• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI. Kothari (2004) menjelaskan bahwa pengumpulan data untuk kepentingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI. Kothari (2004) menjelaskan bahwa pengumpulan data untuk kepentingan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

53

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metodologi Pengumpulan Data

Kothari (2004) menjelaskan bahwa pengumpulan data untuk kepentingan penelitian dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan juga kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk meneliti fenomena yang dapat ditunjukkan melalui angka sehingga membutuhkan pembuatan dan analisis data dalam proses pengerjaanya. Sedangkan penelitian kualitatif dilakukan untuk menemukan alasan mengapa seseorang melakukan suatu hal dengan menganalisis sikap, pendapat, dan perilaku (hlm. 3-5). Ia juga menyatakan bahwa ada 2 macam data yang bisa diperoleh seseorang ketika mengumpulkan data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang bersumber dari pembicara secara langsung (didapatkan untuk pertama kalinya) dan bisa diperoleh melalui beberapa metode seperti wawancara, observasi, serta kuesioner. Sedangkan data sekunder adalah yang didapatkan dari sumber kedua berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan seperti buku, koran, dan penelitian terdahulu.

3.1.1. Wawancara

Kothari (2014) mengemukakan bahwa wawancara adalah proses untuk mengumpulkan data secara lisan melalui sebuah percakapan. Wawancara dapat dibedakan menjadi personal interviews yang mengharuskan pelaku melakukan tatap muka secara langsung dan ada juga telephone interviews yang membuat percakapan dilakukan melalui telepon (hlm. 97-100). Dalam kesempatan kali ini, penulis melakukan wawancara dengan Andre M. Dubari selaku Ketua Asosiasi

(2)

54 Pegiat Industri Board Game Indonesia (APIBGI). Dikarenakan pandemi COVID-19, penulis tidak melakukan wawancara dengan tatap muka secara langsung. Atas permintaan narasumber, wawancara dilakukan melalui Whatsapp pada hari Jumat, 18 September 2020.

Andre menjelaskan bahwa board game merupakan salah satu jenis permainan tabletop game yang berdampingan dengan sub-kategori lain seperti card game, dice game, role-playing, dan miniatures. Perbedaannya adalah board game juga dimainkan menggunakan papan selain dadu dan kartu. Board game sendiri sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak munculnya permainan tradisional seperti Congklak, Catur, hingga Ular Tangga. Selain itu, board game juga mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai alat pendukung dalam kegiatan belajar-mengajar baik di institusi pendidikan formal maupun non-formal.

Party-game merupakan tipe board game yang paling digemari di Indonesia. Hal ini dikarenakan board game tipe ini cenderung lebih mudah untuk dimainkan sehingga mampu menarik minat banyak orang untuk mencobanya serta mempunyai replayability yang tinggi. Selain board game, ada juga beberapa jenis card game yang sangat populer dan diminati di Indonesia, yakni Uno serta Werewolf. Kemampuan board game dalam memaksa semua pemain untuk berkumpul dan bermain bersama dalam satu waktu merupakan ciri khas dari board game. Hal inilah yang membedakannya dengan media lain.

Selanjutnya, Andre juga menjelaskan bahwa memahami calon pemain merupakan hal penting yang harus dilakukan sebelum mendesain sebuah board

(3)

55 game agar mampu merumuskan mekanik seperti apa yang akan digunakan dalam permainan. Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah menghadirkan unsur fun dalam permainan karena board game berfungsi sebagai media hiburan. Meskipun begitu, board game juga mempunyai fungsi lain sesuai dengan tujuan perancangannya, misalnya pembelajaran, sosialisasi, dan juga ajakan untuk melakukan sesuatu. Dan tidak mustahil untuk menggunakan board game sebagai media informasi untuk memberikan edukasi kepada orang lain.

Gambar 3.1. Wawancara 3.1.2. Focus Group Discussion (FGD)

Paramita, A., & Kristiana, L. (2013) menyatakan bahwa focus group discussion adalah metode pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif untuk mengetahui persepsi, opini, kepercayaan dan sikap dari rancangan baik berupa ide maupun konsep. Ketika melakukan focus group discussion, semua partisipan berhak untuk menyampaikan pendapat mereka masing-masing dalam bentuk diskusi.

(4)

56

Gambar 3.2. Focus group discussion tentang board game

FGD ini dilakukan pada hari Sabtu, 3 Oktober 2020 di Universitas Multimedia Nusantara. Ketika FGD berlangsung, penulis dibantu oleh Eldad Efata dan Dina Kartika Putri dalam merekam serta mengabadikan proses diskusi. Para partisipan yang ikut serta dalam FGD ini yaitu:

1. Christania Dara Arifin (21 tahun) 2. Priscilla Seira Nurwin (21 tahun) 3. Nissi Nathania (23 tahun) 4. Tumbur S. Philip (21 tahun) 5. Meliana Kasmudi (21 tahun)

Sebelum proses FGD dimulai, penulis mengajak partisipan untuk bermain board game edukasi terlebih dahulu. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan menjelaskan rules yang ada kepada mereka serta melakukan setup di awal permainan. Board game yang dipilih dalam simulasi ini adalah Aquatico 2nd

(5)

57 Edition yang memberikan informasi kepada orang-orang tentang bahaya dari ekosistem yang tercemar limbah dan juga dampak yang ditimbulkan bagi hewan-hewan langka yang hidup di dalamnya. Tidak hanya itu, board game ini juga memberikan informasi tentang pentingnya melakukan konservasi pada ekosistem yang tercemar melalui rules yang ada di dalamnya.

Setelah simulasi permainan selesai dilakukan, penulis menguji informasi apa yang sudah didapatkan para partisipan dari permainan Aquatico. Hasilnya adalah 5 partisipan mengaku bahwa mereka menjadi tahu bahwa ekosistem harus dijaga agar bersih dan diperlukan upaya untuk melakukan proses revive pada ekosistem yang sudah tercemar. Selain itu, 4 dari 5 partisipan menyatakan bahwa board game cocok untuk dijadikan media informasi, sedangkan 1 diantaranya merasa ragu karena informasi yang bisa diberikan dari board game masih dangkal apabila ditinjau dari Aquatico sebagai board game acuan. Kemudian, para partisipan juga mengungkapkan keunggulan board game sebagai media informasi dari experience yang mereka dapatkan, seperti informasi menjadi lebih mudah untuk dimengerti dan bisa di-manage berdasarkan mekanisme permainan serta lebih dinamis karena tidak hanya didapat melalui proses membaca.

Tidak sampai di situ, penulis juga bertanya kepada para partisipan mengenai pendapat mereka apabila informasi mengenai penyakit degeneratif disampaikan melalui media serupa. Hasilnya, 4 dari 5 partisipan mengaku bahwa board game merupakan media yang cocok apabila memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut adalah adanya aturan permainan yang menuntut kemampuan berpikir yang tinggi dan disampaikan dengan bahasa yang sesuai

(6)

58 untuk target audience. Kemudian, penulis juga mendapat masukan dari partisipan supaya tidak menghilangkan unsur fun dalam permainan meskipun topik yang diangkat dalam permainan cukup rumit dan terkesan serius. Selanjutnya, penulis juga mendapat informasi bahwa visual yang menarik juga penting untuk dipertimbangkan dalam proses perancangan.

3.1.3. Kuesioner

Kothari (2014) menjabarkan bahwa kuesioner merupakan salah satu upaya pengumpulan data yang dilakukan dengan menyusun sejumlah pertanyaan untuk dibagikan kepada orang-orang dengan harapan bahwa mereka akan memahami pertanyaan-pertanyaan yang ada serta menjawabnya secara mandiri (hlm. 100). Pada tahapan ini, penulis merilis kuesioner daring kepada orang-orang berusia 17-25 tahun yang tinggal di Jabodetabek baik laki-laki maupun perempuan. Tujuan dari kuesioner ini adalah untuk mengetahui preferensi visual dari audience. Jumlah responden untuk mengisi kuesioner ini ditentukan oleh penulis dengan menggunakan Rumus Slovin. Kemudian, penulis merilis kuesioner kepada 100 orang setelah melakukan perhitungan dengan Rumus Slovin.

(7)

59

Gambar 3.4. Gambar untuk Kuesioner

Dari data kuesioner, didapatkan bahwa ilustrasi yang paling banyak diminati oleh responden adalah ilustrasi pada gambar 3, dilanjutkan dengan ilustrasi pada gambar 4, 2, dan 1. Hal ini menunjukkan bahwa responden menyukai ilustrasi karakter yang tidak sederhana, mempunyai proporsi dan warna yang realistis serta memiliki banyak detail. Selain itu, data yang ada juga menunjukkan bahwa responden tidak terlalu tertarik pada ilustrasi karakter yang mempunyai mata dan kepala yang besar, bertubuh pendek, berbentuk sederhana serta mempunyai warna yang cerah.

(8)

60 3.1.4. Content-Analysis

Kothari (2014) menjelaskan bahwa content-analysis merupakan suatu proses untuk mempelajari suatu isi (content) dari media dokumenter seperti buku, majalah, koran, dan media lainnya yang bisa dibaca ataupun dicetak (hlm. 110).

3.1.4.1. Studi Eksisting

Dalam proses ini, penulis memilih beberapa tabletop games yang bersifat edukasi sebagai media untuk dialisis kekurangannya sehingga tidak terulang pada saat perancangan.

1. Board Game “Aquatico”

Gambar 3.6. Board Game “Aquatico” (https://boardgame.id/aquatico-katalog/) Tabel 3.1. SWOT Board Game “Aquatico”

1 Strength

Mempunyai gameplay yang bersifat edukatif untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga ekosistem air.

2 Weakness Adanya komponen yang memiliki bentuk desain yang monoton, contohnya kartu. 3 Opportunity

Meningkatkan kesadaran bahwa ekosistem air yang bersih dapat menyelamatkan hidup hewan-hewan yang tinggal di dalamnya. 4 Threat Board game bersifat edukatif dengan tema

(9)

61 Aquatico merupakan board game yang dirancang oleh seorang desainer bernama Brendan Satria dan dikembangkan bersama dengan Coral Triangle Centre serta Manikmaya Games pada tahun 2016. Sedangkan, ilustrasi dalam board game ini dirancang oleh Rezza Rainaldy. Aquatico dikenal sebagai board game yang menghadirkan berbagai macam ekosistem air yang ada di Indonesia serta beragam fauna langka yang hidup didalamnya. Keunggulan yang menjadi ciri khas dari board game ini adalah kemampuannya dalam meningkatkan kesadaran players akan bahaya dari ekosistem yang tercemar.

Meskipun mempunyai banyak kelebihan apabila ditinjau dari sisi tujuan perancangan dan juga gameplay, penulis menemukan adanya beberapa hal yang diyakini masih bisa ditingkatkan dalam perancangan board game ini agar menjadi desain yang lebih baik. Hal pertama adalah ada terlalu banyak white space dalam desain packaging. Selain itu, ilustrasi utama dalam packaging mempunyai warna yang terlalu pudar. Tidak hanya itu, bagian dalam packaging juga menyisakan terlalu banyak ruang kosong. Kemudian, terdapat peraturan yang sebenarnya dapat dihilangkan seperti memperbolehkan player yang satu untuk mengotori ekositem yang telah dibangun oleh player lain. Hal terakhir adalah, meskipun dikategorikan sebagai board game, Aquatico tidak mempunyai papan dalam proses perancangannya dan banyak mengandalkan kartu sebagai komponen utama dalam menunjang permainan.

(10)

62 2. Board Game “Main Makin Kaya”

Gambar 3.7. Board Game “Main Makin Kaya” (https://www.facebook.com/mainmakinkaya/?ref=br_rs) Tabel 3.2. SWOT Board Game “Main Makin Kaya”

1 Strength Mengandung gameplay yang bersifat simulasi untuk mengembangkan bisnis.. 2 Weakness Ditemukannya ilustrasi yang tidak konsisten

dalam output perancangan. 3 Opportunity

Mampu mengajari orang-orang, khususnya generasi milenial mengenai cara mengembangkan bisnis dengan baik.

4 Threat Board game bersifat edukatif dengan tema mengembangkan bisnis.

Board game “Main Makin Kaya” adalah permainan yang dirancang oleh Mega Jauhari dan sekaligus merupakan board game edukasi bisnis pertama yang hadir di Indonesia. Tujuan perancangan board game ini adalah mengajarkan orang-orang khususnya generasi milenial mengenai cara menjalankan dan mengembangkan sebuah bisnis. Meskipun sudah dirancang dengan sangat baik, sayangnya board game ini mempunyai kelemahan seperti mempunyai komponen yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan board game tidak dapat dicetak dalam jumlah banyak sehingga tidak dipasarkan secara luas.

(11)

63 3.1.4.2. Studi Referensi

Selain itu, ada juga beberapa board game yang dijadikan referensi untuk dipelajari kelebihannya meskipun tidak mempunyai sifat edukasi. Hal-hal yang menjadi kelebihan ini kelak akan diadaptasi dalam perancangan. 1. Board Game “Ludo”

Gambar 3.8. Board Game “Ludo”

(https://www.amazon.com/MY-Traditional-Games-Ludo-Game/dp/B00N5TQ3CC) Tabel 3.3. SWOT Board Game “Ludo”

1 Strength

Komponen cukup sederhana sehingga memungkinkan untuk diproduksi dalam jumlah banyak.

2 Weakness Gameplay terlalu mengandalkan faktor keberuntungan.

3 Opportunity Dapat dimainkan oleh beberapa orang untuk berkompetisi.

4 Threat Board game sejenis yang ada di pasaran seperti Ular Tangga.

Board game “Ludo” merupakan sebuah permainan bersifat competitive yang mengharuskan para pemain untuk bersaing satu sama lain dalam memenangkan permainan. Konsep dari board game ini sangat unik dengan

(12)

64 gameplay di dalamnya cukup sederhana, yakni dengan mengocok dadu serta berusaha untuk mencapai titik finish (home) secepat mungkin. Ada 1 komponen menarik yang terdapat dalam board game ini, yakni sebuah papan yang dirancang dengan petak yang minimalis untuk dijadikan arena permainan. Papan ini dapat diadaptasi oleh penulis untuk dijadikan arena permainan dalam permainan board game.

2. Board Game “Cookie Box”

Gambar 3.9. Board Game “Cookie Box”

(https://www.amazon.com/Asterion-Products-8165-Cookie-Box/dp/B06Y5WB5N8) Tabel 3.4. SWOT Board Game “Cookie Box”

1 Strength

Ilustrasi sangat menarik dan dilengkapi dengan pilihan warna yang cerah serta tidak terlalu saturated.

2 Weakness Harganya cukup mahal ditambah dengan durasi permainan yang cukup singkat.

3 Opportunity Bisa dimainkan oleh anak-anak bersama dengan keluarga.

4 Threat

Sesama board game bertipe party yang harganya lebih murah dan mempunyai gameplay yang lebih menantang.

(13)

65 Cookie Box merupakan board game bertipe party yang mengajak para pemain untuk menyusun makanan berupa macam-macam kue dan biskuit sesuai dengan petunjuk yang ada dalam kartu. Kue dan biskuit yang akan disusun dibentuk dalam wujud sebuah komponen berupa kepingan koin. Pemain yang berhasil menyusun kue dan biskuit secara tepat serta tepat akan memperoleh score. Penulis akan mengadaptasi style ilustrasi game ini sebagai referensi bermanfaat ketika merancang board game tentang penyakit degeneratif dengan memodifikasi beberapa hal terlebih dahulu. 3. Board Game “Monopoly”

Gambar 3.10. Board Game “Monopoly”

(https://www.thetoyshop.com/games-jigsaws/family-games/Monopoly-Classic-Game/p/530024) Tabel 3.5. SWOT Board Game “Monopoly”

1 Strength

Mempunyai mekanisme permainan yang seru sehingga dapat mendorong orang-orang agar mau bermain.

2 Weakness

Mempunyai banyak komponen sehingga harus lebih teliti ketika menyimpan asset dalam board game setelah selesai bermain. 3 Opportunity Cocok dimainkan oleh remaja awal hingga

orang dewasa.

4 Threat Board game bertipe competitive dengan komponen yang lebih sederhana.

(14)

66 Monopoly merupakan sebuah board game bertipe competitive yang banyak dikenal oleh orang-orang. Permainan ini dapat dimainkan oleh 2 hingga 8 orang dengan memanfaatkan komponen-komponen seperti dadu, pion, board, uang-uangan, miniatur rumah dan hotel, serta serta kartu-kartu dana umum maupun kartu-kartu-kartu-kartu kesempatan. Konsep permainan dari board game ini adalah menguasai sebanyak mungkin petak yang ada dalam papan permainan serta mengumpulkan sebanyak mungkin uang agar menjadi pemenang pada akhir permainan. Selain itu, permainan yang bangkrut karena mempunyai banyak hutang akan dinyatakan kalah.

3.2. Metodologi Perancangan

Perancangan board game untuk mengedukasi masyarakat (remaja) ini akan dilakukan dengan teori Selinker et al. (2011). Berdasarkan teori tersebut, langkah pertama yang dilakukan untuk merancang sebuah board game adalah dengan menemukan ide terlebih dahulu. Setelah ide ditemukan, selanjutnya perancangan bisa dilakukan dengan menentukan mekanisme yang tepat untuk merepresentasikan tema yang ada di dalam board game. Kemudian, langkah berikutnya adalah menentukan komponen yang akan digunakan untuk menunjang mekanisme yang ada seperti kartu, papan, dan lain sebagainya. Semua komponen tersebut kemudian harus dipertimbangkan, apakah bisa dicetak dalam jumlah banyak atau tidak dengan biaya seminimal mungkin.

Mencatat semua hasil perancangan untuk dikembangkan lebih lanjut juga menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Kemudian, mengenali kebutuhan audience dengan baik juga merupakan hal yang tidak boleh terlewatkan dalam

(15)

67 proses perancangan. Setelah semuanya selesai, proses berikutnya bisa dikerjakan dengan membuat prototype yang dibutuhkan dan menuliskan sejumlah aturan yang bersangkutan untuk melakukan playtest. Playtest dapat dilakukan dengan orang-orang yang sudah dikenal maupun orang asing untuk memperoleh masukan-masukan mengenai board game yang dirancang. Setelah mendapatkan masukan, board game dapat dikembangkan maupun disederhanakan hingga siap untuk dipublikasikan.

3.2.1. It All Begins with an Idea

Ide untuk merancang board game ini didapatkan oleh penulis ketika melakukan analisis mengenai penyakit degeneratif yang ada di Indonesia. Data-data dan informasi dari studi literatur menunjukkan bahwa penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes, serta stroke dapat dicegah dengan mengendalikan faktor-faktor eksternal pemicunya. Dan informasi ini penting untuk disampaikan kepada orang-orang yang berada pada masa remaja akhir agar mereka terhindar dari penyakit ini ketika memasuki masa tua. Masalahnya, data dari UNESCO menunjukkan bahwa dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang suka membaca. Maka dari itu, masalah ini perlu dipecahkan dengan ide yang kreatif dan solutif agar informasi penting tentang faktor-faktor eksternal penyebab hipertensi, diabetes, serta stroke dapat tersampaikan.

Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, penulis menemukan bahwa board game dapat menjadi sebuah solusi yang efektif untuk untuk menyampaikan informasi dan mengedukasi target audience. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Asosiasi Pegiat Industri Board Game Indonesia

(16)

68 (APIBGI), penulis mendapatkan fakta bahwa board game sudah banyak dijadikan sebagai media pembelajaran baik institusi pendidikan formal maupun non-formal dan mempunyai kemampuan untuk mengajak pemain melakukan sesuatu. Pernyataan ini juga telah dibuktikan oleh penulis ketika melakukan simulasi dan FGD dengan menggunakan board game edukasi bernama Aquatico dengan melibatkan sejumlah orang-orang pada masa remaja akhir. Hasil dari simulasi dan FGD ini menunjukkan bahwa 100% partisipan memahami informasi dan pesan yang disampaikan dari Board Game Aquatico. Tidak sampai di situ saja, 80% partisipan setuju dengan perancangan board game yang membahas faktor-faktor eksternal pemicu penyakit degeneratif.

3.2.1.1. Mind Mapping

Setelah semua data sudah dikumpulkan, penulis membuat sebuah mind map agar informasi lebih mudah dianalisis dan diaplikasikan ke dalam perancangan mekanisme serta pengembangan lebih lanjut ketika merancang board game. Data-data tersebut diperoleh penulis dari studi literatur, wawancara, FGD, survei, dan studi eksisting serta studi referensi. Setelah mind map selesai dibuat dengan menjabarkan semua data-data yang ada, penulis kemudian menentukan keywords, big idea, dan juga konsep untuk menunjang pembuatan board game. Hal ini bertujuan untuk membentuk suatu acuan agar perancangan menjadi fokus dan sesuai dengan data yang telah dikumpulkan.

(17)

69

Gambar 3.11. Mind Mapping

3.2.1.2. Keywords

Dari mind map yang sudah dibuat, penulis berusaha mencari beberapa kata kunci yang paling relevan dengan proses perancangan board game. Setelah menganalisis mind map, penulis menemukan 3 kata kunci yang paling cocok, yaitu langkah hidup, sehat, dan senja. “Langkah hidup” dipilih sebagai kata kunci karena penyakit degeneratif yang akan dibahas dalam perancangan merupakan hal yang dapat dicegah dengan pola hidup sehat yang diterapkan langkah demi langkah dalam kehidupan sehari-hari. “Sehat” dipilih sebagai kata kunci kedua karena kata ini yang akan menjadi tujuan hidup semua orang, yakni dengan terbebas dari segala penyakit. “Senja” juga dimasukkan sebagai kata kunci karena kata ini

(18)

70 melambangkan hari tua yang akan dialami oleh semua orang seiring dengan pertambahan usia dan saat di mana penyakit degeneratif berpotensi untuk muncul.

3.2.1.3. Big Idea

Dari 3 keywords yang sudah didapatkan, penulis kemudian merumuskan sebuah big idea yang menjadi gagasan pokok dalam keseluruhan proses perancangan. Big idea yang dimaksud adalah “Satu Langkah untuk Hidup Sehat sampai Senja”. Makna dari big idea ini adalah board game yang dirancang akan mengajak para pemain untuk melangkah dengan belajar menerapkan pola hidup sehat. Dan diharapkan pula bahwa informasi yang mereka dapatkan dari permainan bisa dijadikan bekal hidup hingga hari tua nanti. Hal ini mempunyai tujuan yang tidak lain adalah membantu mereka agar terhindar dari penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, dan stroke.

3.2.1.4. Konsep Visual dan Komunikasi

Konsep visual dan komunikasi menjadi hal penting yang ditentukan oleh penulis setelah merumuskan big idea. Untuk konsep visual, penulis menggunakan kata “natural” sebagai acuan yang bermakna bahwa ilustrasi dalam perancangan ini akan memanfaatkan warna-warna alami dan apa adanya serta proporsional. Sedangkan untuk konsep komunikasi, penulis akan mengkomunikasikan perancangan kepada target audience dengan “antusias” dan “optimis” melalui mekanisme di dalam permainan. “Antusias” yang dimaksud adalah bergairah dan juga bersemangat dalam

(19)

71 menjalani aktivitas serta gagasan yang ada. Selain itu, “optimis” bermakna selalu mempunyai pengharapan dalam melakukan segala hal.

3.2.1.5. Moodboard

Moodboard merupakan sekumpulan gambar yang digunakan oleh penulis supaya mendapatkan bayangan mengenai perancangan visual dalam proses pembuatan board game. Untuk membentuk mood board ini, penulis memilih gambar-gambar berupa ilustrasi yang mempunyai warna-warna alami dan sesuai dengan objek asli yang dapat ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari agar sesuai dengan konsep visual yang sudah ditetapkan. Selain itu, penulis berusaha untuk menemukan ilustrasi dengan proposi yang baik dan mempunyai banyak detail karena ilustrasi seperti ini digemari oleh orang-orang yang berada pada masa remaja akhir. Hal ini didukung oleh teori Tillman (2019) dan hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa audience cenderung tertarik kepada visual yang mempunyai warna alami, proporsi yang baik, dan terdapat banyak detail dalam perancangannya.

Ilustrasi yang menghadirkan banyak makanan dan minuman juga mengambil bagian besar dalam pertimbangan untuk dimasukkan ke dalam moodboard. Hal ini dikarenakan makanan dan minuman akan menjadi objek utama yang banyak dihadirkan dalam board game, sebab faktor eksternal utama penyebab penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes, dan stroke adalah pola makan yang salah. Maka dari itu, sangat penting untuk mencari ilustrasi yang mempunyai visual berupa makanan dan

(20)

72 minuman. Meskipun demikian, penulis juga akan menghadirkan ilustrasi lain di dalam board game untuk menunjang mekanisme permainan.

Gambar 3.12. Moodboard 3.2.2. Theme-Driven Vs. Mechanic-Driven

Tema yang diangkat dalam board game yang akan dirancang adalah kesehatan. Hal tersebut dikarenakan board game ini dibuat dengan maksud untuk menyampaikan informasi dalam bentuk edukasi kepada masyarakat, khususnya orang-orang berusia 17-25 tahun tentang faktor-faktor eksternal pemicu hipertensi, diabetes, dan stroke. Untuk mekanisme permainannya sendiri, penulis akan memanfaatkan sistem cooperative. Sistem ini dipilih karena berdasarkan data dari FGD, banyak partisipan yang berpendapat bahwa akan lebih baik apabila board game tentang penyakit degeneratif ini dibuat ke dalam bentuk kerjasama antara sesama pemain meskipun banyak juga di antara mereka yang cenderung lebih suka pada sistem permainan competitive.

(21)

73 Selanjutnya, penulis berusaha semaksimal mungkin mengadaptasikan pola makan ke dalam aturan permainan karena banyak orang yang tidak menjaga pola makan dengan baik. Hal ini terbukti dari data Riskesdas tahun 2018 yang menunjukkan bahwa 87,9% penduduk usia ≥3 tahun sering mengkonsumsi makanan manis, 72,7% di antaranya sering mengkonsumsi makanan asin, dan 86,7% sering mengkonsumsi makanan berlemak (berkolesterol). Tidak hanya itu saja, 33,5% penduduk usia ≥10 tahun tidak melakukan aktivitas fisik yang cukup. Kebiasaan makan yang buruk dan aktivitas fisik yang kurang tersebut pastinya akan memicu penyakit-penyakit seperti hipertensi, diabetes, dan stroke.

Berdasarkan tema dan mekanisme yang sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan data-data, penulis berusaha merancang sebuah board game dengan tujuan untuk merubah perilaku. Perilaku yang diharapkan dari audience setelah memainkan permainan dalam board game ini adalah membatasi diri untuk memakan makanan yang mempunyai kandungan sodium, gula, dan lemak yang sangat tinggi. Selain itu, audience juga diharapkan mampu untuk meningkatkan aktivitas fisik demi menjaga kesehatan dengan melakukan olahraga yang teratur. Hal-hal penting seperti inilah yang akan menjadi edukasi pokok yang ingin disampaikan melalui board game.

3.2.3. Card Game Vs. Board Game

Dalam proses berikutnya, penulis mulai menentukan komponen-komponen apa saja yang akan digunakan dalam perancangan board game. Untuk merepresentasikan makanan, minuman, dan barang-barang lainnya yang dibutuhkan di dalam permainan, penulis akan memanfaatkan card game (kartu).

(22)

74 Hal ini dikarenakan melalui komponen berupa card game, informasi-informasi penting yang harus diketahui oleh audience menjadi lebih mudah untuk disampaikan. Informasi yang dimaksud adalah kandungan-kandungan yang terdapat di dalam makanan, minuman, maupun informasi lainnya mengenai barang tertentu untuk menunjang mekanisme di dalam permainan.

Selain itu, penulis membutuhkan komponen lain yang mampu membuat audience merasa bahwa mereka sedang berada dalam dunia yang menyerupai lingkungan yang ada di kehidupan nyata ketika sedang bermain. Komponen tersebut haruslah mampu menjadi tempat untuk berpijak dan melangkah ketika audience sedang memainkan board game. Melalui komponen ini pula, semua audience akan dituntut untuk berkumpul, bermain, dan belajar bersama-sama. Satu-satunya komponen yang memenuhi semua persyaratan tersebut adalah board (papan).

Kartu dan papan tidaklah cukup untuk menunjang keseluruhan proses permainan. Penulis juga perlu menghadirkan komponen tambahan yang berfungsi untuk mendata kondisi audience ketika proses bermain berlangsung. Komponen tersebut harus mampu menunjukkan apakah audience terkena penyakit degeneratif atau tidak ketika ia memutuskan untuk melakukan suatu tindakan dalam permainan. Maka dari itu, penulis menghadirkan suatu kartu tambahan (health report) yang berfungsi untuk mendata kondisi kesehatan audience.

Selanjutnya, untuk mewakili setiap langkah audience di atas papan, dibutuhkan suatu komponen kecil yang mudah digeser maupun dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain. Komponen yang paling cocok untuk menunjang

(23)

75 mekanisme ini adalah pion. Kemudian, penulis menambahkan komponen lain berupa dadu untuk mempermudah audience dalam menentukan berapa langkah yang akan mereka lakukan dalam 1 kali kesempatan bergerak. Nilai dari mata dadu juga bisa digunakan untuk menentukan orang pertama yang memulai permainan.

3.2.4. Reality Checks

Supaya board game yang dirancang mampu diproduksi dan terjangkau oleh audience, penulis mulai mempertimbangkan proses pencetakan serta pembuatan visual sejak awal perancangan. Berdasarkan data yang diperoleh saat focus group discussion, banyak partisipan mengaku keberatan dengan harga board game yang terlalu mahal di pasaran. Maka dari itu penulis akan menekan biaya produksi, contohnya dengan menurunkan gramatur kertas pada proses pencetakan komponen seperti kartu dan papan. Kemudian, penulis juga akan membuat visual asset secara mandiri agar terhindar dari menggunakan asset tertentu yang mempunyai lisensi. Berikut merupakan daftar asset yang akan digunakan sebagai komponen di dalam board game.

Tabel 3.6. Asset fisik

No. Asset Jumlah Bahan

1 Papan 1 Art Carton 260 gsm

2 Kartu makanan 28 Art Carton 260 gsm

3 Kartu minuman 2 Art Carton 260 gsm

4 Kartu obat 6 Art Carton 260 gsm

5 Kartu herbal 2 Art Carton 260 gsm

6 Kartu sport items 2 Art Carton 260 gsm

7 Pion 4 Plastik

8 Dadu 1 Plastik

9 Token 1 Hard Board 2 mm

(24)

76 Saat melakukan setup, audience akan menggunakan dadu secara bergantian dalam menentukan jumlah langkah untuk menggerakkan pion-pion yang tersedia. Ketika melangkah di dalam papan, audience dihadapkan pada sejumlah pilihan (choice) mengenai makanan dan minuman mana yang dikonsumsi melalui kartu-kartu yang tersedia. Apabila audience telah memakan makanan yang terlalu banyak mengandung sodium, gula, dan lemak dalam permainan, mereka akan rentan untuk mengalami penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes, serta stroke. Meskipun demikian, audience akan memiliki peluang (opportunities) untuk melakukan recovery melalui kehadiran kartu obat-obatan, herbal, kartu sport items serta sebuah token waktu untuk menentukan durasi olahraga yang dilakukan. Semua kesehatan audience akan didata di dalam health report selama permainan berlangsung.

3.2.5. Write a Design Memo

Dalam tahapan ini, penulis mencatat semua ide yang sudah didapatkan mengenai perancangan board game. Ide-ide ini meliputi mekanisme yang akan diterapkan ke dalam permainan berdasarkan tema dan komponen-komponen penunjang permainan. Mekanisme yang akan diuraikan meliputi skill (kemampuan) yang akan digunakan oleh audience ketika bermain dan sejumlah peraturan (rules) yang harus ditaati. Selain itu ide yang akan diuraikan juga meliputi waktu (time) dan ruang (space) yang akan diaplikasikan dalam permainan.

3.2.5.1. Skill

Untuk ide mengenai mekanisme permainan, penulis menetapkan mental skill sebagai hal utama yang wajib dimiliki oleh audience ketika bermain.

(25)

77 Mental skill yang dimaksud dalam konteks ini adalah keahlian untuk untuk mengobservasi asupan zat dalam makanan dan bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Skill inilah yang akan menjadi hal pokok yang akan dilatih kepada setiap audience melalui permainan. Dengan demikian, audience diharapkan memiliki suatu bekal (ilmu) setelah memainkan permainan ini.

3.2.5.2. Rules

Berdasarkan tema yang sudah ditentukan, penulis kemudian mulai menetapkan beberapa peraturan sederhana yang harus ditaati oleh audience ketika bermain. Salah satu peraturan tersebut adalah game over yang terjadi ketika audience mengalami penyakit seperti hipertensi, diabetes, dan stroke akibat apa yang mereka konsumsi. Setelah itu, ada victory condition yang terjadi ketika audience dapat menjaga kesehatan mereka hingga akhir permainan. Kemudian, ada juga aturan tambahan seperti jumlah langkah yang dikurangi sebanyak 40% ketika mendapat mata dadu bernilai ganjil dan 50% untuk mata dadu bernilai genap ketika audience mengalami penyakit degeneratif saat permainan berlangsung. Misalnya audience hanya boleh bergerak 3 langkah apabila mendapat mata dadu angka 6 dan apabila ia mendapat mata dadu angka 3, pergerakan hanya boleh dilakukan sebanyak 2 langkah.

3.2.5.3. Time

Berdasarkan teori dari Selinker et al. (2011), durasi permainan yang baik dalam sebuah board game adalah 45-90 menit. Maka dari itu, estimasi

(26)

78 waktu dalam 1 kali bermain yang ditetapkan bagi audience adalah ≥ 45 menit. Selain itu, penulis mengaplikasikan sistem turn-based untuk menentukan giliran audience dalam melakukan langkah ketika permainan berlangsung. Kemudian, pemain pertama yang mulai melakukan langkah dalam permainan ditentukan dari nilai mata dadu tertinggi yang mereka dapatkan ketika awal permainan dimulai.

3.2.6. Develop the Idea

Demi menciptakan board game yang lebih baik, penulis mengembangkan ide yang sudah dirancang sebelumnya. Dalam proses ini, penulis menambahkan peraturan baru dalam permainan seperti kebebasan untuk mengambil maupun mengabaikan makanan, minuman, dan barang-barang lain yang tersedia dalam permainan ketika audience melewati petak yang bersangkutan. Selain itu, berdasarkan data yang diperoleh saat melakukan focus group discussion, banyak partisipan yang menyatakan bahwa mereka juga membutuhkan informasi mengenai cara penanganan penyakit degeneratif. Maka dari itu, penulis menambahkan konten sekunder dalam board game ini dengan menghadirkan beberapa jenis obat-obatan dan tanaman herbal.

3.2.7. Know your Audience

Audience yang menjadi target utama dari board game ini adalah orang-orang berusia 17-25 tahun baik laki-laki maupun perempuan yang tinggal di Jabodetabek serta mempunyai keinginan untuk hidup sehat. Tidak sampai di situ saja, penulis juga menargetkan perancangan ini pada audience yang peduli dengan kesehatan orang lain. Maka dari itu, board game ini ditujukan kepada player

(27)

79 berjenis achiever dan socializers. Menurut Schell (2015), achiever adalah orang-orang yang berambisi untuk mencapai suatu tujuan dalam permainan sedangkan socializers merupakan pemain yang senang untuk terlibat dalam persekutuan bersama orang lain. Dalam permainan board game ini, tujuan utama yang akan ditanamkan kepada audience adalah menjaga kondisi diri sendiri dan orang lain agar sehat serta mengumpulkan informasi.

(28)

80 Dari focus group discussion yang telah dilakukan, penulis mendapatkan insight sehingga dapat berempati dengan kebutuhan audience. Diskusi yang ada menunjukkan bahwa audience cenderung tertarik pada permainan yang dengan durasi yang cukup lama disertai dengan mekanisme yang menuntut kemampuan berpikir dan mengambil keputusan. Selain itu, penggunaan bahasa yang baik untuk menyampaikan informasi juga penting karena topik yang ada dalam board game adalah kesehatan yang menyangkut nyawa manusia. Audience juga cenderung tertarik pada informasi mengenai cara penanganan penyakit sehingga penulis menambahkan informasi sekunder dengan menghadirkan obat-obatan dan tanaman herbal.

(29)

81 3.2.8. Rebuild a Prototype

Setelah mengolah data, mendapatkan ide, menentukan komponen, dan melakukan sejumlah proses lainnya,kemudian penulis merancang prototype. Perancangan prototype ini dilakukan dengan memproduksi visual asset dan printing pada komponen-komponen penunjang board game seperti papan, kartu-kartu, health report, serta token untuk menentukan waktu. Perancangan prototype ini bermanfaat untuk digunakan dalam proses playtest. Selain itu, perancangan prototype ini juga berguna untuk menganalisis board game sebelum dipublikasikan.

3.2.8.1. Board

Sebuah board akan mewakili arena permainan harus mampu mencerminkan big idea dalam konsep perancangan, yaitu “Satu Langkah untuk Hidup Sehat sampai Senja”. Maka dari itu, perancangan board dilakukan dengan memetakan sejumlah petak. Petak-petak tersebut yang nantinya akan berfungsi sebagai jalan bagi audience untuk melangkah dalam permainan. Selain itu, di sepanjang jalan akan disediakan bangunan-bangunan yang dominan menawarkan makanan cepat saji (fast food) yang tinggi akan sodium, gula, dan lemak. Penempatan bangunan-bangunan ini juga didasarkan pada teori Suiraoka (2012) yang menyatakan bahwa dewasa ini, makanan yang tersedia cenderung mengandung gizi yang tidak seimbang seperti tinggi akan kandungan garam, gula, dan padat energi (hlm. 9).

(30)

82

Gambar 3.15. Papan “Main Makin Kaya”

(bukalapak.com/p/hobi-koleksi/mainan/board-games/d59s2c-jual-board-game-main-makin-kaya)

Perancangan board (papan) juga dilakukan oleh penulis dengan memanfaatkan referensi dari Board Game “Main Makin Kaya”. Pada Board Game “Main Makin Kaya” terdapat papan yang dirancang dengan memetakan petak sebanyak 100 buah. Jumlah petak tersebut kemudian penulis aplikasikan ke dalam proses perancangan. Hal fundamental yang membedakan papan yang dirancang dengan penulis dengan yang ada di referensi adalah penulis menggunakan teknik isometri untuk memetakan petak dan bangunan yang ada. Pemanfaatan teknik isometri ini juga berguna untuk menghasilkan rancangan yang rapi dan menghadirkan tampilan yang leluasa kepada audience.

(31)

83

Gambar 3.16. Penggunaan Garis Isometri pada Papan

Setelah garis isometri diletakkan, penulis mulai menata komposisi semua bangunan yang ada di atas papan. Meskipun banyak di antara bangunan tersebut yang menjual makanan dan minuman yang mengandung sodium, gula, serta lemak yang tinggi, penulis tidak lupa untuk menempatkan bangunan-bangunan tertentu yang berfungsi sebagai tempat untuk menolong audience ketika bermain. Bangunan tersebut meliputi rumah sakit, klinik, apotek, dan tempat untuk menjual alat olahraga. Bangunan-bangunan yang dapat menolong audience tersebut ditaruh berselang-seling di atas papan dengan jarak beberapa petak supaya berjauhan. Hal ini dilakukan supaya komposisi papan menjadi balance sehingga nyaman untuk dimainkan oleh audience.

(32)

84

Gambar 3.17. Sketsa Awal pada Papan

Setelah sketsa selesai dirancang, penulis melanjutkan proses digitalisasi dengan memberikan warna dan tekstur pada ilustrasi papan. Pengaturan komposisi cahaya juga menjaga hal vital yang dilakukan dalam proses digitalisasi ini. Kemudian, penulis juga menambahkan pohon-pohon dan semak-semak ke dalam papan supaya bentuk organis serta geometris menjadi balance. Selanjutnya, supaya bangunan-bangunan menjadi point of emphasis, penulis menyisakan space kosong pada fondasi (lantai) bangunan.

(33)

85

Gambar 3.18. Hasil Perancangan Papan

Setelah itu, penulis melakukan iterasi pada papan yang sudah dirancang. Iterasi ini dilakukan untuk mengurangi jumlah petak kosong yang ada di dalam rancangan papan. Selain itu, pengurangan petak ini bertujuan untuk mempersingkat durasi agar permainan menjadi lebih efektif dan efisien ketika dimainkan oleh audience. Dikarenakan jumlah petak menjadi lebih sedikit, penulis mengadaptasikan Board Game “Monopoly” sebagai referensi ke dalam perancangan. Board Game “Monopoly” dipilih karena mempunyai rancangan papan dengan jumlah petak yang lebih sedikit.

(34)

86 Hal vital lain yang mendasari iterasi pada hasil perancangan pertama ini adalah tidak adanya space kosong yang tersisa di dalam papan. Ketiadaan space kosong ini mengakibatkan kartu-kartu dan komponen lain yang menunjang permainan harus ditaruh di luar area papan. Hal ini menyebabkan kerugian berupa dibutuhkannya maja yang sangat luas ketika bermain untuk menaruh semua komponen dan hal ini membuat audience menjadi tidak nyaman. Berdasarkan pertimbangan inilah, penulis melakukan iterasi meskipun hasil perancangan yang pertama mempunyai keuntungan berupa nilai estetikanya yang tinggi ketika diujikan kepada audience.

(35)

87 Hasil iterasi membuat petak-petak yang ada membentuk sebuah loop. Bentuk loop ini juga memungkinkan audience untuk melakukan beberapa putaran dalam permainan sehingga kesempatan untuk mendarat di berbagai bangunan menjadi lebih tinggi. Selain itu, jumlah petak berubah dari 100 menjadi 40 buah. Bentuk rancangan yang baru juga menciptakan space kosong pada bagian tengah papan sehingga bisa dimanfaatkan sebagai tempat untuk menaruh kartu.

Gambar 3.20. Iterasi Pertama Perancangan Board

Iterasi pertama dalam perancangan papan menunjukkan hasil yang terlalu mirip dengan referensi. Dengan mempertimbangkan insight dari audience, penulis menggunakan kembali garis isometri dalam merancang papan untuk mengatasi hal ini. Penggunaan isometri ini juga dilakukan karena kekurangan yang terdapat pada perancangan awal seperti jumlah petak yang terlalu banyak dan ketiadaan space kosong sudah berhasil diatasi. Tidak sampai di situ saja, penulis menambahkan petak bernama “share” ke dalam papan untuk menciptakan mekanisme yang

(36)

88 memungkinkan audience yang satu berbagi kartu dengan audience lainnya. Hal ini juga yang membedakan papan yang dirancang oleh penulis dengan papan referensi dari Board Game “Monopoly”.

Gambar 3.21. Iterasi Kedua Perancangan Board

3.2.8.2. Card

Komponen berupa kartu dalam permainan ini berfungsi untuk menghadirkan berbagai macam items seperti makanan, minuman dan peralatan yang akan digunakan oleh audience dalam permainan. Contoh peralatan yang dimaksudkan adalah peralatan untuk berolahraga dan

(37)

89 sengaja dihadirkan untuk menciptakan mekanisme permainan yang mendorong audience supaya sadar bahwa aktivitas fisik penting untuk dilakukan. Hal ini juga merupakan bagian dari edukasi yang akan disampaikan kepada audience karena berolahraga dapat membantu seseorang untuk membakar kalori, menurunkan kadar lemak dan gula dalam tubuh serta membuat tekanan darah menjadi stabil (Suiraoka, 2012, hlm. 46). Semua items yang dibutuhkan akan ditunjukkan melalui ilustrasi yang terdapat pada bagian depan kartu.

Gambar 3.22. Contoh Perancangan Sketsa Ilustrasi Apel

Pada awalnya, kartu dirancang dengan ukuran 105×148 mm dan bisa dilipat menjadi 2 bagian dengan sisi ilustrasi menghadap keluar. Setelah dilakukan user test, audience memberikan insight bahwa ukuran kartu terlalu besar dan mekanisme kartu yang dilipat memberikan rasa tidak nyaman ketika hendak membaca informasi yang tertera di dalamnya.

(38)

90 Tidak hanya itu saja, rancangan kartu yang ada juga berpotensi untuk mudah rusak apabila diaplikasikan ke dalam permainan dalam jangka panjang. Maka dari itu, penulis melakukan iterasi kartu dengan menghilangkan mekanisme yang memungkinkan kartu untuk dilipat dan memperkecil ukuran kartu.

Gambar 3.23. Contoh Sketsa Kartu

Sebelum iterasi kartu dilakukan, penulis merancang ulang semua ilustrasi yang akan digunakan dalam tampilan depan kartu. Ilustrasi- ilustrasi ini dirancang dengan cara digital painting dengan menggunakan referensi dari berbagai sumber. Proses digitalisasi sendiri dilakukan dengan membuat sketsa terlebih dahulu. Setelah sketsa selesai dikerjakan,

(39)

91 penulis proses dengan membuat garis luar dan memberi warna serta tekstur pada ilustrasi. Total ilustrasi yang dihasilkan pada awal mula perancangan adalah 36 gambar.

Gambar 3.24. Contoh Iterasi Ilustrasi pada Kartu

Dalam iterasi ini, penulis memanfaatkan referensi dari kartu yang berasal dari Board Game “Pandemic” dan “Kingdom Builder”. Kartu dari Board Game “Pandemic” dipilih sebagai referensi karena mempunyai keunikan berupa adanya mekanisme yang memungkinkan audience untuk berbagi kartu satu sama lain. Hal ini sangat cocok untuk diadaptasikan ke

(40)

92 dalam kartu yang dirancang oleh penulis demi memacu kerjasama dan kepedulian kesehatan antara sesama audience selama permainan berlangsung, misalnya dengan berbagi herbal serta alat olahraga. Kemudian, kartu dari Board Game “Kingdom Builder” dipilih sebagai referensi karena rancangannya yang menyediakan space ideal untuk ditempati ilustrasi. Berikut adalah referensi kartu yang digunakan oleh penulis.

(41)

93 Setelah menentukan referensi, proses iterasi berikutnya dilakukan dengan menentukan ukuran kartu. Dalam perancangan ini, penulis menggunakan kartu berukuran 105×74 mm. Setelah menentukan ukuran kartu, penulis mulai menyusun grid untuk menata komposisi-komposisi pada perancangan tampilan depan dan belakang kartu. Perancangan grid system ini juga dibantu dengan golden ratio.

Gambar 3.26. Grid pada Iterasi Pertama Perancangan Kartu

Dalam perancangan kartu ini, penulis akan memasukkan sejumlah informasi berupa kandungan zat dalam makanan. Kandungan-kandungan tersebut meliputi energi, lemak, karbohidrat, protein, gula, dan sodium. Kemudian, informasi-informasi tersebut perlu ditata dalam beberapa modul agar nyaman dibaca oleh audience ketika bermain. Maka dari itu, penulis memutuskan untuk memilih modular grid dalam perancangan kartu-kartu ini. Hal ini dikarenakan modular grid terbentuk dari modul yang dihasilkan oleh perpotongan kolom horizontal dan vertikal yang dapat ditempati teks maupun gambar secara fungsional ke dalam beberapa zona (Landa, 2014, hlm. 181).

(42)

94

Gambar 3.27. Penataan Komposisi dalam Kartu

Setelah grid selesai ditempatkan di dalam kartu, penulis mulai menata sejumlah komposisi yang dibutuhkan. Komposisi tersebut ditata dengan menempatkan bentuk-bentuk dasar yang akan berfungsi sebagai modul yang berisi informasi untuk menunjang mekanisme permainan. Typeface yang penulis gunakan dalam perancangan ini adalah Adobe Caslon Pro. Hal ini dikarenakan typeface tersebut mempunyai serif yang cukup bundar sehingga memiliki kesan “natural” seperti konsep visual yang sudah ditentukan oleh penulis. Berikut ini adalah salah satu hasil perancangan kartu yang sudah dikerjakan oleh penulis untuk keperluan playtest.

(43)

95 3.2.8.3. Health Report

Health Report merupakan komponen yang berfungsi untuk mendata kondisi para pemain ketika proses permainan berlangsung. Pada awalnya, health report ini dirancang dengan dengan melibatkan angka-angka yang menunjukkan sistol dan diastol untuk mendeteksi hipertensi berdasarkan makanan yang dikonsumsi oleh audience melalui mekanisme permainan. Selain itu ada pula pengukuran kadar gula dalam darah melalui plasma vena dan plasma kapiler untuk mendeteksi diabetes melalui mekanisme yang sama. Kemudian, mekanisme serta perancangan health report ini diganti karena tidak ada data dari studi literatur yang menunjukkan dengan pasti mengenai kenaikan angka dari zat dalam makanan terhadap sistol dan diastol maupun plasma vena serta plasma kapiler.

(44)

96 Pada proses iterasi health report, penulis mengganti mekanisme permainan dengan menuntun audience untuk menghitung kadar garam (sodium), lemak, dan gula dari makanan serta minuman yang telah mereka konsumsi. Berdasarkan aturan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, batas maksimal untuk mengkonsumsi gula adalah tidak lebih dari 50 gram dalam sehari pada setiap individu. Sedangkan batas konsumsi garam (sodium) adalah 2000 mg dan lemak sebesar 67 gram dalam sehari bagi setiap orang. Mekanisme berupa hitungan ini merupakan bagian dari edukasi yang disampaikan melalui permainan board game. Sehingga, rancangan health report yang baru menyediakan petak kosong sebagai tempat bagi audience untuk menghitung kadar gula, garam, dan lemak yang telah mereka konsumsi.

(45)

97 3.2.8.4. Token

Token merupakan komponen yang dirancang untuk menentukan berapa lama waktu yang digunakan oleh audience untuk berolahraga. Untuk menunjang fungsi tersebut, penulis merancang token dengan menaruh tulisan yang mencantumkan 2 durasi berbeda pada kedua buah sisi token. Rancangan dibuat dengan bentuk bundar dengan diameter 3 cm agar nyaman dipegang oleh audience. Selain itu, diameter yang kecil ini juga akan mempermudah audience untuk melempar token ketika hendak menggunakannya.

Gambar 3.31. Token Recovery

Perancangan token ini dilakukan dengan menggunakan referensi dari token recovery yang ada di dalam Board Game “Aquatico”. Token dari board game ini dipilih karena dirancang menggunakan hard board yang kokoh dan tidak mudah rusak apabila dilempar. Faktor utama yang membedakan token Aquatico dengan yang dirancang oleh penulis adalah fungsinya. Token Aquatico digunakan sebagai komponen untuk

(46)

98 melakukan recovery ketika dilempar, sedangkan token yang dirancang oleh penulis digunakan untuk menentukan durasi aktivitas fisik seperti olahraga dan berenang. Meskipun berbeda, terdapat persamaan di antara keduanya apabila ditinjau dari cara penggunaan dan bahan printing.

Gambar 3.32. Sketsa Digital Token Waktu 3.2.9. Write the Rules

Objektif permainan dalam board game ini adalah semua pemain harus mengumpulkan kartu sebanyak mungkin dengan tetap menjaga kadar sodium, gula, dan juga lemak dari makanan atau minuman yang telah mereka konsumsi. Skema dan rincian aturan dalam permainan board game untuk persiapan alpha test adalah sebagai berikut:

(47)

99

Gambar 3.33. Skema Alur Permainan

1. Permainan dimulai dengan melakukan setup, yaitu mengocok kartu berbingkai merah menjadi acak dilanjutkan dengan menyusun kartu berbingkai oranye sesuai dengan urutan bangunan yang ada di dalam board game.

2. Selain itu, pisahkan kartu alat olahraga, obat-obatan, dan juga tanaman herbal untuk memudahkan permainan.

3. Setelah setup selesai, setiap pemain dipersilahkan untuk mengocok dadu. Pemain yang mempunyai nilai mata dadu paling tinggi akan memulai permainan terlebih dahulu.

(48)

100 4. Ketika pemain mendarat pada petak yang mempunyai bangunan, ia boleh memilih apakah mau membeli barang-barang yang ditawarkan atau tidak. 5. Apabila pemain membeli barang yang ditawarkan dan barang tersebut

berupa makanan, ia harus mencatat kandungan gula, garam, serta lemak yang ada ke dalam kartu health report serta menjumlahkan angka dari kandungan yang ada. Perhitungan boleh dilakukan dengan alat bantu apapun.

6. Selanjutnya, apabila pemain mendarat pada petak yang tidak mempunyai bangunan, ia boleh membeli barang dari bangunan yang telah ia lewati meskipun tidak mendarat persis pada bangunan tersebut. Apabila tidak mau membeli barang pada bangunan yang sudah dilewati, pemain tersebut boleh mengambil kartu paling atas pada tumpukan kartu berbingkai merah. 7. Tempat bernama “Go Sport” tidak menjual menjual makanan, melainkan menjual sepatu dan kacamata renang. Sepatu dapat digunakan untuk berolahraga di bangunan Gym, sedangkan kacamata renang dapat digunakan untuk berenang di Pool. Pada kedua bangunan ini, token waktu dapat digunakan untuk menentukan lama pemain dalam berolahraga. Apabila mendapatkan waktu 30 menit, maka kadar lemak dalam kartu health report akan berkurang 50%. Selain itu, apabila mendapatkan waktu 45 menit, maka kadar lemak akan berkurang 100%.

8. Apabila dalam langkah berikutnya pemain mendarat pada petak bertuliskan “Share” maka kartu sepatu maupun kacamata renang dapat

(49)

101 diberikan kepada pemain lain tanpa syarat apabila mereka berkeinginan untuk melakukannya (tidak dipaksakan).

9. Jika terdapat kondisi berupa garam yang terlalu tinggi selama permainan berlangsung, maka pemain akan dinyatakan terkena hipertensi dan dalam langkah berikutnya ia tidak boleh mengambil makanan yang mempunyai kandungan garam yang tinggi.

10. Kadar gula yang terlalu tinggi akan membuat pemain terkena diabetes melitus dan tidak dapat mengambil makanan yang mempunyai kandungan gula yang tinggi dalam langkah berikutnya.

11. Apabila pemain mengalami hipertensi dan diabetes serta mempunyai lemak, maka pemain tersebut akan terkena penyakit stroke.

12. Penyakit yang ada dapat disembuhkan apabila pemain mempunyai kartu obat-obatan maupun kartu herbal yang dapat ditemukan di tempat kesehatan seperti rumah sakit, clinic, pharmacy, dan herbs. Kartu obat-obatan dan tanaman herbal ini dapat dibagikan kepada pemain lain hanya boleh diambil apabila pemain mendarat persis pada petak yang bersangkutan.

13. Apabila pemain berhasil mendarat persis pada petak ketika permainan dimulai dalam putaran berikutnya, maka ia berhak untuk memperoleh hadiah berupa kebebasan mengambil kartu dari bangunan manapun, kecuali dari tempat-tempat kesehatan. Tidak hanya itu, kadar gula, garam, dan lemak kartu health report akan kembali pada angka 0. Jika melewati petak tempat permainan dimulai, maka ia kehilangan hak untuk

(50)

102 mengambil kartu secara bebas. Meskipun begitu, kandungan gula, garam, dan lemak dalam tubuhnya akan kembali pada angka 0.

14. Permainan akan berakhir apabila kartu-kartu yang akan dikumpulkan sudah habis.

15. Pemain yang berhasil mengumpulkan kartu terbanyak selama permainan berlangsung serta dapat menjaga kandungan gula, garam, dan lemak di dalam tubuh mereka agar tidak sakit akan dinyatakan sebagai pemenang. 3.2.10. The Sweet Spot

Pada tahapan ini, penulis sudah selesai mengerjakan digital asset untuk menunjang kebutuhan prototype lengkap dengan peraturan-peraturan yang yang akan diterapkan di dalam permainan. Digital asset tersebut meliputi sebuah papan, 36 kartu, 1 buah token, dan health report. Setelah itu, semua digital asset diunggah oleh penulis ke dalam web bernama Tabletopia. Tabletopia merupakan sebuah web yang memungkinkan seseorang untuk mengunggah board game buatan mereka sendiri agar dapat dimainkan secara online bersama orang lain. Maka dari itu, penulis ingin memanfaatkan web ini untuk melakukan playtest.

Proses penggunaan Tabletopia diawali oleh penulis dengan mendaftarkan diri sebagai seorang desainer ketika membuat account. Setelah itu, penulis mulai mengunggah semua asset terlebih dahulu supaya dapat mengedit setup. Setup di Tabletopia dilakukan oleh penulis dengan mengatur ukuran meja, menata papan, kartu-kartu, token, 4 lembar health report, 4 buah pion, dan sebuah dadu. Tidak lupa juga penulis melakukan digital painting untuk membuat sebuah skybox yang kemudian diterapkan ke dalam Tabletopia supaya audience nyaman saat bermain.

(51)

103

Gambar 3.34. Tabletopia

Tidak sampai di situ saja, penulis juga mencetak seluruh asset penunjang board game. Komponen-komponen hasil cetakan meliputi papan, kartu-kartu, token, dan health report. Semua komponen tersebut penting untuk dicetak agar penulis dapat menganalisis bentuk fisik prototype. Selain mencetak komponen, penulis juga membeli dadu dan pion agar board game dapat dimainkan.

(52)

104 Penulis juga membuat video tentang cara memainkan board game yang sudah dirancang dengan memanfaatkan semua komponen yang sudah dicetak. Tujuan pembuatan video ini adalah untuk mendemonstrasikan kepada audience mengenai aturan-aturan yang berlaku di dalam board game. Video yang sudah dibuat juga diunggah oleh penulis ke dalam Youtube. Board game yang sudah dirancang ini dinamakan My Health. Nama tersebut dipilih agar audience mempunyai gambaran mengenai konten yang ada di dalam board game.

Gambar 3.36. Video Tutorial di Youtube 3.2.11. Playtest

Playtest resmi dilakukan pertama kali oleh penulis bersama user pada hari Jumat, 6 November 2020 saat Prototype Day berlangsung. Pada hari tersebut, terdapat orang-orang yang hadir untuk mencoba bermain board game secara langsung dan ada pula yang berpartisipasi sebagai penonton. Uji coba permainan ini dilakukan melalui Zoom yang didukung oleh Tabletopia serta video tutorial yang ada di

(53)

105 Youtube. Selama proses berlangsung, penulis juga membagikan kuesioner kepada para pengunjung.

3.2.12. Inner Circle

Meskipun telah melakukan playtest dalam Prototype Day, penulis melanjutkan pengumpulan data dengan mencoba memainkan board game yang ada bersama orang lain. Uji coba ini dilaksanakan pada tanggal Sabtu, 7 November 2020 melalui Zoom. Peserta yang hadir dalam simulasi permainan ini adalah Tamara Geralda dan Felicia Calysta Djong. Setelah permainan berakhir, penulis mengajak mereka untuk melakukan diskusi agar mendapatkan masukan mengenai experience yang mereka dapatkan saat bermain.

Gambar 3.37. Dokumentasi Inner Circle 3.2.13. Get Defensive and Brood

Melalui playtest saat Prototype Day dan inner circle, penulis mendapatkan banyak sekali masukan yang bermanfaat. Masukan-masukan tersebut akan penulis analisis dan menjadikannya sebagai evaluasi dalam pengembangan perancangan yang ada. Masukan-masukan berupa kritik dan saran tersebut ada yang berasal

(54)

106 dari diskusi maupun kuesioner daring. Penulis sangat mengapresiasi semua tanggapan yang ada.

3.2.14. The Fun Test

Ketika playtest berlangsung, para peserta sangat bersemangat dan juga antusias untuk bermain. Namun, setelah permainan berlangsung selama 30 menit, para pemain mulai merasa bosan. Hal ini terlihat dari sifat antusias mereka yang menurun apabila dibandingkan awal ketika permainan berlangsung. Hal-hal yang membuat pemain merasa kurang nyaman adalah adanya peraturan yang dirasa kurang nyaman serta ada pula yang mengalami kendala teknis ketika bermain melalui Tabletopia.

3.2.15. Outer Circle

Selanjutnya, penulis melakukan playtest bersama orang-orang lain untuk memaksimalkan pengumpulan data. Playtest ketiga ini dilaksanakan pada hari Minggu, 8 November 2020 melalui platform yang sama dengan playtest sebelumnya. Partisipan dalam playtest kali ini adalah Carin, Tannia, dan Sheren. Ketika permainan selesai, penulis mengajak mereka untuk melakukan diskusi terkait dengan board game yang baru saja mereka mainkan.

(55)

107 3.2.16. Simplify (Pasca Alpha Test)

Tahapan ini dilakukan untuk memperbaharui board game dengan mengurangi hal yang tidak diperlukan dan menambahkan hal-hal penting untuk menunjang perancangan yang lebih baik. Pembaharuan meliputi hal-hal sebagai berikut.

3.2.16.1.Identitas

Pembaharuan identitas dilakukan oleh penulis dengan menentukan ulang nama dan logo yang akan digunakan dalam board game. Dalam penentuan nama ini, penulis menghindari penggunaan bahasa asing dengan mencoba menggunakan bahasa Indonesia. Beberapa nama didapatkan oleh penulis dari brainstorming adalah Swastika, Langkah Sehat, Langkah Muda, Langkah Kita, dan Langkah Cerdas. Setelah itu, penulis mengadaptasikan nama-nama yang sudah ada ke dalam perancangan sebuah logo untuk menciptakan suatu identitas di dalam board game. Berikut adalah beberapa konsep logo yang dirancang.

(56)

108 Dari semua alternatif tersebut, penulis menetapkan “Langkah Cerdas” sebagai nama yang akan diangkat ke dalam board game. Pemilihan nama ini juga disesuaikan dengan big idea dan mekanisme mengharuskan audience untuk melangkah dengan mengambil keputusan yang cerdas ketika bermain. Berdasarkan mood board dan konsep visual pula, penulis menentukan warna yang akan digunakan ke dalam perancangan logo. Warna-warna tersebut harus terlihat natural ketika diaplikasikan ke dalam perancangan.

Gambar 3.40. Warna pada Logo

Dalam perancangan logo ini, penulis menggunakan 2 hue utama, yaitu hijau dan merah. Warna hijau dipilih karena menyimbolkan sifat alami, pertumbuhan, penyembuhan, dan harmoni. Sedangkan warna merah dipilih karena menyimbolkan darah dan kekuatan (Opara & Cantwell, 2014, hlm. 166). Warna-warna yang ada juga membentuk suatu colour harmony, yakni complementary.

(57)

109 3.2.16.2.Papan

Papan juga juga menjadi komponen utama yang diperbaharui untuk menunjang mekanisme baru yang ada di dalam permainan. Pembaharuan dilakukan dengan menambahkan sejumlah icon ke dalam petak-petak yang menjadi arena permainan. Icon-icon inilah yang akan digunakan sebagai elemen untuk menghubungkan bangunan-bangunan dengan kartu-kartu yang bisa diperoleh di dalamnya. Penambahan icon ini juga dilakukan karena banyak audience merasa kesulitan untuk mencari kartu dari bangunan yang bersangkutan ketika bermain.

Gambar 3.41. Perancangan Icon

Berdasarkan data dari playtest pula, banyak audience yang merasa bahwa ilustrasi pada papan menyisakan terlalu banyak space kosong sehingga kurang nyaman ketika dilihat mata. Maka dari itu, penulis menambahkan pohon, aspal, dan bangunan sekunder untuk menunjang perancangan papan supaya menyerupai lingkungan perkotaan. Penulis juga

(58)

110 menyisakan rumput pada bagian tengah papan yang nantinya akan digunakan sebagai tempat untuk menaruh kartu. Berikut ini adalah hasil pembaharuan papan.

(59)

111 Setelah selesai merancang ulang papan, penulis meninjau ulang data-data dan insight yang sudah didapatkan saat melakukan playtest. Kemudian, penulis menemukan pain point penting yang terlewatkan. Pain point tersebut adalah rasa tidak nyaman dari pemain ketika melihat papan dari sisi selain sisi depan karena penggunaan isometri. Maka dari itu, penulis merancang ulang papan yang ada dari tampak atas dengan menghilangkan isometri. Perancangan ulang ini menghasilkan 2 alternatif papan baru dengan menggunakan 2 referensi yang berbeda.

Gambar 3.43. In the Loop & Ludo

Papan pada Board Game “In the Loop” dipilih sebagai salah satu referensi dalam proses iterasi karena mempunyai keunikan berupa bentuknya yang bundar sehingga mudah dilihat dari berbagai sisi dan dirancang melalui tampak atas. Referensi kedua diambil dari board game bernama “Ludo” yang juga dirancang dengan penampilan tampak atas. Papan pada “Ludo” mempunyai keunikan khusus berupa 4 space pada setiap sudut yang dapat diadaptasikan sebagai tempat untuk menaruh kartu pada board game yang dirancang oleh penulis. Setelah selesai memilih referensi, penulis mulai proses perancangan ulang papan.

(60)

112

Gambar 3.44. Garis Bantu

Perancangan ulang papan diawali oleh penulis dengan menempatkan garis bantu yang dapat membagi papan 40×40 cm menjadi bentuk yang simetris. Setelah menempatkan garis bantu, penulis mulai menata komposisi-komposisi dalam perancangan papan. Penataan komposisi ini dilakukan dengan membuat outline yang menunjukkan letak kartu dan petak-petak yang akan dijadikan sebagai tempat untuk melangkah. Hasil komposisi baru yang dirancang oleh penulis adalah sebagai berikut.

(61)

113 Setelah menetapkan komposisi, penulis mulai menaruh elemen lain pada papan. Elemen-elemen tersebut meliputi warna dan juga bangunan-bangunan yang sudah dirancang sebelumnya. Kemudian, penulis juga menaruh icon-icon yang sudah dirancang sebelumnya agar audience bisa mengenali kartu apa saja yang boleh diambil ketika mendarat pada petak yang bersangkutan. Berikut ini adalah hasil iterasi setelah menambahkan elemen-elemen ke dalam perancangan papan.

Gambar 3.46. Iterasi Keempat & Kelima Perancangan Papan

Pada tahapan berikutnya, penulis mulai menentukan desain papan manakah yang cocok untuk digunakan dalam permainan. Dengan mempertimbangkan insight dari audience, penulis memilih papan yang dengan bentuk “plus” karena bentuk petak di dalamnya lebih nyaman ketika dilihat. Tidak hanya itu saja, petak tersebut juga mampu menyediakan space yang cukup untuk menempatkan ilustrasi bangunan. Setelah menetapkan papan mana yang akan digunakan, penulis kemudian memberikan elemen tambahan ke dalam perangan papan untuk memenuhi space kosong yang tersisa.

(62)

114

Gambar 3.47. Iterasi Keenam Perancangan Board

3.2.16.3.Typeface

Typeface yang digunakan dalam perancangan keseluruhan asset adalah Milky Nice. Typeface jenis Milky Nice dipilih karena mempunyai bentuk organis dalam anatomi penyusunnya sehingga tampak natural seperti apa yang sudah ditetapkan dalam konsep visual. Selain itu, typeface ini mempunyai kesan youthful sehingga sangat cocok untuk target audience yang ada, yakni mereka yang berada pada tahap usia remaja akhir. Typeface ini diaplikasikan ke dalam perancangan papan, koin, token, dan juga kartu yang merupakan komponen dalam board game.

Gambar

Gambar 3.7. Board Game “Main Makin Kaya”
Gambar 3.9. Board Game “Cookie Box”
Gambar 3.12. Moodboard 3.2.2.  Theme-Driven Vs. Mechanic-Driven
Gambar 3.13. User Persona
+7

Referensi

Dokumen terkait

Upaya peningkatan sistem ujian pada pendidikan dokter yang menjadi fokus Komponen 2 HPEQ Project mensyaratkan adanya suatu proses pelaksanaan ujian yang kredibel, efektif, dan efisien

Penjadwalan flow shop didefinisikan sebagai sebuah permasalahan produksi dimana terdapat satu set n job yang di proses pada aliran semua mesin yang identik,

Dwi Oktarina menjelaskan pengadaptasian cerita rakyat “Asal-Usul Tanjung Penyusuk” dikarenakan pengalamannya selama membaca kumpulan cerita rakyat, Tanjung Penyusuk lah yang

Detail Micro Expressions Video Akting Ekspresi Wajah Sedih BAGIAN DETAIL MICRO EXPRESSIONS WAJAH Sudut dalam alis mata melengkung ke arah dalam dan ke atas, Alis mata

65 Pada bagian ini adalah terdapat berita Keraton agar para pengunjung dapat mendapatkan informasi yang ada di Keraton, menggunakan foto yang berada di tengah

Dari hasil kuesioner yang telah penulis sebarkan terhadap 105 responden, dapat disimpulkan bahwa dari segi demografis, keseluruhan responden dapat digolongkan

Sehingga kemudian, muncul premis bahwa dengan menggunakan media digital interaktif akan sangat membantu pemain pemula dalam mendalami olahraga baseball karena

Admin posko induk selain melakukan pendistribusian bantuan juga bertindak sebagai administrator sistem seperti melakukan update dan delete data master yang di