UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BUAH
KURMA AJWAH (Phoenix dactylifera) PADA TIKUS PUTIH
JANTAN YANG DIINDUKSI DENGAN PARASETAMOL
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
AKHLIS AMRUDIN FAHLEVI
K 100 100 057
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
1
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BUAH
KURMA AJWAH (Phoenix dactylifera) PADA TIKUS PUTIH
JANTAN YANG DIINDUKSI DENGAN PARASETAMOL
ANALYSIS OF ANTIOXIDANT ACTIVITIES OF ETHANOL EXTRACT DATE PALM FRUIT (Phoenix dactylifea) IN MALE RAT INDUCED
PARACETAMOL
Akhlis Amirudin Fahlevi*, Arifah Sri Wahyuni
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta *Email: akhlisfahlevi@gmail.com
ABSTRAK
Antioksidan merupakan senyawa penting bagi tubuh manusia karena berfungsi untuk menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit degeneratif, kronis, bahkan kematian. Senyawa flavonoid dan fenolik dalam buah kurma memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menghambat kenaikan lipid peroksida dan protein oksida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol buah kurma Ajwah (Phoenix dactylifera) secara in vivo.
Hewan uji yang digunakan sebanyak 20 ekor tikus jantan putih galur
Wistar dan dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kontrol negatif (parasetamol 2,5 mg/kgBB), dan 3 kelompok perlakuan menggunakan ekstrak kurma dengan dosis 250, 500, dan 1000 mg/kgBB. Pengukuran kadar malondialdehida dilakukan pada hari ke-0, 8, 9, dan 10 menggunakan spektrofotometer UV-Vis (λ=532 nm). Analisis statistik hasil menggunakan software SPSS statistics 17.0 for windows.
2 determine the antioxidant activity of the ethanol extract of date fruit Ajwah (Phoenix dactylifera) with in vivo.
Animals were used as much as twenty wistar male rat were divided into 4, they are negative control (paracetamol 2.5 mg/kgbw) and 3 treatment groups using date extract at dose 250, 500, and 1000 mg/kgbw. Malondialdehyde levels were measured on days 0,8th, 9th, and 10th use a UV-Vis spectrophotometer (λ = 532 nm). Statistical analysis of the results using statistics software SPSS 17.0 for Windows.
The results showed levels of malondialdehyde (MDA) on day 10th of negative control, treatment doses of 250, and 500 mg/bw, respectively, are 1.298 ± 0.322; 0.916 ± 0.237; and 0.902 ± 0.359 mol/ml. Statistical analysis showed a decrease in MDA level of negative control and treatment groups were not significantly different (p>0.05). The results of histopathology showed liver and kidney condition of animal testing with treatment doses of 250 and 500 mg/bw in a good condition, but at treatment dose of 1000 mg/bw were found a vacuolar degeneration.
Key words : Phoenix dactylafera, antioxidant, malondialdehyde (MDA),
paracetamol
PENDAHULUAN
Radikal bebas merupakan suatu molekul yang memiliki elektron-elektron
yang tidak berpasangan (unpaired), hal itu dapat menyebabkan radikal bebas
menjadi senyawa yang sangat reaktif terhadap sel-sel tubuh dengan cara mengikat
elektron molekul pada sel dan dapat menyebabkan oksidasi yang berlebihan
(Umayah & Amrun, 2007). Menurut Sholihah & Widodo (2008), secara
sederhana, radikal bebas sering disebut produk oksigen yang tereduksi secara
parsial, karena berpotensi untuk menghasilkan reaksi radikal dalam sistem
biologis. Radikal bebas dalam kadar yang normal sangat diperlukan oleh tubuh
untuk kelangsungan beberapa proses fisiologis, terutama untuk transportasi
elektron, namun radikal bebas yang berlebihan dapat membahayakan tubuh
karena oksidasi yang berlebihan terhadap asam nukleat, protein, lemak dan sel
DNA, sehingga dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif seperti jantung
koroner, katarak, gangguan kognisi, kanker, dan kerusakan makromolekul yang
3
Secara normal tubuh manusia memiliki sistem pelindung yang luas
berupa antioksidan alamiah yang berfungsi dalam mengendalikan radikal bebas.
Bila pengendalian gagal karena terjadi kelebihan radikal bebas dan kekurangan
relatif dari antioksidansia, maka dapat menyebabkan stres oksidatif sehingga
berdampak pada kerusakan sel dan organ (Tjay & Rahardja, 2002). Kelebihan
radikal bebas dapat disebabkan dua faktor, yaitu faktor dari dalam (internal) dan
faktor dari luar (eksternal). Faktor dari dalam timbul dari tubuh manusia yang
disebabkan karena stres dan penyakit yang diderita seperti diabetes mellitus dan
hiperkolesterolemia (Wresdiyati et al, 2007), sedangkan faktor dari luar timbul
karena aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari, yaitu asap rokok, makanan
yang digoreng dan dibakar, paparan sinar matahari berlebih, obat-obatan tertentu,
racun, dan polusi (Umayah & Amrun, 2007). Menurut Gomes et al (2005),
malondialdehida (MDA) merupakan suatu radikal bebas hasil dari metabolit lipid
peroksida yang secara luas digunakan sebagai biomarker biologis untuk menilai
stress oksidatif. Lipid peroksida terbentuk karena kelebihan produk ROS (reactive
oxygen species) yang menyerang komponen sel (membran lipid dan protein)
dengan melibatkan residu asam lemak ganda dari fosfolipid yang sangat sensitif
terhadap oksigen. Setelah terbentuk, radikal peroksil (ROO•) disusun kembali
melalui reaksi siklikisasi pada endoperoksida (perkursor malondialdehid) dengan
produk akhir dari proses peroksidasi menjadi MDA (Valko et a.l, 2007).
Kerusakan akibat adanya radikal bebas dapat dicegah oleh senyawa
antioksidan, karena mempunyai potensi untuk menanggulangi proses oksidatif
sebagai dampak negatif adanya radikal bebas (Desminarti et al, 2012).
Antioksidan merupakan senyawa penting bagi tubuh manusia karena berfungsi
dalam menangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh. Sebagian
besar sumber antioksidan alami yaitu tanaman yang mengandung senyawa fenolik
yang tersebar diseluruh bagian tanaman, baik di kayu, biji, daun, buah, akar, dan
bunga. Senyawa fenolik dan flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau
mereduksi radikal bebas (Marliana, 2012). Buah kurma mengandung senyawa
yang memiliki aktivitas antioksidan. Adapun jenis kurma yang dipakai dalam
4
merah saat belum matang kemudian berubah menjadi sawo matang. Ajwah
merupakan salah satu jenis kurma yang terkenal di Madinah (Hammad, 2011).
Menurut Vyawahre et al. (2009), kurma diketahui memiliki beragam aktivitas
biologis seperti antiulkus, antikanker, antidiare, efek pada gastrointestinal,
hepatoprotektif, antimutagenik, antioksidan, efek pada sistem reproduksi,
antiinflamasi, antivirus, antihemolitik, antihiperlidemik, dan nefroprotektif.
Senyawa dalam kurma yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi senyawa
fenolik, flavonoid, dan procyanidin. Kurma jenis Deglet Nour yang diekstraksi
dengan aquadest terbukti memiliki efek yang sama dengan vitamin C yaitu secara
signifikan dapat menurunkan MDA tikus yang telah diinduksi dengan dimetoat
(Saafi et al., 2011). Kandungan vitamin C dan E, β-karoten, dan retinol yang
tinggi pada ekstrak metanol kurma Zaghlool dapat menurunkan kadar MDA tikus
yang mengalami stress oksidatif (Mohamed & Al-Okbi, 2004).
Salah satu penyebab meningkatnya radikal bebas pada tubuh manusia
yaitu karena hepatotoksisitas atau kerusakan hati yang disebabkan oleh
obat-obatan tertentu. Shenoy et al (2012), menyatakan pemberian parasetamol dengan
dosis yang berlebihan (overdose) dapat menyebabkan hepatotoksisitas dan
meningkatkan MDA pada hati yang signifikan dibandingkan dengan kontrol
normal yang diberi Gom acacia. Hepatotoksisitas disebabkan produk dari reaksi
reaktif N-asetil-p-benzoquinon imina (NAPQI) yang dihasilkan oleh sistem
sitokrom P450 pada hati yang berlebihan (overdose). Secara normal NAPQI akan
didetoksifikasi oleh glutathione menjadi senyawa non toksik yang kemudian
diekskresikan oleh ginjal (Knight et al, 2003).
Sejauh pengetahuan penulis belum pernah ada penelitian tentang
aktivitas antioksidan pada kurma Ajwah dengan melihat penurunan profil kadar
5
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ekperimental ini menggunakan model posttest only
dengan kelompok kontrol (posttest only with control group) untuk mengetahui
potensi ekstrak etanol buah kurma Ajwah dalam kadar malondialdehida pada
hewan uji. Subjek adalah 20 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
Wistar yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan.
2. Variabel Penelitian
Variabel yang diguanakan pada penelitian ini ada 3, yaitu:
a. Variabel bebas: variasi dosis bertingkat ekstrak etanol buah kurma Ajwah
(Phoenix dactylafera) yaitu 250, 500, dan 1000 mg/kgBB beserta kelompok
kontrol negatif yang hanya diberikan aquadest 2,5 ml/200 gBB (Agbon et
al, 2014).
b. Variabel terikat: nilai konsentrasi malondialdehid (MDA) pada tikus putih
jantan galur Wistar sebelum dan sesudah diinduksi paracetamol, dan
sesudah pemberian ekstrak etanol buah kurma Ajwah.
c. Variabel terkontrol:
i. Hewan uji: tikus putih jantan galur Wistar, umur 5-6 bulan, kondisi sehat
dengan berat badan kurang lebih 200-400 gram. Hewan uji ini dibeli dari
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
ii. Tanaman uji: buah kurma Ajwah yang dibeli dari kota Kudus yang telah
dilakukan identifikasi dan determinasi di Laboratorium Biologi Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
iii. Metode penyarian: maserasi
iv. Larutan penyari: etanol 96%
3. Alat dan Bahan yang Digunakan
a. Alat
Alat yang digunakan adalah blender, maserator, rotary evaporator,
corong Buchner, pompa vakum, alumunium foil, kertas saring, cawan porselin,
waterbath, neraca analitik, timbangan tikus, sonde oral, tabung eppendorf,
6 tip, kandang tikus, tempat minum tikus, sonifikator, sentrifugator, mini spin, alat
pelindung diri (masker dan sarung tangan), vortex, kompor listrik, kain penyerkai
(flanel), spektrofotometer UV-Vis (UV-mini SHIMADZU), dan alat-alat gelas.
b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah buah kurma Ajwah, etanol 96% sebagai
penyari, parasetamol sebagai penginduksi, CMC-Na 1% digunakan sebagai
pengsuspensi agar paracetamol yang tidak larut dalam aquadest tidak cepat
mengendap, aquadest sebagai pelarut, TMP (1,1,3,3-tetrametoksipropana) 99%
digunakan untuk menentukan kurva baku, jika TMP dioksidasi maka akan
membentuk suatu radikal bebas (MDA), dan pereaksi penetapan kadar serum
MDA yaitu TBA (Thiobarbituric acid) 0,067% yang digunakan untuk mengikat
radikal bebas yang terbentuk hasil dari oksidasi yang ditandai dengan
terbentuknya warna merah muda dan TCA (Trichloroacetic acid) 20% digunakan
untuk mengendapkan protein yang terkandung dalam darah agar tidak
mengganggu saat pembacaan absorbansi dari MDA.
4. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Klinik
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
5. Jalannya Penelitiaan
a. Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Kurma Ajwah
Pembuatan ekstrak etanol buah kurma Ajwah dilakukan dengan
merendam simplisia buah kurma menggunakan etanol 96% selama 3x24 jam.
Simplisia buah kurma yang sudah kering dengan kehalusan tertentu ditimbang
sebanyak 1 kg dimasukkan dalam wadah bejana dan ditambahkan pelarut etanol
96% sebanyak 7 L, tutup dan biarkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk.
Maserat yang didapat dipisahkan dan proses diulang sampai 2 kali dengan jenis
dan jumlah pelarut yang sama sebanyak 3,5 L (Depkes RI, 1986). Maserat yang
didapat kemudian dikumpulkan dan diuapkan menggunakan rotary evaporator
hingga didapatkan ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh kemudian dicatat dan
ditimbang. Rendemen diperoleh dari berat ekstrak kental yang diperoleh dibagi
7
b. Pembuatan Sediaan Ekstrak Buah Kurma Ajwah
Ekstrak kental buah kurma Ajwah dilarutkan dengan aquades sebanyak
15 ml. Sebanyak 250, 500, dan 1000 mg ekstrak ditimbang untuk 5 ekor hewan
uji dengan bobot 200 g pada masing-masing dosis perlakuan 250, 500, dan 1000
mg/kgBB. Ekstrak kurma yang sudah ditimbang masing-masing dilarutkan dalam
15 ml. Volume pengambilan sediaan disesuaikan dengan berat tikus dengan cara
dikonversikan. Volume pengambilan ditentukan dari berat badan tikus yang
ditimbang dan dibagi dengan berat badan tikus secara teoritis kemudian dikalikan
setengah volume pemberian maksimal pada tikus (Lampiran 5).
c. Dosis Penetapan dan Waktu Pemberian Paracetamol
Pemberian parasetamol dengan dosis yang berlebihan (overdose) dapat
mengakibatkan hepatotoksisitas. Menurut Depkes RI (1979), dosis maksimal
pemberian parasetamol sehari pada umur 10 tahun ke atas yaitu 1 g/kgBB.
Penentuan hari terjadinya hepatotoksisitas setelah diinduksi parasetamol
menggunakan 5 hewan uji sebagai kelompok I (kontrol negatif). Pemberian
parasetamol dengan dosis 2,5 g/kgBB pada hewan uji dapat mengakibatkan
hepatotoksisitas (Manatar et al, 2013). Induksi dilakukan pada hari ke-7 setelah
pemberian aquadest. Serum darah diambil pada hari ke-8, 9, dan 10, kemudian
lakukan penentuan absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-Vis untuk
mendapatkan kadar MDA tertinggi.
Pembuatan parasetamol yang digunakan untuk menginduksi hewan uji
yaitu dengan cara menimbang sebanyak 500 mg untuk dosis 1 hewan uji yang
memiliki bobot 200 g. Parasetamol yang sudah ditimbang kemudian dilarutkan
kedalam 2,5 ml aquadest yang sudah dicampurkan dengan CMC-Na 1%.
d. Perlakuan Hewan Uji
Subjek penelitian yaitu 20 ekor tikus putih jantan galur Wistar yang
dibagi dalam 4 kelompok perlakuan:
Kelompok I : kelompok kontrol negatif, diinduksi parasetamol 2500 mg/kgBB
dan diberi aquadest sebanyak 2,5 ml/200 gram
Kelompok II : diinduksi parasetamol dan diberi ekstrak kurma Ajwah
8
Kelompok III : diinduksi parasetamol dan diberi ekstrak kurma ajwah
500 mg/kgBB
Kelompok IV : diinduksi parasetamol dan diberi ekstrak kurma Ajwah
1000 mg/kgBB
Untuk mengurangi pengaruh makanan pada saat pembacaan serum maka
tikus dipuasakan selama 16 jam dengan tetap diberikan air minum. Sebelum
diinduksi menggunakan parasetamol diambil sampel darah pada hewan uji dengan
menggoreskan vena lateralis pada ekor tikus dan ditampung dengan eppendorf
yang kemudian disentrifuge dengan kecepatan 20.000 rpm selama 20 menit untuk
mendapatkan serum dari darah tikus, selanjutnya serum yang sudah didapat
dibaca kadar MDA-nya menggunakan Spektrofotometri UV-Vis (SHIMADZU).
Setelah penetapan kadar MDA awalnya (hari ke-0) hewan uji diberikan perlakuan
kelompok I (kontrol negatif) menggunakan aquadest 2,5 ml/200 g, kelompok II
menggunakan ekstrak buah kurma dosis 250 mg/kgBB, kelompok III ekstrak buah
kurma 500 mg/kgBB, dan kelompok IV ekstrak buah kurma 1000 mg/kgBB
secara per-oral (p.o) selama 10 hari. Parasetamol diinduksi pada hari ke-7 dengan
dosis 2,5 g/kgBB. Serum darah diambil pada 72 jam setelah diinduksi dengan
parasetamol, yaitu pada hari ke-8, 9, dan 10. Selanjutnya dilakukan penetapan
kadar MDA pada hewan uji menggunakan Spektrofotometri UV-Vis.
Gambar 1. Skema perlakuan hewan uji
20 ekor tikus jantan galur wistar berusia 4-6 bulan dengan berat ± 200-400 gram
Diadaptasi selama 7 hari dan dipuasakan selama ±16 jam Kelompok I (Kontrol Suspensi parasetamol 2,5 g/kg BB di berikan 1x pada hari ke 7
9
e. Penetapan Kadar MDA
Malondialdehid merupakan suatu radikal bebas hasil metabolit reaktif
lipid peroksida. Jadi semakin besar kadar MDA pada serum hewan uji yang
dibaca maka semakin besar pula radikal bebas dalam tubuh hewan uji.
i. Persiapan reagen
0,067 gram TBA 0,67 % ditimbang kemudian dilarutkan aquadest sampai
10 ml. Pada wadah yang berbeda ditimbang juga 2 gram TCA 20 % larutkan juga
dengan aquadest 10 ml. Pembuatan reagen TBA dan TCA dilakukan dalam labu
takar 10 ml dan untuk melarutkan dalam aquadest gunakan sonifikator agar dapat
larut sempurna.
ii. Penentuan operating time MDA
Pembuatan larutan stok I dengan cara mengambil
1,1,3,3-tetrametoksipropana 99% (TMP) 10 µL yang dilarutkan dengan aquadest sampai
50 ml, selanjutnya dari stok I diambil 0,3 mL kemudian diencerkan dengan
aquadest sampai 5 mL sehingga didapatkan stok II. Larutan stok II yang sudah
didapatkan dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dicampurkan dengan 2,45 ml
TBA dan TCA yang sudah dibuat, kemudian dipanaskan dalam air mendidih pada
suhu 1000C selama 10 menit. Campuran stok II, TBA, dan TCA yang telah didinginkan disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm.
Supernatan yang berwarna merah muda kemudian diambil dan dibaca dengan
Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimal 536,0 nm.
Pembacaan dilakukan pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan
60. Operating time didapatkan dari absorbansi yang paling stabil dari pembacaan
pada menit-menit yang telah ditentukan.
iii. Penentuan kurva baku
Pembuatan kurva baku dilakukan dengan mengambil stok II dari TMP
kemudian diambil 7 seri konsentrasi berbeda, yaitu 0,02; 0,07; 0,13; 0,17; 0,33;
0,99 dan 1,65 µmol/ml. Kurva baku ditentukan dari absorbansi MDA serum yang
didapat, tidak boleh melebihi absorbansi minimal MDA serum dan tidak boleh
kurang dari absorbansi MDA serum, selanjutnya dapat digunakan untuk
10
iv. Pembuatan serum
Serum didapatkan dari darah yang ditampung di eppendorf dengan cara
menggores vena lateralis dari ekor hewan uji, darah yang didapat kemudian
disentrifuge menggunakan mini spin selama 20 menit pada kecepatan 20.000 rpm.
Selanjutnya serum yang berupa supernatan diambil dan disimpan didalam freezer
pada suhu -200C. Untuk mendapatkan serum yang dibutuhkan, darah yang diambil sekurang-kurangnya 1 ml.
v. Prosedur penetapan MDA
100 µl serum hewan uji dimasukkan kedalam tabung reaksi, selanjutnya
dicampur dengan 2,45 ml TBA dan TCA. Campuran serum hewan uji, TBA, dan
TCA divortex hingga tercampur homogen, kemudian dipanaskan dalam air
mendidih pada suhu 1000C selama 10 menit, selanjutnya campuran tersebut didinginkan. Campuran serum hewan uji, TBA, dan TCA yang sudah dingin
disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Supernatan yang
didapat diambil dan dibaca menggunakan spektrofotometri UV-Vis untuk
memperoleh nilai absorbansi. Blangko dibuat dengan cara yang sama seperti
pembuatan larutan uji tetapi tidak menggunakan serum. Kadar MDA dihitung
menggunakan persamaan regresi linear pada kurva baku.
f. Uji Histopatologi
Uji histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada pada hati dan dua buah ginjal
hewan uji yang telah diawetkan dengan 10% formalin. Uji histopatologi dilakukan
guna untuk data pendukung setelah hewan uji dilakukan perlakuan dengan buah
kurma Ajwah.
g. Analisis Data
Semua kelompok hewan uji, dianalisis kadar kenaikan MDA pada hari
ke-0, 8, 9, dan 10 menggunakan uji statistik dengan software SPSS statistics 17.0.
Uji statistik yang digunakan yaitu Shapiro-Wilk untuk menguji normalitas
distribusi data kadar MDA pada hari ke-0, 8, 9, dan 10. Jika normal dilanjutkan
uji repeated Anova untuk melihat signifikasi kenaikan kadar MDA pada hari ke-0,
11
selanjutnya dapat diuji Test of Homogeneity of Variance untuk menguji
homogenitas dan varian data kadar MDA tiap kelompok. Jika homogen dapat
dilakukan uji One Way Anova untuk melihat signifikasi tiap kelompok hari ke-10.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Ekstraksi Buah Kurma Ajwah
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan mengguanakan pelarut yang sesuai
(Depkes RI, 1995). Proses ekstraksi bertujuan untuk menarik senyawa yang
diinginkan dari simplisia mengguanakan larutan penyari yang sesuai. Hasil
ekstraksi dari 1 kg simplisia buah kurma Ajwah dengan proses maserasi
menggunakan 14 L larutan penyari etanol 96% yaitu sebanyak 875,27 gram, yang
menghasilkan rendemen sebesar 87,527%.
2. Kurva Baku Malondialdehida
Kurva baku digunakan untuk penentuan kadar MDA dengan persamaan
regresi linear = bx + a. Absorbansi dari kurva baku harus mencakup absorbansi
dari pembacaan serum kontrol negatif dan kelompok perlakuan, tidak boleh
melebihi absorbansi minimum dan tidak boleh kurang dari absorbansi maksimum
pada absorbansi MDA serum hewan uji. Pembuatan kurva baku digunakan stok
TMP dengan pengambilan 7 seri konsentasi yaitu 0,5, 2, 4, 5, 10, 30, 50 µl.
Penggunaan 1,1,3,3-tetrametoksipropana (TMP) sebagai kurva baku karena hasil
oksidasi dari TMP yang terurai menjadi suatu propanodial (malondialdehida)
sehingga dapat digunakan sebagai kurva baku untuk mengganti MDA. Absorbansi
yang didapat dari pengambilan stok TMP masing-masing 0,007; 0,014; 0,017;
0,018; 0,03; 0,041; dan 0,113 (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil penentuan kurva baku
12
A= 0,007 B= 0,057 r= 0,9563
Persamaan regresi linear y = bx+a Absorbansi = 0,057x+0,007
3. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Kurma Ajwah pada
Hewan Uji
Uji aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan profil kadar dari MDA,
karena MDA merupakan biomarker biologis metabolit lipid peroksida untuk
menilai tingkat stress oksidatif (Gomes et al, 2005). Profil kenaikan MDA diukur
dari hewan uji yang diinduksi menggunakan parasetamol 2,5 g/kgBB tanpa
menggunakan perlakuan dengan ekstrak buah kurma (kontrol negatif). Gibson &
Skett (1991) menyatakan, kelebihan metabolit NAPQI yang disebabkan
pemberian parasetamol berlebih (overdose) mengakibatkan terjadinya ikatan
antara makromolekul protein sel hati dan mereduksi O2 manjadi O2•, sehingga
menjadi radikal yang reaktif (ROS) yang kemudian akan mengoksidasi fosfolipid
dengan proses inisiasi, propagasi, dan terminasi. Selanjutnya radikal peroksil
disusun kembali melalui reaksi siklikisasi pada endoperoksida (prekursor
malondialdehida) dengan produk akhir dari proses peroksidasi menjadi MDA
(Valko et al., 2007). Hasil induksi parasetamol sebagai kontrol negatif
menghasilkan kenaikan yang signifikan yaitu ditunjukkan nilai probabilitas
kurang dari 0,05 (p<0,05) pada kadar MDA hari ke-10 sebesar 1,298±0,322
µmol/ml, yaitu 72 jam setelah diinduksi parasetamol. Penentuan hari kenaikan
MDA yang signifikan (p<0,05) pada kontrol negatif menggunakan analisis
statistik Repeated Anova yang digunakan untuk perhitungan lebih dari dua
kelompok berpasangan. Analisis statistik Repeated Anova dilakukan dengan
membandingkan kelompok perlakuan kontrol negatif hari ke-8, 9, dan 10 dengan
hari ke-0 (baseline) untuk mendapatkan kadar yang signifikan (p<0,05). Syarat
digunakan uji Repeated Anova kadar MDA kontrol negatif harus normal dengan
probabilitas > 0,05, untuk melihat kenormalan data pada kelompok populasi kecil
13
Tabel 2. Kadar MDA kontrol negatif (pemberian aquadest dan parasetamol 2,5 mg/kgBB) No sampel Kadar hari ke-0
Gambar 2. Grafik kadar MDA kontrol negatif (pemberian aquadest dan parasetamol 2,5 mg/kgBB)
Data diatas menunjukkan bahwa pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB dapat
menaikkan kadar MDA dan analisis statistik menggunakan uji Repeated Anova
memberikan kenaikan yang signifikan (p<0,05) pada hari ke-10.
Aktifitas antioksidan ekstrak buah kurma Ajwah ditunjukkan dengan
penurunan kadar MDA dengan membandingkan semua kelompok perlakuan
dengan kontrol negatif pada hari ke-0, 8, 9, dan 10. Kelompok perlakuan meliputi
dosis pemberian ekstrak kurma yaitu 250, 500, dan 1000 mg/kgBB, kemudian
ditentukan perbandingan kadar MDA kelompok perlakuan dan kontrol negatif.
0
Hari Ke-0 Hari Ke-8 Hari Ke-9 Hari Ke-10
14
Tabel 3. Hasil kadar MDA kontrol negatif dan kelompok perlakuan
Keterangan Hari Ke-0
Kontrol negatif 0,393±0,108 0,333±0,247 0,460±0,309 1,298±0,322
Dosis 250 mg/kgBB 0,846±0,388 0,800±0,173 1,611±0,167 0,916±0,237
Dosis 500 mg/kgBB 1,007±0,086 1,028±0,284 0,891±0,296 0,902±0,359
Dosis 1000 mg/kgBB 0,761±0,183 1,053±0,306 1,263±0,025 1,404±0,100
Uji Homogeneity of Variances digunakan untuk menentukan homogenitas data
hari ke-10 pada kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol negatif
atau dapat dijadikan uji kelayakan untuk uji One Way Anova setelah dilakukan uji
normalitas. Hasil data yang didapatkan pada hari ke-10 homogen (p>0,05) dan
dapat dilanjutkan menggunakan One Way Anova. Uji statistik One Way Anova
digunakan untuk menentukan perbedaan yang signifikan untuk lebih dari dua
kelompok tidak berpasangan (kontrol negatif, dosis perlakuan 250, dan 500
mg/kgBB). Hasil yang didapat dari uji statistik One Way Anova kontrol negatif,
dosis 250 dan 500 mg/kgBB tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p>0,05).
Menurut data Tabel 3 nilai kadar MDA pada kelompok perlakuan dosis 250 dan
500 mg/kgBB pada hari ke-10 (0,916±0,237 µmol/ml dan 0,902±0,359 µmol/ml)
lebih rendah dari kontrol negatif (1,298±0,322 µmol/ml), namun secara analisis
statistik One Way Anova tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
penurunan kadar MDA. Perlakuan dengan dosis pemberian ekstrak kurma
1000 mg/kgBB tidak dilakukan analisis statistik, karena tiga dari lima hewan uji
mati setelah diinduksi parasetamol, hewan uji yang pertama mati pada hari ke-8
atau tepat 1 hari setelah diinduksi parasetamol karena diduga mengalami
hepatotoksisitas, kemudian dua hewan uji lainnya mati pada hari ke-9 karena
mengalami pendarahan setelah pengambilan darah pada vena lateris, sehingga
tidak memenuhi uji One Way Anova. Kematian hewan uji bukan diakibatkan dari
toksisitas akut pemberian ekstrak kurma dengan dosis 1000 mg/kgBB, karena
menurut Agbon et al. (2014) dan Okwuosa et al. (2014), toksisitas yang dapat
membunuh setengah populasi (LD50) yaitu jika dosis secara per-oral (p.o)
diberikan lebih dari 6000 mg/kgBB, sehingga adanya kematian hewan uji pada
percobaan ini diduga karena terjadi interaksi antara senyawa dalam ekstrak kurma
dengan parasetamol. BPOM RI (2008) menyebutkan, salah satu efek samping
15
Kemungkinan hal ini juga didukung oleh adanya senyawa niasin dalam kurma
yang berperan dalam merangsang pembentukan prostagladin I2 atau hormon yang
membantu mencegah penggumpalan atau agregasi trombosit.
4. Hasil Histopatologi
Histopatologi pada penelitian ini digunakan sebagai sarana pendukung
(deskriptif kualitatif) bukan sebagai acuan yang mutlak untuk mengetahui adanya
kelainan pada hati dan ginjal hewan uji seperti peningkatan volume darah pada
jaringan atau bagian tubuh yang mengalami proses patologis (congesti),
perubahan biokimia intra selular yang disertai perubahan morfologi pada sel
(degenerasi vacuoler), pembengkakan (radang), bahkan pengerasan sel pada hati
(nekrosis). Uji histopatologi dilakukan dengan mengorbankan dua dari lima
hewan uji pada masing-masing kelompok untuk diambil hati dan kedua ginjalnya
untuk mengidentifikasi ada tidaknya kelainan patologis.
Tabel 4. Hasil histopatologi kelompok perlakuan
Kode Hati 250
Gambar 4. Hasil histopatologi hati tikus dengan perbesaran 400x. A.1 dan A.2 hati tikus pada pemberian ekstrak kurma dosis 250 mg/kgBB, B.1 dan B.2 hati tikus pada
16
Hasil data diatas bahwa organ hati dan kedua ginjal hewan uji dosis 250 dan 500
mg/kgBB dalam kondisi baik, karena tidak mengalami degenerasi vakuolar
bahkan sampai terkena nekrosis hati. Sehingga kurma dosis yang aman digunakan
dan tidak mengalami interaksi dengan parasetamol yaitu 250 dan 500 mg/kgBB.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, dapat ditarik
kesimpulan bahwa dosis pemberian ekstrak etanol buah kurma Ajwah 250 dan
500 mg/kgBB tidak memiliki penurunan yang signifikan (p>0,05). Kondisi hati
dan ginjal hewan uji setelah dilakukan histopatologi pada dosis perlakuan 250 dan
500 mg/kgBB dalam kondisi yg baik, namun pada dosis 1000 mg/kgBB
ditemukan adanya degenerasi vakuolar.
SARAN
Adanya penelitian lebih lanjut tentang dosis ekstrak etanol kurma untuk
menurunkan kadar malondialdehida (MDA) dan uji toksisitas nya. Penelitian ini
juga belum memenuhi kaidah kuantitatif, sehingga kedepannya dapat dilakukan
penelitan yang memenuhi kaidah kuantitatif.
DAFTAR ACUAN
Abgon, A. N., Kwanashie, H. O., Hamman, W. O. & Sambo. S. J., 2014, Toxicological Evaluation of Oral Administration of Phoenix dactylifera L. Fruit Extract on the Histology of the Liver and Kidney of Wistar Rats,
International Journal of Animal and Veterinary Advances, Vol.6 (4), 122-129.
Badan POM RI, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 301-303, 1055, Jakarta, Badan POM Republik Indonesia.
Depkes RI, 1986, Sediaan Galenik, 10-11, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
17
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Ed. 4, 7, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Desminarti, S., Rimbawan, Anwar, F. & Winarto, A., 2012, Efek Bubuk Tempe Instan Terhadap Kadar Malonaldehid (MDA) Serum Tikus Hiperglikemik, Jurnal Kedokteran Hewan, Vol.6 (2), 72-74.
Gomes, G. N., Barbosa, F. T., Radaeli, R. F., Cavanal, M. F., Aires, M. M. & Zaladek, F. G., 2005, Effect of D-α-Tocopherol on Tubular Nephron Acidification by Rats with Induced Diabetes Mellitus, Brazilian Journal of Medical and Biological Research, Vol.38, 1043-1051
Hammad, S., 2011, Khasiat Kurma, diterjemahkan oleh Suhadi, M. & Mujtahid, U., 53, 65, Solo, Aqwam Media Profetika.
Knight, T. R., Fariss, M. W., Farhood, A. & Jaeschke, H., 2003, Role of Lipid Peroxidation as a Mechanism of Liver Injury After Acetaminophen Overdose in Mice, Toxicological Sciences, Vol.76, 229-236.
Marliana, E., 2012, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Andong (Cordyline fruticosa [L] A. Cheval), Mulawarman Scientifile, Vol.11 (1), 71-81.
Mohammed, D. A. & Al-Okbi S. Y., 2004, In Vivo of Antioxidant and Anti-Inflammatory Activity of Different Extracts of Date Fruits in Adjuvant Arthritis, Polish Journal of Food Nutrition Sciences, Vol.13/54 (4), 397-402.
Nawawi, D. R., 2014, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Bekatul Beras Hitam pada Tikus Hepatotoksik yang Diinduksi Paracetamol, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1-35.
Okwuosa, C. N., Udeani, T. K., Umeifekwem, J. E., Onuba, A. C., Anioke, I. C. & Madubueze, R. E., 2014, Hepatoprotective Effect of Methanolic Fruit Extracts of Phoenix dactylifera (Arecaceae) on Thioacetamide Induced Liver Damage in Rats, American Journal of Phytomedicine and Clinical Theraprutics, Vol.2 (3), 290-300.
Saafi, E. B., Louedi, M., Elfeki, A., Zakhama, A., Najjar, M. F., Hammami, M., et al, 2011, Protective Effect of Date Palm Fruit Extract (Phoenix dactylifera L.) on Dimethoate Induced-Oxidative Stress in Rat Liver,
Experimental and Toxicologic Pathology, Vol.63, 433-441.
18
Paracetamol Induced Hepatotxicity in Rats, International Journal of Pharmacology and Clinical Sciences, Vol.1 (2), 32-38.
Sholihah, Q. & Widodo, M. A., 2008, Pembentukan Radikal Bebas Akibat Gangguan Ritme Sirkadian dan Paparan Batu Bara, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.4 (2), 89-100.
Tjay, T. H. & Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting: Khasiat, Pengguanaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Ed.5, 297-298, 312, 796-797, Jakarta, PT Elex Media Komputindo.
Umayah, E. U. & Amrun, M. H., 2007, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Naga (Hylocereus undatus (Haw.) Britt. & Rose), Jurnal Ilmu Dasar, Vol.8 (1), 83-90.
Valko, M., Leibfritz, D., Moncol, J., Cronin M. T. D., Mazur, M. & Telser, J., 2007, Free Radicals and Antioxidants in Normal Physiological Functions and Human Disease, The International Journal of Biochemistry & Cell Biology, Vol.39, 44-48.
Vyawahare, N., Pujari, R., Khsirsagar, A., Ingawale, D., Patil, M. & Kagathara, V., 2009, Phoenix dactylifera: An Update of its Indegenous Uses, Phytochemistry and Pharmacology, The Internet Journal of Pharmacology, Vol.7 (1), 1-9.
Wresdiyati, T., Astawan, M., Adnyane, I. K. M., Novelina, S. & Aryani, S., 2007,
Pengaruh α-Tokoferol Terhadap Profil Superoksida Dismutase dan Malondialdehida pada Jaringan Hati Tikus di Bawah Kondisi Stres,