PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
TUGAS AKHIR
OLEH:
RAHAYU NIM 092410028
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “PENETAPAN
KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL SECARA SPEKTROFOTOMETRI
ULTRAVIOLET”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat
menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan
Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis menyadari sepenuhnya tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis
tidak akan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak,
antara lain:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Dr. M. Pandapotan, M.P.S., Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas
Akhir yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dengan
penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program
Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan.
4. Bapak Heru Khoiruddin, S.Si., Apt., sebagai Koordinator Pembimbing
5. Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis
yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal
akademis setiap semester.
6. Dosen dan pegawai Fakultas Farmasi Program Studi Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan yang berupaya mendukung kemajuan mahasiswa.
7. Seluruh staf dan pegawai PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada penulis dalam
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.
8. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Jamaluddin, S.E., dan Ibunda Sahliana
yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, doa dan motivasi kepada
penulis.
9. Kakak tersayang Ade Irma Wulandari dan saudara-saudara penulis (Danny,
Sri, Putri, Puspa, Mimi, Riri dan Akbar) yang telah memberikan semangat
dan doa kepada penulis.
10. Sahabat-sahabat penulis (Dadang, Arnis, Safrida) yang telah memberikan
semangat dan dukungan kepada penulis.
11. Teman-teman PKL yang saling mendukung selama PKL hingga Tugas Akhir
ini selesai dan temanteman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan
stambuk 2009, adik–adik stambuk 2010 dan 2011 yang tidak disebutkan
namanya satu per satu, terima kasih atas kebersamaan dan semangatnya
selama ini, serta masukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
12. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini
dan demi peningkatan mutu penulisanTugas Akhir di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak yang memerlukan.Amin.
Medan, Mei 2012
Penulis
Rahayu
Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Secara Spektrofotometri Ultraviolet
Abstrak
Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh meningkat di atas su hu tubuh normal. Salah satu obat yang sering digunakan masyarakat sebagai obat demam adalah parasetamol. Pemastian mutu parasetamol merupakan hal yang esensial untuk menjamin mutu parasetamol, untuk itu pemeriksaan kadar bahan baku parasetamol merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Tujuan penetapan kadar ini adalah untuk menentukan kadar bahan baku parasetamol.
Sampel diambil dari 9 kemasan masing-masing sebanyak 100 mg. Penentuan kadar bahan baku parasetamol ini dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet sesuai dengan prosedur dan alat spektrofotometer merk Agilent type 8453E yang digunakan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.
Hasil penetapan kadar menunjukkan kadar 9 sampel bahan baku parasetamol yaitu 101,00%, 100,28%, 99,21%, 100,56%, 100,13%, 100,43%, 100,04%, 100,29%, 100,06%. Kadar rata-rata bahan baku parasetamol adalah 100,22%. Hasil ini masih sesuai dengan persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV, yaitu tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... Latar Belakang ... 1
1.2 ... Tujuan dan Manfaat ... 2
1.2.1 ... Tujuan 2 1.2.2 ... Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ... Obat
2.3 ... Demam
5
2.4 ... Analgeti
k-Antipiretik ... 6
2.5 ... Paraseta
mol ... 7
2.5.1 ... Farmak
okinetik ... 8
2.5.2 ... Farmak
odinamik ... 8
2.5.3 ... Efek
Samping... 8
2.5.4 ... Dosis
9
2.6 ... Spektrof
otometri Ultraviolet ... 10
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 ... Tempat
Pelaksanaan Penetapan Kadar ... 14
3.2 ... Alat –
Alat ... 14
3.3 ... Bahan –
3.4 ... Metode
Pengambilan Sampel ... 14
3.5 ... Prosedu r Percobaan ... 15
3.5.1 Pembuatan larutan Standar Parasetamol BPFI ... 15
3.5.2 Pembuatan Larutan Uji ... 15
3.5.3 Pembuatan Kurva Absorbsi ... 15
3.5.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 16
3.5.5 Cara Kerja Penetapan Kadar ... 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ... Hasil ... 19
4.2 ... Pembah asan ... 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 ... Kesimp ulan ... 21
5.2 ... Saran ... 21
DAFTAR PUSTAKA ... 22
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data Hasil Penetapan Kadar ... 17
Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Secara Spektrofotometri Ultraviolet
Abstrak
Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh meningkat di atas su hu tubuh normal. Salah satu obat yang sering digunakan masyarakat sebagai obat demam adalah parasetamol. Pemastian mutu parasetamol merupakan hal yang esensial untuk menjamin mutu parasetamol, untuk itu pemeriksaan kadar bahan baku parasetamol merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Tujuan penetapan kadar ini adalah untuk menentukan kadar bahan baku parasetamol.
Sampel diambil dari 9 kemasan masing-masing sebanyak 100 mg. Penentuan kadar bahan baku parasetamol ini dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet sesuai dengan prosedur dan alat spektrofotometer merk Agilent type 8453E yang digunakan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.
Hasil penetapan kadar menunjukkan kadar 9 sampel bahan baku parasetamol yaitu 101,00%, 100,28%, 99,21%, 100,56%, 100,13%, 100,43%, 100,04%, 100,29%, 100,06%. Kadar rata-rata bahan baku parasetamol adalah 100,22%. Hasil ini masih sesuai dengan persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV, yaitu tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Obat adalah zat aktif yang berasal dari nabati, hewani dan kimiawi dalam
dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif, rehabilitasi, terapi,
diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan. Namun
zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat, terlebih
dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan (Jas, 2007).
Pengawasan mutu obat merupakan bagian yang esensial untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi (Dirjen
POM, 2006).
Kegiatan analisis zat aktif meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis
ini merupakan bagian penting dalam praformulasi untuk menetapkan identitas dan
kadar zat aktif. Untuk penetapan kualitatif biasanya digunakan kromatografi lapis
tipis, reaksi warna, dan reaksi tertentu lainnya. Penetapan kadar zat aktif biasanya
dilakukan dengan metode spektrofotometri, kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT), titrasi kompleksometri, asam basa, argentometri, iodometri, dan
sebagainya (Siregar, 2010).
Salah satu metode yang sering digunakan untuk penetapan kadar obat adalah
spektrofotometri ultraviolet. Banyak jenis obat dapat ditentukan kadarnya dengan
antipiretik yang sering digunakan masyarakat untuk menurunkan demam.
Pengawasan terhadap tablet parasetamol perlu dijaga karena jika tidak memenuhi
syarat dapat membahayakan konsumen. Oleh karena itu, pemeriksaan bahan
baku/zat berkhasiat parasetamol adalah hal utama yang perlu dilakukan untuk
memastikan bahwa bahan baku tersebut telah memenuhi persyaratan sebelum
dilakukan formulasi sediaan obat, sehingga penulis tertarik untuk mengambil
judul tugas akhir sebagai berikut “PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU
PARASETAMOL SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET”.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
Untuk mengetahui apakah kadar bahan baku parasetamol yang nantinya akan
digunakan menjadi bahan berkhasiat dalam formulasi pembuatan tablet
parasetamol memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi
IV .
1.2.2 Manfaat
Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan, khususnya tentang
penetapan kadar bahan baku parasetamol sebagai zat aktif dengan menggunakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat
Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat berinteraksi secara selektif
dengan sistem biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek,
dapat menekan suatu sistem atau berinteraksi secara tidak langsung dengan suatu
sistem dengan memodulasi efek dari obat lain (Ikawati, 2006).
Proses penemuan dan perkembangan obat sangat kompleks, melibatkan
banyak ahli ilmuwan. Setelah substansi obat yang berkhasiat ditemukan dan telah
diketahui rumus kimia, sifat fisika dan kimianya, selanjutnya diperiksa dan
dicobakan pada binatang mengenai sifat farmakologi, cara kerja obat termasuk
toksikologinya yaitu sifat racunnya. Diteliti pula mengenai kecepatan obat diserap
serta distribusi obat di badan yaitu tersebarnya obat di badan dan lama aksi
obatnya serta waktu obat memberi efek. Setelah semua berjalan baik kemudian
dilakukan percobaan pada manusia sebagai sukarelawan. Kalau semuanya
berjalan dengan baik, baru obat itu boleh diproduksi dan beredar (Anief, 1991).
Menurut Siswandono (2000), berdasarkan sumbernya obat dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu:
1. Obat alami ialah obat yang terdapat di alam, yaitu pada tanaman, contoh:
kuinin dan atropine, pada hewan, contoh: minyak ikan, serta mineral, contoh:
belerang dan kalium bromida.
2. Obat semi sintetik ialah obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari
3. Obat sintetik murni ialah obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah
disintetis akan mendapatkan senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu,
contoh: obat-obat golongan analgetika, antipiretika, antihistamin, dan
diuretika.
2.2 Bahan Baku
Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun
tidak berkhasiat (zat Nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah,
yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut
masih terdapat di dalam produk ruahan (Siregar, 2010).
Menurut Dirjen POM (2006), bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau
campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan
apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam
arti lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat
farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan,
pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan
fungsi tubuh.
Semua bahan baku harus memenuhi persyaratan resmi farmakope atau
persyaratan-persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri
farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan-bahan yang dibeli harus sesuai
2.3 Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal akibat dari perubahan
pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior. Suhu tubuh
normal dapat dipertahankan pada perubahan suhu lingkungan, karena adanya
kemampuan pada pusat termoregulasi untuk mengatur keseimbangan antara panas
yang diproduksi oleh jaringan, khususnya otot dan hati, dengan panas yang hilang.
Dalam keadaan demam, keseimbangan tersebut bergeser hingga terjadi
peningkatan suhu dalam tubuh (Isselbacher, 1999).
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal dari
eksogen ataupun endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar hospes (pejamu),
sementara pirogen endogen diproduksi oleh pejamu. Mayoritas pirogen eksogen
adalah mikroorganisme, produk mereka, atau toksin. Pirogen endogen adalah
polipeptida yang dihasilkan oleh jenis sel pejamu, terutama monosit/makrofag
(Isselbacher, 1999).
Seluruh substansi pirogen eksogen menyebabkan sel-sel fagosit mononuklear
–monosit, makrofag jaringan, atau sel kupffer– membuat pirogen endogen (EP =
endogenous pyrogen). EP adalah suatu protein kecil yang merupakan suatu
mediator proses imun antar sel yang penting. Contoh EP adalah interleukin 1 dan
TNF (Walsh, 1997).
Hipotalamus merupakan pusat pengatur suhu tubuh. Neuron-neuron pada
hipotalamus anterior praoptik dan hipotalamus posterior menerima dua jenis
sinyal, satu dari saraf perifer yang mencerminkan reseptor-reseptor untuk hangat
itu terdapat kelompok neuron pada hipotalamus preoptik/anterior yang disuplai
oleh suatu jaringan kaya vaskuler dan sangat permeabel, yang disebut or ganum
vasculorum laminae terminalis (OVLT) (Isselbacher, 1999).
Ketika terpapar pada pirogen endogen dari sirkulasi, sel-sel endotel OVLT
melepaskan metabolit asam arakidonat yang sebagian besar berupa prostaglandin
E2. Metabolit asam arakidonat yang diyakini memperantarai kenaikan pada titik
termoregulasi yang sudah ditetapkan, kemudian diduga berdifusi ke dalam daerah
hipotalamus preoptik/anterior dan mencetuskan demam (Isselbacher, 1999).
2.4 Analgetik-Antipiretik
Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu
tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa
nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi (Anief, 2000).
Mekanisme kerja analgetik dan antipiretik adalah sebagai berikut:
1. Analgetik
Efek analgetik ditimbulkan dengan cara menghambat secara langsung dan
selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis
prostaglandin seperti siklooksigenase, yang dapat merangsang rasa sakit
secara mekanis atau kimiawi (Siswandono, 2000).
pembuluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah
dan pengeluaran keringat. Penurunan suhu adalah hasil kerja obat pada sistem
saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol di hipotalamus (Siswandono, 2000).
2.5 Parasetamol Rumus bangun :
OH
NHCOCH3
Rumus Molekul : C8H9NO2
BeratMolekul : 151, 16
Nama Kimia : 4’-hidroksiasetanilida
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N,
mudah larut dalam etanol
Sinonim : Asetaminofen (Ditjen POM, 1995).
Parasetamol merupakan derivat anilin yang masih berkaitan dengan fanaseti n.
Parasetamol adalah suatu analgesik dan antipiretik, namun tidak memiliki kerja
inflamasi. Obat ini hanya menghambat sintesis prostaglandin di jaringan syaraf, dan
2.5.1 Farmakokinetik
Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh
plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma,
25% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim
mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam
glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga
dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal,
sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi (Setiabudy, 2007).
2.5.2 Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan sampai sedang. Obat ini menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga juga berdasarkan efek sentral. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh
karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol
merupakan penghambat biosintetis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi dan
perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini (Setiabudy, 2007).
dosis diatas 6 g mengakibatkan necrosis hati irreversibel. Hepatotoksisitas ini
disebabkan oleh metabolitnya yang pada dosis normal dapat ditangkal oleh
glutation (suatu tripeptida dengan –SH). Pada dosis diatas 10 g persedian peptide
tersebut habis dan metabolitnya mengikat diri pada protein dengan gugusan –SH
di sel-sel hati dan terjadilah kerusakan irreversible (Tjay, 2007).
Overdose dapat menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anoreksia.
Penanggulangnya dengan cuci lambung, disamping perlu pemberian zat penawar
(asam amino n-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin. Sebaiknya dalam 8-10
jam setelah intoksinasi (Tjay, 2007).
2.5.4 Dosis
Oral: Dewasa 2-3 dd 0,5-1 g, maks. 4 g/hari.
Anak-anak 4-6 dd 10 mg/kg, yakni rata-rata:
a. 3-12 bulan 60 mg.
b. 1-4 tahun 120-180 mg.
c. 4-6 tahun 180 mg.
d. 7-12 tahun 240-360 mg.
Rectal: Dewasa 4 dd 0,5-1 g.
Anak-anak:
a. 3-12 bulan 2-3 dd 120 mg.
b. 1-4 tahun 2-3 dd 240 mg.
c. 4-6 tahun 4 dd 240 mg.
2.6 Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara
radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang
sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektroskopi serapan ultraviolet,
cahaya tampak, inframerah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang
untuk daerah ultraviolet adalah 190 380 nm, daerah cahaya tampak 380
nm-780 nm, daerah inframerah dekat nm-780 nm-3000 nm, dan daerah inframerah 2,5 m
hingga 40 m atau 4000 cm-1 hingga 250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran berapa banyak radiasi yang
diserap oleh sampel. Metode ini biasanya digunakan untuk molekul dan ion
anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis hanya memberikan
sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan, tetapi spektrum ini sangat
berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak
memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke
tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004).
Proses penyerapan energi ultraviolet dan sinar tampak dapat terjadi karena
adanya transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan (elektron sigma, ,
elektron phi, , dan elektron yang tidak berikatan atau nonbonding elektron, n).
Transisi-transisi elektron yang terjadi diantara tingkat-tingkat energi di dalam
suatu molekul ada 4, yaitu transisi sigma-sigma star (*), transisi n-sigma star
180 nm) sehingga kurang begitu bermanfaat untuk analisis dengan cara
spektrofotometri UV-Vis. Energi yang diperlukan untuk transisi n-sigma star
(n*) lebih kecil dibanding transisi * sehingga sinar yang diserap
mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang, yakni sekitar 150-250 nm.
Transisi n* dan transisi * dapat terjadi jika molekul organik mempunyai
gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut
memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis transisi ini merupakan transisi
yang paling cocok untuk analisis sebab sesuai dengan panjang gelombang antara
200-700 nm (Rohman, 2007).
Spektra Uv-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Data spektra Uv-Vis secara tersendiri
tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan
tetapi jika digabung dengan cara lain seperti spektroskopi inframerah dan
spektrofotometri massa maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi/analisis
kualitatif suatu senyawa tersebut (Rohman, 2007).
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan
(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.
Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas
sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap (Rohman, 2007).
Instrumen Spektroskopi UV pada dasarnya terdiri atas :
1. Sumber cahaya
Sumber cahaya yang biasa digunakan untuk daerah UV pada panjang
pada panjang gelombang antara 350-900 nm digunakan lampu tungsten
(Rohman, 2007).
2. ... Mo
nokromator
Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya
dapat berupa prisma. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang
diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah
posisinya tetap, maka prisma yang dirotasikan untuk mendapatkan panjang
gelombang yang diinginkan (Khopkar, 1990).
3. ... Sel/
Kuvet
Sel haruslah meneruskan energi radiasi dalam daerah spektral yang
diminati. Untuk daerah ultraviolet digunakan sel kuarsa, sedangkan untuk
daerah tampak digunakan sel kaca (Day, 2002).
Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang
lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi,
tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. (Khopkar, 1990).
4. ... Det
ektor
yang paling sederhana adalah tabung foto, ini berupa tabung hampa udara,
dengan jendela yang tembus cahaya, yang berisi sepasang elektroda. Tersedia
aneka ragam tabung foto, yang berbeda bahan permukaan katodenya dan juga
berbeda jendela tembus cahayanya. Selain tabung foto, terdapat juga tabung
pengganda foto (Photomultiplier). Tabung pengganda foto lebih peka dari
pada tabung foto biasa karena penggandaan yang tinggi dapat dicapai dengan
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan kadar
Penetapan kadar ini dilakukan di ruang laboratorium yang terdapat di Industi
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yamg beralamat di Jl. Tanjung
Morawa Km.9 No. 59 Medan.
3.2 Alat-alat
Alat-Alat yang digunakan adalah kertas perkamen, kertas saring, spatula,
timbangan analitik elektrik, labu tentukur 250 ml dan 100 ml, beker gelas, gelas
ukur, corong, pipet tetes, pipet volum 5 ml, ultrasonic digital merk Elma type
D-78224, seperangkat alat spektrofotometri UV-Vis merk Agilent type 8453E.
3.3 Bahan-bahan
Bahan–bahan yang digunakan adalah parasetamol Baku Pembanding
Farmakope Indonesia (BPFI), bahan baku parasetamol, akuades, metanol.
3.4 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menggunakan
3.5 Prosedur Percobaan
3.5.1 Pembuatan Larutan Standar Parasetamol BPFI
Ditimbang seksama sejumlah 60 mg parasetamol Baku Pembanding
Farmakope Indonesia (BPFI), dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml,
ditambahkan 5 ml metanol, dilarutkan dengan menggunakan alat ultr asonic
digital selama 15 menit, lalu dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda dan
dihomogenkan. Disaring larutan sampel, dibuang 5 ml filtrat pertama dan
ditampung filtrat selanjutnya. Kemudian dipipet 5 ml filtrat, dimasukkan ke dalam
labu tentukur 100 ml, lalu dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda dan
dihomogenkan. (larutan A).
3.5.2 Pembuatan Larutan Uji
Masing–masing sampel ditimbang seksama sejumlah 60 mg, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 250 ml, ditambahkan 5 ml metanol, dilarutkan dengan
menggunakan alat ultrasonic digital selama 15 menit, lalu dicukupkan dengan
akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan. Disaring larutan sampel, dibuang
5 ml filtrat pertama dan ditampung filtrat selanjutnya. Kemudian dipipet 5 ml
filtrat, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, lalu dicukupkan dengan
akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan (larutan B).
3.5.3 Pembuatan Kurva Absorbsi
Pembuatan kurva absorbsi bertujuan untuk mendapatkan panjang gelombang
digunakan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah ditentukan,
maka pembuatan kurva absorbsi tidak dilakukan lagi. Sesuai dengan protap yang
telah ditentukan, maka panjang gelombang absorbsi maksimum (maks) yang
digunakan untuk bahan baku parasetamol yaitu 249 nm
3.5.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk:
1. Melihat hubungan antara Absorbansi (A) dengan konsentrasi (C)
2. Membuat persamaan garis regresi
3. Menentukan konsentrasi pengukuran zat uji.
Pembuatan kurva kalibrasi diupayakan menghasilkan harga absorbansi (A)
dalam rentang 0,4-0,6 tapi biasanya harga absorbansi (A) yang diperoleh berkisar
antara 0,2-0,6. Namun pembuatan kurva kalibrasi tidak dilakukan lagi karena:
1. Protap ini sudah merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Plant medan sehingga cukup menggunakan kurva
kalibrasi yang sudah ada.
2. Karena perhitungan kadar tidak menggunakan persamaan garis regresi
melainkan menggunakan metode pendekatan, maka pembuatan kurva kalibrasi
tidak diperlukan.
2. Klik program spektofotometer Ultra Violet (UV) yang terdapat dikomputer.
3. Klik menu Quantification, masukkan panjang gelombang maksimum (249
nm) serta jarak batas atas dan batas bawah panjang gelombang (200 nm dan
400 nm)
4. Masukkan akuades (blangko) ke dalam kuvet
5. Letakkan kuvet di tempat pengukuran
6. Klik blank, lalu spektrum keluar
7. Masukkan larutan A (larutan baku pembanding BPFI) kedalam kuvet
8. Letakkan kuvet di tempat pengukuran
9. Klik standart, keluar 1 buah absorbansi di dalam tabel, klik 3 kali sehingga
diperoleh 3 buah absorbansi. Dalam perhitungan kadar, yang digunakan
sebagai Ab adalah nilai absorbansi yang terdapat di tengah
10. Masukkan larutan B (larutan sampel) ke dalam kuvet
11. Letakkan kuvet di tempat pengukuran
12. Klik sampel, keluar 1 buah absorbansi di dalam tabel, klik 2 kali sehingga
diperoleh 2 buah absorbansi untuk masing-masing sampel. Dalam
perhitungan kadar, yang digunakan sebagai Au adalah nilai yang terdapat di
tengah.
Perhitungan penetapan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
Ab Au
X Ks
Keterangan:
Au: Serapan Larutan Uji
Ab: Serapan Larutan Baku
Ks: Kadar standar Baku Pembanding Farmakope Indonesia
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
Pada penetapan kadar bahan baku parasetamol yang dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri UV, diperoleh kadar bahan baku
Parasetamol sebagai berikut:
Tabel.1 Data Hasil Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol
No Sampel Absorbansi Kadar (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV Sampel V Sampel VI Sampel VII Sampel VIII Sampel IX 0,74433 0,73902 0,73108 0,74105 0,73785 0,74010 0,73724 0,73904 0,73737 101,00% 100,28% 99,21% 100,56% 100,13% 100,43% 100,04% 100,29% 100,06%
4.2 Pembahasan
Bahan baku parasetamol yang digunakan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Medan sangat perlu diperiksa kadarnya sebelum digunakan dalam pembutan
tablet parasetamol, karena ini merupakan salah satu bentuk uji dalam rangka
pemastian mutu produk.
Dari penetapan kadar bahan baku parasetamol yang dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri UV diperoleh kadar masing-masing bahan
baku parasetamol yaitu 101,00%, 100,28%, 99,21%, 100,56%, 100,13%,
100,43%, 100,04%, 100,29%, 100,06%. Kadar rata-rata bahan baku parasetamol
adalah 100,22 %. Kadar tersebut memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia
edisi IV, karena menurut Farmakope Indonesia edisi IV, rentang kadar yang
diperbolehkan untuk bahan baku parasetamol adalah tidak kurang dari 98,0% dan
tidak lebih dari 101,0%.
Hasil yang diperoleh pada penetapan kadar bahan baku parasetamol
berbeda-Beda. Hal ini mungkin disebabkan adanya ketidaktelitian dalam melakukan
analisis, misalnya dalam melakukan pemipetan atau pengenceran sampel. Namun,
hal tersebut tidak menjadi masalah karena kadar bahan baku parasetamol yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Pada penetapan kadar bahan baku parasetamol yang dilakukan di PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, diperoleh kadar parasetamol sebesar 100,22%.
Kadar tersebut memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia
edisi IV, yaitu tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%.
5.2 Saran
Pada penetapan kadar bahan baku parasetamol saat ini, hanya berasal dari
satu industri obat saja, maka diharapkan kepada penulis selanjutnya untuk
mengembangkan tulisan ini dengan melakukan pemeriksaan dari berbagai industri
obat lainnya, agar dapat diketahui kadar bahan baku parasetamol dari berbagai
industri obat sehingga mutu tablet parasetamol yang beredar dimasyarakat
terjamin karena menggunakan bahan baku parasetamol yang telah memenuhi
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 4-5.
Anief, M. (2000). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 45.
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri. Padang: Andalas University Press. Hal. 1.
Day, R.A., dan Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi VI. Jakarta: Erlangga. Hal. 402-403.
Dirjen POM. (2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM. Hal. 68, 237.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 649, 1061.
Ikawati, S. (2006). Pengantar Farmakologi Molekuler . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 1.
Isselbacher. (1999). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC. Hal. 97-98.
Jas, A. (2007). Perihal Obat dengan Berbagai Jenis dan Bentuk Sediaaannya . Medan: USU Press. Hal. 2.
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 216-217.
Rohman, Abdul. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 228-231, 240, 262.
Setiabudy, R. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: Jaya Baru. Hal. 238.
Tjay, T.H., dan Raharja, K. (2007). Obat-Obat Penting Edisi VI. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hal. 318-319.
Au
Ab K = Lampiran
Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol
Kadar bahan baku parasetamol dihitung dengan rumus sebagai berikut :
X Ks
Keterangan :
Au: Absorbansi Larutan Uji
Ab: Absorbansi Larutan Baku
Ks: Kadar standar Baku Pembanding Farmakope Indonesia
Data bahan baku ini adalah data pengujian pada tanggal 13 Mei 2011.
Diketahui :
Tabel.2 Data Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol
No Sampel Absorbansi
0,73108
0,73846 0,74105
0,73785
0,73724 0,74010
0,73904
Ab : 0,73846
Ks : 100,21%
Kadar sampel I : X 100,21% = 101,00%
Kadar sampel II : X 100,21% = 100,28%
Kadar sampel III : X 100,21% = 99,21%
Kadar sampel IV : X 100,21% = 100,56%
Kadar sampel V : X 100,21% = 100,13%
Kadar sampel VI : X 100,21% = 100,43%
Kadar sampel VII : X 100,21% = 100,04%
0,73846 0,74433 0,73846
0,73902
0,73846
0,73846
0,73846
0,73737
Kadar sampel VIII : X 100,21% = 100,29%
Kadar sampel IX : X 100,21% = 100,06%
Kadar rata – rata bahan baku parasetamol :
=
= 100,22%
0,73846