• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAWASAN TERHADAP IZIN TATA RUANG DAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGAWASAN TERHADAP IZIN TATA RUANG DAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAWASAN TERHADAP IZIN TATA RUANG DAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN

NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDIKA PRAYUDA 100200176

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGAWASAN TERHADAP IZIN TATA RUANG DAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN

NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

ANDIKA PRAYUDA 100200176

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

SURIA NINGSIH, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002

Diketahui Oleh

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Pendastaren Tarigan, SH., M.S Suria Ningsih, SH., M.Hum NIP. 19540912 198403 1 001 NIP. 196002141987032002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

ABSTRAK

PENGAWASAN TERHADAP IZIN TATA RUANG DAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN

NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

*Andika Prayuda

**DR. Pendastaren Tarigan, SH., M.S

***Suria Ningsih, SH., M.Hum

Bergulirnya otonomi daerah, dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maka setiap daerah diberikan kebebasan untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan demi kepentingan masyarakat setempat, termasuk dalam dalam hal pemberian IMB. Adapun yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah pengaturan izin tata ruang dan tata bangunan Kota Medan.

Pelaksanaan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan. Pengawasan terhadap izin tata ruang dan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni dengan melakukan analisis terhadap permasalahan.

Pengaturan mengenai IMB diatur dalam berbagai peraturan perundang- undangan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung diatur tentang asas, tujuan dan lingkup dari bangunan gedung, fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung yaitu syarat administratif dan syarat teknis, peranan masyarakat, pembinaan terhadap bangunan gedung dan sanksi yang terdiri atas sanksi administratif dan sanksi denda. Pelaksanaan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan, Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2015 telah melaksanakan pengawasan dan sekaligus mengambil tindakan hukum terhadap pelaksanaan pembangunan bangunan berupa pembongkaran apabila pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai atau menyimpang dari izin yang telah diberikan dan pelaksanaan mendirikan bangunan tidak memiliki izin. Pengawasan terhadap izin tata ruang dan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Pemrintah Kota Medan, dalam rangka menginplementasikan pelaksanakan pengawasan dan sekaligus mengambil tindakan hukum terhadap pelaksanaan pembangunan berupa pembongkaran apabila pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai atau menyimpang dari izin yang telah diberikan dan pelaksanaan mendirikan bangunan tidak memiliki izin.

Kata Kunci : Pengawasan, Izin Tata Ruang dan Bangunan

* Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul Pengawasan terhadap izin tata ruang dan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

6. Bapak DR. Pendastaren Tarigan SH, M.S. selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara sekaligus Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.

8. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

9. Seluruh pegawai administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak membantu dalam proses administrasi mulai dari penulis masuk kuliah hingga penulis menyelesaikan studi.

10. Kedua orang tua penulis Ayahanda H. Syahrul dan Ibunda Hj. Mariati yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun material sehingga terselesaikanya skripsi ini.

11. Teman-teman stambuk 2010, Irfan Munandar, Rahman, Arief Suman, Fadli Silalahi, Akbar Sitepu dan Zaki Nasution serta Ahmad Fadly yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.

Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

(6)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Amin Ya Rabbal Al-Amin.

Medan, Januari 2017 Hormat Saya

Andika Prayuda

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 7

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II PENGATURAN IZIN TATA RUANG DAN BANGUNAN KOTA MEDAN ... 16

A. Pengertian Tata Ruang dan Bangunan ... 16

B. Instansi yang Berwenang Mengeluarkan Izin Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan ... 37

C. Pengaturan Izin Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan ... 38

BAB III PELAKSANAAN IZIN TATA RUANG DAN BANGUNAN KOTA MEDAN ... 41

A. Gambaran Umum Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan ... 41

B. Izin Mendirikan Bangunan ... 66

C. Syarat-syarat dalam Memperoleh Izin Mendirikan Bangunan dari Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan ... 67

(8)

D. Sanksi Hukum Jika Tidak Memiliki Izin Mandirikan

Bangunan ... 70

E. Pelaksanaan Izin Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2015 tentangRetribusi Izin Mendirikan Bangunan. ... 71

BAB IV PENGAWASAN TERHADAP IZIN TATA RUANG DAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ... 74

A. Pemeriksaan Izin Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Medan Nomor 3 tahun 2015.... 74

B. Penyidikan Izin Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2015 ... 76

C. Penegakan Hukum terhadap Izin Tata Ruang dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015 ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Medan yang merupakan Kota Metropolitan sedang gencar-gencarnya dalam melakukan pembangunan dalam rangka untuk mensejahterakan rakyatnya.

Pembangunan yang dilakukan meliputi pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian dan fasilitas umum. Selain pemerintah, masyarakat juga melakukan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri, contohnya adalah mendirikan bangunan baik untuk tempat tinggal maupun tempat usaha.

Kota Medan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, kondisi ini membuat pembangunan fisik Kota Medan mengalami perkembangan yang pesat, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan pertokoan maupun perumahan penduduk berkembang dengan pesat. Setiap pendirian bangunan baik bangunan untuk dunia usaha maupun pendirian rumah penduduk harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan (selanjutnya disebut IMB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan

Pendirian sebuah bangunan harus memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 disebutkan sebelum melakukan pembangunan harus mengajukan permohonan IMB. Izin tersebut diperlukan untuk memberikan kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan fungsinya. Izin Mendirikan

(10)

Bangunan diperlukan tidak hanya untuk bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan pada saat akan membongkar, merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah struktur bangunan.

Bergulirnya otonomi daerah, dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maka setiap daerah diberikan kebebasan untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan demi kepentingan masyarakat setempat, termasuk dalam dalam hal pemberian IMB. Selain itu dengan adanya otonomi daerah tersebut maka pemerintah daerah juga berwenang untuk mengeluarkan IMB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Atas dasar tersebut Pemerintah Daerah Kota Medan mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.1

Pembangunan sarana dan prasarana maupun infrastruktur di Kota Medan terasa kian kompleks sehingga perlu melakukan kajian dan analisis terhadap perizinan yang menjadi tolak ukur prosedur mengenai pembangunan itu sendiri.

Prosedur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengenai Implikasi Pengaturan IMB Terhadap Tata Ruang di Kota Medan. Hal ini menjadi kajian yang sangat penting, dengan mengingat bahwa Kota Medan merupakan daerah yang sedang mengalami peningkatan dalam bidang pembangunan sarana dan prasarana maupun infrastruktur. Prinsipnya Rencana Umum Tata Ruang Kota

1 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

(11)

diarahakan untuk memperoleh gambaran Perencanaan, Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang atau lahan Kota Medan saat ini serta masa mendatang, guna menentukan aspek strategis dalam rangka mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan Kota Medan.

Penyelenggaraan penataan ruang untuk mewujudkan harapan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan memerlukan dukungan dari semua pihak yaitu Pemerintah. Lemahnya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang merupakan masalah seperti misalnya munculnya permukiman kumuh di bantaran sungai dan terjadinya.2

Pemberian IMB merupakan salah satu bentuk pelayanan publik. Di samping itu IMB merupakan salah satu retribusi Kota Medan yang berarti sumber Pendapatan Daerah. Kantor pelayanan adimistrasi perizinan dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan yang merupakan penyelenggara pelayanan IMB harus memiliki kapabilitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu lahirlah berbagai produk hukum di setiap daerah yang mencoba mengakomodasi kebutuhan akan aturan tentang tata bangunan. Namun, yang terjadi saat ini khususnya dalam wilayah kota Medan terdapat ketimpangan dimana masih banyak masyarakat yang merasa tidak sesuai/ tidak sepakat dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintahan di daerah.

Pengawasan IMB adalah suatu kegiatan dan usaha untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan apakah sesuai dengan rencana maupun prosedur atau tidak. Dalam

2 http://trtb.pemkomedan.go.id/kategoriartikel-55-berita.html , diakses tanggal 1 Juni 2016.

(12)

pelaksanaan pembangunan, untuk menjaga kelangsungannya, maka ruang perlu di tata dan diawasi serta direncanakan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi mahluk hidup diatasnya untuk jangka panjang dan berkelanjutan.

Instansi atau pejabat pelaksana penerbitan IMB juga tidak luput menjadi sorotan karena instansi pemerintah tersebutlah yang berkaitan langsung dengan perizinan terhadap pembangunan yang dilaksanakan. Dari sinilah segala permasalahan yang dihadapi oleh Kota Medan muncul hingga kemudian memerlukan kajian secara spesifik dan eksplisit untuk menjawab semua hal yang terkait dengan masalah Pelaksanaan Pengaturan IMB dan Implikasinya Terhadap Tata Ruang.

Berdasarkan latar belakang di atas maka tertarik memilih judul Pengawasan terhadap izin tata ruang dan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasa di atas maka, penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan izin tata ruang dan tata bangunan Kota Medan?

2. Bagaimana pelaksanaan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan?

3. Bagaimana pengawasan terhadap izin tata ruang dan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan?

(13)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan oleh penulis, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut

a. Untuk mengetahui pengaturan izin tata ruang dan tata bangunan Kota Medan.

b. Untuk mengetahui pelaksanaan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan.

c. Untuk mengetahui pengawasan terhadap izin tata ruang dan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

2. Manfaat penulisan

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan maka penelitian ini diharapkan dapat meberikan kegunaan, sebagai berikut

a. Manfaat teoritis

Sebagai sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang pertanahan/agraria yang menyangkut dalam hal pemberian izin mendirian bangunan dan penataan tata ruang kota.

b. Secara praktis

Sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pertanahan atau agraria. terutama bagi praktisi hukum dan pejabat atau pegawai pemerintah, di dalam melaksanaan pekerjaannya sebagai pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang, untuk melakukan tugas yang

(14)

berkaitan dengan pemberian izin bangunan serta penataan kota yang disesuaikan dengan tata ruang yang telah diatur dengan undang-undang.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis menemukan judul tentang Pengawasan terhadap izin tata ruang dan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Kasman Siburian (2008) Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan. Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimana implementasi pengawasan pemerintah Kota Medan terhadap Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan

2. Apakah faktor-faktor penghambat dalam implementasi pengawasan terhadap Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan.

Dedy Humala Marpaung (2009) Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan ?

2. Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan ?

(15)

3. Upaya apakah yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam menghadapi kendala pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan?

Sehubungan dengan penelusuran yang telah dilakukan, maka penelitian dalam skripsi ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain mengingat pembahasan utama adalah analisis hukum tentang izin mendirikan bangunan dan pemeliharaan tata ruang di kota Medan sehingga penelitian dalam penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

1. Izin sebagai instrumen pengawasan

Penggunaan izin sebagai instrumen pengawasan ditunjukkan dengan pemberian izin-izin tertentu bagi aktifitas masyarakat. Berbagai persyaratan- persyaratan dalam pengurusan izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sebagai alat untuk mengawasi aktifitas masyarakat, dan perbuatan yang dimintakan izin adalah perbuatan yang memerlukan pengawasan khusus, dan dalam memberikan izin menjual minuman keras, ditetapkan sejumlah syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon izin.

Pengawasan dibutuhkan sebagai perlindungan hukum bagi warga negara terhadap dampak dari penerbitan keputusan tata usaha negara. Pemerintah menjalankan pemerintahan melalui pengambilan keputusan pemerintahan yang bersifat strategis, policy atau ketentuan-ketentauan umum melalui tindakan- tindakan pemerintahan yang bersifat menegakkan ketertiban umum, hukum, wibawa negara, dan kekuasaan negara.

(16)

Keputusan administrasi negara yang berupa penetapan disebut juga tindakan administrasi negara dalam menjalankan tugasnya dibidang publik service, menggunakan kewenangannya berdasarkan hukum publik, dalam hal ini hukum administrasi negara. Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara menjadi landasan kerja bagi administrasi negara yang mengemban tugas publik service. Fungsi pengawasan terhadap izin yang telah dikeluarkan mutlak diperlukan untuk menghindari penyimpangan terhadap izin yang telah dikeluarkan agar tidak disalahgunakan. Pengawasan terhadap izin. Adalah tanggungjawab lembaga yang mengeluarkan izin tersebut. Mengingat fungsi perizinan sebagai alat untuk mengadakan pembinaan, pengaturan, pengadilan dan pengawasan, maka pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah daerah tidak harus dipungut retribusi. Akan tetapi untuk melaksanakan fungsi tersebut pemerintah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat tercukupi dari sumber-sumber penerimaan daerah, sehingga terhadap perizinan tertentu masih dapat dipungut retribusi.

2. Perizinan

Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan maksudnya dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi sertifikat, penentuan kuota dan izin untuk melaksanakan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan. Setelah memahami arti dari pada perizinan maka timbul

(17)

suatu pertanyaan apa yang dimaksud dengan hukum perizinan. Hukum perizinan adalah : ketentuan yang berkaitan dengan pemberian izin atau bentuk lain yang berkaitan dengan itu yang dikeluarkan oleh pemerintah sehingga dengan pemberian izin tersebut melahirkan hak bagi pemegang izin baik terhadapseseorang, badan usaha, organisasi, LSM dan sebagainya untuk beraktivitas.

Hukum perizinan merupakan hukum publik yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah di pusat maupun di daerah sebagai aparatur penyelenggaraan negara mengingat hukum perizinan ini berkaitan dengan pemerintah maka mekanisme media dapat dikatakan bahwa hukum perizinan termasuk disiplin ilmu Hukum Administrasi Negara atau hukum 'Tata Pemerintahan seperti yang diketahui pemerintah adalah : sebagai pembinaan dan pengendalian dari masyarakat dan salah satu fungsi pemerintah di bidang pembinaan dan pengendalian izin adalah pemberian izin kepada masyaralat dan organisasi tertentu yang merupakan mekanisme pengendalian administratif yang harus dilakukan di dalam praktek pemerintahan.

S.J. Fockema Andreae dalam Ridwan menyebutkan Izin (vergunning) juga dijelaskan sebagai perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. 3

3 Ridwan, HR. Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2010, hal 152

(18)

Perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan masyarakat dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin. Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan.4

3. Izin mendirikan bangunan

Izin mendirikan bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada pemilik gedung untuk membangun bare, mengubah, memperluas, mengurangi dan atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku.5

Sunarto juga menegaskan bahwasanya IMB merupakan izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada badan atau orang untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksudkan agar desain pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan Nilai Dasar Bangunan (NDB), Nilai Luas Bangunan (NLB) serta Ketinggian Bangunan (KB) yang ditet:pkan sesuai dengan syarat- syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut, orang lain dan lingkungan.6

4 http://coretgila.blogspot.co.id/2013/01/perizinan_4.html (diakses tanggal 21 Februari 2016)

5 Marihot Pahala Siahaan, Hukula Bangunan Gedung di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 22.

6 Sunarto, Pajak dan Retribusi Daerah, Amus dan Citra Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal.

125

(19)

F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, di mana penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi normatifnya.7

Penelitian hukum normatif yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum yang mengacu pada norma-norma atau kaidah-kaidah hukum positif yang berlaku. Penelitian hukum pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.8

2. Sifat penelitian

Sifat dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang hanya menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yurisidis, dengan tujuan menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian.9

7 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Surabaya, 2005, hal. 46

8 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Raja Grafindo Persada, 2003, Jakarta, hal. 83.

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Raja Grafindo Persada, 2010, Jakarta, hal. 116-117.

(20)

3. Alat Pengumpulan Data

Bahan atau materi yang dipakai dalam skripsi ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Dari hasil penelitian kepustakaan diperoleh data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam konteks ini, data sekunder mempunyai peranan, yakni melalui data sekunder tersebut mengenai Pengawasan terhadap izin tata ruang dan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015.

Penelitian yuridis normatif lebih menekankan pada data sekunder atau data kepustakaan yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan berupa Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2015 atas Perubahan Peraturan Kota Medan Nomor 5 tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

b. Bahan hukum skunder berupa bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hasil, jurnal, artikel dan penelitian para ahli.

c. Bahan hukum tertier berupa bahan yang dapat mendukung bahan hukum primer, terdiri dari kamus hukum, kamus Inggris-Indonesia dan kamus besar Bahasa Indonesia, ensiklopedia.

(21)

4. Analisis data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan metode normatif kualitatif dengan logika induktif yaitu berfikir dengan hal-hal yang khusus menuju hal yang umum dengan menggunakan perangkat interpretasi dan kontruksi hukum yang bersifat komparatif, artinya penelitian ini digolongkan sebagai penelitian normatif yang dilengkapi dengan perbandingan penelitian data-data sekunder.

Setelah bahan-bahan hukum dapat diidentifikasi secara jelas, maka dilanjutkan melakukan sistematisasi. Pada tahapan sistematisasi akan dilakukan pemaparan berbagai pendapat hukum dan hubungan hierarkis antara aturan-aturan hukum untuk mencari makna dari aturan-aturan hukum agar membentuk kesatuan logika. Bahan hukum yang tersistematisasi, baik berupa pendapat hukum maupun aturan-aturan hukum selanjutnya dilakukan evaluasi dan diberikan pendapat atau argumentasi disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas.

G. Sistematika Penulisan

Didalam penulisan skripsi ini dikemukakan sistematika agar dapat diperoleh suatu kesatuan pembahasan yang saling berhubungan erat bab satu dengan bab yang lainnya. Adapun sistematika penulisan skripi adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat sub bab antara lain latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,

(22)

keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN IZIN TATA RUANG DAN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MEDAN

Bab ini berisikan pengertian tata ruang dan bangunan, instansi yang berwewenang mengeluarkan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan serta pengaturan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan.

BAB III PELAKSANAAN IZIN TATA RUANG DAN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MEDAN

Bab ini berisikan mengenai gambaran umum Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan, izin mendirikan bangunan, syarat dalam memperoleh izin mendirikan bangunan dari Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan, sanksi hukum jika tidak memiliki izin mendirikan bangunan serta pelaksanaan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan berdasarkan Peraturan Kota Medan Nomor 3 Tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

BAB IV PENGAWASAN TERHADAP IZIN TATA RUANG DAN MENDIRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Bab ini berisikan mengenai pemeriksaan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan berdasarkan Peraturan Daerah Medan

(23)

Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, penyidikan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan penegakan hukum terhadap izin tata ruang dan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2015 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan saran merupakan penutup dalam penulisan skripsi ini, dalam hal ini penulis menyimpulkan pembahasan-pembahasan sebelumnya dan dilengkapi dengan saran-saran.

(24)

BAB II

PENGATURAN IZIN TATA RUANG DAN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MEDAN

A. Pengertian Tata Ruang dan Bangunan

Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah

“wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas kehidupan yang layak”.10 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.11

Secara yuridis pengertian mengenai tata ruang dijelaskan dalam Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 ayat (1) dan (2). Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, sedangkan tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.12 Hal yang hampir senada mengenai konsep tata ruang juga

10 D.A Tiasnaadmidjaja dalam Asep Warlan Yusuf. Pranata Pembangunan. Universitas Parahiayang 1997, Bandung, hal. 6

11 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 angka (2)

12 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 1 ayat (6)

(25)

dikemukakan oleh Suratman Woro dalam materi perkuliahan Tata Ruang dan Perencanaan Lingkungan.13

Tata ruang adalah bidang keilmuan yang menyangkut banyak aspek seperti sosial, ekonomi, teknologi dan lingkungan. Semua aspek tersebut saling terkait dan mempengaruhi dalam sebuah sistem. Sistem inilah yang disebut tata ruang.

Sebagai suatu sistem, maka tata ruang mempunyai tiga unsur sistem, yaitu: dasar, sistem dan komponen. Ketiga unsur ini menentukan kinerja dari sebuah sistem.

Oleh karena itu, tata ruang yang baik harus memiliki dasar, sistem (proses) dan komponen yang jelas dan baik.14

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat simpulkan bahwa tata ruang bangunan adalah wujud struktur ruang dan pola, meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup.

Menurut Herman Hermit “sebagaimana asas hukum yang paling utama yaitu keadilan, maka arah dan kerangka pemikiran serta pendekatan-pendekatan dalam pengaturan (substansi peraturan perundang-undangan) apa pun, termasuk Undang-Undang Penataan Ruang, wajib dijiwai oleh asas keadilan”.15

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ditegaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:16

13 Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

14 http://hematenergi.wordpress.com/Kriteria dan KonsepTata Ruang Ideal, Yasmin.,ST diakses pada 03 April 2016.

15 Herman Hermit. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang. Mandar Maju. 2008, Bandung, hal. 68.

16 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 2.

(26)

1. Keterpaduan.

Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain, adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan.

Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

3. Keberlanjutan.

Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan.

Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

(27)

5. Keterbukaan.

Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.

6. Kebersamaan dan kemitraan.

Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

7. Perlindungan kepentingan umum.

Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.

8. Kepastian hukum dan keadilan.

Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang- undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.

9. Akuntabilitas.

Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

Klasifikasi penataan ruang ditegaskan dalam Undang-Undang Penataan Ruang bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama

(28)

kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.17

Selanjutnya ditegaskan sebagai berikut:18

1. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.

2. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budi daya.

3. Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataaan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

4. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan perdesaan.

5. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penatan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Penyelenggaraan penataan ruang harus memperhatikan hal sebagai berikut:19

1. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana.

2. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, kondisi ekeonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan,

17 Ibid, Pasal 5

18 Ibid, Pasal 4

19 Ibid, Pasal 6

(29)

lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan.

3. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota harus dilakukakn secara berjenjang dan komplementer. Komplementer yang dimaksud disini adalah bahwa penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota saling melengkapi satu sama lain, bersinergi, dan dalam penyelenggaraannya tidak terjadi tumpah tindih kewenangan.20Tugas negara dalam penyelenggaraan penatan ruang meliputi dua hal, yaitu; (a) police making, ialah penentuan haluan negara; (b) task executing, yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan oleh negara.21 Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud di atas, negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang itu dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:22 1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan

ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

20 Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit,. hal. 37

21 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. RadjaGrafindo Persada. 2006, Jakarta, hal.

13.

22 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Op.,Cit. Pasal 8 ayat (1)

(30)

2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional.

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional.

4. Kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarprovinsi.

Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:23

1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi.

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi.

4. Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:24

1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

4. Kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

24 Ibid, Pasal 10 ayat (1)

(31)

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:25

1. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota.

2. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

3. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

Kegiatan pembangunan merupakan bagian terpenting dan tidak dapat terpisahkan dari proses penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut paham Welfare state berkewajiban untuk dapat menyelenggarakan pembangunan dengan memanfaatkan secara optimal berbagai sumber daya yang ada guna memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya. Kewajiban negara ini diperkuat dengan dicantumkannya dalam konstitusi negara yakni pada Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara memiliki kekuasaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, ketentuan ini bermakna bahwa negara dengan berbagai cara dan tanpa alasan apapun dituntut untuk dapat mensejahterakan rakyatnya.26

Dalam proses penyelenggaraan pembangunan yang mensejahterakan tersebut tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan atau dapat secara ideal berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh rakyat atau yang termasuk dalam kontitusi negara. Hal ini perlu disadari dan dipahami bahwa kegiatan pembangunan selama ini atau di negara manapun bukan tanpa masalah atau

25 Ibid, Pasal 10 ayat (2)

26 Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit, hal. 41.

(32)

hambatan. Demikian juga yang terjadi di Negara Indonesia yang merupakan negara berkembang dengan pola pemerintahan yang masih inkonsisten. Hadirnya konsep otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 hanya merupakan intuisi sesaat yang terpengaruh oleh euphoria sementara mengenai pola pemerintahan yang dianggap ideal yakni perubahan system pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik yang pada kenyataannya dapat dibilang masih ragu-ragu dan belum terbukti keefektifannya.

Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pada Undang-Undang Penataan Ruang, perencanaan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruaang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.27 Perencanaan Pembangunan Nasional terbagi atas tiga jenis perencanaan yaitu:28 Rencana Jangka Panjang, Rencana Lima Tahunan, dan Rencana Tahunan.

Pasal 19 Undang-Undang Penataan Ruang menyatakan bahwa Penyusuanan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memeperhatikan:29

1. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

2. Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional.

27Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 15.

28 B.S. Muljana. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. UI -Press. 2001, hal. 4.

29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 19.

(33)

3. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi.

4. Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah.

5. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

6. Rencana pembangunan jangka panjang nasional.

7. Rencana tata ruang kawasan strategis nasional.

8. Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Nasional nantinya akan menjadi acuan terhadap rencana tata ruang provinsi, kabupaten/kota. Adapun Rencana Tata Ruang Provinsi adalah sebagai berikut:30

(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

b. Pedoman bidang penataan ruang.

c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.

(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:

a. Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi.

b. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi.

c. Keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota.

d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

30Ibid. Pasal 22

(34)

e. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.

f. Rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan.

g. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi.

h. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Mengenai apa saja yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, ditegaskan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, ditegaskan dalam Pasal 23 Undang-Undang Penataan Ruang, sebagai berikut:31

(1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:

a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi.

b. Rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi.

c. Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi.

d. Penetapan kawasan strategis provinsi.

e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.

f. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah.

31Ibid. Pasal 23

(35)

b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi.

d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor.

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

f. Penataan ruang kawasan strategis provinsi.

g. Penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

(3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4) Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

Sedangkan dalam penyususnan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Rencana Tata Ruang Kabupaten sebagai berikut:32

32Ibid. Pasal 26

(36)

(1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:

a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.

b. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten.

c. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten.

d. Penetapan kawasan strategis kabupaten.

e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.

f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah.

b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten.

d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor.

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

f. Penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

(3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.

(37)

(4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.

(5) Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(7) Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.

Terdapat perbedaan antara Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dengan Kabupaten, yang mana di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota pada Pasal 28 Undang-Undang Penataan Ruang ada penambahan sebagai berikut:33

1. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau.

2. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau.

3. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

33 Ibid, Pasal 32

(38)

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Ketentuan umum tentang pemanfaatan ruang ditegaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Penataan Ruang sebagai berikut:46 (1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan

ruang beserta pembiayaannya.

(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi.

(3) Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah.

(4) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

(5) Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya.

(6) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.

(39)

Mengenai ketentuan apa saja yang harus dilakukan dalam Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dinyatakan sebagai berikut:34

(1) Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan:

a. Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis.

b. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis.

c. Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis.

(2) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan kawasan budi daya yang dikendalikan dan kawasan budi daya yang didorong pengembangannya.

(3) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu.

(4) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:

a. Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

b. Standar kualitas lingkungan.

c. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

34 Ibid. Pasal 34

(40)

Adanya Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah jika adanya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang.35 Pengendalian pemanfaatan ruang adalah sebagai usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan rencana tata ruang. Pada Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.36 Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Suatu zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan, intensitas, massa bangunan), namun satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran dan aturan.

1. Tujuan peraturan zonasi.

Tujuan dari peraturan zonasi diantaranya adalah:

a. Menjamin bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan dapat mencapai standar kualitas lokal minimum (health, safety, and welfare).

b. Melindungi atau menjamin agar pembangunan baru tidak mengganggu penghuni atau pemanfaat ruang yang telah ada.

c. Memelihara nilai property.

d. Memelihara/memantapkan lingkungan dan melestarikan kualitasnya.

35 Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit. hal. 45.

36Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. PT RajaGrafindo Persada.

2010, Jakarta, hal .194.

(41)

e. Menyediakan aturan yang seragam di setiap zona.

2. Manfaat Peraturan Zonasi.

Manfaat dari peraturan zonasi ini adalah:

a. Meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai.

b. Meningkatkan pelayanan terhadap fasilitas yang bersifat publik.

c. Menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat.

d. Mendorong pengembangan ekonomi.

3. Kelebihan dan Kelemahan Peraturan Zonasi.

Adapun yang menjadi kelebihan dari peraturan zonasi adalah adanya certainty (kepastian), predictability, legitimacy, accountability. Sedangkan kelemahan peraturan zonasi adalah karena tidak ada yang dapat meramalkan keadaan di masa depan secara rinci, sehingga banyak permintaan rezoning (karena itu, amandemen peraturan zonasi menjadi penting).

Pada perkembangan selanjutnya, peraturan zonasi ditujukan untuk beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengatur kegiatan yang boleh dan tidak boleh ada pada suatu zona.

2. Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar sinar matahari jatuh ke jalan dan trotoar dan sinar serta udara mencapai bagian dalam bangunan.

3. Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota menjadi kawasan yang paling intensif pemanfaatan ruangnya.

Peraturan zonasi berfungsi sebagai panduan mengenai ketentuan teknis pemanfaatan ruang dan pelaksanaan pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya.

(42)

Berdasarkan komponen dan cakupan peraturan zonasi, maka fungsi peraturan zonasi adalah:

1. Sebagai perangkat pengendalian pembangunan.

Peraturan zonasi sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang, menyeragamkan arahan peraturan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk peruntukan ruang yang sama, serta sebagai arahan peruntukan ruang yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan dilarang, serta intensitas pemanfaatan ruang yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pembinaannya.

2. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional.

Peraturan zonasi dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci.

3. Sebagai panduan teknis pengembangan pemanfaatan lahan.

Indikasi arahan peraturan zonasi mencakup panduan teknis untuk pengembangan pemanfaatan lahan.

Ketentuan perizinan diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.37 Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut

37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit, Pasal 37 ayat (1).

(43)

kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.38

Kemudian yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.39

Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Insentif merupakanperangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, yang berupa:40

1. Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham.

2. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur.

3. Kemudahan prosedur perizinan.

4. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

Ketentuan insentif berlaku untuk kawasan yang didorong pertumbuhannya, seperti:41

1. Kawasan perkotaan.

2. Kawasan Pertanian.

38 Ibid. Pasal 37 ayat (2).

39Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Op.,Cit. hal. 196.

40Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit, Pasal 38 Ayat (2).

41 http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/, diakses 17 Maret 2016

(44)

3. Kawasan Perkebunan.

4. Kawasan Pesisir.

5. Kawasan Wisata.

6. Kawasan Pusat Pengembangan Industri Olahan Hasil Perkebunan.

7. Kawasan Stategis.

Perangkat disinsentif adalah instrumen pengaturan yang bertujuan membatasi atau mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, seperti:

1. Pengenaan pajak progresif.

2. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang berupa:42

1. Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang.

2. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Kawasan yang perlu dikendalikan dan dibatasi perkembangannya dan sekaligus disinsentif yang mungkin diterapkan pada kawasan tersebut adalah sebagai berikut:43

1. Kawasan Rawan Bencana.

2. Kawasan Pertanian dan Perkebunan.

42 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit, Pasal 38 Ayat (3).

43 http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/, diakses 17 Maret2016

(45)

3. Taman Nasional Way Kambas.

4. Kawasan Pertambangan.

Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:

a. Pemerintah kepada pemerintah daerah.

b. Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya.

c. Pemerintah kepada masyarakat.

Mengenai pengenaan sanksi diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yang merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan pembinaan atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.

B. Instansi Yang Berwenang Mengeluarkan Izin Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan

Dalam rangka mewujudkan pembangunan yang terarah dan terencana di wilayah Kota Medan, diperlukan adanya suatu pembinaan dan perizinan pembangunan yang salah satunya melalui pemberian IMB. IMB diterbitkan oleh Walikota Medan dan yang berhak memperoleh IMB adalah setiap warga/badan di

(46)

kota Medan yang melaksanakan pendirian bangunan. Dan perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan pelaksanaan pendirian bangunan meliputi:

1. Mendirikan bangunan baru.

2. Mendirikan bangunan tambahan pada bangunan yang sudah ada.

3. Mengubah sebagian atau seluruh bangunan yang sudah ada.

Dinas yang berwenang mengeluarkan izin tata ruang dan bangunan di Kota Medan adalah Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan

C. Pengaturan Izin Tata Ruang dan Mendirikan Bangunan Kota Medan Pengaturan mengenai bangunan gedung di Indonesia telah diatur dalam dasar hukum yang kuat yakni dalam bentuk undang-undang yang memiliki aturan pelaksanaan berupa peraturan pemerintah.Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, sebagai aturan pelaksanaannya, pemerintahtelah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketet tuan peralihan dan ketentuan penutup.

Keseluruhan maksuci dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berprikemanusiaan dan berkeadilan.

(47)

Pengaturan pemberian izin sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 dan 3 Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2015 Tentang Retribusi IMB adalah agar pemerintah daerah dapat mengatur, menata, mengendalikan dan mengawasi kegiatan mendirikan bangunan dalam daerah, yang diberikan dengan tujuan penataan bangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang kota serta ditujukan bagi kepentingan administrasi pengelolaan manajemen pemerintah dalam hal menganalisis dan mengevaluasi pendapatan yang akan diterima oleh Pemerintah Daerah Kota Medan dari sektor retribusi izin mendirikan bangunan.

Persyaratan administratif penyelenggaraan bangunan gedung harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi:

1) Status hak atas tanah, dan/ izin pemanfaatan dan pemegang hak atas tanah;

2) Status kepemilikan bangunan gedung;

3) Izin mendirikan bangunan gedung; dan

4) Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

b. Setiap orang/badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung,

c. Pemerintah daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan;

d. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

(48)

Ketentuan mengenai kewajiban setiap orang/badan hukum yang hendak mendirikan bangunan harus memiliki izin mendirikan bangunan adalah berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Dasar hukum penerbitan IMB di Kota Medan adalah pada Pasal 1 huruf w Peraturan Daerah Kota Medan No. 12 Tahun 2003 Tentang Pajak Daerah Kota Medan yang menyatakan bahwa "izin adalah kegiatan tertentu Pemerintahan Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang atau badan dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan Sumber Daya Alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas zertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan".

Referensi

Dokumen terkait

Melihat realita di negara Indonesia, bahwa terkadang ormas-ormas Islam pernah berselisih (berbeda pendapat) dengan pemerintah ataupun sesama ormas Islam yang lain

Implementasi merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan, karena tanpa adanya implementasi maka perencanaan dari suatu kebijakan yang dibuat akan sia-sia karena

Suzuki Indomobil Motor

Dasar hukum yang digunakan pada penggunaan prinsip wadi’ah yad-dhamanah dan alasan Bank Muamalat Indonesia Kota Malang menggunakan prinsip wadi’ah yad-dhamanah yaitu

Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, sedangkan informan utama adalah meraka yang terlibat

Berpicara advokat dalam hukum Islam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam islam tidak mengenal kata advokat namun juga kita melihat secara

[r]

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik dari kualitas dan kuantitas yang dicapai pegawai persatuan periode waktu