• Tidak ada hasil yang ditemukan

E- ISSN: All Rights Reserved. P- ISSN: Volume 10 Nomor 1, Agustus 2021 Page: 30-40

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "E- ISSN: All Rights Reserved. P- ISSN: Volume 10 Nomor 1, Agustus 2021 Page: 30-40"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Prajnaparamita 30

NEW MUSEOLOGY: ARAH BARU MUSEUM DI PROVINSI JAMBI SEBAGAI RUANG EDUTAINMENT PEMAJUAN KEBUDAYAAN

New Museology: New Direction of Jambi’s Museum as an Edutainment Room for the Advancement of Culture

Oleh: Asyhadi Mufsi Sadzali

Kampus Universitas Jambi Mendalo, Jl Raya Muara Jambi-Bulian, Jambi asyhadi_mufsi@unja.ac.id

Abstrak

Pengembangan museum secara melembaga telah dimulai sejak masa Repelita I tahun 1969 - 1974.

Akan tetapi hingga tahun 2021, paradigma pengelolaan yang umum dijalankan termasuk di Jambi masih berupa konsep museum tradisional yang sifatnya object oriented atau menekankan fokus kepada objek koleksi. Di beberapa negara maju, seperti Eropa, Amerika, dan Singapura, paradigma museum telah bergeser menjadi paradigma New Museology. Pembaharuan yang muncul sebagai kritik atas museum lama bersifat konvensional dengan pola komunikasi satu arah adalah untuk menjadikan museum bersifat terbuka yang mengutamakan pengunjung dalam beragam aktivitas museum. Penelitian ini mengambil lokasi penelitian museum yang terdapat di Provinsi Jambi dengan pendekatan kualitatif. Pada tahapan analisis data digunakan metode kajian museum, dengan menggunakan data observasi lapangan sebagai dasar acuan dalam merancang konsep baru yang lebih relevan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan konsep New Museology pada tata kelola dan komunikasi koleksi museum dapat me-maksimalkan pencapaian visi misi museum sebagai ruang edukasi yang bersifat entertaiment penggerak pemajuan kebudayaan daerah Jambi.

Kata kunci: new museology, pemajuan, kebudayaan, Jambi.

Abstract

Institutional advancement of museums has been started since the Repelita I period of 1969 – 1974.

However until 2021, the paradigm of museum management in Indonesia, including Jambi, generally still applies the old concept of object-oriented or orientation that emphasizes objects to collectivity.

In developed countries, such as Europe, America, and Singapore, the museums paradigm has been shifted towards its role as a source of learning and cultural advancement or known as the New Museology paradigm. This renewal appears as a criticism of the old museum which is conventional, whose main orientation is the collection, with one way pattern of communication. Museum are expected to be open museums, and prioritizing visitors in various museum activities. The research objects are museums located in Jambi Province. This research was qualitative with the museum's critical study methodology. Field observations were made on the main problem, to be analyzed, then a new concept is offered. The research results reveal that with the application of the concept of New

(2)

Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 1, Agustus 2021 e-ISSN: 2807-1298

p-ISSN: 2355-5750

31 Jurnal Prajnaparamita

Museology, the museum collections can be maximized to make the museum as an educational space with entartaiment characteristics to enhance the regional Jambi culture.

Key words: New museology, Advancement, Culture, Jambi

PENDAHULUAN

Masyarakat Eropa, telah mengenal museum sejak masa Romawi kuno, tetapi di wilayah Nusantara baru dikenal sejak tahun 1750 M yang dipelopori oleh G.E Rumphius ilmuwan Jerman yang bekerja untuk V.O.C mengumpulkan koleksi etnografi dan arkeologi di Kepulauan Maluku dalam satu ruang yang dikenal dengan D’Amboinsche Rariteitkamer (Supardi, 2004).

Permuseuman terus berlanjut hingga era kemerdekaan Republik Indonesia dan semakin terpacu pada Repelita I yaitu pada 1969 – 1974 hingga kini menjadi semakin pesat secara kuantitatif dan juga dalam paradigma konsep pengelolaan (Direktorat Permuseuman, 1999).

Museum dipandang sebagai gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapatkan perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu lain.

Namun, apabila merujuk pada konvensi, Internatonal Council Of Museums, disingkat ICOM, museum diartikan sebagai sebuah lembaga yang bersifat tetap, serta tidak mencari keuntungan dalam melayani masyarakat untuk kemajuan peradaban dan kemajuan kebudayaan (ICOM, 2007).

Pemajuan kebudayaan di beberapa negara seperti Eropa, Asia, dan Amerika, melibatkan museum sesuai dengan fungsinya sebagai media edukasi dan pemajuan kebudayaan. Terbukti sejak awal abad ke-20, museum berhasil dan berdampak luar biasa dalam menanamkan kesadaran identitas, dan

nasionalisme penguat fondasi pembangunan peradaban suatu bangsa. Beberapa museum yang dianggap patut dijadikan percontohan salah satunya adalah The National Museum of American History. Museum itu mengusung visi menanamkan sejarah peradaban dan kebudayaan Amerika yang beragam.

Keberadaannya terbukti telah berhasil memantapkan akar kebudayaan warga Amerika, termasuk para imigran pendatang dari Asia (https://americanhistory.si.edu/visit)

Berbeda dengan Indonesia, tantangan yang dihadapi museum tantangan adalah belum maksimalnya peran museum sebagai media pembelajaran dan pemajuan kebudayaan. Penelitian terdahulu mengungkapkan adanya beberapa kendala baik sumber daya, manusia, sarana prasarana, maupun dalam pandangan konsep paradigma. Kondisi ini digambarkan dalam sebuah idiom “Dalam hidup seseorang hanya dua kali berkunjung ke museum; yaitu ketika masih kecil bersama robongan sekolah, dan ketika tua menemani cucu yang sedang mengikuti rombongan sekolah”.

Pada sisi lain terkadang, museum dianggap sebagai gudang penyimpanan barang antik, dan kebanyakan masyarakat menyematkan image demikian kepada museum (Akbar, 2010). Fenomena tersebut sangat paradoksal dengan harapan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum maupun ICOM. Dalam kedua dokumen disebutkan bahwa visi misi museum berperan sebagai alat pendidikan zaman modern dan senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia modern itu

(3)

Jurnal Prajnaparamita 32 sendiri, termasuk dalam model komunikasi

yang diterapkan (Alisjahbana, 1954).

Meninjau perkembangan museum di Indonesia dari tahun 1969, museum pemerintah umumnya bermazhab paradigma lama atau konsep traditional museum yang fokus pengelolaannya pada objek atau object oriented. Seiring dengan perkembangan zaman, museum juga mengalami perubahan paradigma yang dikenal dengan New Museology. Paradigma ini menekankan peran museum sebagai sumber pembelajaran dan pemajuan kebudayaan. Konsep baru yang dilahirkan dari kritik model museum lama yang bersifat eksklusif dan konvensional dengan pola komunikasi monoton searah.

Konsep tersebut beralih menjadi museum yang bersifat terbuka, mengutamakan pengunjung dan dengan model komunikasi multi media dan multi direksional. Bentuk kongkretnya melibatkan publik mulai dari membangun narasi koleksi, hingga dalam memberikan ide baru, serta masukan lain kepada museum terkait tata kelola (Ross, 2004).

Terlebih lagi pada era Revolusi Industri 4.0 dan Smart Society 5.0 seperti sekarang ini, interaksi dua arah dalam museum menjadi modal utama untuk menghadirkan pengalaman menarik kepada pengunjung sehingga membawa mereka kembali berkunjung (Fraser, 2007). Capaian ini yang mestinya mendasari pembentukan visi museum di Provinsi Jambi yang memiliki tiga museum; yaitu Museum Siginjai, Museum Perjuangan Rakyat Jambi, dan Museum Gentala Arasy. Hal itu juga semakin diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum, Undang Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Eftrianto (2019) dalam penelitiannya terkait dengan pengelolaan Museum Siginjai sebagai objek wisata edukasi memandang perlu upaya adaptasi dan pengembangan konsep, utamanya dalam tata kelola dan komunikasi koleksi di Museum Siginjai.

Hipotesis yang mendasari analisis data dari kuesioner. Pengunjung menganggap perlu penawaran konsep yang lebih berorientasi kepada pengunjung, tidak terbatas pada objek koleksi (Eftritianto, 2019). Berangkat dari penelitian terdahulu, muncul pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana strategi efektif untuk mengoptimalkan tata kelola koleksi pada tiga museum di Jambi untuk pemajuan kebudayaan? Pertanyaan penelitian ini akan dijawab dengan menggunakan metode penelitian yang dijabarkan pada sub-bab selanjutnya.

Landasan Teori

Kritik terhadap museum tradisional melahirkan paradigma yang dikenal dengan New Museology yang pada tahun 1988 dipopulerkan oleh Andrea Hauenschild dalam disertasinya berjudul “Claims and Reality of New Museology; Case Studies in Canada, The United States and Maxico” dari Hamburg University. Paradigma ini kemudian berkembang menjadi teori dengan penekanan analisis pada konsep tata kelola museum, utamanya komunikasi museum yang lebih berorientasi kepada pengunjung.

Konsep baru tersebut berlawanan denga konsep Traditional Museum, yang menekankan pada koleksi tanpa memperhatikan unsur pandangan dan respon pengunjung sehingga tata kelola dan narasi yang dihadirkan bersifat sangat subjektif, sempit, lebih banyak mengenai masa lalu, dan tidak mengaitkan keberadaan koleksi dengan situasi hari ini, dan masa mendatang (Hauenschild, 1988).

(4)

Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 1, Agustus 2021 e-ISSN: 2807-1298

p-ISSN: 2355-5750

33 Jurnal Prajnaparamita

Teori ini diangap seuai dengan kebutuhan museum hari ini, khususnya museum di wilayah Jambi yang secara visi menekankan peran dan fungsinya sebagai media edukasi masyarakat serta ruang pemajuan kebudayaan daerah yang sejalan dengan semangat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017. serta Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum.

METODE PENELITIAN

Penalaran penelitian ini bersifat kualitatif yang lebih menekankan kepada pengamatan fenomena di lapangan dengan menggunakan metodologi kajian museum dengan konsep New Museology untuk menganalisis permasalahan belum optimalnya tata kelola koleksi dan komunikasi museum di Jambi sebagai media pemajuan kebudayaan daerah.

Perubahan paradigma global yang menghendaki museum tidak hanya sebatas ruang penyimpanan koleksi tetapi juga sebagai ruang pembelajaran yang menyenangkan. Konsep ini dipraktikkan pada dekade 1950 hingga 1990-an., atau dikenal dengan konsep Traditional Museum.

Sebaliknya konsep New Museology lahir sebagai kritik atas tata kelola museum tradisional yang terlalu fokus pada objek koleksi. Pusat perhatian New Museology lebih condong kepada pengunjung, dan objek koleksi dianggap sebagai media atau bagian dari komponen komunikasi dengan nilai-nilai penting hasil interpretasi multi disiplin ilmu, dan melibatkan masyarakat guna mencapai tujuan museum menjadi media edukasi dan pemajuan kebudayaan lokal (Hauenschild, 1988).

Adapun tahapan sistematis yang diterapkan meliputi tahapan 1) pengumpulan data pustaka dan data lapangan (museum)

terkait dengan tata kelola koleksi museum di Jambi 2) analisis kajian komunikasi koleksi, dan 3) penyusunan strategi tata kelola koleksi museum berbasis konsep New Museology.

Tahapan pengumpulan data lapangan dilakukan dengan observasi langsung ke lokasi museum untuk mengamati kuantitas dan kualitas komunikasi koleksi museum.

Selanjutnya dalam penyusun strategi konsep tata kelola dan komunikasi koleksi mengacu pada hasil analisis data dan dikembangkan dalam konsep New Museology.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berangkat dari hasil observasi langsung ke museum dan data jumlah pengunjung, dapat diketahui bahwa kondisi pengunjung tiga museum di wilayah Provinsi Jambi masih tergolong sedikit dan museum belum menjadi tujuan utama untuk pembelajaran, dan rekreasi, serta belum menjadi lokasi rujukan dan inspirasi penelitian baik umum maupun skripsi mahasiswa. Sementara itu tata kelola dan model komunikasi museum yang ditawarkan, masih bersifat satu arah, dan belum multi arah. Hal itu terlihat karena pengunjung hanya memperoleh informasi dari deskripsi pada label informasi koleksi atau berdasarkan pemaparan pemandu museum.

Jumlah pengunjung yang datang ke Museum Siginjai, Museum Perjungan Rakyat Jambi, dan Museum Gentala Arsy, termasuk dalam jumlah kecil dan pengunjung cenderung melakukan kunjungan keliling mandiri, dan sedangkan kunjungan kelompok umumnya dipandu. Museum Siginjai dalam upaya pencapaian visi-nya “Mewujudkan Museum Negeri Siginjai sebagai cerminan budaya daerah dan menjadi pusat pendidikan dan penelitian serta pesona rekreasi”

dilakukan melalui tujuh misi yang secara

(5)

Jurnal Prajnaparamita 34 keseluruhan berorientasi pada penyelamatan,

pemeliharaan, pemanfataan objek koleksi yang kemudian dituangkan kedalam rangkaian story line (Eftritianto, 2019).

Alur cerita Museum Siginjai secara garis besar terdiri atas; 1). Ruang Sejarah Jambi, yang menampilkan lambang Provinsi Jambi, 9 kabupaten, dan 2 kota, serta menampilkan satu peta besar dan miniatur geomorfologi wilayah Jambi; 2). Ruang Fauna dan Geologi, yang menampilkan harimau sebagai hewan langka serta beberapa jenis bebatuan seperti batubara yang banyak terdapat di Jambi; 3). Ruang Prasejarah, Klasik dan Kolonial, yang menampilkan temuan arkeologi masa neolitik berupa beliung persegi serta temuan arca logam yang ditemukan di beberapa situs masa Hindu- Buddha di Jambi. Sementara itu masa kolonial ditampilkan gramofon sebagai ikon mewakili kolonialisme Eropa; 4). Ruang Kompleks Percandian Muarajambi yang menampilkan temuan-temuan arkeologi di kawasan Percandian Muarajambi dalam bentuk fragmen artefak dan visual foto; 5).

Ruang Budaya Jambi dan Teknologi, yang menampilkan koleksi etnografi dari beragam suku yang tersebar di wilayah Jambi; 6).

Ruang Keramik, yang menampilkan beragam fragmen temuan keramik dari beragam Negara tetapi didominasi keramik China dari beragam dinasti; dan 7). Ruang Khazana, atau ruang harta pusaka Jambi yang menampilkan replika keris Siginjai, medali hadiah Kesultanan Turki, dan aksara Incung ditulis pada tanduk kerbau.

Pada Museum Perjuangan Rakyat Jambi, dalam tata kelolanya menuju tercapainya visi misi museum, alur cerita di lantai dasar memamerkan galeri kepahlawanan, termasuk Suktan Thaha Saifuddin, Raden Mattaher dan tokoh pejuang Jambi lainnya. Di lantai dua

dipamerkan beragam senjata dan peralatan peninggalan masa perang kemerdekaan.

Sementara itu alur cerita di Museum Gentala Arsy terdiri atas satu ruang pamer dengan benda bernuansa islami termasuk mazhab Al- qur’an berukuran besar yang ditulis tangan.

Dari sebaran koleksi ketiga museum, terlihat bahwa tiap-tiap museum memiliki keunikan masing-masing. Apabila dikelola dengan maksimal sesuai dengan perkembangan paradigma permuseuman, keunikan tersebut tidak hanya karena artefak fisiknya, tetapi juga karena pesan, pengetahuan dan cerita di balik koleksinya (Hooper-Greenhill, 1999).

Pendekatan kajian museum terutama dalam hal tata kelola dan model komuniaksi yang diterapkan menjadi fokus utama untuk mengoptimalkan kondisi museum untuk mencapai visi nya selaku media pembelajaran dan pemajuan kebudayaan di daerah Jambi. Data atas persoalan ini secara sederhana dapat dilihat dari jumlah pengunjung, aktifitas pengunjung, dan jumlah riset yang dilakukan publik terkait dengan koleksi museum, termasuk sebarapa banyak koleksi museum telah menginspirasi kehidupan masyarakat sekitar. Maka dari itu penting untuk memperbaki model tata kelola dan komunikasi museum yang ada di Jambi.

Melalui proses komunikasi yang tepat, mindset publik akan didekonstruksi atau dirombak ke arah cara pandang berwawasan kebudayaan. Adapun komunikasi museum secara mendasar mencakup pameran (termasuk pameran temporer), publikasi, dan aktivitas pendidikan lain yang berperan penting dalam melakukan perubahan pada publik (Mencsh, 1992) Berdasarkan data tentang tata kelola Museum Siginjai, Museum Perjuangan Rakyat Jambi, dan Museum Gentala Arsy, apabila dilakukan analisis komparatif dengan konsep New Museology, perbedaan tata kelola ke tiga museum antara yang masih bersifat

(6)

Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 1, Agustus 2021 e-ISSN: 2807-1298

p-ISSN: 2355-5750

35 Jurnal Prajnaparamita

tradisional dan yang berkonsep New Museology, secara terperinci diuraikan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Analisis Komparatif Tata Kelola Museum di Jambi dengan New Museology

Bidang Tata Kelola

Tata Kelola di Museum Siginjai, Museum Perjuanga n Rakyat Jambi, dan Gentala Arsy

Konsep New Museology

Objektif Informasi koleksi bersifat umum

Mengaitkan kegiatan sehari-hari

Prinsip dasar

Fokus pada koleksi

Berorientasi pada

pengunjung Struktur

organisasi

Bersifat institusional , hierarkis, dan

pendanaan pemerintah daerah

Organisasi tata kelola bersifat partisipatif, profesional, dan

pendanaan dari publik Pendekatan

komunikasi

Informasi berfokus pada peristiwa masa lalu

Narasi mengaitkan masa lalu dengan

realitas masa kini dan mendatang Tugas dan

tanggung jawab

Koleksi, dokumentas i, penelitian,

Koleksi, dokumentasi, penelitian, konservasi,

konservasi, dan mediasi

mediasi, dan pembelajaran berkelanjutan serta evaluasi

Berdasarkan hasil analisis kajian museum terkait dengan tata kelola termasuk alur cerita dan pola komunikasi koleksi di tiga museum; yaitu Museum Siginjai, Museum Perjuangan Rakyat Jambi, dan Museum Gentala Arsy, terdapat 4 hal yang menjadi penghambat optimalisasi peran museum sebagai media pembelajaran rekreasi, dan sumber pemajuan kebudayaan daerah Jambi, sebagai brikut;

1) Museum belum mengembangkan dan memanfaatkan koleksi dengan maksimal;

2) Tata kelola masih dengan konsep Traditional museum yakni object oriented;

3) Model komunikasi

berorientasi deskripsi umum, tidak berdasarkan nilai penting, dan;

4) Sinergitas museum dengan stakeholder terkait belum terjalin dalam pemajuan kebudayaan.

Keempat penghambat pencapaian terlaksananya visi misi museum di Provinsi Jambi dipandang dapat diselesaikan dengan penerapan konsep New Museology terutama untuk menghidupkan museum sebagai media pembelajaran dan sumber pemajuan kebudayaan masyarakat Jambi. Merujuk pada analisis data kajian museum, berikut ini adalah empat strategi pengembangan menuju arah baru museum Jambi sebagai ruang edutainment pemajuan kebudayaan yakni sebagai berikut;

(7)

Jurnal Prajnaparamita 36 1. Museum yang berorientasi pada

pengunjung.

Koleksi museum merupakan kategori unggul dengan beragam nilai penting yang terkandung dalam koleksi. Langkah dalam pemanfaatan koleksi secara maksimal, selain berdasarkan data kajian koleksi yang dilakukan oleh kurator dan Tim Ahli Cagar Budaya, sesuai dengan Pasal 32,(Undang Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, 2011) juga harus melihat sudut pandang pengunjung selaku konsumen.

Penekanannya bukan pada interpretasi sejarah, dan arkeologi, melainkan pada minat dan ketertarikan pengunjung terhadap koleksi, misalnya pada dimensi dan hal unik lain. Motode ini umum digunakan dalam konsep pemasaran produk, namun museum juga harus mempertimbangkan selera pengunjung yang merupakan konsumen.

Hasil identifikasi koleksi yang didasari kajian akademis dan kajian pengunjung, ditargetkan akan mampu menghidupkan daya tarik unggulan dan membangun ikon utama dari koleksi dan museum itu sendiri. Bahkan hasil perpaduan kajian ini akan mengungkap identitas koleksi dan museum sebagai alat pembelajaran rekreasi yang senantiasa sejalan dengan perkembangan zaman. Sebagai langkah akhir, akan dilakukan pengemasan atau branding image terkait koleksi yang dihadirkan kepada publik agar tertarik berkunjung ke museum (Russel, 2003).

Berdasarkan hasil observasi lapangan, setidaknya beberapa koleksi museum di Museum Siginjai, Museum Perjungan Rakyat Jambi, dan Museum Gentala Arsy memiliki potensi untuk mengawali langkah perubahan arah paradigma tata kelola koleksi New Museology yakni sebagai berikut.

Tabel 2. Koleksi Museum dengan Kajian Akademik Memadai.

Museum Koleksi Keunikan/Keunggul an/Nilai Penting Siginjai a. Arca

Avalokites vara berlapis emas b. Arca Diva Laksmi

a. Arca berbahan perunggu berlapis emas ditemukan di Desa Rantau Kapas Tuo pada tahun 1991 bisa dikaitkan dengan peran Jambi pada masa klasik sebagai pusat pendidikan di Asia Tenggara.

b. Arca berbahan perunggu setinggi 32 cm, temuan di Koto Kandis, Muara Sabak, satu-

satunya di

Indonesia, dan bisa dikaitkan dengan narasi Sabak sebagai pelabuhan internasional pada masa klasik

Perjuang an Rakyat Jambi

Pesawat Catalina RI005

Pesawat ini digunakan rakyat Jambi dalam mempertahakan kemerdekaan bisa dikaitkan dengan semangat

perjuangan.

(asosiasimuseumind onesia, 2020) Gentala

Arsy

Mushaf Al-Qur’an

Al-Qur’an ditulis tangan berukuran 1,25 x 1, 80 m, lebih besar daripada koleksi di Museum Istiqlal Jakarta

(8)

Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 1, Agustus 2021 e-ISSN: 2807-1298

p-ISSN: 2355-5750

37 Jurnal Prajnaparamita

(Sabrina. 2019: 44), bisa dikaitkan dengan filosofis orang Jambi “Adat bersandi syarak, Syarak bersandi Kitabullah.

2. Menata Komunikasi Koleksi Sesuai Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Pengembangan tata kelola komunikasi koleksi museum sangat penting dilakukan untuk mencapai perannya sebagai sumber pemajuan kebudayaan. Segala tindakan harus berpedoman pada Standar Operasional Prosedur atau S.O.P yang dibuat oleh pihak museum. S.O.P khusus terkait upaya komunikasi koleksi yang meliputi;

pengadaan koleksi, inventarisasi, pengkajian, penghapusan, perawatan, peminjaman, penempatan posisi koleksi, lalu lintas koleksi, komunikasi koleksi, dan keamanan koleksi. Selain tersedianya S.O.P, koleksi ini juga harus dikelola dengan konsep yang teruji secara kajian akademik, dan didukung sarana-prasarana pendukung komunikasi edukasi pada pengunjung.

Pengkajian tata kelola komunikasi koleksi tidak hanya menitikberatkan pada nilai penting secara sempit, tetapi juga terkait relasinya dengan objek lain, dan memori kolektif masyarakat sehingga dihasilkan komunikasi yang bersifat mendalam dan sesuai dengan konteks masyarakat hari ini.

Dengan kata lain, narasi komunikasi koleksi sesuai kondisi sosial budaya masyarakat Jambi dimana narasi yang dibangun dari hasil kajian mendalam, akan mendukung tata kelola storyline yang representatif, serta penempatan koleksi yang sesuai dengan komunikasi efektif. Di luar gedung museum,

membangun ikon dan branding museum, baik tag-line, slogan promosi, suvenir juga akan mendukung komunikasi koleksi. Selain itu tata kelola komuniksi koleksi juga harus dievaluasi sesuai kajian terbaru dan perkembangan kebutuhan pengunjung.

Misalnya tipikal pengunjung pada tahun 2010 kebawah masih terbiasa dengan gambar bernarasi teks, tetapi diatas 2010 pengunjung lebih tertarik dengan informasi digital multimedia. Hal ini sejalan dengan sifat dasar museum sebagai media pendidikan zaman modern yang akan senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia modern itu sendiri (Alisjahbana, 1954)

3. Keterlibatan Multy Stakeholder Era Revolusi Industry 4.0 menghapus pembatas ruang dan ego sektoral.

Keterbukaan informasi sudah menjadi keniscayaan pada masa kini termasuk dalam menjalankan pengelolaan museum. Sebagai unsur penting dalam menjalankan fungsi museum, komunikasi dianggap ujung tombak dari upaya kongkret pencapaian visi dan misi museum sebagai sumber pembelajaran dan pemajuan kebudayaan. Sifat dan fungsinya yang menghubungkan antara narasi koleksi dengan publik menjadikanya penting dan perlu penerapan model komunikasi yang tepat dan efektif. Museum secara kreatif menciptakan ketertarikan dan memudahkan pengunjung dalam memaknai informasi koleksi saat berkunjung ke museum sehingga mendapatkan pengetahuan, pembelajaran, sekaligus juga hiburan (Sadzali, 2014).

Inovasi konsep komunikasi museum dalam penyajian storyline kepada publik penting untuk melibatkan multy stakeholder, terutama dalam pengkajian nilai serta sudut pandang publik Jambi dalam memandang koleksi yang sebenarnya sebagai bagian dari kebudayaan mereka. Pelibatan ini bertujuan agar pesan yang disampaikan lebih

(9)

Jurnal Prajnaparamita 38 komunikatif, menarik dan memberikan nilai

penting bagi masyarakat. Paradigma lama museum yang bersifat object oriented membuat koleksi terkesan kaku, informasi mendasar, dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Bertolak belakang dengan paradigma New Museology yang lebih berorientasi kepada pengunjung menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman terutama dalam teknologi multimedia, model komunikasi yang ditawarkan bersifat dua arah, atau lebih, serta narasi informasi yang dibangun bersifat multi perspektif, bahkan pengunjung dapat membantu museum dalam mengembangkan interpretasi objek koleksi. Maka pada kondisi ini kehadiran museum sebagai ruang edukasi dan pemajuan kebudayaan publik terwujud secara nyata (Knez, 1970).

Menjadikan koleksi museum sebagai objek penelitian pelajar, mahasiswa, guru, peneliti, pamong budaya, dan masyarakat luas adalah salah satu langkah kongkret konsep New Museology yang sangat terbuka akan keterlibatan beragam pihak. Bahkan keterlibatan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat pemerhati sejarah dan budaya yang memiliki peran ganda dalam mendukung eksistensi museum di Jambi akan menjadi sumber pemajuan kebudayaan. Cara dan langkah paling mudah dan kongkret adalah mengarahkan komponen ini mengangkat koleksi museum, terutama koleksi masterpiece, sebagai objek kajian tugas sekolah, skripsi atau konten blog atau YouTube. Salah satu contohnya adalah skripsi dengan judul “Museum Gentala Arsy Sebagai Sumber Bealajar Sejarah Perkembangan Islam di Jambi” yang ditulis mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah. Selain skripsi, tugas akhir perkuliahan Program Studi Arkeologi berupa pengkajian kritis dan penyususan rekomendasi tata kelola, bidang komunikasi

dan hal tekait lain. Pada masa mendatang koleksi museum akan semakin banyak diangkat oleh mahasiswa, maupun pihak lain sehingga data informasi terkait koleksi akan menjadi semakin kaya, melimpah serta penyebaran informasi ke publik secara luas juga semakin tercapai.

3. Koleksi Sebagai Sumber Inspirasi Pemajuan Kebudayaan.

Koleksi museum yang telah melewati tahapan peralihan dari objek arkeologi menjadi objek edukasi publik, yakni tahapan konservasi, identifikasi koleksi, interpretasi, penyusunan narasi, penempatan dalam storyline atau alur cerita, penataan tata kelola, dan penyiapan sistem keamanan secara sistematis dilakukan untuk menghadirkan komunikasi yang efektif antara koleksi dan pengunjung. Keberhasilan komunikasi antara koleksi dan pengunjung akan memberikan inspirasi dalam berbagai sisi kebudayaan, baik yang bersifat ilmiah, maupun non- ilmiah. Tentu dengan semakin banyaknya pengunjung yang terinspirasi, peran museum sebagai ruang pemajuan kebudayaan akan berjalan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Cagar Budaya dan juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Salah satu yang telah berjalan sejauh ini adalah menjadikan koleksi Museum Siginjai sebagai bahan penelitian skrispi, dengan harapan dapat memberikan sumbangsih dalam pemajuan kebudayaan Jambi.

SIMPULAN

Tata kelola koleksi Museum Siginjai, Museum Perjuangan Rakyat Jambi, dan Museum Gentala Arasy sangat potensial untuk dimaksimalkan dalam perannya sebagai sumber pemajuan kebudayaan.

Selain karena koleksinya memiliki nilai-nilai

(10)

Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 1, Agustus 2021 e-ISSN: 2807-1298

p-ISSN: 2355-5750

39 Jurnal Prajnaparamita

penting juga karena publik memiliki ikatan erat dan memori kolektif dengan koleksi, seperti keris Siginjai dan koleksi lain.

Terlebih dengan kondisi masa kini, kemajuan Revolusi Industri 4.0 dan era New Normal menjadikan museum sebagai media pembelajaran moderen yang tepat serta dapat dinikmati semua lapisan masyarakat dengan aman dan nyaman. Selain itu telah menjadi kewajiban museum untuk memanfaatkan dan mengkomunikasikan koleksi kepada masyarakat dalam hal kepentingan pemajuan kebudayaan. Sementara itu, amanah Peraturan Pemerintah tentang Museum Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat (Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 Tentang Museum, 2015). Dapat dipahami bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum sangat mengutmakan subject oriented, atau berorientasi kepada pengunjung tidak berorientasi kepada objek. Dengan kata lain paradigma yang dipakai adalah paradigma New Museology.

Secara teoretis dan teknis strategi New Museology merupakan konsep yang kini banyak dijadikan acuan serta pedoman untuk menghidupkan dan memaksimalkan koleksi museum sebagai sumber pemajuan kebudayaan. Disamping itu konsep New Museum dengan paradigma berfokus pada subject oriented atau menekankan kepada pengunjung serta berbasis pada masyarakat telah terbukti di beberapa negara; Amerika, Jepang, Singapura dan lain. Konsep ini mampu menghidupkan dan menjadikan museum sebagai ruang pembelajaran dan sumber pemajuan kebudayaan. Contoh kongkret keberhasilan strategi New Museology ini dapat dilihat pada The National Museum of American History di

Amerika. Penelitian ini menyimpulkan bahwa konsep New Museology sangat tepat untuk diterapkan di museum yang terdapat di Jambi; yaitu Museum Siginjai, Museum Perjuangan Rakyat Jambi, dan Museum Genatala Arasy dalam pencapaian target visi misinya sebagai sumber pemajuan kebudayaan daerah Jambi.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. (2010). Museum Di Indonesia:

Kendala dan Tantangan. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Alisjahbana, S. (1954). Museum Sebagai Alat Pendidikan Zaman Modern.

Jakarta: Pustaka Rakjat.

asosiasimuseumindonesia. (2020, September 3). No Title-museum-perjuangan- rakyat-jambi.

Https://Asosiasimuseumindonesia.Org.

Retrieved from

https://asosiasimuseumindonesia.org/an ggota/9-profil-museum/53-museum- perjuangan-rakyat-jambi.html Direktorat Permuseuman. (1999).

Perkembangan Museum di Indonesia dari pelita I-IV. Jakarta: Direktorat Permuseuman.

Eftritianto, M. R. I. (2019). Pemanfaatan Museum Negeri Siginjai Provinsi Jambi Sebagai Daya Tarik Wisata.

Fraser, J. (2007). Museum – Drama, Ritual and Power. Museum Revolution.

London & New York: Routledge.

Hauenschild, A. (1988). Claims and Reality of New Museology: Case Studies in Canada, the United States, and Mexico.

Doktor Hamburg University.

Hooper-Greenhill, E. (1999). Museum, Media, Message. London & New York:

(11)

Jurnal Prajnaparamita 40 Rotledge.

ICOM. (2007). Kode Etik ICOM Untuk Permuseuman. Jakarta: Direktorat jendral Permuseuman.

undang undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, (2011).

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 Tentang Museum, (2015).

Knez, E. I. & A. G. W. (1970). The Museum as Communication System: an

Assesment of Cameron’s Viewpoint.

Museum, 13(3).

Mencsh, P. van. (1992). Towards a Methodology of Museology. Thesis.

Croatian: University of Zagreb.

Ross, M. (2004). Interpreting The New Museology. University of Leicester, 2(2), 84.

Russel, R. & kylie W. (2003). Significance 2.0: a Guide to Assessing the

Significance of Collections. Australia:

Collection Council of Australia Ltd.

Sadzali, A. M. (2014). Museum Untuk Kebangkitan Maritim Indonesia:

Kajian Kritis Komunikasi Museum Bertema Maritim di Indonesia. Tesis Program Pasca Sarjana Arkeologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Supardi, N. (2004). Sejarah Kelembagaan Kepurbakalaan di Pemerintahan dan Dinamikanya. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Gambar

Tabel  1.  Analisis  Komparatif  Tata  Kelola  Museum  di  Jambi  dengan  New  Museology  Bidang  Tata Kelola  Tata Kelola di  Museum  Siginjai,  Museum  Perjuanga n  Rakyat  Jambi,  dan  Gentala  Arsy  Konsep  New Museology  Objektif  Informasi  koleksi
Tabel  2.  Koleksi  Museum  dengan  Kajian Akademik Memadai.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kualitas bakteriologis air dengan kejadian penyakit diare di desa boiya kecamatan maiwa kabupaten

Potensi banjir di lahan sawah 8-harian Metode: Overlay antara kondisi NDVI lahan sawah dengan informasi curah hujan dari TRMM TRMM MODIS HIMAWARI NPOESS SMOS

Sebagai bangunan yang komersial sebuah stadion sedapat mungkin untuk mudah dicapai dan dikenali olch pengunjung, schingga pemilihan site pada jalur ringroad utara ini

Pada bagian ini akan diberikan simulasi menggunakan program Mathematica 9.0 untuk menunjukkan grafik hubungan dua variabel, yaitu hubungan posisi kendaraan terhadap

Sumber: (Museum Nasional, 2019) Seperti terlihat pada Gambar di atas, bagian kerangka atap Rumah Nias Utara dan Selatan ini disusun berdasarkan pengulangan bentuk dan pola

PENDETEKSIAN HOTSPOT DENGAN SPACE TIME SCAN STATISTICS PADA KESEHATAN BAYI DAN BALITA DI KOTA DEPOK.. Maryana 1* , Yekti Widyaningsih 2 , Dian

Namun, jika ada prosedur yang tidak bisa dikerjakan di dalam BSC maka prosedur tersebut dapat dikerjakan di luar BSC dengan melengkapi peralatan pengamanan personal,

Perangkat-perangkat yang dilakukan pengujian adalah GPS Garmin 35/36 (GPS receiver), sistem minimum mikrokontroler AVR- ATmega8535, rangkaian komunikasi serial (RS-232),