• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN KARANG DI LAUT SEKITAR PULAU SERAM, PROVINSI MALUKU, SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN KARANG DI LAUT SEKITAR PULAU SERAM, PROVINSI MALUKU, SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

i

SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN

KARANG DI LAUT SEKITAR PULAU SERAM, PROVINSI MALUKU, SERTA ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

PEMERINTAH PROVINSI

MALUKU

(2)

ii

SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN KARANG DI LAUT SEKITAR PULAU SERAM, PROVINSI MALUKU, DAN ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAANNYA

Purwanto

1,2

dan Ses Rini Mardiani

2

1 Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan

2 USAID-Sustainable Ecosystem Advanced Project

KERJASAMA ANTARA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI MALUKU

PROYEK USAID SUSTAINABLE ECOSYSTEM ADVANCED (USAID SEA)

Januari 2021

PEMERINTAH PROVINSI

MALUKU

(3)

iii

PENYIAPAN DOKUMEN

Dokumen Sumber Daya Ikan dan Perikanan Karang di Laut sekitar Pulau Seram, Provinsi Maluku, dan alternatif strategi pengelolaannya disiapkan berdasarkan (1) hasil kajian sumber daya ikan (SDI) dan perikanan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram yang dilaksanakan oleh Proyek USAID SEA, (2) hasil pertemuan untuk Pemaparan dan Diskusi Hasil Pengkajian Sumber Daya Ikan Karang di Perairan Laut sekitar Pulau Seram, Provinsi Maluku yang diselenggarakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku di Ambon pada tanggal 25 Januari 2021, (3) hasil analisis ulang untuk kajian SDI dan perikanan karang oleh Proyek USAID SEA menggunakan data produksi ikan karang dengan rentang waktu lebih panjang, (4) masukan saat pemaparan Status Stok dan Perikanan Karang di Laut sekitar Pulau Seram, Provinsi Maluku, pada Pertemuan Ilmiah Pertama Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan tahun 2021 yang diselenggarakan di Bogor, 15-16 Februari 2021.

Kajian SDI dan perikanan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram dilaksanakan oleh Proyek USAID SEA menggunakan data statistik perikanan tangkap serta data frekuensi panjang dan kematangan gonad. Data statistik perikanan tangkap tahun 2005-2016 diperoleh dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). Sementara itu, data frekuensi panjang dan kematangan gonad adalah hasil pemantauan penangkapan ikan karang di laut sekitar Pulau Seram oleh Proyek USAID SEA dari akhir 2017 hingga awal 2020.

Hasil kajian SDI tersebut telah dipaparkan dan didiskusikan pada pertemuan yang diselenggarakan oleh DKP Provinsi Maluku di Ambon pada tanggal 25 Januari 2021. Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari DKP Provinsi dan Kabupaten/Kota di Maluku, Perguruan Tinggi di Ambon, LIPI di Ambon, Unit Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Pusat Riset Perikanan, Balai Riset Perikanan Laut, serta Pelabuhan Perikanan Nusantara di Ambon dan Tual) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (WWF). Setelah mencermati hasil kajian SDI tersebut, serta memperhatikan dan mengacu arahan Kepala DKP Provinsi Maluku dan paparan Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Provinsi Maluku, peserta pertemuan kemudian mengidentifikasi isu dan tujuan pengelolaan untuk mengatasi isu tersebut, serta langkah/ketentuan pengelolaan untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram.

Menggunakan data statistik perikanan tangkap dengan rentang waktu yang lebih panjang, yaitu 2001-2020, bersumber dari DJPT dan DKP Provinsi Maluku, serta informasi mengenai hasil tangkapan harian per kapal tahun 2018-2020 hasil pemantauan Proyek USAID SEA, telah dilakukan analisis ulang untuk pengkajian SDI dan perikanan oleh Proyek USAID SEA. Hasil analisis ulang ini kemudian dipaparkan pada Pertemuan Ilmiah Pertama Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan tahun 2021 yang diselenggarakan di Bogor, 15-16 Februari 2021.

Pertemuan ini dihadiri oleh 35 orang anggota Komisi Nasional tersebut.

Hasil dari kajian, pertemuan, dan diskusi tersebut kemudian digunakan untuk menyusun dokumen Sumber Daya Ikan dan Perikanan Karang di Laut sekitar Pulau Seram, Provinsi Maluku, dan alternatif strategi pengelolaannya. Dokumen ini diharapkan bisa digunakan sebagai salah satu masukan dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan karang di Provinsi Maluku.

(4)

iv

DAFTAR ISI

PENYIAPAN DOKUMEN ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

2. SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN ... 3

2.1. Kondisi Perairan, Distribusi Vertikal Ikan Karang, dan Kawasan Konservasi ... 3

2.2. Perkembangan Produksi Ikan Karang ... 5

2.3. Parameter Dinamika Biomasa, Potensi Produksi dan Tingkat Optimal Pemanfaatan Stok Ikan ... 6

2.4. Perkembangan Pemanfaatan dan Status Sumber Daya Ikan ... 8

2.5. Parameter Sejarah Hidup dan Potensi Pemijahan ... 10

3. ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN ... 13

3.1. Latar Belakang ... 13

3.2. Tujuan Pengelolaan Perikanan ... 13

3.2.1. Tujuan Kebijakan Tingkat Tinggi dan Isu Umum ... 14

3.2.2. Tujuan Umum ... 15

3.2.3. Isu Prioritas dan Tujuan Operasional Pengelolaan Perikanan ... 15

3.3. Indikator dan Angka Acuan ... 16

3.4. Ketentuan Pengelolaan Perikanan dan Program Pendukung ... 17

3.5. Pemantauan dan Pengkajian Perikanan ... 19

3.5.1. Pemantauan Perikanan ... 19

3.5.2. Prosedur Pengkajian Perikanan ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

LAMPIRAN ... 24

(5)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kedalaman maksimum (m) habitat kerapu (Epinephelinae), kakap (Lutjanidae), ekor kuning/pisang-pisang (Caesionidae) dan lencam (Lethrinidae) ... 4 Tabel 2. Laju pertumbuhan intrinsik dan biomasa ikan saat belum pernah dimanfaatkan dari famili Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae di laut sekitar Pulau Seram. ... 7 Tabel 3. Perkiraan hasil tangkapan lestari maksimum (MSY), serta kematian karena penangkapan dan biomasa ikan saat dicapai MSY dari famili Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae di laut sekitar Pulau Seram. ... 7 Tabel 4. Perkiraan biomasa ikan saat belum pernah dimanfaatkan, laju pertumbuhan intrinsik, koefisien kemampuan tangkap, hasil tangkapan lestari maksimum, serta kematian karena penangkapan dan biomasa saat dicapai MSY dari stok agregat di laut sekitar Pulau Seram. ... 7 Tabel 5. Kematian karena penangkapan, biomasa ikan, serta nilai relative dari kematian karena penangkapan dan Biomasa ikan dari famili Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae di laut sekitar Pulau Seram, 2020. ... 10 Tabel 6. Parameter pertumbuhan dan koefisien kematian dari beberapa species ikan karang di laut sekitar Pulau Seram. ... 11 Tabel 7. Estimasi ukuran pertama kali tertangkap hasil pengamatan (𝐿𝐶) dan tingkat optimalnya (𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡), serta ukuran pertamakali memijah (𝐿𝑀), dan status stok beberapa species ikan karang di laut sekitar Pulau Seram, 2018/2019. ... 12 Tabel 8. Ketahanan (resilience) stok beberapa species ikan karang di laut sekitar Pulau Seram, serta rasio potensi pemijahan tahun 2018 dan 2019 dan acuan batas aman. ... 12 Tabel 9. Isu dan tujuan operasional pengelolaan perikanan karang di perairan laut Pulau Seram ... 16 Tabel 10. Indikator dan angka acuan untuk mengukur capaian dalam pengelolaan perikanan 16 Tabel 11. Langkah atau ketentuan pengelolaan perikanan untuk mencapai tujuan operasional ... 17 Tabel 12. Jenis data untuk masing-masing indikator, frekuensi pengumpulan dan jenis ikan yang dipantau ... 19 Tabel 13. Metode analis untuk masing-masing indikator capaian pengelolaan perikanan ... 20

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta indikatif perairan laut sekitar Pulau Seram ... 3 Gambar 2. Perkembangan produksi Serranidae, Lutjanidae, dan Caesionidae hasil tangkapan pada perairan laut di (A) Provinsi Maluku, dan (B) sekitar Pulau Seram, 2001-2020. ... 6 Gambar 3. Perkembangan (A) tekanan penangkapan dan (B) kelimpahan biomasa Serranidae, Lutjanidae dan Caesionidae serta stok agregatnya di laut sekitar Pulau Seram, sebagaimana diindikasikan oleh angka relatif dari kematian karena penangkapan dan biomasa, 2001-2020. 8 Gambar 4. Perkiraan lintasan perkembangan biomasa dan tekanan penangkapan, sebagaimana digambarkan dari biomasa relatif (relative biomass, B/BMSY) dan kematian karena penangkapan relatif (relative fishing mortality, F/FMSY), dari stok (A) Caesionidae, (B) Lutjanidae, dan (C) Serranidae, serta (D) stok agregatnya di laut sekitar Pulau Seram, 2001- 2020. ... 9

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data dan Metode Analisis untuk Kajian Sumber Daya Ikan... 25 Lampiran 2. Peta ilustratif kedalaman perairan laut di sekitar pulau-pulau di Provinsi Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat... 28 Lampiran 3. Peta indikatif lokasi kawasan konservasi pada perairan laut sekitar Pulau Seram.

... 29 Lampiran 4. Peta indikatif lokasi rawan penangkapan ikan destruktif di Provinsi Maluku ... 30

(7)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi Maluku, dengan wilayah administrasi sekitar 712.480 km2, mencakup perairan laut seluas 658.295 km2 (92%) dan daratan seluas 54.185 km2 (8%), terdiri dari empat pulau besar dan 1.336 pulau kecil (Pemda Prov. Maluku, 2020). Salah satu mata-pencaharian utama dari masyarakat pesisir Provinsi Maluku adalah menangkap ikan. Kegiatan penangkapan ikan karang di Maluku telah dilakukan nelayan sebelum tahun 1980 (Dwiponggo, 1987). Spesies ikan karang yang menjadi target utama para nelayan di Provinsi Maluku adalah kerapu (Famili Serranidae) dan kakap merah (Famili Lutjanidae). Spesies ikan karang lainnya yang tertangkap dalam jumlah relatif banyak adalah ekor kuning atau lolosi (famili Caesionidae) dan lencam (famili Lethrinidae). Kontribusi dari Serranidae, Lutjanidae, Caesionidae dan Lethrinidae terhadap produksi perikanan karang provinsi Maluku, masing-masing adalah 23%, 21%, 26% dan 16% dari total produksi ikan karang pada tahun 2016 (DJPT, 2017).

Pulau terbesar di Provinsi Maluku adalah Pulau Seram dengan luas 18.625 km², dihuni oleh sekitar 37.6% penduduk Provinsi Maluku (Pemda Prov. Maluku, 2020). Kegiatan penangkapan ikan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram dilakukan oleh nelayan dari Pulau Seram dan Ambon menggunakan kapal berukuran panjang antara 3-12 meter, namun sebagian besar berukuran panjang antara 6-7 meter. Nelayan umumnya menggunakan alat tangkap pancing ulur, gillnet dasar dan panah, sebagian kecil nelayan menggunakan bubu, tombak dan rawai dasar. Berdasarkan kondisi batimetri perairan laut sekitar Pulau Seram (Gambar 1) dan distribusi vertikal dari empat famili ikan karang tersebut, yaitu kurang dari 500 meter (www.fishbase.org), penyebaran ikan dari empat famili tersebut berada pada perairan laut dengan jarak kurang dari 12 mil laut dari pantai. Oleh karena itu, nelayan dapat pergi ke laut menangkap ikan karang dan kembali ke pantai di hari yang sama. Ikan karang hasil tangkapan nelayan di daratkan di tempat pendaratan ikan di Wilayah Administrasi Kabupaten Seram Timur, Maluku Tengah, dan Seram Barat, serta di Wilayah Administrasi Kota Ambon. Kegiatan perikanan tersebut menyumbang sekitar 65% dari produksi ikan karang Provinsi Maluku pada periode tahun 2009-2015 (DKP Provinsi Maluku, 2010-2016).

Lokasi habitat ikan karang tersebut yang mudah terjangkau dan permintaan akan ikan karang yang cenderung terus meningkat mendorong nelayan untuk mengembangkan armada penangkapannya. Bila perkembangan armada penangkap ikan tidak dikendalikan secara efektif, hal tersebut dapat berdampak terjadinya pemanfaatan berlebih (over-exploitation) pada sumber daya ikan (SDI) dan hilangnya keuntungan ekonomi perikanan (Clark, 2006). Agar SDI lestari serta dapat menghasilkan manfaat pada tingkat optimal dan berkelanjutan, pemerintah perlu melaksanakan pengelolaan perikanan (UU No. 31 Tahun 2004; UU No. 23 Tahun 2014).

Mempertimbangkan penyebaran ikan karang pada perairan laut sekitar Pulau Seram yang tak sampai 12 mil laut dari pantai, pengelolaan perikanannya menjadi tanggung-jawab Pemerintah Daerah Provinsi Maluku (UU No. 23 tahun 2014; Perda Prov. Maluku No. 11 Tahun 2013).

SDI adalah salah satu kekayaan alam yang merupakan modal dasar yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Pasal 33 (3) UUDRI 1945). Optimisasi potensi SDI tersebut untuk memajukan kesejahteraan umum guna mewujudkan bangsa yang makmur, perlu dilakukan dalam konteks pemenuhan kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan

(8)

2

generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya (Penjelasan UU No. 17 Tahun 2007). Indonesia berkomitmen menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dan mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang telah disepakati anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (UNGA, 2015; PerPres No. 59 Tahun 2017). Tujuan ke 14 dari Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal – SDG 14) yaitu melestarikan dan menggunakan secara berkelanjutan samudera, laut dan sumber daya kelautan untuk pembangunan berkelanjutan. Komitmen untuk menerapkan konsep dan mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan serta mengelola sumber daya alam, termasuk perikanan, di Provinsi Maluku tertulis pada Visi dan Misi serta tercermin dalam program dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Maluku tahun 2019-2024 (Pemda Prov. Maluku, 2020).

Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan pada sektor perikanan membutuhkan pendekatan ekosistem, yaitu pendekatan untuk menyeimbangkan kesejahteraan manusia dan kesehatan ekologis (FAO, 2003; Bianchi, 2008).Oleh karena itu, pendekatan tersebut juga perlu diterapkan dalam pengelolaan perikanan (FAO, 2003). Langkah kunci dalam implementasi pengelolaan perikanan adalah penyusunan rencana pengelolaan perikanan (RPP). RPP disusun berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang tersedia (the best scientific evidence available) (FAO, 1995;

1997; 2003). Hal itu juga berarti bahwa tidak adanya informasi ilmiah yang memadai tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menunda atau gagal mengambil tindakan untuk melestarikan spesies target, spesies terkait atau tergantung, spesies non-target dan lingkungannya (FAO, 1995). Pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) tersebut harus diterapkan untuk konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan stok ikan untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan, sebagaimana disepakati oleh negara-negara anggota PBB (UNGA, 1995) dan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007.

Pada saat ini, rencana pengelolaan perikanan karang (RPP Karang) di Provinsi Maluku belum tersedia. Sesuai dengan mandat yang diberikan oleh Perda Prov. Maluku No. 11 Tahun 2013, Pemerintah Provinsi Maluku perlu menyusun RPP Karang untuk mengelola sumber daya ikan tersebut di Wilayah Pengelolaan Perikanan Daerah. Penyusunan RPP Karang perlu dilakukan, sebagai langkah perumusan arah bagi Pemerintah Provinsi Maluku dalam mengendalikan pengembangan armada penangkapan ikan secara efektif, sehingga tujuan pengelolaan perikanan tercapai.

1.2. Tujuan

Makalah ini disiapkan sebagai masukan bagi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku dalam penyiapan rencana pengelolaan perikanan karang dengan pendekatan ekosistem di perairan laut Pulau Seram. Informasi yang dibutuhkan untuk menyusun rencana pengelolaan perikanan tersebut dan disajikan dalam tulisan ini mencakup:

(1) informasi mengenai potensi dan status stok ikannya, yang dihasilkan dari pengkajian SDI;

(2) strategi pengelolaan yang disusun berdasarkan kondisi terkini dari stok ikan dan perikanannya serta kebijakan pembangunan berkelanjutan pada sektor perikanan.

Ragam informasi yang disiapkan dan disajikan dalam tulisan ini mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor PER.29/MEN/2012, FAO (2003) serta Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No. 17/PER-DJPT/2017.

(9)

3

2. SUMBER DAYA IKAN DAN PERIKANAN

Pada Bab ini disajikan informasi mengenai kondisi perairan, distribusi vertikal ikan karang, khususnya stok dari famili Serranidae, Lutjanidae, Caesionidae dan Lethrinidae, serta perkembangan produksi ikannya dari kegiatan penangkapan di perairan laut sekitar Pulau Seram bersumber dari sejumlah publikasi. Selain itu, pada Bab ini juga disajikan informasi mengenai dinamika biomasa, potensi produksi serta perkembangan pemanfaatan dan status sumber daya ikan karang bersumber dari hasil kajian yang dilakukan oleh Purwanto & Mardiani (2021). Dalam pengkajian SDI karang tersebut terkendala oleh keterbatasan data yang tersedia.

Data yang ada dan memadai untuk menilai status stok ikan dan perikanan karang serta potensi produksi perikanannya adalah berat ikan karang hasil tangkapan dan komposisi ukuran ikan karang yang didaratkan di Provinsi Maluku, sedangkan data lain, seperti perkiraan upaya penangkapannya tidak tersedia. Data dan informasi serta metode analisis yang digunakan untuk pengkajian sumber daya ikan tersebut disajikan pada Lampiran 1.

2.1. Kondisi Perairan, Distribusi Vertikal Ikan Karang, dan Kawasan Konservasi

Perairan laut sekitar Pulau Seram memiliki dasar dengan sudut kemiringan yang relatif curam.

Peta indikatif batimetri perairan tersebut disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta indikatif perairan laut sekitar Pulau Seram

Perairan laut dengan kedalaman 600 meter hampir semuanya berjarak kurang dari 12 mil laut dari pantai, yaitu area yang menjadi kewenangan pengelolaan Pemerintah Provinsi Maluku.

Sementara itu, perairan dengan kedalaman 400 meter semua berada dalam area yang menjadi kewenangan pengelolaan Pemerintah Provinsi Maluku. Perairan laut yang berada di pantai utara Pulau Seram adalah bagian dari perairan Laut Seram yang masuk WPP 715, sedangkan yang berada di pantai selatan pulau tersebut adalah bagian dari Laut Banda, yang masuk WPP 714.

Memperhatikan garis indikatif isobath (kedalaman sama), nampak bahwa garis tersebut tak terputus mengelilingi Pulau Seram.

(10)

4

Spesies ikan karang yang tertangkap dalam jumlah relatif banyak dari penangkapan di perairan laut Provinsi Maluku adalah ekor kuning (Caesionidae), kerapu (Serranidae), kakap merah (Lutjanidae), dan lencam (Lethrinidae) (DJPT, 2017). Jumlah spesies dan kedalaman maksimum dari habitat empat famili ikan karang tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kedalaman maksimum (m) habitat kerapu (Epinephelinae), kakap (Lutjanidae), ekor kuning/pisang-pisang (Caesionidae) dan lencam (Lethrinidae)

Kedalaman maksimum habitat (m)

Epinephelinae Lutjanidae Caesionidae Lethrinidae Jumlah

spesies Pro-

porsi Jumlah

spesies Pro-

porsi Jumlah

spesies Pro-

porsi Jumlah

spesies Pro- porsi

50 17 28% 16 29% 10 63% 13 46%

100 14 23% 23 41% 5 31% 7 25%

200 19 32% 7 13% 7 25%

300 8 13% 6 11% 1 4%

400 2 3% 4 7%

500 1 6%

Jumlah 60 100% 56 100% 16 100% 28 100%

Sumber: www.fishbase.org

Habitat Epinephelidae dan Lutjanidae adalah pada perairan laut hingga kedalaman 400 meter.

Lethrinidae berada hingga kedalaman 300 meter. Sementara itu, spesies dari Caesionidae sebagian besar berada pada perairan hingga kedalaman 100 meter, dan hanya satu species yang terdapat hingga kedalaman 500 meter. Berdasarkan kondisi batimetri perairan laut sekitar Pulau Seram (Gambar 1) dan distribusi vertikal dari empat famili tersebut (Tabel 1), penyebaran ikan dari empat famili tersebut berada pada perairan laut dengan jarak kurang dari 12 mil laut dari pantai.

Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menetapkan status stok ikan karang di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri nomor KEP. 45/MEN/2011, 47/KEPMEN-KP/2016 dan 50/KEPMEN-KP/2017, mengasumsikan bahwa sumber daya ikan karang di WPP tersebut sebagai satu satuan stok. Mempertimbangkan kondisi batimetri di WPP 715, terdapat indikasi adanya empat unit stok Epinephelidae, dan Lutjanidae, Lethrinidae dan Caesionidae di WPP tersebut, yaitu stok di perairan laut di Teluk Tomini, di sekitar Pulau Halmahera, di sekitar Pulau Seram, dan di sekitar Papua Barat, yang dipisahkan oleh perairan laut dengan kedalaman lebih dari 600 meter (Lampiran 2). Selain itu, kondisi batimetri perairan sekitar Pulau Seram, serta garis isobath 400 dan 600 meter yang mengelilingi Pulau Seram, mengindikasikan bahwa perairan laut sekitar Pulau Seram adalah satu kawasan ekologis ikan karang dari empat famili tersebut, sehingga empat famili tersebut pada perairan laut sekitar Pulau Seram masing-masing merupakan satu kesatuan stok.

Pada awal 1990-an, sejumlah ilmuwan perikanan mempertimbangkan penggunaan kawasan konservasi perairan atau suaka perikanan sebagai sarana untuk meningkatkan keberlanjutan perikanan guna mengatasi kegagalan pengelolaan perikanan konvensial (Dugan & Davis, 1993;

Carr et al., 2019). Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya untuk pemulihan kembali populasi ikan dengan cepat membutuhkan kawasan yang tidak ada kegiatan penangkapan (no- take zone) (Varkey et al., 2012). Suaka perikanan dapat memainkan peran kunci dalam mendukung perikanan dengan meningkatkan hasil tangkapan nelayan yang beroperasi di sekitar

(11)

5

kawasan konservasi tersebut (Roberts et al., 2001). Penerapan kawasan konservasi perairan juga dapat meningkatkan ukuran panjang ikan yang tertangkap (Roberts et al., 2001; Watson et al., 2009). Menurut Baskett & Barnett (2015) serta Carr et al. (2019), kawasan konservasi perairan meningkatkan keberlanjutan melalui: (1) pengendalian upaya penangkapan ikan dengan membatasi akses ke bagian dari stok ikan, (2) penciptaan penyangga secara spasial terhadap pengelolaan yang tidak berhasil, (3) pengurangan dampak terhadap ukuran dan struktur umur, (4) pengurangan hasil tangkapan sampingan, (5) pembatasan dampak perikanan terhadap struktur genetik dan keanekaragaman, serta (6) pembatasan kerusakan habitat ikan esensial.

Kawasan konservasi perairan sebagai bagian dari upaya konservasi sumber daya ikan dilakukan dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan (Pasal 13 (1), UU No. 31 Tahun 2004). 1,2 Konservasi ekosistem tersebut dilakukan pada semua tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan, antara lain terumbu karang, mangrove dan padang lamun (Pasal 5, PP No.

60 Tahun 2007). Satu atau beberapa tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan dapat ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai kawasan konservasi perairan, terdiri atas taman nasional perairan, taman wisata perairan, suaka alam perairan, dan suaka perikanan (Pasal 8, PP No. 60 Tahun 2007).

Pada saat ini di Provinsi Maluku terdapat sejumlah Kawasan Konservasi yang telah dicadangkan di dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi 2018 – 2038 (Perda No. 1 Tahun 2018). Rencana kawasan konservasi Provinsi tersebut mencakup kawasan konservasi perairan dan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil (Perda No.

1 Tahun 2018, Pasal 27). Peta indikatif lokasi kawasan konservasi di perairan laut sekitar Pulau Seram disajikan pada Lampiran 3.

2.2. Perkembangan Produksi Ikan Karang

Ikan karang yang tertangkap dalam jumlah relatif banyak adalah kerapu (Serranidae), kakap merah (Lutjanidae), ekor kuning atau lolosi (Caesionidae) dan lencam (Lethrinidae).

Perkembangan produksi empat jenis ikan karang tersebut yang ditangkap dari seluruh perairan laut di Provinsi Maluku, dan dari sekitar Pulau Seram disajikan pada Gambar 2(A) dan 2(B).

Berdasarkan data statistik Perikanan Tangkapa DKP Maluku tahun 2011-2015, perikanan yang beroperasi di perairan laut sekitar Pulau Seram menyumbang produksi ikan karang Provinsi Maluku untuk famili Serranidae, Lutjanidae, dan Caesionidae masing-masing sekitar 69%

(dengan kisaran 63-74%), 73% (70-75%), dan 77% (76-78%).

Secara umum, produksi ikan karang terendah yang didaratkan dari perairan laut Provinsi Maluku maupun dari perairan laut sekitar Pulau Seram terjadi tahun 2001-2003. Produksi mulai meningkat tahun 2004. Pada periode 2001-2020, produksi tertinggi ikan karang Provinsi Maluku famili Serranidae, Lutjanidae, dan Caesionidae masing-masing adalah 14348 ton, 14149 ton, dan 17643 ton yang dicapai pada tahun yang berbeda (Gambar 2(A)). Sementara itu, produksi tertinggi ikan karang dari perairan laut sekitar Pulau Seram pada periode 2001-2020

1 Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan (Pasal 1(8), UU No. 31 Tahun 2004).

2Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan (Pasal 1(8), PP No. 60 Tahun 2007).

(12)

6

untuk famili Serranidae, Lutjanidae, dan Caesionidae masing-masing adalah 10204 ton, 10288 ton, dan 13730 ton (Gambar 2(B)).

Gambar 2. Perkembangan produksi Serranidae, Lutjanidae, dan Caesionidae hasil tangkapan pada perairan laut di (A) Provinsi Maluku, dan (B) sekitar Pulau Seram, 2001-2020.

Kegiatan penangkapan ikan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram dilakukan oleh nelayan dari Pulau Seram dan Ambon menggunakan kapal berukuran panjang antara 3-12 meter, namun rata-rata ukuran panjang kapal berkisar antara 6-7 meter. Alat tangkap yang digunakan nelayan dalam menangkap ikan karang beragam, mencakup pancing ulur, gillnet dasar dan panah, sebagian kecil nelayan menggunakan bubu, tombak dan rawai dasar. Namun demikian, alat tangkap yang paling banyak dioperasikan nelayan adalah pancing ulur (handline). Lokasi penangkapan ikan tak terlalu jauh dari pantai, sehingga nelayan dapat melakukan penangkapan dan kembali ke pantai dari menangkap ikan karang di hari yang sama (one day fishing). Rata-rata ikan karang gabungan dari famili Serranidae, Lutjanidae, dan Caesionidae yang tertangkap oleh nelayan menggunakan pancing ulur dengan kapal berukuran 6-7 meter pada tahun 2018, 2019 dan 2020 masing-masing adalah sekitar 10,50 kg, 10,37 kg dan 15,96 kg per kapal per hari.

2.3. Parameter Dinamika Biomasa, Potensi Produksi dan Tingkat Optimal Pemanfaatan Stok Ikan

Berdasarkan hasil analisis, laju pertumbuhan intrinsik dan kelimpahan stok ikan saat belum pernah dimanfaatkan disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa Caesionidae memiliki laju pertumbuhan intrinsik paling tinggi (0.655) dibandingkan Lutjanidae dan Serranidae. Namun demikian, kelimpahan stok Caesionidae saat belum pernah dimanfaatkan (virgin stock) adalah paling rendah (61.257 ton), dibandingkan Lutjanidae dan Serranidae.

Hasil tangkapan lestari maksimum (Maximum sustainable yield, MSY) dari pemanfaatan stok Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae di perairan laut sekitar Pulau Seram masing-masing diperkiran sekitar 10.037 ton, 5.783 ton dan 5.353 ton per tahun (Tabel 3). Hasil estimasi kematian karena penangkapan (fishing mortality) dan biomasa ikan saat dicapai MSY dari famili dari masing-masing stok ikan tersebut disajikan pada Tabel 3.

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

0 3000 6000 9000 12000 15000 18000 21000 24000 27000

2000 2005 2010 2015 2020

Hasil tangkapan tiga famili (ton)

Hasil tangkapan Lutjanidae, Serranidae, Caesionidae (ton)

Tahun

(A)

Lutjanidae Serranidae

Caesionidae Gabungan 3 famili

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

0 2500 5000 7500 10000 12500 15000 17500 20000

2000 2005 2010 2015 2020

Hasil tangkapan tiga famili (ton)

Hasil tangkapan Lutjanidae, Serranidae, Caesionidae (ton)

Tahun

(B)

Lutjanidae Serranidae

Caesionidae Gabungan 3 famili

(13)

7

Tabel 2. Laju pertumbuhan intrinsik dan biomasa ikan saat belum pernah dimanfaatkan dari famili Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae di laut sekitar Pulau Seram.

Nama lokal Famili

Laju pertumbuhan intrinsik (r)

Biomasa ikan saat belum pernah dimanfaatkan (K,

dalam ton) Angka

estimasi Batas

bawah Batas

atas Angka

estimasi Batas

bawah Batas atas Ekor kuning, Lolosi Caesionidae 0,655 0,543 0,791 61.257 44.059 85.168 Kakap merah Lutjanidae 0,284 0,165 0,487 81.543 39.616 167.843 Kerapu Serranidae 0,297 0,180 0,489 72.168 30.723 169.520 Sumber: Purwanto & Mardiani (2021)

Tabel 3. Perkiraan hasil tangkapan lestari maksimum (MSY), serta kematian karena penangkapan dan biomasa ikan saat dicapai MSY dari famili Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae di laut sekitar Pulau Seram.

Famili

Hasil tangkapan lestari maksimum (ton)

Kematian karena penangkapan saat dicapai

MSY (FMSY)

Biomasa ikan saat dicapai MSY (BMSY, dalam ton) Angka

estimasi Batas

bawah Batas

atas Angka

estimasi Batas

bawah Batas

atas Angka

estimasi Batas

bawah Batas atas Caesionidae 10.037 7.600 13.256 0,328 0,272 0,395 30,629 22,030 42,584 Lutjanidae 5.783 4.223 7.919 0,142 0,083 0,244 40,772 19,808 83,922 Serranidae 5.353 3.949 7.257 0,148 0,090 0,244 36,084 15,362 84,760 Sumber: Purwanto & Mardiani (2021)

Mempertimbangkan bahwa alat tangkap yang digunakan nelayan tidak selektif, stok dari tiga famili tersebut digabungkan menjadi satu sebagai stok agregat, dan dianalisis dengan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Biomasa dari stok agregat tersebut adalah sekitar 271.840 ton saat stok tersebut sama sekali belum dimanfaatkan. Laju pertumbuhan intrinsik dari stok agregat tersebut adalah sekitar 0,285. Pemanfaatan stok agregat tersebut secara optimal akan menghasilkan tangkapan lestari maksimum (MSY) sekitar 19.374 ton. Pada saat dicapai MSY, kematian karena penangkapan dan biomasa ikan dari stok agregat tersebut masing-masing adalah 0,1425 dan 135.920 ton.

Tabel 4. Perkiraan biomasa ikan saat belum pernah dimanfaatkan, laju pertumbuhan intrinsik, koefisien kemampuan tangkap, hasil tangkapan lestari maksimum, serta kematian karena penangkapan dan biomasa saat dicapai MSY dari stok agregat di laut sekitar Pulau Seram.

Parameter Simbol Satuan Angka

estimasi Batas

bawah Batas atas Biomasa ikan saat belum pernah dimanfaatkan K ton 271.840 130.265 567.281

Laju pertumbuhan intrinsik r 0,285 0,167 0,488

Koefisien kemampuan tangkap q 4,431E-05 2,966E-05 6,618E-05

Hasil tangkapan lestari maksimum MSY ton 19.374 14.189 26.452 Kematian karena penangkapan saat dicapai

MSY FMSY 0,1425 0,0833 0,2438

Biomasa ikan saat dicapai MSY BMSY ton 135.920 65.133 283.641 Keterangan: stok agregat adalah gabungan dari stok Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae.

Sumber: Purwanto & Mardiani (2021)

(14)

8

2.4. Perkembangan Pemanfaatan dan Status Sumber Daya Ikan

Penangkapan ikan karang di Provinsi Maluku telah berlangsung sebelum 1980 (Dwiponggo, 1987). Konflik sosial di Maluku tahun 1999-2002 (Lindawaty, 2011; Jati, 2013) telah berdampak penurunan intensitas penangkapan ikan karang di perairan laut provinsi tersebut, termasuk di sekitar Pulau Seram, yang sebelumnya relatif tinggi. Perkembangan pemanfaatan sumber daya ikan karang tersebut disajikan secara grafis pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Perkembangan (A) tekanan penangkapan dan (B) kelimpahan biomasa Serranidae, Lutjanidae dan Caesionidae serta stok agregatnya di laut sekitar Pulau Seram, sebagaimana diindikasikan oleh angka relatif dari kematian karena penangkapan dan biomasa, 2001-2020.

Tekanan penangkapan terhadap sumber daya ikan karang khususnya famili Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae, sebagaimana diindikasikan oleh angka kematian ikan karena penangkapan relatif, selama periode 2001-2003 sangat rendah (Gambar 3(A)). Tekanan penangkapan relatif rendah hingga tahun 2009, kecuali tekanan penangkapan terhadap stok kakap merah 2004-2007 sebelum turun kembali. Hal tersebut berdampak pada peningkatan biomasa ikan hingga mencapai lebih dari 170% dari kelimpahan biomasa saat dicapai MSY pada tahun 2005-2007 (Gambar 3(B)). Oleh karena itu secara umum tekanan penangkapan dan biomasa Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae dalam kondisi aman (Gambar 4).

Peningkatan tekanan penangkapan relatif tajam dan berlanjut sejak tahun 2010. Tekanan penangkapan terhadap stok Caesionidae pada tingkat berlebih pada tahun 2014, kemudian turun kembali ke tingkat aman, yaitu lebih rendah dari FMSY (Gambar 3(A) dan 4(A)). Tekanan penangkapan terhadap stok Serranidae, Lutjanidae dan stok secara agregate telah melebihi tingkat aman (overfishing) sejak 2016 (Gambar 3(A) dan 4(B-D)). Dampak dari hal tersebut adalah penurunan kelimpahan biomasa ikan, sebagaimana diindikasikan oleh biomasa relatif, pada tahun-tahun sesudahnya (Gambar 3(B)).

0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75

2000 2005 2010 2015 2020 Angak kematian karena penangkapan relatif (Ft/FMSY)

Tahun

(A)

Caesionidae Serranidae

Lutjanidae Gabungan 3 famili Batas aman

0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00

2000 2005 2010 2015 2020 Angka biomasa ikan relatif (Bt/BMSY)

Tahun

(B)

Caesionidae Serranidae

Lutjanidae Gabungan 3 famili Batas aman

(15)

9

Gambar 4. Perkiraan lintasan perkembangan biomasa dan tekanan penangkapan, sebagaimana digambarkan dari biomasa relatif (relative biomass, B/BMSY) dan kematian karena penangkapan relatif (relative fishing mortality, F/FMSY), dari stok (A) Caesionidae, (B) Lutjanidae, dan (C) Serranidae, serta (D) stok agregatnya di laut sekitar Pulau Seram, 2001- 2020.

Pada tahun 2020, laju kematian karena penangkapan stok Caesionidae lebih rendah dibanding FMSY, dengan fishing mortality relatif sekitar 0,85 (Tabel 5). Sementara itu, laju kematian karena penangkapan stok Lutjanidae dan Serranidae lebih tinggi daripada FMSY, masing-masing 29% dan 68% melebihi tingkat aman (FMSY). Laju kematian karena penangkapan stok agregat, yang terdiri dari tiga famili tersebut, juga lebih tinggi daripada FMSY. Walaupun demikian, seperti halnya biomasa Caesionidae, biomasa Lutjanidae dan Serranidae, serta stok agregat dari ketiga famili tersebut, masih pada tingkat aman, sebagaimana diindikasikan oleh biomasa relatif masing- masing adalah lebih tinggi 16%, 5%, 4% dan 5% dari tingkat aman (BMSY). Namun demikian, risiko over-eksploitasi terhadap sumber daya ikan relatif besar. Biomasa dan tekanan penangkapan terhadap stok Caesionidae walaupun pada tingkat aman, dan paling aman dibandingkan dua

(A) (B)

(C) (D)

Over-exploited Under-exploited

Under-fishing Over-fishing

(16)

10

stok lainnya, namun terdapat risiko over-eksploitasi sekitar 25,5% pada tahun 2020, yang ditunjukkan dengan jumlah dari persentase disamping bujur-sangkar warna merah, jingga dan kuning pada Gambar 4(A). Risiko over-eksploitasi pada stok Lutjanidae dan Serranidae adalah 96.6% dan 99.9% pada tahun 2020 (Gambar 4(B) dan 4(C)). Secara agregat, risiko over- eksploitasi adalah 95.6% pada tahun 2020 (Gambar 4(D)).

Tabel 5. Kematian karena penangkapan, biomasa ikan, serta nilai relative dari kematian karena penangkapan dan Biomasa ikan dari famili Caesionidae, Lutjanidae dan Serranidae di laut sekitar Pulau Seram, 2020.

Parameter Caesionidae Lutjanidae Serranidae Gabungan tiga famili Kematian karena

penangkapan (fishing mortality)

Angka estimasi 0,277 0,184 0,249 0,189

Batas bawah 0,211 0,159 0,217 0,166

Batas atas 0,318 0,192 0,259 0,198

Biomasa ikan (ton)

Angka estimasi 35.383 42.707 37.564 143.148 Batas bawah 30.811 40.902 36.193 136.167

Batas atas 46.471 49.209 43.151 162.743

Kematian karena penangkapan relatif (F/FMSY)

Angka estimasi 0,85 1,29 1,68 1,32

Batas bawah 0,64 1,12 1,46 1,16

Batas atas 0,97 1,35 1,74 1,39

Biomasa ikan relatif (B/BMSY)

Angka estimasi 1,16 1,05 1,04 1,05

Batas bawah 1,01 1,00 1,00 1,00

Batas atas 1,52 1,21 1,20 1,20

Sumber: Purwanto & Mardiani (2021)

2.5. Parameter Sejarah Hidup dan Potensi Pemijahan

Implementasi pengkajian berbasis panjang ikan terhadap stok ikan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram, yang terdiri dari banyak spesies, menghadapi kesulitan terutama dalam pengumpulan data frekuensi panjang berdasarkan spesies. Oleh karena itu, kajian terutama diprioritaskan pada spesies yang penting secara ekonomi.

Kegiatan pengkajian stok terhadap suatu spesies dengan menggunakan data komposisi panjang ikan mencakup estimasi parameter sejarah hidup, khususnya parameter fungsi pertumbuhan dan mortalitas alami, serta estimasi rasio potensi pemijahan berbasis panjang (length-based spawning potential ratio, LB-SPR). Rasio potensi pemijahan (SPR) digunakan sebagai patokan status stok ikan. SPR mengukur potensi reproduksi dari stok ikan yang mengalami penangkapan relatif terhadap stok yang belum pernah dimanfaatkan, sebagaimana ditunjukkan oleh proporsi potensi reproduksi dari stok yang belum pernah dimanfaatkan yang tersisa oleh tekanan penangkapan tertentu (Goodyear, 1990; 1993; Walters & Martell, 2004).

Berdasarkan analisis menggunakan fungsi pertumbuhan von Bertalanffy (Beverton & Holt, 1957; Sparre & Venema, 1998; Mildenberger, 2020; Mildenberger et al., 2017), Lutjanus gibbus diperkirakan tumbuh hingga panjang asimtotik (𝐿𝑖𝑛𝑓) 34,32 cm (panjang total, TL) dengan koefisien pertumbuhan 𝐾, yaitu laju untuk mencapai 𝐿𝑖𝑛𝑓, sekitar 0,569 (Tabel 6). Diantara spesies tersebut pada Tabel 6, Lethrinus ornatus memiliki koefisien pertumbuhan K tertinggi,

(17)

11

yaitu 1,49, untuk mencapai 𝐿𝑖𝑛𝑓 30,05 cm (TL). L. ornatus juga memiliki koefisien kematian alami paling tinggi, yaitu 1,8. Tingkat kematian karena penangkapan tidak dapat dibandingkan antar spesies karena resiko over-eksploitasi dari tingkat kematian karena penangkapan bersifat relatif terhadap tingkat kematian alaminya.

Tabel 6. Parameter pertumbuhan dan koefisien kematian dari beberapa species ikan karang di laut sekitar Pulau Seram.

Spesies Parameter pertumbuhan Koefisien

Kematian alami Panjang asimtotik (M)

(Linf, cm) Koefisien pertumbuhan (K)

Lutjanus gibbus 34,32 0,569 0,85

Lethrinus harak 30,18 1,030 1,37

Lethrinus ornatus 30,05 1,490 1,80

Lethrinus lentjan 30,08 0,380 0,65

Pteroceasio tile 24,45 0,920 1,36

Pterocaesio digramma 29,59 0,400 0,68

Sumber: Purwanto & Mardiani (2021)

Tambahan anakan ikan (recruitment) terhadap suatu stok berada pada tingkat aman bila ikan telah melakukan reproduksi sebelum tertangkap, sebagaimana diindikasikan oleh ukuran pertamakali tertangkap (length at first capture, 𝐿𝐶) yang lebih besar dari ukuran pertamakali memijah (length at first maturity, 𝐿𝑀), atau 𝐿𝐶 > 𝐿𝑀. Selain itu, ikan pertamakali tertangkap seharusnya lebih besar dari ukuran otimal pertamakali tertangkap (optimum length at first capture, 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡), 𝐿𝐶 > 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡, agar hasil tangkapan dan biomasa ikan pada masing-masing tingkat upaya penangkapan maksimum. Tabel menyajikan hasil estimasi ukuran pertama kali tertangkap hasil pengamatan (𝐿𝐶) dan tingkat optimalnya (𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡), serta ukuran pertamakali memijah (𝐿𝑀), dan status stok dari Lutjanus gibbus, Lethrinus harak, Lethrinus ornatus, Lethrinus lentjan, Pteroceasio tile, dan Pterocaesio digramma di laut sekitar Pulau Seram, 2018/2019.

Ukuran Lutjanus gibbus pertama kali tertangkap tahun 2018-2019 lebih kecil dari ukuran pertamakali memijah (Tabel 7), risiko dari hal ini adalah recruitment berada pada tingkat tidak aman untuk menjamin kesinambungan regenerasi. Namun demikian, peningkatan ukuran yang relatif tinggi, yaitu dari 22,0 cm pada tahun 2018 menjadi 25,6 cm pada tahun berikutnya, mendekati batas aman, yaitu 𝐿𝑀=26,0 cm, mengindikasikan kondisi stok yang membaik.

Indikasi membaik dari stok Lutjanus gibbus, ditunjukkan oleh ukuran pertamakali tertangkap (𝐿𝐶) yang lebih besar dari tingkat optimalnya (𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡). Hal ini mengkondisikan biomasa dan hasil tangkapan pada masing-masing penangkapan maksimum berada pada tingkat optimal.

Sementara itu, ukuran pertamakali tertangkap dari Lethrinus harak, Lethrinus ornatus, Lethrinus lentjan, Pteroceasio tile, dan Pterocaesio digramma lebih besar dari ukuran optimumnya dan ukuran pertamakali memijah (Tabel 7). Hal ini mengindikasikan bahwa recruitment dari spesies tersebut berada pada tingkat aman, serta biomasa dan hasil tangkapan pada masing-masing upaya penangkapan berada pada tingkat optimal.

Indikator lainnya untuk mengukur potensi pemijahan adalah rasio potensi pemijahan (spawning potential ratio, SPR). SPR mengukur potensi reproduksi dari stok ikan yang mengalami penangkapan relatif terhadap stok yang belum pernah dimanfaatkan. Semakin tinggi intensitas penangkapan semakin sedikit sisa stok induk yang potensial melakukan pemijahan, dan karena itu semakin kecil rasio potensi pemijahan. Batas aman (threshold of overfishing) potensi pemijahan masing-masing stok adalah berbeda tergantung kepada ketahanan (resilience)

(18)

12

terhadap pengaruh antropojenik (anthrophogenic). Pada Tabel 8 disajikan hasil analisis rasio potensi pemijahan tahun 2018 dan 2019 beberapa species ikan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram serta angka acuan batas amannya. SPR dari stok Lutjanus gibbus, Lethrinus harak, Lethrinus lentjan, Pteroceasio tile, dan Pterocaesio digramma lebih besar daripada angka acuan batas aman. Hal tersebut mengindikasikan bahwa stok pemijahan dari spesies tersebut berada pada tingkat aman untuk menjamin keberlanjutannya.

Tabel 7. Estimasi ukuran pertama kali tertangkap hasil pengamatan (𝐿𝐶) dan tingkat optimalnya (𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡), serta ukuran pertamakali memijah (𝐿𝑀), dan status stok beberapa species ikan karang di laut sekitar Pulau Seram, 2018/2019.

Spesies 𝐿𝐶 (cm) Angka acuan (cm) Status stok 2018/2019 2018 2019 𝐿𝑀 𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡 Recruitment Pertumbuhan

Lutjanus gibbus 22,0 25,6 26,0 20,3 TA A

Lethrinus harak 24,1 24,5 21,2 16,3 A A

Lethrinus ornatus 22,9 17,7 A A

Lethrinus lentjan 22,9 16,4 16,3 A A

Pteroceasio tile 21,6 21,4 18,4 11,3 A A

Pterocaesio digramma 21,4 17,2 15,6 A A

Keterangan:

Batas aman Aman (A) Tidak aman (TA)

Recruitment Lc=LM Lc>LM Lc<LM

Pertumbuhan Lc=Lc-opt Lc>Lc-opt Lc<Lc-opt

𝐿𝐶 = ukuran pertamakali tertangkap (length at first capture);

𝐿𝑀 = ukuran pertamakali memijah (length at first maturity);

𝐿𝑐_𝑜𝑝𝑡 = ukuran otimal pertamakali tertangkap (optimum length at first capture).

Sumber: Purwanto & Mardiani (2021)

Tabel 8. Ketahanan (resilience) stok beberapa species ikan karang di laut sekitar Pulau Seram, serta rasio potensi pemijahan tahun 2018 dan 2019 dan acuan batas aman.

Spesies Ketahanan

stok1)

SPR

Status Batas

aman2) Pengamatan3) 2018 2019

Lutjanus gibbus Sedang 35% 11% 89% Tidak dimanfaatkan berlebih Lethrinus harak Sedang 35% 64% 89% Tidak dimanfaatkan berlebih Lethrinus lentjan Sedang 35% 38% Tidak dimanfaatkan berlebih Pteroceasio tile Tinggi 30% 76% 74% Tidak dimanfaatkan berlebih Pterocaesio digramma Sedang 35% 39% Tidak dimanfaatkan berlebih Sumber: 1) www.fishbase.org; 2) Restrepo et al. (1998); 3) Purwanto & Mardiani (2021).

(19)

13

3. ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN

3.1. Latar Belakang

Secara umum, sumber daya ikan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram dalam kondisi tidak dimanfaatkan berlebih (over-exploited) pada tahun 2020. Masing-masing stok dari tiga famili ikan karang yang dikaji, yaitu Serranidae, Lutjanidae dan Caesionidae tidak pada kondisi dimanfaatkan penuh ataupun berlebih (Gambar 3(B); Tabel 5). Sementara itu, hasil kajian berdasarkan rasio potensi pemijahan (spawning potential ratio) terhadap stok dari enam species, yaitu satu species dari famili Lutjanidae, dua spesies dari famili Caesionidae, dan tiga species Lethrinidae, juga mengindikasikan bahwa stok tersebut tidak dalam kondisi dimanfaatkan berlebih (Tabel 8). Rata-rata ukuran pertamakali tertangkap (length at first capture, 𝐿𝐶) dari enam spesies tersebut lebih besar daripada ukuran optimumnya (optimum length at first capture) (Tabel 7), yang mengindikasikan bahwa biomasa dan hasil tangkapan dari enam spesies tersebut berada pada tingkat optimal pada masing-masing upaya penangkapan. Sementara itu, rata-rata ukuran pertamakali memijah (𝐿𝑀) diantara enam species tersebut, hanya Lutjanus gibbus yang lebih kecil dari ukuran pertama kali tertangkap (Tabel 7), yang mengindikasikan bahwa recruitment dari lima spesies tersebut berada pada tingkat aman. Walaupun demikian, 𝐿𝐶 dari Lutjanus gibbus telah meningkat dari 22,0 cm (tahun 2018) menjadi 25,6 cm (2019), mendekati batas amannya (𝐿𝑀=26,0 cm), yang mengindikasikan kondisi stok yang membaik.

Namun, tekanan penangkapan terhadap famili yang secara ekonomis menjadi target utama para nelayan di Provinsi Maluku, yaitu famili kerapu (Serranidae) dan kakap merah (Lutjanidae) telah melebihi tingkat optimum pada tahun 2020 (Gambar 3(A); Tabel 5). Tekanan penangkapan terhadap famili ekor-kuning (Caesionidae), walaupun berada pada tingkat aman, peningkatannya akan semakin meningkatkan tekanan penangkapan terhadap Serranidae dan Lutjanidae karena alat tangkap yang digunakan nelayan tidak selektif. Tekanan penangkapan terhadap ketiga stok tersebut secara agregate telah melebihi tingkat aman (overfishing). Oleh karena itu, pengendalian penangkapan ikan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram dalam kerangka pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem perlu dilakukan agar tekanan penangkapan ikan karang tersebut berada pada tingkat aman, sehingga semua stok ikan karang tersebut menghasilkan manfaat ekonomi pada tingkat optimal dan stok ikannya lestari. Strategi pengelolaan perikanan karang tersebut disajikan berikut ini.

3.2. Tujuan Pengelolaan Perikanan

Terdapat dua macam tujuan pengelolaan perikanan, yaitu tujuan umum (broad objectives) dan tujuan operasional (operational objectives). Tujuan operasional adalah terjemahan dari tujuan umum, karena tujuan umum masih terlalu luas untuk diimplementasikan. Perumusan tujuan operasional mengacu pada masalah atau isu prioritas (priority issues), yaitu masalah atau isu yang dipilih menggunakan skala prioritas dari sejumlah isu terkait perikanan yang diidentifikasi dengan mempertimbangkan tujuan umum pengelolaan perikanan. Tujuan umum untuk perikanan memberikan pernyataan tentang hasil yang diinginkan dari rencana pengelolaan perikanan dalam menangani serangkaian masalah atau isu umum (broad issues). Isu-isu umum diidentifikasi dengan pedoman tujuan kebijakan tingkat tinggi (high-level policy goals) yang

(20)

14

ditetapkan pada tingkat nasional sebagaimana ditemukan dalam peraturan perundang-undangan nasional (FAO, 2003; 2005 & 2016).

3.2.1. Tujuan Kebijakan Tingkat Tinggi dan Isu Umum

Wilayah Administratif Provinsi Maluku sebagian besar adalah perairan laut, dengan salah satu sumber daya alam utamanya adalah sumber daya ikan (SDI), yang menjadi salah satu andalan bagi kegiatan ekonomi masyakat provinsi tersebut. Sebagaimana dijelaskan pada Bab 1, kekayaan alam, termasuk SDI, adalah modal dasar yang harus dimanfaatkan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat (Pasal 33 (3) UUDRI 1945). SDI tersebut perlu didayagunakan potensi ekonominya pada tingkat optimum untuk mencapai Tujuan dan Cita-cita Nasional, yaitu antara lain memajukan kesejahteraan umum guna mewujudkan bangsa yang makmur, melalui pelaksanaan Pembangunan Nasional (Lampiran UU No. 17 Tahun 2007).

Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi.

Dalam RPJMD Provinsi Maluku tahun 2019-2024 dinyatakan bahwa kegiatan pembangunan mencakup pengembangan komoditas perikanan, melalui antara lain pengembangan kawasan berpotensi perikanan tangkap pada semua Kabupaten/Kota (Pemda Prov. Maluku, 2020).

Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks pemenuhan kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya (Penjelasan UU No. 17 Tahun 2007). Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut diimplementasikan dalam pengelolaan perikanan dengan penerapan pendekatan ekosistem untuk perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries - EAF), yang mengarahkan untuk menyeimbangkan kesejahteraan manusia dan kesehatan ekologis (FAO, 2003; Bianchi, 2008).

Komitmen untuk menerapkan dan mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia dinyatakan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017, dan di Provinsi Maluku dinyatakan dalam RPJMD Provinsi Maluku tahun 2019-2024 (Pemda Prov.

Maluku, 2020). Sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan nasional, penyusunan RPJMD tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dari manajemen pembangunan nasional (UU No. 25 Tahun 2004; Pemda Prov. Maluku, 2020).

Tujuan ke 14 dari Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal – SDG 14) yaitu melestarikan dan menggunakan secara berkelanjutan samudera, laut dan sumber daya kelautan untuk pembangunan berkelanjutan. Adapun Sasaran dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 14 antara lain adalah untuk mengatur secara efektif pemanenan, mengakhiri penangkapan ikan yang berlebihan, ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (Illegal, Unreported, and Unregulated fishing) serta praktik penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing), dan untuk mengimplementasikan rencana pengelolaan berbasis ilmu pengetahuan pada tahun 2020, dalam rangka memulihkan cadangan ikan dalam waktu sesingkat mungkin, setidaknya ke tingkat yang dapat menghasilkan produksi lestari maksimum sesuai karakteristik biologisnya (UNGA, 2015).

Hal tersebut relevan dengan masalah yang dihadapi saat ini dalam pembangunan perikanan di Indonesia, termasuk pula di Provinsi Maluku, yaitu pemanfaatan SDI yang dimanfaatkan penuh cenderung berlebih (KepMen KP No. 47/KEPMEN-KP/2016; Keputusan Menteri nomor 50/KEPMEN-KP/2017; Tabel 5), serta praktik penangkapan ikan secara ilegal dan praktik penangkapan ikan yang merusak. Hal tersebut mengancam kelestarian SDI dan kelangsungan

(21)

15

usaha perikanan, serta menyebabkan menurunnya manfaat ekonomi yang dapat diperoleh oleh nelayan.

3.2.2. Tujuan Umum

Hasil kajian terhadap SDI karang di perairan laut sekitar Pulau Seram menunjukkan bahwa walaupun sumber daya ikannya pada tahun 2020 dalam kondisi sehat, namun tekanan penangkapannya melebihi tingkat optimalnya. Risiko dari hal tersebut adalah sumber daya ikan tersebut akan dalam kondisi dimanfaatkan berlebih dan terancam kelestariannya, serta perikanan karang akan merugi dan terancam kelangsungan usahanya. Agar sumber daya ikan tersebut dapat menghasilkan manfaat pada tingkat optimum secara berkelanjutan dan terjamin kelestariannya (Pasal 6 UU No. 31 Tahun 2004), pemerintah perlu mengelola perikanan yang memanfaatkannya untuk memastikan keberlanjutan Pembangunan Nasional, sumber daya alam dan lingkungan (Lampiran UU No. 17 Tahun 2007). Pengelolaan perikanan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram diharapkan dapat mengkondisikan keberlanjutan perikanan, mencakup kelestarian SDI dan kelayakan sosial dan ekonomi perikanan. Hal tersebut sekaligus untuk memastikan pengelolaan terhadap perikanan skala kecilnya dilaksanakan sesuai dengan daya dukung ekologi dan sumber daya ikan, serta karakteristik sosial ekonominya.

Pendayagunaan potensi kemakmuran dari sumber daya ikan karang tersebut akan ikut mendukung pencapaian Tujuan dan Cita-cita Bangsa melalui Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Maluku. Mempertimbangkan peran strategis sumber daya alam tersebut dalam Pembangunan Nasional, tujuan umum (broad objectives) dalam pengelolaan perikanan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram mencakup:

(1) Mengoptimalkan manfaat SDI karang di perairan laut sekitar Pulau Seram;

(2) memastikan keberlanjutan dan kelestarian keanekaragaman hayati SDI karang di perairan laut sekitar Pulau Seram;

(3) Memastikan keberlanjutan fungsi lingkungan laut sekitar Pulau Seram, dan optimalnya daya dukung, serta pemulihannya.

3.2.3. Isu Prioritas dan Tujuan Operasional Pengelolaan Perikanan

Isu, kendala atau masalah terkait pengelolaan perikanan karang di perairan laut Pulau Seram telah diidentifikasi dengan mempertimbangkan tujuan umum (broad objectives) pengelolaan perikanan. Identifikasi isu tersebut menggunakan tiga kategori utama, yaitu kontribusi perikanan terhadap kesehatan ekologi (ecological wellbeing), kontribusi perikanan terhadap kesejahteraan manusia (human wellbeing), dan kemampuan perikanan untuk mencapai kontribusi optimumnya (ability to achieve).

Isu utama adalah penyusutan kelimpahan sumber daya ikan karang, yang berpengaruh terhadap produktivitas usaha nelayan. Ancaman terhadap kelestarian sumber daya ikan tersebut selain karena pemanfaatan berlebih juga adanya praktek penangkapan ikan secara ilegal dan merusak serta kecenderungan menurunnya kualitas lingkungan sumber daya ikan tersebut. Upaya pengkajian sumber daya ikan dan perumusan strategi pengelolaan perikanan terkendala oleh keterbatas data yang tersedia. Adapun tujuan operasional pengelolaan perikanan dirumuskan untuk mengatasi isu atau masalah tersebut. Pada Tabel 9 disajikan isu terkait pengelolaan perikanan dan tujuan operasional pengelolaan untuk mengatasinya.

(22)

16

Tabel 9. Isu dan tujuan operasional pengelolaan perikanan karang di perairan laut Pulau Seram

No Isu Tujuan operasional

1 Kecenderungan penurunan kelimpahan

stok ikan karang Meningkatkan kelimpahan stok ikan

karang 2 Peningkatan kegiatan penangkapan ikan

karang Mengendalikan peningkatan kapasitas

penangkapan ikan pada tingkat optimal 3 Kecenderungan penurunan produktivitas

kapal penangkap ikan karang target dan peningkatan jumlah ikan non target berharga murah

Meningkatkan produktivitas kapal penangkap ikan karang pada tingkat optimal

4 Terjadinya praktek penangkapan ilegal dan

destruktif Meminimumkan praktek penangkapan

ilegal dan destruktif 5 Keterbatasan ketersedian data untuk

pengkajian sumber daya ikan dan perikanan Meningkatkan cakupan, kualitas dan kuantitas ketersediaan data produksi ikan, upaya penangkapan dan frekuensi ukuran panjang ikan

6 Adanya ancaman terhadap kelestarian ekosistem dan sumber daya ikan karang, akibat adanya pembuangan limbah kegiatan industri dan perkebunan di darat, serta kegiatan perusakan lingkungan pantai, antara lain pariwisata tak ramah

lingkungan, pengurangan luasan mangrove, lamun serta tutupan karang

Mengendalikan limbah pada tingkat aman untuk ekosistem karang dan kegiatan perusakan lingkungan pantai

3.3. Indikator dan Angka Acuan

Untuk mengukur kinerja dalam mencapai tujuan operasional 1-3 (Tabel 9) digunakan indikator rasio potensi pemijahan, biomasa ikan relatif, kematian karena penangkapan relatif, dan hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (Tabel 10). Indikator capaian tersebut dipilih setelah mempertimbangkan data yang dapat dikumpulkan.

Tabel 10. Indikator dan angka acuan untuk mengukur capaian dalam pengelolaan perikanan

Tujuan operasional Indikator Angka acuan

1 Meningkatkan kelimpahan

biomasa ikan karang spawning potential ratio (SPR) 35%

Angka relatif dari biomasa ikan (Bt/BMSY) 1.0 2 Mengendalikan peningkatan

kapasitas penangkapan Angka relatif dari kematian karena

penangkapan (Ft/FMSY) 1.0

3 Meningkatkan produktivitas

kapal penangkap Hasil tangkapan per satuan upaya

penangkapan (kapal panjang 6-7 meter) meningkat 10%

dalam lima tahun

(23)

17

3.4. Ketentuan Pengelolaan Perikanan dan Program Pendukung

Dengan penerapan pendekatan ekosistem pada perikanan, pengelolaan perikanan tidak hanya terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melainkan juga terkait dengan upaya mempertahankan kelestarian/kesehatan lingkungan, agar pemenuhan berbagai kebutuhan dan keinginan masyarakat saat ini tidak akan menimbulkan risiko terhadap pilihan bagi generasi mendatang untuk mendapatkan manfaat dari berbagai barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem laut (FAO, 2003). Oleh karena itu, upaya untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan perikanan tidak hanya dilakukan dengan penerapan langkah atau ketentuan pengelolaan perikanan (fisheries management measures),3 melainkan juga melalui program pembangunan perikanan yang merupakan program pendukung pengelolaan perikanan.

Langkah atau ketentuan pengelolaan perikanan yang perlu diterapkan untuk mencapai tujuan operasional dalam rangka mengatasi isu 1-3 (Tabel 9) adalah pengendalian input penangkapan (Tabel 11). Sementara itu, isu 4-6 (Tabel 9) perlu diatasi dengan pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum, perbaikan sistem statistik perikanan tangkap serta, koordinasi dan aksi lintas sektor untuk pelestarian dan pemulihan lingkungan.

Tabel 11. Langkah atau ketentuan pengelolaan perikanan untuk mencapai tujuan operasional

Tujuan operasional pengelolaan Langkah/ketentuan pengelolaan 1 Meningkatkan kelimpahan stok ikan karang Pengendalian input/upaya penangkapan 2 Mengendalikan peningkatan kapasitas

penangkapan ikan Pengendalian input/upaya penangkapan

3 Meningkatkan produktivitas kapal penangkap Pengendalian input/upaya penangkapan Pengendalian input penangkapan perlu dilakukan dengan pembatasan intensitas penggunaan alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan, mencakup pembatasan jumlah dan ukuran kapal penangkap ikan (pengendalian kapasitas penangkapan), jumlah waktu kapal penangkap ikan diizinkan untuk menangkap ikan (pengendalian penggunaan kapal), atau produk dari kapasitas dan penggunaan kapal (pengendalian upaya penangkapan). Upaya penangkapan ikan diukur dari kemampuan suatu armada untuk menangkap proporsi tertentu dari stok ikan setiap tahun. Mengingat kapal dapat menggunakan alat penangkapan dan alat bantu penangkapan ikan dalam jumlah yang bervariasi, maka pengendalian upaya penangkapan ikan juga perlu mempertimbangkan faktor yang berkaitan dengan penggunaan peralatan per kapal.

Pengendalian input perikanan karang di perairan laut sekitar Pulau Seram dilakukan dengan mengurangi tingkat upaya penangkapan agar tekanan penangkapan terhadap sumber daya ikannya menurun. Berdasarkan hasil kajian terhadap stok agregat dari tiga famili, yang terdiri dari Serranidae, Lutjanidae dan Caesionidae, kelimpahan SDI tersebut masih dalam tingkat aman namun telah mendekati batas over-eksploitasi. Selain itu, tekanan penangkapan telah melebihi tingkat optimumnya (over-fishing), yaitu 32% lebih tinggi dari tingkat aman (FMSY) (Tabel

3 Langkah pengelolaan (management measures) adalah tindakan yang diambil dalam mengelola perikanan untuk mencapai tujuan, meliputi:

ketentuan teknis (technical measures), pengendalian input (input control) dan pengendalian output (output control). Ketentuan teknis adalah pembatasan atau batasan untuk mengatur output yang dapat diperoleh dari sejumlah upaya yang ditentukan, misalnya pembatasan alat tangkap, musim tertutup dan area tertutup. Dalam hal peraturan di atas, langkah-langkah ini umumnya dimaksudkan untuk mempengaruhi efisiensi alat tangkap. Pengendalian input secara langsung mengatur tingkat upaya yang dapat dimasukkan ke dalam perikanan. Secara umum, input lebih mudah dipantau daripada output. Pengendalian output secara langsung mengatur tangkapan yang dapat diambil dari perikanan dan dapat dilihat sebagai upaya untuk menghindari masalah yang terkait dengan mendefinisikan dan menegakkan aturan ketentuan teknis dan upaya yang tepat dengan secara langsung membatasi faktor yang menjadi perhatian utama, yaitu total hasil tangkapan. Namun, pengendalian hasil tangkapan juga memiliki masalah, yang sebagian besar terkait dengan pemantauan dan pengawasan (FAO, 1997).

Gambar

Gambar  1. Peta indikatif perairan laut sekitar Pulau Seram
Tabel 1. Kedalaman maksimum (m) habitat kerapu (Epinephelinae), kakap (Lutjanidae), ekor  kuning/pisang-pisang (Caesionidae) dan lencam (Lethrinidae)
Gambar  2. Perkembangan produksi Serranidae, Lutjanidae, dan Caesionidae hasil tangkapan  pada perairan laut di (A) Provinsi Maluku, dan (B) sekitar Pulau Seram, 2001-2020
Tabel 4. Perkiraan biomasa ikan saat belum pernah dimanfaatkan, laju pertumbuhan intrinsik,  koefisien kemampuan tangkap, hasil tangkapan lestari maksimum, serta kematian karena  penangkapan dan biomasa saat dicapai MSY dari stok agregat di laut sekitar Pu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan Fajriati (2013) mengenai hubungan dukungan sosial dengan tingkat kecemasan pada pasien kanker yang akan menjalani kemoterapi di RS Roemani

Terlihat dalam data di atas, argumen noninti fungsi adjung yang berada sesudah frasa adejktiva yang berfungsi predikatif intransitif membutuhkan konjungsi tertentu apabila

di dalam audio input filter sinyal masukan akan di filter sehingga menghasilkan sinyal dengan frekuensi di bawah 3400 Hz, kemudian sinyal akan masuk ke audio amplifier agar

Renstra Balai Besar Veteriner Denpasar dimaksudkan sebagai upaya untuk mengarahkan semua unsur kekuatan dan faktor kunci keberhasilan dalam menentukan strategi yang tepat,

Hasil pengujian aktivitas antikanker yang berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D yaitu ekstrak tunggal akar rumput bambu fraksi n-heksan dengan nilai

Nilai ekonomi total sumberdaya hutan yang dinilai di dalam penelitian ini adalah nilai manfaat tidak langsung, meliputi nilai ekonomi flora (rotan) dan fauna (madu),

Adapun persamaan tersebut menunjukkan dampak etika profesional, kompetensi akuntan pendidik atas akuntabilitas kinerja akuntan pendidik, dari hasil penelitian, maka

Lapisan ozon adalah lapisan gas O3 yang berada pada tingkatan stratosfer yang secara alami menyelimuti atau melindungi permukaan bumi sinar atau radiasi ultraviolet yang berasasal