• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Gambaran umum kondisi daerah Kabupaten Nias memberikan gambaran awal tentang kondisi daerah dan capaian pembangunan Kabupaten Nias secara umum. Gambaran umum menjadi pijakan awal penyusunan rencana pembangunan lima tahun kedepan melalui pemetaan secara objektif kondisi daerah dari aspek geografi dan demografi, kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

2.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI 2.1.1. ASPEK GEOGRAFI

A. Karakteristik Lokasi dan Wilayah

1). Batas Administrasi dan Luas Wilayah

Kabupaten Nias merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara dan berada di sebelah barat pulau Sumatera yang berjarak ± 92 mil laut dari kota Sibolga. letak geografis Kabupaten Nias terletak pada 0°53’1,5’’-1°17’16,6’’ Lintang Utara dan 97°29’0,7’’-97°58’29’’ Bujur Timur dan memiliki luas wilayah 950.32 Km2 terdiri dari 9 Kecamatan: Idanogawo, Bawolato, Ulugawo, Gido, Ma’u, Somolo-molo, Hiliduho, Hiliserangkai, dan Hiliduho dan 119 Desa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kota Gunung Sitoli dan Kabupaten Nias Utara.

 Sebelah Selatan : Kabupaten Nias Selatan.

 Sebelah Timur : Kota Gunungsitoli dan Samudera Indonesia.

 Sebelah Barat : Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias Utara.

Secara geografis Kabupaten Nias diuntungkan mengingat posisinya yang strategis terletak diantara jalur-jalur penghubung wilayah Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias Selatan serta wilayah Kabupaten Nias Utara. Posisi strategis tersebut merupakan kekuatan yang dapat dijadikan sebagai modal pembangunan daerah.

(2)

Tabel 2 - 1

Luas Wilayah Kabupaten Nias Menurut Kecamatan No Kecamatan Luas Wilayah

Rasio Terhadap Luas Wilayah Kabupaten Nias [1] [2] [3] [4] 1 Idanogawo 244,03 24,48 2 Bawolato 177,33 18,09 3 Ulugawo 98,31 10,03 4 G i d o 195,23 19,91 5 Ma’u 69,85 7,13 6 Somolo-molo 35,39 3,61 7 Hiliduho 68,42 6,98 8 Hili Serangkai 39,70 4,05 9 Botomuzoi 52,06 5,31 Jumlah/Total 980,32 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias.

Gambar 2 - 1

Peta Administrasi Kabupaten Nias

2). Morfologi

Bentuk morfologi atau bentang alam Pulau Nias dominan dikontrol oleh aktivitas tektonik/deformasi dibanding litologinya. Secara Fisiografi Pulau Nias termasuk dalam busur luar tak bergunung api dari suatu sistem tektonik aktif menumpu yang memanjang pada arah Barat Laut –

(3)

Pengangkatan Pulau Nias secara umum membentuk morfologi perbukitan yang membentang dibagian tengah dengan ketingian mencapai 800 m dan morfologi dataran terutama dijumpai di pantai Timur dan Barat Nias dengan ketinggian dari 0-50 m. Kabupaten Nias menurut klasifikasi Van Zuidam, 1985 dibedakan atas :

 Morfologi Datar – Hampir Datar dengan kemiringan 0o-2 o, terutama tersebar di pantai Timur, Barat

dan Utara.

 Morfologi Bergelombang/Miring Landai dengan kemiringan 2o-4o, merupakan satuan morfologi

yang paling dominan terutama tersebar di bagian Utara.

 Morfologi Bergelombang/Miring dengan kemiringan lereng 4o-8o, tersebar di bagian Selatan Kabupaten

Nias.

 Morfologi Berbukit/Agak Curam dengan kemiringan lereng 8o-16o tersebar sangat terbatas

di bagian tengah Kabupaten Nias. Gambar 2 - 2

(4)

3). Hidrologi

Kondisi hidrologi di Kabupaten Nias terdiri dari air permukaan yaitu sungai, danau, rawa dan air bawah tanah. Sungai di Kabupaten Nias terdiri dari 21 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada di 5 (lima) kecamatan, yaitu Idanogawo, Bawolato, Gido, Hiliduho, dan Botomuzoi.

Tabel 2 - 2

Nama-nama Sungai di Kabupaten Nias Menurut Panjang dan Klasifikasi No Nama Sungai Kecamatan Panjang

(km) Lebar (m) Klasifikasi Sungai [1] [2] [3] [4] [5] [6]

1 S. Idanogawo Idanogawo 32,6 100 Besar

2 S. Moa’wu Idanogawo 6,0 15 Sedang

3 S. Mezawa Idanogawo 18,0 20 Besar

4 S. Siholi Idanogawo 4,0 15 Sedang

5 S. Na’ai Idanogawo 12,0 15 Sedang

6 S. Goasa Idanogawo 8,0 15 Sedang

7 S. Sondri’i Idanogawo 12,0 20 Besar

8 S. Mola Bawolato 18,0 20 Besar

9 S. Bulumoso Bawolato 6,0 15 Sedang

10 S. Nalawo Bawolato 10,0 15 Sedang

11 S. Suani Bawolato 6,0 15 Sedang

12 S. Hou Bawolato 10,0 20 Besar

13 S. Gido Si’ite Gido 18,0 20 Besar

14 S. Gido Sebua Gido 35,0 20 Besar

15 S. Mua Gido 17,0 15 Sedang

16 S. La’uri Gido 10,0 15 Sedang

17 S. Sinoto Hiliduho 4,0 15 Sedang

18 S. Kalimbungo Hiliduho 7,2 15 Sedang

19 S. Humene Botomuzoi 5,0 10 Kecil

20 S. Muzoi Botomuzoi 77,3 15 Sedang

21 S. To’oro Botomuzoi 4,0 15 Sedang

(5)

Gambar 2 - 3

Peta Hidrologi Kabupaten Nias

4). Klimatologi

Kondisi iklim di Kabupaten Nias adalah beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi serta hari hujan yang bervariasi. Curah hujan rata-rata tiap tahunnya adalah berkisar antara 2.000 hingga 2.800 mm/tahun. Sama halnya dengan wilayah lainnya di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Nias juga mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau umumnya terjadi antara bulan April sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada Bulan Oktober sampai Bulan Maret. Suhu udara di Kabupaten Nias umumnya berkisar antara 20o sampai dengan 30o C.

Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan iklim dan curah hujan di Kabupaten Nias dapat di lihat pada tabel berikut.

(6)

Tabel 2 - 3 Curah hujan di Kabupaten Nias Tahun 2009 Bulan Curah Hujan

(mm) Hari Hujan Penyinaran Matahari (%) Januari 163,4 20 63 Februari 52,0 14 61 Maret 208,9 22 55 April 106,8 13 59 Mei 195,1 19 58 Juni 206,1 21 62 Juli 167,8 22 53 Agustus 221,4 18 54 September 254,6 21 55 Oktober 594,7 30 39 Nopember 343,9 26 36 Desember 290,0 20 42 Jumlah 2804,7 246 637

Rata-Rata per Bulan 233,7 21 53

Sumber : Kabupaten Nias Dalam Angka, Tahun 2010

5). Jenis Tanah

Jenis tanah di Kabupaten Nias umumnya didominasi oleh jenis tanah Aluvial, Podsolik Merah Kuning dan sebagian kecil Hidromorfik Kelabu, Regosol, Mediteran Merah Kuning dan Litosol yang menyebar secara random (acak). Erosi merupakan permasalahan yang sangat potensial di Kabupaten Nias. Faktor alamiah yang menyebabkan terjadinya erosi adalah tingkat curah hujan, jenis vegetasi yang tidak mampu menahan laju aliran air permukaan, kemiringan lahan dan jenis tanah yang mudah tererosi seperti regosol, organosol dan rezina. Peristiwa erosi dan longsoran ini umumnya terjadi pada lokasi bergelombang sampai berbukit sedangkan pada daerah datar (tepi pantai) kejadian ini umumnya tidak terjadi.

Lapisan permukaan tanah di Kabupaten Nias pada umumnya adalah tanah lunak (soft soil). Jenis tanah lunak adalah tanah lanau yang halus dan mudah tererosi. Di samping itu juga dijumpai jenis tanah lempung ekspansif serta pasir halus. Jenis-jenis tanah seperti ini banyak dijumpai pada daerah bergelombang sampai berbukit. Jenis tanah lempung ekspansif adalah salah satu jenis tanah berbutir halus dengan ukuran koloidal yang terbentuk dari mineral ekspansif. Tanah lempung ini mempunyai sifat yang khas yaitu kandungan mineral ekspansif

(7)

menyebabkan mempunyai kapasitas pertukaran ion yang tinggi. Kondisi ini mengakibatkan tanah lempung ini mempunyai potensi kembang susut apabila terjadi peningkatan dan pengurangan kadar airnya.

Apabila terjadi peningkatan kadar air tanah ini akan mengembang disertai dengan peningkatan tekanan air pori dan timbulnya tekanan pengembang (swelling presure) sedangkan apabila kadar air berkurang akan terjadi pengerutan. Suatu konstruksi yang dibangun di atas jenis tanah lanau ini, jika tanah dasarnya terkena air maka tanah tersebut daya dukungnya akan berkurang, tanah menjadi lembek, tidak stabil dan tidak mampu lagi memikul konstruksi di atasnya. Kondisi ini mengakibatkan kerusakan pada lapisan permukaan jalan dan apabila tidak diatasi dapat berakibat kegagalan.

Gambar 2 - 4

Peta Jenis Tanah di Kabupaten Nias

6). Litologi/Batuan

Kondisi alam Kabupaten Nias disusun oleh batuan tektonik dan batuan sedimen yang secara umum sifat fisiknya belum kompak, terutama batuan sedimennya. Urutan batuan penyusun di Kabupaten Nias dimulai dari yang berumur tua sampai yang paling muda meliputi batuan teknonik dari Komplek Bancuh berumur Oligosen-Miosen Awal, terdiri dari:

(8)

 Batuan teknonik dari Komplek Bancuh berumur Oligosen – Miosen Awal, terdiri dari bongkahan berbagai jenis batuan beku ultramafik - Basa, yaitu peridotit, serpentinit, gabro, basalt serta batuan sedimen serpih, sekis lempung bersisik, konglomerat, breksi dan graywacke termetakan. Batuan dari Formasi Lölömatua berumur Miosen Awal – Miosen Akhir berada tidak selaras diatas Komplek Bancuh. Terdiri dari batuan sedimen berlapis yaitu perselingan batu pasir, batu lanau, batul empung, konglomerat dan tufa serta bersisipan tipis dengan batubara dan serpih, batuan banyak mengandung fosil foraminifera dan plangton yang terendapkan di lingkungan sublitoral – neritik luar. Penyebaran batuan ini terutama di bagian tengah, yaitu di Kecamatan Idanögawo, Hiliduho.

 Batuan sedimen dari Formasi Gomo berhubungan menjari dengan Formasi Lölömatua yang juga berumur Miosen Tengah – Pliosen. Batuan berlapis diendapkan di lingkungan sublitoral – bathial, mengandung fosil foraminifera dan plangton, batuannya berupa batu lempung, napal, batu pasir, batu gamping bersisipan napal tufaan, tufa dan gambut tipis. Batuan ini terutama menyebar di Kecamatan Hiliduho, Bawölato, dan sedikit di Kecamatan Gidö dan Idanögawo.

 Batuan sedimen Formasi Gunungsitoli berumur Plio-Plistosen), terutama berupa batugamping terumbu, batu gamping lanauan, batu pasir kuarsa halus gampingan yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Tersebar terutama di pantai Timur dan yaitu di Kecamatan Gidö dan Idanögawo. Endapan aluvial, merupakan batuan paling muda yang berumur Holosen, berupa endapan sungai, rawa dan pantai yang terdri dari pasir, lempung dan lumpur serta bongkahan batugamping.

7). Penggunaan Lahan

Berdasarkan hasil intepretasi yang dilakukan terhadap peta citra satelit Alos, didapat bahwa hutan merupakan penggunaan lahan yang paling dominan di Kabupaten Nias seluas 23.606,11 Ha, diikuti oleh penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering seluas 18.613.87 Ha dan penggunaan lahan paling

(9)

seluas 1,02 Ha. Hasil interpretasi citra satelit yang menghasilkan tutupan lahan wilayah Kabupaten Nias dapat dilihat pada berikut:

Tabel 2 - 4

Penggunaan Lahan Kabupaten Nias

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1 2 3

1 Lahan Terbuka 120,74

2 Pertanian Lahan Kering 18.613,87

3 Manggrove 50,42 4 Kebun Campuran 12.423,49 5 Lainnya 214,22 6 Gambut 7.311,36 7 Perkebunan 3.493,73 8 Hutan 23.606,11 9 Permukiman 270,66 10 Tanaman Holtikultura 10.336,55 11 Sungai 164,02 12 Sawah 6.358,38 13 Terumbu Karang 1,02 Jumlah 82.964,56

Sumber : Intepretasi Peta Citra Alos, Tahun 2010

Gambar 2 - 5

Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Nias

Berdasarkan penunjukkan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan yang dituangkan dalam SK Menteri

(10)

Kehutanan Nomor 421/Kpts-II/1999 tersebar di 9 (sembilan) kecamatan.

7.1. Kawasan Lindung

Kawasan Lindung yang berada di Kabupaten Nias mengacu kepada penjelasan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengenai klasifikasi penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan lindung dan kawasan budidaya serta arahan fungsi hutan yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kahutanan Nomor 44 Tahun 2005, tersebar di 9 kecamatan di Kabupaten Nias.

7.1.1. Kawasan Peruntukkan Hutan Lindung

Areal Hutan Lindung di Kabupaten Nias berdasarkan SK Menhut No.44 Tahun 2005 yang tersebar di 9 Kecamatan dengan luas total 29.781,72 Ha namun berdasarkan hasil perhitungan secara GIS (sistem informasi gografis) kawasan hutan lindung sekitar di Kabupaten Nias 28.280,49 Ha. Namun Tidak menutup kemungkinan kawasan hutan yang berdekatan dengan beberapa desa atau kelurahan, sudah mengalami perambahan oleh kegiatan ladang (perladangan dan perkebunan tanaman tahunan). Oleh karena itu dalam penertiban kawasan ini, perlu adanya penegasan batas-batas fisik kawasan dan batas-batas-batas-batas administrasi untuk desa serta kecamatan.

Kawasan Hutan yang ditetapkan oleh SK Menteri Kehutanan pada kenyataan tidak sesuai dengan kondisi eksisting. Pada sebagian kawasan hutan tersebut sekarang telah ada kegiatan budidaya karena pada beberapa titik kawasan tersebut merupakan ibukota Kecamatan yang pasti didukung oleh kegiatan budidaya. Komposisi kawasan peruntukkan hutan lindung di Kabupaten Nias dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

(11)

Tabel 2 - 5

Luas Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung Berdasarkan SK Menhut No. 44 Tahun 2005

No Kecamatan Hutan Rencana Ruang Kawasan Lindung (Ha) Luas Total (Ha) Lindung Gambut Mangrove Sempadan Pantai Sempadan Sungai

1 2 3 4 5 6 7 8 1 Bawolato 595,04 3.012,7 - 320.31 1.100,92 4.708,66 2 Botomuzoi 4.712,64 - - - 35,56 4.748,20 3 Gido 1.642,63 - 212,97 136.17 216,77 2.072,37 4 Hili Serangkai 3.065,98 - - - 6,69 3.072,67 5 Hiliduho 3.797,62 - - - 4,22 3.801,84 6 Idanogawo 69,43 279,37 - 79.88 315,88 664,68 7 Ma'u 6.115,18 - - - 7,08 6.122,26 8 Somolo-molo 3.040,72 - - - 2,13 3.042,85 9 Ulugawo 5.241,24 - - - 35,03 5.276,27 Kabupaten Nias 28.280,49 3.292,07 212,97 536.37 1.724,27 33.509,79

Sumber: Laporan Akhir RTRW Kabupaten Nias Tahun 2011-2031

Gambar 2 - 6

Rencana Pola Ruang Kabupaten Nias Berdasarkan SK Menhut No. 44 Tahun 2005

(12)

7.1.2. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Bawahannya

Kawasan yang memberikan perlindungan bawahannya di Kabupaten Nias terdiri atas : a. Kawasan Peruntukan Lahan Gambut

Kawasan bergambut di wilayah Kabupaten Nias termasuk kedalam gambut yang perlu ditangani dan dimanfaatkan secara optimal bagi pertanian lahan basah (pertanian sawah). Ketebalan gambut rata-rata lebih dari 1 m, dengan karakteristik gambut yang dapat dibudidayakan.

Saat ini, sebagian besar ekosistem kawasan bergambut terletak di Kecamatan Bawolato dan Kecamatan Idanogawo dengan luas sekitar 3.292,07 ha. Ekosistem kawasan bergambut sebagian besar sudah tidak utuh lagi karena dimanfaatkan untuk perkebunan.

Kawasan bergambut berperan luas bagi lingkungan, termasuk diantaranya:

1) Berfungsi sebagai reservoir air tawar dan persediaan air tanah;

2) Menyimpan nutrien, sedimen-sedimen dan polutan-polutan;

3) Berfungsi sebagai penyimpan sumber daya karbon utama;

4) Tempat penetasan untuk perikanan air payau (air asin dan air tawar);

5) Mencegah salinisasi lahan pertanian dan persediaan air domestik;

6) Mejaga kestabilan kondisi iklim pesisir, terutama sekali temperatur dan curah hujan.

b. Kawasan Peruntukan Hutan Mangrove Kawasan ini meliputi kawasan yang sebagian besar ada pada tingkat kemiringan > 20% ke bagian wilayah yang ada dalam di Kabupaten Nias dengan luas 212,97 Ha. Kawasan peruntukan Hutan Mangrove di Kabupaten Nias terdapat di Kecamatan Gido dan akan dipertahankan untuk menjaga ekosistem pantai.

(13)

7.1.3. Kawasan Perlindungan Setempat

Terdapat beberapa kriteria khusus terhadap kawasan yang memberikan perlindungan setempat, yaitu mencakup sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar mata air. Di Kabupaten Nias yang termasuk dalam kawasan perlindungan setempat adalah sebagai berikut.

a. Sempadan Pantai

Ditetapkan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai, yaitu minimal 75 m dari titik/garis pasang air laut tertinggi ke arah daratan. Lokasi yang membutuhkan perlindungan pantai tersebar pada kecamatan: Gido, Idanogawo dan Bawolato seluas 536,37 ha atau sekitar 0,56 persen dari luas wilayah Kabupaten Nias.

b. Sempadan Sungai

Diarahkan pada DAS (daerah aliran sungai) dan Sub DAS. Untuk DAS lebar sempadan yang ditetapkan adalah 50-100 m pada bagian kanan dan kiri sungai. Sedangkan untuk Sub DAS, lebar yang ditetapkan adalah 20-50 m pada bagian kanan-kiri sungai yang bermuara ke sungai-sungai besar tersebut di atas. Untuk sempadan sungai yang berada di kawasan permukiman berupa jalan inspeksi ditetapkan 5-15 m. Kawasan peruntukan sempadan sungai yang cukup luas di Kabupaten Nias berada di Kecamatan Bawolato, Kecamatan Idanogawo dan Kecamatan Gido dengan luas keseluruhan sempadan sungai yang ada di Kabupaten Nias sekitar 1.724,27 ha.

7.2. Kawasan Budi Daya

Kawasan budidaya merupakan kawasan di luar kawasan lindung menurut Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang meliputi kawasan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan permukiman, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata. Peruntukan

(14)

kawasan-kawasan sesuai dengan kondisi fisik serta potensi sumberdaya alam di wilayah Kabupaten Nias yang memerlukan pemanfaatan guna kepentingan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia (termasuk permukiman) dan pembangunan pada umumnya.

Perkembangan pemanfaatan kawasan budidaya menunjukkan adanya konflik antar sektor/kegiatan dan konflik dengan kawasan lindung, sehingga pengembangan kawasan budidaya diarahkan pada penataan kembali pemanfaatan kawasan sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya.

Tabel 2 - 6

Luas Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya

No Kecamatan

Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya (Ha)

LUAS TOTAL (Ha) Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Kering Perkebu-nan Hortikul-tura Perika-nan Permuki-man Industri Pertam-bangan 1 Bawolato 1.489,34 7.358,41 6.266,41 10,45 242,02 260,58 - - 15.627,22 2 Botomuzoi 71,81 3.866,28 213,07 25,64 - 487,32 4.664,12 3 Gido 4.119,17 8.132,37 1.112,38 575,15 114,04 398,51 - - 14.451,63 4 Hili Serangkai 1.493,59 369,07 63,98 - 29,53 - - 1.956,18 5 Hiliduho 46,21 3.419,73 0,01 - - 52,52 - 1.380,57 4.899,03 6 Idanogawo 2.114,71 6.071,78 3.672,09 484,32 182,03 319,00 275,73 - 13.119,65 7 Ma'u - 654,72 765,91 - - 6,87 - - 1.427,50 8 Somolo-molo - 1.896,16 2,70 34,55 - 3,29 - - 1.936,70 9 Ulugawo 20,87 1.894,73 - - - 1,06 - - 1.916,65 Luas Kawasan Budidaya 7.862,11 34.787,77 12.188,57 1.388,52 538,09 1.097,00 275,73 1.867,89 59.998,67

Sumber: Laporan Akhir RTRW Kabupaten Nias Tahun 2011-2031

7.2.1. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Kawasan hutan produksi terbatas merupakan kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan budidaya hasil-hasil hutan secara terbatas dengan tetap memperhatikan fungsinya sebagai hutan untuk melindungi kawasan di bawahnya. Kawasan peruntukan hutan produksi yang berada di wilayah Kabupaten Nias tidak diarahkan karena sebagian besar sudah tidak termasuk dalam kawasan hutan dan diarahkan menjadi kawasan perkebunan atau pertanian lahan kering.

7.2.2. Kawasan Peruntukan Pertanian

Kawasan budidaya pertanian adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian

(15)

termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kegiatan pertanian tersebut dapat berupa pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering, dan tanaman keras (perkebunan). 1). Pertanian Lahan Basah (TPLB)

Kawasan pertanian lahan basah merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama diperuntukkan bagi kegiatan pertanian lahan basah karena didukung oleh kondisi topografi tanah yang sesuai dengan tujuan untuk memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk lahan basah dalam menghasilkan produksi pangan, dengan tetap memperhatikan kelestarian

lingkungan. Kawasan ini hanya

diperuntukkan bagi tanaman padi secara terus menerus dengan pola tanam yang telah ditetapkan. Penggunaan jenis tanaman lain selain padi diperkenankan apabila air tidak mencukupi atau dengan pertimbangan pencapaian target produktivitas optimal melalui tanaman selingan seperti palawija. Kawasan pertanian lahan basah tetap dipertahankan sebagai sumber pangan. Dengan pertimbangan tersebut, perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke non pertanian wajib memperhatikan rencana produksi pangan yang ada dan harus disertai ijin pertanahan yaitu ijin lokasi dan ijin perubahan penggunaan tanah. Dengan

demikian dalam jangka panjang

pembangunan yang bersifat non pertanian diusahakan agar tidak menggunakan areal pertanian produktif dan beririgasi.

Pertanian lahan basah di Kabupaten Nias diarahkan seluas 7.862,11 Ha yang lokasinya berada di Kecamatan Bawolato, Botomuzoi, Gido, Idanogawo, Hiliduho, dan Ulugawo. Lahan ini tetap dipertahankan dan perlu pengembangan irigasi untuk meningkatkan hasil pertanian tersebut. Lahan pertanian basah yang ada di Kabupaten Nias akan diarahkan menjadi Lahan pertanian berkelanjutan.

(16)

2). Pertanian Lahan Kering (TPLK)

Kawasan pertanian lahan kering merupakan kawasan yang berfungsi untuk kegiatan pertanian lahan kering karena didukung oleh kondisi dan topografi yang memadai dengan tujuan pengelolaan untuk memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk kegiatan pertanian lahan kering dalam meningkatkan

produksi pangan dengan tetap

memperhatikan kelestarian lingkungan. Pada kawasan ini selain untuk kegiatan pertanian lahan kering juga diperkenankan mengusahakan tanaman keras yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman dan jika memenuhi syarat dapat diberikan hak guna usaha (HGU). Selain itu, pada kawasan ini dapat dikembangkan kegiatan agroindustri dan agrowisata.

Pengembangan pertanian tanaman pangan lahan kering lebih ditekankan pada upaya diversifikasi pada areal-areal pengembangan perkebunan (tanaman tahunan). Pertanian lahan kering di Kabupaten Nias yang dapat dikembangkan seluas 34.787,77 Ha yang menyebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Nias.

3). Kawasan Perkebunan

Kawasan perkebunan merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama diperuntukkan bagi kegiatan perkebunan dengan tujuan untuk memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk kegiatan perkebunan dalam meningkatkan produksi perkebunan, dengan tetap memperhatikan kelestarian

lingkungan. Kawasan perkebunan

merupakan kawasan penyangga bagi kawasan hutan lindung. Jenis tanaman yang diperkenankan adalah tanaman tahunan yang disertai kualitas teras yang baik sehingga erosi diupayakan seminimal mungkin. Adapun jenis tanaman tersebut meliputi karet, kakao, kelapa, dan kelapa sawit.

Kawasan perkebunan di Kabupaten Nias diarahkan di Kecamatan Bawolato, Gido,

(17)

Kecamatan Somolo-molo dengan luas area keseluruhannya yang dapat dikembangkan mencapai 12.188,57 Ha.

4). Kawasan Peruntukan Perikanan

Kawasan peruntukan perikanan di wilayah Kabupaten Nias terbagi dalam 2 (dua) kawasan, yaitu:

a). Kawasan Perikanan Darat

Pada dasarnya pada kawasan perikanan darat ada 2 kegiatan usaha perikanan yang dilakukan masyarakat yaitu:

(1) Kegiatan penangkapan ikan di perairan umum

(2) Kegiatan budidaya.

Budidaya perikanan darat yang ada di wilayah Kabupaten Nias terdiri dari: (a). Budidaya Air Payau (tambak), (b). Budidaya air tawar di kolam, (c). Budidaya di sawah (mina padi). Untuk kegiatan budidaya perikanan darat diarahkan pengembangannya di Kecamatan Ulugawo, Kecamatan Mau dan Kecamatan Somolo-molo.

b). Kawasan Perikanan Laut

Sentra-sentra produksi perikanan laut terdapat di kecamatan-kecamatan sepanjang pesisir pantai Nias, yaitu di Kecamatan Gido, Idanogawo dan Bawolato. Pengembangan perikanan tangkap dikembangkan disamping di ketiga kecamatan di atas sebagai sentra produksi perikanan. Untuk mendukung perikanan laut maka perlu disediakan prasarana perikanan tangkap berupa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).

Keberadaan perairan laut Kabupaten Nias memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan tangkap dan budidaya laut, namun sampai saat ini potensi tersebut masih belum dapat dikembangkan secara optimal. Dengan kayanya potensi yang masih dimiliki wilayah perairan tersebut, maka dapat diprediksi bahwa usaha perikanan laut,

(18)

baik dari kegiatan penangkapan maupun usaha budidaya, dapat dijadikan sebagai usaha andalan (mata pencaharian pokok) baik oleh masyarakat maupun pihak swasta (investor). Pengembangan budidaya laut ini akan di alokasikan di daerah atau kecamatan yang memiliki teluk yang relatif tenang.

Potensi sumber daya alam ini sebenarnya dapat dijadikan sebagai sektor unggulan bagi setiap kecamatan-kecamatan di kawasan pesisir pantai Nias terutama

dalam rangka meningkatkan

perekonomian masyarakat setempat. Sampai saat ini (Tahun 2010) masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan masih sangat sedikit.

7.3. Kawasan Peruntukan Pertambangan

Sumberdaya bahan tambang yang terdapat di wilayah Kabupaten Nias berdasarkan data yang ada berupa bahan tambang galian C dan batubara, sebaran lokasi berdasarkan jenis bahan tambang galian C terdapat di seluruh kecamatan yang dilalui sungai-sungai baik sungai-sungai besar maupun sungai-sungai kecil. Untuk jenis bahan tambang batubara berada di Kecamatan Hiliduho dan Kecamatan Botomuzoi dengan luas potensi bahan tambang ini adalah 3.304,69 Ha sebagaimana tabel sebagai berikut.

Tabel 2 - 7

Rencana Peruntukan Pertambangan Kab. Nias

No Kecamatan

Luas Potensi Bahan Tambang (Ha)

Luas (Ha) Bahan Galian C Batubara Prospek Batubara 1 2 3 4 5 6 01 Bawolato 1,96 - - 1,96 02 Botomuzoi 10,64 286,59 - 297,23 03 Gido - - - - 04 Hili Serangkai - - - - 05 Hiliduho 24,43 2.358,12 21,39 2.403,95 06 Idanogawo 31,58 - - 31,58 07 Ma'u - - - - 08 Somolo-molo - - - - 09 Ulugawo 569,98 - - 569,98 Total 638,59 2.644,71 21,39 3.304,69

(19)

Gambar 2 - 7

Peta Potensi Bahan Tambang Kabupaten Nias

7.4. Kawasan Peruntukan Permukiman

Areal permukiman yang ada di Kabupaten Nias dengan kepadatan paling tinggi dijumpai di kecamatan yang umumnya menyebar di seluruh kecamatan terutama di ibukota kecamatan dan Jalan-jalan utama.

a). Permukiman Perkotaan

Permukiman perkotaan lebih mengarah pada permukiman yang mendukung kegiatan dan fungsi kota (pemerintahan, perdagangaan / jasa, dan industri).

1) Kawasan Pemerintahan Kabupaten dan

Kawasan Kegiatan Sosial Ekonomi

Kawasan pemerintahan kabupaten dan kawasan kegiatan sosial ekonomi untuk skala pelayanan wilayah kabupaten dan interregional,

berdasarkan hasil analisis pada Laporan Akhir Penyusunan RTRW Kabupaten Nias Tahun 2011-2031, kawasan ini dapat dikembangkan di Kecamatan Gido.

2) Kawasan Permukiman Perkotaan

Pengembangan perkotaan di wilayah Kabupaten Nias diarahkan pada fungsi pemerintahan, perdagangan/jasa, industri, pariwisata, koleksi,

(20)

dan distribusi regional dan lokal serta kota-kota kecamatan yang berskala pelayanan lokal.

Perkembangan perkotaan cenderung terjadi di kawasan-kawasan strategis, yang berada di sepanjang jalan provinsi di Kabupaten Nias. Perkembangan kota akan terjadi pada simpul / persimpangan strategis yang menghubungkan daerah hinterland potensial, seperti Kota Gido, Idanogawo dan Hili Serangkai.

b). Permukiman Perdesaan

Permukiman perdesaan diarahkan pada sentra pengembangan pertanian tanaman pangan dan perkebunan. Pada umumnya perkembangan permukiman perdesaan yang cenderung memanfaatkan lahan pertanian (persawahan), dalam proses perkembangan dan atau pembangunannya perlu mempertahankan areal pertanian yang berpengairan teknis, terutama areal pertanian di seluruh kecamatan di Kabupaten Nias ini. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan pada kawasan pertanian lahan basah diarahkan di wilayah penunjang dengan mengembangkan sistem permukiman pedesaan sebagai pusat produksi pertanian lahan basah, yaitu pada areal yang tidak/belum mempunyai prasarana irigasi teknis. Pengembangan permukiman perdesaan pada kawasan pertanian lahan kering diarahkan di wilayah penunjang dengan mengembangkan sistem pertanian lahan kering pada kawasan-kawasan permukiman yang sudah tumbuh dan berkembang, terutama pada areal-areal yang mempunyai kemiringan 0–5 %.

7.5. Kawasan Peruntukan Pariwisata

Dilihat dari jumlah objek-objek wisata yang dimiliki daerah Kabupaten Nias sebenarnya potensi pembangunan kepariwisataan sangat dimungkinkan dan menguntungkan daerah/masyarakat. Potensi objek-objek wisata yang dimiliki Kabupaten Nias ada yang bersifat alam/minat khusus, budaya/sejarah, dan agro, yang tersebar di seluruh kecamatan.

Beberapa destinasi pariwisata di wilayah Kabupaten Nias berdasarkan Keputusan Bupati Nias Nomor 556/134/K/2011 Tanggal 30 Mei 2011 tentang Penetapan Destinasi Pariwisata di Wilayah Kabupaten

(21)

1. Destinasi Wisata Alam

a. Kecamatan Bawolato, meliputi Danau Sowakholo di Desa Hiliganoita, Pantai Nalawo di Desa Gazamanu, Air Terjun Sifaoro’asi Ulu Hou, Air terjun Mo’ambolo di Desa Hiliwarokha, Pulau Onolimbu dan Pulau Soma.

b. Kecamatan Idanogawo, meliputi Mbombo’aukhu di Desa Oladano, Pantai Bozihona di Desa Bozihona, Pulau Onolimbu, Togi Zangao, Togi Gurusi dan Pantai Laira.

c. Kecamatan Gido meliputi Air Terjun Baho di Desa Ladea

d. Kecamatan Ma’u meliputi Air Terjun Belauna di Balodano.

2. Destinasi Wisata Bahari di Kecamatan Bawolato dan Idanogawo, meliputi pemancingan di kedalaman dan diving di sekitar Pulau Onolimbu, Pulau soma dan Pulau Simambawa.

3. Destinasi Wisata Budaya/Peninggalan Sejarah dan Batu Megalith

a. Kecamatan Bawolato, meliputi Nawalo Satua di Desa Gazamanu, Sasarahili Satua di Desa Sisarahili, Sifaoro’asi Ulu Hou,

b. Kecamatan Idanogawo terdapat di Maliwa’a dan Iraono Hura,

c. Kecamatan Ulugawo terdapat di Holi,

d. Kecamatan Gido terdapat di Lahemo dan Saita Garamba,

e. Kecamatan Hiliserangkai terdapat di Botombawo dan Lolowua

f. Kecamatan Botomuzoi terdapat di Hiliwa’ele dan Bawi Sigelo Galua di Desa Lasara Bot.

g. Kecamatan Hiliduho terdapat di Hiliduho dan Fadoro Lauru.

h. Kecamatan Mau terdapat di Dekha. 7.6. Kawasan Peruntukan Industri

Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri. Kawasan industri ini ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah pemanfaatan ruang dalam memenuhi kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan industri dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan. Jenis industri yang dapat dikembangkan di Kabupaten Nias adalah industri yang berbasis agroindustri atau industri yang mengelola hasil pertanian dan perkebunan yang berlokasi di Kecamatan Idanogawo dengan luas Kurang Lebih 275,73 Ha.

(22)

Pengembangan kawasan perindustrian diarahkan pada industri yang tidak merusak lingkungan. Arahan pengelolaan kawasan peruntukan industri adalah sebagai berikut:

a) Pengembangan industri pengolahan yang menggunakan bahan baku lokal yang berbasis potensi sumber daya alam.

b) Pengembangan industri yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup.

c) Peningkatan aksesibilitas dari dan ke sentra–sentra produksi dan pusat distribusi barang keluar.

d) Peningkatan sarana dan prasarana penunjang produksi.

e) Pengembangan industri yang bersifat padat karya dengan mengutamakan tenaga kerja masyarakat setempat.

8). Struktur Geologi

Struktur geologi yang berkembang di Kabupaten Nias tidak terlepas/ dikontrol oleh aktivitas tektonik di Pulau Nias. Aktivitas tektonik awal pada Oligosen yang mensesarnaikan/mengangkat batuan tektonik dari Kelompok Bancuh ke permukaan, selanjutnya pada Miosen Awal terjadi penurunan atau genang laut dan diatas batuan tektonik diendapkan batuan batuan sedimen Formasi Lölömatua dan Gomo sampai Pliosen Awal. Pada aktivitas berikutnya, yaitu pada Plio-Plistosen terjadi pengangkatan yang mengakibatkan terangkat / tersesar dan terlipatnya batuan sedimen dari Formasi Lölömatua dan Gomo. Pengangkatan dan pensesaran terus berlanjut hingga sekarang yang ditunjukan oleh munculnya batu gamping terumbu dari Formasi Gunungsitoli dan terumbu koral yang masih tumbuh.

Secara umum struktur yang terdapat di Kabupaten Nias adalah struktur sesar, yaitu sesar naik, normal dan struktur lipatan baik lipatan antiklin dan singklin. Struktur-struktur tersebut secara umum berarah Barat Laut – Tenggara atau sejajar dengan arah memanjangnya Pulau Nias, beberapa ada yang berarah Utara – Selatan. Struktur aktif yang terdapat di Pulau Nias hanyalah struktur patahan di pantai Barat yang membentuk satu jalur dengan patahan Mentawai. Sedangkan di daratan (tidak dijumpai adanya struktur aktif sebagaimana yang ada di Pulau Sumatera (Sesar Semangko).

(23)

Gambar 2 - 8

Peta Hidrologi Kabupaten Nias

B. Wilayah Rawan Bencana

Apabila dilihat dari letak geografis, topografis dan iklim Kabupaten Nias termasuk rentan terhadap bencana gempa, tsunami, dan bencana hidrometeorologi seperti tanah longsor, banjir, kebakaran dan kekeringan. Seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia dan pembangunan yang terus berjalan, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu intensitas dan jumlah terjadinya bencana hidrometeorologi serta penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation).

B.1. Gempa Tektonik

Gempa bumi adalah peristiwa

goncangan/getaran tiba-tiba pada kulit bumi disebabkan proses pelepasan energi dengan waktu yang singkat/interval waktu yang kecil. Penyebab goncangan atau penyebab terjadinya gempa bumi secara umum ada tiga penyebab utama, yaitu gempa bumi akibat adanya runtuhan (gempa bumi runtuhan), gempabumi akibat adanya aktivitas vulkanik / letusan gunungapi (gempa bumi vulkanik) dan gempabumi akibat adanya aktivitas

(24)

tektonik (gempa bumi tektonik). Di seluruh Pulau Nias (termasuk Kabupaten Nias), gempabumi yang berpotensi terjadi adalah gempa bumi tektonik.

Pulau Nias sebagaimana pulau-pulau lain di sepanjang pantai Barat Pulau Sumatera merupakan bagian terdepan atau terdekat dengan zona subduksi antara lempeng samudra Hindia dengan lempeng benua Eurasia. Pergerakan lempeng samudra Hindia dengan kecepatan rata-rata 60 mm pertahun telah menggerakan Nias secara mendatar dengan kecepatan 2-3 cm per tahun serta pergerakan secara vertikal/ naik 8 – 10 cm pertahun sampai saat ini. Tumbukan tersebut juga menyebabkan Pulau Nias bergerak ke arah Pulau Sumatera dengan kecepatan rata-rata 4 cm per tahun. Jarak jalur subduksi terhadap pantai barat Pulau Nias berkisar 80 Km dan jalur subduksi tersebut merupakan pusat-pusat terjadinya gempabumi.

Dampak dari tumbukan antara dua lempeng tersebut juga membentuk patahan besar (megathrust) sepanjang pantai Barat yang menjalur

dari

Enggano-Mentawai-Nias-Simeuleu-Andaman/Nikobar (India) - Arakan Yoma (Myanmar) dan berlanjut ke jalur megathrust Himalayah. Jalur-jalur patahan tersebut menjadi tempat pelepasan-pelepasan energi dan selanjutnya juga menjadi tempat jalur gempa.

Beberapa peristiwa gempabumi yang pernah terjadi di sekitar Pulau Nias sejak Tahun 1843 sampai Tahun 2008 menurut Supartoyo & Surono, 2008 dapat dilihat pada Tabel 2-8. Secara umum peristiwa gempabumi tersebut diikuti oleh bencana tsunami.

Tabel 2 - 8

Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Nias

No Gempa Lokasi Tanggal Gempa Pusat Kdlm (km) MAG Skala Kerusakan

1 Gunungsito li-Barus (Tsunami)

05/01/18

43 - - - VII-VIII Tsunami menyebabkan beberapa kapal rusak. Getaran kuat terasa di Gunungsitoli dan Barus 2 Tapanuli -

Sibolga 16/2/1861 - - - VIII-IX 50 org meninggal. Beberapa bangunan roboh. Tsunami di Singkil, P.Nias, P.Batu dan Tello.

(25)

No Gempa Lokasi Tanggal Gempa Pusat Kdlm (km) MAG Skala Kerusakan 3 P. Batu (Tsunami) 28/12/19 35 0,3 0LS – 97,90BT

- 8,1 Ms VII-VIII P.Bola dan Sigata terguncang hebat. Beberapa rumah roboh di Sibolga. Di padang terjadi retakan dinding rumah penduduk. 4 Nanggroe Aceh Darussalam (tsunami) 26/12/20 04 07:58’53’ WIB 3,3070 LU – 95,9470 BT 30

USGS 9 Mw VII Tsunami Afulu, Sirombu, Lahewa, melanda Kec. Mandrehe, Hinako, Asu, Imana, Bawa dan Bagi. 5 Nias (Tsunami) 28/03/2005 2,07 0 LU – 97, 010 BT 30

USGS 8,7 Mw VIII Kerusakan seluruh Kepulauan Nias, melanda Daerah Singkil, Meulaboh, dan Sibolga. Lebih dari 1.000 jiwa meninggal. Terjadi retakan tanah, likuifaksi dan sekitar 65 % bangunan roboh di Gunungsitoli. Terjadi tsunami di Pantai Lagundri, Sirombu dan Lahewa run up + 170 cm 6 Gunungsitoli 23/01/20 08 00:14:56 WIB 1,160 LU – 97,420 BT

10 6,2 SR VI 1 org meninggal, 5 org luka-luka dan beberapa bangunan rusak di Gunungsitoli.

Pulau Nias yang berhadapan langsung dengan jalur subduksi dan aktivitasnya terus berlangsung menyebabkan Nias berada pada posisi tektonik yang labil, dimana daratannya berpotensi besar untuk selalu bergoyang sekalipun sumber gempa tidak berada di wilayah Pulau Nias, seperti peristiwa gempabumi pada 26 Desember 2004 yang juga dirasakan goncangannya di Nias sekalipun pusat gempa di wilayah Aceh. Hasil survey geofisika juga menunjukan Nias berada pada jalur anomali negatif, yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh perbedaan masa rapat batuan (berat jenis) antara Pulau Nias dengan Pulau Sumatera. Dimana berat jenis batuan di Pulau Nias jauh lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis batuan di Pulau Sumatera. Untuk menyeimbangkan gaya berat bumi antara Pulau Nias dengan Pulau Sumatera, maka secara alamiah Pulau Nias akan mengangkatkan dirinya. Dalam proses pengangkatan tersebut akan menyebabkan goncangan-goncangan gempa dengan kekuatan getaran yang dapat atau tidak dirasakan oleh manusia.

Kecenderungan Pulau Nias yang terus bergerak naik akan diikuti adanya penurunan di sisi

(26)

lainnya, yaitu di sisi timur Pulau Nias (Laut Indonesia) yang membentuk patahan graben (cekungan Nias) dan patahan-patahan didasar laut tersebut dapat menimbulkan gempa saat terjadi pergerakan. Pada peta seismisitas terlihat adanya kejadian gempa yang bersumber dari laut di pantai timur Pulau Nias. Gempa bumi bersumber di darat, keterjadian di daratan bagian timur tidak sesering sebagaimana yang terjadi di daratan bagian barat, secara umum gempanya berkekuatan < 3,9 SR dengan kedalaman dangkal, namun pernah juga terjadi dengan kekuatan > 5 SR sebagaimana kejadian gempa 28 Maret 2008 di Pulau Nias.

Data kegempaan di empat wilayah Kabupaten/Kota Pulau Nias (Kabupaten Nias Utara, Nias Barat, Nias Induk dan Kota Gunungsitoli) untuk kurun waktu sepuluh tahun terakhir (Tahun 2005 s.d. 2009) memperlihatkan adanya aktivitas gempa yang cukup tinggi. Pusat-pusat gempa terutama terjadi di sepanjang pantai (barat-utara-timur) dan juga terjadi di daratan dengan kedalaman umumnya dangkal (< 60 km) dengan kekuatan magnitudo rata-rata berkisar 0 – 3,9 SR, sebagian berkekuatan 4 – 4,9 dan hanya beberapa berkekuatan 5 – 9,9 SR. Skala Intensitas gempa umumnya berkisar VI – IX MMI (Modified Mercalli

Intenity) untuk kekuatan gempa 6 – 9 SR, untuk

gempabumi dengan kekuatan < 6 SR intensitas gempa lebih kecil dari skala V atau IV MMI.

Tabel 2 - 9

Frekwensi Gempa Bumi di Kabupaten Nias Tahun 2005 s.d. 2009

Bulan

Tahun

2005 2007 2008 2009 2010

Jumlah SGT Jumlah SGT Jumlah SGT Jumlah SGT Jumlah SGT

Januari 222 4,5 3 4,8 6 6,2 0 0 50 5,1 Februari 137 0 2 5,0 5 6,6 3 5,9 82 5,1 Maret 636 8,7 0 0 1 4,8 5 5,4 125 5,5 April 591 6,5 0 0 1 5,2 32 5,2 127 7,2 Mei 459 6,5 2 5,3 10 6,1 41 0 69 7,2 Juni 471 6,6 1 4,7 10 5,8 12 0 64 6,3 Juli 406 6,5 3 4,9 68 0 8 0 61 6 Agustus 265 5,0 0 5,6 31 5,2 17 0 33 6,3 September 187 5,5 0 0 44 0 44 7,6 53 5,2 Oktober 193 5,4 4 5,4 45 4,9 103 0 21 7,2 November 193 6,0 1 4,9 49 5,9 56 0 7 5,3 Desember 199 5,5 1 4,6 0 0 33 0 23 6,1 Sumber: BPS Kabupaten Nias

(27)

Potensi bencana yang diakibatkan oleh gempabumi terutama disebabkan oleh adanya goncangan tanah (ground shaking), geseran tanah (ground faulting) dan gelombang pasang (tsunami). Besarnya goncangan saat terjadi gempabumi dikontrol oleh: magitudo atau besarnya kekuatan gempa, kedalaman dan jarak dari pusat gempa serta sifat fisik maupun struktur batuan dan sifat dari bangunan baik jenis, kualitas maupun umur bangunan.

Goncangan gempa pada daerah yang disusun oleh batuan yang bersifat tidak kompak/bersifat lepas dengan kedalaman gempa dangkal dapat dirasakan sangat kuat goncangannya sekalipun kekuatan gempa tidak tergolong tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penggandaan gelombang (seismic amplification) ketika gelombang melalui media yang tidak padu dan juga dapat menyebabkan terjadinya pembuburan/lumpur pasir (liquefaction) yang akan mengurangi kemampuan tanah/batuan menahan beban di atasnya, sehingga terjadi amblesan saat goncangan gempa. Berdasarkan hal tersebut, maka gelombang yang melalui batuan yang padat (masa jenis besar) akan memberikan goncangan yang lebih rendah dibanding bersifat tidak kompak (densitas kecil). Bahaya lain yang dapat ditimbulkan oleh goncangan tanah akibat gempa adalah peretakan tanah dan tanah longsor (landslide). Intensitas goncangan juga dikontrol oleh intensitas struktur geologi, dimana struktur geologi baik berupa patahan atau rekangan yang dapat terbentuk akibat adanya gempa juga akan menjadi zona-zona lemah bagi perjalanan gelombang bahkan bisa menjadi tempat pelepasan energi atau zona-zona gempa yang baru.

Peristiwa gempa Tanggal 28 Maret 2008 menyebabkan kehancuran yang signifikan di wilayah Kabupaten Nias. Kehancuran tersebut terutama disebabkan oleh kondisi batuan yang bersifat kurang kompak (endapan aluvial, koral) mengalami goncangan yang lebih kuat saat terjadi gempa. Ditambah lagi dengan jumlah bangunan yang cukup banyak dan rapat dan dengan kondisi/kwalitas bangunan yang kurang memadai dibangun di atas alluvial atau timbunan lahan terumbu karang/koral. Kondisi demikian yang

(28)

menyebabkan resiko bencana gempa di wilayah Kabupaten Nias tergolong tinggi.

Gambar 2 - 9

Peta Rawan Bencana Gempa Bumi Kabupaten Nias

B.1.1. Kawasan Rawan Gempa Bumi

Parameter geologi yang digunakan dalam penentuan kawasan rawan bencana gempabumi adalah: sifat fisik batuan, kemiringan lereng, struktur geologi serta kondisi kegempaan. Terdapat dua tingkat kerawanan bencana gempabumi, yaitu: kawasan rawan bencana gempa tingkat kerawanan tinggi dan tingkat kerawanan sedang yang menyebar sedikit lebih dominan dibanding dengan tingkat kerawanan tinggi. Tingkat kerawanan dominan dipengaruhi oleh faktor batuan terutama sifat fisik batuan yang berpotensi menggandakan goncangan saat terjadi gempa, yaitu batuan yang bersifat lepas dari endapan aluvial dan batuan sedimen dari batugamping terumbu dari Formasi Gunungsitoli.

(29)

1). Kawasan Rawan Bencana Gempa Tingkat Kerawanan Tinggi

Kawasan ini dipengaruhi oleh dua sampai tiga faktor yang saling melemahkan, yaitu adanya intensitas gempa yang tergolong tinggi berada pada batuan yang bersifat tidak kompak dan dibeberapa tempat berada pada potensi landaian tsunami yang dapat cukup merusak. Adanya batuan yang bersifat lebih lepas terutama dari endapan aluvial dan terumbu karang dari Formasi Gunungsitoli dapat mengakibatkan goncangan yang lebih kuat bila terjadi gempa dibanding dibatuan yang sedikit lebih kompak (Formasi Gomo/Tmpg dan Formasi Lõlõmatua/Tml) sehingga tinggat bahaya yang berpotensi bencana juga lebih tinggi. Kawasan ini terutama menyebar di Kecamatan Gido, Idanogawo dan Bawolato. Kawasan lainnya terutama di sepanjang jalur struktur patahan yang

merupakan sumber terjadinya

gempabumi, terutama pada kawasan dengan radius < 500 m dari jalur patahan. Jalur patahan tersebut terutama berada dikawasan rawan gempa sedang, dimana jaur tersebut merupakan bidang-bidang lemah yang sangat rentan terhadap goncangan bila terjadi gempabumi.

2). Kawasan Rawan Bencana Gempa

Tingkat Kerawanan Sedang

Tingkat kerentanan pada kawasan ini dipengaruhi oleh faktor intensitas gempa yang tergolong tinggi namun berada dibatuan yang tingkat kekerasannya tergolong menengah sehingga tingkat goncangan saat terjadi gempabumi akan juga terkurangi oleh sifat batuan yang sedemikian artinya bila kekuatan gempa yang bersumber dari patahan di laut dan di darat meningkat maka tingkat kerentanan dimasing-masing juga akan meningkat. Karena selain dipengaruhi aifat fisik batuan, tingkat goncangan yang mengakibatkan kerusakan juga

(30)

dikontrol oleh kekuatan gempa, jarak dari pusat atau sumber gempa sera kedalamannya.

Kawasan rawan bencana gempa tingkat kerawanan sedang menyebar pada kawasan yang disusun oleh batuan sedimen dari Formasi Gomo (Tmpg) dan Formasi Lõlõmatua (Tml). Kawasan ini juga termasuk kawasan dengan radius > 500 m dari jalur patahan yang berpotensi sebagai sumber gempa. Kawasan ini menyebar di Kecamatan Hiliduho, Botomuzoi, Hili Serangkai, Ulugawo, Somolo-molo, Ma’u dan menyebar di sebagian barat Kecamatan Idanogawo, Gido dan Bawolato.

Berdasarkan hal tersebut, maka pola ruang untuk kawasan rawan bencana gempa dengan tingkat kerawanan tinggi difungsikan sebagai kawasan lindung. Kalaupun akan difungsikan sebagai kawasan budi daya, maka harus dilakukan analisa resiko bencana terlebih dahulu dan selanjutnya kegiatan pembangunannya harus mengikuti prasyarat. Sedangkan untuk tingkat kerawanan sedang difungsikan sebagai kawasan budi daya.

B.2. Gerakan Tanah/Longsor

Kawasan Indonesia yang beriklim tropis, berdasarkan kondisi klimatologi dan kondisi geologi menjadikan Indonesia kawasan yang rentan terhadap gerakan tanah atau longsor termasuk juga wilayah Kabupaten Nias. Longsor didefinisikan sebagai salah satu gerakan masa tanah atau batuan percampuran keduanya menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Jenis-jenis pergerakannya berupa: runtuhan, robohan, longsoran, pencaran, aliran dan kompleks.

Secara umum gerakan tanah/longsor disebabkan oleh: kondisi geomorfologi (kemiringan lereng), geologi (jenis dan stratigrafi batuan, struktur geologi), hidrologi (kedalaman muka air tanah) dan kondisi tataguna lahan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan suatu wilayah menjadi

(31)

rawan/berpotensi terhadap longsor bahkan dapat terjadi longsor, terutama bila dipicu oleh : adanya infiltrasi air kedalam lereng (air hujan), adanya getaran (goncangan gempabumi), serta adanya aktivitas manusia (menebang hutan, membangun dikawasan resapan).

Potensi gerakan tanah di Kabupaten Nias berdasarkan kondisi geologi dipengaruhi oleh kondisi stratigrafi batuan sedimen Formasi Lelematua dan Formasi Gomo) yang terdiri dari perselingan perlapisan batupasir dibagian atas dan batulempungan dibagian bawah. Dipengaruhi juga oleh keberadaan struktur lipatan maupun struktur geologi lainnya semakin memperlemah kesetabilan batuannya serta kondisi morfologi atau kemiringan lereng, terutama yang memiliki kemiringan lereng > 40 %. Batupasir yang bersifat porous mampu menyerap air, sedangkan batulempungan yang bersifat mampu menyerap air namun tidak mampu meloloskan air (bersifat impermeabel), bila kondisi batuan demikian berada pada kemiringan lereng yang curam (umumnya kemiringan lereng > 40%), maka kondisi batuannya menjadi tidak stabil. Bila musim hujan atau curah hujan cukup tinggi, akan terjadi peningkatan berat masa batuan dibagian atas dan mengakibatkan gaya pendorong masa batuan di atas lereng lebih besar dibanding gaya penahan dan akhirnya terjadi pergerakan masa batuan/tanah atau longsoran. Potensi longsoran juga dapat terjadi pada batuan yang telah mengalami pelapukan dan menghasilkan batuan lapuk yang cukup tebal. Bila kondisi batuan demikian berada pada topografi dengan kemiringan lereng yang besar, dan dipicu oleh curah hujan yang cukup tinggi, juga dapat terjadi longsor.

Curah hujan yang juga tergolong tinggi dan goncangan gempabumi yang memang sering terjadi di wilayah Pulau Nias serta adanya aktivitas manusia yang mengurangi kemampuan lahan menyerap air dapat menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah. Kawasan yang terletak pada daerah rawan tanah longsor di Kabupaten Nias terbagi atas 2 (dua) kawasan sebagai berikut:

(32)

1). Kawasan Rawan Bencana Longsor Tingkat Kerawanan Tinggi

Secarah alamiah kawasan ini terutama dikontrol oleh batuan yang secara stratigrafi terjadi perselingan antara batulempung dengan batupasir dari Formasi Lõlõmatua (Tml) yang menyebar dengan kemiringan dominan antara 25 % - 40 % dan setempat dengan kemiringan > 40 %. Pada kawasan tersebut terdapat curah hujan yang tergolong tinggi (3000 – 3500 mm/thn) yang dapat mengakibatkan longsor. Kawasan dengan kerentanan tinggi ini sangat terbatas, terutama yang ada di Kecamatan Ulugawo khususnya yang berada dibarat daya mengarah ke utara, sebagian di Somolo-molo dan di Kecamatan Mau. Kawasan lainnya berada disekitar jalur patahan yang merupakan bidang lemah, terutama di Kecamatan Hiliduho, Botomuzoi dan Hili Serangkai. Pada saat musim hujan batupasir yang berselingan dengan batulempung menyerap air namun tidak mampu diteruskan oleh batu lempung yang bersifat impermeabel, sehingga beban atau volumenya semakin meningkat mengganggu keseimbangan lereng dan pada akhirnya terjadi longsoran terutama di tebing-tebing jalan atau sungai. Curah hujan yang tinggi mempercepat proses pelapukan batuan menjadi tanah dengan ketebalan yang signifikan. Keberadaan tanah pada lereng yang miring dengan curah hujan yang tinggi juga memudahkan terjadi longsoran. 2). Kawasan Rawan Bencana Longsor Tingkat

Kerawanan Sedang

Seperti hanya kawasan kerawanan tinggi, kawasan ini juga masih dikontrol kondisi stratigrafi batuan sedimen dari Formasi Lelematua (Tml), namun sebarannya membentuk kemiringan yang lebih rendah atau dominan kemiringan 15 persen - 25 persen sebagian kecil dengan kemiringan 25 persen - 40 persen. Curah hujan masih sebagai pemicu terjadinya longsor dengan jumlah 3000 – 3500 mm/thn. Sebaran dari kawasan dengan kerawanan sedang ini lebih luas dibanding dengan kawasan yang kerawanannya tinggi. Kawasan ini terutama di menyebar di

(33)

bagian barat dari Kecamatan Idanogawo, Gido dan Bawolato.

3). Kawasan Rawan Bencana Longsor Tingkat Kerawanan Rendah

Potensi longsor dikawasan ini lebih rendah, terutama dikarenakan curah hujan di kawasan ini tergolong sedang (2500-3000 mm/thn) sekalipun memiliki kemiringan lereng 15 persen - 25 persen. Kawasan menyebar terbatas dan terutama menyebar di Kecamatan Hiliduho, Botomuzoi dan Hili Serangkai.

4). Kawasan Rawan Bencana Longsor Tingkat Kerawanan Sangat Rendah

Potensi longsor di kawasan ini dapat dikatakan tidak terjadi. Karena secara alami wilayahnya memiliki kemiringan lereng < 15 % sekalipun sebagian memiliki curah hujan 3000 – 3500 mm/thn dan sebagian 2000 – 2500 mm/thn. Kawasan ini menyebar luas dibandingkan tingkat kerawanan lainnya. Di Kecamatan Bawolato, Gido dan Idanogawo sekalipun curah hujan tergolong tinggi, namun tidak berpotensi longsor karena memiliki kemiringan lereng < 8 persen. Sedangkan di Kecamatan Botomuzoi dan Hiliduho memiliki kemiringan lereng antara 8 persen - 15 persen juga dengan curah hujan yang tergolong sedang untuk memicu terjadinya longsor.

Berbagai kejadian longsor yang terjadi antara lain di Desa Lawa-Lawa Luo Kecamatan Ulugawo dan Desa Oladano Kecamatan Idanogawo (2 unit rumah rusak tidak layak untuk dihuni lagi) pada Tahun 2010.

(34)

Gambar 2 - 10

Peta Rawan Bencana Longsor Kabupaten Nias

B.3. Rawan Gelombang Pasang/Tsunami

Tsunami merupakan gelombang yang panjang (long wave) yang dapat mencapai 100 kilometer, dimana naiknya atau terjadinya gelombang panjang tersebut disebabkan oleh adanya implusif dari dasar laut atau dasar permukaan air. Gangguan implusif disebabkan oleh adanya gempabumi tektonik, letusan gunungapi, longsoran di dasar laut atau kombinasi ketiganya. Artinya tsunami hanya berpotensi terjadi bila gempabuminya berada di laut/danau dan pada dasar laut/danaunya terjadi perubahan morfologi akibat perpindahan masa batuan berupa patahan/sesar naik atau sesar turun saat terjadi gempa. Berdasarkan hal tersebut, maka akan ada hubungan antara kekuatan gempa dengan tsunami, dimana potensi tsunami akan terjadi bila kekuatan gempanya lebih besar dari 6,5 SR dan kedalaman gempanya tergolong dangkal (< 60 km atau mencapai 80 km). Dari ketiga penyebab tsunami tersebut, tsunami akibat gempa tektonik yang sering terjadi bahkan yang paling banyak menimbulkan bencana, baik korban jiwa maupun harta.

(35)

Kecepatan bergeraknya tsunami berbanding lurus dengan kedalaman, kecepatan akan tinggi bila di kedalaman dan semakin berkurang kecepatannya pada wilayah atau kedalaman yang dangkal. Kondisi tersebut mengakibatkan ketinggian gelombang saat mencapai pantai meningkat karena terjadi akumulasi air dan diikuti peningkatan energi, terutama di pantai yang cekung atau pantai yang berbentuk teluk atau kawasan pantai yang kemiringan lerengnya tergolong datar. Daya rusak yang dapat menimbulkan bencana ketika terjadi tsunami terutama disebabkan oleh tingginya gelombang ketika mencapai pantai serta kecepatan tsunami yang naik ke daratan (run up) yang masih tergolong tinggi (25-100 km/jam) sekalipun telah mengalami pengurangan kecepatan sepanjang perjalanan mencapai pantai. Kondisi tersebut dapat menghancurkan kehidupan di daerah pantai. Sementara kembalinya air laut setelah mencapai puncak gelombang (run down) dapat menyeret segala sesuatu ke laut.

Secara umum seluruh kawasan pantai Pulau Nias berpotensi terjadi tsunami, terutama di pantai barat dan utara, hal ini dikarenakan sepanjang Pantai Barat Nias merupakan jalur subduksi antar lempeng dan sekaligus sebagai jalur gempa utama di laut. Sedangkan pantai bagian utara maupun pantai timur Nias, potensi tsunami bersumber dari jalur gempa Andaman / Nikobar di bagian utara Pulau Nias dan merupakan kemenerusan dari jalur gempa di sepanjang pantai barat. Pada Tabel 2.9 terlihat bahwa peristiwa gempa yang bersumber dari laut dengan kekuatan > 8 SR diikuti oleh ancaman tsunami, sekalipun sumber gempa tidak berasal dari kawasan Pulau Nias. Menurut Lida (1963), tsunami yang terjadi dengan kekuatan gempa tersebut memiliki kekuatan 1-2 (bila kekuatan gempa 8 SR) dan akan mengakibatkan tinggi maksimum rambatan naik (run up) setinggi 4 – 3 m. Sedangkan tsunami berkekuatan 3 (kekuatan gempa 8 – 9 SR) menghasilkan run up 8 – 12 meter. Bentuk morfologi yang berupa datar di sepanjang garis pantai akan memperluas areal yang terkena landaian tsunami. Ditambah lagi dengan bentuk pantai yang dibeberapa lokasi berbentuk teluk akan memperbesar energi tsunami dan berpotensi bencana tinggi. Menurut Adjat Sudrajat (1996), kawasan pantai barat Aceh dan Sumatera (termasuk

(36)

Nias) memiliki tingkat kerentanan tsunami sangat tinggi (tergolong segmen 1 dari 6 pembagian segmen). Berdasarkan ketinggian gelombang tsunami, Pantai Barat Aceh dan Sumatera termasuk dalam zona tsunami dengan perkiraan gelombang mencapai 6 – 10 meter (Najoan, 2005).

Di wilayah Kabupaten Nias, kawasan yang paling rawan terjadi tsunami adalah kawasan pantai timurnya dengan ketentuan bila terjadi gempa yang bersumber dari laut di bagian timur dengan kekuatan > 6,5/> 7 SR atau bila sumber gempa berasal dari bagian utara Pulau Nias dan dengan kekuatan yang lebih besar dari 8/9 SR. Hal lain yang juga mempengaruhi atau mengontrol untuk terjadi tsunami di sepanjang pantai tersebut adalah bentuk topografi serta bentuk pantainya, terutama pada pantai dengan topografi datar dan berbentuk teluk serta keberadaan sungai besar yang dapat memicu tinggi perluasan genangan tsunami. Berdasarkan hal-hal tersebut kawasan rawan bencana tsunami di Kabupaten Nias terdapat di 3 (tiga) kecamatan, yang terletak di sepanjang wilayah pantainya, yaitu di : Kecamatan Gido, Kecamatan Idanogawo, dan Kecamatan Bawolato.

Gambar 2 - 11

(37)

B.4. Banjir

Peristiwa banjir merupakan bencana alam yang juga sering terjadi di wilayah Kabupaten Nias yang beriklim tropis, terutama pada wilayah dengan kemiringan lereng landai atau dataran. Kabupaten Nias yang terdiri dari DAS Muzoi, DAS Idanoi, DAS Gido Sebua, DAS Idanogawo, dan DAS Mola dengan curah hujan sepanjang tahun sekitar 300 mm/tahun mengibatkan daerah-daerah hilir sungai tersebut menjadi langganan banjir. Adanya perubahan tataguna lahan pada kawasan hulu sungai mengakibatkan resiko rawan banjir di Kabupaten Nias sulit diatasi. Berdasarkan yang diperoleh dilapangan, adapun kawasan yang menjadi daerah rawan banjir adalah Kecamatan Botomuzoi, Kecamatan Gido, Kecamatan Idanogawo, dan Kecamatan Bawolato.

Beberapa peristiwa banjir yang terjadi di Kabupaten Nias adalah sebagai berikut: banjir di Desa Holi Kecamatan Ulugawo Tanggal 14 September 2009 dengan korban jiwa 2 orang meninggal dunia, dan banjir pada Tahun 2010. Kawasan yang terletak pada daerah rawan banjir antara lain Kecamatan Kecamatan Idanogawo, Kecamatan Gido dan Kecamatan Bawolato khususnya daerah sekitar jalan nasional, dan sekitar sungai Idanoigawo, mezawa, Gido Sebua dan Sungai Mola.

Gambar 2 - 12

(38)

B.5. Angin Puting Beliung

Pada wilayah Kabupaten Nias, sering terjadi bencana angin puting beliung. Peristiwa bencana angin puting beliung yang terjadi antara lain di Desa Tuhegafoa I Kecamatan Botomuzoi pada Tahun 2010.

2.1.2. ASPEK DEMOGRAFI

A. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Penduduk Kabupaten Nias terdiri dari berbagai suku bangsa, yaitu Nias, Jawa, Batak, Melayu, Minang, Aceh dan lain-lain. Walaupun berbeda suku, agama dan adat istiadat, kehidupan bersama berlangsung rukun dan damai yang berlandaskan Pancasila sebagai pedoman hidup.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nias, penduduk Kabupaten Nias hingga Tahun 2010 berjumlah 131.377 jiwa. Perkembangan penduduk Kabupaten Nias kurun waktu 2006 s.d. 2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 2 - 10

Perkembangan Penduduk Kabupaten Nias Tahun 2006 s.d 2010

Tahun Penduduk Jumlah (Jiwa) Kepadatan penduduk Laki-laki Perempuan 2006 217.527 224.493 442.019 126,46 2007 217.788 224.760 442.548 127 2008 217.492 226.000 443.492 126,88 2009 62.505 65.200 127.705 130,27 2010 64.057 67.320 131.377 134

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias.

Kepadatan penduduk Nias tergolong jarang bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk di Sumatera Utara. Pada Tahun 2006 kepadatan penduduk Kabupaten Nias sebesar 126,46 jiwa/Km2 dan Tahun

2010 kepadatan penduduk Nias sebesar 134,01 jiwa/Km2. Rendahnya tingkat kepadatan penduduk di

Nias disebabkan wilayah Nias relatif luas, dimana banyak wilayahnya merupakan daerah yang tidak bisa dihuni karena merupakan hutan, rawa, dan lainnya. Oleh sebab itu tidak heran jika masih banyak desa di

(39)

Nias yang masih terisolir karena berada di tengah hutan atau lereng bukit.

Berdasarkan data Badan Statistik Kabupaten Nias, bahwa pada Tahun 2010 daerah terpadat penduduknya adalah Kecamatan Hiliserangkai dengan kepadatan penduduknya sebesar 191,01 jiwa/Km2. Sebaliknya

Kecamatan Ulugawo merupakan daerah paling jarang penduduknya dengan tingkat kepadatan penduduk masing-masing hanya sekitar 99,07 jiwa/Km2.

Tabel 2-11

Distribusi Penduduk, Luas dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Nias Menurut Kecamatan Tahun 2010 No Kecamatan Distribusi Penduduk

(jiwa) Distribusi Luas (KM²) Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM2) [1] [2] [3] [4] [5] 1 Idanogawo 25.675 244,03 105,21 2 Bawolato 22.965 177,33 129,50 3 Ulugawo 9.740 98,31 99,07 4 Gido 31.660 195,23 162,16 5 Mau 9.424 69,85 134,92 6 Somolo-molo 6.162 35,39 174,12 7 Hiliduho 9.126 68,42 133,38 8 Hiliserangkai 7.583 39,70 191,01 9 Botomuzoi 9.042 52,06 173,68 Kabupaten Nias 131.377 980,32 134,01

Sumber : BPS Kab. Nias

B. Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio.

Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara penduduk laki-laki dengan banyaknya penduduk perempuan. Bila ditinjau dari jenis kelamin penduduk perempuan di Nias dari Tahun 2006-2010 lebih banyak dibanding penduduk laki-laki, kondisi ini tergambar oleh nilai sex ratio sebagaimana tabel berikut:

Tabel 2 - 12

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Kabupaten Nias Tahun 2006 s.d 2010

Kecamatan Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah Sex Rasio (%)

2006 217.527 224.493 442.019 96,90 2007 217.788 224.760 442.548 96,90 2008 217.492 226.000 443.492 96,24

2009 62.505 65.200 127.705 95,86

2010 64.057 67.320 131.377 95,15

(40)

C. Struktur Penduduk Menurut Usia Produktif.

Menurut usia produktif di Kabupaten Nias, pengelompokan penduduk dibagi dalam (3) Kategori, yaitu: (1). Kelompok penduduk usia muda, yaitu penduduk yang berumur dibawah 15 tahun (0-14 tahun), (2). Kelompok penduduk usia produktif, yaitu penduduk yang berumur 15-64 tahun. (3). Kelompok penduduk usia tua, yaitu penduduk yang berumur 65 tahun ke atas.

Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, penduduk Kabupaten Nias sebagian besar berada pada kelompok umur muda sebagaimana terlihat pada dan piramida penduduk Kabupaten Nias sebagai berikut:

Gambar 2 - 13

Piramida Penduduk Kabupaten Nias Tahun 2010

Tabel 2-13.

Jumlah Penduduk Kabupaten Nias Menurut Umur dan Jenis Kelamin tahun 2010

No. Umur Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

[1] [2] [4] [5] [6] 1 0-4 9.705 9.418 19.123 2 5-9 9.514 9.190 18.704 3 10-14 9.066 8.177 17.243 4 15-19 6.549 6.424 12.973 5 20-24 5.480 6.275 11.755 6 25-29 4.836 5.692 10.528 7 30-34 4.172 4.862 9.034 8 35-39 3.311 3.700 7.011

(41)

No. Umur Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

[1] [2] [4] [5] [6] 10 45-49 2.272 2.786 5.058 11 50-54 2.100 2.565 4.665 12 55-59 1.683 1.874 3.557 13 60-64 1.261 1.425 2.686 14 65-69 822 897 1.719 15 70-74 431 537 968 16 75 + 389 567 956 Kabupaten Nias 64.057 67.320 131.377

Sumber : BPS Kab. Nias

Tabel 2-13 menunjukkan bahwa potensi ketenagakerjaan penduduk Kabupaten Nias sangat besar untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi daerah. D. Ketenagakerjaan

Pembangunan ketenagakerjaan dititikberatkan pada tiga masalah pokok, yakni perluasan dan pengembangan lapangan kerja, peningkatan kualitas dan kemampuan tenaga kerja serta perlindungan tenaga kerja. Masalah ketenagakerjaan sampai saat ini masih merupakan permasalahan dan isu yang komplek serta terus berkembang, sehingga tidak hanya menjadi masalah daerah namun telah menjadi masalah nasional bahkan regional dan internasional. Masalah ketenagakerjaan harus membutuhkan perhatian yang sangat serius dari semua pihak terkait, baik pemerintah, pengusaha, pekerja itu sendiri dan pihak lainnya.

Tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang mampu bekerja memproduksi barang dan jasa yaitu penduduk usia kerja yang berumur 15 tahun keatas. Penduduk 15 tahun keatas (tenaga kerja) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Tabel 2-14.

Jumlah dan Persentase Penduduk 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Seminggu yang Lalu Tahun 2008-2010

Kegiatan Utama 2008 2009 2010

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

[1] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

Angkatan Kerja 204.527 77,14 207.316 77,69 68.386 77,10 - Bekerja 196.126 73,97 201.823 75,64 66.630 75,12 - Pengangguran 8.401 3,17 5.493 2,06 1.756 1,98

Bukan Angkatan Kerja 60.625 22,86 59.520 22,31 20.310 22,90

(42)

Kegiatan Utama 2008 2009 2010 Jumlah % Jumlah % Jumlah %

[1] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

T P A K (%) 77,14 77,69 77,10

TPT (%) 4,11 2,65 2,57

Sumber : BPS Kab. Nias

D.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Berdasarkan data tahun 2010, jumlah penduduk usia kerja di Nias adalah 88.696 orang yang terdiri dari 68.386 angkatan kerja dan sisanya sebanyak 20.310 orang termasuk bukan angkatan kerja. Selanjutnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan indikator yang mampu menggambarkan sejauh mana peran angkatan kerja disuatu daerah. Semakin tinggi nilai TPAK nya semakin besar pula keterlibatan penduduk usia kerja didalam pasar kerja.

Perkembangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Nias selama periode tahun 2007–2009 mengalami perkembangan yang cukup signifikan kecuali Tahun 2010 yang mengalami penurunan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias, pada Tahun 2007 TPAK di Kabupaten Nias sebesar 76,03 persen dari jumlah 192.467 angkatan kerja, selanjutnya pada Tahun 2008 menunjukkan peningkatan yaitu sebesar 77,14 persen dari 204.527 angkatan kerja dan pada Tahun 2009 menjadi sebesar 77,69 persen dari 207.316 angkatan kerja. Selanjutnya kondisi ini kembali mengalami penurunan pada Tahun 2010 menjadi sebesar 77,10 persen dari 68.386 angkatan kerja.

Perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja di Kabupaten Nias pada Tahun 2007 s.d. 2010 dapat digambarkan sebagaimana grafik sebagai berikut:

Gambar

Tabel 2 - 3 Curah hujan di Kabupaten Nias Tahun 2009
Tabel 2-13 menunjukkan bahwa potensi ketenagakerjaan  penduduk  Kabupaten  Nias  sangat  besar  untuk  mendorong percepatan pembangunan ekonomi daerah
Grafik 2-3.  Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan media sosial (group whatsapp) memudahkan guru atau wali kelas untuk mengontrol kegiatan belajar siswa di luar jam sekolah, oleh karena itu guru

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode

Skala Likert Menghasilkan Jenis Data Dalam Skala Ordinal Skala Guttman Salah Satu Tipe Kuesioner Tertutup Yang Paling Sederhana Apabila Hanya Membutuhkan Dua. Skripsi Bab

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

Autonomous Maintenance dan Seiso dimana kedua aktivitas ini menjadi unsur yang paling sering muncul dalam audit bulanan 5S dan TPM dan mengurangi skor paling banyak

Pendidikan IPS selalu mendapat sorotan tajam sebagai kumpulan mata pelajaran yang sangat membebani siswa, khususnya mata pelajaran geografi, karena otak kiri siswa dituntut

(pada digit pertama, semua angka punya kemungkinan yang sama untuk ditempatkan, karena ada empat angka, maka ada 4 kemungkinan, selanjutnya pada digit kedua ada 3 kemungkinan

1) Menganalisis informasi tentang potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah, serta prioritas