• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISSN (Cetak) : ISSN (Online) :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISSN (Cetak) : ISSN (Online) :"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ISSN (Online) : 2621-1149

(3)

EDITORIAL TEAM Ketua Penyunting

Masykur Arif, Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Sumenep

Penyunting Pelaksana:

Syafiqurrahman, Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Sumenep.

Penyunting:

Abd. Warits, Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Sumenep.

Mohammad Takdir, Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Sumenep.

Ach. Maimun, Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Sumenep.

Fathor Rachman, Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Sumenep.

Moh. Wardi, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Nahzatut Thullab, Sampang.

Moh. Dannur, Institut Agama Islam (IAI) ِAl-Khairat, Pamekasan.

IT Support:

Faizy, Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Sumenep, Indonesia

Alamat Redaksi: REDAKSI JPIK

Lembaga Penerbitan, Publikasi dan Dokumentasi (LP2D)

Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA)

Jl. Bukit Lancaran PP.

Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep 69463 Email:

[email protected] Website:

http://jurnal.instika.ac.id/index.php/jpik

Jurnal Pemikiran dan Ilmu Keislaman merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbitan, Publikasi dan Dokumentasi (LP2D) Institut Ilmu Keislaman Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep, Jawa Timur, Indonesia. Terbit 2 kali dalam setahun yakni pada bulan Maret dan September. Jurnal Pemikiran dan Ilmu Keislaman menerbitkan hasil penelitian, baik penelitian pustaka maupun lapangan, tentang filsafat dan pemikiran serta ilmu-ilmu keislaman meliputi bidang kajian pendidikan Islam, politik, ekonomi syariah, hukum Islam atau fikih, tafsir, dan ilmu dakwah

(4)

ISSN (Online) : 2621-1149

1-28 Studi Komparasi Hukum Pencatatan Perkawinan dalam Islam dan di Negara Kontemporer

Dainori

29-56 Pendidikan Islam Inklusif dalam Pemikiran Sayyed Hossein Nasr

Tatik Hidayati dan Ah Mutam Muchtar

57-74 Mengakrabkan Anak dengan Tuhan (Upaya Membangun Kesadaran Beragama Anak-Anak) Abdul Wahid dan Abdul Halim

75-103 Sikap dan Pandangan Tokoh Pesantren Terhadap Kondisi Santri Tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Nurul Hikmah Putri Bakeong Guluk- Guluk Sumenep

Fairuzah dan Unsilah

104-121 Metode Istinbath Hukum dan Pengaruhnya terhadap Fiqih di Indonesia

Moh Jazuli, A Washil, dan Lisanatul Layyinah

122-144 Zakat Profesi Menurut Pandangan Yusuf Al Qardhawi

Masyhuri dan Mutmainnah

(5)

145-167 Analisis Hukum Peralihan Risiko dalam Transaksi Jual Beli Perspektif Hukum Islam dan Hukum Perdata

Fadhilah Khunaini dan Nailatul Ufa

168-187 Peran Perempuan Berdagang Tapai Untuk

Menupang Kebutuhan Ekonomi Keluarga Di Desa Pordapor Masa Pandemi Covid-19

Muktirrahman dan Arina Haqan

188-204 Penerapan Akad Qardhul Hasan Berdasarkan Fatwa Dsn-Mui Nomor 19/Dsn-Mui/Iv/2001 Di Bmt Nu Jatim Cabang Pasongsongan Sumenep

Ubaidullah Muayyad dan Tajus Subqi

205-235 Sistem Kompensasi dalam Perspektif Ibnu Khaldun Dan Ibnu Taimiyah

Romaiki Hafni dan A Majdi Tsabit

(6)

Romaiki Hafni

Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep [email protected]

A Majdi Tsabit

Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep [email protected]

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yang focus kajiannya tentang sistem kompensasi dalam perspekti Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah tentang sistem kompensasi. Hasil penelitian menujukkan: Pertama, Kompensasi (upah) adalah suatu balas jasa baik berupa finansial maupun non finansial yang diterima oleh karyawan atas tenaga yang diberikan kepada perusahaan. Dalam Islam, kompensasi merupakan hak para pekerja dan kewajiban pemberi kerja. Dalam menentukan sistem kompensasi, Islam menjungjung asas keadilan. Kedua, menurut Ibnu Khaldun, tenaga para pekerja itu sama bernilainya dengan produk usaha yang dihasilkan.

Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki seorang pekerja, maka semakin tinggi pula kompensasi yang berhak dia terima. Para pekerja diberikan kompensasi sesuai tugas dan wewenang serta profesionalitasnya dalam bekerja. Sementara Ibnu Taimiyah, dalam sistem kompensasi lebih menitik beratkan pada asas keadilan dan kelayakan. Pemberi kerja wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang besarannya harus disepakati waktu akad (ujrah musamma). Jika tidak ada kesepakatan, maka menggunakan sistem kompensasi yang setara (ujrah mitsil), dalam hal ini Upah Minimal yang ditetapkan Pemerintah, dengan syarat memenuhi prinsip adil dan layak. Adil dalam arti pekerja mendapatkan kompensasi sesuai dengan keahlian, prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, jabatan pekerja dan tanggung jawab yang ia emban, Layak dalam arti memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal.

Kata Kunci: Sistem Kompensasi, Perspektif Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah

(7)

Pendahuluan

Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Tugas MSDM adalah mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya.

Di dalam organisasi manusia merupakan salah satu unsur yang terpenting di dalam suatu organisasi, tanpa peran manusia tujuan dari suatu organisasi akan sulit berjalan. Hal ini dikarenakan manusia berperan sebagai penggerak dan penentu keberhasilannya suatu organsasi. Oleh karena itu hendaknya organisasi memberikan arahan yang positif demi tercapainya tujuan organisasi.

Salah satu fungsi penting dalam manajemen sumber daya manusia adalah kompensasi. Kompensasi merupakan salah satu aspek yang paling sensitif di dalam sebuah hubungan kerja. Tak dapat dipungkiri dalam praktiknya di lapangan masih banyak yang belum memahami sistem kompensasi secara benar. Sehingga tidak jarang terjadi konflik antara pekerja dan perusahaan terkait pemberian kompensasi baik berupa upah, gaji, tunjangan, kenaikan kompensasi, maupun struktur dan skala kompenasi.1

Menurut Rivai dan Sagala, kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian. Kompensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam bisnis perusahaan pada abad ke-21 ini. Kompensasi menjadi salah satu alasan utama mengapa kebanyakan orangmencari pekerjaan.

Kompensasi yang diberikan kepada karyawan sejatinya merupakan hasil penjualan tenaga para SDM kepada perusahaan.

Namun disisi yang lain, dapat pula dipahami bahwa para karyawan telah memberikan segala kemampuan kerjanya kepada perusahaan,

1 Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, cet. ke-4, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2012), 181.

(8)

maka sudah sewajarnya perusahaan menghargai jerih payah karyawan itu dengan cara memberi balas jasa yang setimpal kepada mereka.

Kompensasi adalah hal yang paling utama dan paling penting bagi Karyawan dan perusahaan. Hal ini dikarenakan kompensasi merupakan sumber penghasilan bagi mereka dan keluarganya. Bagi perusahaan Kompensasi adalah faktor utama dalam kepegawaian. Sebagaimana arti karyawan Karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya kepada suatu perusahaan dan memperoleh balas jasa sesuai dengan peraturan dan perjanjian.2

Dalam Islam, kompensasi sepadan dengan Ujrah/Upah. Secara ringkas Islam menekankan tentang sistem pengupahan dengan kontrak antara kedua belah pihak, sehingga asas keadilan yang dijunjung tinggi Islam dapat terlaksana, semua saling rela tanpa ada paksaan dari salah satu pihak, kemudian Islam juga mengajarkan supaya membayar upah secepat mungkin, karena masing-masing pekerja tidak tahu kebutuhan hidupnya. Untuk mempertahankan suatu standar upah yang layak, Islam telah memberikan kebebasan sepenuhnya atas mobilisasi tenaga kerja, cara kedua yang dianjurkan Islam dalam menstandarisasikan upah diseluruh negeri adalah dengan memberikan kebebasan sepenuhnya kepada pekerja untuk memilih jenis pekerjaan yang diinginkan.3

Ibnu Khaldun (1332–1406) adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia. dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan/Pengantar). Ia dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis telah dikemukakannya jauh sebelum Adam Smith (1723- 1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori

2 Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, , cet. Ke 14 (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 117.

3 Afzalur Rahman. Economic Doctrines of Islam, Terj. Soeroyo Nastangin.

Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2. (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), 383.

(9)

ekonominya.4 Salah satu pemikirannya di bidang ekonomi adalah kompensasi bersdasarkan profesionalitas kerja.

Ibnu Taimiyah (1263-1328)), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki. Ibnu Taimiyah dikenal sebagai seorang yang kritis, kuat ingatan dan memiliki pemahaman yang baik. Ia juga merupakan ulama yang produktif dalam menulis berbagai kitab yang meliputi berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang ekonomi, Ibnu Taimiyah menjungjung tinggi nilai-nilai keadilan ekonomi.

Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam bidang ekonomi meliputi konsep harga yang adil, upah yang adil, laba yang adil, mekanisme dan regulasi pasar.5

Diskursus tentang kompensasi tak mengenal kata akhir. Di kalangan praktisi bisnis, ada yang beranggapan bahwa dengan melaksanakan kompensasi minimum sudah merasa telah memenuhi ketentuan kompensasi yang berlaku, sehingga mereka berharap tidak akan terjadi masalah yang berkaitan dengan kompensasi pekerja.

Pemahaman semacam ini dikarenakan kurangnya pemahaman yang mendalam tentang makna dari sistem kompensasi secara menyeluruh.

Permasalahan Kompensasi/upah bukan sekadar nominalnya saja, masih ada hal lain yang penting untuk diperhatikan seperti waktu pembayaran serta komponen upah. Begitu juga dengan asas kelayakannya harus dilihat dari mekanisme penetapannya. Adanya kasus demo dan mogok kerja di perusahaan, komplennya para buruh kerena upahnya telat, bahkan terhutang dan tidak dibayar menjadi bukti nyata adanya ketidakadilan dalam system konpensasi yang diterapkan.

Mengingat begitu kompleksnya masalah dalam sistem kompensasi yang terjadi, maka perlu untuk melakukan reaktualisasi sistem kompensasi dalam persepektif Islam, dalam hal ini kajian akan difokuskan kepada pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah tentang sistem kompensasi (upah).

4 Ibnu Khaldun dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Khaldun, akses 1 September 2021.

5 Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, ( Jakarta: PT.

RajaGrafindo, 2008), 358.

(10)

Pengertian Kompensasi

Pada umumnya balas jasa bagi setiap orang yang bekerja telah ditentukan dan diketahui sebelumnya, sehingga karyawan secara pasti mengetahui kompensasi yang diterimanya. Selanjutnya semakin banyak pula pemenuhan kebutuhan yang dapat dipenuhi sehingga kepuasan kerja makin baik. Pemberian kompensasi kepada individu atau sumber daya manusia yang ada di suatu organisasi merupakan suatu yang relatif rumit, sebab kebijakan kompensasi yang diberikan haruslah berlandaskan kepada azas-azas yang ditetapkan oleh negara, representatif, adil, sesuai dengan kelayakan hidup di suatu daerah, sesuai dengan latar belakang SDM.

Secara harfiah kata kompensasi berasal dari kata compensation , dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai bayaran atau upah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompensasi adalah imbalan berupa uang atau bukan uang yang diberikan kepada karyawan dalam perusahaan atau koperasi.

Adapun secara terminologi, terdapat beberapa pendapat ahli tentang pengertian kompensasi. Muh. Tahir Malik mengemukakan bahwa kompensasi adalah Semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan pada perusahaan. Lebih detail, Dessler memaparkan kompensasi adalah semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi karyawan dan muncul dari pekerjaan mereka, dan mempunyai dua komponen. Ada pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus, dan ada pembayaran yang tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti uang asuransi dan uang liburan yang dibayarkan oleh majikan.

Sementara itu menurut Heidjrachman, kompensasi adalah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dari pemberian kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan, dan berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja

(11)

dan penerima kerja. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah suatu balas jasa baik berupa finansial maupun non finansial yang diterima oleh karyawan.

Dalam organisasi masalah kompensasi merupakan hal yang sangat kompleks, akan tetapi menjadi suatu hal yang sangat penting bagi organisasi itu sendiri. Pemberian kompensasi kepada karyawan harus mempunyai dasar yang logis dan rasional. Namun demikian, faktor-faktor emosional dan perikemanusiaan tidak boleh diabaikan.

Pada tatatan praktis di perusahaan, departemen personalia atau yang dikenal dengan istilah Human Resource Department biasanya merancang dan mengadministrasikan kompensasi karyawan dengan sitematis dan komprehensip. Bila kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi.

Sebelum menentukan tingkat kompensasi (upah/gaji), perlu mempelajari aturan yang ditetapkan pemerintah, baik lokal maupun nasional tentang tingkat upah, lembur dan jam kerja. Dalam konteks Indonesia, aturan yang harus ditaati adalah Upah Minimum Propinsi. Acuan yang sampai saat ini masih digunakan adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang terdiri dari 18 bab. Menentukan berapa upah yang diberikan harus dilakukan dengan cermat. Memberi kompensasi atau upah di atas harga pasar akan mampu menarik dan menahan tenaga-tenaga terbaik, yang berarti mereka akan bekerja dengan efektif dan produktif, namun tentunya biaya akan relatif tinggi. Oleh karena itu, hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.

Kompensasi adalah suatu yang penting baik bagi pekerja/karyawan maupun perusahaan itu sendiri. Bagi karyawan, besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Selain itu komoensasi juga merupakan bentuk penghargaan yang diterima karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.

(12)

Di sisi yang lain, Kompensasi juga penting untuk sebuah organisasi, dalam hal ini perusahaan. Karena program-program organisasi adalah merupakan pencerminan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia. Sehingga apabila organisasi tidak memperhatikan dengan baik tentang kompensasi bagi karyawannya, tidak mustahil organisasi itu lambat laun akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Hal ini berarti harus mengeluarkan biaya lagi untuk mencari tenaga baru, atau melatih tenaga yang sudah ada untuk menggantikan karyawan yang keluar. Pada umumnya balas jasa bagi setiap orang yang bekerja telah ditentukan dan diketahui sebelumnya, sehingga karyawan secara pasti mengetahui kompensasi yang diterimanya. Selanjutnya semakin banyak pula pemenuhan kebutuhan yang dapat dipenuhi sehingga kepuasan kerja makin baik. Pemberian kompensasi kepada individu atau sumber daya manusia yang ada di suatu organisasi merupakan suatu yang relatif rumit, sebab kebijakan kompensasi yang diberikan haruslah berlandaskan kepada azas-azas yang ditetapkan oleh negara, representatif, adil, sesuai dengan kelayakan hidup di suatu daerah, sesuai dengan latar belakang SDM.6

Secara harfiah kata kompensasi berasal dari kata compensation7, dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai bayaran atau upah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompensasi adalah imbalan berupa uang atau bukan uang yang diberikan kepada karyawan dalam perusahaan atau koperasi.8

Adapun secara terminologi, terdapat beberapa pendapat ahli tentang pengertian kompensasi. Muh. Tahir Malik mengemukakan bahwa kompensasi adalah Semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan pada perusahaan.9 Lebih

6 Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, 182-184.

7 John M. Echols dan Hassan Shadili, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 1996),

8 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka Pusat Bahasa dan Pendidikan Nasional, 2005), 584.

9 Muh. Tahir Malik, Perencanaan Strategis SDM dalam Organisasi, (Makassar: Kretakupa Print, 2009), 76.

(13)

detail, Dessler memaparkan kompensasi adalah semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi karyawan dan muncul dari pekerjaan mereka, dan mempunyai dua komponen. Ada pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus, dan ada pembayaran yang tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti uang asuransi dan uang liburan yang dibayarkan oleh majikan.10

Sementara itu menurut Heidjrachman, kompensasi adalah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dari pemberian kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan, dan berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.11 Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah suatu balas jasa baik berupa finansial maupun non finansial yang diterima oleh karyawan.

Dalam organisasi masalah kompensasi merupakan hal yang sangat kompleks, akan tetapi menjadi suatu hal yang sangat penting bagi organisasi itu sendiri. Pemberian kompensasi kepada karyawan harus mempunyai dasar yang logis dan rasional. Namun demikian, faktor-faktor emosional dan perikemanusiaan tidak boleh diabaikan.

Pada tatatan praktis di perusahaan, departemen personalia atau yang dikenal dengan istilah Human Resource Department biasanya merancang dan mengadministrasikan kompensasi karyawan dengan sitematis dan komprehensip. Bila kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi.12

10 Garry Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, terj. Paramita Rahayu, (Jogyakarta: BPFE, 2007), 85.

11 Heidjracman Suad Husnan, Manajemen Personalia, (Jogyakarta: Penerbit Bpfe, 2002), 138.

12 T. Hani handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE, 2001), 155.

(14)

Sebelum menentukan tingkat kompensasi (upah/gaji), perlu mempelajari aturan yang ditetapkan pemerintah, baik lokal maupun nasional tentang tingkat upah, lembur dan jam kerja. Dalam konteks Indonesia, aturan yang harus ditaati adalah Upah Minimum Propinsi. Acuan yang sampai saat ini masih digunakan adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang terdiri dari 18 bab. Menentukan berapa upah yang diberikan harus dilakukan dengan cermat. Memberi kompensasi atau upah di atas harga pasar akan mampu menarik dan menahan tenaga-tenaga terbaik, yang berarti mereka akan bekerja dengan efektif dan produktif, namun tentunya biaya akan relatif tinggi. Oleh karena itu, hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.13

Kompensasi adalah suatu yang penting baik bagi pekerja/karyawan maupun perusahaan itu sendiri. Bagi karyawan, besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Selain itu komoensasi juga merupakan bentuk penghargaan yang diterima karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. 14

Di sisi yang lain, Kompensasi juga penting untuk sebuah organisasi, dalam hal ini perusahaan. Karena program-program organisasi adalah merupakan pencerminan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia. Sehingga apabila organisasi tidak memperhatikan dengan baik tentang kompensasi bagi karyawannya, tidak mustahil organisasi itu lambat laun akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Hal ini berarti harus mengeluarkan biaya lagi untuk mencari tenaga baru, atau melatih tenaga yang sudah ada untuk menggantikan karyawan yang keluar.15

13 Jusmaliani, Pengelolaan Sumber Daya Insani, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 121.

14 Mutiara S. Panggaben, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:

Ghallia Indonesia, 2002), 84.

15 Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 2009), 142-143.

(15)

Tujuan Kompensasi

Secara umum tujuan dari manajemen kempensasi adalah untuk membantu organisasi mencapai keberhasilan strategis dan menjamin terciptanya keadilan internal dan eksternal. Menurut Notoadmojo, tujuan pemberian kompensasi adalah sebagai berikut:16

1. Menghargai prestasi kerja

Dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para karyawannya.

2. Menjamin keadilan

Dengan adanya kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan diantara karyawan dalam perusahaan atau organisasi.

3. Mempertahankan karyawan

Dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan akan betah dan bertahan bekerja pada perusahaan tersebut. Hal ini berarti mencegah keluarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.

4. Memperoleh karyawan yang bermutu

Dengan sistem kompensasi yang baik akan menarik lebih banyak calon karyawan. Dengan banyaknya pelamar atau calon karyawan, akan lebih mempermudah perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang bermutu.

5. Pengendalian biaya

Dengan sistem kompensasi yang baik, akan mengurangi seringnya melakukan rekrutmen, sebagai akibat dari makin seringnya karyawan yang keluar mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan.

Hal ini berarti penghematan biaya untuk rekrutmen dan seleksi calon karyawan baru.

16 Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia,12.

(16)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi

Ada banyak faktor yang mempengaruhi besaran kompensasi yang akan diterima sumber daya manusia disuatu organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini, Mangkunegara mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemberian kompensasi ialah sebagai berikut:17

1. Faktor Pemerintah

Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penentuan standar gaji minimal, pajak penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaya transportasi, inflasi maupun devaluasi sangat mempengaruhi perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi.

2. Penawaran bersama antara perusahaan dengan pegawai Kebijakan dalam menentukan kompensasi dapat dipengaruhi pula pada saat terjadinya tawar menawar mengenai besarnya upah yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya.

3. Standar biaya hidup pegawai

Kebijakan kompensasi perlu dipertimbangkan standard biaya minimal pegawai. Hal ini karena kebutuhan dasar pegawai harus terpenuhi.

4. Ukuran perbandingan upah

Kebijakan dalam menentukan kompensasi dipengaruhi pula olehukuran besar kecilnya perusahaan, tingkat pendidikan pegawai, masa kerja pegawai.

5. Permintaan dan persediaan

Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu mempertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar. Artinya kondisi pasar pada saat ini perlu dijadikan

17 Mangkunegara, Perencanaan dan Pengembangan Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2000), 84.

(17)

bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai.

Sementara menurut Gouzali faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian kompensasi adalah sebagai berikut:18

1. Tingkat biaya hidup

2. Tingkat kompensasi yang berlaku di perusahaan lain 3. Tingkat kemampuan perusahaan

4. Jenis pekerjaan dan besar kecilnya tanggung jawab 5. Peraturan perundang-undangan yang berlaku

Peranan serikat pekerja Jenis-Jenis Kompensasi

Kompensasi yang diberikan kepada karyawan terbagi dalam dua bentuk yaitu:19

1. Kompensasi yang bersifat finansial Kompensasi finansial merupakan sesuatu yang diterima karyawan dalam bentuk seperti gaji atau upah, bonus, premi pengobatan, asuransi, dan lain-lain yang dibayarkan oleh organisasi.34 Kompensasi yang bersifat finansial diantaranya adalah:

a. Kompensasi langsung yang terdiri dari: 1) Bayaran pokok yang terdiri dari gaji dan upah, b) Bayaran prestasi (merit pay) yaitu bayaran dari kinerja karyawan. c) Bayaran insentif yang terdiri dari bonus, komisi, pembagian laba, pembagian keuntungan.

b. Kompensasi tidak langsung terdiri dari: 1) Program-program proteksi yang terdiri dari asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi tenaga

18 Gouzaly Saydan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Djambatan, 1996), 178.

19 Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta:

BP. SIE YKPN, 1997), 444.

(18)

kerja, dan pensiun. 2) Bayaran di luar jam kerja seperti liburan, hari besar, cuti tahunan, cuti hamil. c) Fasilitas, misalnya ruang kantor yang nyaman, tempat parkir khusus, dan lain-lain.

2. Kompensasi non finansial, meliputi:

a. Kompensasi yang berhubungan dengan pekerjaan. Kompensasi ini berupa pemberian tugas-tugas yang menarik, tanggung jawab, rasa pencapaian, pengakuan, dan tantangan.

b. Kompensasi yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan. Kompensasi ini meliputi kebijakan-kebijakan yang sehat, rekan kerja yang menyenangkan, lingkungan kerja yang nyaman.

Adapun Sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan adalah:20

1. Sistem Waktu.

Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji, upah) ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan.

2. Sistem Hasil (Output)

Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi atau upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram.

3. Sistem Borongan

Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya.

Kompensasi dalam Islam

Kompensasi atau yang sering disebut dengan gaji atau upah, dalam Fiqh Muamalah dikenal dengan istilah ijarah yang berasal dari

20 Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia: Dasar, Kunci, dan Keberhasilan, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1994), 140.

(19)

kata al-ajru. Ijarah secara etimologi berasal dari kata ajara-ya’juru yang berarti imbalan atau kompensasi yang diberikan atas hasil dari pekerjaan yang dikerjakan. Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah “menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaat bukan bendanya.21

Gaji atau upah diberikan kepada pekerja harus disebutkan pada saat akad, demikian pula jumlahnya. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan pemberian upah segera mungkin atas jasanya mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang pekerja akan menerima upah atau pembayaran yang besarnya sesuai yang disebutkan dalam akad. Pemberian upah seorang karyawan itu hendaknya memenuhi konsep kelayakan. Layak yang dimaksud di sini yaitu dilihat dari tiga aspek : yaitu mencukupi pangan (makanan), sandang (pakaian), papan (tempat tinggal). Selain itu upah yang akan diberikan harus layak sesuai pasaran, dalam artian tidak menguranginya.22

Allah Swt. Berfirman:23

َﻻَو اﻮُﺴَﺨْﺒَـﺗ َسﺎﱠﻨﻟا ْﻢُﻫَءﺎَﻴْﺷَأ َﻻَو اْﻮَـﺜْﻌَـﺗ ِضْرَْﻷا ِﰲ َﻦﻳِﺪِﺴْﻔُﻣ

Artinya: “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”.

Ayat di atas bermakna bahwa tidak dibenarkan seseorang merugikan orang lain, dengan cara mengurangi hak-hak yang seharusnya ia peroleh. Perusahaan tidak boleh membayar kompensasi (upah) seseorang jauh di bawah gaji yang biasa diberikan.

Upah dalam al-quran dikenal dengan istilah adalah ajr, dari akar kata ajara-ya’jur ajr-ujrah yang artinya imbalan perbuatan/kerja, apa yang kembali dari imbalan kerja duniawi maupun ukrhawi

21 Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2004), 166-167.

22 Ibid.

23 QS. Asy Syua’ra (26):183.

(20)

berdasarkan pada perjanjian yang telah disepakati untuk memperoleh manfaaatnya. Seperti yang tertera dalam Al-Quran:24

ْنِﺈَﻓ ْﻢُﺘْـﻴﱠﻟَﻮَـﺗ ﺎَﻤَﻓ ْﻢُﻜُﺘْﻟَﺄَﺳ ْﻦِﻣ ٍﺮْﺟَأ ْنِۖإ َيِﺮْﺟَأ ﱠﻻِإ ﻰَﻠَﻋ ُتْﺮِﻣُأَۖو ِﷲ ْنَأ َنﻮُﻛَأ َﻦِﻣ َﲔِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا

Artinya: “Maka jika kamu (berpaling dari peringatanku), aku tidak meminta imbalan sedikitpun darimu. Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah, dan aku diperintah agar aku termasuk golongan orang muslim (berserah diri)”.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa para nabi bekerja sukarela tanpa mengharapkan dan meminta upah sedikitpun kepada umatnya akan tetapi hanya ingin memperoleh ridho Allah SWT. Dalam konteks dunia kerja pada masa sekarang, setiap perusahaan melakukan pemberian kompensasi dengan cara yang berbeda-beda baik dari segi waktu, besar kecilnya kompensai atau upah masing-masing pekerja sesuai dengan pangkat, jabatan ataupun golongannya. Umumnya semua itu berdasarkan pada prinsip keadilan. Pemerintah membuat peraturan terkait dengan hal pengupahan ataupun penggajian karyawan di perusahaan yaitu dengan menentukan sistem upah minimum regional (UMR), upah minimum kota yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain sesuai dengan taraf hidup dan standar biaya hidup di masing-masing daerah.

Terkait penentuan upah kerja, syari’at Islam tidak memberikan ketentuan rinci secara tekstual baik dalam ketentuan al- Qur’an maupun Sunnah Rasul. Secara umum, ketentuan al- Qur’an yang ada kaitannya dengan penentuan kompensasi (upah) kerja tertuang pada ayat berikut:25

ْﻐَـﺒْﻟاَو ِﺮَﻜْﻨُﻤْﻟاَو ِءﺎَﺸْﺤَﻔْﻟا ِﻦَﻋ ﻰَﻬْـﻨَـﻳَو َﰉْﺮُﻘْﻟا يِذ ِءﺎَﺘﻳِإَو ِنﺎَﺴْﺣﻹاَو ِلْﺪَﻌْﻟِﺑﺎ ُﺮُﻣَْ� َﱠﻟﻠﻪا ﱠنِإ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ ْﻢُﻜُﻈِﻌَﻳ ِﻲ

َنوُﺮﱠﻛَﺬَﺗ

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah

24 Q.S Yunus (10):72.

25 QS. An-Nahl (16): 90.

(21)

melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Apabila ayat tersebut dikaitkan dengan perjanjian kerja, maka dapat dikemukakan bahwa Allah Swt, memerintahkan kepada para pemberi pekerjaan (majikan) untuk berlaku adil, berbuat baik, dan dermawan kepada para pekerjanya. Kata “kerabat” dalam ayat tersebut dapat diartikan “tenaga kerja”, sebab para pekerja tersebut sudah merupakan bagian dari perusahaan, dan jika bukan dari jerih payah pekerja tidak mungkin usaha majikan dapat berhasil. Selain itu, dari ayat tersebut dapat ditarik pengertian bahwa pemberi kerja dilarang Allah untuk berbuat keji dan melakukan penindasan (seperti menganiaya). Majikan harus ingat, jika bukan dari jerih payah pekerja tidak mungkin usaha majikan dapat berhasil.

Dalam hadits, Rasulullah Saw. mewajibkan penentuan kompensasi (upah) para pekerja sebelum mereka mulai menjalankan pekerjaannya. Rasulullah Saw. bersabda:26

ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟَا ﱠنَأ ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ِّي ِرْﺪُﺨْﻟَا ٍﺪﯿِﻌَﺳ ﻲِﺑَأ ْﻦَﻋ َو َﺮَﺟْﺄَﺘْﺳِا ِﻦَﻣ ) :َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳ َو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُ ﱠ َ� ﻰﱠﻠَﺻ-

ُﯿْﻠَﻓ ،ًاﺮﯿ ِﺟَأ ﻲِﺑَأ ِﻖﯾ ِﺮَط ْﻦِﻣ ﱡﻲِﻘَﮭْﯿَﺒْﻟَا ُﮫَﻠَﺻ َو َو ،ٌعﺎَﻄِﻘْﻧِا ِﮫﯿِﻓ َو ِقاﱠزﱠﺮﻟَا ُﺪْﺒَﻋ ُها َوَر ( ُﮫَﺗَﺮْﺟُأ ُﮫَﻟ ْﻢِّﻠَﺴ

َﺔَﻔﯿِﻨَﺣ Artinya: Dari Abi Said al Khudri ra. sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Barang siapa mempekerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan upahnya” (H.R. Abdur Razak sanadnya terputus, dan al Baihaqimenyambungkan sanadnya dari arah Abi Hanifah)

Dalam hadits tersebut Rasulullah telah memberikan petunjuk, supaya majikan terlebih dahulu memberikan informasi tentang besarnya upah yang akan diterima oleh pekerja sebelum ia mulai melakukan pekerjaannya. Dengan adanya informasi besaran upah yang diterima, diharapkan dapat memberikan dorongan semangat untuk bekerja serta memberikan kenyamanan dalam pekerjaan.

26 Lihat: Bulghul Maram, Hadis No. 940.

(22)

Mereka akan menjalankan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan kontrak kerja dengan majikan

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa majikan harus memberikan kompensasi (upah) kepada para pekerja setelah mereka selesai melakukan pekerjaannya. Rasulullah SAW bersabda:27

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ﱠﺮﻟا ُﺪْﺒَﻋ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ﱡﻲِﻤَﻠﱠﺴﻟا َﺔﱠﯿِﻄَﻋ ِﻦْﺑ ِﺪﯿِﻌَﺳ ُﻦْﺑ ُﺐْھ َو ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ﱡﻲِﻘْﺸَﻣِّﺪﻟا ِﺪﯿِﻟ َﻮْﻟا ُﻦْﺑ ُسﺎﱠﺒَﻌْﻟا ُﻦْﺑ ِﻦَﻤْﺣ

َو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُ ﱠ� ﻰﱠﻠَﺻ ِ ﱠ� ُلﻮُﺳَر َلﺎَﻗ َلﺎَﻗ َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑ ِ ﱠ� ِﺪْﺒَﻋ ْﻦَﻋ ِﮫﯿِﺑَأ ْﻦَﻋ َﻢَﻠْﺳَأ ِﻦْﺑ ِﺪْﯾَز اﻮُﻄْﻋَأ َﻢﱠﻠَﺳ

ُﮫُﻗ َﺮَﻋ ﱠﻒ ِﺠَﯾ ْنَأ َﻞْﺒَﻗ ُه َﺮْﺟَأ َﺮﯿ ِﺟَ ْﻷا

Telah menceritakan kepada kami [Al Abbas bin Al Walid Ad Dimasyqi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Wahb bin Sa'id bin Athiah As Salami] berkata, telah menceritakan kepada kami ['Abdurrahman bin Zaid bin Aslam] dari [Bapaknya] dari [Abdullah bin Umar] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya." (H.R. Ibnu Majjah).

Ketentuan tersebut untuk menghilangkan keraguan pekerja atau kekhawatirannya bahwa upah mereka akan dibayarkan, atau akan mengalami keterlambatan tanpa adanya alasan yang dibenarkan.

Namun, umat Islam diberikan kebebasan untuk menentukan waktu pembayaran upah sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dengan yang memperkerjakan.

Dalam kandungan dari kedua hadist tersebut sangatlah jelas dalam memberikan gambaran bahwa jika mempekerjaan seorang pekerja hendaklah dijelaskan terlebih dahulu upah yang akan diterimanya dan membayarkan upahnya sebelum keringat pekerja kering, yakni setelah pekerja selesai melakukan pekerjaannya sesuai kontrak. Sehingga kedua belah pihak sama-sama mengerti atau tidak merasa akan dirugikan.

Penetapan upah bagi tenaga kerja harus mencerminkan keadilan, dan mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan, sehingga pandangan Islam tentang hak tenaga kerja dalam menerima upah lebih

27 Lihat: Sunan at-Tirmidzi, Hadis No. 2434.

(23)

terwujud. Sebagaimana di dalam al-Qur’an juga dianjurkan untuk bersikap adil dengan menjelaskan keadilan itu sendiri.

Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Kompensasi

Kompensasi atau yang sering disebut dengan gaji atau upah, dalam Fiqh Muamalah dikenal dengan istilah ijarah yang berasal dari kata al-ajru. Ijarah secara etimologi berasal dari kata ajara-ya’juru yang berarti imbalan atau kompensasi yang diberikan atas hasil dari pekerjaan yang dikerjakan. Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah “menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaat bukan bendanya.28

Gaji atau upah diberikan kepada pekerja harus disebutkan pada saat akad, demikian pula jumlahnya. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan pemberian upah segera mungkin atas jasanya mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang pekerja akan menerima upah atau pembayaran yang besarnya sesuai yang disebutkan dalam akad. Pemberian upah seorang karyawan itu hendaknya memenuhi konsep kelayakan. Layak yang dimaksud di sini yaitu dilihat dari tiga aspek : yaitu mencukupi pangan (makanan), sandang (pakaian), papan (tempat tinggal). Selain itu upah yang akan diberikan harus layak sesuai pasaran, dalam artian tidak menguranginya.29

Allah Swt. Berfirman:30

َﻻَو اﻮُﺴَﺨْﺒَـﺗ َسﺎﱠﻨﻟا ْﻢُﻫَءﺎَﻴْﺷَأ َﻻَو اْﻮَـﺜْﻌَـﺗ ِضْرَْﻷا ِﰲ َﻦﻳِﺪِﺴْﻔُﻣ

Artinya: “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”.

28 Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2004), 166-167.

29 Ibid.

30 QS. Asy Syua’ra (26):183.

(24)

Ayat di atas bermakna bahwa tidak dibenarkan seseorang merugikan orang lain, dengan cara mengurangi hak-hak yang seharusnya ia peroleh. Perusahaan tidak boleh membayar kompensasi (upah) seseorang jauh di bawah gaji yang biasa diberikan.

Upah dalam al-quran dikenal dengan istilah adalah ajr, dari akar kata ajara-ya’jur ajr-ujrah yang artinya imbalan perbuatan/kerja, apa yang kembali dari imbalan kerja duniawi maupun ukrhawi berdasarkan pada perjanjian yang telah disepakati untuk memperoleh manfaaatnya. Seperti yang tertera dalam Al-Quran:31

ْنِﺈَﻓ ْﻢُﺘْـﻴﱠﻟَﻮَـﺗ ﺎَﻤَﻓ ْﻢُﻜُﺘْﻟَﺄَﺳ ْﻦِﻣ ٍﺮْﺟَأ ْنِۖإ َيِﺮْﺟَأ ﱠﻻِإ ﻰَﻠَﻋ ُتْﺮِﻣُأَۖو ِﷲ ْنَأ َنﻮُﻛَأ َﻦِﻣ َﲔِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا

Artinya: “Maka jika kamu (berpaling dari peringatanku), aku tidak meminta imbalan sedikitpun darimu. Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah, dan aku diperintah agar aku termasuk golongan orang muslim (berserah diri)”.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa para nabi bekerja sukarela tanpa mengharapkan dan meminta upah sedikitpun kepada umatnya akan tetapi hanya ingin memperoleh ridho Allah SWT. Dalam konteks dunia kerja pada masa sekarang, setiap perusahaan melakukan pemberian kompensasi dengan cara yang berbeda-beda baik dari segi waktu, besar kecilnya kompensai atau upah masing-masing pekerja sesuai dengan pangkat, jabatan ataupun golongannya. Umumnya semua itu berdasarkan pada prinsip keadilan. Pemerintah membuat peraturan terkait dengan hal pengupahan ataupun penggajian karyawan di perusahaan yaitu dengan menentukan sistem upah minimum regional (UMR), upah minimum kota yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain sesuai dengan taraf hidup dan standar biaya hidup di masing-masing daerah.

Terkait penentuan upah kerja, syari’at Islam tidak memberikan ketentuan rinci secara tekstual baik dalam ketentuan al- Qur’an maupun Sunnah Rasul. Secara umum, ketentuan al- Qur’an

31 Q.S Yunus (10):72.

(25)

yang ada kaitannya dengan penentuan kompensasi (upah) kerja tertuang pada ayat berikut:32

ْﻐَـﺒْﻟاَو ِﺮَﻜْﻨُﻤْﻟاَو ِءﺎَﺸْﺤَﻔْﻟا ِﻦَﻋ ﻰَﻬْـﻨَـﻳَو َﰉْﺮُﻘْﻟا يِذ ِءﺎَﺘﻳِإَو ِنﺎَﺴْﺣﻹاَو ِلْﺪَﻌْﻟِﺑﺎ ُﺮُﻣَْ� َﱠﻟﻠﻪا ﱠنِإ َنوُﺮﱠﻛَﺬَﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ ْﻢُﻜُﻈِﻌَﻳ ِﻲ

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Apabila ayat tersebut dikaitkan dengan perjanjian kerja, maka dapat dikemukakan bahwa Allah Swt, memerintahkan kepada para pemberi pekerjaan (majikan) untuk berlaku adil, berbuat baik, dan dermawan kepada para pekerjanya. Kata “kerabat” dalam ayat tersebut dapat diartikan “tenaga kerja”, sebab para pekerja tersebut sudah merupakan bagian dari perusahaan, dan jika bukan dari jerih payah pekerja tidak mungkin usaha majikan dapat berhasil. Selain itu, dari ayat tersebut dapat ditarik pengertian bahwa pemberi kerja dilarang Allah untuk berbuat keji dan melakukan penindasan (seperti menganiaya). Majikan harus ingat, jika bukan dari jerih payah pekerja tidak mungkin usaha majikan dapat berhasil.

Dalam hadits, Rasulullah Saw. mewajibkan penentuan kompensasi (upah) para pekerja sebelum mereka mulai menjalankan pekerjaannya. Rasulullah Saw. bersabda:33

ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟَا ﱠنَأ ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ِّي ِرْﺪُﺨْﻟَا ٍﺪﯿِﻌَﺳ ﻲِﺑَأ ْﻦَﻋ َو َﺮَﺟْﺄَﺘْﺳِا ِﻦَﻣ ) :َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳ َو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُ ﱠ َ� ﻰﱠﻠَﺻ-

َا ُﮫَﻠَﺻ َو َو ،ٌعﺎَﻄِﻘْﻧِا ِﮫﯿِﻓ َو ِقاﱠزﱠﺮﻟَا ُﺪْﺒَﻋ ُها َوَر ( ُﮫَﺗَﺮْﺟُأ ُﮫَﻟ ْﻢِّﻠَﺴُﯿْﻠَﻓ ،ًاﺮﯿ ِﺟَأ ﻲِﺑَأ ِﻖﯾ ِﺮَط ْﻦِﻣ ﱡﻲِﻘَﮭْﯿَﺒْﻟ

َﺔَﻔﯿِﻨَﺣ Artinya: Dari Abi Said al Khudri ra. sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Barang siapa mempekerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan upahnya” (H.R. Abdur Razak sanadnya terputus, dan al Baihaqimenyambungkan sanadnya dari arah Abi Hanifah)

32 QS. An-Nahl (16): 90.

33 Lihat: Bulghul Maram, Hadis No. 940.

(26)

Dalam hadits tersebut Rasulullah telah memberikan petunjuk, supaya majikan terlebih dahulu memberikan informasi tentang besarnya upah yang akan diterima oleh pekerja sebelum ia mulai melakukan pekerjaannya. Dengan adanya informasi besaran upah yang diterima, diharapkan dapat memberikan dorongan semangat untuk bekerja serta memberikan kenyamanan dalam pekerjaan.

Mereka akan menjalankan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan kontrak kerja dengan majikan

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa majikan harus memberikan kompensasi (upah) kepada para pekerja setelah mereka selesai melakukan pekerjaannya. Rasulullah SAW bersabda:34

ِﻦْﺑ ِﺪﯿِﻌَﺳ ُﻦْﺑ ُﺐْھ َو ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ﱡﻲِﻘْﺸَﻣِّﺪﻟا ِﺪﯿِﻟ َﻮْﻟا ُﻦْﺑ ُسﺎﱠﺒَﻌْﻟا ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ُﻦْﺑ ِﻦَﻤْﺣﱠﺮﻟا ُﺪْﺒَﻋ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ﱡﻲِﻤَﻠﱠﺴﻟا َﺔﱠﯿِﻄَﻋ

ﱠﻠَﺳ َو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُ ﱠ� ﻰﱠﻠَﺻ ِ ﱠ� ُلﻮُﺳَر َلﺎَﻗ َلﺎَﻗ َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑ ِ ﱠ� ِﺪْﺒَﻋ ْﻦَﻋ ِﮫﯿِﺑَأ ْﻦَﻋ َﻢَﻠْﺳَأ ِﻦْﺑ ِﺪْﯾَز اﻮُﻄْﻋَأ َﻢ

ُﮫُﻗ َﺮَﻋ ﱠﻒ ِﺠَﯾ ْنَأ َﻞْﺒَﻗ ُه َﺮْﺟَأ َﺮﯿ ِﺟَ ْﻷا

Telah menceritakan kepada kami [Al Abbas bin Al Walid Ad Dimasyqi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Wahb bin Sa'id bin Athiah As Salami] berkata, telah menceritakan kepada kami ['Abdurrahman bin Zaid bin Aslam] dari [Bapaknya] dari [Abdullah bin Umar] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya." (H.R. Ibnu Majjah).

Ketentuan tersebut untuk menghilangkan keraguan pekerja atau kekhawatirannya bahwa upah mereka akan dibayarkan, atau akan mengalami keterlambatan tanpa adanya alasan yang dibenarkan.

Namun, umat Islam diberikan kebebasan untuk menentukan waktu pembayaran upah sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dengan yang memperkerjakan.

Dalam kandungan dari kedua hadist tersebut sangatlah jelas dalam memberikan gambaran bahwa jika mempekerjaan seorang pekerja hendaklah dijelaskan terlebih dahulu upah yang akan

34 Lihat: Sunan at-Tirmidzi, Hadis No. 2434.

(27)

diterimanya dan membayarkan upahnya sebelum keringat pekerja kering, yakni setelah pekerja selesai melakukan pekerjaannya sesuai kontrak. Sehingga kedua belah pihak sama-sama mengerti atau tidak merasa akan dirugikan.

Penetapan upah bagi tenaga kerja harus mencerminkan keadilan, dan mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan, sehingga pandangan Islam tentang hak tenaga kerja dalam menerima upah lebih terwujud. Sebagaimana di dalam al-Qur’an juga dianjurkan untuk bersikap adil dengan menjelaskan keadilan itu sendiri.

Pemikiran Ibnu Taimiyah Tentang Kompensasi

Pemikiran Ilmu Ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya tulisannya, ia membahas prinsip-prinsip masalah ekonomi dalam dua buku, yaitu Lembaga hisbah dalam Islam (membahas tentang pasar dan intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi), Hukum Publik dan Privat dalam islam (membahas masalah mengenai pendapatan dan pembiayaan publik). Inti dari konsep ekonominya adalah keadilan sosial ekonomi.

Selain itu, Fiqh Ibnu Taimiyah sangatlah rasional dalam bidang mu’amalah tampak relative lues. Keluwesan dalam bidang ini dapat dipahami dari beberapa kaidah umum yang dipegangnya dalam berbagai masalah aqad (perjanjian/transaksi).

Ibnu Taimiyah mendambakan suatu masyarakat yang dibekali dengan baik, terorganisasi pada basis kebebasan berusaha dan kekayaan pribadi dengan batas-batas yang ditetapkan oleh pertimbangan moral dan diawasi oleh suatu kesatuan yang adil yang menegakkan syariah dan bekerja untuk masyarakat. Adil merupakan kunci utama yang menjadikan prinsip bagi Ibnu Taimiyah dalam menjalankan perekonomian yang ada pada saat itu.

Misalnya adalah konsep harga yang adil dan upah yang adil.

Pemikiran Ibnu Taimiyah tentang upah dihubungkan pada pasar tenaga kerja (tasir fil-amal) dan menggunakan istilah upah yang setara (ujrah al-mithl).35 “Upah yang setara” diatur menggunakan aturan

35 A.A Islahi. Konsep Ekonomi Ibnu Taimiyah, 98.

(28)

yang sama dengan “harga yang setara”, artinya bahwa penghasilan dari upah dalam kondisi normal ditentukan oleh tawar-menawar kedua pihak, antara pemberi kerja dan penerima kerja dimana nantinya tidak akan ada yang dirugikan antara kedua belah pihak.

Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa:

“seorang majikan memiliki kewajiban untuk membayar upah yang adil kepada para pekerjanya, penentuan upah dilarang jika terlalu rendah, hal ini bisa membuat motivasi bekerja seorang karyawan menurun dan tidak maksimal, penentuan upah yang terlalu tinggi juga membuat majikan bisa mengalami kerugian dan tidak bisa menjalankan bisnisnya, hal itu juga akan berdampak pada para pekerja atau karyawan yang bekerja di perusahaan bisa diberhentikan”.36

Pemikiran Ibnu Taimiyah tentang penetapan upah di atas menggambarkan bahwa upah yang setara akan dipertimbangkan oleh penetapan upah (musamma), jika ketetapan upah (musamma) itu ada, di mana dua pihak bisa menerima. Adil, seperti dalam kasus penjual atau penerima upah/harga yang ditetapkan (thaman musamma) berpijak pada harga yang setara.37 Prinsip ini berlaku bagi pemerintah maupun individu.

Jadi, jika pemerintah ingin menetapkan upah atau kedua pihak (employer dan employee) tidak bersepakat tentang besarnya upah, mereka harus bersepakat tentang besarnya upah yang ditetapkan pemerintah, yang berpijak pada kondisi normal. Ini seyogianya berlaku dalam penetapan dan penerimaan, untuk jenis pekerjaan tertentu. Pendapat ini merupakan sebuah pemikiran yang sangat mendalam dan lebih maju dalam menginterpretasikan makna upah yang adil dalam al-Qur’an dan Sunnah.38

Berbeda dengan konsep upah dunia, dimana masalah pengupahan atau gaji adalah masalah yang tidak pernah selesai diperdebatkan oleh pihak manajemen, apapun bentuk organisasinya.

36 Muhammad R. Lukman Fauroni. Visi Al-Qur‟an Tentang Etika dan Bisnis, Edisi ketiga. (Jakarta: Salemba Diniyah, 2008), 17.

37 Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 351.

38 Muhammad Amin Suma. Ijtihad Ibnu Taimiyah Dalam Fiqih Islam.

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), 194.

(29)

Upah seolah-olah kata-kata yang selalu membuat pihak manajemen perusahaan berpikir ulang dari waktu ke waktu untuk menetapkan kebijakan tentang upah. Upah juga yang selalu memicu konflik antara pihak manajemen dengan karyawan seperti yang banyak terjadi akhir- akhir ini.

Tampaknya, konsep yang adil tersebut merupakan sebuah pedoman bagi masyarakat yang adil dan para hakim. Adapun ujuan dari harga yang adil adalah juga untuk memberikan panduan bagi para penguasa dalam mengembangkan kehidupan ekonomi. Kesetaraan begainya adalah jumlah yang sama dari objek khusus dimaksud dalam pemakaian yang umum (urf). Hal ini juga terkait dengan tingkat harga (si’r) dan kebiasaan (adah). Lebih jauh, ia mengemukakan bahwa evaluasi yang benar terhadap standar upah yang adil didasarkan atas analogi dan taksiran dari barang dengan barang lain yang setara.39

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa bagi Ibnu Taimiyah, Islam sangat concern terhadap posisi tenaga kerja, Nabi berkata;

“bayarlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”. Hal ini mengisyaratkan betapa hak-hak pekerja harus mendapat jaminan yang cukup. Islam tidak memperkenankan pekerja bekerja pada bidang- bidang yang tidak diizinkan oleh syariat. Dalam Islam, pekerja bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa abstrak yang ditawarkan untuk dijual pada para pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang mempekerjakan pekerja mempunyai tanggung jawab moral dan sosial.

Dengan demikian sebuah lembaga yang mempekerjakan buruh atau pekerja tidak diperkenankan membayar gaji mereka dengan tidak sewajarnya. Dan sangat besar dosanya bila sebuah lembaga yang dengan sengaja tidak mau membayar upah pekerjanya dengan standar kebutuhan, apalagi bila membujuknya dengan kata- kata bahwa, nilai pengorbanan si pekerja tersebut merupakan pahala baginya. Padahal di balik itu, si pemilik modal melakukan pemerasan berkedok agama. Baik si pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras.

Tanggung jawab seorang buruh tidak berakhir ketika ia meninggalkan pabrik atau usaha majikannya. Tetapi ia juga

39 Ibid., 521.

(30)

mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi kepentingan yang sah, baik kepentingan para majikan maupun para pekerja yang kurang beruntung. Inilah yang disebut dengan keadilan.

Ibnu Taimiyah menentukan bahwa kompensasi (upah) yang setara haruslah memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:40

1. Prisip keadilan

Adil dalam pengupahan yaitu tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak merugikan kepentingannya sendiri, majikan membayar para pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai dengan pekerjaannya. Dalam perjanjian (tentang upah) kedua belah pihak diperingatkan untuk bersikap jujur dan adil, sehingga tidak tejadi tindakan aniaya terhadap orang lain serta tidak merugikan kepentingan sendiri.

Adil dapat digolongkan menjadi empat yaitu:41 a. Keadilan Eksternal

Keadilan tersebut mengacu pada bagaimana rata-rata gaji suatu pekerjaan dalam satu perusahaan dibandingkan dengan rata-rata gaji di perusahaan lain.

b. Keadilan Internal

Keadilan internal adalah seberapa adil tingkat pembayaran gaji, bila dibandingkan dengan pekerjaan lain dalam perusahaan yang sama (misalnya, apakah manajer penjualan dibayar adil bila dibandingkan dengan gaji manajer produksi?).

c. Keadilan Perorangan

Keadilan perorangan adalah keadilan pembayaran perorangan dibandingkan dengan penghasilan rekan kerjanya dengan pekerjaan yang sama dalam perusahaan berdasarkan kinerja perorangan.

d. Keadilan Prosedural

40 Edwin Hadiyan. “Sistem Pengupahan Tenaga Kerja Ditinjau Dari Prinsip Fiqh Muamalah dan Undang-Undang No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”. JBIMA (Jurnal Bisnis dan Manajemen) Vol. 3, No. 1 (Maret 2015), 24-33.

41 Garry Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, 54.

(31)

Keadilan procedural adalah keadilan dalam proses dan prosedur yang digunakan untuk mengambil keputusan berkenaan dengan alokasi gaji.

Berdasarkan hal tersebut, pengusaha harus memberikan kompensasi (upah) para pekerja/karyawan dengan besaran sesuai dengan pekerjaannya. Dalam perjanjian (tentang upah) antara pengusaha dan pekerja harus bersikap jujur dan adil dalam setiap urusannya. Apabila pengusaha memberi kompensasi secara tidak adil, maka dia dianggap telah menganiaya pekerjanya. Dalam memberikan upah, pengusaha atau majikan harus mempertimbangkan upah pekerjanya secara tepat tanpa harus menindas pihak manapun, baik dirinya sendiri maupun pihak pekerja.

2. Prinsip kelayakan.

Kompensasi atau upah yang layak ditunjukkan dengan pembuatan Undang-undang upah minimum disebagian besar Negara Islam. Namun, terkadang upah minimum tersebut sangat rendah, hanya sekedar memenuhi kebutuhan pokok saja. Namun rupanya setiap pemerintah Negara Islam merasa bahwa paling tidak mereka harus mendukung gagasan upah minimum tersebut mengingat suasana moral yang berlaku.42

Agar dapat menetapkan suatu tingkatan upah yang cukup Negara perlu menetapkan terlebih dahulu tingkat upah minimumnya dengan mempertimbangkan perubahan kebutuhan dari pekerja golongan bawah dan dalam keadaan apapun tingkat upah tersebut tidak akan jatuh.43 Untuk mempertahankan suatu standar upah yang sesuai, Islam telah memberikan kebebasan sepenuhnya atas mobilisasi tenaga kerja.

Sudah menjadi kewajiban majikan untuk menentukan upah minimum yang dapat menutupi kebutuhan pokok hidup termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya sehingga pekerja akan memperoleh suatu tingkatan kehidupan yang layak.44

42 Rodney Wilson, Bisnis Menurut Islam Teori Dan Praktek. terj. Salim, J.T, (t.t: PT Intermasa, 1988), 107.

43 Afzalur Rahman. Economic Doctrines of Islam, 365.

44 Wuryanti Koentjoro, “Upah Dalam Perspektif Islam”, PRESTASI, Vol.8 No.2 (Desember 2011), 151.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menggambarkan strategi WALHI-Yogyakarta dalam rangka mewujudkan gerakan walkability city sebagai gerakan sosial baru di Kecamatan Umbulharjo, Kota

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan, Pemerintahan antara

“Metodologi Kritik Hadis (Studi Krisis Atas Pemikiran Umar bin al- Khattab)” (Skripsi--Institut Agama Islam Negeri Tulung Agung, 2014).. Pengantar Hukum Islam di

Sedangkan untuk hasil uji f diperoleh nilai F hitung 26,247 > F tabel 3,08 dengan tingkat signifikan 0,000 < 0,05, yang berarti bahwa variabel gaya kepemimpinan dan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa penambahan dosis probiotik berbeda memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap efisiensi pakan dan

Hafied Cangara dalam bukunya mengungkapkan bahwa ada tujuh hal yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada komunikasi, yaitu : (1) Gangguan teknis, terjadi jika

tidak terlalu spesifik, adanya peningkatan ekhogenitas yang heterogen pada pankreas yang membesar patut dicurigai sebagai suatu proses nekrosis, disamping adanya koleksi

Penampilan wanita tomboy memang sangat kasual, namun untuk memberikan daya tarik tersendiri tips-tips berikut ini bisa Anda coba, jika Anda wanita tomboy yang juga ingin