• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI. Yusuf (2017) menjelaskan bahwa metode pengumpulan data dibagi menjadi tiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI. Yusuf (2017) menjelaskan bahwa metode pengumpulan data dibagi menjadi tiga"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III METODOLOGI

3.1. Metode Pengumpulan Data

Yusuf (2017) menjelaskan bahwa metode pengumpulan data dibagi menjadi tiga yaitu kuantitatif, kualitatif dan gabungan (mixed). Penulis menggunakan metode gabungan (mixed) antara kuantitatif dan kualitatif. Kualitatif merupakan pengumpulan data yang dirumuskan dan disajikan secara naratif, sebaliknya kuantitatif dimana pengumpulan data disini berupa angka dan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik (hlm 44-45).

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam perancangan media informasi cerita rakyat asal-usul Tanjung Penyusuk ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Dimana kuantitatif penulis melakukan penyebaran kuesioner dengan datang di sekolah dasar yang ada di Bangka Belitung dan kualitatif penulis melakukan wawancara dan studi referensi.

3.1.1. Kuantitatif

Metode kuantitatif yang penulis gunakan adalah kuesioner. Kuesioner menurut

Yusuf (2017) merupakan sebuah pertanyaan yang berhubungan dengan topik yang

ada lalu diberikan kepada sebuah kelompok individu untuk mendapatkan data

(hlm. 199). Pelaksanaan kuesioner ini dilakukan dengan metode random sampling

menggunakan Rumus Slovin dan margin of error sebesar 10%, sebagai berikut:

(2)

orang n

n

n N N e

100 748 . 65 99 . 397 39665 65

. 396

1 39665 39665 0 . 10 1 39665 1

2 2

 

 

 

Dilakukan pada anak-anak dengan rentang usia 9 hingga 12 tahun untuk mendapatkan data seberapa banyak anak mengetahui tentang cerita rakyat “Asal- Usul Tanjung Penyusuk” serta gaya visual yang disukai anak-anak di daerah Bangka Belitung. Penyebaran kuesioner dilakukan penulis dengan mengunjungi salah satu sekolah dasar bernama SD STANIA yang ada di Bangka Belitung pada tanggal 18 September 2020 pukul 08.30 WIB - 10.40 WIB.

Gambar 3.1. Kegiatan Penyebaran Kuesioner di SD STANIA

(3)

Berdasarkan hasil kuesioner yang dilakukan penulis mendapatkan total jumlah responden sebanyak 122 responden dan penulis merangkumnya pada

“Google Form” seperti berikut:

Gambar 3.2. Hasil Pertanyaan Kuesioner

Dari kedua pertanyaan mengenai “Apakah kamu suka membaca buku?”

dan “Apakah kamu suka membaca atau mendengar cerita rakyat?” mendapatkan

hasil bahwa anak-anak di Bangka Belitung yang suka membaca buku memiliki

persentase 85.2% atau sebanyak 104 responden menjawab “Ya” dan yang suka

membaca atau mendengar cerita rakyat memiliki persentase 83.6% atau sebanyak

102 responden menjawab “Ya”.

(4)

Gambar 3.3. Hasil Pertanyaan Kuesioner

Pertanyaan berikut mengenai apakah responden mengetahui cerita rakyat yang ada di Tanjung Penyusuk dan apakah tahu atau pernah mengunjungi Tanjung Penyusuk. Dari hasil yang didapatkan persentase yang menjawab

“Tidak” untuk pernah mendengar atau membaca buku cerita rakyat mengenai

Tanjung Penyusuk adalah 82.8% atau sebanyak 101 responden dan yang

menjawab “Tidak” untuk pernah mengunjungi atau tahu mengenai Tanjung

Penyusuk ini memiliki persentase 78.7% atau sebanyak 96 responden.

(5)

Gambar 3.4. Hasil Pertanyaan Kuesioner

Pertanyaan mengenai “Apakah kamu mempunyai

komputer/tablet/handphone?” memiliki jawaban “Ya” dengan persentase 88.5%

atau sebanyak 108 responden dan yang “Tidak” dengan persentase 11.5%

sebanyak 14 responden tersebut menggunakan gawai orang tuanya. Lalu

pertanyaan mengenai apa yang biasanya dilakukan anak sebagai responden saat

menggunakan gawai memiliki jawaban dari yang terbanyak dengan 70 responden

adalah bermain, menonton dengan 52 responden, mencari informasi 44 responden,

berkomunikasi termasuk menelfon dan bermain media sosial sebanyak 4

(6)

responden, belajar sebanyak 2 responden, mendengar musik dan membuat animasi sebanyak 1 responden.

A. B. C.

Gambar 3.5. Hasil Pertanyaan Kuesioner

Dari pertanyaan di atas ditanyakan mengenai tone warna yang disukai oleh

anak-anak sebagai responden. Hasil pertanyaan tersebut dibagi menjadi tiga dari

yang terbanyak “A” sebanyak 70 responden, “B” 34 responden dan “C” sebanyak

18 responden.

(7)

A. B. C.

Gambar 3.6. Hasil Pertanyaan Kuesioner

Pertanyaan tersebut berguna untuk mengetahui style seperti apa yang anak-anak sukai melalui pilihan karakter yang ada, hasil dari pertanyaan tersebut dibagi menjadi tiga. Paling banyak anak-anak memilih “C” dengan jumlah 65 responden, “A” sebanyak 40 respoden dan “B” sebanyak 17 responden.

Sehingga kesimpulan dari hasil kuesioner ini adalah masih banyak anak-

anak yang suka membaca buku termasuk cerita rakyat, hanya saja masih banyak

yang tidak tahu mengenai cerita rakyat “Asal-Usul Tanjung Penyusuk” bahkan

tidak tahu atau tidak pernah mengunjungi Tanjung Penyusuk. Anak-anak yang

ada di Bangka Belitung juga sebagian besar mempunyai gawai dan sebagian besar

(8)

menggunakan gawai untuk bermain atau menonton, dimana hal ini mendukung media yang akan digunakan oleh penulis berupa interactive storytelling.

3.1.2. Kualitatif

Yusuf (2017) menuliskan sebagai peneliti kita mencoba untuk memahami peristiwa atau kejadian dengan cara pendekatan dan berinteraksi terhadap orang- orang yang ada dalam situasi tersebut dimana pendeketakan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara serta dijabarkan hasilnya secara naratif (hlm 328). Instrumen dan teknik pengumpulan data yang dapat digunakan oleh peneliti dalam pendekatan kualitatif menurut Yusuf (hlm 372) adalah: wawancara (interview), observasi dan dokumen. Penulis disini melakukan pendekatan kualitatif dengan cara wawancara dan dokumen berupa studi referensi.

3.1.2.1. Wawancara

Wawancara menurut Yusuf (2017) adalah interaksi antara pewawancara (interview) dengan yang diwawancarai atau sumber informasi (interviewee) melalui komunikasi secara langsung atau bahkan bisa dengan tatap muka (face to face) mengenai suatu objek yang akan dirancang atau akan diteliti (hlm. 372).

Penulis melakukan wawancara terhadap tiga narsumber. Narasumber pertama bernama Dwi Oktarina sebagai pihak yang pernah mengadaptasi cerita rakyat

“Asal-Usul Tanjung Penyusuk”, wawancara dengan Dwi Oktarina bertujuan

untuk memperoleh informasi mengenai cerita rakyat tersebut dan dilaksanakan

pada tanggal 14 September 2020 pukul 19.00 WIB secara online. Narasumber

kedua adalah Astri Noviani yang bekerja sebagai game artist di Agate, Astri

diwawancari sebagai pihak yang dapat menjelaskan bagaimana media interaktif

(9)

seperti interactive storytelling dibuat dan dilaksanakan pada tanggal 13 September 2020 pukul 13.00 WIB secara online. Narasumber ketiga adalah pihak perwakilan dari Dinas Budaya Kepulauan Bangka Belitung bernama Anugrah G.Prima wawancara ini guna bertujuan untuk mengetahui bagaimana budaya yang ada di Tanjung Penyusuk terkait cerita rakyatnya sendiri, wawancara ini dilakukan pada tanggal 21 September 2020 pukul 11.00 WIB secara offline.

Hasil dari narasumber yang pertama adalah Dwi Oktarina. Ia adalah seorang pengkaji sastra dan bahasa yang berkerja di kantor bahasa Kepulauan Bangka Belitung dan buku cerita rakyat “Asal-Usul Tanjung Penyusuk” tersebut merupakan buku pertama yang dia buat. Dwi Oktarina menjelaskan pengadaptasian cerita rakyat “Asal-Usul Tanjung Penyusuk” dikarenakan pengalamannya selama membaca kumpulan cerita rakyat, Tanjung Penyusuk lah yang menarik perhatian dia dan juga di dalam cerita memiliki pesan moral yang relevan dan dekat dengan kehidupan anak-anak sehingga dari awal juga Dwi Oktarina mengadaptasi cerita rakyat tersebut untuk menanam nilai kepribadian seperti jangan melawan orang tua, egois, keras kepala dan bersifat sewenang- wenang selain untuk anak-anak diselipkan juga pesan moral untuk orang tua, dimana sebaik apapun orang tua di hari mudanya jika tidak mendidik anaknya dengan baik maka terbentuk karakter seorang anak seperti Putri Komala.

Dwi Oktarina berpendapat bahwa media yang akan digunakan oleh penulis

berupa interactive storytelling sangat menarik apalagi anak-anak jaman sekarang

sangat dekat dengan gawai. Dengan adanya adaptasi cerita menjadi sebuah media

(10)

interaktif setidaknya dapat meningkatkan minat baca anak dan anak menjadi tahu mengenai budaya Bangka Belitung.

Selama pembuatannya Dwi Oktarina mengembangkan karakter, alur, bahasa, latar dan sebagainya menjadi sebuah cerita yang baru tanpa mengganggu benang merah ceritanya. Ia juga menjelaskan terdapat batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam mengadaptasi cerita rakyat yaitu jumlah kata, pemilihan kalimat dalam dialogue atau narasi, ekspresi dari karakter dan pakaian adat yang digunakan tokoh harus menampilkan budaya yang dibawanya.

Penutupan wawancara ini ditutup dengan pentingnya untuk menceritakan kembali cerita rakyat sebagai pendidikan karakter dan menghindari hilangnya budaya lisan dari satu ingatan generasi tersebut dan berharap agar cerita dalam bentuk tulisan atau media yang ingin dirancang penulis dapat mewarikan nilai- nilai budaya tersebut ke generasi berikutnya.

Gambar 3.7. Screenshot Pembicaraan Dengan Dwi Oktarina

(11)

Narasumber kedua adalah Astri Noviani, ia adalah seorang game artist dan berkerja di Agate selama lima tahun. Dalam wawancara penulis bersama Astri Noviani, ia menjelaskan berbagai cara untuk mendapatkan perhatian anak-anak dalam game tersebut seperti sedikitnya penggunaan teks, memiliki warna yang cerah, suara dan visual yang menarik perhatian anak-anak. Astri juga menjelaskan konten game yang biasanya disukai anak-anak berupa pendidikan karakter ataupun kegiatan sehari-hari mereka dan cerita rakyat termasuk salah satunya.

Astri menjelaskan batasan-batasan yang harus dilakukan saat membuat interactive storytelling untuk anak-anak, seperti penggunaan teks yang hanya 2 line, pembuatan user interface yang disesuaikan dengan anak-anak dan juga pemakaian warna yang cerah. Ia juga memberikan referensi game seperti dari studio “Educa” dan “Ship Antics” yang merupakan game buatan dari Astri juga.

Wawancara dengan Astri ini ditutup dengan pembahasan mengenai target

pemasaran yang cocok, ia menyebutkan bahwa media interaktif ini lebih cocok

untuk middle to high tetapi tetap dipertimbangkan gawai yang digunakan oleh

target kita terkait spek. Selain itu juga Astri menyebutkan bahwa penggunaan

media interaktif seperti interactive storytelling ini sangat memungkinkan untuk

pengenalan budayanya baik dari cerita atau visual dari game terebut.

(12)

Gambar 3.8. Screenshot Wawancara Dengan Astri Noviani

Narasumber ketiga adalah perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Provinsi Bangka Belitung yaitu Anugrah G. Prima dan Ali. Pada wawancara yang singkat ini Anugrah menjelaskan upaya dalam meningkatkan kebudayaan di Tanjung Penyusuk hanya sebatas segi pariwisatanya seperti tata cara mengelolah dan menjaga kebersihan di Tanjung Penyusuk, jika dari segi budaya hanya pembuatan buku biasa yang berisi cerita rakyat seperti Dwi tentang Tanjung Penyusuk atau kumpulan cerita rakyat Bangka saja dan datang ketempat untuk kunjungan bulanan dan dokumentasi saja.

Ali menjelaskan bahwa cerita Tanjung Penyusuk tersebut memiliki keterkaitan dengan pulau yang ada disebrangnya seperti Pulau Putri, Pulau Kecil dan Pulau Penyusuk. Anugrah juga melanjutkan bahwa Tanjung Penyusuk memiliki keunikan, dimana dekat dengan Pantai Penyusuk bagian kirinya tersebut ada batu yang berbentuk penyu.

Upaya penulis dalam melakukan perancangan cerita rakyat Tanjung

Penyusuk tersebut sangat tepat, apalagi dengan ditambahkannya media interaktif

jelas Anugrah. Karena menurut Anugrah, perkenalan cerita melalui buku biasa

(13)

saja itu terlalu berat dan anak-anak juga jadinya malas sehingga tidak ada ketertarikan antara anak dengan buku tersebut padahal setiap daerah di Bangka sebenarnya memiliki cerita di tiap daerahnya. Serta target pemasaran Anugrah juga menyarankan dari dalam dulu sebagai pengenalan, karena jika masyarakat lokal sendiri tidak mengetahui karya sendiri maka orang luar daerah juga tidak peduli akan hal itu ujarnya.

Wawancara ini ditutupi dengan Anugrah yang menjelaskan betapa pentingnya pembudayaan cerita rakyat tersebut karena cerita rakyat yang termasuk budaya lokal ini merupakan identitas yang harus dijaga dan sebagai masyarakat lokal harus tahu hal itu dan jangan sampai hilang atau terlupakan. Ali melanjutkan pentingnya cerita rakyat Tanjung Penyusuk dilestarikan karena didalamnya mengandung berbagai macam informasi, seperti bukti-bukti sejarah, kebudayaan lokal, geografis hingga karakter masyarakatnya.

Gambar 3.9. Dokumentasi Wawancara dengan Ali dan Anugrah

Sehingga kesimpulan dari hasil wawancara tersebut adalah cerita rakyat

“Asal-Usul Tanjung Penyusuk” ini memiliki pesan moral baik kepada anak-anak

maupun orang tua sendiri dan hal tersebut masih bersangkutan dengan kehidupan

(14)

yang ada di jaman sekarang. Tetapi usaha untuk membangkitkan budaya seperti halnya cerita rakyat yang ada di Bangka khususnya daerah sekitar Belinyu masih kurang dikarenakan pemerintah ataupun dinas hanya memfokuskan pariwisata saja. Perancangan media interactive storytelling yang ingin penulis rancang memiliki batasan-batasan yang didapatkan dari hasil wawancara seperti penggunaan bahasa, jumlah kata yang digunakan dalam dialogue, visualisasi seperti ekspresi karakter, pakaian yang digunakan, media yang digunakan untuk menyesuaikan spek target perancangan, hingga penggunaan warna pada UI .

3.1.2.2. Observasi

Yusuf (2017) mengatakan bahwa observasi merupakan kegiatan untuk mengetahui atau menyelidiki tingkah laku nonverbal dari objek yang dituju, dimana observasi dibagi menjadi dua bentuk yaitu participant observer dimana pengamat berpartisipasi dan terlibat dalam objek yang akan ditelusuri dan non- participant observer dimana pengamat hanya mengamati dan tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan (hlm. 384). Penulis melakukan observasi berupa non-participant observer di Pantai Penyusuk pada tanggal 21 September 2020, observasi disini bertujuan untuk melihat secara langsung Pantai Penyusuk dan masyarakat lokal disana serta mengambil dokumentasi untuk digunakan sebagai latar belakang dalam interactive storytelling nantinya. Saat observasi penulis mengambil dokumentasi dan mengecek kembali hasil wawancara penulis dengan perwakilan dari dinas kebudayaan mengenai batu yang berbentuk penyu.

Selagi penulis melakukan observasi, penulis berbincang dengan Akli

sebagai pengelola yang sedang berkerja di Tanjung Penyusuk pada hari itu. Akli

(15)

menjelaskan asal-usul Tanjung Penyusuk dimana sejarahnya berasal dari banyaknya penyu yang datang ke pesisiran pantai untuk bertelur lalu masyarakat mencari telur tersebut dengan menusuk pasir pantai, maka dari itu pantai ini disebut Pantai Penyusuk katanya. Akli juga menjelaskan bahwa belum adanya upaya untuk membudidayakan Tanjung Penyusuk termasuk juga cerita rakyatnya.

Gambar 3.10. Dokumentasi Observasi di Tanjung Penyusuk

Setelah melakukan observasi penulis mendapatkan kesimpulan bahwa

Tanjung Penyusuk memiliki cerita rakyat dengan versi berbeda dari asal

daerahnya, yaitu berasal dari kegiatan masyarakat dengan mencari telur dengan

cara ditusuk-tusuk. Walaupun begitu penulis tetap akan menggunakan alur cerita

(16)

yang sudah di adaptasi oleh Dwi Oktarina dalam perancangan. Selain itu penulis menggunakan beberapa dokumentasi seperti pemandangan yang ada di Tanjung Penyusuk sebagai background pada media perancangan.

3.1.2.3. Studi Referensi

Penulis memainkan beberapa game dan melakukan studi referensi terhadap interactive storytelling. Studi ini akan digunakan penulis untuk menjadikannya sebagai referensi. Terdapat tiga game yang telah dimainkan penulis sebagai referensi, yaitu: “Florence”, “missed messages” dan “Oat the Goats”.

1. Florence

Gambar 3.11. Screenshot Halaman Depan Florence

Merupakan permainan berbasis komputer yang mengisahkan kisah cinta

antara Florence dan Krish. Disini pemain diajak untuk mengikuti kegiatan sehari-

hari Florence hingga bertemu dengan kekasihnya yang merubah pandangan

Florence terhadap dunia dan dirinya.

(17)

Gambar 3.12. Screenshot In-Game Florence

Dalam permainan terdapat prologue yang menarik dalam bentuk 2D cross platform dan terdapat banyak jenis interaksi yang bisa digunakan penulis.

Walaupun game ini disajikan dalam bentuk 2D, game ini memiliki animasi yang sederhana dan membuat terkesan lebih hidup dengan adanya interaksi yang beragam.

Tabel 3.1. Analisa Florence Analisis Deskripsi

Visual 2D-Animasi dengan style cartoon, terdapat foreground dan background yang membuat permainan lebih menarik, imut dan hidup.

Theme Romance, slice of life.

Color Palette Penggunaan warna menggunakan warna kontras, seperti biru dan kuning, lembut dan cerah yang disesuaikan dengan kondisi karakter utama jika sedang bersedih atau menghadapi masalah maka warna akan pudar menjadi putih abu-abu.

Setting Setting diambil beragam seperti di dalam kereta, rumah Florence dan

Krish, kamar tidur, kantor hingga pinggir jalan dimana Florence

(18)

bertemu dengan Krish.

Interaction QTE: Quick Time Event

Interaktif dalam game ini terkadang memiliki batas waktu. Pemain diajak untuk mengikuti mini-games yang ada sesuai dengan perintah yang ada pada game.

2. missed messages

Gambar 3.13. Screenshot Halaman Depan missed messages.

“missed messages” adalah permainan berbasis komputer dan memiliki empat akhir cerita. Permainan ini mengisahkan seorang teman yang sedang depresi dan tidak tahu untuk mencari pertolongan sehingga terancam untuk mengakhiri dirinya. Permainan ini mengharuskan kita untuk mencari cara agar bisa menyelamatkan teman kita dan mendapatkan akhir yang bahagia.

Tabel 3.2 Analisa missed messages.

Analisis Deskripsi

Visual 2D-Animasi dengan style gambar semi-realist dan watercolor ini

membuat kisah yang ada terkesan lembut dan hangat. Menggunakan

warna yang cerah seperti pastel. Namun terdapat visual yang sedikit

menunjukkan kekerasan yang digambarkan menjadi kelam dan dingin.

(19)

3. Oat the Goat

Gambar 3.14. Screenshot Halaman Depan Oat the Goat

“Oat the Goat” merupakan interactive storytelling dengan platform website. Dengan pengemasan yang menarik dari visual maupun interaksi, konten Theme Romance, Mystery, Suicide.

Color Palette Memiliki warna yang lembut, cerah dan menyenangkan. Saat mendapatkan bad ending maka tone warna menjadi gelap, kelam dan menyeramkan. Begitu sebaliknya saat mendapatkan good ending maka tone warna akan terang, ceria dan cerah.

Setting Setting yang ada pada permainan ini hanya ruang kamar karakter utama, depan cermin, kamar mandi, layar laptop dan tempat tidur.

Interaction Point and Click:

Dalam game ini pemain dapat mengeksplor tempat yang disediakan

dalam game dan jika pemain mengklik sebuah tempat atau objek

dalam gambar maka akan muncul perintah-perintah yang dapat

mengarah ke berbagai alur cerita lainnya.

(20)

yang memuat atau tersirat sebagai pesan moral pada permainan tersebut adalah bagaimana cara user menanggapi aksi bully yang terjadi.

Tabel 3.3 Analisa Oat the Goat.

Penulis juga membuat tabel SWOT kedua permainan, sebagai berikut:

Tabel 3.4. Tabel SWOT Studi Referensi

Florence missed messages. Oat the Goat

Strength Game ini

direkomendasikan karena terdapat

Game ini

direkomendasikan karena memiliki

Game tersebut memiliki pesan moral yang cukup dekat Analisis Deskripsi

Visual Menampilkan 2D-animation dengan style yang cartoonist dan cocok untuk ilsutrasi anak-anak, selain itu ada pula background dan foreground yang membuat visual menarik dan unik.

Theme Adventure, Fabel,

Color Palette Memberi kesan alam dengan dominasi warna coklat dan hijau yang ada pada cerita, warna yang cerah dan hangat memberi kesan persahabatan dan pikiran optimis

Setting Latar tempat yang ada pada cerita adalah hutan, gunung, dan gua.

Interaction Point and Click:

Dalam game ini pemain dapat mengeksplor tempat yang disediakan

dalam game dan jika pemain mengklik sebuah tempat atau objek

dalam gambar maka akan muncul perintah-perintah yang dapat

mengarah ke berbagai alur cerita lainnya.

(21)

makna yang tersirat dalam cerita cinta Florence dan Krish, dimana kita tidak boleh terlalu lama bersedih akan sesuatu yang belum pasti dan tetap melanjutkannya demi orang-orang

yang sudah

mendukung kita dari awal..

makna cerita yang kuat. Dimana kita harus menemani teman yang sedang butuh bantuan walaupun itu hanya sekedar menjadi teman pendengar.

dengan perliaku anak- anak. Dimana pada cerita Oat harus bertindak dengan

melawan aksi

pembulian dan menemani teman- temannya.

Weakne ss

Game ini tidak memiliki narasi cerita dan tata cara untuk melakukan interaksi, sehingga untuk pengguna terkadang agak kesulitan untuk memainkan dan memahami jalan cerita.

Mengandung

kekerasan fisik dan darah yang mungkin dapat mengganggu penglihatan kita.

Permainan seperti ini diharuskan memiliki mental yang baik dan tidak cocok untuk mental orang yang sedang terpuruk atau

Interaksi yang dimiliki hanya point and click dimana tidak cocok terhadap targetnya yaitu anak-

anak yang

menginginkan

eksplorasi lebih dan

aktif.

(22)

Game ini lebih cocok untuk anak remaja

ke atas

dibandingkan anak- anak.

depresi bahkan untuk anak-anak.

Opportu nity

Karenakan visualnya yang lucu dan penggambaran

karakter yang imut membuat minat penggunanya senang bermain permainan tersebut. Selain itu juga terdapat berbagai jenis macam interaksi dalam permainan dan goal

yang harus

diselesaikan..

Ditambah musik yang ada sangat

nyaman dan

mendukung mood

Visual dan style yang menarik dan cantik membuat pengguna penasaran sehingga ingin memainkannya.

Interaksi yang dapat digunakan untuk menjelajah ruangan membuat permainan tersebut tidak membosankan.

Penyuguhan musik dan audio yang

nyaman dan

menyesuaikan cerita menambahkan mood pemain.

Tampilan dari visual

yang menarik untuk

anak-anak dan

penyajiannya secara

imajinatif dengan

jenis fabel atau bentuk

hewan yang lucu dan

imut.

(23)

pemain.

Threat Pemain hanya disuguhkan dengan satu cerita pendek dan tidak memiliki side quest. Sehingga

jika pemain

memainkan

permainan tersebut lagi maka tidak akan ada perubahan.

Permainan memiliki empat akhir cerita dengan tiga bad ending dan hanya satu good ending. Cerita yang disajikan hanya cerita pendek yang singkat dan memiliki alur cerita yang mirip, saat pemain ingin menemukan satu cerita dengan good ending cukup sulit sehingga membuat pemain agak frustrasi.

Opsi dalam sesi interaksi yang dikhawatirkan, jika user selalu memilih jawaban yang salah.

Lalu pada salah satu opsi terdapat aksi

dimana Oat

mengeluarkan kata- kata yang tidak baik, walaupun dengan tujuan yang baik dan dikhawatirkan dapat ditiru oleh user.

Perancangan media yang dibuat didasarkan dari studi referensi yang telah

dilakukan, dimana berdasarkan visual penulis akan menggunakan warna-warna

yang cerah dan mengambil referensi dari game “Florence” serta dari hasil

kuesioner dengan penyederhanaan pada bentuk visualnya. Untuk interaksi penulis

mengambil dari ketiga permainan tersebut, dimana pada permainan memiliki jenis

interaksi berupa point and click dan terdapat quick time event.

(24)

3.2. Metodologi Perancangan

Dalam perancangannya Miller (2020) menyebutkan terdapat 10 langkah yang harus diperhatikan untuk membuat interactive storytelling , yaitu (hlm 246-249):

1. Premise and purpose

Dengan mencari ide dari permasalahan untuk dijabarkan, bagaimana premise yang ada dalam masalah tersebut dapat diselesaikan. Setelah mendapatkan ide tersebut maka tentukan tujuan dari perancangan apakah untuk menghibur, mengajar, memberitahukan atau memasarkan produk.

2. Audience and market

Menetapkan target user dengan produk yang akan dibuat untuk memahami sejauh mana mereka tahu tentang teknologi secara teknis, ketertarikan dan hiburan seperti apa yang mereka inginkan.

3. Medium, platform and genre

Pemilihan media interaktif seperti apa yang akan dirancang serta kelebihan dan batasannya jika menggunakan media tersebut. Pemilihan jenis platform dan genre yang akan dirancang untuk dimainkan oleh target user.

4. Narrative or gaming elements

Penentuan naratif dan gameplay dalam cerita, peristiwa dan tantangan dalam narasi. Pembawaan narasi apakah lucu, menakutkan, atau menyenangkan.

5. User’s role and POV

Karakter dan peran seperti apa yang akan dipakai oleh pengguna dan melalui apa

pengguna melihat atau POV dari pengguna (orang pertama, orang ketiga atau

gabungan)

(25)

6. Character

Siapa saja karakter yang ada dan apa fungsinya dalam cerita.

7. Structure and interface

Seperti apa halaman awal yang akan ditampilkan dan bagaimana serta sebaik apa pengguna akan menavigasi interface dari segi menu, ikon, peta atau perangkat interface lainnya.

8. Storyworld and subsettings

Penentuan latar tempat, waktu, dan sosial dalam cerita. Dunia fiksi seperti apa yang akan digunakan dan bagaimana tampilannya, dalam periode waktu seperti apa hal itu terjadi dan seperti apa perilaku, adat, budaya yang masih ada ditempat tersebut.

9. User engagement

Bagaimana perancangan dapat memiliki fitur yang menarik bagi pengguna, apakah akan ada PvP, penghargaan dan pinalti, mengejar waktu, atau media lainnya.

10. Overall look and sound

Pembuatan visual yang dirancang berupa animasi, video grafik, teks atau campuran dan penampilan realistis atau fantasi. Penambahan audio sebagai backsound, ambience dan lainnya.

3.2.1. Premise and purpose

Berdasarkan dari data kualitatif dan kuantitatif yang telah dilakukan oleh penulis,

penulis memutuskan untuk melakukan perancangan interactive storytelling

mengenai “Asal-Usul Tanjung Penyusuk”. Dengan menyampaikan big idea

(26)

“Budaya Melayu di Daerah Lokal dalam Segi Kreatif”. Dengan konsep mengenalkan salah satu cerita rakyat asal Bangka Utara melalui interactive storytelling dengan jenis pola yang digunakan adalah nodal plot dan memakai jenis interaktif berupa interactive traditional stories serta visual yang cerah dan style yang cartoonist.

Untuk memulai perancangan pada tahap berikut, data yang sudah dikumpulkan dan dicatat oleh penulis mengenai ide, inspirasi dan referensi digabungkan menjadi sebuah mind map. Mind map berisikan gagasan-gagasan dan penjabaran topik yang disesuaikan dengan perancangan tugas akhir penulis.

Dengan adanya mind map, akan ditemukan kata kunci yang dapat menjadi sebuah acuan dalam perancangan.

Gambar 3.15. Mind Map

Mind map dijabarkan berdasarkan judul tugas akhir penulis. Dibagi

menjadi empat cabang utama, yaitu Tanjung Penyusuk, interactive storytelling,

(27)

pesan moral, latar tempat, latar sosial, dan karakter yang ada pada cerita rakyat.

Cabang interactive storytelling akan membahas media yang digunakan untuk penyampaian konten, cabang ini diisi dengan mekanis berupa plot, jenis cerita dan interaksi yang ada, visual, hingga platform yang ada. Cabang late childhood membahas perkembangan moral dan keseharian dari segi psikologis, aktivitas dan fisik calon user. Cabang Pulau Bangka Belitung membahas kondisi dominan Pulau Bangka dilihat dari sisi warga, infrastruktur, lingkungan hingga ekonomi.

Melalui mind map yang telah dibuat didapatkan tiga kata kunci, yaitu kreatif, lokal dan melayu. Untuk memperjelaskan visual yang akan disampaikan maka dibuat moodboard berdasarkan kata kunci tersebut.

Gambar 3.16. Moodboard Perancangan

(28)

Berdasarkan moodboard yang telah dirancang, penulis memilih empat warna dengan turunannya yang menjadi color palette, yaitu merah, biru, hijau dan kuning. Penulis memilih warna yang cerah untuk menekankan kesan anak-anak dan imajinasi untuk menekankan unsur kreatif. Warna merah dan kuning melambangkan adat budaya Bangka dari segi baju dan acara nganggung yang ada pada cerita rakyat. Selain itu warna biru melambangkan laut, ditambah dengan warna hijau melambangkan alam. Kombinasi dari kedua warna tersebut menggambarkan Tanjung Penyusuk yang merupakan legenda dari cerita rakyat yang diangkat oleh penulis.

Untuk ilustrasi digunakan style visual kartun namun sederhana dan enak dipandang. Ilustrasi yang digunakan tetap berikatan dengan kata kunci yaitu lokal dan budaya. Untuk menampilkan kata kunci tersebut, penulis menyelipkan kesan secara tersirat dalam visual, dengan cara menambahkan aksesoris ataupun infrastruktur khas budaya Melayu dalam beberapa scene yang telah ditentukan.

Typeface yang digunakan juga menggunakan font dengan karakteristik serif yang menampilkan kesan tradisional atau kuno serta sedikit dekoratif yang menampilkan kesan anak-anak dan kreatif. Sehinnga penulis memilih

“Tanglewood Tales” sebagai font utama dan “Morded” sebagai font sekunder.

Awal tahap perancangan gameplay, penulis melakukan studi referensi terhadap beberapa game interactive storytelling, yaitu “Florence”, “Oat the Goats” dan “missed messages”. Perancangan interaksi dan mekanis gameplay terinpirasi dari game “Oat the Goats”, “Florence” dan “missed messages.”

Sedangkan style visual kartun dominan terinspirasi dari Florence.

(29)

3.2.2. Audience and market

Penulis menentukan target umur 9 - 12 tahun sebagai calon user berdasarkan data kualitatif, yaitu kuesioner terhadap anak SD di Bangka Belitung. Berdasarkan hasil kuesioner masih banyak yang belum membaca bahkan mengenali cerita

“Asal-Usul Tanjung Penyusuk”. Serta berdasarkan umur anak yang tergolong late childhood menurut teori Jean Piaget (1977) telah memiliki pemikiran yang berkembang berdasarkan memori maupun pemahamannya mengenai hal yang baik dan buruk.

3.2.3. Medium, platform and genre

Setelah penulis selesai menentukan tahapan pertama dan kedua, penulis memikirkan medium dan platform yang akan digunakan sebagai media inovasi dalam penyampaian informasi. Berdasarkan data yang sudah dikumpulkan penulis memutuskan untuk menggunakan media digital dengan platform berbasis website agar dapat diakses melalui berbagai device.

3.2.4. Narrative or gaming elements

Dalam buku cerita rakyat “Asal-Usul Tanjung Penyusuk” yang ditulis oleh Dwi

Oktarina memiliki 7 chapter. Penulis merangkum 7 chapter tersebut menjadi 2

chapter. Chapter pertama akan menceritakan permasalahan Raja Hasyim dan

Ratu Malika yang belum mempunyai anak hingga menemukan Kakek Misterius

yang memberi amanat kepada Ratu Malika. Chapter kedua dilanjuti dengan

lahirnya Putri Komala sampai akhirnya dimana Putri Komala terkena hukuman

akibat perbuatannya tersebut.

(30)

Untuk gameplay yang terinspirasi dari studi referensi, penulis memberikan gamifikasi seperti beberapa opsi yang dapat dipilih berdasarkan pertanyaan dalam cerita dengan interaksi yang dapat digunakan tap, hold atau slide pada layar. Pada tiap akhir dari sebuah chapter penulis menampilkan kuis singkat untuk dijawab oleh pemain sebagai bentuk pemahaman cerita.

3.2.5. User’s role and POV

Dalam media interactive storytelling cerita rakyat “Asal-Usul Tanjung Penyusuk”

role dan point of view dari pemain dibagikan menjadi dua sesuai dengan chapter yang telah dirangkum oleh penulis. Pada chapter pertama pemain akan bermain sebagai Ratu Malika, dan chapter kedua pemain akan bermain sebagai Putri Komala.

3.2.6. Character

Karakter yang muncul dalam cerita dan memiliki peran besar dalam cerita rakyat Asal-Usul Tanjung Penyusuk terdapat 6 karakter, yaitu Raja Hasyim, Ratu Malika, Dayang Biru, Kakek Misterius, Putri Komala, dan Penyu Hijau.

1. Raja Hasyim

(31)

Raja Hasyim merupakan pasangan dari Ratu Malika yang ada pada cerita, penulis menggambarkan karakter dengan menggunakan baju penikahan adat asal Bangka Belitung khusus lelaki berwarna merah dan kuning yang mewah, lengkap dengan selendang serta mahkotanya yang disederhanakan. Potrait wajah yang dijadikan referensi penulis memiliki kesan yang lembut, muda dan berwibawa sesuai dengan karakteristik dalam cerita.

Gambar 3.18. Digitalisasi Raja Hasyim

Raja Hasyim digambarkan oleh penulis sebagai suami yang memiliki usia

tergolong muda, memiliki badan yang tinggi, berbahu lebar dan mengenakan

jubah, selendang hingga mahkota berupa ikat kepala.

(32)

2. Ratu Malika

Gambar 3.19 Referensi Ratu Malika

Ratu Malika merupakan pemeran utama dalam cerita pada chapter pertama yang memiliki permasalahan antara dirinya sendiri. Referensi Ratu Malika digambarkan oleh penulis memiliki wajah yang muda dan cantik. Dengan pakaian lengkap berwarna merah dan kuning, memiliki penutup dada dan mahkota teratai yang disederhanakan oleh penulis dalam ilustrasinya.

Gambar 3.20. Digitalisasi Ratu Malika

(33)

Berdasarkan sketsa yang dibuat penulis, penulis memutuskan bahwa penggambaran Ratu Malika sebagai istri yang memiliki usia muda sesuai dengan Raja Hasyim dengan proporsi badan yang ideal dan memiliki kesan keibuan.

3. Putri Komala

Gambar 3.21. Referensi Putri Komala

Referensi Putri Komala diambil dari anak yang bersekolah dasar di Indonesia pada umunya. Perempuan yang memiliki kesan cantik, lugu dan aktif.

Gambar 3.22. Digitalisasi Putri Komala

Dari sketsa akhirnya penulis menggambarkan Putri Komala sebagai anak

berambut panjang yang diikat sesuai dengan referensi. Ditambah dengan pakaian

(34)

adat Bangka Belitung berwarna merah yang disederhanakan dan disesuaikan dengan karakter Putri Komala

4. Kakek Misterius

Gambar 3.23. Referensi Kakek Misterius

Kakek Misterius memiliki referensi dimana kakek berjenggot mengenakan baju kurung asal budaya melayu dengan warna serba putih ditambahkan aksesoris berupa tongkat penahan sesuai dengan gambaran cerita yang ada.

Gambar 3.24. Digitalisasi Kakek Misterius

(35)

Melalui sketsa Kakek Misterius digambarkan tidak terlalu kurus, memiliki hidung yang besar, dan posisi bungkuk, menggunakan baju kurung asal Melayu dan memiliki jenggot juga kumis berwarna putih.

5. Dayang Biru

Gambar 3.25. Referensi Dayang Biru

Referensi Dayang Biru sebagai pelayan atau sahabat dari Ratu Malika dimana penggambaran Dayang Biru adalah pelayan ratu yang tekun dan ulet dalam kerjanya, serta setia menemani Ratu Malika

Gambar 3.26. Digitalisasi Dayang Biru

(36)

Dayang Biru digambarkan dengan mengenakan baju adat dan bawahan memakai kain cual khas Bangka Belitung berwarna biru serta ditambahkan aksesoris yang menunjukkan seorang pelayan di istana.

6. Penyu Hijau

Gambar 3.27. Referensi Penyu Hijau

Penulis menggambarkan penyu hijau laut seperti pada umumnya seperti yang ada pada referensi.

Gambar 3.28. Digitalisasi Penyu Hijau

Penyu Hijau digambarkan memiliki ukuran yang agak besar dari biasanya, dapat berdiri dan berjalan untuk menampilkan kesan fiksi atau imajinasi pada karakter.

3.2.7. Structure and interface

Dalam perancangan structure dan interface penulis membuat home page, loading

screen, page untuk kuis, serta button untuk berinteraksi.

(37)

Gambar 3.29. Tampilan Home Page

Penulis membuat tampilan homepage dengan menggambarkan Putri Malika tenggelam sambil mengenakan kalung berwarna hijau dengan tambahan animasi berkedip dalam lautan agar terlihat menarik dan menjadi pusat utama dari home page. Tampilan ini terinspirasi dari chapter terakhir dari cerita yang ada, dimana Putri Komala tenggelam di lautan karena berusaha mengejar penyu hijau.

Sehingga dapat dilihat adanya siluet penyu pada bagian kanan bawah yang sedang

melihat Putri Komala tenggelam di lautan. Pada homepage tersedia empat menu

dan terletak pada bagian kanan, peletakan ini berdasarkan dari cara membaca pada

umumnya yaitu dimulai dari kanan dan berakhir di kiri sehingga pengguna dapat

melihat menu ini setelah melihat karakter Putri Komala. Menu yang dapat dipilih,

yaitu “Mulai” untuk memainkan interactive storytelling, “Credit” sebagai

informasi penulis dalam permainan, dalam menu “Pengaturan” user dapat

mengatur suara, pemilihan pembacaan narasi, dan cara membaca narasi, serta

menu “Keluar” untuk mengakhiri permainan dan keluar dari permainan.

(38)

Gambar 3.30. Loading Screen

Loading screen dirancang oleh penulis dengan background bawah laut

sesuai dengang home page dengan warna yang gelap, serta terdapat icon siluet

penyu dengan warna putih yang kontras dengan background agar terlihat proses

dari loading screen tersebut. Ditambahkan animasi berenang mulai dari kiri dan

berakhir di kanan yang menandakan proses dari loading screen. Loading screen

akan muncul pada tiap scene yang sudah berakhir.

(39)

Gambar 3.31. Page Kuis: Pertanyaan

Pada page kuis penulis membuatnya dengan memunculkan pop up dalam layar berupa ilustrasi kertas papirus tua dengan pertanyaan singkat dan mudah didalamnya, penulis memberikan pertanyaan standar untuk target user dengan tujuan sebagai user engagement apakah user sudah memahami alur cerita dari cerita rakyat tersebut atau belum. Selain itu terdapat aset berupa button yang telah dibuat penulis dalam pembuatannya dan dijabarkan dalam tabel, seperti berikut:

Tabel 3.5. Aset Button dalam perancangan

Button Keterangan

Merupakan button yang berguna untuk melanjutkan teks narasi pada cerita. Warna yang digunakan kontras dari background narasi sehingga dapat terlihat jelas.

Peletakkan button pada dialog box berada pada kanan

bawah yang menyesuaikan arah baca.

(40)

Salah satu button yang menunjukkan bahwa adanya interaksi berupa tap atau click dalam scene tersebut.

Button akan berkedip dalam scene sehingga dapat menarik perhatian user

Icon yang digunakan sebagai opsi dalam interaksi untuk menjawab kelanjutan cerita dalam yang dimunculkan dalam beberapa scene. Button tersebut berupa kertas papirus tua yang digulung, dimana pada button pertama tidak mengalami interaksi apapun, button kedua jika user sudah menjawab pertanyaan sehingga tidak dapat dipilih lagi, button ketiga apabila pointer pada mouse mengenai icon sehingga terlihat menyala.

Button yang berguna untuk lanjut ke page selanjutnya

dan muncul saat sesi kuis telah terjawab. Button tersebut

berupa kertas papirus tua yang digulung, dimana pada

button pertama tidak mengalami interaksi apapun,

button kedua jika user sudah menjawab pertanyaan

sehingga tidak dapat dipilih lagi, button ketiga apabila

pointer pada mouse mengenai button sehingga terlihat

menyala.

(41)

3.2.8. Storyworld and subsettings

Penulis menganalisis mengenai latar tempat, waktu dan sosial dalam cerita “Asal- Usul Tanjung Penyusuk” dan membuat lima latar tempat dalam chapter pertama, yaitu taman bunga di kerajaan, anjungan istana Melayu, kamar raja dan ratu, perumahan, dan singgasana. Dalam ilustrasi penulis memakai beberapa properti dan kegiatan dari budaya Bangka Belitung dan budaya melayu, baik itu dari infrastruktur maupun acara adat yang ada.

Gambar 3.32. Rumah Limas Bangka Belitung

Pada beberapa scene pada cerita, penulis menggunakan referensi latar tempat bangunan berupa rumah limas yang merupakan rumah adat Bangka Belitung dengan tambahan payung yg merupakan aksesoris khas Bangka pada tempat tinggal istana.

Gambar 3.33. Anjungan Istana Melayu

(42)

Pada scene kedua digambarkan suasana istana yang sepi, penulis menggambarkan anjungan istana dengan tambahan beberapa penjaga istana yang sedang berjaga. Anjungan istana penulis menggunakan referensi Anjungan Istana dari budaya Melayu.

Gambar 3.34. Referensi Properti Perancangan

Properti yang digunakan penulis untuk perancangan pada chapter pertama terdapat tudung makanan, rotan, dan kegiatan adat menumbuk untuk memulai acara nganggung hal ini divisualisasikan untuk meningkatkan kesadaran mengenai acara adat asal Bangka Belitung kepada user. Alat musik Bangka dan parang yang merupakan properti khas Bangka ditampilkan oleh penulis sebagai wujud dari kekhasan budaya Bangka Belitung.

3.2.9. User engagement

Sebagai engagement penulis menambahkan pada audio dan gameplay. Pada

gameplay penulis membuat dua hingga tiga kuis singkat untuk dijawab pada akhir

chapter sebagai ulasan apakah user menangkap informasi yang disampaikan pada

cerita atau tidak, user akan menjawab dari pertanyaan tersebut dan jika salah

(43)

maka akan disampaikan jawaban yang benar dilengkapi dengan gambar dari scene tersebut. Selain itu penulis menambahkan audio berupa backsound khas asal daerah Bangka untuk menunjukkan kesan kelokalan dari daerah Bangka Belitung tersebut.

3.2.10. Overall look and sounds

Pada tahap terakhir penulis menambahkan animasi pada karakter dan teks narasi

serta audio, penambahan animasi dan audio ini untuk memberi kesan hidup pada

cerita. Audio seperti backsound, ambience dan foley. Lagu khas Bangka Belitung

seperti musik tradisional dambus untuk tari zapin digunakan sebagai backsound

saat menghadiri acara adat nganggung maupun lagu khas yang berasal dari daerah

Bangka. Ambience digunakan pada scene seperti pada keramaian saat di desa dan

saat acara adat. Sound foley muncul pada saat click button.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis mengenai fungsi audit internal pada PT Puhan Indonesia, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar penerapan fungsi audit internal pada PT

Warna, aroma, tekstur, dan rasa masing-masing biskuit adalah; biskuit A: warna coklat kekuningan, aroma harum khas bekatul, tekstur renyah, rasa manis sedikit pahit khas

A correction coefficient ( C ) to estimate the true sapflow velocity at each fixed sensor was calculated from the weighted average of the sapflow velocity ratios on the profile..

Sedangkan hasil kadar glukosa dari proses hidrolisis enzimatis dengan menggunakan alat waterbath shaker dapat dilihat pada Tabel 3. Data pada Tabel 2 dan Tabel 3

Dalam rangka kesatupaduan visi, misi, persepsi dan tujuan gerak langkah Lembaga Dakwah Kampus maka kami Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Jami’ UIN

Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan : yaitu apakah dengan metode jigsaw dapat meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam materi Kitab-Kitab Allah pada

• Tuliskan nama ketua program studi masing-masing beserta NIP/NIDN (tanda tangan dikosongkan) serta pilih dan coretlah singkatan yang bukan program studinya • Formulir A

Dan di antara muslimat ada saja yang bersikap masa bodoh terhadap keteladanan para istri nabi saw, bahkan ada yang anti poligami seraya menilai bahwa poligami