• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU NICOTINAMIDUM SECARA TITRASI BEBAS AIR TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU NICOTINAMIDUM SECARA TITRASI BEBAS AIR TUGAS AKHIR"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU NICOTINAMIDUM SECARA TITRASI BEBAS AIR

TUGAS AKHIR

OLEH :

LAILAN SYAFINA NIM 132410016

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji bagi Allah. Rabb seru sekalian alam yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad bin Abdullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Penetapan kadar baku Nicotinamidum secara Titrsi Bebas Air”, yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

3. Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini.

4. Bapak Dadang Irfan Husori, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing akademik.

5. Bapak Rahmat Rasyidi, S.Farm., yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan.

6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(3)

Terimakasih kepada seluruh teman-teman Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2013 tanpa terkecuali, terimakasih atas kebersamaan selama ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis meskipun tidak tercantum namanya namun tidak mengurangi arti keberadaannya.

Penulis berharap Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak, penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga Allah Subhanahu Wa ta‘ala melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Medan, Agustus 2016 Penulis

Lailan Syafina NIM 132410016

(4)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU NICOTINAMIDUM SECARA TITRASI BEBAS AIR

ABSTRAK

PT. Kimia Farma, Tbk., merupakan sebuah badan usaha milik negara (BUMN) bergerak dalam bidang industri farmasi, industri kimia dan makanan, kesehatan, perkebunan obat, perdagangan farmasi kimia dan ekspor-impor. PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk., mempunyai anak perusahaan, yaitu PT. Kimia Farma trading distributor. PT. Kimia Farma apotek, dan swalayan farmasi PT.

Kimia Farma.

Aktivitas utama PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., plant Medan di khususkan untuk memasok kebutuhan obat diwilayah Sumatera. Produk yang dihasilkan oleh pabrik yang telah memperoleh sertifikat cara pembuatan obat yang baik (CPOB) ini memproduksi tiga bentuk sediaan obat yaitu sediaan tablet, krim dan kapsul. Salah satu obat yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma adalah vitamin B kompleks. Sebelum melakukan produksi dilakukan pengujian pemastian mutu terhadap bahan awal, yaitu adalah penetapan kadar bahan baku nicotinamidum dengan menggunakan metode titrasi bebas air sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope edisi V agar vitamin B kompleks yang diproduksi memenuhi syarat.

Sampel nicotinamidum yang tersedia di Kimia Farma di kemas di sebuah pot plastik sebanyak 8 g dan di timbang 100 mg sebanyak dua kali untuk dua sampel. Penetapan kadar di lakukan dengan menggunakan Metode titrasi bebas air, sesuai dengan prosedur yang di gunakan di laboratorium PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., plant Medan.

Hasil penetapan kadar bahan baku nicotinamidum pada sampel pertama yaitu 100,62%, dan hasil penetapan kadar pada sampel kedua yaitu 99,63%.

Kadar rata-rata bahan baku nicotinamidum adalah 100,12%. Hasil ini sesuai dengan persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi V, yaitu tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,5%.

Kata kunci: Bahan Baku Nicotinamidum, Penetapan Kadar, Titrasi Bebas Air.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Nicotinamidum ... 3

2.2 Cara-cara penetapan kadar nicotinamidum ... 4

2.2.1 Spektroskopi ultraviolet dan visible ... 4

2.2.2 Kromatografi cair kinerja tinggi ... 6

2.2.3 Titrasi bebas air... 7

BAB III METODE PENGUJIAN ... 12

3.1 Tempat Pelaksanaan ... 12

3.2 Alat ... 12

3.3 Bahan ... 12

3.4 Prosedur ... 12

(6)

3.4.1 Pengambilan sampel ... 12

3.4.2 Pembakuan Kalium Biftalat ... 12

3.4.3 Pembakuan Asam Perklorat ... 13

3.4.4 Larutan Uji Nicotinamidum ... 13

3.4.5. Baku Pembanding ... 13

3.5 Kadar dapat di hitung dengan rumus ... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1 Hasil ... 15

4.2 Pembahasan ... 15

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

5.1 Kesimpulan ... 17

5.2 Saran ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

LAMPIRAN ... 19

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 Perhitungan... 19

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

PT. Kimia Farma, Tbk., merupakan sebuah badan usaha milik negara (BUMN) bergerak dalam bidang industri farmasi, industri kimia dan makanan, kesehatan, perkebunan obat, perdagangan farmasi kimia dan ekspor-impor. PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk., mempunyai anak perusahaan, yaitu PT. Kimia Farma trading distributor. PT. Kimia Farma apotek, dan swalayan farmasi PT.

Kimia Farma (Putri, 2012).

Aktivitas utama PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., plant Medan di khususkan untuk memasok kebutuhan obat diwilayah Sumatera. Produk yang dihasilkan oleh pabrik yang telah memperoleh sertifikat cara pembuatan obat yang baik (CPOB) ini memproduksi tiga bentuk sedian obat yaitu sediaan tablet, krim dan kapsul. Salah satu obat yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma adalah vitamin B kompleks. Sebelum melakukan produksi dilakukan pengujian pemastian mutu terhadap bahan awal, yaitu adalah penetapan kadar bahan baku nicotinamidum dengan menggunakan metode titrasi bebas air sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope edisi V agar vitamin B kompleks yang diproduksi memenuhi syarat.

Kemudian dilanjutkan pengujian pemastian mutu, produk ruahan dan obat jadi.

Saat proses berlangsung dilakukan in process control (IPC) pada setiap tahapan proses produksi selesai, dilakukan pengujian terhadap obat jadi. Setiap tahap mengikuti tahapan yang telah ditertapkan dan kegiatan produksi telah didokumentasi dengan baik.

(9)

1.2. Permasalahan

Permasalahannya adalah apakah zat aktif nicotinamidum telah memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) Edisi V Tahun 2014 yaitu tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,5%.

1.3. Tujuan

- Untuk mengetahui kadar zat aktif nicotinamidum.

- Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam penetapan kadar nicotinamidum secara titrasi bebas air.

1.4. Manfaat

- Memberikan informasi tentang kadar zat aktif nicotinamidum

- Memberikan informasi apakah kadar zat aktif nicotinamidum telah memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) Edisi V Tahun 2014 yaitu tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,5%.

- Memberikan informasi tentang metode yang digunakan dalam penetapan kadar zat aktif nicotinamidum.

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nicotinamidum

Struktur nicotinamidum

Piridina-3-karboksamida. Berat molekul 122,1. Rumus empiris C6H6N2O Nicotinamidum mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,5% C6H6N2O, dihitung terhadap zat yang telah di keringkan.

Piridina-3-karboksamida [98-92-0]. BM : 122,1

Pemerian : serbuk hablur, warna putih; tidak berbau, rasa pahit, larutan : bersifat netral dikertas lakmus

Kelarutan : larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam gliserin Ph : antara 6,0 dan 7,5.

Kejernihan larutan : harus jernih (Ditjen POM RI, 2014).

Identifikasi :

- Pada 1 mL larutan 2,0 % b/v tambahkan 10 ml trinitrofenol LP; terbentuk endapan kuning. Keringkan endapan pada suhu 105o ; suhu lebur endapan lebih kurang 194o.

- Pada 20 mg tambahkan 5 mL natrium hidroksida LP, didihkan perlahan- lahan; terjadi bau amoniak (perbedaan dari asam nikotinat).

(11)

- Panaskan lebih kurang 50 mg dalam tabung kering; berbentuk piridina berbau chas.

- Jarak lebur : 128o sampai 131o.

- Logam berat : tidak lebih dari 30 bagian persejuta.

- Susut pengeringan : tidak lebih dari 0,5 %.

- Sisa pemijaran : tidak lebih dari 0,1 % (Ditjen POM RI, 1972).

2.2 Cara-cara penetapan kadar nicotinamidum 2.2.1 Spektroskopi ultraviolet dan visible

Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Anonim, 2013).

Prinsip :

Radiasi pada rentang panjang gelombang 200-700 nm dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan didalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan didalam ikatan molekul, semakin panjang gelombang (energi lebih rendah) radiasi yang diserap (Watson, 2005).

(12)

Penerapan :

- Metode yang kuat dan terandalkan untuk kualifikasi obat-obat dalam formulasi yang tidak ada interferensi dan eksipien.

- Penentuan nilai pka beberapa obat.

- Penentuan koefisien partisi dan kelarutan obat.

- Digunakan untuk menentukan pelepasan obat dari formulasi seiring waktu, misalnya dalam uji disolusi.

- Dapat digunakan untuk memantau kinetika reaksi pengurai obat.

- Spektrum ultraviolet suatu obat sering digunakan sebagai salah satu dari sejumlah pemeriksaan identitas dari farmakope.

Kekuatan :

- Metode yang mudah digunakan, murah, dan terandalkan memberi presisi yang baik untuk melakukan kuantitatif obat-obat dalam formulasi

- Metode rutin untuk menentukan beberapa sifat fisikokimia obat, yang harus diketahui untuk tujuan formulasi

- Beberapa masalah pada metode dasar dapat dipecahkan dengan menggunakan spektrum derivatif

Keterbatasan :

- Selektifitasnya sedang. Selektifitas metode ini tergantung pada kromofor masing-masing obat, misalnya suatu obat yang diwarnai dengan kromofor yang diperpanjang lebih khas daripada obat dengan kromofor cincin benzen sederhana.

- Tidak mudah diterapkan pada analisis campuran (Watson, 2005).

(13)

2.2.2 Kromatografi cair kinerja tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid

Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia.

KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan atau padat (Putra, 2004).

Prinsip :

Suatu fase gerak cair dipompa dibawah tekanan melalui kolom baja yang mengandung partikel-partikel fase diam dengan diameter 3-10 µm. analit tersebut dimasukkan kedalam bagian atas kolom melalui katup melengkung dan pemisahan suatu campuran berlangsung sesuai dengan lamanya waktu relative yang dibutuhkan oleh komponennya didalam fase diam. Perlu diperhatikan bahwa semua komponen didalam campuran membutuhkan waktu yang kurang lebih sama dalam fase gerak agar dapat keluar dari kolom. Pemantauan efluen kolom dapat dilakukan dengan berbagai detektor (Watson, 2005).

Penerapan :

- Kombinasi kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan pemantauan melalui deteksi UV/visible memberikan suatu metode yang akurat, tepat, dan terandalkan untuk analisis kuantitatif produk-produk farmasi dan merupakan metode standar di industri.

- Pemantauan setabilitas zat-zat obat murni dan obat-obat dalam formulasi, dengan pengukuran kuantitas semua hasil urai.

- Pengukuran obat-obat dan metabolitnya didalam cairan biologis.

- Penentuan koefisien partisi dan nilai-nilai pka obat dan penentuan ikatan protein obat.

(14)

Kekuatan :

- Pemasukan sampel yang tepat dan mudah dikendalikan menjamin presisi kuantitatif.

- KCKT adalah teknik kromatografi yang perkembangannya tampak paling intensif beberapa tahun belakangan, memberikan perbaikan pada pengendalian kolom, detektor, dan piranti lunak.

- Keragaman kolom dan detektor berarti bahwa selektivitas metode tersebut dapat disesuaikan dengan mudah.

- Dibandingkan dengan kromatografi gas, terdapat resiko peruraian sampel yang lebih kecil karena pemanasan bukan merupakan syarat dalam proses kromatografi.

- Mudah diotomatisasi Keterbatasan :

- Masih dibutuhkan detektor yang terandalkan dan tidak mahal yang dapat memantau senyawa-senyawa yang tidak memiliki kromofor

- Obat-obat harus diekstraksi dari formulasinya sebelum dianalisis.

- Terbentuknya buangam pelarut organik dalam jumlah besar, yang mahal jika dibuang (Watson, 2005).

2.2.3 Titrasi bebas air

Titrasi bebas air (titrasi dalan pelarut bukan air) sudah lama diketahui bahwa asam dan basa adalah senyawa yang memberi ion hidrogen dan ion hidroksil bila dilarutkan dalam air. Definisi yang perkenalkan oleh Arrhenius ini tidak mencakup kenyataan bahwa sifat yang spesifik dari asam dan basa ini dapat juga terjadi dalam pelarut lain. Definisi yang lebih umum adalah definisi

(15)

Bronsted, yang menyatakan bahwa asam adalah suatu senyawa yang dapat memberikan proton, dan basa adalah suatu senyawa yang dapat mengikat proton.

Yang lebih luas lagi adalah devinisi lewis, yang menyatakan bahwa asam adalah setiap senyawa yang bisa menerima pasangan elektron, basa adalah setiap senyawa yang bisa memberikan pasangan elektron, dan netralisasi adalah pembentukan ikatan koordinasi antara suatu asam dan suatu basa.

Kekuatan yang nyata suatu asam atau suatu basa ditentukan oleh kemampuannya bereaksi dengan pelarut. Dalam larutan air semua asam kuat tampak sama kuat karena senyawa ini bereaksi dengan pelarut dan terkonversi sempurna menjadi ion oksonium dan anion asam (efek penyetingkatan). Dalam pelarut protofilik lemah seperti asam asetat, kemampuan pembentukan ion asidium asetat menunjukkan bahwa urutan penurunan kekuatan untuk asam adalah asam perklorat, asam bromide, asam sulfat, asam klorida, dan asam nitrat (efek diferensiasi) (Ditjen POM RI, 1995).

Asam asetat bereaksi tidak sempurna dengan air untuk membentuk ion oksonium, oleh karena itu merupakan asam lemah. Sebaliknya senyawa ini larut dalam basa seperti etilendiamina, dan bereaksi begitu sempurna dengan pelarut, sehingga bersifat sebagai asam kuat. Hal yang sama berlaku juga untuk asam perklorat.

Efek penyetingkatan juga terlihat pada basa. Dalam asam sulfat hampir semua basa berkekuatan sama. Sifat asam sebagai pelarut menurun dalam seri asam sulfat, asam asetat, fenol, air, piridina, dan butilamina, dalam seri kebalikannya sifat basa menurun dan asam paling kuat kehilangan sifat basanya.

(16)

Basa kuat dengan urutan kekuatan yang menurun, adalah natrium 2- aminoetoksida, kalium metoksida, natrium metoksida, dan litium metoksida.

Berbagai senyawa tidak larut dalam air memperoleh peningkatan sifat asam atau sifat basa jika dilarutkan dalam pelarut organik. Oleh karena itu pemilihan pelarut yang sesuai dapat memberikan peluang untuk penetapan berbagai senyawa yang demikian secara titrasi bebas air. Selanjutnya, tergantung pada bagian mana suatu senyawa yang merupakan bagian yang aktif, seringkali untuk mentitrasi bagian ini dengan pemilihan dan titran yang tepat. Senyawa murni dapat langsung dititrasi, tetapi untuk sedian farmasi seringkali diperlukan pemisahan zat aktifnya dari eksipien dan pembawa yang mengganggu.

Jenis senyawa yang dapat dititrasi dengan asam antara lain halida asam, anhidrida asam, asam karboksilat, asam amino, senyawa enol seperti berbiturat dan xantin, imida, fenol, pirol, dan sulfonamide. Jenis senyawa yang dapat dititrasi sebagai basa antara lain amina, senyawa heterosiklik yang mengandung nitrogen, oksazolin, senyawa ammonium kuaterner, garam alkali asam organik, garam alkali asam anorganik lemah, dan beberapa garam amina. Beberapa garam asam halogen dapat dititrasi dalam asam asetat setelah penambahan raksa (II) asetat P, yang akan mendesak ion halida sebagai kompleks raksa (II) halida yang tak terionisasi dan membebaskan ion asetat (Ditjen POM RI, 1995).

Untuk titrasi senyawa basa, larutan volumetrik asam perklorat dalam asam asetat glasial lebih disukai, walaupun asam perklorat dalam dioksan juga digunakan dalam keadaan tertentu. Sistem elektrode kaca-kolomel dapat digunakan untuk keadaan ini berfungsi sebagai teori.

(17)

Untuk titrasi golongan asam ada dua jenis golongan titran: alkoksida logam alkali dan tetraalkilamonium hidroksida. larutan volumetrik natrium hidroksida. Larutan volumetrik natrium metoksidadalam campuran metanol dan toluena sering digunakan, walaupun litium metoksida dalam pelarut metanol- benzena banyak digunakan untuk senyawa yang menghasilkan endapan berupa gelatin jika dititrasi dengan natrium metoksida.

Kesalahan alkali membatasi pengukuran elekrode kaca sebagai elektrode indikator dalam hubungannya dengan titran alkoksida logam alkali, terutama dalam pelarut basa. Dengan demikian elektrode indikator antimon, walaupun bersifat agak tidak menentu dapat digunakan untuk titrasi seperti ini. Penggunaan senyawa amonium hidroksida kuaterner sebagai tetra-n-butilamonium hidroksida kuaterner (dalam benzena-metanol atau isotpopanol) mempunyai dua keuntungan dibandingan titran lainnya yaitu (a) garam tetraalkilamonium dari asam yang dititrasi larut dalam media titrasi, dan (b) elektrode kaca-kolomel yang sesuai dapat digunakan untuk titrasi potensimetri.

Karena adanya gangguan oleh karbon dioksida, pelarut untuk senyawa asam harus dilindungi dari paparan atmosfir yang berlebih dengan penutup yang sesuai atau bekerja dengan atmosfir inert selama titrasi (Ditjen POM RI, 1995).

Pembuatan larutan asam asetat anhidrida dan indikator kristal violet.

1. Asam asetat anhidrida (CH3.CO)2O

Cairan jernih tidak berwarna; berbau tajam, mengandung tidak kurang dari 95%, tersuling dari suhu antara 138o dan 141,5o.

Klorida 3,9 g memenuhi uji batas klorida.

Sulfat 2,0 memenuhi uji batas sulfat.

(18)

Sisa pemijaran diuapkan 5,0 g hingga kering dan dipijarkan perlahan-lahan hingga bobot tetap; bobot sisa tidak lebih dari 1 mg.

Penetapan kadar larutkan lebih kurang 2 g yang ditimbang seksama pada 50 mL natrium hidroksida 1 N dalam labu tersumbat, biarkan selama 1 jam.

Titrasi dengan asam klorida 1 N menggunakan indikator larutan fenoftalein P.

hitung jumlah ml hidroksida 1 N yang diperlukan 1 g zat (a mL). larutan lebih kurang 2 g yang ditimbang seksama dalam 20 mL benzene P dalam labu bersumbat, didinginkan dalam es, tambahkan larutan 10 mL anilina P dalam 20 mL benzene P. biarkan campuran selama 1 jam, tambahkan 50 ml hidroksida 1 N, kocok kuat-kuat. Titrasi dengan asam klorida 1 N, menggunakan indikator larutan fenolftalein P. hitunglah ml natrium hidroksida 1 N yang diperlukan 1 g zat (b mL). Hitung kadar C4H6O3 dengan rumus (a-b) X 10,2 (Ditjen POM RI, 1979).

2. Kristal violet (Heksametil-p-rosanilina klorida; C25H30CIN3; BM 407,99) Pemerian hablur, hijau tua.

Kelarutan sukar larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol dan asam asetat glasial. Larutan berwarna lembayung tua.

Kepekaan larutan 100 mg dalam 100 mL asam asetat glasial P pipet 1 mL larutan ini kedalam labu tentukur 100 mL dan encerkan dengan asam asetat glasial sampai tanda, larutan berwarna lembayung-biru dan tidak kemerahan.

Pipet 20 mL larutan ini dan titrasi perlahan-lahan dengan asam perklorat 0,1 N sampai berwarna hijau zamrud menggunakan mikroburet, diperlukan tidak lebih dari 0,10 mL asam perklorat 0,1 N (Ditjen POM RI, 1995).

(19)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1 Tempat pelaksanaan

Penetapan kadar ini dilakukan di ruang laboratorium yang terdapat di industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., plant Medan yang beralamat di jalan Sisingamangaraja km. 8 no. 59 Medan.

3.2 Alat-alat

Alat yang digunakan pada percobaaan ini adalah : batang pengaduk, buret (Pyrex, ukuran 50 mL), corong, erlenmeyer (Pyrex, ukuran 250 mL), gelas ukur (Pyrex, ukuran 10 mL), gelas ukur (Pyrex, ukuran 100 mL), labu tentukur (Pyrex, ukuran 250 mL), neraca analitik (Digital semi micro balance), oven, statif dan klem, tisu.

3.3 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah : asam asetat anhidrida, asam perklorat, asam perklorat P 70%, asam asetat glasial, asam asetat P, kalium biftalat, kristal violet.

3.4 Prosedur

3.4.1 Pengambilan sampel

Sampel nicotinamidum yang tersedia di PT. Kimia Farma di kemas di sebuah pot plastik sebanyak 8 g

3.4.2 Pembakuan kalium biftalat - Ditimbang 100 mg kalium biftalat - Dimasukkan dalam erlenmeyer

(20)

- Ditambahkan 8 mL asam asetat P

- Ditambah indikator kristal violet 2 tetes sampai terjadi warna ungu

- Dititrasi menggunakan asam perklorat sampai warna ungu berubah menjadi biru toska.

3.4.3 Pembakuan asam perklorat

- Dikeringkan alat yang akan digunakan didalam oven pada suhu 100oC selama 30 menit

- Dimasukkan 2,13 mL asam perklorat P 70% dalam labu tentukur - Ditambahkan 125 mL asam asetat glasial/asam asetat P 70%

- Ditambah 5,2 mL asam asam asetat anhidrida - Didiamkan larutan yang dibuat 1 hari dan ditutup

- Dicukupkan asam asetat glasial/asam asetat P 70% mpai 250 mL.

3.4.4 Larutan uji nicotinamidum

- Dikeringkan alat yang akan digunakan didalam oven pada suhu 100oC selama 30 menit

- Disiapkan erlenmeyer yang sudah dikeringkan

- Ditimbang 100 mg sampel masukkan dalam erlenmeyer 250 mL - Ditambahkan 20 mL asam asam asetat anhidrida

- Ditambahkam 2 tetes indikator kristal violet sampai terjadi warna unggu - Dititrasi menggunakan asam perklorat yang sudah dinetralkan sampai warna

ungu berubah menjadi biru kehijauan 3.4.5 Baku pembanding

Baku pembanding yang digunakan baku pembanding kerja

(21)

3.5 Kadar dapat dihitung dengan rumus

Contoh perhitungan lihat dilampiran 1 halaman 19

Rumus kadar nicotinamidum = Keterangan :

Vt : Volume titrasi

NHCLO4 : Normalitas asam perklorat BE : Berat ekivalen

BP : Baku pembanding BS : Berat sampel

(22)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Data sampel diperoleh dari Lampiran 1 halaman 19 No Berat sampel

(mg)

Volume titrasi (mL)

Kadar Kadar rata- rata 1.

2.

100,31 mg 100,59 mg

7,05 mL 7,0 mL

100,62 % 99,63 %

100,12 %

4.2 Pembahasan

Hasil penetapan kadar bahan baku nicotinamidum yang diproleh pada sampel pertama yaitu 100,62%, dan hasil penetapan kadar pada sampel kedua yaitu 99,63%. Kadar rata-rata bahan baku nicotinamidum adalah 100,12%. Hasil ini sesuai dengan persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi V, yaitu tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,5%. Walaupun kadar yang diproleh pada sampel pertama dan kedua berbeda.

Adapun perbedaan hasil yang diproleh pada penetapan kadar sampel yang pertama dan kedua disebabkan oleh:

1. Kesalahan dalam mengamati skala ukur diburet.

2. Kesalahan dalam mengamati perubahan warna pada indikator.

3. Kesalahan dalam menentukan titik ekivalen dan titik akhir titrasi

Pereaksi yang masih mengandung air, mengakibatkan fungsi pereaksi untuk meningkatkan kebasaan senyawa dan menentukan kadar senyawa tidak dapar berjalan dengan baik. Bila titrasi berlangsung dengan pelarut yang masih mengandung air, maka akan mempengaruhi tingkat kebasaan senyawa dalam pelarut menjadi lebih rendah dari seharusnya (bila ditambahkan pelarut bebas air).

(23)

Selain itu, kadar senyawa organik yang ditentukan juga akan berkurang dari kadar seharusnya karena tidak semua senyawa dapat bereaksi, masih terdapat kandungan air yang akan mempengaruhi reaksi. Semua pereaksi yang dibuat mengandung air sehingga pada titrasi bebas air, jumlah kelebihan air dari peniter, pelarut serta indikator tersebut akan mempengaruhi titik akhir titrasi, perubahan warna dapat terjadi di luar titik akhir titrasi seharusnya, titrasi menjadi tidak presisi dan akurat (Day dan Underwood, 1993).

(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penetapan kadar bahan baku nicotinamidum yang diproleh pada sampel pertama yaitu 100,62%, dan hasil penetapan kadar pada sampel kedua yaitu 99,63%. Kadar rata-rata bahan baku nicotinamidum adalah 100,12%. Hasil ini sesuai dengan persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi V, yaitu tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,5%. Metode yang digunakan dalam penentuan kadar zat aktif nicotinamidum adalah titrasi bebas air (TBA).

5.2 Saran

Semakin banyak praktikan melakukan titrasi maka hasil yang diproleh juga semakin akurat dan banyak pengalaman yang didapatkan.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2013). Spektrofotometri uv-vis. http://wocono.wordpress.com. Tanggal 17 juni 2016.

Day, R. A., dan Underwood, A. L. (1993). Analisa Ilmu Kuantitatif. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 62.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (1972). Farmakope Indonesia.

Edisi Kedua. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 398.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (1979). Farmakope Indonesia.

Edisi Ketiga. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 1030.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (1995). Farmakope Indonesia.

Edisi Keempat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 1206-1207.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (2014). Farmakope Indonesia.

Edisi Kelima. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 610.

Putra, E. D. L. (2004). Kromatigrafi cair kinerja tinggi dalam bidang farmasi.

http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-effendy2.pdf. Tanggal 17 juni 2016.

Putri, D. W. (2012). Tinjauan atas perhitungan harga pokok penjualan obat generik pada PT. kimia farma, Tbk. cabang utama bandung.

http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/383 2/Bab%201.pdf?sequence=6. Tanggal 17 juni 2016.

Watson, D, G. (2005). Analisis farmasi Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran. Halaman 105 dan 314.

(26)

Lampiran 1. Perhitungan

Perhitungan pembakuan HCLO4

N = Volume titrasi

= × 4,15 = 0,11803 N

Perhitungan kadar nicotinamidum

Kadar nicotinamidum = Keterangan :

Vt : Volume titrasi

NHCLO4 : Normalitas asam perklorat BE : Berat ekivalen

BP : Baku pembanding

BS : Berat sampel

Kadar nicotinamidum 1 = = 100,62%

Kadar nicotinamidum2 = = 99,63%

Kadar rata-rata = = = 100,12%

Gambar

Tabel 4.1 Data sampel diperoleh dari Lampiran 1 halaman 19  No  Berat sampel

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku parasetamol adalah metode HPLC ( High Performance Liquid Chromatography ) atau biasa disebut juga dengan KCKT

Diharapkan pada pengujian penetapan kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet yang selanjutnya tidak hanya menggunakan metode titrasi alkalimetri saja,. tetapi dengan metode

Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku betametason valerat adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography).. Metode ini menggunakan pelarut metanol :

Metode penetapan kadar teobromin secara spektrofotometri sinar tampak menggunakan pereaksi Folin-Cioucalteu dapat memenuhi ketepatan, ketelitian dan kepraktisan yang sama dengan

Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku betametason valerat adalah metode HPLC. ( High Performance Liquid

Salah satu metode yang sering digunakan untuk penetapan kadar obat adalah.

Kadar bahan baku parasetamol dihitung dengan rumus sebagai berikut : X Ks.

Sebelum melakukan penetapan kadar Asam salisilat secara alkalimetri dengan menggunakan larutan baku sekunder NaOH, terlebih dahulu dilakukan pembakuan menggunakan larutan baku