• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro kalus embriogenik jahe (Zingiber officinale Rosc.) menggunakan filtrat bakteri ralstonia solanacearum untuk ketahanan terhadap bakteri layu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro kalus embriogenik jahe (Zingiber officinale Rosc.) menggunakan filtrat bakteri ralstonia solanacearum untuk ketahanan terhadap bakteri layu"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO

KALUS EMBRIOGENIK JAHE (Zingiber officinale Rosc.)

MENGGUNAKAN FILTRAT BAKTERI Ralstonia solanacearum

UNTUK KETAHANAN TERHADAP BAKTERI LAYU

MEYNARTI SARI DEWI IBRAHIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Induksi Variasi

Somaklonal dan Seleksi In Vitro Kalus Embriogenik Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Menggunakan Filtrat Bakteri Ralstonia solanacearum Untuk Ketahanan Terhadap

Bakteri Layu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Meynarti Sari Dewi Ibrahim

NRP A151060051

(3)

ABSTRACT

Meynarti Sari Dewi Ibrahim. Somaclonal variation induction and embryogenic callus in vitro selection of ginger (Zingiber officinale Rosc.) using Ralstonia solanacearum filtrate for bacterial wilt resistance. Supervised by Dr.Ir. Nurul khumaida, MSi. as chairman, Dr. Otih Rostiana MSc, and Dr.Ir. SupriadiMSc. as members.

Bacterial wilt disease caused by Ralstonia solanacearum is one of the most important diseases in ginger (Zingiber officinale Rosc.). It often cause significant yield lost. Various controlling techniques are not able to overcome the constraint optimally. This is because of unavailability of resistant ginger cultivar. The major constraints in obtaining R. solanacearum resistant ginger variety are the lack of resistant gene (narrow genetic stock), physiological barrier due to the self incompatibility, and low pollen fertility that cause difficulty in conventional cross breeding. Therefore, genetic variability enhancement has to be carried out to obtain ginger variety resistant to diseases. Somaclonal variation induction during the in vitro callus culture especially by applying selective medium as bacterial filtrate, could be effective method for generating somaclones resistant to certain diseases. In this study, R. solanacearum filtrate was applied as selective medium for ginger callus culture. The purposes of this study were obtaining (1) the concentration of R. solanacearum filtrate which could induce and selective embryogenic calli variability in ginger and (2) new resistant calli variant. This research was conducted in 5 stages: 1) the induction of embryogenic calli, 2) the analysis of embryogenic calli, 3) the induction of ginger calli resistance against bacterial wilt through stratified selective medium approach (filtrate concentration 0-50%), 4) the analysis of calli salicylic acid content, and 5) the histological analysis of selected calli. The use of R. solanacearum filtrate as selection agent in ginger in vitro culture medium has caused changes in calli color from yellowish-white into blackish-brown. The increase of R. solanacearum filtrate concentration at the 1st and 2nd selection stages decreased the calli weight and diameter, globular embryo number and torpedo embryo number. The calli histological analysis showed the damage symptom especially in calli protoderm layer. The increase of R. solanacearum filtrate concentration has caused the increase of calli salicylic acid content. The consentration of R. solanacearum filtrat at 0.3% - 2% at the 1st selection mediumand 3% - 20% at the 2nd selection could induce and select the resistant embryogenic calli of ginger.

(4)

RINGKASAN

MEYNARTI SARI DEWI IBRAHIM. Induksi Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro Kalus Embriogenik Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Menggunakan Filtrat

Bakteri Ralstonia solanacearum Untuk Ketahanan Terhadap Bakteri Layu.

Dibimbing oleh Dr.Ir.Nurul Khumaida, MSi, Dr.Otih Rostiana, MSc. dan

Dr.Ir.Supriadi, MSc.

Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum

merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) yang seringkali menyebabkan kehilangan hasil. Berbagai teknik pengendalian, baik dengan menggunakan antibiotik (agrimicin, agrept), mikroba antagonis (Bacillus subtillis, Pseudomonas fluorescens, P. putida, P. cepacia) maupun kultur teknis anjuran, belum mampu mengatasi kendala tersebut secara optimal. Hal ini dikarenakan belum ada varietas jahe tahan terhadap R. solanacearum. Kendala utama untuk memperoleh varietas jahe tahan terhadap R. solanacearum adalah terbatasnya sumber gen ketahanan (narrow genetic stock) dan hambatan fisiologis karena adanya sifat inkompatibilitas sendiri (self-incompatibility), serta rendahnya fertilitas polen sehingga persilangan konvensional sulit dilakukan. Karena itu upaya untuk memperoleh varietas jahe tahan penyakit perlu dilakukan dengan meningkatkan ketahanan secara inkonvensional. Induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro kalus embriogenik menggunakan filtrat merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan untuk meningkatkan ketahanan. Tujuan Penelitian adalah ; (1)

Mendapatkan konsentrasi filtrat R. solanacearum yang dapat menginduksi dan menyeleksi ketahanan kalus embriogenik jahe, dan (2) Mendapatkan varian kalus baru yang memiliki ketahanan terhadap filtrat R. solanacearum.

Penelitian dilaksanakan lima tahap. Tahap 1 dilakukan untuk mendapatkan kalus embriogenik, tahap 2 menganalisis kalus embriogenik, tahap 3 untuk menginduksi dan menyeleksi ketahanan kalus jahe terhadap penyakit layu bakteri yang dilakukan dengan menggunakan medium selektif secara bertingkat (konsentrasi filtrat 0 - 50%), tahap 4 menganalisis kandungan asam salisilat pada kalus, dan tahap 5 menganalisis histologi kalus.

Sebanyak 300 meristem (inner shoot bud) dari mata tunas aksilar jahe putih besar var. Cimanggu-I berumur 3 minggu digunakan sebagai sumber eksplan. Kalus embriogenik diinduksi dengan mengkulturkan meristem aseptik di dalam medium MS (Murashige and Skoog) dengan penambahan 2% sukrosa, 100 mg/l glutamin, 1,0 mg/l 2,4-D dan 3,0 mg/l BA. Kalus embriogenik yang berumur 8 minggu lalu disubkultur ke media yang sama untuk memperoleh kalus embriogenik dalam kuantitas yang cukup banyak dan respon induksi kalus embriogenik yang lebih seragam. Kalus ini digunakan pada tahapan seleksi dengan menggunakan filtrat bakteri R. solanacearum.

(5)

Kalus kemudian disubkultur ke media seleksi tahap kedua dengan konsentrasi filtrat; 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kalus yang bertahan hidup disubkultur kembali ke dalam medium MS (tanpa filtrat). Masing-masing tahapan seleksi dilakukan selama 3 minggu.

Analisis histologi kalus dilakukan dengan menggunakan metode Nakamura (1995). Histologi kalus dilakukan pada saat sebelum dan setelah seleksi kalus dengan filtrat R. solanacearum (setelah tahapan pemulihan kedua). Sementara kandungan asam salisilat dilihat pada saat kalus telah diperlakukan dengan filtrat R. solanacearum. Analisis kandungan asam salisilat dalam jaringan kalus ditentukan

dengan metode Bevilacgua & Califano (1989) menggunakan HPLC (High

Performance Liquid Chomography).

Peubah yang diamati meliputi: Jumlah kalus yang terbentuk (%), morfologi kalus, bobot segar kalus, diameter kalus, kematian kalus, histologi kalus dan kandungan asam salisilat. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10 ulangan. Rancangan perlakuan yang digunakan adalah faktor tunggal, yaitu konsentrasi filtrat bakteri patogen (R. solanacearum). Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F pada taraf 5%. Sebagai uji lanjut dari uji F, digunakan Uji Jarak Berganda Duncan (UJGD) pada taraf 5%.

Hasil penelitian memperlihatkan penggunaan filtrat R. solanacearum di dalam medium kultur in vitro jahe pada seleksi tahap pertama dan kedua menyebabkan terjadinya perubahan warna kalus dari putih kekuningan menjadi kuning kecoklatan dan coklat kehitaman. Berat dan diameter kalus, jumlah embrio globularsertajumlah embrio torpedo berkurang secara nyata setelah perlakuan filtrat R. solanacearum pada seleksi tahap pertama maupun kedua seiring dengan bertambah tingginya konsentrasi filtrat R. solanacearum.

Hasil histologi kalus memperlihatkan bahwa kalus yang diberi perlakuan filtrat R. solanacearum 40% dan 50% menunjukkan adanya gejala kerusakan (nekrosis). Kerusakan terutama tampak pada bagian lapisan protroderm kalus. Kandungan asam salisilat dalam kalus meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi filtrat R. solanacearum yang diberikan dengan kandungan asam salisilat tertinggi (75,27 ppm) dijumpai pada perlakuan filtrat 50% dan terendah (41,15) pada media tanpa perlakuan filtrat.

Berdasarkan perbedaan morfologi kalus (warna kalus), perubahan fisiologis sel (pengerutan sel dan sel nekrosis), perubahan karakter kuantitatif (jumlah embrio globular, jumlah embrio torpedo), dan perubahan biokimia (kandungan asam salisilat) pada kalus setelah diperlakukan dengan filtrat R.solanacearum diduga telah diperoleh varian-varian kalus baru yang tahan filtrat R.solanacearum.

Konsentrasi filtrat R. solanacearum yang mampu menginduksi dan

menyeleksi kalus embriogenik jahe berkisar antara 0,3% sampai 2% dari volume medium seleksi kalus pada seleksi tahap 1 dan 3% sampai 20% pada seleksi tahap 2. Pada kisaran konsentrasi tersebut terjadi penurunan pertumbuhan kalus dan peningkatan asam salisilat yang nyata didalam sel, tetapi kalus masih mampu berdeferensiasi pada tahap perkembangan selanjutnya.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(7)

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO

KALUS EMBRIOGENIK JAHE (Zingiber officinale Rosc.)

MENGGUNAKAN FILTRAT BAKTERI Ralstonia solanacearum

UNTUK KETAHANAN TERHADAP BAKTERI LAYU

MEYNARTI SARI DEWI IBRAHIM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Agromomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Induksi Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro Kalus Embriogenik

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Menggunakan Filtrat Bakteri

Ralstonia solanacearum Untuk Ketahanan Terhadap Bakteri Layu

Nama : Meynarti Sari Dewi Ibrahim

Nomor Pokok : A151060051

Disetujui

Ketua Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Nurul Khumaida, MSi. Ketua

Dr.Otih Rostiana, MSc. Dr.Ir.Supriadi, MSc.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir.Munif Ghulamahdi, MS. Prof.Dr.Ir.Khairil A.Notodiputro, MS.

(9)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang menjadi tugas Studi Magister pada program Studi Agronomi, Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ibu Dr.Ir.Nurul Khumaida MSi, Ibu Dr.Otih Rostiana, MSc, dan Bapak Dr.Ir.Supriadi, MSc. Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan masukan dan saran baik selama persiapan dan pelaksanaan penelitian maupun penulisan hasilnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir.Darda Efendi, MSi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti untuk perbaikan karya tulis ini. Di samping itu penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr.Ir.Yulianti, MSc., Dra. Siti Fatimah Syaid, teman-teman Pascasarjana angkatan 2006, seluruh staf Laboratorium Kultur Jaringan dan Penyakit Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, staf Laboratorium Pengujian Balai Besar Pasca Panen, dan staf Laboratorium Mikrotehknik Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian RI yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan studi pada program Magister di sekolah Pascasarjana IPB. Terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada ibunda Siti Nadra Sikumbang dan ayahanda Ibrahim Sulaiman yang selalu mendoakan ananda. Khusus buat suami tercinta Abdul Majid dan Anak-anakku tersayang; Syarifah Meutiah Eka Sari, Said Abdul Razaek, dan Said Muhammad Iqbal penulis mengucapkan terimakasih atas pengorbanan yang begitu besar, dorogan semangat, motivasi dan doa agar Tesis ini dapat terujud.

Akhirnya, Penulis berharap karya ilmiah ini dapat melengkapi informasi ilmiah yang telah ada dan dapat digunakan untuk kemajuan ilmu dan teknologi pertanian khususnya bidang pemuliaan tanaman.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sibolga pada tanggal 19 Mei 1971 sebagai anak tunggal

dari pasangan Ibrahim Sulaiman dan Siti Nadra Sikumbang. Pendidikan Sarjana

ditempuh penulis di Program Studi Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada tahun 1989 dan lulus tahun

1994. Pada tahun 2006 penulis mendapatkan beasiswa pendidikan dari Badan Litbang

Pertanian, Departemen Pertanian untuk melanjutkan studi di Program Studi

Agronomi, Program Pascasarjana IPB.

Penulis mulai bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian Tanaman Rempah

dan Obat (Bogor) pada tahun 1995. Bidang penelitian yang ditekuni penulis selama

bekerja adalah bidang pemuliaan tanaman. Sejak tahun 2007 sampai sekarang penulis

bekerja di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri

(Sukabumi).

Pada tahun 1995 penulis menikah dengan Abdul Majid dan dikaruniai tiga

orang anak, yaitu Syarifah Meutiah Eka Sari (12 th), Said Abdul Razaek (10 th), dan

(11)

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO

KALUS EMBRIOGENIK JAHE (Zingiber officinale Rosc.)

MENGGUNAKAN FILTRAT BAKTERI Ralstonia solanacearum

UNTUK KETAHANAN TERHADAP BAKTERI LAYU

MEYNARTI SARI DEWI IBRAHIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Induksi Variasi

Somaklonal dan Seleksi In Vitro Kalus Embriogenik Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Menggunakan Filtrat Bakteri Ralstonia solanacearum Untuk Ketahanan Terhadap

Bakteri Layu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Meynarti Sari Dewi Ibrahim

NRP A151060051

(13)

ABSTRACT

Meynarti Sari Dewi Ibrahim. Somaclonal variation induction and embryogenic callus in vitro selection of ginger (Zingiber officinale Rosc.) using Ralstonia solanacearum filtrate for bacterial wilt resistance. Supervised by Dr.Ir. Nurul khumaida, MSi. as chairman, Dr. Otih Rostiana MSc, and Dr.Ir. SupriadiMSc. as members.

Bacterial wilt disease caused by Ralstonia solanacearum is one of the most important diseases in ginger (Zingiber officinale Rosc.). It often cause significant yield lost. Various controlling techniques are not able to overcome the constraint optimally. This is because of unavailability of resistant ginger cultivar. The major constraints in obtaining R. solanacearum resistant ginger variety are the lack of resistant gene (narrow genetic stock), physiological barrier due to the self incompatibility, and low pollen fertility that cause difficulty in conventional cross breeding. Therefore, genetic variability enhancement has to be carried out to obtain ginger variety resistant to diseases. Somaclonal variation induction during the in vitro callus culture especially by applying selective medium as bacterial filtrate, could be effective method for generating somaclones resistant to certain diseases. In this study, R. solanacearum filtrate was applied as selective medium for ginger callus culture. The purposes of this study were obtaining (1) the concentration of R. solanacearum filtrate which could induce and selective embryogenic calli variability in ginger and (2) new resistant calli variant. This research was conducted in 5 stages: 1) the induction of embryogenic calli, 2) the analysis of embryogenic calli, 3) the induction of ginger calli resistance against bacterial wilt through stratified selective medium approach (filtrate concentration 0-50%), 4) the analysis of calli salicylic acid content, and 5) the histological analysis of selected calli. The use of R. solanacearum filtrate as selection agent in ginger in vitro culture medium has caused changes in calli color from yellowish-white into blackish-brown. The increase of R. solanacearum filtrate concentration at the 1st and 2nd selection stages decreased the calli weight and diameter, globular embryo number and torpedo embryo number. The calli histological analysis showed the damage symptom especially in calli protoderm layer. The increase of R. solanacearum filtrate concentration has caused the increase of calli salicylic acid content. The consentration of R. solanacearum filtrat at 0.3% - 2% at the 1st selection mediumand 3% - 20% at the 2nd selection could induce and select the resistant embryogenic calli of ginger.

(14)

RINGKASAN

MEYNARTI SARI DEWI IBRAHIM. Induksi Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro Kalus Embriogenik Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Menggunakan Filtrat

Bakteri Ralstonia solanacearum Untuk Ketahanan Terhadap Bakteri Layu.

Dibimbing oleh Dr.Ir.Nurul Khumaida, MSi, Dr.Otih Rostiana, MSc. dan

Dr.Ir.Supriadi, MSc.

Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum

merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) yang seringkali menyebabkan kehilangan hasil. Berbagai teknik pengendalian, baik dengan menggunakan antibiotik (agrimicin, agrept), mikroba antagonis (Bacillus subtillis, Pseudomonas fluorescens, P. putida, P. cepacia) maupun kultur teknis anjuran, belum mampu mengatasi kendala tersebut secara optimal. Hal ini dikarenakan belum ada varietas jahe tahan terhadap R. solanacearum. Kendala utama untuk memperoleh varietas jahe tahan terhadap R. solanacearum adalah terbatasnya sumber gen ketahanan (narrow genetic stock) dan hambatan fisiologis karena adanya sifat inkompatibilitas sendiri (self-incompatibility), serta rendahnya fertilitas polen sehingga persilangan konvensional sulit dilakukan. Karena itu upaya untuk memperoleh varietas jahe tahan penyakit perlu dilakukan dengan meningkatkan ketahanan secara inkonvensional. Induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro kalus embriogenik menggunakan filtrat merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan untuk meningkatkan ketahanan. Tujuan Penelitian adalah ; (1)

Mendapatkan konsentrasi filtrat R. solanacearum yang dapat menginduksi dan menyeleksi ketahanan kalus embriogenik jahe, dan (2) Mendapatkan varian kalus baru yang memiliki ketahanan terhadap filtrat R. solanacearum.

Penelitian dilaksanakan lima tahap. Tahap 1 dilakukan untuk mendapatkan kalus embriogenik, tahap 2 menganalisis kalus embriogenik, tahap 3 untuk menginduksi dan menyeleksi ketahanan kalus jahe terhadap penyakit layu bakteri yang dilakukan dengan menggunakan medium selektif secara bertingkat (konsentrasi filtrat 0 - 50%), tahap 4 menganalisis kandungan asam salisilat pada kalus, dan tahap 5 menganalisis histologi kalus.

Sebanyak 300 meristem (inner shoot bud) dari mata tunas aksilar jahe putih besar var. Cimanggu-I berumur 3 minggu digunakan sebagai sumber eksplan. Kalus embriogenik diinduksi dengan mengkulturkan meristem aseptik di dalam medium MS (Murashige and Skoog) dengan penambahan 2% sukrosa, 100 mg/l glutamin, 1,0 mg/l 2,4-D dan 3,0 mg/l BA. Kalus embriogenik yang berumur 8 minggu lalu disubkultur ke media yang sama untuk memperoleh kalus embriogenik dalam kuantitas yang cukup banyak dan respon induksi kalus embriogenik yang lebih seragam. Kalus ini digunakan pada tahapan seleksi dengan menggunakan filtrat bakteri R. solanacearum.

(15)

Kalus kemudian disubkultur ke media seleksi tahap kedua dengan konsentrasi filtrat; 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kalus yang bertahan hidup disubkultur kembali ke dalam medium MS (tanpa filtrat). Masing-masing tahapan seleksi dilakukan selama 3 minggu.

Analisis histologi kalus dilakukan dengan menggunakan metode Nakamura (1995). Histologi kalus dilakukan pada saat sebelum dan setelah seleksi kalus dengan filtrat R. solanacearum (setelah tahapan pemulihan kedua). Sementara kandungan asam salisilat dilihat pada saat kalus telah diperlakukan dengan filtrat R. solanacearum. Analisis kandungan asam salisilat dalam jaringan kalus ditentukan

dengan metode Bevilacgua & Califano (1989) menggunakan HPLC (High

Performance Liquid Chomography).

Peubah yang diamati meliputi: Jumlah kalus yang terbentuk (%), morfologi kalus, bobot segar kalus, diameter kalus, kematian kalus, histologi kalus dan kandungan asam salisilat. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10 ulangan. Rancangan perlakuan yang digunakan adalah faktor tunggal, yaitu konsentrasi filtrat bakteri patogen (R. solanacearum). Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F pada taraf 5%. Sebagai uji lanjut dari uji F, digunakan Uji Jarak Berganda Duncan (UJGD) pada taraf 5%.

Hasil penelitian memperlihatkan penggunaan filtrat R. solanacearum di dalam medium kultur in vitro jahe pada seleksi tahap pertama dan kedua menyebabkan terjadinya perubahan warna kalus dari putih kekuningan menjadi kuning kecoklatan dan coklat kehitaman. Berat dan diameter kalus, jumlah embrio globularsertajumlah embrio torpedo berkurang secara nyata setelah perlakuan filtrat R. solanacearum pada seleksi tahap pertama maupun kedua seiring dengan bertambah tingginya konsentrasi filtrat R. solanacearum.

Hasil histologi kalus memperlihatkan bahwa kalus yang diberi perlakuan filtrat R. solanacearum 40% dan 50% menunjukkan adanya gejala kerusakan (nekrosis). Kerusakan terutama tampak pada bagian lapisan protroderm kalus. Kandungan asam salisilat dalam kalus meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi filtrat R. solanacearum yang diberikan dengan kandungan asam salisilat tertinggi (75,27 ppm) dijumpai pada perlakuan filtrat 50% dan terendah (41,15) pada media tanpa perlakuan filtrat.

Berdasarkan perbedaan morfologi kalus (warna kalus), perubahan fisiologis sel (pengerutan sel dan sel nekrosis), perubahan karakter kuantitatif (jumlah embrio globular, jumlah embrio torpedo), dan perubahan biokimia (kandungan asam salisilat) pada kalus setelah diperlakukan dengan filtrat R.solanacearum diduga telah diperoleh varian-varian kalus baru yang tahan filtrat R.solanacearum.

Konsentrasi filtrat R. solanacearum yang mampu menginduksi dan

menyeleksi kalus embriogenik jahe berkisar antara 0,3% sampai 2% dari volume medium seleksi kalus pada seleksi tahap 1 dan 3% sampai 20% pada seleksi tahap 2. Pada kisaran konsentrasi tersebut terjadi penurunan pertumbuhan kalus dan peningkatan asam salisilat yang nyata didalam sel, tetapi kalus masih mampu berdeferensiasi pada tahap perkembangan selanjutnya.

(16)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(17)

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO

KALUS EMBRIOGENIK JAHE (Zingiber officinale Rosc.)

MENGGUNAKAN FILTRAT BAKTERI Ralstonia solanacearum

UNTUK KETAHANAN TERHADAP BAKTERI LAYU

MEYNARTI SARI DEWI IBRAHIM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Agromomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Judul Tesis : Induksi Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro Kalus Embriogenik

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Menggunakan Filtrat Bakteri

Ralstonia solanacearum Untuk Ketahanan Terhadap Bakteri Layu

Nama : Meynarti Sari Dewi Ibrahim

Nomor Pokok : A151060051

Disetujui

Ketua Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Nurul Khumaida, MSi. Ketua

Dr.Otih Rostiana, MSc. Dr.Ir.Supriadi, MSc.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir.Munif Ghulamahdi, MS. Prof.Dr.Ir.Khairil A.Notodiputro, MS.

(19)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang menjadi tugas Studi Magister pada program Studi Agronomi, Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ibu Dr.Ir.Nurul Khumaida MSi, Ibu Dr.Otih Rostiana, MSc, dan Bapak Dr.Ir.Supriadi, MSc. Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan masukan dan saran baik selama persiapan dan pelaksanaan penelitian maupun penulisan hasilnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir.Darda Efendi, MSi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti untuk perbaikan karya tulis ini. Di samping itu penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr.Ir.Yulianti, MSc., Dra. Siti Fatimah Syaid, teman-teman Pascasarjana angkatan 2006, seluruh staf Laboratorium Kultur Jaringan dan Penyakit Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, staf Laboratorium Pengujian Balai Besar Pasca Panen, dan staf Laboratorium Mikrotehknik Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian RI yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan studi pada program Magister di sekolah Pascasarjana IPB. Terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada ibunda Siti Nadra Sikumbang dan ayahanda Ibrahim Sulaiman yang selalu mendoakan ananda. Khusus buat suami tercinta Abdul Majid dan Anak-anakku tersayang; Syarifah Meutiah Eka Sari, Said Abdul Razaek, dan Said Muhammad Iqbal penulis mengucapkan terimakasih atas pengorbanan yang begitu besar, dorogan semangat, motivasi dan doa agar Tesis ini dapat terujud.

Akhirnya, Penulis berharap karya ilmiah ini dapat melengkapi informasi ilmiah yang telah ada dan dapat digunakan untuk kemajuan ilmu dan teknologi pertanian khususnya bidang pemuliaan tanaman.

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sibolga pada tanggal 19 Mei 1971 sebagai anak tunggal

dari pasangan Ibrahim Sulaiman dan Siti Nadra Sikumbang. Pendidikan Sarjana

ditempuh penulis di Program Studi Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada tahun 1989 dan lulus tahun

1994. Pada tahun 2006 penulis mendapatkan beasiswa pendidikan dari Badan Litbang

Pertanian, Departemen Pertanian untuk melanjutkan studi di Program Studi

Agronomi, Program Pascasarjana IPB.

Penulis mulai bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian Tanaman Rempah

dan Obat (Bogor) pada tahun 1995. Bidang penelitian yang ditekuni penulis selama

bekerja adalah bidang pemuliaan tanaman. Sejak tahun 2007 sampai sekarang penulis

bekerja di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri

(Sukabumi).

Pada tahun 1995 penulis menikah dengan Abdul Majid dan dikaruniai tiga

orang anak, yaitu Syarifah Meutiah Eka Sari (12 th), Said Abdul Razaek (10 th), dan

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DARTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

II.TINJAUAN PUSTAKA... 6

Botani Tanaman Jahe (Zinggiber officinale Rosc)... 6

Kultur In vitro Jahe ... 8

Induksi Keragaman Somaklonal... 12

Penyakit Layu Bakteri... 13

Aplikasi Tehnik In vitro Untuk Sifat Ketahanan Tanaman... 16

Asam Salisilat ... 18

III. BAHAN DAN METODE... 20

Waktu dan Tempat... 20

Bahan dan Peralatan... 20

Metode Penelitian... 20

Induksi Kalus Embriogenik ... 21

Seleksi Kalus dengan Menggunakan Filtrat (R. solanacearum)... 22

Analisis Histologi Kalus... 23

Analisis Kandungan Asam Salisilat ... 23

Pelaksanaan Penelitian... 24

Pembuatan Media... 24

Sterilisasi Eksplan, Isolasi Meristem, dan Induksi Kalus... 24

Seleksi Kalus dengan Menggunakan Filtrat (R. solanacearum)... 25

Analisis Histologi Kalus... 26

Analisis Kandungan Asam Salisilat ... 26

(22)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN….……….……… 29

Induksi Kalus Embriogenik...………...…… 29

Seleksi Kalus dengan Filtrat Bakteri (R. solanacearum)…...………. 32 Morfologi Kalus... 32 Bobot Segar Kalus... 39 Diameter Kalus... 40 Jumlah Embrio Globular... 43 Jumlah Embrio Torpedo... 44 Kematian Kalus... 47 Histologi Kalus ………...………...……... 48 Kandungan Asam Salisilat...…...……….... 50 Pembahasan Umum... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...………... 59 Kesimpulan... 59 Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA... 61

(23)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan Seleksi Filtrat R. solanacearum Pada Kultur Kalus Jahe... 23

2. Penetapan Angka Kematian Kalus Perbotol Kultur... 28

3. Tahapan Perkembangan Kalus Meristem Jahe... 29

4. Persentase Pembentukan Kalus embriogenik Setelah Subkultur... 31

5. Keragaan kalus Jahe Pada Medium Seleksi Tahap 1... 33

(24)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Alir Penelitian...……... 5

2. Keragaan Tanaman jahe (Zingiber offinale Rosc)... 7

3. Proses pertumbuhan embriogenesis somatik kultur Meristem Jahe... 11

4. Tahapan isolasi eksplan meristem jahe... 25

5. Perkembangan Kalus Jahe... 30

6. Keragaan Kalus Embriogenik Jahe...…... 32

7. Penampilan Morfologi Kalus Jahe...…….... 33

8. Keragaan Kalus Jahe Pada Media Seleksi Tahap 1...…... 34

9. Proses Desikasi Pada Kalus Jahe... 36

10. Keragaan Kalus Jahe Pada Media Seleksi Tahap 2...…... 38

11. Rataan Bobot Segar Kalus Jahe Setelah Seleksi Tahap 1... 39

12. Rataan Bobot Segar Kalus Jahe Setelah Seleksi Tahap 2... 40

13. Rataan Diameter Kalus Jahe Setelah Seleksi Tahap 1... 41

14. Rataan Diameter Kalus Jahe Setelah Seleksi Tahap 2... 42

15. Keragaan Diameter Kalus Jahe Setelah Seleksi Tahap 2... 42

16. Rataan Jumlah Embrio Globular Setelah seleksi tahap 1... 43

17. Rataan Jumlah Embrio Globular Setelah seleksi tahap 2... 44

18. Rataan Jumlah Embrio Torpedo Jahe Setelah Seleksi Tahap 1... 45

19. Keragaan Kalus Embriogenik Jahe pada perlakuan Filtrat... 45

20. Rataan Jumlah Embrio Torpedo Jahe Setelah Seleksi Tahap 2... 46

21. Rataan Nilai Kematian Kalus Jahe... 47

22. Penampang membujur jaringan meristem jahe... 48

23. Penampang membujur kalus embriogenik jahe umur 10 minggu... 49

24. Penampang membujur embrio globular dan Torpedo... 50

25. Keragaan Kalus Nekrosis... 50

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tahapan perkembangan tunas dari embriosomatik hasil seleksi ... 70

2. Mekanisme resistensi melalui Systemic Acuired Resistance (SAR)... 71

3. Formulasi Media MS... 72

4. Deskripsi Jahe... 73

5. Prosedur Histologi Jaringan... 74

6. Sidik ragam bobot kalus setelah seleksi tahap 1... 75

7. Sidik ragam diameter kalus setelah seleksi tahap 1... 75

8. Sidik ragam jumlah embrio globular setelah seleksi tahap 1... 75

9. Sidik ragam jumlah embrio torpedo(transformasi) setelah seleksi tahap 1.. 76

10.Sidik ragam bobot kalus setelah seleksi tahap 2... 76

11.Sidik ragam diameter kalus setelah seleksi tahap 2... 76

12.Sidik ragam jumlah embrio globular setelah seleksi tahap 2... 77

(26)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu komoditas ekspor dan di

dalam negeri digunakan untuk bahan baku obat tradisional maupun fitofarmaka.

Komoditas ini juga berperan cukup berarti dalam penyerapan tenaga kerja dan

penerimaan devisa negara. Dalam sepuluh tahun terakhir, ekspor jahe dari Indonesia

berupa rimpang jahe segar, jahe kering, acar jahe (pikel), dan minyak atsiri,

berfluktuasi sangat tajam.

Sebagian besar (50%) pasokan jahe di pasaran dunia saat ini dikuasai oleh

India. Pada tahun 2004, produksi jahe nasional (104.789 ton) mengalami penurunan

sebesar 20.597 ton jika dibandingkan tahun 2003 (125.386 ton), walaupun pada

tahun 2005 jumlahnya sedikit meningkat (125.827) ton. Penurunan produksi tersebut

terutama disebabkan oleh turunnya produksi di sentra pengembangan jahe utama

(Jawa Barat) akibat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan budidaya

yang kurang optimal. Tahun 2006 produksi nasional naik menjadi 177.137 ton.

Kenaikan produksi ini dikarenakan penambahan jumlah areal pertanaman jahe yang

cukup signifikan dari 61.494.919 m2 menjadi 89.041.808 m2 (Deptan 2008).

Di samping kendala OPT dan budidaya, pengembangan jahe di Indonesia juga

mengalami hambatan karena terbatasnya bibit bermutu. Secara konvensional bibit

jahe diambil dari potongan rimpang. Dengan cara ini diperlukan bibit dalam jumlah

yang banyak, antara 2-3 ton/ha untuk jahe yang dipanen tua dan 5-6 to/ha untuk yang

dipanen muda (Januwati & Rosita 1997).

Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut di atas, sangat penting bagi petani dan

penangkar benih untuk menggunakan bahan tanaman (benih) bermutu dari varietas

yang sudah dilepas, bersertifikat, bebas OPT dan penerapan teknik budidaya anjuran

yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Pada tahun 2001 Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat sudah melepas 1 varietas unggul jahe (Cimanggu-1)

dengan produksi rata-rata 2 kg/rumpun (Hadad et al. 2006), kemudian pada tahun

(27)

Halina -4) (Bermawie et al. 2007). Namun, varietas yang sudah dilepas tersebut

rentan terhadap penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum.

Ralstonia solanacearum merupakan OPT utama yang dapat menggagalkan

hasil dan sulit ditanggulangi karena di samping menyerang jahe, juga dapat

menyerang tanaman temu-temuan lainnya seperti kunyit dan kencur dan sayuran

(tomat dan cabe), serta beberapa macam gulma (Supriadi et al. 1995). Hal ini

mengindikasikan bahwa isolat R. solanacearum dari jahe mempunyai kisaran inang

yang cukup luas. Serangan penyakit layu bakteri pada jahe semakin meluas akibat

penggunaan benih yang sudah mengandung R. solanacearum.

Berbagai teknik pengendalian, baik dengan menggunakan antibiotik (agrimicin,

agrept), mikroba antagonis (Bacillus subtillis, Pseudomonas fluorescens, P.putida,

P.cepacia) maupun kultur teknis anjuran, belum mampu mengatasi kendala tersebut

secara optimal. Usaha pengendalian masih belum efektif, terutama karena belum ada

klon jahe yang tahan terhadap R. solanacearum (Supriadi et al. 2000). Kendala utama

untuk memperoleh varietas jahe tahan terhadap R. solanacearum adalah terbatasnya

sumber gen ketahanan (narrow genetic stock) dan hambatan fisiologis karena adanya

sifat inkompatibilitas sendiri (self-incompatibility), serta rendahnya fertilitas polen

sehingga persilangan konvensional sulit dilakukan. Oleh karena itu upaya untuk

memperoleh varietas jahe tahan penyakit perlu dilakukan dengan meningkatkan

ketahanan penyakit secara inkonvensional.

Seleksi in vitro dengan menggunakan medium selektif merupakan salah satu

metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan jahe terhadap bakteri R.

solanacearum. Berbagai agen penyeleksi seperti filtrat atau toksin dari

mikroorganisme patogen maupun non patogen, serta elisator kimia (Svabova &

Lebeda 2005; Pradhanang et al. 2005) sudah banyak diaplikasikan pada beberapa

tanaman budidaya dan berhasil memperoleh varian baru yang tahan terhadap

organisme pengganggu tanaman tertentu.

Ralstonia solanacearum umumnya memproduksi beberapa jenis enzim yang

berperan dalam virulensi seperti -1,4-endoglucanase (Egl), endopolygalacturonase

(28)

dan pektin methyl esterase (Pme). Enzim - enzim tersebut berperan dalam degradasi

dinding sel tanaman (Cell Wall Degrading Enxymes; CWDEs), yang dikeluarkan

melalui sistem sekresi tipe II (T2Ss) (Denny et al. 1990; González & Allen 2003;

Huang & Allen 1997 & 2000; Tans-Kersten et al. 1998; Liu et al. 2005; Hikichi et al.

2007). Selain itu, Liu et al. 2005 melaporkan bahwa suatu mutan yang kekurangan

enam gen penyandi CWDEs menyebabkan tanaman layu lebih signifikan dari tipe

liarnya. Saat ini CWDEs sedang dikaji kemungkinan peranannya dalam mengontrol

virulensi bakteri.

Induksi resistensi penyakit pada tanaman menghasilkan suatu perlindungan

patogen yang memiliki spektrum luas pada daerah infeksi utama dan bagian distal

tanaman. Fenomena ini antara lain berhubungan dengan akumulasi asam salisilat

(SA) yang diperlukan untuk signal transduksi dan mendorong pengaturan ekspresi

hubungan antara patogenesis protein (PR) dengan aktivitas mikroba (Delaney et al.

1994; Hammerschmidt et al. 1982; Kuc 1995; Faize et al. 2004). Dengan demikian

peningkatan kadar SA dalam tanaman dapat dijadikan sebagai salah satu indikator

ketahanan.

Keberhasilan aplikasi variasi somaklonal dan teknik seleksi in vitro untuk

mendapatkan sifat ketahanan memerlukan ketersedian metode/teknik kultur jaringan

yang efektif dan mampu meregenerasikan planlet dan adanya media selektif yang

mampu menghambat pertumbuhan sel/jaringan normal sekaligus meningkatkan

perkembangan sel/jaringan varian dengan sifat tertentu (Yusnita 2005;Purwati 2007).

Metode kultur jaringan dan regenerasi untuk tanaman jahe telah diperoleh pada

penelitian Sitinjak (2005) dan Rostiana & Syahid (2008), sedangkan media untuk

penyeleksi yang mampu menginduksi dan menyeleksi ketahanan jahe terhadap

bakteri Ralstonia solanacearum pada kultur jaringan jahe belum pernah diteliti

(29)

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan konsentrasi filtrat Ralstonia solanacearum yang dapat menginduksi

dan menyeleksi ketahanan pada kalus embriogenik jahe.

2. Mendapatkan varian kalus baru yang memiliki ketahanan terhadap filtrat Ralstonia

solanacearum.

Hipotesis Penelitian

1. Konsentrasi filtrat bakteri Ralstonia solanacearum berpengaruh terhadap

morfologi, histologi dan kandungan asam salisilat kalus embriogenik jahe.

2. Seleksi bertingkat secara in vitro pada kalus embriogenik jahe dengan filtrat

Ralstonia solanacearum akan menghasilkan varian kalus.

Untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab hipotesis yang diajukan,

dilakukan lima tahapan percobaan dengan bagan alir penelitian seperti disajikan pada

(30)

Out put : Melihat anatomi Out put : Kalus embriogenik jaringan kalus yang seragam

Out put : Varian kalus jahe tahan filtrat R.solanacearum

Out put : Kandungan asam salisilat pada kalus Out put : Anatomi jaringan kalus setelah diberi perlakuan filtrat akibat perlakuan filtrat

R. solanacearum R. solanacearum

[image:30.612.106.535.83.681.2]

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian Meristem jahe putih besar

(inner shoot bud) var. Cimanggu 1

Induksi kalus Kalus embriogenik (Media MS + Sukrosa 2% + Glutamine 100 mg/l + 2,4-D 1 mg/l + BA 3 mg/l)

Proliferasi kalus embriogenik (Media MS + Sukrosa 2% + Glutamine 100 mg/l + 2,4-D 1 mg/l + BA 3 mg/l)

Analisis histologi kalus

Seleksi Kalus Menggunakan Filtrat

R. solanacearum

Seleksi I

[MS cair + manitol 3% + Filtrat (0, 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%, 0,5%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%)]

Sub kultur ke media MS (tahap pemulihan)

Seleksi II

[MS cair + manitol 3% + Filtrat (0, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%)]

Sub kultur ke media MS (tahap pemulihan)

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc)

Deskripsi tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) menurut Lawrence (1951)

dan Jansen (1981) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Monokotiledoneae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Sub suku : Zingiberoideae

Marga : Zingiber

Jenis : Zingiber officinale Rosc.

Jahe merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh pada lahan dataran

rendah sampai menengah (300 - 900 m dpl). Di Indonesia dikenal tiga jenis jahe yaitu

; Jahe putih besar, jahe putih kecil dan jahe merah. Jahe putih besar mempunyai

rimpang yang tumbuh bergerombol pada pangkal batangnya, berdaging dan

berukuran tebal serta bercabang tidak beraturan tetap secara normal hanya pada arah

vertikal. Ukuran panjang dan lebar rimpang berkisar antara 15,83 - 32,75 cm dan 6,20

- 11,30 cm. Jahe putih besar mempunyai aroma dan rasanya kurang tajam

dibandingkan jenis yang lainnya. Jahe putih kecil ukuran rimpangnya relatif lebih

kecil 6,13 - 31,70 cm dan 6,38 - 11,10 cm sedangkan jehe merah 12,33 - 12,60 dan

5,26 - 10,40 cm (Rostiana et al. 1991). Dari ketiga jenis jahe tersebut jahe putih besar

lebih banyak dibudidayakan karena lebih menguntungkan dibandingkan jenis lainnya.

Tanaman jahe mempunyai batang semu (pseudostems) yang berbentuk bulat

(teres). Tinggi tanamaan ini rata-rata 68,63 ± 12,5 cm, tegak, tidak bercabang,

berwarna hijau muda, sering kemerahan pada bagian dasar. Setiap batang umumnya

terdiri atas 8 - 12 helai daun (Rostiana et al. 1991 ; Jansen 1981). Keragaan tanaman

(32)
[image:32.612.142.511.86.228.2]

Gambar 2. Keragaan Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc). A. Tanaman Jahe umur 6 bulan B. Rimpang Jahe

Akar jahe berbentuk bulat, ramping, dan berserat. Panjang akar jahe 12,93 -

21,52 cm dengan diameter 4,5 - 6,3 mm, berwarna putih sampai kecoklatan. Akar

jahe keluar dari garis lingkaran sisik rimpang (Rostiana et al. 1991). Jahe mempunyai

jumlah kromosom 2n = 22 (Ajijah et al. 1997).

Daun tanaman jahe terdiri atas upih dan helaian. Upih daun melekat

membungkus batang dengan helaian daun yang tersusun berseling (folia disticha).

Pada setiap buku terdapat dua daun. Helaian daun tipis, berbentuk bagun garis

(linearis) sampai lanset (lanceolatus), berwarna hijau gelap pada bagian atas dan

lebih pucat pada bagian bawah, panjang berkisar antar 5 - 25 cm dan lebar berkisar

antara 1 - 3 cm. Tulang (urat) daun tampak jelas bersusun sejajar, pada bagian

permukaan atas terdapat bulu- bulu putih. Ujung daun meruncing (acumilatus) dan

tumpul (obtusus) dan membulat (rounded/rotundus) pada bagian pangkal (Ajijah et

al. 1997).

Bunga jahe jarang terlihat, tetapi pada beberapa pertanaman jahe bunga mekar

pada siang hari sekitar jam 1300 - 1600 WIB, kemudian gugur keesokan harinya

(Bermawie & Martono 1994). Bunga muncul langsung dari rimpangnya, tersusun

dalam rangkaian bulir berbentuk seperti jagung. Setiap bunga dilindungi oleh daun

pelindung berwarna hijau, berbentuk bulat telur atau jorong (elliptic). Pada setiap

daun pelindung terdapat satu bunga yang muncul pada bagian tengah (Purseglove et

al. 1981).

(33)

Tanaman jahe sangat jarang dapat membentuk buah. Hal ini karena kesuburan

serbuk sari yang rendah dan adanya faktor inkompatibilitas sendiri. Fertilitas polen

jahe sangat rendah (< 30%), karena stuktur bunga yang memiliki bulu sehingga

tepung sari sulit untuk menempel dan berkecambah pada kepala putik.

Inkompatibilitas adalah fenomena yang terjadi pada tanaman normal dimana polen

dan ovulnya fertil tidak dapat menghasilkan biji karena faktor ketidaksesuaian dari

cara berpasangan gen atau adanya reaksi penolakan antara gen yang sama yang

diekspresikan di dalam pollen dan stigma yang menghambat pembuahan. Sistem

inkompatibilitas ada dua yaitu; sporophytik dan gametophytik. Inkompatibilitas

sporophytik dibagi lagi atas dua bagian ; heteromorphik dan homomorphik. Sistem

inkompatibilitas homomorphik adalah jika bentuk atau stuktur bunga, stigma atau

anter tanaman sama. Sedangkan sistem inkompatibilitas heteromorphik jika tanaman

mempunyai bentuk atau stuktur bunga, stigma atau anter yang berbeda. Pada jahe

inkompatibilitas terjadi secara sporophytik heteromorofik karena kepala putik berada

di atas kepala sari sehingga peluang untuk terjadinya penyerbukan sendiri sangat

kecil (Syahid & Rostiana 2007 ; Roy 2000 ; Berwawie & Martono 1994).

Kultur in vitro Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Kultur in vitro tanaman merupakan tehnik untuk menumbuhkan organ,

jaringan, dan sel tanaman. Jaringan dapat dikulturkan pada medium padat, semi

padat, maupun cair. Beberapa peneliti menyatakan bahwa kultur in vitroadalah suatu

metode mengisolasi bagian tanaman seperti protoplas, sel, jaringan atau organ, serta

menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehinggga bagian-bagian tanaman tersebut

dapat tumbuh dan memperbanyak diri serta beregenerasi menjadi tanaman lengkap

(Gunawan, 1992).

Kelebihan menggunakan tehnik kultur in vitro antara lain; Tanaman dapat

diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim, daya multifikasinya tinggi, tanaman

yang dihasilkan lebih seragam, dan bebas penyakit (bakteri, cendawan, dan virus),

memproduksi senyawa metabolit sekunder, perbaikan tanaman dan plasma nutfah

(34)

Perbanyakan tanaman jahe umumnya dilakukan secara vegetatif, yaitu dengan

menggunakan rimpang berukuran 2,5 - 5 cm, dengan bobot 25 - 60 gram.

Perbanyakan vegetatif pada tanaman jahe menyebabkan keragaman genetik jahe

sangat rendah. Pengembangan tanaman jahe diarahkan untuk mendapatkan rimpang

yang besar, berwarna cerah, aroma kurang tajam, sedikit serat dan tahan terhadap

hama serta penyakit (Rostiana et al. 2004).

Penyediaan benih melalui kultur in vitro dapat dilakukan baik melalui induksi

tunas langsung maupun fase kalus dengan menggunakan sumber eksplan vegetatif

(Mariska & Syahid 1992), tetapi menghasilkan tanaman baru yang berimpang kecil

bahkan pada tanaman generasi kedua (Syahid & Hobir 1996). Hal ini diduga telah

terjadi perubahan genetik selama proses inisiasi dan regenerasi tanaman secara in

vitro, atau terjadi perubahan epigenetik yang disebabkan oleh tekanan fisiologis

akibat kondisi kultur yang bersifat sementara. Oleh karena itu, untuk mengeliminasi

perubahan genetik selama proses in vitro, perlu memperhatikan sumber eksplan dan

tingkat ploidi dari tanaman yang akan digunakan, serta model regenerasi tanaman

(Chowdhury et al. 1994; Karp 1985; 1991; Peschke & Phillips 1992; Veilleux &

Johnson 1998).

Regenerasi tanaman melalui kultur in vitro dapat dilakukan melalui 2 jalur,

yaitu jalur organogenesis dan jalur embriogenesis somatik. Untuk produksi bibit

melalui kultur jaringan, pembentukan benih somatik dari embrio somatik dapat

menghasilkan bibit yang jauh lebih banyak dari pada hasil regenerasi melalui

organogenesis. Di samping itu, dalam perbaikan tanaman melalui kultur in vitro,

regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik lebih disukai karena dapat berasal

dari satu sel sehingga kepastian hasil perbaikan sifat genetik lebih tinggi. Secara

umum dinyatakan bahwa tanaman yang dihasilkan melalui proses embriogenesis

somatik merupakan klon yang identik dengan induknya (Evans & Sharp 1986;

Jimenez 2001), meskipun beberapa perbedaan akan ditemukan tergantung dari jenis

tanamannya.

Keberhasilan menginduksi embriogenesis somatik dipengaruhi oleh banyak

(35)

lingkungan tumbuh. Jaringan meristematik seperti mata tunas, antera/polen dan

epi/hipokotil memberikan tingkat keberhasilan lebih tinggi untuk pembentukan

sel-sel embriogenik (Mariska 1997). Di samping itu, penggunaan eksplan meristem dapat

mengurangi jumlah kultur yang terkontaminasi dan memberikan peluang untuk

mendapatkan tanaman normal yang lebih tinggi (Sherwood, 1964).

Meristem merupakan jaringan yang bersifat embrionik dalam tanaman dan

merupakan asal dari jaringan permanen. Jaringan meristem apikal dan akar

berdiameter sekitar 0,1 mm dengan panjang sekitar 0,25 mm. Jaringan tersebut

tersusun dari sel - sel yang membelah secara aktif dan tidak berdifferensiasi, serta

tidak mempunyai sistem vaskula (Slack and Tufford 1995).

Penggunaan sumber eksplan daun aseptik, antera dan meristem dari jahe putih

besar var. Cimanggu-1, menunjukkan bahwa eksplan asal meristem memberikan

potensi regenerasi lebih baik dari daun aseptik dan antera pada media tumbuh yang

diaplikasikan untuk menginduksi embriogenesis somatik (Syahid & Rostiana 2007 ;

Rostiana et al. 2002). Peluang untuk memperoleh ukuran rimpang normal melalui

sistem regenerasi ini cukup tinggi (Rostiana & Syahid 2008), sehingga metode

tersebut potensial untuk dikembangkan guna memperoleh benih jahe sehat bebas

penyakit serta diaplikasikan untuk memperoleh varietas jahe tahan penyakit melalui

seleksi in vitro dan transformasi gen (rekayasa genetik).

Menurut Gray (2005), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

menginduksi sel menjadi sel embriogenik, di antaranya adalah ; mengatur konsentrasi

zat pengatur tumbuh khususnya auksin dan sitokinin, mengatur nisbah dari N

tereduksi dan N teroksidasi, mengatur konsentrasi sumber energi, dan mengatur

konsentrasi asam amino.

Proses embriogenesis somatik pada jahe berlangsung melalui beberapa tahapan,

yaitu ; induksi kalus embriogenik, proliferasi, pendewasaan, regenerasi dan

(36)
[image:36.612.202.440.83.519.2]

Gambar 3.Proses pertumbuhan embriogenesis somatik kultur meristem jahe.

a. Bentuk embrio globular jahe (4 minggu setelah disubkultur ke media proliferasi). b. Sayatan embrio globular (2 minggu di media proliferasi) Tanda panah memperlihatkan lapisan protroderm mulai berdeferensiasi. c. Bentuk embrio torpedo jahe (18 hari setelah disubkultur ke media pendewasaan). d. Sayatan embrio tropedo (18 hari setelah disubkultur ke media pendewasaan embrio). Tanda panah memperlihatkan deferensiasi procambium. e. Perkecambahan embrio somatik pada media MS + BA 1 mgl-1 (kiri) dan pertumbuhan akar embrio somatik pada media MS (kanan), 30 hari setelah sub kultur (skala 1 : 1,4). f. Planlet jahe, 8 minggu setelah disubkultur ke media MS (skala 1: 1,3). g. Tanaman jahe asal kultur meristem menghasilkan rimpang berukuran normal (Rostiana & Syahid 2008).

a b

c d

e

f g

mm mm

mm mm

cm cm

(37)

Induksi Keragaman Somaklonal

Keragaman somaklonal didefenisikan sebagai keragaman dari tanaman yang

dihasilkan oleh sel somatik tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro (Larkin &

Scrowcrot 1981). Keragaman somaklonal merupakan fenomena umum dalam sistem

perbanyakan tanaman, yang melibatkan fase pembentukan kalus.

Media kultur jaringan dapat menginduksi perubahan genetik karena pada

kondisi in vitro terjadi pembelahan sel sangat cepat sehingga memungkinkan

terjadinya kesalahan pada pembelahan mitosis. Induksi mutasi sangat mungkin terjadi

karena perbanyakan secara vegetatif melalui kultur in vitro sebagai akibat

penggunaan bahan kimia atau lingkungan terkendali yang berlangsung secara terus

menerus. Terjadinya perubahan ini justru memberi keuntungan kerena meningkatkan

keragaman sifat yang disebut variasi somaklonal (Larkin & Scrowcrot 1981 ;

Wattimena et al. 1992)

Keragaman somaklonal dapat berasal dari keragaman genetik yang telah ada

sebelumnya (pre-existing) pada eksplan dan keragaman terinduksi selama fase kultur

jaringan. Keragaman somaklonal terdiri dari dua tipe yaitu: heritabel dan epigenetik.

Keragaman heritabel adalah keragaman yang stabil dan diwariskan melalui siklus

seksual maupun propagasi akseksual yang berulang, sementara keragaman epigenetik

bersifat tidak stabil (Skirvin et al. 1994).

Keragaman yang timbul akibat induksi pada kultur in vitro lebih sering terjadi

dan mudah diamati, karena varian diperoleh dari tempat yang terbatas dan dalam

waktu singkat. Keragaman somaklonal dapat berupa defisiensi klorofil, mutasi gen

tunggal, poliploidi, perubahan kromosom, modifikasi hasil, kualitas, ketahanan

penyakit, atau kadang-kadang muncul keragaman yang sebelumnya tidak pernah ada

di alam (Ahloowalia 1986).

Pada era tahun 1980-an sampai 1990-an, berbagai keberhasilan dalam

peningkatan kualitas tanaman budidaya melalui induksi keragaman somaklonal sudah

banyak dilaporkan (Veilleux & Johnson 1998). Berbagai perubahan dapat terjadi

(38)

kariotik, fisiologis, biokimia dan perubahan pada tingkat molekular lainnya (Bajaj

1992).

Timbulnya keragaman genetik selama proses kultur in vitro dipengaruhi oleh

faktor internal maupun eksternal (Karp 1991). Faktor internal yang berpengaruh

antara lain genotipa tanaman, sumber eksplan yang digunakan, dan tingkat ploidi

(Karp 1991; Peschke & Phillips 1992; Chowdhury et al. 1994). Semakin rendah

tingkat ploidi, semakin stabil suatu genotip tanaman selama proses kultur in vitro.

Sedangkan faktor eksternal adalah komposisi media, zat pengatur tumbuh (ZPT) serta

proses regenerasi seperti fase kalus dan periode kultur terutama dalam fase kalus

(Karp 1991; Veilleux & Johnson 1998). Pada umumnya tahapan regenerasi melalui

proses pembentukan kalus akan menginduksi variasi genetik. Penggunaan auksin kuat

yang menginduksi kalus seperti 2,4-D dan Dicamba, pada konsentrasi tinggi dan

periode kultur yang panjang terbukti menimbulkan keragaman somaklonal yang

relatif signifikan (Veilleux & Johnson 1998).

Keragaman somaklonal yang ditunjukkan dengan sifat fenotif akibat proses in

vitro kultur jaringan, melibatkan perubahan genetik seperti aberasi kromosom, gen

amplifikasi dan deamplifikasi, mutasi gen tunggal, ekspresi multi gen famili,

mobilisasi elemen trasposisi, dan metilasi DNA (Peschke & Phillips 1992). Induksi

keragaman somaklonal pada tingkat morfologi dan beberapa karakter kuantitatif

terbukti dapat memperbaiki sifat agronomis penting pada beberapa tanaman budidaya

seperti bunga matahari, Cyclamen, gandum, kentang, krisan, padi dan tomat (Van den

Bulk et al. 1990; Wattanasiri & Walton 1993; Antonetti & Pinon 1993; Kawata et al.

1995; Symillides et al. 1995; Dillen et al. 1996; Wallner et al. 1996).

Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum)

Penyakit layu bakteri disebabkan oleh Ralstonia solanacearum yang dahulu

dikenal sebagai Pseudomonas solanacearum merupakan salah satu kendala utama

dalam budidaya jahe. Serangan penyakit layu bakteri pada suatu areal pertanaman

jahe dapat menyebabkan semua tanaman di areal tersebut terinfeksi dengan cepat

(39)

Bakteri Ralstonia solanacearum berbentuk batang, mempunyai satu atau

beberapa flagel poler (lofotrik), koloni putih atau kuning. Membentuk pigmen yang

larut dalam air, berwarna hijau kebiru-biruan atau hijau kekuning-kuningan. Tidak

membentuk spora, bereaksi gram negatif dengan kandungan DNA (G + C ) 58-70

mol % (Semangun 1996).

Suhu optimum untuk perkembangan bakteri R. solanacearum berkisar antara

270C - 370C, sedangkan pada suhu 150 C bakteri ini kurang berkembang. Selain faktor

suhu udara, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah kelembaban tanah dan suhu

tanah. Akiew (1985) diacu dalam Yusriadi (1988) menyatakan bahwa populasi R.

solanacearum akan menurun tajam dengan meningkatnya suhu temperatur tanah dan

menurunnya kelambaban tanah. Sebaliknya, pada kelembaban tanah yang tinggi dan

suhu yang rendah, bakteri ini menunjukkan kemampuan bertahan hidup untuk jangka

waktu yang lama.

Bakteri ini menyerang lebih dari 200 spesies tanaman, khususnya famili

tanaman yang tumbuh di wilayah tropik dan subtropik. Tanaman yang rentan

terhadap serangan potogen ini antara lain ; jahe, kentang, tomat, tembakau, terong,

cabai, pisang dan kacang tanah.

Tanaman inang bakteri R solanacearum antara lain temumangga, temuputih,

tomat, terung, nilam, tembakau, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, kacang asu,

tapak dara, kenaf, rosella, hortensia, kembang biru, ubi kayu, kemuning, tomat, cabai,

kentang, kacang panjang, kembang kertas, wijen, turi, takokak, Beberapa jenis gulma

antara lain babadotan, meniran, ceplukan, Commelina sp., Spigelia anthelmia,

Erechtites sp., dan krokot (Supriadi 1997).

Penyakit layu bakteri dilaporkan telah menimbulkan kerugian pada pertanaman

jahe di India, Amerika Serikat (Hawai), Australia, Afrika, Mauritius, Filipina,

Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia serangan bakteri R. solanacearum

dapat menimbulkan kerugian hasil lebih dari 90%. Penyakit ini pertama kali

ditemukan di Kuningan Jawa Barat pada tahun 1971. Saat ini telah menyebar ke

(40)

Jawa Barat dan Jawa Tengah (Harmono 2005 ; Supriadi et al. 2000 ; Sitepu 1991;

Asman & Hadad 1989).

Tanaman jahe biasanya mulai menunjukkan gejala layu bakteri pada umur 3

bulan. Gejala pertama adalah daun menguning dan menggulung, dimulai dari daun

yang lebih tua kemudian diikuti daun yang lebih muda, selanjutnya sampai semua

helai daun kuning dan mati. Gejala menguning pada daun biasanya dimulai dari

pinggir daun kemudian menyebar ke seluruh helai daun. Pada bagian pangkal batang

terlihat gejala cekung basah dan garis-garis hitam atau abu-abu sepanjang batang.

Pada tahap perkembangan gejala demikian, batang mudah dicabut dari bagian

rimpang. Kalau potongan pangkal batang atau rimpang dipijit dengan tangan akan

keluar eksudat bakteri berwarna putih susu. Kerusakan yang ditimbulkan

bervariasi antara ringan sampai berat, tergantung dari beberapa hal seperti : umur

tanaman terserang, curah hujan, mutu benih rimpang, dan tingkat pencemaran tanah.

Bakteri R. solanacearum memiliki banyak strain. Pendekatan yang dilakukan

untuk mendeteksi strain ini dilakukan dengan dua cara: 1) pendekatan berdasarkan

inang utama disebut ras, dan 2) pendekatan kedua berdasarkan kemampuan

mengoksidasi beberapa jenis sumber karbon, disebut biovar. Menurut Persley et al.

(1985), R. solanacearum terbagi atas lima Ras, yakni Ras 1 (Solanaceous strain)

menyerang tanaman famili solanaceae dan Leguminoceae, Ras 2 (Musaceous strain),

hanya menyerang pisang, Ras 3 (potato Strain) menyerang tanaman kentang, Ras 4

(Gingger strain) yang menyerang tanaman jahe dan Ras 5 (Mulberry strain) yang

menyerang tanaman mulberry.

Pengendalian terhadap penyakit layu bakteri pada jahe terbukti sangat sulit

untuk dilakukan. Pengendalian secara kimia kurang efektif dan mahal. Cara yang

mungkin dilakukan adalah dengan merotasi tanaman dan tidak menanam jahe pada

(41)

Aplikasi Tehnik In Vitro Untuk Sifat Ketahanan Tanaman

Seleksi in vitro merupakan salah satu metode menginduksi variasi somaklonal.

Teknik ini lebih efektif dan efisien karena perubahan sifat lebih terarah kepada sifat

yang diinginkan, seperti memberikan tekanan seleksi dalam media kultur atau dengan

memberikan kondisi tertentu agar diperoleh somaklon-somaklon dengan sifat yang

diiginkan. Pada berbagai tanaman, seleksi in vitro telah terbukti dapat menghasilkan

varietas baru yang tahan penyakit dan sifat tersebut diwariskan pada turunannya (Van

den Bulk, 1991).

Seleksi tanaman secara in vitro memiliki beberapa kelebihan yaitu; waktu yang

relatif lebih singkat, biaya lebih murah, tidak memerlukan lahan yang luas, tidak

menimbulkan masalah pada lingkungan, dapat dilakukan pada populasi sel, kalus dan

tunas yang banyak dalam waktu yang relatif lebih singkat dan seleksi dilakukan pada

kondisi yang terkontrol (Samanhudi 2001; Wattimena et al. 2001).

Kesulitan utama yang sering dihadapi pada seleksi galur sel untuk

menghasilkan tanaman yang resisten adalah ketidak stabilan akibat perubahan genetik

yang singkat atau adaptasi epigenetik. Untuk itu perlu dilakukan seleksi bertingkat

dalam waktu tertentu sampai diperoleh galur sel yang stabil (Gonzales & Widholm

1991). Dengan seleksi bertingkat diharapkan sel atau jaringan akan lebih meningkat

sifat ketahanannya dibandingkan seleksi satu tahap. Disamping itu dengan adanya

pengulangan seleksi, sel atau jaringan normal yang lolos pada seleksi tahap pertama

dapat dihambat perkembangannya pada seleksi tahap kedua. Hal ini akan

meningkatkan efektifitas seleksi dan akan menurunkan kemungkinan adanya

kesalahan dalam mengidentifikasi.

Hemon (2006) menyatakan seleksi berulang mempunyai potensi lebih besar

untuk menghadirkan perubahan genetik dibandingkan seleksi yang hanya dilakukan

dalam jangka pendek. Selain itu, seleksi in vitro berulang menyebabkan hilangnya

beberapa karakter varian karena adanya tekanan seleksi in vitro. Sehingga diharapkan

varian yang muncul akan lebih sesuai dengan tekanan seleksi yang diinginkan.

Dalam dua puluh tahun terakhir, lebih dari 100 publikasi tentang peningkatan

(42)

sudah dilakukan (Svabova & Labuda 2005). Induksi variasi somaklonal dan seleksi

in vitro telah digunakan untuk menghasilkan galur tanaman yang resisten terhadap

penyakit (Borras et al. 2001).

Pada tanaman seledri, induksi keragaman somaklonal melalui kultur kalus in

vitro dengan penambahan filtrat jamur Septoria apiicola selama 7 - 10 hari periode

kultur, menghasilkan varian baru (somaklon) yang tahan terhadap patogen tersebut

(Evenor et al. 1994). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada seleksi in vitro pada

tanaman tahunan Populus sp. dengan menggunakan medium selektif filtrat S. musiva

(Ostry & Skilling 1988). Induksi ketahanan terhadap patogen pada kultur kalus

geranium in vitro dengan mengaplikasikan 4% - 20% filtrat jamur patogen (Altenaria

alternata) juga memberikan hasil yang cukup signifikan dalam upaya memperoleh

kultivar geranium baru tahan terhadap patogen tersebut (Saxena et al. 2007).

Purwati (2007), berhasil mendapatkan tanaman abaka yang imun, tahan, dan

agak tahan terhadap F.oxysporium dengan menyeleksi secara in vitro dengan

menggunakan filtrat kultur sebagai agens penyeleksi. Sementara Yusnita (2005)

berhasil mendapatkan beberapa galur kacang tanah (Arachis hypogea L.) yang

resisten terhadap penyakit busuk batang (Sclerotium rolfsii Sacc.) melalui seleksi in

vitro.

Meskipun filtrat atau toksin bakteri R. solanacearum belum pernah

diaplikasikan sebagai medium selektif untuk seleksi in vitro, pada jenis bakteri lain

seperti Clavibacter michiganensis dan Pseudomonas syringae, seleksi in vitro dengan

menggunakan toksin maupun filtrat sebagai agen seleksi, terbukti menghasilkan

somaklon tomat dan protoklon tembakau yang tahan terhadap patogen tersebut

(43)

Asam Salisilat

Sejak 1933, telah banyak publikasi yang menyatakan bahwa tanaman akan

memberikan perlindungan terhadap infeksi sekunder. Namun baru tahun 1960 Ross

melakukan penelitian yang hasilnya memperlihatkan adanya infeksi lokal tanaman

tembakau pada Tobacco Mosaic Virus (TMV), yang disebutnya sebagai Response

systemic acquired resistence (SAR) (Delaney 2004).

Salah satu senyawa

Gambar

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
Gambar 2. Keragaan Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc). A. Tanaman Jahe           umur 6 bulan  B
Gambar 3.Proses pertumbuhan embriogenesis somatik kultur meristem jahe.    a. Bentuk embrio globular jahe (4 minggu setelah disubkultur ke media             proliferasi)
Tabel 1. Perlakuan filtrat R. solanacearum pada kultur kalus embriogenik jahe
+7

Referensi

Dokumen terkait

BTN Sahlan Bin Hasan terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap korban bernama Djohan yang diatur dalam Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana

Item 16 mencapai peratusan yang tertinggi, majoriti responden yang dikaji tidak setuju bahawa penglibatan mereka dalam persatuan keusahawanan semasa di sekolah mendorong mereka

Landsat memiliki banyak saluran (multispektral) yang mampu membedakan vegetasi mangrove dan bukan mangrove berdasarkan karakteristik spektralnya. Tujuan dari penelitian ini

Pemanfaatan limbah cair teh hijau yang terfermentasi dengan penambahan starter EM-4 dimaksudkan agar proses fermentasi pembuatan pupuk organik cair berlangsung lebih cepat

Penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan dan evaluasi dari penerapan Program Keluarga Harapan sering dilakukan untuk mengukur bagaimana progres dan perkembangan Program

Pasal 10 ayat 1 memuat ketentuan bahwa penerbitan, surat kabar, dan film yang belum diperiksa isinya oleh kantor pusat Gunken-etu tidak boleh dieksport ke luar Jawa.

mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel akuntansi forensik. Sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjanjikan

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Melakukan Pemeriksaan Kehamilan Di Puskesmas Sidorejo Lor Salatiga. Hasil penelitian menunjukan bahwa