Analisis Dampak Lalu Lintas (Si Andalan), bertujuan dalam membantu proses perizinan persetujuan analisis dampak lalu lintas di lingkungan Kementerian Perhubungan, sehingga dibutuhkan informasi berupa data organisasi yang ingin menggunakan layanan Si Andalan.

5.

Sistem Manajemen Pengaduan (Simadu), bertujuan dalam pengelolaan dan tindak lanjut pengaduan terhadap perbuatan yang berindikasi pada tindak pidana. Pada laman Simadu, untuk melakukan pengaduan, maka harus terlebih dahulu melakukan pendaftaran yang hanya membutuhkan data personel yang melakukan pengaduan seperti nama, email, dan telepon.

Seluruh kebutuhan informasi dari proses bisnis dan teknologi informasi existing dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut:

(10)

Tabel 6. Perbandingan Kebutuhan Informasi Berdasarkan Proses Bisnis dan Teknologi Informasi Existing Kementerian Perhubungan

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

No Informasi Kode OmniClass Proses Bisnis Teknologi Informasi

1 Legal Information 36-11 51 00 X X

2 Reports 36-11 43 00 X

3 Guides 36-11 29 00 X

4 Articles 36-11 45 00 X

5 Manufacturer Directories 36-11 23 15 X

6 Office Standard Documents 36-51 53 00 X

7 Project Information 36-71 00 00 X X

8 Project Identification 36-71 11 00 X X

9 Maps 36-11 61 00 X

10 Instructional and Training Materials 36-71 91 25 15 X

11 Standards 36-11 31 00 X X

Pada tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa hampir seluruh informasi yang dibutuhkan dalam proses bisnis utama sudah diakomodasi oleh teknologi informasi existing kecuali untuk instructional and training materials, dimana dalam proses bisnis, informasi tersebut digunakan dalam pembinaan SDM transportasi baik melalui balai pendidikan dan pelatihan maupun politektik. Sedangkan berdasarkan studi literatur yang sudah dilakukan, belum ditemukan teknologi informasi yang dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut seperti halnya SIBIMA PUPR, Sisnaker Kemnaker, dan SIPENA Bappenas.

5. KESIMPULAN

Stakeholders utama industri konstruksi dalam tulisan ini mengacu kepada entitas yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang besar sesuai dengan parameter yang sudah ditetapkan, dimana pengaruh diturunkan dari peran stakeholder. Hasil terkait stakeholders utama industri konstruksi Indonesia hanya terdapat dalam kuadran pemerintah yaitu Kementerian PUPR, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian Perhubungan. Secara umum, stakeholder utama memiliki peran sebagai owner, regulator, pembina, dan pengawas dalam lingkup yang berbeda-beda.

Kebutuhan informasi dari stakeholders utama diturunkan dari proses bisnis utama sesuai dengan peran dalam industri konstruksi Indonesia, serta dibandingkan juga dengan informasi yang telah diakomodasi oleh teknologi informasi existing. Klasifikasi informasi yang umumnya dibutuhkan stakeholders utama yaitu standar untuk mengakomodasi fungsi sebagai pembina dan regulator, legal information untuk mengakomodasi fungsi sebagai regulator, project information untuk mengakomodasi fungsi sebagai onwer dan pengawas, dan instruction and training materials untuk mengakomodasi fungsi sebagai pembina.

6. DAFTAR PUSTAKA

Carroll, Archie B. (1995). Stakeholder Thinking in Three Models of Management Morality: A Perspective with Strategic Implications, University of Georgia

Geciane, Porto. (2015). “Project Stakeholder Management: A Case Study of a Brazilian Science Park”. Journal of Technology Management and Innovation

Joseph, Jinhyo. (2019). “Micro and Macro Dynamics of The Open Innovation with a Quadruple Helix Model”.

Daegu Gyeongbuk Institute of Science and Technology

Poerwandari, E.K. (2007). “Pendekatan Kualitatif dalam penelitian Psikologi”. Universitas Indonesia

Prabhu, Ganesh. (2016). “Study on The Influence of Stakeholders in Construction Industry”. Kamaraj College of Engineering and Technology

Urbaczewski, Lise. Mrdalj. (2006). “A Comparison of Enterprise Architecture Frameworks”. Steven Eastern Michigan University

Gambar

Gambar 1. Framework TOGAF (Sumber: visual-paradigm.com)
Tabel 3. Perbandingan Kebutuhan Informasi Berdasarkan Proses Bisnis dan Teknologi Informasi Existing  Kementerian PUPR
Tabel 4. Perbandingan Kebutuhan Informasi Berdasarkan Proses Bisnis dan Teknologi Informasi Existing  Kemnaker
Tabel 6. Perbandingan Kebutuhan Informasi Berdasarkan Proses Bisnis dan Teknologi Informasi Existing  Kementerian Perhubungan

Referensi

Dokumen terkait

Suku Bunga berpengaruh negatif - dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh + terhadap indeks saham JII Secara simultan inflasi, suku bunga, jumlah uang beredar dan kurs signifikan

Hasil penelitian menunjukkan dukungan keluarga ibu bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Purwoasri Kediri sebagian besar (90%) adalah baik, sedangkan lama

hepar, pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah lewat masanya,

Setelah melakukan kegiatan pembelajaran daring tahap III selama 3 minggu pada bulan juli 2020, ternyata guru menemukan ada permasalahan dalam melaksanakan

Melalui literasi, browsing internet, diskusi kelompok dan penugasan, peserta didik mempunyai kemampuan bekerja sama, terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran dan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah salah satu kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Hasil uji lanjut (Tabel 5) menunjukan bahwa waktu penggandaan diri sel Chaetoceros sp.dengan perlakuan warna cahaya lampu putih berbeda nyata dengan perlakuan

Membina hubungan saling percaya, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias, makan dan minum dengan baik,