BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden 1. Masa Kerja
Masa kerja dihitung dari hari pertama masuk kerja sampai dengan
saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam
penelitian ini subjek penelitian yang digunakan adalah pekerja dengan
masa kerja > 2 tahun.
Suma’mur (2009), menyatakan bahwa masa kerja menentukan
lama paparan seseorang terhadap faktor resiko yaitu tekanan panas. Maka
semakin lama masa kerja seseorang kemungkinan besar orang tersebut
mempunyai risiko yang besar mengalami kelelahan. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin lama kerja seseorang akan semakin lama pula waktu
terjadi paparan terhadap panas tersebut.
2. Umur
Umur responden di bagian proses dan sizing pada PT Iskandar
Indah Printing Textile Surakarta dibagi menjadi 3 kategori yaitu dewas
awal, dewasa akhir, lansia awal. Dari 3 kategori tersebut didapatkan hasil
responden yang berumur 26-35 tahun atau dikategorikan dewasa awal ada
4 orang dengan persentase 13,33 %, untuk responden yang umur 36-45
awal sebanyak 16 orang dengan prosentase 53,33. Glimer (1966) dalam
Setyawati (2011) faktor usia merupakan hal yang tidak dapat diabaikan,
mengingat usia berpengaruh terhadap kekuatan fisik dan mental seseorang
serta pada usia tertentu seorang pekerja akan mengalami perubahan
prestasi kerja. Puncak kekuatan otot pada laki-laki dan wanita sekitar usia
25-35 tahun.
3. Beban Kerja
Dari hasil pengukuran didapatkan nilai rata-rata denyut nadi tenaga
kerja di bagian proses 90,47/menit termasuk beban kerja ringan dan dari
hasil pengukuran denyut nadi tenaga kerja bagian sizing didapatkan hasil
rata-rata 107,40/menit termasuk beban kerja sedang. Menurut Christensen
(1991) dalam Tarwaka (2004) berarti pengukuran denyut nadi memiliki
beban kerja yang berbeda yaitu ringan (75-100) dan sedang (100-125).
B. Pengukuran Iklim Kerja Panas Menggunakan Questtemp dan Kelelahan Kerja Menggunakan Reaction timer L77 Lakassidaya
1. Iklim Kerja
Iklim kerja merupakan kombinasi suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan gerak udara dan suhu radiasi pada suatu lingkungan kerja. Iklim
kerja yang tidak nyaman dan tidak sesuai dengan sifat pekerjaan akan
sangat mengganggu pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja
Penelitian ini dilakukan pada 2 ruang yang berbeda yaitu Tenaga
kerja yang terpapar risiko iklim kerja panas > NAB yaitu di bagian sizing
dan tenaga kerja yang terpapar risiko iklim kerja panas < NAB yaitu di
bagian proses PT Iskandar Indah Printing Textile Surakarta. Astrand
(1977) dalam Wahyuni (2008), iklim kerja panas merupakan
mikrometeorologi dari lingkungan kerja dalam menjaga keseimbangan
panas tubuh, tubuh mengeluarkan panas secara berlebih ke lingkungan
sekitar secara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi. Tenaga kerja
yang beraklimatisasi panas dapat mengeluarkan keringat 6-8 liter sehari
kerja untuk membuang panas secara berlebih pada lingkungan sekitar.
Menurut Balai Hiperkes (2011) pengaruh iklim kerja di tempat
kerja terhadap tenaga kerja antara lain: penurunan kerja pikir, mengurangi
kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan
keputusan, mengganggu kecermatan otak, mengganggu koordinasi syaraf,
perasa dan motorik. Menurut Bernard 1996 dalam Gesang (2010)
2. Kelelahan Kerja
Menurut Grendjen (1993) dalam Tarwaka (2011), kelelahan adalah
suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan
lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirah.kelelahan diatur
sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sisitem aktivitas
(bersifat simpatis) dan inhibis (bersifat parasimpatis).Istilah kelelahan
biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda pada setiap individu,
kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.Menurut astrand dan rodhl (1997)
dalam Tarwaka (2011) secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari
yang sangat ringan sampai perasaan yang melelahkan. Kelelahan subyektif
biasanya terjadi pada akhir jam kerja apabila rata-rata beban kerja
melebihi 30-40% dari tenaga aerobik maksimal
Berdasarkan hasil penelitian ini dari 30 responden yang kelelahan
kerja dalam kategori ringan ada 14 orang (46,7%), dan responden yang
kelelahan kerja dalam kategori sedang ada 16 responden (53,3%).
pekerjaan dibagian sizing dan proses dalam perusahaan ini memang tidak
teralu berat sehingga mayoritas responden kategori tingkat kelelahan
sedang.
Pendapat Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka (2004),
biasanya kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk
bekerja, yang sebabnya adalah pekerjaan yang monoton, intensitas dan
lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status
kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai
dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan.
Kelelahan sujektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila beban
kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. Pengaruh- pengaruh ini seperti
berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur,
Menurut Budiono (2003), gejala umum kelelahan adalah suatu
perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi
terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut.
Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis,
segalanya terasa berat dan merasa mengantuk.
Banyak hal yang dapat menyebabkan kelelahan bekerja menurut
Grandjean (1991) dalam Tarwaka (2011) menjelaskan bahwa faktor
penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk
memelihara dan mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses
penyegaran harus dilakukan di luar tekanan.penyegaran terjadi terutama
selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu
berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.
C. Pengaruh Iklim Kerja terhadap kelelahan kerja
Berdasarkan hasil penelitian uji chi square menunjukan nilai dengan
p-value 0,025 <0,05 yang artinya ada pengaruh yang signifikan antara iklim
kerja terhadap tingkat kelelahan kerja. Dimana semakin iklim kerja panas
>NAB memberikan kecederungan meningkatnya kelelahan kerja. Hal ini
sesuai dengan pendapat Subaris, dkk, (2008) Iklim kerja adalah suatu
kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan
suhu radiasi pada suatu tempat kerja. Cuaca kerja yang tidak nyaman, tidak
sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat menurunkan kapasitas kerja yang
Hiperkes (2011) Pengaruh iklim kerja di tempat kerja terhadap tenaga kerja
antara lain: penurunan kerja pikir, mengurangi kelincahan, memperpanjang
waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan
otak, mengganggu koordinasi syaraf, perasa dan motorik.
Iklim kerja panas dapat menyebabkan beban tambahan pada sirkulasi
ruangan yang tidak cukup bagi pekerja akan sangat menimbulkan kelelahan.
Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat dilingkungan panas, maka
tubuh akan mendapatkan beban tambahan, karena harus membawa oksigen ke
bagian otot yang sedang bekerja. Di samping itu berkurangnya cadangan
energi dan meningkatkan sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya
efesiensi otot yang disadari sebagai kelelahan. Sehingga berkurangnya
frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot
dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Akibat dari pekerjaan ini,
maka frekuensi denyut nadi akan meningkat pula. Tenaga kerja yang terpapar
iklim kerja panas di lingkungan kerja akan mengalami heat strain atau
regangan panas merupakan efek yang diterima tubuh atas beban iklim kerja
tersebut (Santoso,2004).
D. Pengaruh Umur Terhadap Kelelahan Kerja
Berdasarkan hasil penelitian tingkat kelelahan lebih banyak dialami oleh
klompok pekerja yang berumur 46-55 tahun termasuk kategori lansia awal
yang berjumlah 16 orang, hasil uji chi Square diperoleh hasil p 0,467 (p>0,05)
kelelahan kerja pada pekerja di PT. Iskandar Indah Printing Textil Surakarta.
Penelitian ini serupa yang dilakukan oleh (Melati,2013) mengenai Hubungan
antara Umur, Masa Kerja dan Status Gizi dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Mabel di CV. Mercusuar dan CV. Mariska Desa Leilem Kecamatan
Sonder Kabupaten Minahasa menunjukkan hasil yang sama dimana p= 0,094
(p>0,05) hal ini berarti tidak ada pengaruh umur dengan kelelahan kerja.
Tidak adanya pengaruh umur dengan kelelahan kerja dikarenakan pekerja
cenderung lebih puas dengan pekerjaannya karena lebih mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan berdasarkan pengalamanya, cenderung
lebih stabil emosinya sehingga secara keseluruhan dapat bekerja lebih lancar
dan trampil.
E. Pengaruh Status Gizi Terhadap Kelelahan Kerja
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa tingkat kelelahan kerja lebih
banyak dialami oleh pekerja yang , memiliki setatus gizi normal dari hasil uji
chi square diperoleh nilai p=0,133 (p>0,05) hal ini dapat disimpulkan bahwa
tidak ada pengaruh status gizi terhadap kelelahan kerja pada pekerja bagian
Sizing dan Proses PT Iskandar indah printing textile surakarta. Hasil yang
sama didapatkan pula dari penelitian yang dilakukan oleh Alcantara 2012
mengenai hubungan antara faktor individu dengan kelelahan kerja pada
karyawan bilyard nine nine pool center yogyakarta menunjukkan p= 0,080
(p>0,05 ) hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh status gizi
yogyakarta. Hal ini dikarenakan rata-rata status gizi pekerja dalam keadaan
normal.
F. Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kelelahan Kerja
Pekerja dengan beban kerja ringan diketahui 50% tingkat kelelahan kerja
ringan dan 50% tingkat kelelahan kerja sedang. Dengan nilai minimum 84
denyut nadi / menit dan nilai maksimum 115 denyut nadi / menit.
Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan uji chi square diperoleh
hasil p=0,025 (p<0,05) ada pengaruh yang signifikan antara beban kerja
dengan kelelahan kerja di bagian prosees dan sizing PT. Iskandar Indah
Printing Textile Surakarta, sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa faktor penyebab kelelahan bukan hanya disebabkan oleh iklim kerja
tetapi dapat juga dipengaruhi faktor lain yaitu beban kerja
Hasil ini sesuai dengan teori (Suma’mur 2009) yang menyatakan volume
pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik berupa fisik atau mental
dan menjadi tanggung jawabnya. Seorang tenaga kerja saat melakukan
pekerjaan menerima beban sebagai akibat dari aktivitas fisik yang dilakukan.
Pekerjaan yang sifatnya berat membutuhkan istirahat yang sering dan waktu
kerja yang pendek. Jika waktu kerja ditambah maka melebihi kemampuan
G. Pengaruh Masa Kerja Terhadap Kelelahan Kerja
Berdasarkan hasil yang diperoleh Pekerja dengan masa kerja <19 tahun
diketahui 20% tingkat kelelahan kerja ringan dan 40% tingkat kelelahan kerja
sedang. Sedangkan pekerja dengan masa kerja >19 tahun, 73,3% tingkat
kelelahan kerja ringan dan 66,6% tingkat kelelahan sedang. Berdasarkan nilai
signifikansi 0,440 >0,05 maka dapat disimpulkan masa kerja tidak
berpengaruh terhadap tingkat kelelahan kerja. Hasil tersebut tidak sesuai
dengan teori dari Suma’mur (2009), menyatakan bahwa masa kerja
menentukan lama paparan seseorang terhadap faktor resiko yaitu tekanan
panas. Maka semakin lama masa kerja seseorang kemungkinan besar orang
tersebut mempunyai resiko yang besar mengalami kelelahan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin lama kerja seseorang akan semakin lama pula