• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI KEPMENKES NOMOR 128 TAHUN 2004 DALAM PEMANTAUAN KEGIATAN DAN PELAPORAN KIA OLEH FASILITAS KESEHATAN SWASTA DI KOTA MEDAN TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI KEPMENKES NOMOR 128 TAHUN 2004 DALAM PEMANTAUAN KEGIATAN DAN PELAPORAN KIA OLEH FASILITAS KESEHATAN SWASTA DI KOTA MEDAN TESIS"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

73 ANALISIS IMPLEMENTASI KEPMENKES NOMOR 128 TAHUN 2004

DALAM PEMANTAUAN KEGIATAN DAN PELAPORAN KIA OLEH FASILITAS KESEHATAN SWASTA

DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

ASWAN BAHRIAL NASUTION 117032018/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(2)

ANALISIS IMPLEMENTASI KEPMENKES NOMOR 128 TAHUN 2004 DALAM PEMANTAUAN KEGIATAN DAN PELAPORAN KIA

OLEH FASILITAS KESEHATAN SWASTA DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ASWAN BAHRIAL NASUTION 117032018/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(3)

Judul Tesis : ANALISIS IMPLEMENTASI KEPMENKES NOMOR 128 TAHUN 2004 DALAM PEMANTAUAN KEGIATAN DAN PELAPORAN KIA OLEH FASILITAS KESEHATAN SWASTA DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Aswan Bahrial Nasution Nomor Induk Mahasiswa : 117032018

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Juanita, S.E, M.Kes) (dr. Fauzi, S.K.M Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 16 Januari 2014

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes 3. dr. Asmui Lubis, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

ANALISIS IMPLEMENTASI KEPMENKES NOMOR 128 TAHUN 2004 DALAM PEMANTAUAN KEGIATAN DAN PELAPORAN KIA

OLEH FASILITAS KESEHATAN SWASTA DI KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2014

Aswan Bahrial Nasution 117032018/IKM

(6)

ABSTRAK

Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas disebutkan bahwa puskesmas melaksanakan pemantauan kegiatan dan pelaporan KIA oleh fasilitas kesehatan swasta. Namun pada umumnya bidan praktek swasta atau rumah bersalin tidak menyampaikan laporan KIA secara rutin ke puskesmas sehingga cakupan data KIA dari puskesmas belum mencerminkan situasi dan permasalahan KIA yang sebenarnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas dalam pemantauan kegiatan dan pelaporan KIA oleh fasilitas kesehatan swasta di wilayah kerja Puskesmas Belawan, Puskesmas Medan Labuhan, Puskesmas Martubung, dan Puskesmas Pekan Labuhan yang dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2013. J

Hasil penelitian menunjukkan informan kurang paham tentang Kepmenkes No. 128 tahun 2004 karena belum pernah diselenggarakan sosialisasi dan belum adanya pedoman dari Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai tindak lanjut dari Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2004.

enis penelitian adalah kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam pada informan utama yaitu bidan koordinator dan kepala puskesmas serta didukung informan petugas seksi KIA/KB, pengelola data dan bidan prektek swasta.

Dinas Kesehatan Kota Medan membuat kebijakan (pedoman) sebagai tindak lanjut dari Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2004 yang didalamnya juga mencakup tentang kewenangan puskesmas dalam melakukan pembinaan dan harus adanya rekomendasi dari puskesmas dalam hal permintaan membuka dan memperpanjang izin BPS. Untuk mendukung pemahaman petugas kesehatan diselenggarakan sosialisasi dan tersedianya SIMPUS (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas) di puskesmas.

Kata Kunci : Implementasi, Pemantauan, SIMPUS, Fasilitas Kesehatan Swasta

(7)

ABSTRACT

Kepmenkes No. 128/2004 on Basic Policy of Puskesmas (Health Centre) states that health centre is functioned to carry out monitoring the activities and report about KIA (Mother and Child Health) by private health facilities. However, private midwife practitioners or maternity clinics generally do not report about KIA routinely to health centre so that the coverage of KIA data from health centre has not reflected the real KIA situation and problems.

The objective of the research was to analyze the implementation of Kepmenkes No. 128/2004 on Basic Policy of Puskesmas in monitoring the activities and report about KIA by private health facilities in the working area of Belawan Health Centre, Medan Labuhan Health Centre, Martubung Health Centre, and Pekan Labuhan Health Centre. The research was conducted from July to October, 2013.

The type of the research was qualitative. The data were gathered by conducting in- depth interviews with main informants such as coordinating midwives and heads of Puskesmas, supported by the informants of KIA/KB personnel, data organizers, and private midwife practitioners.

The result of the research showed that the informants did not fully understand Kepmenkes No. 128/2004 because socialization about it had never been performed, and there was no guidance from Medan Health Office as the follow-up of Kepmenkes No. 128/2004.

It is recommended that Medan Health Office make policy (guidance) as the follow-up of Kepmenkes No. 128/2004 which includes recommendation from puskesmas about the request for opening and extending the license for BPS and the linear of report about KIA from each private health facility to puskesmas and to Medan Health Office. It is also recommended that socialization, small workshop, and availability of SIMPUS (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas/ Health Centre Information Management System) .

Keywords: Implementation, Monitoring, SIMPUS, Private Health Facility

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Implementasi Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2004 Dalam Pemantauan Kegiatan dan Pelaporan KIA oleh Fasilitas Kesehatan Swasta di Kota Medan”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(9)

Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Juanita, S.E, M.Kes, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing dr. Fauzi, S.K.M atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes dan dr. Asmui Lubis, M.Kes selaku Tim Penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. Ibu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Ibu Kepala Bidang Bina Pelayanan Kesehatan dan Ibu Kepala Seksi Bimdal Pelayanan Kesehatan Dasar yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Bidang Pengembangan SDM, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Kepala Puskesmas Belawan, Kepala Puskesmas Pekan Labuhan, Kepala Puskesmas Medan Labuhan dan Kepala Puskesmas Martubung beserta staf yang telah banyak membantu dan memberikan informasi dalam penyelesaian tesis ini.

8. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

9. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda dr. H. Bahran Nasution, S.K.M. (alm) dan Ibunda Hj. Marianna Lubis, S.H, serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.

10. Teristimewa buat istri tercinta Yanti Zahraini Matondang, Amd yang telah menjadi motivator untuk menyelesaikan studi ini dan putra tersayang Affan Rahman Nasution dan putriku Yasmin Syahquita Nasution sebagai motivator penulis dalam menyelesaikan tesis.

11. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Februari 2014 Penulis

Aswan Bahrial Nasution 117032018/IKM

(11)

RIWAYAT HIDUP

Aswan Bahrial Nasution, lahir pada tanggal 24 Agustus 1970 di Medan, beragama Islam, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan dr. H. Bahran Nasution, S.K.M dan Ibunda Hj. Marianna Lubis, S.H, bertempat tinggal di Komplek Puri Indah Tanjung Muwa Medan.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan SD Negeri 050727 Tanjung Pura tamat pada tahun 1983, melanjutkan pendidikan SMP Negeri 10 Medan Medan tamat pada tahun 1986 dan melanjutkan pendidikan SMA Negeri 1 Medan tamat pada tahun 1989. Penulis melanjutkan pendidikan S1 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara Medan, tamat pada tahun 1998. Kemudian pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakulatas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis mulai bekerja sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) mulai tahun 1998 sampai dengan 2002. Mulai tahun 2002 sampai dengan 2005 sebagai Kepala Puskesmas Kayu Laut di Kabupaten Mandailing Natal dan menjabat sebagai staf di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2005 sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Analisis Kebijakan ... 12

2.2 Keputusan Menteri Kesehatan No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas ... 19

2.2.1 Pengertian Puskesmas ... 20

2.2.2 Visi Puskesmas ... 21

2.2.3 Misi Puskesmas ... 21

2.2.4 Tujuan Puskesmas ... 22

2.2.5 Fungsi Puskesmas ... 22

2.2.6 Kedudukan Puskesmas ... 25

2.2.7 Organisasi Puskesmas ... 26

2.2.8 Tata Kerja Puskesmas ... 28

2.2.9 Upaya Kesehatan Puskesmas ... 30

2.3 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Sebagai Salah Satu Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas ... 32

2.3.1 Kegiatan Pelayanan KIA ... 32

2.3.2 Pelaporan Pelayanan KIA ... 34

2.4 Manajemen Puskesmas ... 35

2.4.1 Pengertian Manajemen Secara Umum ... 35

2.4.2 Manajemen Puskesmas Berdasarkan Kepmenkes No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas ... 37 2.4.3 Model Arrimes sebagai Model Manajemen Puskesmas . 41

(13)

2.4.4 Pemantauan Sebagai Salah Satu Model Manajemen

Puskesmas ... 41

2.5 Sistem Informasi Kesehatan ... 43

2.5.1 Konsep Sistem dan Informasi secara Umum ... 43

2.5.2 Sistem dalam Administrasi Kesehatan ... 45

2.5.3 Konsep Dasar Informasi ... 46

2.5.4 Informasi Kesehatan... 49

2.5.5 Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) ... 50

2.5.5.1 Definisi dan Alasan Membangun Simpus ... 51

2.5.5.2 Tujuan Simpus ... 54

2.5.5.3 Pengembangan Simpus ... 55

2.5.5.4 Tahapan Pengolahan Data SIMPUS ... 56

2.6 Sarana Pelayanan Kesehatan Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas ... 57

2.6.1 Penggolongan Sarana Pelayanan Kesehatan Swasta... 57

2.6.2 Batasan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Swasta 59

2.7 Puskesmas sebagai Pemantau Kegiatan dan Pelaporan Pelayanan KIA yang Dilaksanakan Rumah Bersalin Swasta di Wilayah Kerjanya ... 60

2.7.1 Kegiatan Pelayanan KIA oleh Rumah Bersalin Swasta .. 60

2.7.2 Kegiatan Pelaporan dan Pencatatan KIA oleh Rumah Bersalin Swasta ... 62

2.8 Kerangka Berpikir ... 63

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 64

3.1 Jenis Penelitian ... 64

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 65

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 65

3.2.2 Waktu Penelitian ... 65

3.3 Informan Penelitian ... 65

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 67

3.5 Metode Analisis Data ... 71

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 73

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 73

4.1.1 Letak Geografi ... 73

4.1.2 Fasilitas Kesehatan Swasta ... 74

4.2 Karakteristik Informan ... 74

4.3 Hasil Wawancara ... 75

4.3.1 Komunikasi ... 76

4.3.2 Sumber Daya ... 79

4.3.3 Struktur Birokrasi ... 86

(14)

4.3.4 Disposisi ... 92

BAB 5. PEMBAHASAN ... 97

5.1 Komunikasi ... 97

5.2 Sumber Daya ... 102

5.3 Struktur Birokrasi ... 106

5.4 Disposisi ... 110

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

6.1 Kesimpulan ... 114

6.2 Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

LAMPIRAN ... 119

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Kriteria Informan ... 66

4.1 Distribusi Karakteristik Informan ... 74

4.2 Matriks Pemahaman dan Sosialisasi tentang Kepmenkes No. 128/2004 76 4.3 Matriks Pemahaman tentang Pemantauan ... 78

4.4 Matriks Pemahaman Mengenai Kepmenkes No. 900/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan ... 78

4.5 Matriks Jumlah SDM dan Fasilitas Pengolahan Data SP2TP dan PWS- KIA ... 80

4.6 Matriks Validitas dan Kelengkapan Data ... 83

4.7 Matriks Jumlah SDM ... 84

4.8 Matriks Jumlah Bidan dan Fasilitas Kesehatan Swasta ... 85

4.9 Matriks Sistem Pencatatan dan Pelaporan KIA ... 87

4.10 Matriks Penyelenggaraan Lokakarya Mini ... 89

4.11 Matriks BPS/RB Membuat Laporan ke Puskesmas ... 90

4.12 Matriks Cek Silang Laporan KIA ... 91

4.13 Matriks Sumber Data Laporan KIA yang Ada di Profil Dinas Kesehatan Kota Medan ... 91

4.14 Matriks Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan ... 92

4.15 Matriks Pembinaan dan Pemantauan Kegiatan KIA ... 93

4.16 Matriks Penyampaian Format Laporan KIA ke BPS/RB ... 94

4.17 Matriks Hambatan dan Upaya Implemenasi Kepmenkes No.128/2004 . 95 4.18 Matriks Pelaksanaan dan Sanksi bagi BPS/RB ... 96

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1 Analisis Kebijakan Menurut George Edward III ... 16 2.2 Sistem Informasi Suatu Unit Kerja ... 49 2.3 Kerangka Berpikir ... 63

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Daftar Pertanyaan ... 119 2. Surat Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 131 2. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan ... 132 3. Surat Telah Selesai Melakukan Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota

Medan ... 133 4. Lanpiran Kepmenkes No. 128/2004 ... 134

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1 menyatakan: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 3 menyatakan:

“Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.”

Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 salah satu subsistem SKN yaitu Subsistem Upaya Kesehatan yang diselenggarakan dengan upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Upaya kesehatan diutamakan pada berbagai upaya yang mempunyai daya ungkit tinggi dalam pencapaian sasaran pembangunan kesehatan utamanya penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut dan masyarakat miskin. Upaya kesehatan dilaksanakan dalam tingkatan upaya sesuai dengan kebutuhan medik dan kesehatan. Salah satu tingkatan upaya kesehatan yaitu upaya kesehatan primer yang terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer dan pelayanan kesehatan masyarakat primer. Pelayanan kesehatan

(19)

perorangan primer diselenggarakan oleh puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat maupun swasta.

Dalam menjalankan perannya sebagai pelayanan kesehatan perorangan primer (strata pertama), puskesmas mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Dalam keputusan ini dinyatakan bahwa puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan (UPTD) Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama, puskesmas adalah sumber data dan informasi kesehatan strata pertama di wilayah kerjanya, jadi harus mampu menyediakan data dan informasi yang terkini, dengan kualitas yang bermutu melalui manajemen sistem informasi yang terpadu.

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 juga disebutkan bahwa salah satu upaya penataan manajemen adalah pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota, yang dihubungkan dengan Sistem Informasi Kesehatan Provinsi dan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).

Namun disadari bahwa Sistem Informasi Kesehatan di setiap tingkatan dimaksud baru terlaksana bila ada dukungan Sistem Informasi Kesehatan di bawahnya, maka dapat dikatakan Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota akan terwujud apabila Sistem Informasi Kesehatan di puskesmas juga telah berjalan baik.

(20)

Terlebih dalam era pembangunan, keberadaan data dan informasi memegang peranan yang sangat penting. Data yang bernar-benar akurat, terpercaya, teratur dan berkesinambungan, tepat waktu dan mutakhir, sangat diperlukan dalam pengolahan program dan proyek serta kegiatan yang dilakukan. Untuk dapat memantau serta mengevaluasi pelaksanaan program dengan baik, sangat diperlukan tersedianya seperangkat data dan informasi. Oleh karena itu, untuk penyediaan data dan informasi kesehatan di pusat pelayanan kesehatan strata pertama, puskesmas mempunyai keseragaman pedoman dalam pencatatan dan pelaporan, karena laporan yang harus dibuat puskesmas cukup banyak jumlahnya. Dan dalam prakteknya sampai saat ini, sistem informasi yang masih diterapkan di puskesmas adalah Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (

Untuk penyediaan data dan informasi tentang kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, puskesmas harus memantau kegiatan dan menerima pelaporan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama lain yang ada di wilayah kerjanya. Hal ini dipertegas dalam Kepmenkes RI Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat bahwa “untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan puskesmas perlu didukung oleh manajemen puskesmas yang baik”. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian SP2TP) dan beberapa puskesmas sudah menerapkan SIMPUS (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas).

(21)

kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen.

Untuk terlaksananya fungsi manajemen di puskesmas, maka diatur juga tata kerja puskesmas dan kedudukan puskesmas antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat adalah sebagai mitra. Dalam hal ini puskesmas harus menjalin kerjasama dengan jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama termasuk penyelenggaraan rujukan dan memantau kegiatan yang diselenggarakan pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta.

Untuk mendukung Kepmenkes RI tersebut, puskesmas memiliki asas pertanggungjawaban wilayah, dimana puskesmas harus bertanggung jawab atas semua masalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerjanya. Wilayah kerja meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Secara administrasi puskesmas merupakan perangkat pemerintah, dimana puskesmas bertangung jawab secara langsung baik teknis maupun administrasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

Dalam Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2004 bahwa fungsi manajemen puskesmas yakni: Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta Pengawasan dan Pertanggungjawaban, terkait penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara berkala dengan kegiatan telaahan internal dan

(22)

telaahan eksternal. Telaahan internal yakni telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai oleh puskesmas dibandingkan dengan rencana dan standar pelayanan yang dilaksanakan dalam bentuk Lokakarya Mini Bulanan Puskesmas. Data yang dipergunakan diambil dari SIMPUS yang berlaku. Sumber informasi SIMPUS berasal dari SP2TP, survey lapangan, laporan lintas sektor dan laporan sarana kesehatan swasta. Kesimpulan dirumuskan dalam bentuk kinerja puskesmas yang terdiri dari cakupan (coverage), mutu (quality) dan biaya (cost) kegiatan puskesmas serta masalah dan hambatan yang ditemukan.

Sedangkan telaahan eksternal yaitu telaahan triwulan terhadap hasil yang dicapai oleh sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya serta sektor lain terkait yang ada di wilayah kerja puskesmas.

Pemantauan terhadap pelayanan kesehatan swasta dapat dilakukan apabila setiap pelayanan kesehatan swasta yang ingin mendirikan balai pengobatan, klinik, dan pelayanan kesehatan lainnya melaksanakan persyaratan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan Kepmenkes RI No. 900/MENKES/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan disebutkan pada Pasal 27 bahwa dalam melakukan praktek bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan dan melaporkan ke puskesmas serta membuat tembusan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Tetapi tindak lanjut kebijakan ini belum disosialisasikan ke seluruh lini pelayanan kesehatan.

(23)

Validitas dan kelengkapan data program kesehatan yang dilaksanakan puskesmas, khususnya data KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) merupakan hal yang penting untuk mengetahui profil dan status kesehatan masyarakat di wilayah kerja puskesmas serta upaya perencanaan kesehatan. Untuk itu diperlukan kegiatan pencatatan dan pelaporan. Sumber data untuk membuat laporan pelayanan kesehatan ibu dan anak di puskesmas diperoleh dari hasil kegiatan KIA di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Pondok Bersalin Desa (Polindes), Posyandu, bidan praktek swasta, dokter praktek swasta, rumah bersalin, selanjutnya data dikumpulkan dan dilakukan pengolahan data sebulan sekali oleh bidan koordinator Puskesmas.

Bidan koordinator berwenang untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja bidan terhadap pelayanan klinis profesi, manajemen program KIA dan melakukan koordinator lintas program, baik ke dinas kesehatan maupun pihak terkait atau membina hubungan kerjasama bidan dalam tatanan organisasi puskesmas maupun organisasi profesi lainnya (Permenkes, 2010).

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota menyatakan:

Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota. SPM Kesehatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target tahun 2010-2015. Pada Pelayanan Kesehatan Dasar, beberapa indikator kinerja yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak (KIA) antara lain: cakupan kunjungan ibu hamil K4 95% pada tahun 2015; cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada tahun 2015; cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

(24)

kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90% pada tahun 2015 serta cakupan pelayanan nifas 90% pada tahun 2015.

Program Kesehatan Ibu dan Anak yang telah dilaksanakan selama ini, bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak serta menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, untuk itu diperlukan upaya pengelolaan program kesehatan ibu dan anak yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak setinggi-tingginya (Peraturan Presiden RI, 2012).

Hal ini sejalan dengan Millenium Development Goals (MDGs) tujuan nomor empat: Menurunkan kematian anak yaitu menurunkan Angka Kematian Bayi menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Serta tujuan nomor lima: Meningkatkan kesehatan ibu yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2015 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2010). Untuk mencapai program MDGs Tahun 2015 dalam menurunkan kematian AKB dan AKI, pemerintah mengeluarkan dana bantuan operasional kesehatan (BOK).

Survei awal terhadap laporan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Anak (PWS-KIA) Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012, dari 39 Puskesmas yang ada di Kota Medan ternyata ada beberapa Puskesmas yang realisasi indikator KIA sangat rendah, misalnya realisasi kunjungan ibu hamil K4 di Puskesmas Simalingkar 26,6%, Puskesmas Medan Denai 29,2% dan Puskesmas Belawan 40,5%. Realisasi persalinan oleh tenaga kesehatan (PN) terendah di Puskesmas Pasar Merah 23,5%, Puskesmas Medan Denai 23,9% dan Puskesmas Belawan 38,1%. Demikian juga

(25)

dengan realisasi Penanganan komplikasi (PK) dan realisasi kunjungan nifas (Kf) yang rendah ditemukan pada beberapa Puskesmas (Laporan Rutin Dinas Kesehatan Kota Medan, 2012).

Dari data di atas ternyata ada puskesmas yang realisasi persalinan oleh tenaga kesehatan hanya 23,5%, berarti sebesar 76,5% persalinan di fasilitas kesehatan swasta berada di wilayah kerja puskesmas, namun laporan kegiatan KIA tidak dilaporkan ke puskesmas. Bidan koordinator sebagai pemantau atau koordinator dalam lintas program tentunya bekerjasama dengan berbagai sarana kesehatan lainnya di wilayah kerjanya belum melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara efektif disebabkan kebijakan Permenkes Nomor 128 Tahun 2008 belum diikuti penambahan peraturan- peraturan oleh pemerintah Sumatera Utara sebagai acuan bidan koordinator dalam memantau data/informasi dari pelayanan kesehatan swasta.

Puskesmas sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama memegang peranan penting dalam hal memantau kegiatan dan pelaporan pelayanan kesehatan oleh sarana pelayanan kesehatan swasta yang ada di wilayah kerjanya, termasuk dalam memantau kegiatan dan pelaporan pelayanan KIA. Salah satu sarana kesehatan strata pertama yang menjadi mitra kerja puskesmas dan harus rutin memberi laporan kegiatannya kepada puskesmas adalah Rumah Bersalin/Bidan Praktek Swasta.

Namun kenyataan yang sering terjadi, bahwa Bidan Praktik Swasta sering lalai melakukan pelaporan pelayanan KIA ke puskesmas. Bidan sebagai pemberi data Program KIA kurang memperhatikan kebutuhan data dan informasi untuk evaluasi program KIA dan pengambilan keputusan di puskesmas. Hal ini dibuktikan dengan

(26)

data yang dikirim sering terlambat, dan terdapat form-form atau item yang kosong.

Kondisi ini jelas memberi dampak pada proses penyusunan laporan dan pencatatan oleh puskesmas dan pengiriman laporan kegiatan baik intern dan ekstern puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat menjadi terlambat.

Melihat demikian luasnya tugas manajemen puskesmas, penelitian ini sesuai dengan batasan dalam judul, khusus membahas tugas puskesmas dalam kegiatan pemantauan telaahan internal yaitu telaahan bulanan terhadap hasil yang dicapai oleh sarana pelayanan kesehatan swasta tingkat pertama dalam hal ini Rumah Bersalin/Bidan Praktek Swasta dengan memfokuskan pada pemantauan kegiatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA).

Asumsi sementara, data cakupan ini hanya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas dan jaringannya (fasilitas kesehatan milik pemerintah) sedangkan kegiatan yang dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan swasta (rumah bersalin/bidan praktek swasta) tidak dilaporkan yang menyebabkan laporan cakupan dari puskesmas tidak valid dan tidak lengkap. Hal ini berarti salah satu fungsi manajemen puskesmas yaitu pengawasan belum dilaksanakan secara optimal, dalam hal pemantauan kegiatan dan pelaporan dari fasilitas kesehatan swasta.

Hal inilah yang mendorong penulis merasa perlu untuk melakukan analisis pelaksanaan Kepmenkes Nomor 128 tahun 2004 khususnya terhadap tugas pemantauan kegiatan dan laporan program kesehatan ibu dan anak yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan swasta oleh puskesmas di wilayah kerjanya. Adapun judul yang ditetapkan adalah: “Analisis Implementasi Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas dalam Pemantauan

(27)

Kegiatan dan Pelaporan KIA oleh Fasilitas Kesehatan Swasta di Kota Medan”, dengan lokasi penelitian dibatasi di Puskesmas Belawan Kecamatan Medan Belawan, dan Puskesmas Medan Labuhan, Puskesmas Martubung, dan Puskesmas Pekan Labuhan di Kecamatan Medan Labuhan.

Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada data hasil survei awal peneliti yang menunjukkan bahwa cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN) di puskesmas dikategorikan masih rendah sedangkan jumlah Rumah Bersalin/Bidan Praktek Swasta cukup banyak. Dalam penelitian ini Puskesmas Belawan dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN) 38,1% sementara jumlah rumah bersalin ada 18 unit, dan Puskesmas Medan Labuhan dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN) 51,0%, Puskesmas Martubung 39,3%, dan Puskesmas Pekan Labuhan 37,6% sementara jumlah rumah bersalin ada 12 unit.

1.2. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu ”Bagaimana implementasi Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas dalam pemantauan kegiatan dan pelaporan KIA oleh fasilitas kesehatan swasta di wilayah kerja Puskesmas Belawan, Puskesmas Medan Labuhan, Puskesmas Martubung, dan Puskesmas Pekan Labuhan”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis implementasi Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas dalam pemantauan kegiatan dan pelaporan KIA oleh fasilitas kesehatan swasta di wilayah kerja

(28)

Puskesmas Belawan, Puskesmas Medan Labuhan, Puskesmas Martubung, dan Puskesmas Pekan Labuhan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perbaikan selanjutnya:

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, sebagai bahan masukan dan informasi tentang pelaksanaan fungsi manajemen puskesmas dalam melakukan pemantauan terhadap kegiatan dan pelaporan program Kesehatan Ibu dan Anak yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan swasta yang berada di wilayah Kota Medan.

2. Bagi Puskesmas di Kota Medan pada umumnya dan bagi Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian yaitu Puskesmas Belawan di Kecamatan Medan Belawan, Puskesmas Medan Labuhan, Puskesmas Martubung, dan Puskesmas Pekan Labuhan di Kecamatan Medan Labuhan, sebagai bahan masukan dan informasi untuk bahan evaluasi dalam melaksanakan fungsi manajemen dalam hal memantau kegiatan dan pelaporan program Kesehatan Ibu dan Anak yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan swasta di wilayah kerjanya.

3. Bagi peneliti, sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai pelaksanaan fungsi manajemen puskesmas dalam memantau kegiatan dan pelaporan program KIA oleh sarana pelayanan kesehatan swasta di wilayah kerjanya.

4. Bagi peneliti lanjutan, sebagai bahan perbandingan dan acuan dalam melakukan penelitian tentang topik yang sama.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Analisis Kebijakan

Leslie A. Pal dalam Widodo (2010) mengkategorikan definisi kebijakan publik menjadi dua macam yaitu definisi yang lebih menekankan pada maksud dan tujuan utama kebijakan dan definisi yang lebih menekankan pada dampak dari tindakan pemerintah. Thomas R. Dye dalam Subarsono (2009) mengatakan kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan.

Kebijakan tersebut terdiri dari: a) kebijakan publik dibuat oleh pemerintah bukan organisasi swasta, dan b) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

Atas dasar pengertian kebijakan publik yang telah disebutkan di atas, dapat ditemukan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik yaitu :

a. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.

b. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

c. kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan pemerintah.

d. Kebijakan publik bersifat positif (mengenai tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

(30)

e. kebijakan publik (positif) selalu bersdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa.

Menurut James Anderson dalam Subarsono, (2009) menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut:

a. Formulasi masalah (problem formulation): apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk ke dalam agenda pemerintah?

b. Formulasi kebijakan (formulation): bagaimana menggembangkan pilihan-pilihan atau alternatif –alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?

c. Penentuan kebijakan (adoption): bagaimana alternatif ditetapkan?Persyaratan atau criteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi kebijakan yang telah ditetapkan?

d. Implementasi (implementation): siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?

e. Evaluasi (evaluation): bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan?

Menurut pandangan Subarsono (2009), bahwa tahapan kebijakan publik terdiri dari a) Penyusunan agenda kebijakan, b) Formulasi dan legitimasi kebijakan,

(31)

c) Implementasi kebijakan, dan d) Evaluasi terhadap implementasi, kinerja, &

dampak kebijakan. Dalam tahap penyusunan agenda kebijakan terdapat tiga kegiatan yang perlu dilakukan yaitu: a). Membangun persepsi di kalangan stake holder bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap masalah, b) Membuat batasan masalah, dan c) Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut bisa masuk dalam agenda pemerintah.

Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisa informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negosiasi, sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang dipilih. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Pada tahap ini diperlukan dukungan sumber daya dan penusunan organisasi pelaksanaan kebijakan. Dalam proses implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar implementasi suatu kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap implementasi, kinerja dan dampak kebijakan.

Implementasi Kebijakan

Joko Widodo (2010) mendefinisikan implementasi merupakan suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana, dan kemampuan organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok). Proses tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan.

(32)

Sebuah implementasi kebijakan yang melibatkan banyak organisasi dan tingkatan birokrasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Menurut Wahab (2005) implementasi kebijakan dapat dilihat dari sudut pandang: a) pembuat kebijakan, b) pejabat-pejabat pelaksana di lapangan, dan c) sasaran kebijakan (target group).

Wahab (2005) memfokuskan diri pada sejauh mana kebijakan tersebut telah tercapai dan apa alasan yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan kebijakan tersebut.

Implementasi akan terfokus pada tidakan pejabat dan instansi di lapangan untuk mencapai keberhasilan program. Sementara dari sudut pandang target groups, implementasi akan lebih dipusatkan pada apakah implementasi kebijakan tersebut benar-benar mengubah pola hidupnya dan berdampak positif panjang bagi peningkatan mutu hidup termasuk pendapatan mereka.

Perlu disadari bahwa dalam melaksanakan implementasi suatu kebijakan tidak selalu berjalan mulus. Banyak faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor- faktor yang berpengaruh penting terhadap implementasi kebijakan publik serta guna penyederhanaan pemahaman, maka akan digunakan model implementasi kebijakan.

George Edward III dalam Widodo (2010) mencetuskan 4 faktor yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan antara lain yaitu faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.

(33)

Gambar 2.1 Analisis Kebijakan Menurut George Edward III a. Komunikasi

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua

(34)

personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan.

Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim. Jika personel yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumberdaya dalam melakukan tugasnya.

Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.

Sumber daya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program.

b. Sumberdaya

Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program ke arah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin c. Disposisi atau Sikap

(35)

memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.

Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola- pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Unsur-unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan, yaitu:

d. Struktur birokrasi

a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;

b. Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses- proses dalam badan pelaksana;

(36)

c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggota legislatif dan eksekutif);

d. Vitalitas suatu organisasi;

e. Tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal ataupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi;

f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau pelaksana keputusan. Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan mempengaruhi hasil implementasi.

2.2 Keputusan Menteri Kesehatan No. 128 Tahun 2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas

Keputusan Menteri Kesehatan No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas ditetapkan atas pertimbangan bahwa dalam rangka mengoptimalkan fungsi Pusat Kesehatan Masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat diperlukan adanya kebijakan dan langkah-langkah strategi yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan puskesmas. Di dalamnya termaktub semua tata aturan tentang puskesmas, sebagaimana uraian berikut ini.

(37)

2.2.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan (UPTD) Kabupaten/Kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

2. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

3. Penanggungjawab penyelenggaraan

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya.

4. Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka

(38)

tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kota atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.2.2 Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah Tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.

Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai adalah mencakup 4 indikator utama, yaitu :

1. Lingkungan yang sehat 2. Perilaku sehat

3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu 4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan 2.2.3 Misi Puskesmas

Misi Pembangunan Kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:

(39)

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya agar memperhatikan aspek kesehatan, yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya

Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas

Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah

(40)

kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan.

2.2.4 Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.

2.2.5 Fungsi Puskesmas

Adapun fungsi puskesmas menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/2004 ini ada 3 (tiga) yaitu:

1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.

Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

(41)

2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi :

a. Pelayanan kesehatan perorangan; adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat; adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat disebut antara lain

(42)

adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

2.2.6 Kedudukan Puskesmas

Kedudukan puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dan Sistem Pemerintah Daerah.

1. Sistem Kesehatan Nasional

Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya keseatan masyarakat di wilayah kerjanya.

2. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota

Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggujawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota di wilayah kerjanya.

3. Sistem Pemerintahan Daerah

Kedudukan puskesmas dalam Sistem Pemerintahan Daerah adalah sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan unit struktural Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di tingkat kecamatan.

(43)

4. Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama

Di wilayah kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat. Kedudukan Puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra. Di wilayah kerja puskesmas terdapat pula berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis dan bersumberdaya masyarakat seperti Posyandu, Polindes, Poskesdes.

Kedudukan Puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan berbasis dan bersumberdaya masyarakat adalah sebagai pembina.

2.2.7 Organisasi Puskesmas 1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing- masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan Peraturan Daerah. Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut:

a. Kepala Puskesmas

b. Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu Kepala Puskesmas dalam pengelolaan:

1) Data dan informasi

2) Perencanaan dan Penilaian 3) Keuangan

(44)

4) Umum dan Kepegawaian

c. Unit Pelaksana Teknik Fungsional Puskesmas:

1) Upaya Kesehatan Masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM 2) Upaya Kesehatan Perorangan.

d. Jaringan Pelayanan Puskesmas:

1) Unit Puskesmas Pembantu 2) Unit Puskesmas Keliling 3) Unit Bidan di Desa/Komunitas.

2. Kriteria Personalia

Kinerja personalia yang mengisi struktur organisasi puskesmas disesuaikan dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing unit puskesmas. Khusus untuk Kepala Puskesmas kriteria tersebut dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat.

3. Eselon Kepala Puskesmas

Kepala Puskesmas adalah penanggungjawab pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan. Sesuai dengan tanggungjawab tersebut dan besarnya peran Kepala Puskesmas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan maka jabatan Kepala Puskesmas setingkat dengan eselon III-B.

Dalam keadaan tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat untuk menjabat jabatan eselon III-B, ditunjuk pejabat semantara yang sesuai dengan kriteria Kepala Puskesmas yakni seorang saraja di bidang kesehatan yang kurikulum

(45)

pendidikannya mencakup bidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang setara dengan pejabat tetap.

2.2.8 Tata Kerja Puskesmas 1. Dengan Kantor Kecamatan

Dalam melaksanakan fungsinya puskesmas berkoordinasi dengan kantor kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat kecamatan.

Koordinasi tersebut mencakup perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam hal pelaksanaan fungsi penggalian sumberdaya masyarakat oleh puskesmas, koordinasi dengan kantor kecamatan mencakup pula kegiatan fasilitas.

2. Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Dengan demikian secara teknis dan administratif, puskesmas bertanggungjawab kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebaliknya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab membina serta memberikan bantuan administratif dan teknis kepada puskesmas.

3. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama

Sebagai mitra pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta. Puskesmas menjalin kerjasama termasuk penyelenggaraan rujukan dan memantau kegiatan yang diselenggarakan.

Sedangkan sebagai pembina upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat,

(46)

Puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan rujukan sesuai kebutuhan.

4. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan

Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pelayanan kesehatan rujukan. Untuk upaya kesehatan perorangan, jalinan kerjasama tersebut diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan perorangan seperti rumah sakit (kabupaten/kota), dan berbagai balai kesehatan masyarakat (Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru, Balai Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Kerja Masyarakat, Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat, Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat, Balai Kesehatan Indra Masyarakat). Sedangkan untuk upaya kesehatan masyarakat, jalinan kerjasama diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat rujukan, seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Balai Teknis Kesehatan Lingkungan, Balai Laboratorium Kesehatan serta berbagai balai kesehatan masyarakat. Kerjasama tersebut diselenggarakan melalui penerapan konsep rujukan yang menyeluruh dalam koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

5. Dengan Masyarakat

Sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, puskesmas memerlukan dukungan aktif dari masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Dukungan aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP) yang menghimpun berbagai

(47)

potensi masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM, organisasi kemasyarakatan, serta dunia usaha. BPP tersebut berperan sebagai mitra Puskesmas dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan.

2.2.9 Upaya Kesehatan Puskesmas

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

1. Upaya Kesehatan Wajib; adalah upaya yang dilakukan berdasarkan komitmen nasional, regional, dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia.

Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

a. Upaya Promosi Kesehatan.

b. Upaya Kesehatan Lingkungan.

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana.

d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.

e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular.

f. Upaya Pengobatan.

(48)

2. Upaya Kesehatan Pengembangan; adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada yakni:

a. Upaya Kesehatan Sekolah b. Upaya Kesehatan Olah Raga

c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat d. Upaya Kesehatan Kerja

e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut f. Upaya Kesehatan Jiwa

g. Upaya Kesehatan Mata h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional.

Upaya laboratorium media dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan puskesmas.

(49)

2.3 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Sebagai Salah Satu Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas

2.3.1 Kegiatan Pelayanan KIA

Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi, balita, anak usia sekolah serta remaja.

Tujuan umum program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan keluarganya untuk atau mempercepat pencapaian target Pembangunan Kesehatan Indonesia, serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya. Sedangkan tujuan khususnya yaitu:

a. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga, Desa Wisma, penyelenggaraan Posyandu dan sebagainya.

b. Meningkatkan upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah mandiri di dalam lingkungan keluarga, Desa Wisma, Posyandu dan Karang Balita, serta di sekolah TK.

c. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu menyusui.

(50)

d. Meningkatnya mutu pelayanan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita.

e. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dalam keluarganya.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan berkaitan dengan upaya meningkatkan KIA oleh puskesmas maupun sarana pelayanan kesehatan strata pertama lainnya yang ada di wilayah kerja puskesmas adalah sama, yaitu:

a. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan menyusui serta bayi, anak balita dan anak prasekolah.

b. Deteksi dini faktor resiko ibu hamil.

c. Pemantauan tumbuh kembang balita.

d. Imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil serta BCG, DPT, Polio dan Campak pada bayi.

e. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA.

f. Pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita dan anak prasekolah untuk macam-macam penyakit ringan.

g. Kunjungan rumah untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada ibu hamil, ibu nifas dan bayi baru lahir.

h. Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak-kanak serta kader-kader kesehatan.

(51)

2.3.2 Pelaporan Pelayanan KIA

Pemantauan Wilayah Setempat-KIA (PWS-KIA) adalah alat untuk pengelolaaan kegiatan KIA serta alat untuk motivasi dan komunikasi kepada sektor lain yang terkait dan dipergunakan untuk pemantauan program KIA secara teknis maupun non teknis. Melalui PWS-KIA dikembangkan indikator-indikator pemantauan teknis dan non teknis, yaitu:

a. Indikator Pemantauan Teknis :

Indikator ini digunakan oleh para pengelola program dalam lingkungan kesehatan yang terdiri dari :

1) Indikator Akses

2) Indikator Cakupan Ibu Hamil

3) Indikator Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan 4) Indikator Penjaringan Faktor Resiko oleh Masyarakat 5) Indikator Penjaringan Faktor Resiko oleh Tenaga Kesehatan 6) Indikator Neonatal

b. Indikator Pemantauan Non teknis :

Indikator ini dimaksudkan untuk motivasi dan komunikasi kemajuan maupun masalah operasional kegiatan KIA kepada para penguasa di wilayah (stake holder), sehingga dimengerti dan mendapatkan bantuan sesuai keperluan.

Indikator-indikator ini dipergunakan dalam berbagai tingkat administrasi, yaitu :

(52)

1) Indikator pemerataan pelayanan KIA; untuk ini dipilih akses (jangkauan) dalam pemantauan secara teknis memodifikasinya menjadi indikator pemerataan pelayanan yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.

2) Indikator efektivitas pelayanan KIA; untuk ini dipilih cakupan (coverage) dalam pemantauan secara teknnis dengan memodifikasinya menjadi indikator efektivitas program yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah (stake holder).

Kedua indikator tersebut harus secara rutin dijabarkan per bulan, per desa serta dipergunakan dalam pertemuan-pertemuan lintas sektoral untuk menunjukkan desa-desa mana yang masih ketinggalan. Pemantauan secara lintas sektoral ini harus diikuti dengan suatu tindak lanjut yang jelas dari para penguasa wilayah perihal : peningkatan penggerakan masyarakat serta penggalian sumber daya setempat yang diperlukan.

2.4 Manajemen Puskesmas

2.4.1 Pengertian Manajemen Secara Umum

Banyak batasan manajemen yang dikemukakan para ahli, dari yang sederhana sampai yang rumit. Akan tetapi tidak akan ada satu batasan yang bisa secara sempurna menerangkan manajemen. Berikut beberapa pengertian manajemen menurut beberapa ahli yang antara lain:

Menurut Stoner dalam Wijayanti (2008) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para

(53)

anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan

Schein (2008) memberi definisi manajemen sebagai profesi. Menurutnya manajemen merupakan suatu profesi yang dituntut untuk bekerja secara profesional, karakteristiknya adalah para professional membuat keputusan berdsarkan prinsip- prinsip umum, para professional mendapatkan status mereka karena mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu, dan para profesional harus ditentukan suatu kode etik yang kuat.

Terry (2005) menyatakan manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan.

Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang melakukannya disebut manajer.

(54)

2.4.2 Manajemen Puskesmas Berdasarkan Kepmenkes No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas

Ada tiga fungsi manajemen puskesmas yang dikenal berdasarkan Kepmenkes No. 128 Tahun 2004 yaitu:

a. Perencanaan

Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja puskesmas. Rencana tahunan puskesmas dibedakan atas:

1) Rencana tahunan upaya kesehatan wajib

Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap puskesmas, yakni promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, termasuk keluarga berencana, perbaikian gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan. Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan puskesmas adalah sebagai berikut:

a) Menyusun Usulan Kegiatan dengan memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik nasional maupun daerah sesuai dengan masalah sebagai hasil dari kajian data dan informasi yang tersedia di puskesmas.

Usulan ini disusun dalam bentuk matriks yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi, serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan. Rencana ini disusun melalui pertemuan perencanaan tahunan puskesmas yang dilaksanakan sesuai

(55)

dengan siklus perencanaan kabupaten/kota dengan mengikutsertakan BPP serta dikoordinasikan dengan Camat.

b) Mengajukan usulan kegiatan; ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk persetujuan pembiayaannya. Perlu diperhatikan dalam mengajukan usulan kegiatan harus dilengkapi dengan usulan kebutuhan rutin, sarana dan prasarana dan operasional puskesmas beserta pembiayaannya.

c) Mengajukan rencana pelaksanaan kegiatan; dengan menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang telah disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk matriks yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping).

2) Perencanaan upaya kesehatan pengembangan

Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan puskesmas yang telah ada, atau upaya inovasi yang dikembangkan sendiri.

Upaya laboratorium medik, upaya laboratorium kesehatan masyarakat dan pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini adalah upaya penunjang yang harus dilakukan untuk kelengkapan upaya- upaya puskesmas. Langkah-langkah perencanaan upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan oleh puskesmas mencakup hal-hal sebagai berikut:

a) Identifikasi upaya kesehatan pengembangan yang akan diselenggarakan oleh puskesmas. Identifikasi ini dilakukan berdasarkan ada tidaknya masalah kesehatan yang terkait dengan setiap upaya kesehatan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Laporan yang berjudul ANALISA KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA PADA KONDISI TEGANGAN MASUK TIDAK SEIMBANG LEBIH ini, merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan

Perbedaan tekstur es krim susu lambing dengan penambahan umbi suweg pada konsentrasi 4%, dan 5% dengan perlakuan penambahan gelatin 0,5% diduga karena penggunaan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Kemungkinan kemacetan aliran bahan akan semakin besar dengan bahan bakar yang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda, yang selanjutnya akan mempengaruhui tekanan

Fakta bahwa setiap individu mempunyai dana yang tersedia untuk mengembalikannya dari kerugian, apakah dalam bentuk kerusakan rumahnya atau cedera pada saat bekerja, akan berarti

Pada ekstraksi minyak dan lemak untuk pelarut organik (kloroform dan n- heksana) ketika diteteskan sebanyak dua tetes diatas kertas saring lalu dikeringkan menghasilkan noda

Melalui peningkatan efisiensi usaha peternakan maka diharapkan akan dapat terwujud peningkatan produksi susu nasional dan menurunnya ketergantungan terhadap susu impor. Selain

Mata Kuliah: Hukum Diplomatik dan Konsuler LEVEL KOMPETENSI I KETENTUAN YANG BERLAKU BAGI PERWAKILAN ASING DI INDONESIA Waktu: Minggu XII/ Pertemuan ke-11 dan ke-12