Copyright ©2021 Museum Nasional All Rights Reserved
E- ISSN: 2807-1298 P- ISSN: 2355-5750
Volume 10 Nomor 2, Desember 2021 Page: 14-27
DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.43
Jurnal Prajnaparamita 14
PENERAPAN ETIKA KONSERVASI DALAM RESTORASI MINIATUR RUMAH TRADISIONAL NIAS: MELESTARIKAN
ARSITEKTUR TRADISIONAL TAHAN GEMPA
Application of Conservation Ethics in Restoration of Traditional Houses Miniature: Preserving Earthquake Resistant Traditional Architecture
Dian Novita Lestari*, Farah Dhita Hasanah Museum Nasional
Jalan Medan Merdeka Barat No.12, Jakarta Pusat, Indonesia Pos-el: [email protected] *
Received: Oct 14, 2021 Accepted: Nov 19, 2021 Published: Dec 1,2021
Abstrak
Indonesia memiliki arsitektur rumah tradisional yang sangat beragam. Namun, keberadaan bangunan tradisional Indonesia sudah semakin berkurang karena tergerus modernisasi. Salah satu upaya pelestarian yang dilakukan oleh Museum Nasional Indonesia adalah dengan mempertahankan bentuk arsitektur tradisional dalam bentuk miniatur koleksi. Miniatur ini memiliki fungsi sebagai representasi dari rumah asli di daerah asalnya. Dalam tulisan ini dijabarkan proses restorasi dua koleksi miniatur rumah tradisional yang terdapat di Museum Nasional, yaitu rumah tradisional Nias Utara dan Nias Selatan. Tahapan restorasi yang dilakukan mengikuti etika konservasi sehingga fisik koleksi dapat dipertahankan tanpa mengubah struktur asli bangunan yang seharusnya ada.
Pelaksanaan restorasi diawali dengan mengumpulkan informasi mengenai bentuk koleksi sebelum kerusakan melalui pencarian data berupa foto, laporan kurasi, atau konservasi terdahulu. Informasi mengenai struktur dan material bangunan diperkuat dengan pencarian referensi yang sesuai. Restorasi miniatur rumah tradisional di Museum Nasional bertujuan untuk mengembalikan bentuk fisik bangunan arsitektur tradisional guna melestarikan fungsi-fungsi yang melekat padanya, seperti informasi mengenai keunikan arsitekturnya dan struktur tahan gempa. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penerapan etika konservasi yang harus dipatuhi dalam melakukan restorasi, khususnya dalam preservasi arsitektur tradisional.
Kata kunci: Restorasi, Konservasi, Arsitektur Tradisional, Rumah Tradisional, Tahan Gempa Abstract
Indonesia has numbers of architecture of traditional houses. However, the existence of Indonesian traditional houses has been diminished because of modernization. One of preservation efforts which is held by the National Museum of Indonesia is maintaining the shape of traditional architectures in the form of miniature. This miniature functions as a representation of original house in its origin.
15 Jurnal Prajnaparamita
This article describes restoration process of two traditional house miniature collections of the National Museum of Indonesia, i.e., North Nias dan South Nias Traditional House. Restoration steps follow conservation ethics so that physique of collections could be preserved without changing their structure of original buildings. Restoration process is started by collecting information about collections’ construction before any damage occurs through database, namely previous pictures, previous curration’s, or conservation’s reports. Information about the structure and building’s materials are strengthen by suitable references. Restoration of miniature of traditional house in the National Museum of Indonesia aims to restore physical structure of architecture of traditional buildings, preserving their intrinsic functions, such as information about their architechtural uniqueness and earthquake-resistant structure. This article could be a reference in implementation of conservation ethics that should be obeyed in restoration process, especially in preserving traditional architecture.
Keywords: Restoration, Conservation, Traditional Architechture, Traditional House, Earthquake- resistant
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki arsitektur rumah tradisional yang sangat beragam.
Beragamnya rumah tradisional ini disebabkan oleh banyaknya kebudayaan di seluruh wilayah Indonesia. Namun, walaupun setiap daerah memiliki bentuk arsitektur yang berbeda-beda, ada kesamaan beberapa aspek di antara bentuk-bentuk tersebut. Misalnya, adanya kesamaan acuan pembagian ruang berdasarkan kepercayaan, hasil adaptasi dengan alam dan iklim setempat, bentuk atap yang dominan, konstruksi kayu, sebagian besar berupa rumah panggung, dan memiliki pondasi di atas tanah. Arsitektur rumah tradisional dapat pula merepresentasikan status sosial pemiliknya yang diterapkan dalam ukuran, bentuk, dan ornamennya (Purwestri, Nasruddin, & Oesman, 2015). Namun, keberadaan bangunan tradisional Indonesia sudah semakin berkurang karena sudah tergerus modernisasi.
Upaya pelestarian yang dilakukan Museum Nasional, salah satunya, adalah mempertahankan bentuk arsitektur tersebut melalui bentuk miniatur rumah tradisional sehingga generasi saat ini dan yang akan datang tidak kehilangan informasi mengenai
keunggulan arsitektur tradisional. Beragam miniatur rumah tradisional yang terdapat di Museum Nasional berasal dari seluruh wilayah Indonesia dan beberapa model rumah ini diperkirakan sudah tidak ditemukan lagi di daerah asalnya. Miniatur rumah tradisional di Museum Nasional tercatat telah ada di Museum Nasional sejak tahun 1885. Miniatur rumah tradisional ini dapat menjadi sarana untuk mempelajari arsitektur rumah tradisional, di antaranya, mengenai penggunaan bahan bangunan berbasis kearifan lokal, arsitektur yang sesuai dengan iklim tropis di Indonesia, atau arsitektur yang sesuai dengan kondisi alam Indonesia, termasuk struktur pondasi tahan gempa.
Namun, beberapa miniatur rumah tradisional yang terdapat di Museum Nasional dalam kondisi rusak sehingga tidak bisa menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Contoh miniatur rumah yang mengalami kerusakan adalah Rumah Tradisional Nias. Di daerah asalnya, rumah tradisional Nias ini beberapa telah banyak berganti menggunakan konstruksi batako dan semen. Begitu pula dengan bagian atap yang tidak lagi terbuat dari rumbia dan daun nipah, tetapi digantikan dengan seng dan asbes
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021 e-ISSN: 2807-1298
p-ISSN: 2355-5750
DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.43
Jurnal Prajnaparamita 16 (Nasruddin & Intan, 2019). Perubahan ini
terjadi sebagai bentuk upaya mempertahankan eksistensi dengan tetap menjaga karakter asli bentuk bangunan, tetapi akan memengaruhi fungsi ketahanan rumah tradisional ini terhadap gempa (Bramantyo, 2012). Salah satu faktor penyebab rumah Nias tahan gempa adalah penggunaan tiang penyangga atau kolom diagonal serta tidak menggunakan fondasi yang tertanam untuk tiang rumah sehingga menjadikannya lebih fleksibel ketika terjadi gempa (Viaro & Ziegler, 2006).
Pentingnya informasi mengenai arsitektur rumah tradisional Nias, baik berupa bentuk arsitektur, material bangunan, maupun kearifan lokal yang terkandung di dalamnya, penelitian ini bertujuan untuk mengembalikan bentuk fisik dari miniatur rumah tradisional Nias melalui teknik restorasi yang tepat dan sesuai dengan etika konservasi. Selanjutnya, hasil restorasi ini dapat bermanfaat untuk menghadirkan suatu miniatur yang mendekati kondisi aslinya. Di sinilah peran konservasi koleksi museum yang tidak hanya untuk memperbaiki estetika, tetapi juga untuk mempertahankan informasi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pelestarian fisiknya.
LANDASAN TEORI
Konservasi adalah semua tindakan yang ditujukan untuk menjaga warisan budaya yang berwujud dan memastikan aksesibilitasnya kepada generasi sekarang dan yang akan datang. Semua tindakan yang dilakukan harus menghormati signifikansi dan sifat fisik dari benda. Restorasi adalah salah satu tindakan dari konservasi, selain dari konservasi preventif dan konservasi remedial. Restorasi adalah semua tindakan yang secara langsung diaplikasikan kepada sebuah objek yang stabil yang bertujuan
untuk memfasilitasi apresiasi, pemahaman, dan fungsinya (ICOM-CC, 2008).
Restorasi merupakan tindakan interventif yang dilakukan untuk mengembalikan koleksi sedekat mungkin dengan penampilan awal atau kondisi aslinya. Dalam pelaksanaannya, restorasi tidak hanya perbaikan semata, tetapi juga harus memenuhi etika konservasi sehingga hasil
yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan.
Aspek pertama yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan konservasi adalah reversibilitas. Konservasi akan dilakukan dengan menggunakan teknik dan bahan yang reversible sehingga dapat dilepas dengan efek merugikan yang minimal. Semua penambahan dan perbaikan sebaiknya dapat dihilangkan dengan mudah tanpa membahayakan koleksi (Ashley-Smith, 2005). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, metode dan bahan yang digunakan dalam intervensi pada masa kini mungkin saja dianggap sudah tidak sesuai lagi atau bahkan berbahaya bagi kelangsungan koleksi sehingga perlu dihilangkan. Maka dari itu, intervensi yang reversible merupakan hal yang penting (UNESCO Underwater Cultural Heritage).
Aspek orisinalitas dalam konservasi juga merupakan hal yang menjadi prioritas. Untuk menjaga orisinalitas, kualitas bukti adalah kunci dari konservasi dan restorasi. Bukti yang terbaik berasal dari koleksi itu sendiri, seperti kesimetrisan dan pengulangan yang jelas, pengujian ilmiah dari bagian koleksi ataupun dari kerusakannya. Dengan demikian, bukti ini dapat menjadi bukti primer. Jika penggantian karena kondisi koleksi harus dilakukan, bahan asli atau bahan pengganti dapat digunakan. Namun, penggantian bagian yang hilang sebaiknya tidak membuang bahan asli atau hanya sedikit sekali membuang bahan asli.
17 Jurnal Prajnaparamita
Sebaliknya, dalam konservasi juga dimungkinkan adanya penghapusan kotoran, korosi, bekas restorasi lama yang telah rusak, atau tidak tanpa mengubah sifat asli objek (Ashley-Smith, 2005).
Masih terkait dengan orisinalitas, aspek selanjutnya adalah intervensi minimal.
Intervensi minimal yang dimaksud adalah konservator sebaiknya menentukan tingkat kepentingan dari setiap intervensi yang dilakukan dan mengukur derajat intervensi untuk meminimalkan dampak terhadap koleksi dalam jangka panjang. Konservator harus memilih tingkat intervensi yang paling sedikit menimbulkan dampak. Intervensi seminimal mungkin diusahakan agar tidak mengubah nilai yang terkandung di dalam koleksi itu sendiri (UNESCO Underwater Cultural Heritage).
Dalam konservasi, aspek pengujian ilmiah sangat diperlukan untuk mengetahui sifat bahan maupun kerusakan yang terjadi.
Namun, terdapat beberapa tindakan restorasi yang dapat menghalangi keakuratan hasil pengujian ilmiah. Contohnya, penambahan material baru, penggunaan bahan kimia atau bahan lain dari koleksi, dsb. Oleh karena itu, aspek pengujian ilmiah ini harus dipertimbangkan dalam melakukan restorasi (Ashley-Smith, 2005).
Semua tindakan yang diambil, baik berupa metode maupun bahan dalam pelaksanaan konservasi, harus dicatat dan didokumentasikan. Dokumentasi ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan informasi bagi konservator. Dengan dokumentasi, konservator dapat menilai efisiensi sebuah bahan dan dapat membedakan bahan yang asli dan hasil restorasi. Konservator tidak dapat menilai efisiensi bahan baru dalam jangka panjang jika tidak ada rekaman kapan bahan tersebut pertama kali digunakan (Ashley-Smith, 2005). Tidak ada bukti yang lebih baik
daripada benda aslinya sehingga perlu adanya dokumentasi mengenai apa saja perubahan yang ada, apa saja tambahan terbaru, dan mungkin yang dapat dihilangkan. Sedapat mungkin, setiap foto atau gambar terkoneksi dengan berkas dan semua informasi ini dapat diakses untuk penelitian pada masa depan (UNESCO Underwater Cultural Heritage).
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah kualitatif, antara lain, mengumpulkan informasi mengenai bagaimana bentuk rumah tradisional Nias melalui pencarian data berupa foto-foto, data laporan kurasi, atau konservasi terdahulu mengenai koleksi miniatur rumah tradisional Nias yang terdapat di Museum Nasional ini. Penulis mendapatkan data lembar restorasi tahun 1976 dengan kondisi koleksi yang masih terlihat utuh. Dengan demikian, ini bisa menjadi bukti acuan bagaimana selanjutnya miniatur rumah tradisional Nias ini akan direstorasi.
Selain itu, dilakukan juga studi literatur untuk melihat bentuk asli rumah tradisional suku Nias ini di daerah asalnya dan bahan yang digunakan dalam pembuatannya.
Rumah tradisional Nias secara umum terbagi atas tiga jenis berdasarkan bentuk atap dan denah lantai bangunannya. Yang pertama adalah tipe Nias Utara dengan ciri khas atap berbentuk bulat dan bentuk denah oval. Yang kedua adalah tipe Nias Tengah dengan atap berbentuk bulat dan denah segi empat. Yang ketiga adalah tipe Nias Selatan dengan atap berbentuk segi empat dengan bentuk denah persegi (Viaro & Ziegler, 2006). Akan tetapi, yang menjadi lingkup pada tulisan ini adalah restorasi miniatur rumah tradisional Nias Utara dan Nias Selatan.
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021 e-ISSN: 2807-1298
p-ISSN: 2355-5750
DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.43
Jurnal Prajnaparamita 18 Dari data yang diperoleh, selanjutnya
tahapan restorasi dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek etika konservasi. Proses restorasi tidak menekankan hanya pada hasil, tetapi lebih kepada bagaimana proses tersebut dapat mengembalikan informasi mengenai fungsi dan ciri khas bangunan dalam bentuk miniaturnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Benda Asli sebagai Petunjuk
Nias merupakan daerah kepulauan yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatra.
Rumah tradisional khas Nias berbentuk rumah panggung yang memiliki bentuk unik dan tahan gempa. Secara umum, bagian rumah ini, yaitu bagian tiang, lantai, serta dinding bangunan terbuat dari kayu, sedangkan bagian atap terbuat dari daun rumbia.
Untuk dapat melakukan restorasi yang akurat, konservator perlu mempelajari struktur serta bahan asli rumah tradisional yang di restorasi sehingga dapat diketahui langkah yang tepat. Bukti sebagai petunjuk restorasi ini dapat berasal dari benda asli yang merupakan bangunan asli di daerah asalnya atau foto koleksi sebelum koleksi mengalami kerusakan. Dalam restorasi, bukti terbaik adalah koleksi itu sendiri (Ashley- Smith, 2005).
Gambar 1
Rumah Gaya Nias Utara
Sumber: (Museum Pusaka Nias)
Pada Gambar di atas terlihat bahwa rumah tradisional Nias Utara berbentuk lonjong, baik bangunan maupun atapnya. Di lokasi asalnya, rumah ini berdiri bebas, tidak menyambung dengan rumah lainnya (Museum Pusaka Nias).
Gambar 2
Miniatur Rumah Tradisional Nias Utara Nomor Inventaris 23621
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Perbedaannya dengan miniatur rumah tradisional yang terdapat di Museum Nasional adalah bentuknya yang lebih membulat. Secara fisik, miniatur ini memiliki bagian yang lengkap meskipun mengalami beberapa kerusakan.
Gambar 3
Miniatur Rumah Tradisional Nias Utara
Sumber: (Museum Nasional, 1976)
19 Jurnal Prajnaparamita
Jika dibandingkan dengan foto koleksi tahun 1976, bentuk koleksi tidak banyak berubah, hanya bagian atap terlihat semakin rapuh dan beberapa bagian atap rumbia hilang.
Sementara itu, rumah Gaya Nias Selatan berbentuk persegi dan atapnya berbentuk segi empat. Bagian muka bangunannya miring ke arah luar dan memiliki ventilasi udara yang lebar sehingga membuatnya sangat sulit untuk didobrak ke arah dalam. Namun, pada saat yang sama, penghuninya dimungkinkan untuk mengamati kondisi di luar dari atas (Museum Pusaka Nias).
Gambar 4
Rumah Gaya Nias Selatan
Sumber: (Museum Pusaka Nias)
Perbedaan rumah asli dengan miniatur rumah yang terdapat di Museum Nasional adalah pada miniatur rumah tidak terlihat bagian atap rumbia, tetapi hanya kerangkanya saja. Terdapat beberapa kemungkinan mengenai ketiadaan atap ini, yaitu karena bagian atap telah mengalami kerusakan dan hilang atau awalnya miniatur sengaja dibuat tanpa atap rumbia. Informasi itu sangat dibutuhkan dalam restorasi karena kondisi awal koleksi akan memengaruhi langkah restorasi yang akan dilakukan.
Gambar 5
Miniatur Rumah Tradisional Nias Selatan Nomor Inventaris 41
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Berdasarkan hasil penelusuran data lembar restorasi tahun 1976, ternyata miniatur Rumah Tradisional Nias Selatan memang dibuat terbuka pada bagian atapnya, tidak tertutup daun rumbia. Hal ini kemungkinan bertujuan untuk memperlihatkan pembagian area di dalam rumah serta struktur rangka atap dan dinding.
Gambar 6
Miniatur Rumah Tradisional Nias Selatan
Sumber: (Museum Nasional, 1976)
Dari foto tahun 1976 tersebut terlihat struktur kerangka atap yang masih terlihat utuh sehingga dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan restorasi. Untuk bagian yang hilang, miniatur direstorasi dengan membuat bentuk sesuai dengan bentuk simetri atau pengulangan dari bentuk yang masih terdapat pada koleksi.
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021 e-ISSN: 2807-1298
p-ISSN: 2355-5750
DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.43
Jurnal Prajnaparamita 20 Gambar 7
Struktur Atap Miniatur Rumah Nias Selatan Sebelum Restorasi
Sumber: (Museum Nasional, 2019) Gambar 8
Merakit Bagian Atap yang Hilang di Miniatur Rumah Nias Selatan
Sumber: (Museum Nasional, 2019) Gambar 9
Merakit Bagian Atap yang Hancur di Miniatur Rumah Nias Utara
Sumber: (Museum Nasional, 2019) Seperti terlihat pada Gambar di atas, bagian kerangka atap Rumah Nias Utara dan Selatan ini disusun berdasarkan pengulangan bentuk dan pola pada bagian koleksi yang masih utuh serta sesuai dengan jumlah lubang yang kosong. Semakin lengkap data-data, seperti foto terdahulu, struktur koleksi yang
masih ada, didukung dengan pencarian referensi, produk restorasi yang dihasilkan akan semakin akurat juga.
Orisinalitas dalam Restorasi
Dalam restorasi, penambahan atau penggantian dapat dilakukan terhadap material yang hilang atau telah hancur sehingga tidak dapat dipertahankan karena kondisinya. Penambahan dan penggantian beberapa komponen atap berbahan rumbia ini harus dilakukan karena beberapa bagiannya telah hilang, kering, dan patah-patah karena termakan usia.
Gambar 10
Penggantian Bagian Atap yang Hilang
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Pemilihan material pengganti dilakukan dengan penuh pertimbangan karena harus sesuai dengan kondisi fisik asli koleksi, baik proporsi ukuran, jenis material, warna, maupun detail khusus dari bahan tersebut.
Misalnya, memperhatikan arah serat kayu sehingga koleksi tidak kehilangan karakteristik dari kondisi aslinya.
Pada miniatur rumah Nias Utara terdapat beberapa bagian dinding yang hilang sehingga harus digantikan dengan material baru.
21 Jurnal Prajnaparamita Gambar 11
Bagian dinding yang telah diperbaiki pada Miniatur Rumah Nias Selatan
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Di lokasi aslinya, kayu yang digunakan untuk rumah di Nias adalah kayu lokal manawa dano di Nias Utara dan kayu afoa atau simalambuo di Nias Selatan. Kayu-kayu ini memiliki sifat yang mirip. Kayu manawa dano adalah kayu yang sangat kuat sehingga digunakan sebagai tiang penyangga bangunan. Untuk kayu afoa memiliki keistimewaan, yaitu aroma menyengat yang dimilikinya sehingga dapat melindunginya dari hama perusak. Namun, kini kayu-kayu ini semakin sulit diperoleh karena sulit dibudidayakan. Sementara itu, jenis kayu simalambuo hanya terdapat di Nias dan tidak ada di daerah lain (Prasetyo, 2013).
Oleh karena keterbatasan jenis kayu tersebut, kayu pengganti digunakan dalam restorasi miniatur rumah tradisional Nias ini.
Kayu yang digunakan adalah jenis kayu surian/suren. Kayu surian selain memiliki sifat kuat, tahan terhadap air, juga tahan terhadap serangan rayap karena memiliki kandungan bahan surenon, surenin, dan surenolakton yang berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan serangga (Sima, 2019). Untuk hal ini, penggantian dapat dilakukan dengan menggunakan material lain yang memiliki sifat dan keunggulan yang sama. Namun, tetap dengan catatan bahwa material asli tidak tersedia .
Selain penggantian material yang hilang atau rusak, dalam pelaksanaan restorasi,
keputusan sering kali harus dibuat tentang apakah akan meninggalkan tanda-tanda keausan, kerusakan, atau tanda bekas restorasi untuk menjaga orisinalitas ataukah mengembalikan benda lebih dekat ke tampilan asli.
Hal ini dapat dikembalikan lagi ke tujuan perestorasian suatu koleksi. Terdapat beberapa alasan dilakukannya restorasi, salah satunya, adalah koleksi mungkin memiliki fungsi khusus dari keutuhan fisiknya.
Misalnya, sebuah benda tertentu akan bisa menjalankan fungsinya dengan baik jika bagian yang aus atau rusak direstorasi atau pada bagian bekas restorasi dilakukan kamuflase warna karena penampilan koleksi yang begitu penting.
Namun, sering kali juga terdapat alasan untuk tidak melakukan restorasi, pembersihan, atau kamuflase terhadap hasil restorasi karena orisinalitas benda jauh lebih penting, baik berupa material maupun kerusakannya karena di situlah benda tersebut bisa bercerita. Contohnya, biasanya terdapat pada koleksi sejarah atau kerusakan yang memiliki nilai sejarah.
Pada restorasi miniatur rumah tradisional Nias, pembahasan mengenai kamuflase bekas restorasi muncul dalam pelaksanaannya. Kondisi bagian tiang penyokong rumah sangat rusak dan hancur karena serangga sehingga perlu dilakukan penambalan dengan bubuk kayu untuk mengisi rongga yang ada. Namun, penambalan ini menghasilkan perbedaan warna dengan kayu yang tidak rusak.
Perbedaan ini wajar karena bagian miniatur yang tidak rusak dicat pada kondisi awal koleksinya.
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021 e-ISSN: 2807-1298
p-ISSN: 2355-5750
DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.43
Jurnal Prajnaparamita 22 Gambar 12
Proses Penambalan Tiang Penyokong
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Kamuflase terhadap hasil restorasi dapat dilakukan selama sesuai dengan kondisi awalnya. Jadi, tujuan intervensi yang dilakukan bukanlah menciptakan koleksi yang tampak baru, tetapi untuk memperlihatkan bentuk dan informasi yang terkandung dalam koleksi tanpa menghilangkan sejarah yang terjadi karena proses degradasi (UNESCO Underwater Cultural Heritage).
Dalam kasus ini, pertimbangan estetika sebagai sebuah miniatur rumah yang menyampaikan keindahan arsitektur membuat tindakan penyamaan warna dengan kondisi koleksi awal sebaiknya dilakukan.
Hal ini diputuskan agar perhatian pengunjung lebih berfokus pada arsitektur miniatur rumah, bukan pada perbedaan warna tambalan dan material kayu aslinya.
Meski begitu, penting untuk dapat membedakan antara hasil setelah restorasi dan sebelum restorasi. Pembedaan ini tercatat melalui dokumentasi berupa laporan tertulis dan foto. Hasil dokumentasi menjadi informasi tentang kondisi objek, seperti bagaimana keadaan aslinya, apakah bahan aslinya, manakah yang merupakan restorasi lama, bagaimana proses restorasi yang dilakukan, bahan dan metode yang digunakan, serta hasil restorasinya.
Gambar 13
Proses Pengecatan Hasil Penambalan
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Dalam proses restorasi ini juga terjadi diskusi antara kurator dan konservator mengenai tindakan restorasi yang akan dilakukan, seperti penambahan, penggantian material, kamuflase warna, sehingga tercapai kesepakatan antara konservator dan kurator.
Restorasi koleksi yang berhasil merupakan hasil kolaborasi antara pengetahuan dan pengalaman konservator dan informasi yang diberikan oleh kurator. Rencana yang terstruktur dengan baik dan komunikasi yang berkelanjutan dengan pihak terkait dapat menghindari kesalahan dan memberikan hasil yang optimal.
Restorasi Fisik, Preservasi Fungsi
Secara geografis, Pulau Nias berada dekat pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Potensi gempa di daerah Nias ini yang menjadi salah satu faktor yang memengaruhi bentuk arsitektur rumah tradisionalnya. Ciri khas dari rumah tradisional Nias yang harus tersampaikan melalui bentuk miniaturnya adalah struktur fondasi dan tiang diagonal tahan gempa, penggunaan sistem pasak dan tidak menggunakan paku, bangunan rumah panggung yang tinggi, struktur atap, dan terdapat jendela pada bagian atap sebagai ventilasi. Teknologi ini telah terbukti mampu membuat rumah tradisional Nias dapat bertahan ratusan tahun. Kondisi koleksi miniatur rumah tradisional Nias yang pada
23 Jurnal Prajnaparamita
awalnya telah mengalami banyak kerusakan, kerapuhan, dan hilangnya beberapa bagian menjadikan miniatur ini tidak dapat menyampaikan informasi secara utuh mengenai keunggulan ini. Ciri khas inilah yang harus dikembalikan melalui proses restorasi.
Rumah tradisional Nias menggunakan tiang penyokong yang dipasang secara diagonal di antara tiang-tiang vertikal di bawah rumah. Tiang-tiang ini terbuat dari batang kayu yang berukuran besar. Tiang- tiang ini tidak dipancangkan ke dalam tanah.
Hal ini menciptakan struktur yang sangat kuat, tetapi bersifat fleksibel sehingga bisa menahan gempa bumi yang signifikan (Museum Pusaka Nias).
Gambar 14
Struktur Penyokong Tahan Gempa Pada Miniatur Rumah Nias Utara
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Gambar 15
Memotong Kayu Pengganti Tiang Penyokong
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Keberadaan tiang-tiang diagonal ini terbukti dapat mereduksi gaya-gaya yang terjadi pada struktur rumah dibandingkan dengan struktur tanpa tiang diagonal. Jika
pun terjadi deformasi terhadap struktur, nilainya lebih kecil dibandingkan dengan tanpa tiang diagonal. Salah satu faktor yang dapat mengontrol respons seismik bangunan secara signifikan adalah tiang diagonal ini karena nilai kekakuan struktur dapat ditingkatkan (Taviana & Simbolon, 2018).
Melalui proses restorasi, tiang penyokong yang hancur dan hilang ini dapat dikembalikan sehingga struktur tiang tahan gempa ini dapat tersaji dengan baik. Tidak hanya pemilihan bahan yang memiliki sifat serupa dengan bahan aslinya, tetapi juga bentuk tiang pengganti dibuat sama sesuai dengan tiang lain yang masih utuh sebagai acuannya. Untuk bagian tiang yang rusak dan masih dapat dipertahankan, dilakukan pengisian dengan bubuk kayu dan adhesive sehingga tiang penopang dapat berdiri tegak dan kuat menopang bangunan.
Gambar 16
Struktur Tiang Penyangga yang Rusak pada Miniatur Rumah Nias Selatan
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Gambar 17
Struktur Tiang Penyangga Setelah Restorasi
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021 e-ISSN: 2807-1298
p-ISSN: 2355-5750
DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.43
Jurnal Prajnaparamita 24 Pada rumah tradisional Nias, antara
balok kayu satu dan balok yang lainnya, pada bagian tiang penyokong dan dindingnya dikaitkan dengan sistem pasak, tanpa menggunakan paku. Sebelum dilakukan restorasi, terdapat beberapa bagian pasak yang rapuh dan hancur. Untuk memperbaikinya, tentu dilakukan penambalan dan juga penggantian sesuai dengan bentuk aslinya sehingga sistem pasak ini bisa kembali utuh. Penggunaan material lain, seperti paku untuk mengaitkan dan menyatukan bagian rumah sangat tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan bentuk aslinya dan dapat merusak informasi yang dihadirkan dari miniatur rumah ini.
Gambar 18
Sistem Pasak pada Miniatur Rumah Nias
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Gambar 19 Sistem Pasak yang Rusak
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Gambar 20
Proses Penggantian Kayu Pasak yang Telah Hancur
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Selain penggunaan struktur kayu dan pasak, penggunaan pijakan batu juga menyediakan fleksibilitas yang tinggi ketika terdapat getaran saat gempa bumi berlangsung (Rautella & Joshi, 2008).
Pijakan batu ini merupakan sistem fondasi yang digunakan di rumah tradisional Nias.
Tiang kayu diletakan di atas batu lempeng dan batu diletakkan di atas tanah sehingga gaya yang bekerja pada fondasi ini adalah gaya gesek batu dengan kayu (Taviana &
Simbolon, 2018). Pada koleksi miniatur rumah Nias Selatan kita dapat melihat adanya pijakan batu ini. Hal detail dalam desain arsitektur tradisional ternyata memiliki fungsi yang krusial. Oleh karena itu, pada proses restorasi meskipun dalam bentuk miniaturnya, hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Melalui proses restorasi, pijakan batu yang rusak dapat diperbaiki.
Gambar 21
Pijakan Batu pada Miniatur Rumah
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
25 Jurnal Prajnaparamita
Selain itu, ciri khas bentuk arsitektur tradisional Nias adalah bagian atapnya yang mengerucut tinggi dengan kemiringan atap yang curam. Di atap depan terdapat pembukaan jendela sebagai ventilasi. Selain pada bagian fondasi rumah, bagian struktur atap rumah juga menggunakan tiang diagonal sebagai bracing. Struktur ini memiliki deformasi yang lebih kecil dibandingkan dengan tidak menggunakannya (Taviana &
Simbolon, 2018).
Gambar 22
Struktur Atap Sebelum Restorasi
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Seperti gambar di atas, terlihat kerusakan yang terjadi sebelum restorasi. Proses restorasi dilakukan dengan memperkuat atap yang rusak, mengikat dan mengencangkan bagian yang terlepas, menggantikan bagian yang hilang, serta merakit struktur atap sesuai dengan kerangka atap pada awalnya.
Gambar 23
Struktur Atap Setelah Restorasi
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Karena budaya perang di Nias, rumah dibangun dengan ketinggian 2--3 meter.
Pintu masuk dapat dicapai dengan menggunakan tangga yang dapat dipindahkan. Sebelum direstorasi, kondisi tangga ini terlepas, tetapi melalui proses restorasi, posisinya dikembalikan . Pengetahuan mengenai posisi bagian-bagian rumah juga penting untuk diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam proses restorasi.
Gambar 24
Struktur Tangga dan Tiang yang Tinggi
Sumber: (Museum Nasional, 2019)
Melalui proses restorasi yang dilakukan, bentuk fisik arsitektur rumah tradisional dipertahankan sehingga fungsi koleksi yang melekat padanya mampu dilestarikan. Hasil restorasi tidak berfokus kepada perubahan hasil secara signifikan, tetapi lebih kepada mengembalikan fisiknya ke kondisi awal sehingga dapat menyampaikan fungsinya.
SIMPULAN
Restorasi koleksi bukanlah sekadar perbaikan tanpa arah. Restorasi tidaklah berarti menjadikan koleksi harus nampak seperti baru, tetapi restorasi bertujuan untuk mengembalikan nilai dan fungsi koleksi melalui kelestarian fisiknya. Dalam melaksanakan restorasi rumah tradisional Nias ini, etika dalam konservasi dipegang teguh agar segala informasi yang terkandung di dalam koleksi tidak hilang dan dapat dinikmati masyarakat.
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021 e-ISSN: 2807-1298
p-ISSN: 2355-5750
DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.43
Jurnal Prajnaparamita 26 Konservasi koleksi tidak hanya
berprioritas pada benda semata, tetapi juga untuk mendapatkan pemahaman mengenai fungsi, nilai, dan makna dari koleksi. Struktur fondasi tahan gempa di rumah tradisional Nias tercipta dari sinergitas antara pemilihan material bangunan, struktur tiang penyokong, pijakan batu di bagian dasar, pasak pengikat bangunan, dan struktur atap. Semua desain rumah tradisional Nias ini tidak dibuat begitu saja tanpa tujuan. Bagian terkecil sekali pun dari struktur rumah juga ternyata memiliki fungsi tersendiri, baik untuk ketahanan rumah menghadapi lingkungan alam (bencana) maupun lingkungan sosialnya (perang). Semua detail harus dilakukan dalam restorasi dengan cermat.
Perestorisasian miniatur rumah tradisional Nias ini dapat menjadi sarana untuk mempelajari arsitektur rumah tradisional, di antaranya, mengenai penggunaan material berbasis kearifan lokal, arsitektur yang sesuai dengan iklim di Indonesia, dan arsitektur sesuai dengan kondisi alam Indonesia, termasuk struktur fondasi tahan gempa.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, selalu ada metode konservasi dan restorasi yang lebih baik di setiap zamannya. Banyak orang bisa memperbaiki benda, tetapi tidak semua orang dapat menjadi konservator yang mampu berperan dalam menjaga fisik dan informasi yang terkandung di dalam koleksi. Semakin berpengalaman dan membuka diri untuk menerima dan meningkatkan pengetahuan, semakin andal seorang konservator dalam mengikuti etika konservasi dalam pelaksanaan tugasnya.
Secara prinsip, etika yang diterapkan dalam konservasi dapat berlaku umum, tetapi dalam praktiknya perlakukan konservasi dan restorasi berlaku khas untuk setiap benda bergantung pada kondisinya, material penyusunnya, lingkungannya, dan informasi
lain tentang koleksi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam penerapan etika konservasi dalam restorasi.
Selanjutnya, diperlukan penelitian serupa untuk pelaksanaan restorasi miniatur koleksi rumah tradisional lain sehingga miniatur rumah tradisional yang lengkap dari seluruh wilayah Indonesia dapat disajikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ashley-Smith, J. (2005). The Ethics of Conservation. Dalam S. Knell, Care of Collections (hal. 12-21).
Routledge.
Bramantyo. (2012, November). Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Nias Selatan dan Perubahannya. Jurnal Permukiman, 151-161. Diambil kembali dari
file:///C:/Users/USER/Downloads/11 4-359-1-SM.pdf
ICOM-CC. (2008). Terminology to characterize the conservation of tangible cultural heritage. Triennial Conference ICOM. New Delhi:
ICOM-CC.
Museum Nasional. (1976). Catatan Restorasi Koleksi.
Museum Nasional. (2019). Lembar
Restorasi Koleksi Miniatur Rumah Tradisional.
Museum Pusaka Nias. (t.thn.). Arsitektur Nias. Dipetik September 27, 2021,
27 Jurnal Prajnaparamita
dari Budaya Nias: https://museum- nias.org/arsitektur-nias/
Nasruddin, & Intan, F. S. (2019). “OMO HADA” Arsitektur Tradisional Nias Selatan Diambang Kepunahan.
Kalpataru, 27(2), 105-116. Diambil kembali dari
https://doi.org/10.24832/kpt.v27i2.45 8
Prasetyo, F. A. (2013, Desember 20).
Manufacturing Genius loci of
Indigenous Nias Architecture. INRIK (Indigenous Research Indonesia Knowledge ).
Purwestri, N., Nasruddin, & Oesman, O.
(2015). Tradisi Berarsitektur Nusantara. Dalam Buku Atlas
Arsitektur Tradisional Indonesia Seri 2 (hal. 1-12). Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Kemendikbud.
Rautella, P., & Joshi, G. C. (2008, Agustus 25). Earthquake-safe Koti Banal architecture of Uttarakhand, India.
Current Science, 94(4). Dipetik September 28, 2021, dari
https://www.researchgate.net/publica tion/283412450_Earthquake-
safe_Koti_Banal_architecture_of_Ut tarakhand_India
Sima, H. M. (2019). Skripsi-Analisis Manfaat ekonomi Tanaman Suren (Toona Sureni) Terhadap Masyarakat di Desa Sipolha Kecamatan
Sidamanik Kabupaten Simalungun.
Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Dipetik September 28, 2021, dari
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/h andle/123456789/16055/131201152.
pdf?sequence=1&isAllowed=y Taviana, D., & Simbolon, R. (2018,
September). Pengaruh Tiang Bracing Pada Struktur Rumah Tradisional Nias Selatan. Buletin Utama Teknik, 14(1).
UNESCO Underwater Cultural Heritage.
(t.thn.). Conservation (Rule 24).
Dipetik September 21, 2021, dari UNESCO MANUAL:
http://www.unesco.org/new/en/cultur e/themes/underwater-cultural-
heritage/unesco-manual-for- activities-directed-at-underwater- cultural-heritage/unesco-
manual/conservation- management/conservation/
Viaro, M. A., & Ziegler, A. (2006).
Traditional architecture of Nias Island. Yayasan Pusaka Nias.
Diambil kembali dari
file:///C:/Users/USER/Downloads/un ige_24689_attachment01.pdf