• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LANDASAN TEORI 2.1.1. CITRA MEREK 2.1.1.1. Pengertian

Menurut Norman A. Hart dan John Staplenton dalam kamus Marketing (1995 : 23,24,104), definisi dari Citra (Image) adalah gabungan gambaran kejiwaan yang dibentuk oleh orang tentang suatu organisasi atau produk seperti merek, gambaran tentang suatu barang yang ada di pasar.

Sedangkan Merek (Brand) adalah nama produk yang sudah ditetapkan, yang biasanya mengandung nilai-nilai kelayakan bagi konsumen maupun perusahaan yang bersangkutan dan biasanya telah didaftarkan ke kantor Pencatatan Hak Paten. Jadi yang dimaksud dengan Citra Merek (Brand Image) adalah kesan yang diperoleh sebuah merek dari pangsa-pangsa pasarnya, kerapkali citra mengenai suatu merek dikaitkan dengan gambaran abstrak mengenai produk itu. Citra demikian ini mungkin merupakan hasil dari suatu tindakan pemasaran yang telah direncanakan sebelumnya atau semata-mata merupakan hasil interaksi dan persepsi pasar.

Kotler dan Armstrong (2001 : 225) mengemukakan dalam bukunya

bahwa Citra Merek adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek

tertentu. Winardi (1991 : 129) juga mendefinisikan Citra Merek adalah merupakan

suatu kompleks simbol-simbol dan arti yang berkaitan dengan merek yang

(2)

diminati dan diperhatikan oleh konsumen akan produk-produk yang mereka beli atau pekai.

Sonni (1998 : 93,97) mengemukakan dalam bukunya bahwa dalam pelajaran marketing konvensional, pembahasan merek hanya diletakkan sebagai bagian dari produk. Merek hanya digunakan sebagai identitas dari suatu produk.

Padahal kenyataan sekarang ini menunjukkan bahwa merek bisa lebih berharga daripada produk itu sendiri. Harga dari suatu citra terbukti dari asosiasi yang dikatakan konsumen ketika mendengar sepeda motor merek Honda, ketika mendengar sepeda motor merek Honda mereka mengatakan bahwa sepeda motor merek Honda irit, ada yang mengatakan resale value alias nilai jual kembalinya tinggi, ada yang mengatakan bandel, ada juga yang mengatakan ngacir, keseluruhan asosiasi yang dikatakan oleh konsumen yang melekat pada merek itulah yang membentuk citra suatu merek atau brand image.

Merek mempermudah konsumen mengidentifikasikan produk atau jasa, sedangkan citra merek terjadi karena keyakinan konsumen akan memperoleh kualitas barang yang sama jika mereka membeli ulang pada merek yang sama yang telah mereka beli sebelumnya. Bagi penjual, merek merupakan sesuatu yang bisa diiklankan dan akan dikenali konsumen bila sedang diragakan di etalase toko.

Merek juga menolong penjual mengendalikan pasar mereka karena pembeli tidak

mau dibingungkan oleh produk yang satu dengan produk lainnya. Merek

mengurangi perbandingan harga karena konsumen akan sukar membandingkan

harga dari dua macam barang dengan merek yang berbeda. Akhirnya, bagi para

penjual, merek dapat menambah ukuran prestise untuk dibedakan dari komoditi

(3)

biasa lainnya. Konsumen akan lebih mudah dan tidak dibingungkan lagi oleh berbagai macam merek yang ada karena citra merek yang telah melekat dibenak mereka. William J. Stanton (1984 : 270).

2.1.1.2. Manfaat Merek

Menurut Philip Kotler (1992 : 112) terdapat banyak manfaat merek, baik bagi penjual, distributor, maupun konsumen, yaitu :

1. Bagi Penjual :

a. Nama merek memudahkan penjual untuk mengolah pesanan-pesanan dan menekan permasalahan.

b. Nama merek dan tanda dagang akan secara hukum melindungi penjual dari pemalsuan ciri-ciri produk, karena bila tidak, setiap pesaing akan meniru produk yang telah berhasil di pasaran.

c. Merek memberi penjual peluang kesetiaan konsumen pada produk.

d. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokkan pasar ke dalam segmen-segmen.

e. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya merek yang baik.

2. Bagi Distributor :

Distributor menginginkan adanya merek sebagai cara untuk memudahkan

penanganan produk, mengidentifikasi pembekal, meminta produksi agar

bertahan pada standar mutu tertentu dan juga meningkatkan pilihan para

pembeli.

(4)

3. Bagi Konsumen :

Konsumen menginginkan dicantumkannya merek untuk mempermudah mengenali perbedaan mutu serta agar dapat berbelanja dengan lebih efisien.

2.1.1.3. Penggolongan Merek

Menurut Basu Swastha Dh (1984 : 135-137) pada pokoknya, merek dapat digolongkan menurut empat cara :

1. Pemilikan

Berdasarkan pemilikannya, merek dibagi menjadi dua macam, yaitu : a. Merek Produsen (merek yang dimiliki oleh produsen).

b. Merek distributor (merek yang dimiliki oleh penyalur).

2. Luas daerah geografis

Berdasarkan luas daerah geografis dimana merek digunakan, merek dibagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Merek nasional (merek barang yang dipasarkan secara nasional atau internasional ).

b. Merek regional (merek barang yang penjualannya hanya di daerah tertentu, misalnya se Jawa, atau satu propinsi saja).

3. Tingkat pentingnya barang yang memakai merek Dalam hal ini, merek dibedakan ke dalam :

a. Merek primer, yaitu merek untuk barang-barang yang berkualitas

tinggi, biasanya diutamakan dalam periklanan.

(5)

b. Merek sekunder, yaitu merek yang digunakan untuk maksud tertentu atau untuk menjual barang yang berkualitas rendah.

4. Banyak barang yang menggunakan merek

Menurut banyaknya barang yang menggunakan merek, merek dapat digolongkan ke dalam dua macam :

a. Merek individual, yaitu merek yang digunakan hanya pada satu macam barang saja.

b. Merek kelompok (family brand), yaitu merek yang digunakan pada beberapa macam barang. Misalnya merek Honda, selain dipakai untuk sepeda motor, juga untuk mobil dan mesin pembangkit tenaga listrik.

2.1.1.4. Strategi Pemberian Merek

Menurut Philip Kotler (1992 : 114), produsen yang ingin mencantumkan merek pada produknya akan menghadapi beberapa pilihan stategi pemberian nama merek, yaitu :

1. Nama merek khusus (individual brandname), yaitu pemberian nama merek yang berbeda bagi tiap item jenis produk.

2. Nama kelompok gabungan bagi semua produk (a blanket family name), yaitu pengunaan nama merek yang sama pada semua item dan lini produk.

3. Nama kelompok yang terpisah (separate family name), yaitu pemakaian nama merek yang berbeda bagi tiap lini produk.

4. Nama perusahaan digabung dengan nama khusus (company trade name

combined with individual product names).

(6)

2.1.1.5. Kategori Penilaian Ekuitas Merek

Kotler dan Armstrong (2001 : 357) berpendapat bahwa terdapat lima kategori yang harus diperhatikan dalam menilai ekuitas merek yaitu :

1. Merek akan berekuitas tinggi apabila memiliki loyalitas merek yang tinggi.

2. Kesadaran nama.

3. Kualitas yang diterima.

4. Asosiasi merek yang kuat.

5. Aset lain seperti paten, merek dagang, dan hubungan saluran.

2.1.1.6. Strategi Merek

Dalam upaya mempertahankan atau memperluas pasar yang ada, Philip Kotler (1992 : 115-117) mengajukan beberapa strategi merek yang bisa dijadikan alternatif, yaitu :

1. Strategi perluasan merek ialah setiap usaha pemanfaatan merek yang sudah berhasil untuk memasarkan produk baru atau produk yang dimodifikasi.

2. Keputusan merek-ganda (multi-brand decision), yaitu penjual membuat dua atau lebih merek dalam kategori atau kelompok produk yang sama.

3. Keputusan penempatan kembali merek (brand-repositioning decision),

yaitu bagaimanapun baiknya penempatan (posisi) merek tertentu di pasar,

perusahaan harus meninjaunya di kemudian hari di karenakan mungkin

saja pesaing memasarkan merek baru yang mirip dengan merek

(7)

perusahaan sehingga bagian pasar berkurang atau karena konsumen mulai beralih ke merek lain, sehingga jumlah permintaan untuk merek milik perusahaan menyusut.

2.1.2. PELAYANAN PURNA PENJUALAN

Pelayanan Purna Penjualan adalah seurutan jasa-jasa yang diberikan kepada konsumen atas barang atau produk yang telah dibeli dan diterimanya pesanan barang atau produk tersebut, hal ini berguna untuk membangun kepercayaan konsumen dan merupakan dasar hubungan usaha di hari kemudian. Jika diperlukan pembangunan instalasi mekanik, perwakilan harus meyakinkan diri bahwa pekerjaan ini dilaksanakan dengan baik. William J.

Stanton (1996 : 171).

Philip Kotler (1992 : 123) mengemukakan pada bukunya bahwa para pelanggan tidak hanya menginginkan jasa pelayanan tertentu saja, tetapi juga dalam tingkat dan kualitas yang tepat. Jadi jelas perusahaan manapun harus meneliti tingkat pelayanannya sendiri dan juga pesaing, sehingga apakah yang telah dilakukan selama ini telah memenuhi harapan konsumen.

Menurut Philip Kotler (1992 : 123) perusahaan dapat melihat kekurangan pelayanannya melalui beberapa cara seperti :

1. Belanja untuk perbandingan.

2. Penelitian konsumen secara bersekala.

3. Menyediakan kotak saran.

4. Sistem penyelesaian keluhan.

(8)

Menurut Philip Kotler (1992 : 124) perusahaan juga harus mempunyai pilihan dalam rangka penyediaan jasa perbaikan sebagai berikut :

1. Mengangkat dan melatih para tenaga reparasinya sendiri, kemudian menempatkan mereka ke seluruh daerah pemasaran.

2. Membuat perjanjian dengan para distibutor dan dealer untuk menyediakan jasa perbaikan atau reparasi.

3. Membiarkan perusahaan lain untuk menyediakan jasa perbaikan atau reparasi.

Menurut Philip Kotler (1992 : 124) setelah menyadari betapa pentingnya jasa pelayanan bagi pelanggan, banyak perusahaan telah membentuk departemen atau bagian khusus yang menangani pelayanan pada konsumen dalam bentuk-bentuknya sebagai berikut :

1. Keluhan dan penyesuaian

Untuk menangani segala bentuk keluhan, diperlukan produser tertentu.

2. Fasilitas kredit

Banyak perusahaan saat ini menawarkan sejumlah cara kredit, misalnya pembelian dengan angsuran, kredit pinjaman dan sewa beli.

3. Jasa perawatan

Kebanyakan perusahaan yang dikelola dengan baik memiliki bagian suku cadang dan pelayanan yang efektif, tangkas dengan biaya memadai.

4. Bantuan teknis

Bagi pelanggan yang membeli peralatan yang sifatnya kompleks,

perusahaan dapat menyediakan jasa bantuan teknis.

(9)

5. Jasa informasi

Bagian informasi dapat juga dibentuk dengan fungsi pokok memberikan jawaban atas segala pertanyaan konsumen serta menyajikan segala informasi mengenai produk baru, ciri-cirinya, prosesnya, perkiraan perubahan harga, jumlah persediaan yang ada, serta kebijakan-kebijakan baru yang diambil perusahaan.

2.1.3. KEPUTUSAN MEMBELI

Keputusan membeli oleh Kotler dan Armstrong (2001 : 226) adalah tahap proses pengambilan keputusan membeli di mana konsumen benar- benar membeli produk. Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat atas merek dan membentuk niat untuk membeli. Biasanya keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan membeli.

Menurut Philip Kotler (1998 : 252) ada beberapa peranan yang mungkin dimainkan orang dalam sebuah keputusan membeli :

1. Pengambilan inisiatif (initiator). Pengambilan inisiatif adalah orang yang pertama-tama menyarankan atau memikirkan gagasan membeli produk atau jasa tertentu.

2. Orang yang mempengaruhi (influences). Seseorang yang memberikan

pengaruh adalah orang yang pandangan atau nasihatnya diperhitungkan

dalam membuat keputusan akhir.

(10)

3. Pembuat keputusan (decides). Pembuat keputusan adalah seseorang yang pada akhirnya menentukan sebagian besar atau keseluruhan keputusan membeli : apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau di mana membeli.

4. Pembeli (buyer). Pembeli adalah seseorang yang melakukan pembelian yang sebenarnya.

5. Pemakai (user). Pemakai adalah seseorang atau beberapa orang yang menikmati atau memakai produk atau jasa.

2.1.3.1. Tipe-tipe Perilaku Keputusan Membeli

Tipe-tipe perilaku keputusan membeli menurut Kotler dan Armstrong (2001 :219) :

1. Perilaku membeli yang kompleks

Perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli, dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan yang lain.

2. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan

Perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibatan

konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan di antara

merek-merek.

(11)

3. Perilaku membeli karena kebiasaan

Perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan yang dirasakan di antara merek-merek yang ada.

4. Perilaku membeli yang mencari variasi

Perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan di antara merek dianggap besar.

2.1.3.2. Tahap-tahap dalam Proses Keputusan Membeli

Tahap-tahap dalam proses keputusan membeli menurut Kotler dan Armstrong (2001 : 222-2228) :

1. Pengenalan kebutuhan

Tahap pertama proses pengambilan keputusan membeli dimana konsumen mengenali suatu masalah atau kebutuhan.

2. Pencarian informasi

Tahap proses keputusan membeli dimana konsumen telah tertarik untuk mencari lebih banyak informasi : konsumen mungkin hanya meningkatkan perhatian atau mungkin aktif mencari informasi.

3. Evaluasi alternatif

Tahap dalam proses pengambilan keputusan membeli dimana konsumen

menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek-merek alternatif

dalam satu susunan pilihan.

(12)

4. Keputusan membelian

Tahap dalam proses pengambilan keputusan membeli dimana konsumen benar-benar membeli produk.

5. Perilaku pasca pembelian

Tahap dalam proses pengambilan keputusan membeli dimana konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan kepuasan dan ketidakpuasan yang mereka rasakan.

2.1.4. HUBUNGAN CITRA MEREK DAN KEPUTUSAN MEMBELI

Citra merek mempunyai posisi yang penting dalam keputusan pembelian karena salah satu keputusan dalam struktur pembelian adalah keputusan mengenai merek. Salah satu yang mengakibatkan konsumen menentukan salah satu merek yang akan mereka beli di antara banyak merek adalah adanya keyakinan konsumen bahwa mereka akan memperolah kualitas barang yang sama jika mereka membeli ulang pada merek yang sama yang telah mereka beli. Konsumen akan lebih mudah dan tidak dibingungkan lagi oleh berbagai macam merek yang ada karena citra merek yang telah melekat dibenak mereka ( William J. Stanton : 1984, 270 ).

Citra merek akan memudahkan konsumen dalam membedakan

mutu sehingga dapat berbelanja ( dalam mengambil keputusan ) secara lebih

efisien.

(13)

Merek juga sangat berperan dalam membentuk persepsi konsumen tentang kualitas produk. Persepsi yang terbentuk melalui merek tersebut akan banyak mempengaruhi keputusan pembelian yang di lakukan konsumen.

2.1.5. HUBUNGAN PELAYANAN PURNA PENJUALAN DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI

Pelayanan purna penjualan adalah juga salah satu yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidak puasan.

Kepuasan sangat penting karena penjualan perusahaan datang dari dua dasar, yaitu pelanggan baru dan pelanggan lama. ( Phillip Kotler : 1992 )

Biasanya biaya untuk menarik pelanggan baru lebih besar ketimbang mempertahankan yang lama dan cara terbaik untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada sekarang adalah membuat mereka tetap merasa puas. Pelanggan yang puas membeli produk berulang kali, memuji produk yang dibelinya didepan teman-temannnya, kurang memperhatikan merek dan iklan pesaing, serta membeli juga produk lain dari perusahaan yang sama.

Banyak pemasar berusaha memenuhi lebih banyak harapan pelanggan mereka bermaksud membuat pelanggan menjadi amat gembira. Pelanggan yang amat gembira kemungkinan besar akan membeli berulang kali dan memuji produk serta perusahaan penjual.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan banyaknya

pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan

(14)

menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru. Jadi pelayanan khususnya pelayanan purna penjualan secara tidak langsung akan mempengaruhi pandangan dan penilaian tentang suatu merek, sehingga menjadi pertimbangan dalam memutuskan pembelian suatu produk.

2.2. KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam pelajaran marketing konvensional, pembahasan merek hanya diletakkan sebagai bagian dari produk. Merek hanya digunakan sebagai identitas dari suatu produk. Padahal kenyataannya sekarang ini menunjukkan bahwa merek bisa lebih berharga daripada produk itu sendiri. Citra merek yang baik oleh konsumen mengenai suatu merek, akan membuat konsumen setia dan selalu membeli produk dengan merek yang sama karena telah mengetahui bahwa mereka akan mendapatkan fitur, manfaat, dan kualitas yang sama setiap kali membeli ulang produk dengan merek yang sama tersebut.

Kegiatan menjual tidak berhenti sampai penjual terjadi dan uang sudah di tangan. Dalam produk industri dan produk konsumen tahan lama, kegiatan menjual yang sesungguhnya baru dimulai sesudah penjualan di buat.

Pelayanan purna penjualan juga memainkan peranan vital dalam penjualan.

Pelayanan purna penjualan yang membedakan satu merek dengan merek lain.

(15)

Dalam pelayanan purna penjualan, perusahaan akan menceritakan kepada pelanggan bukan hanya tentang kualitas dan maslahat produk, melainkan juga tentang jenis pelayanan purna penjualan yang akan konsumen terima dengan baik.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas tersebut, penulis akan melakukan penelitian seberapa besar pengaruh citra merek dan pelayanan purna penjualan terhadap keputusan membeli sepeda motor Honda Supra di PT.

Nusantara Sakti Semarang, juga bisa disimpulkan perumusan hipotesa tersebut dapat diketahui adanya variabel dalam penelitian ini, yaitu :

a. Variabel independen (sebab) : - Citra Merek (X

1

)

- Pelayanan Purna Penjualan (X

2

) b. Variabel dependen (akibat) : - Keputusan Membeli (Y)

Gambar 11.1.

Kerangka Pemikiran

Citra Merek

Keputusan Membeli

Pelayanan Purna Penjualan

(16)

2.3. HIPOTESIS

Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar, atau mungkin juga salah. Dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan diterima jika fakta-fakta membenarkannya. Drs. Marzuki (2002 : 35).

Berdasarkan pokok permasalahan serta tujuannya maka dapat diambil hipotesa sebagai berikut :

1. Ada pengaruh yang positif antara citra merek terhadap keputusan membeli sepeda motor Honda Supra di PT. Nusantara Sakti Semarang.

2. Ada pengaruh yang positif antara pelayanan purna penjualan terhadap keputusan membeli sepeda motor Honda Supra di PT. Nusantara Sakti Semarang.

3. Ada pengaruh yang positif antara citra merek sepeda motor Honda Supra

di PT. Nusantara Sakti Semarang dan pelayanan purna penjualan sepeda

motor Honda Supra di PT. Nusantara Sakti Semarang terhadap keputusan

membeli sepeda motor Honda Supra di PT. Nusantara Sakti Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini peneliti akan mengambil data variabel terikat (perilaku anak mengkonsumsi jajanan sehat maupun variabel bebas (pengetahuan dan sikap mengenai konsumsi

Pengawasan terhadap APBDes yang dilakukan oleh BPD telah dilaksanakan, hal ini diketahui dari proses pengawasan yang dilakukan oleh BPD terhadap Laporan Penyelenggaraan

Oleh kerana Nabi dianggap manusia yang sempurna kerana adanya bimbingan wahyu maka, segala perbuatan, perlakuan dan pengakuan Nabi ini mestilah diikuti oleh semua

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa orang tua yang ada di Desa Long Payau belum memahami perbedaan gender dengan jenis kelamin karena mereka masih membedakan

Cara kerja alat bantu ini menggunakan Input Data yang berasal dari Sensor Kompas sebagai penentu arah Mata Angin dan Sensor Rotary Encoder Sebagai Input dari Pengukur Kecepatan

Berdasarkan hasil perhitungan pada hasil jawaban setuju sebesar 67,86%, hal ini menunjukkan bahwa GCG sudah terwujud dan komite GCG berperan serta dalam meningkatkan

Setelah memotivasi siswa, guru mengutarakan bagaimana pelaksanaan pembelajaran kooperetif totur sebaya ini kepada siswa dan membagi siswa kedalam kelompok dengan

Pada hasil yang diperoleh pada persamaan regresi linear maka dihasilkan curve fitting titik solusi yang bernilai paling besar yaitu berada pada nilai x sebesar -6 dan