viii ABSTRAK
Penyelesaian pemrograman kuadratik konveks secara analitik memerlukan langkah yang panjang. Pada skripsi ini akan dipaparkan metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yakni metode titik-interior primal-dual. Metode titik-interior primal-dual merupakan suatu metode untuk menemukan penyelesaian primal-dual dengan menerapkan metode Newton dan memodifikasi arah selidik dan panjang langkah. Tujuan dari metode ini adalah membatasi pergerakan nilai optimum yang dihasilkan pada setiap iterasinya dengan toleransi tertentu. Pencarian penyelesaian optimum dimulai dari sebarang titik-interior, sehingga konvergensinya cepat diperoleh.
Kata kunci: Karush Kuhn Tucker, metode titik-interior primal-dual, pemrograman kuadratik konveks, penyelesaian optimum.
ix ABSTRACT
Solving the convex quadratic programming need a long step when it is finished analytically. In this thesis, numerical method will be introduced which can be used to solve this problem, namely a primal-dual point method. Primal-dual interior-point method is a method to find the primal-dual solution by applying Newton method and modifying the search direction and step-length. This method purpose to restricting the movement of the optimum value generated from each iteration method with certain tolerances. Optimum solution search start from the any interior-point so that the convergence will be faster to obtain.
i
METODE TITIK-INTERIOR
PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Oleh: Fenny Basuki NIM: 083114003
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
INTERIOR-POINT METHODS
IN CONVEX QUADRATIC PROGRAMMING
Research
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Sains Degree
In Mathematics
By: Fenny Basuki
Student Number: 083114003
MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
! "#
viii ABSTRAK
Penyelesaian pemrograman kuadratik konveks secara analitik memerlukan langkah yang panjang. Pada skripsi ini akan dipaparkan metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yakni metode titik-interior primal-dual. Metode titik-interior primal-dual merupakan suatu metode untuk menemukan penyelesaian primal-dual dengan menerapkan metode Newton dan memodifikasi arah selidik dan panjang langkah. Tujuan dari metode ini adalah membatasi pergerakan nilai optimum yang dihasilkan pada setiap iterasinya dengan toleransi tertentu. Pencarian penyelesaian optimum dimulai dari sebarang titik-interior, sehingga konvergensinya cepat diperoleh.
Kata kunci: Karush Kuhn Tucker, metode titik-interior primal-dual, pemrograman kuadratik konveks, penyelesaian optimum.
ix ABSTRACT
Solving the convex quadratic programming need a long step when it is finished analytically. In this thesis, numerical method will be introduced which can be used to solve this problem, namely a primal-dual point method. Primal-dual interior-point method is a method to find the primal-dual solution by applying Newton method and modifying the search direction and step-length. This method purpose to restricting the movement of the optimum value generated from each iteration method with certain tolerances. Optimum solution search start from the any interior-point so that the convergence will be faster to obtain.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas anugerah dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul: “METODE TITIK-INTERIOR PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS”, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing dan Kaprodi Matematika FST-USD yang dengan rendah hati mau meluangkan banyak waktu dan penuh kesabaran telah membimbing penulis selama penyusunan skripsi. 2. P. H. Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan FST-USD.
3. MV. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji.
4. Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji.
5. A. Prasetyadi, S.Si., M.Si., dan Prof. Drs. R. Soemantri yang telah banyak membantu dan memberi masukan kepada penulis.
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 5
D. Tujuan Penulisan ... 5
E. Manfaat Penulisan ... 5
F. Metode Penulisan ... 5
G. Sistematika Penulisan ... 6
xiii
A. Matriks dan Ruang Vektor ... 8
B. Fungsi Terdiferensial ... 41
C. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks ... 55
D. Teori Optimisasi ... 72
E. Metode Newton untuk Sistem Persamaan Nonlinear ... 85
BAB III METODE TITIK-INTERIOR ... 91
A. Pemrograman Kuadratik Konveks ... 91
B. Metode Titik-Interior ... 94
BAB IV PENUTUP ... 120
A. Kesimpulan ... 120
B. Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA ... 122
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1.1Minimum sama dengan maksimum ... 2
Gambar 2.1.1 Lingkaran 1 ... 30
Gambar 2.1.2 Himpunan Terurut ... 38
Gambar 2.2.1 Teorema Nilai Rata-Rata ... 45
Gambar 2.3.1 Ilustrasi dari Himpunan Konveks ... 56
Gambar 2.3.2 Lingkaran x2 +y2 =1 ... 57
Gambar 2.3.3 Contoh Fungsi Konveks ... 58
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.2.1 Output Penyelesaian Contoh 3.2.1 dengan Matlab ... 117 Tabel 3.2.2 Tabel Perbandingan Nilai Awal Metode Titik-Interior
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini semakin banyak permasalahan pada kehidupan sehari-hari yang memerlukan pendekatan optimisasi dalam penyelesaiannya. Sebagai
contoh, misalkan sebuah perusahaan ingin meminimumkan biaya pembuatan
dua produk. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, maka harus diketahui
hal-hal apa saja yang mempengaruhi pembuatan dua produk tersebut,
misal-nya jumlah bahan baku yang tersedia. Misalkan, meminimumkan biaya
pem-buatan dua produk dinyatakan dengan fungsi f . Sedangkan, banyaknya barang
yang dihasilkan dari masing-masing produk, misalnya , .
Variabel-variabel tersebut perlu diberi batasan yang disebut dengan kendala, dalam hal
ini berupa jumlah bahan baku yang tersedia, sedangkan fungsi ,
di-sebut dengan fungsi obyektif.
Optimisasi secara matematis dapat diartikan sebagai proses
menemu-kan penyelesaian yang memaksimummenemu-kan atau meminimummenemu-kan suatu fungsi.
Untuk menemukan penyelesaian dari masalah memaksimumkan suatu fungsi
dapat diselesaikan dengan cara mencari penyelesaian dari masalah
Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 1.1.1:
Gambar 1.1.1 Minimum sama dengan maksimum
Berdasarkan Gambar 1.1.1, (dalam hal ini sebagai contoh adalah suatu fungsi dengan satu variabel) dapat dilihat bahwa jika suatu titik me-nunjukkan nilai pembuat minimum dari fungsi , maka titik yang sama itu juga menunjukkan nilai pembuat maksimum dari negatif fungsi tersebut, yak-ni .
persamaan. Sedangkan, permasalahan optimisasi tidak berkendala adalah op-timisasi suatu fungsi obyektif tanpa kendala.
Secara garis besar, permasalahan dalam teknik optimisasi dapat berupa permasalahan pemrograman linear maupun nonlinear. Pemrograman linear adalah pemrograman yang mempelajari kasus dimana fungsi obyektifnya ada- lah fungsi linear dan kendalanya merupakan persamaaan atau pertidaksamaan linear. Sedangkan, pemrograman nonlinear adalah pemrograman yang mem-pelajari kasus dimana salah satu fungsi obyektif atau fungsi kendalanya meru-pakan persamaaan atau pertidaksamaan nonlinear.
Salah satu subklas dalam permasalahan pemrograman nonlinear adalah pemrograman kuadratik konveks. Pemrograman kuadratik konveks adalah permasalahan optimisasi berkendala nonlinear dimana fungsi obyektifnya ada-lah fungsi kuadratik konveks, sedangkan kendala-kendalanya merupakan per-samaan atau pertidakper-samaan linear. Fungsi kuadratik konveks pada fungsi ob-yektif yang terdapat dalam pemrograman kuadratik konveks memiliki bentuk umum dengan G adalah matriks semidefinit positif.
me-thod). Namun dalam skripsi ini metode yang akan dibahas hanya metode titik-interior primal-dual.
Metode titik-interior primal-dual merupakan salah satu metode nume-rik yang menerapkan metode Newton dalam menyelesaikannya. Pada metode titik-interior primal-dual, pencarian penyelesaian optimum dimulai dari seba-rang titik-interior sehingga akan menghasilkan iterasi yang lebih sedikit kare-na konvergensinya lebih cepat diperoleh.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, pokok– pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pemrograman kuadratik konveks?
2. Apa yang dimaksud dengan metode titik-interior primal-dual untuk me-nyelesaikan permasalahan optimisasi berkendala pada pemrograman kua-dratik konveks?
3. Bagaimana cara menyelesaikan pemrograman kuadratik konveks dengan menggunakan metode titik-interior primal-dual?
C. Batasan Masalah
Pembatasan masalah metode titik-interior primal-dual dalam skripsi ini hanya dibatasi untuk pemrograman kuadratik konveks dengan kendala-kendala berupa pertidaksamaan.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menyelesaikan permasala-han optimisasi berkendala dengan menggunakan metode titik-interior primal-dual pada pemrograman kuadratik konveks serta bagaimana mengimplemen-tasikan metode titik-interior primal-dual dengan menggunakan Matlab.
E. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dalam skripsi ini adalah dapat memahami bagaimana penggunaan metode titik-interior primal-dual pada pemrograman kuadratik konveks serta dapat mengimplementasikan metode titik-interior primal-dual dengan menggunakan Matlab.
F. Metode Penulisan
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab dengan urutan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, man-faat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : HIMPUNAN KONVEKS DAN TEORI OPTIMISASI DA- LAM
Dalam bab ini akan dibahas mengenai matriks dan ruang vek-tor, fungsi terdiferensial, himpunan konveks dan fungsi kon-veks, teori optimisasi, dan metode Newton untuk sistem per-samaan nonlinear yang akan digunakan untuk memahami me-tode titik-interior primal-dual.
BAB III : METODE TITIK-INTERIOR
contoh permasalahan pemrograman kuadratik konveks yang diselesaikan dengan metode titik-interior primal-dual, dan yang terakhir akan dibahas juga implementasinya dengan menggu-nakan program Matlab.
BAB IV : PENUTUP
8 BAB II
HIMPUNAN KONVEKS
DAN TEORI OPTIMISASI DALAM
Dalam bab ini akan dibahas mengenai matriks dan ruang vektor, fungsi
terdi-ferensial, himpunan konveks dan fungsi konveks, teori optimisasi, dan metode
Newton untuk sistem persamaan nonlinear yang akan digunakan untuk
memaha-mi metode titik-interior primal-dual.
A. Matriks dan Ruang Vektor
Pada subbab ini akan dibahas mengenai matriks, panjang (norm),
ja-rak, ruang vektor, dan beberapa definisi serta teorema dasar tentang analisis
real.
Definisi 2.1.1 (Ruang Berdimensi n)
Jika n adalah suatu bilangan bulat positif, maka tupel n berurutan adalah suatu
urutan dari n bilangan real , , … , . Himpunan semua tupel n
Definisi 2.1.2 (Matriks)
Matriks adalah jajaran empat persegi panjang dari bilangan-bilangan yang
atur menurut baris dan kolom. Bilangan-bilangan dalam jajaran tersebut di-sebut dengan elemen dari matriks.
Elemen-elemen yang terletak pada baris i dan kolom j di dalam
ma-triks A dapat dinyatakan sebagai . Sehingga, matriks secara umum dapat
di-tulis sebagai berikut:
Atau lebih singkat dapat ditulis sebagai atau .
Definisi 2.1.3 (Matriks Simetrik)
Sebuah matriks bujur sangkar A adalah simetrik jika dan hanya jika A = AT.
Definisi 2.1.4 (Matriks Definit Positif dan Matriks Semidefinit Positif) Misalkan A adalah matriks simetrik.
A dikatakan definit positif jika xTAx > 0, , 0.
Dari Definisi 2.1.4, dapat disimpulkan bahwa jika A adalah matriks
definit positif, maka A juga adalah matriks semidefinit positif.
Untuk lebih memahami definisi matriks, matriks simetrik, matriks
de-finit positif dan matriks semidede-finit positif, maka akan diberikan contoh
beri-kut.
Contoh 2.1.1
Misalkan diberikan suatu matriks simetrik:
2 1 0
1 2 1
0 1 2
Untuk mengkaji bahwa matriks A adalah matriks definit positif, maka harus
ditunjukkan bahwa xTAx > 0, , 0.
! ! ! 21 21 01
0 1 2
! ! !
! ! ! ! " 2!2! ! ! ! " 2!
! #2! ! $ " ! # ! " 2! ! $ " ! # ! " 2! $
2! ! ! ! ! " 2! !%!& !%!&" 2!
2! 2! ! " 2! 2!%!&" 2!
! " #! ! $ " #!% !&$ " !
Dari sini dapat disimpulkan bahwa matriks A bersifat definit positif karena
! " #! ! $ " #!% !&$ " ! ' 0, , kecuali jika
! ! ! 0.
▄
Contoh 2.1.2
Misalkan diberikan suatu matriks simetrik:
( )2 00 2*
Untuk mengkaji bahwa matriks G adalah matriks semidefinit positif, maka
ha-rus ditunjukkan bahwa xTGx ≥0, .
( ! ! )2 00 2* )!! *
! ! +2!2! ,
! #2! $ " ! #2! $
2! " 2!
Karena ( 2! " 2! - 0, , maka dapat disimpulkan bahwa
matriks G adalah matriks semidefinit positif.
Definisi 2.1.5 (Ruang Vektor)
Misalkan . adalah himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan operasi pen-jumlahan dan perkalian skalar dengan bilangan real. Artinya, bila diberikan
dua elemen / dan 3 di . dan , 5 , maka penjumlahan / " 3 dan
perka-lian skalar / didefinisikan dan terletak di V juga. Kemudian V dengan kedua operasi ini disebut ruang vektor jika kedua operasi tersebut memenuhi
aksi-oma-aksioma berikut.
Untuk setiap /, 3, 6 . dan , 5 berlaku:
(i) / " 3 3 " /.
(ii) / " #3 " 6$ #/ " 3$ " 6.
(iii) Ada elemen 7 . sehingga / " 7 /.
(iv) Ada elemen / . sehingga / " # /$ 7.
(v) #/ " 3$ / " 3.
(vi) # " 5$/ / " 5/.
(vii) # 5$/ #5/$.
(viii) 1/ /.
Untuk lebih memahami definisi ruang vektor, maka akan diberikan
Contoh 2.1.3
Buktikan bahwa 8#9 , 9 , … , 9 $|9 , 9 , … , 9 < adalah
ruang vektor!
Bukti:
Misalkan / #9 , 9 , … , 9 $ dan 3 #= , = , … , = $, maka
/ " 3 #9 " = , 9 " = , … , 9 " = $ dan / # 9 , 9 , … , 9 $.
a) / " 3 #9 " = , 9 " = , … , 9 " = $ #= " 9 , = " 9 , … , = " 9 $ 3 " /
b) #/ " 3$ " 6 >#9 " = , 9 " = , … , 9 " = $? " #@ , @ , … , @ $ >#9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $? " #@ , @ , … , @ $
#9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $ " #@ , @ , … , @ $ #9 , 9 , … , 9 $ " ##= , = , … , = $ " #@ , @ , … , @ $$ #9 , 9 , … , 9 $ " #= " @ , = " @ , … , = " @ $ / " #3 " 6$
#9 , 9 , … , 9 $ /
d) / " # /$ #9 , 9 , … , 9 $ " # 9 , 9 , … , 9 $ #9 " # 9 $, 9 " # 9 $, … , 9 " # 9 $$ #0, 0, … , 0$
7
e) #/ " 3$ #9 " = , 9 " = , … , 9 " = $ ##9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $$ #9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $ / " 3
f) # " 5$/ # " 5$#9 , 9 , … , 9 $
># " 5$9 , # " 5$9 , … , # " 5$9 ?
# 9 " 59 , 9%" 59%, … , 9 " 59 $ # 9 , 9 , … , 9 $ " #59 , 59 , … , 59 $
#9 , 9 , … , 9 $ " 5#9 , 9 , … , 9 $ / " 5/
># 5$9 , # 5$9 , … , # 5$9 ?
# #59 $, #59 $, … , #59 $$ #59 , 59 , … , 59 $
#5/$
h) 1/ 1#9 , 9 , … , 9 $ #19 , 19 , … , 19 $ #9 , 9 , … , 9 $ /
Karena 8#9 , 9 , … , 9 $|9 , 9 , … , 9 < dengan operasi
penjumlahan dan perkalian skalar memenuhi aksioma-aksioma seperti pada Definisi 2.1.5, maka terbukti bahwa adalah ruang vektor.
▄
Definisi 2.1.6 (Ruang Hasil Kali Dalam)
Hasil kali dalam pada adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan
se-buah bilangan real A , BC dengan sepasang vektor x dan y di , sehingga
ak-sioma-aksioma berikut ini terpenuhi bagi semua vektor x, y, dan z di dan
semua bilangan skalar s.
(i) A , BC AB, C (Aksioma Kesimetrian)
(iii) AE , BC EA , BC (Aksioma Homogenitas)
(iv) A , C - 0 (Aksioma Positivitas)
(v) A , C 0 jika dan hanya jika 0
Sebuah ruang vektor real yang memiliki sebuah hasil kali dalam disebut
ruang hasil kali dalam.
Untuk lebih memahami sifat hasil kali dalam yang pertama, yakni
! H " ! H " … " ! H H ! " H ! " … " H !
H H … H F ! ! !
G
B AB, C
Jadi, terbukti bahwa A , BC AB, C. ▄
Definisi 2.1.7 (Panjang atau Norm)
Panjang atau norm sebuah vektor di dinotasikan dengan L L dan
dide-finisikan sebagai
L L A , CMN # · $MN P! " ! " … " ! .
Sebuah pemetaan L . L dikatakan sebuah norm jika dan hanya jika
memenuhi sifat berikut:
(1) L L - 0,
(2) L L 0 jika dan hanya jika x = 0,
(3) Lα L |R|L L, R ,
Definisi 2.1.8 (Ortogonal)
Dua vektor u dan v di dalam ruang hasil kali dalam di dikatakan
ortogo-nal jika A/, 3C 0.
Teorema 2.1.1 (Hukum Phytagoras)
Jika u dan v adalah vektor-vektor ortogonal di dalam ruang hasil kali dalam di
, maka
L/ " 3L L/L " L3L .
Bukti:
L/ " 3L A/ " 3, / " 3C
A/, /C " A/, 3C " A3, /C " A3, 3C A/, /C " A/, 3C " A/, 3C " A3, 3C
A/, /C " 2A/, 3C " A3, 3C L/L " L3L
▄
Definisi 2.1.9 (Proyeksi Skalar dan Proyeksi Vektor)
Jika u dan v adalah vektor-vektor di dalam ruang hasil kali dalam di dan
3 0, maka proyeksi skalar dari u pada v diberikan oleh R A/,3C L3L dan
proyeksi vektor dari u pada v diberikan oleh T R U L3L3V
Teorema 2.1.2
Jika 3 0 dan p adalah proyeksi vektor dari u pada v, maka / T dan p ada-lah ortogonal.
Bukti:
Karena AT, TC AL3LW 3,L3LW 3C UL3LW V A3, 3C R dan A/, TC #A/,3C$A3,3C R .
Ini mengakibatkan A/ T, TC A/, TC AT, TC R R 0. Oleh karena
itu, / T dan p adalah ortogonal. ▄
Teorema 2.1.3 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz)
Jika u dan v adalah vektor-vektor di dalam ruang hasil kali dalam di , maka |A/, 3C| S L/LL3L
Bukti:
Jika 3 0, maka |A/, 3C| 0 L/LL3L. Jika 3 0, maka misalkan p
seba-gai proyeksi vektor dari u pada v. Karena p ortogonal pada / T, maka
me-nurut Hukum Phytagoras LTL " L/ TL L/L
X LTL L/L L/ TL
X#A/, 3C$L3L L/L L/ TL
X #A/, 3C$ L/L L3L L/ TL L3L S L/L L3L
Dengan mengambil akarnya, maka diperoleh |A/, 3C| S L/LL3L. ▄
Untuk lebih memahami definisi norm serta sifat-sifat dari norm, maka
akan diberikan contoh berikut.
Contoh 2.1.5
Buktikan bahwa
L L Y|! | Z
[\
adalah norm!
Bukti:
Untuk membuktikan bahwa L L adalah norm, maka harus ditunjukkan
bah-wa L L memenuhi keempat sifat dari norm.
Misalkan, x dan y adalah sebarang vektor di dan R adalah sebarang
bila-ngan real.
(1) Akan dibuktikan bahwa L L - 0
L L Y|! | Z
[\
- 0
(2) Akan dibuktikan bahwa L L 0 jika dan hanya jika 0.
Jika 0, maka ! 0, ].
Oleh karena itu, ∑ |! |Z[\ 0dan L L 0.
Sebaliknya, jika L L 0, maka ∑ |! |Z[\ 0.
Karena |! | - 0, dengan demikian ∑ |! |Z[\ 0 hanya dipenuhi jika |! | 0 sehingga 0.
(3) Akan dibuktikan bahwa LR L |R|L L , R , .
LR L Y|R! | \
|R| _Y|! | \
`
|R|L L
(4) Akan dibuktikan bahwa L " BL S L L " LBL .
L " BL Y|! " H | \
S Y|! | " \
Y|H | \
L L " LBL
Jadi, L " BL S L L " LBL . ▄
Teorema 2.1.4 (Ketaksamaan Cauchy-Buniakowski-Schwarz)
Misalkan , B , maka
gY ! H \
g S L L LBL
Bukti:
Pertidaksamaan |∑ ! Hhi\j | S L L LBL akan bersifat trivial jika dan hanya
jika 0 atau B 0. Oleh karena itu, andaikan bahwa dan B, keduanya
taknol. Misalkan, k adalah sebarang bilangan real. Maka,
0 S L " kBL Y#! " kH $ \
Y ! \
" 2k Y ! H " k Y H \ \
L L " 2k Y ! H " k LBL \
Misalkan, LBL , 5 ∑ ! H , dan l L Lhi\j . Sehingga
jika dan hanya jika diskriminan atau m #25$ 4 l 45 4 l o 0.
Karena itu, 5 o l. Dengan mensubstitusikan nilai dari , 5, dan l, maka
di-peroleh
_Y ! H \
` S L L LBL
Dengan mengambil akarnya, maka diperoleh
gY ! H \
g S L L LBL
▄
Contoh 2.1.6
Buktikan bahwa
L L _Y ! \
` p
adalah norm!
Bukti:
Untuk membuktikan bahwa L L adalah norm, maka harus ditunjukkan
bah-wa L L memenuhi keempat sifat dari norm.
Misalkan, x dan y adalah sebarang vektor di dan R adalah sebarang
(1) Akan dibuktikan bahwa L L - 0 .
Karena ! - 0 untuk sebarang bilangan real !, maka
L L #Y ! $ / - 0 \
(2) Akan dibuktikan bahwa L L 0 jika dan hanya jika 0.
Jika 0, maka ! 0, ].
Oleh karena itu, ∑ !hi\j 0dan L L 0.
Sebaliknya, jika L L 0, maka ∑ !hi\j 0.
Karena ! - 0, dengan demikian #∑ ! $hi\j / 0 hanya dipenuhi
jika ! 0 sehingga 0.
(3) Akan dibuktikan bahwa LR L |R|L L , R , .
LR L _Y#R! $ \
`
_R Y ! \
` /
|R| _Y ! \
` /
(4) Akan dibuktikan bahwa L " BL S L L " LBL .
L " BL
Y#! " H $ \
Y ! " 2 \
Y ! H " Y H \ \
S L L " 2 gY ! H \
g " LBL #Sifat nilai mutlak$
S L L " 2L L LBL " LBL # Ketaksamaan
Cauchy-Buniakowski-Schwarz) #L L " LBL $
Dengan mengambil akarnya, maka diperoleh
L " BL S L L " LBL .
▄
Selanjutnya, akan diberikan definisi dan sifat jarak pada .
Definisi 2.1.10 (Jarak)
Jarak antara dua buah titik titik dan B dinotasikan dengan
Oleh karena itu, ∑ #! H $\ 0dan L BL 0.
Sebaliknya, jika L BL 0, maka ∑ #! H $\ 0.
Karena #! H $ - 0, dengan demikian ∑ #!\ H $ 0 hanya dipe-
nuhi jika ! H 0 sehingga B.
▄
(3) Akan dibuktikan bahwa L DL S L BL " LB DL.
Bukti:
L DL L B " B DL
A B " B D, B " B DC
A B, B " B DC " AB D, B " B DC A B, BC " A B, B DC " AB D, BC
"AB D, B DC
L BL " A B, B DC " AB D, BC " LB DL
L BL " A B, B DC " A B, B DC " LB DL L BL " 2A B, B DC " LB DL
S L BL " 2L BLLB DL " LB DL (Ketaksamaan
Cauchy-Schwarz) #L BL " LB DL$
L DL S L BL " LB DL.
Jadi, terbukti untuk L DL S L BL " LB DL. ▄
(4) Akan dibuktikan bahwa L BL LB L.
Bukti:
L BL L# 1$#B $L | 1|LB L
LB L
▄
Teorema 2.1.6 (Hukum Paralelogram)
Untuk semua , B
L " BL " L BL 2#L L " LBL $
Bukti:
L " BL " L BL
A " B, " BC " A B, BC
A , " BC " AB, " BC " A , BC AB, BC
A , C " AB, BC " A , C " AB, BC 2A , C " 2AB, BC
2L L " 2LBL 2#L L " LBL $
▄
Selanjutnya, akan diberikan definisi kitar dan titik-interior.
Definisi 2.1.11 (Kitar)
Diberikan titik dan δ > 0. Kitar- δ dari x didefinisikan sebagai st# $ 8B |LB L o δ<
Definisi 2.1.12 (Titik Interior)
Misalkan m v dan m. Titik x dikatakan titik interior dari D
jika ada suatu kitar- δ dari x sedemikian sehingga st# $ v m.
Untuk lebih memahami definisi titik interior, maka akan diberikan
contoh berikut.
Contoh 2.1.7
Himpunan ini merepresentasikan titik yang berada di dalam lingkaran dengan pusat (0,0) dan radius 1 seperti pada Gambar 2.1.1.
Gambar 2.1.1 Lingkaran ! " ! o 1
Titik-titik yang berada di dalam lingkaran adalah titik interior. Sedangkan,
ti-tik-titik yang berada pada batas dan luar lingkaran bukan merupakan titik inte-rior.
Definisi 2.1.13 (Himpunan Terbuka)
Himpunan semua titik interior dari D disebut interior D dan dinotasikan
de-ngan int(D). Selanjutnya, jika int(D) = D, yakni setiap titik dari D adalah titik interior dari D, maka D adalah himpunan terbuka.
Definisi 2.1.14 (Himpunan Tertutup)
Untuk lebih memahami definisi himpunan terbuka, maka akan
diberi-kan contoh berikut.
Contoh 2.1.8
Berdasarkan Contoh 2.1.7, A adalah himpunan terbuka, karena titik-titik yang berada di dalam lingkaran adalah titik interior.
Selanjutnya, akan diberikan definisi relasi dan himpunan terurut secara parsial.
Definisi 2.1.15 (Relasi)
Sebuah relasi dari suatu himpunan A ke himpunan B adalah suatu subset R
dari X x, di mana X x 8# , 5$: , 5 x<.
Relasi dapat pula ditulis sebagai z 5 yang berarti bahwa # , 5$ z.
Definisi 2.1.16 (Himpunan Terurut Secara Parsial)
Misalkan R adalah sebuah relasi pada sebuah himpunan S, maka R disebut
re-lasi urutan parsial jika yang memenuhi tiga sifat berikut: (i) Refleksif
(ii) Antisimetris
R dikatakan antisimetris jika dan hanya jika z 5 dan 5 z , maka 5, untuk setiap # , 5$ {.
(iii) Transitif
R dikatakan transitif jika dan hanya jika z 5 dan 5 z l, maka z l,
untuk setiap # , 5, l$ {.
Himpunan S bersama dengan suatu relasi urutan parsial R pada A dikatakan himpunan terurut secara parsial.
Relasi urutan parsial dari sebuah himpunan S biasanya dinotasikan
dengan S atau -. Relasi S 5 dibaca dengan “a mendahului b”, sedangkan
relasi - b dibaca dengan “a melampaui b”.
Untuk lebih memahami definisi himpunan terurut secara parsial, maka
akan diberikan contoh berikut.
Contoh 2.1.9
Perhatikan bilangan bulat positif }. Didefinisikan relasi " membagi 5"
de-ngan |5, jika terdapat sebuah l } sedemikian sehingga l 5. Misalnya, 2|4, 3|12, 7|21, dan seterusnya. Tunjukkan bahwa pembagian adalah sebuah
a. Refleksif: | .
b. Antisimetris: Jika |5 dan 5| maka 5.
c. Transitif: Jika |5 dan 5|l maka |l.
Bukti:
a. Karena · 1 , maka | .
b. Andaikan |5 dan 5| , misalkan 5 † dan E5. Maka, 5 †E5
se-hingga †E 1. Karena † dan E adalah bilangan bulat positif, maka † 1 dan E 1. Dengan demikian, 5.
c. Andaikan |5 dan 5|l, misalkan 5 † dan l E5. Maka, l E†
se-hingga |l. ▄
Berikut ini diberikan definisi batas atas, supremum, batas bawah, dan
infimum.
Definisi 2.1.17 (Batas Atas)
Sebuah elemen M dalam S dikatakan sebuah batas atas dari A jika M me-lampaui setiap elemen dari A, yaitu M adalah sebuah batas atas dari A jika
un-tuk setiap x dalam A diperoleh ! S ‡.
Definisi 2.1.18 (Supremum)
Jika sebuah batas atas dari A mendahului setiap batas atas lain dari A maka di-sebut batas atas terkecil atau supremum dari A yang dinotasikan dengan sup (A).
Definisi 2.1.19 (Batas Bawah)
Sebuah elemen m dalam S dikatakan sebuah batas bawah dari A jika m men-dahului setiap elemen dari A, yaitu m adalah sebuah batas bawah dari A jika
untuk setiap x dalam A diperoleh ˆ S !.
Definisi 2.1.20 (Infimum)
Jika sebuah batas bawah dari A melampaui setiap batas bawah lain dari A ma-ka disebut batas bawah terbesar atau infimum dari A yang dinotasikan dengan inf (A).
Definisi 2.1.21 (Terbatas ke Atas dan Terbatas ke Bawah)
a. Himpunan { dikatakan terbatas ke atas jika ada bilangan 9
sedemi-kian sehingga E S 9 untuk semua E {. Setiap bilangan 9 dikatakan batas
atas dari {.
b. Himpunan { dikatakan terbatas ke bawah jika ada bilangan @
se-demikian sehingga @ S E untuk semua E {. Setiap bilangan @
dikata-kan batas bawah dari {.
Lemma 2.1.1
Batas bawah ‰ dari himpunan tak kosong { di adalah infimum dari { jika
dan hanya jika Š ' 0 terdapat ! { sedemikian sehingga ‰ " Š ' !.
Bukti #‹$
Diketahui ‰ inf { dan Š ' 0.
Akan ditunjukkan terdapat ! { sedemikian sehingga ‰ " Š ' !.
Jika 5 batas bawah { maka 5 S ‰.
Karena ‰ " Š ' ‰ maka ‰ " Š bukan batas bawah {.
Karena ‰ " Š bukan batas bawah { maka harus ada ! { sehingga ‰ " Š ' !. #Œ$
Jika ‰ suatu batas bawah {, dan untuk setiap Š ' 0 terdapat ! { sedemikian
Akan dibuktikan ‰ inf {.
Misalkan bahwa 5 suatu batas bawah {. Karena ! { dan 5 suatu batas
ba-wah { maka ! - 5.
Karena ‰ " Š ' ! maka ‰ " Š ' 5.
Jadi untuk setiap Š ' 0 berlaku ‰ " Š ' 5. Andaikan 5 ' ‰ maka jika diambil Š •Ž• akan diperoleh ‰ " Š ••• sehingga 5 ' ‰ " Š ' ‰ dan 5 ' ‰ " Š ' !
yang kontradiksi dengan pernyataan bahwa 5 batas bawah. Jadi, jika 5 batas
bawah { haruslah ‰ - 5 sehingga ‰ merupakan batas bawah terbesar atau ‰ inf {.
▄
Definisi 2.1.22 (Barisan Naik dan Barisan Turun)
Misalkan ‘ 8! < merupakan barisan bilangan real. Barisan ‘ dikatakan
naik jika memenuhi pertidaksamaan
! S ! S S ! S ! • S
dan dikatakan turun jika memenuhi pertidaksamaan
! - ! - - ! - ! •
Teorema 2.1.7
Barisan turun dan terbatas ke bawah adalah konvergen.
Bukti:
Diberikan 8! < turun dan terbatas ke bawah. Karena 8! : ’ }< “ maka
terdapat 5 dan 5 inf8! : ’ }<. Jadi, untuk setiap ’ } berlaku
! - 5 (2.1)
Karena 5 inf8! : ’ }<, maka untuk Š ' 0 yang diberikan terdapat s } dan
5 Š ' !” - 5 (2.2)
Karena 8! < turun, maka mengingat (2.1) dan (2.2), untuk setiap ’ - s
ber-laku
5 Š ' !” - ! - 5 ' 5 " Š (2.3)
Jadi, diperoleh pernyataan bahwa untuk setiap Š ' 0 terdapat s }
sedemi-kian sehingga untuk setiap ’ - } dan ’ - s, maka |! 5| o Š. Jadi, 8! <
konvergen dan lim ! 5 inf8! : ’ }<. ▄
Untuk lebih memahami definisi batas atas, batas bawah, supremum,
Contoh 2.1.10
Misalkan . 8 , 5, l, r, •, –, —< terurut seperti pada Gambar 2.1.1 dan
misal-kan ‘ 8l, r, •<. Tentukan batas atas, batas bawah, supremum, dan infimum
dari X!
– — • l r
5
Gambar 2.1.2 Himpunan Terurut
Penyelesaian:
Elemen •, –, dan — didahului oleh setiap elemen dari X, sehingga •, –, dan —
adalah batas atas dari X.
Elemen mendahului setiap elemen dari X, sehingga adalah batas bawah dari X.
Elemen • mendahului – dan —, sehingga • adalah supremum dari X.
Elemen mendahului setiap batas bawah dari X, sehingga adalah infimum
dari X.
Definisi 2.1.23 (Barisan Cauchy)
Barisan 8 ˜< v dikatakan Barisan Cauchy jika lim ,•™šL •L 0.
Dengan kata lain untuk setiap Š ' 0, terdapat bilangan bulat s sedemikian
sehingga L •L o Š untuk semua ˆ, ‰ ' s.
Untuk lebih memahami definisi barisan Cauchy, maka akan diberikan
contoh berikut.
Contoh 2.1.11
Buktikan bahwa › œ adalah barisan Cauchy!
Bukti:
Jika diberikan Š ' 0, dapat dipilih s } sedemikian sehingga s '
• . Maka,
jika ’, ˆ - s, diperoleh S ”o
•
dan dengan cara yang sama diperoleh
S”o• . Oleh karena itu, jika ’, ˆ - s, maka
ž ž S " o•"• Š.
Karena berlaku untuk sebarang Š ' 0, maka dapat disimpulkan bahwa › œ
adalah barisan Cauchy.
Definisi 2.1.24 (Konvergen)
Barisan 8E < dikatakan konvergen jika terdapat E dengan sifat, untuk
se-barang Š ' 0 yang diberikan, terdapat s } sehingga untuk semua ’ }
dengan ’ - s berlaku |E E | o Š. Bilangan s dinamakan limit 8E < untuk ’ ™ ∞ dan ditulis lim’™∞E’ EataudisingkatlimE E.
Untuk lebih memahami definisi konvergen dari suatu barisan, maka
akan diberikan contoh berikut.
Contoh 2.1.12
Jika E l untuk semua ’ } dan c suatu konstanta, maka buktikan bahwa 8E < konvergen ke c!
Bukti:
Untuk semua ’ } berlaku |E l| 0. Jadi, jika diberikan Š ' 0, maka
terdapat s } sehingga ’ - s berlaku |E l| o Š. Dalam hal ini, dapat
diambil bilangan bulat positif manapun untuk }, karena |E l| 0 o Š
un-tuk ’ }. ▄
B. Fungsi Terdiferensial
Pada subbab ini akan dibahas mengenai fungsi, fungsi kontinu, fungsi
terdiferensial secara kontinu, fungsi terdiferensial dua kali secara kontinu dan beberapa definisi serta teorema dasar tentang kalkulus.
Definisi 2.2.1 (Fungsi atau Pemetaan)
Relasi dari himpunan A ke himpunan B disebut dengan fungsi atau pemetaan,
jika dan hanya jika setiap anggota dari himpunan A berpasangan tepat hanya
dengan sebuah anggota dalam himpunan B.
Fungsi f dapat pula dinotasikan dengan f :A→ B, yang mana me-nunjukkan bahwa fungsi tersebut merupakan pemetaan dari himpunan A ke
himpunan B. Himpunan A disebut dengan domain atau daerah asal, sedangkan
himpunan B disebut dengan kodomain atau daerah kawan.
Definisi 2.2.2 (Fungsi Kontinu di )
Misalkan , –: ™ , dan l . Fungsi f dikatakan kontinu di c, jika
untuk setiap Š ' 0 yang diberikan, dapat dicari ¡ ' 0, sehingga untuk semua
Teorema 2.2.1
Jika –, — kontinu di x, maka – — juga kontinu di x.
Bukti:
Andaikan f dan — kontinu di x.
Akan dibuktikan bahwa – — kontinu di x.
Jika Š adalah sebarang bilangan positif yang diberikan, maka Š/2 adalah
posi-tif. Karena f kontinu di x, maka untuk setiap Š • ' 0, terdapat suatu
bila-ngan positif ¡ , sedemikian sehingga untuk H dan |! H| o ¡ maka |–#!$ –#H$| o Š dan karena — kontinu di x, maka untuk setiap
Š • ' 0, terdapat suatu bilangan positif ¡ , sedemikian sehingga untuk
H dan |! H| o¡ maka |—#!$ —#H$| o Š . Ambil sebarang Š ' 0
dan pilih ¡ min 8 ¡ , ¡ <, yakni pilih ¡ yang terkecil diantara ¡ dan ¡ .
Maka, untuk H dan |! H| o¡ mengimplikasikan
| –#!$ –#H$ —#!$ —#H$ |
| –#!$ –#H$ " # 1$ —#!$ —#H$ |
S |–#!$ –#H$| " |# 1$ —#!$ —#H$ | (Ketaksamaan Segitiga) S |–#!$ –#H$| " |# 1$|| —#!$ —#H$ |
Langkah-langkah di atas memperlihatkan bahwa untuk H dan |! H| o ¡, maka | –#!$ –#H$ —#!$ —#H$ | o Š.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa – — kontinu di x. ▄
Definisi 2.2.3 (Nilai Maksimum, Nilai Minimum, dan Nilai Ekstrim) Andaikan S adalah daerah asal dari f yang memuat titik c. Dapat dikatakan bahwa:
(i) f(c) adalah nilai maksimum f pada S jika –#l$ - –#!$ untuk semua
x di S.
(ii) f(c) adalah nilai minimum f pada S jika –#l$ S –#!$ untuk semua x di S.
(iii) f(c) adalah nilai ekstrim f pada S jika f(c) adalah nilai maksimum atau nilai minimum.
Teorema 2.2.2 (Titik Kritis)
Andaikan f terdefinisikan pada selang , 5 yang memuat titik c. Jika f(c)
adalah nilai ekstrim, maka c haruslah berupa suatu titik kritis, yakni c berupa salah satu:
(i) Titik ujung dari , 5 .
(iii) Titik singular dari f, yakni titik c sedemikian sehingga –¢#l$ tidak ada.
Bukti:
Akan dibuktikan untuk f(c) yang berupa nilai maksimum f pada , 5 .
Andaikan bahwa c bukan titik ujung ataupun titik singular, sehingga harus
di-perlihatkan bahwa c adalah titik stasioner. Karena f(c) adalah nilai maksimum, maka –#!$ S –#l$ untuk semua x dalam , 5 diperoleh –#!$ –#l$ S 0.
Jadi, jika ! o l sehingga ! l o 0, maka £#¤$Ž£#¥$
¤Ž¥ - 0. Sedangkan, jika ! ' l, maka £#¤$Ž£#¥$
¤Ž¥ S 0. Akan tetapi, –¢#l$ ada, karena c bukan titik singu-lar. Karena f terdiferensial pada c, maka diperoleh –¢#l$ –Ž¢#l$ lim¤™¥¦£#¤$Ž£#¥$
¤Ž¥ - 0 dan –¢#l$ –•¢#l$ lim¤™¥§
£#¤$Ž£#¥$
¤Ž¥ S 0, yang ma-na mengakibatkan bahwa –¢#l$ - 0 dan –¢#l$ S 0. Sehingga dapat
disimpul-kan bahwa –¢#l$ 0, yang mana menunjukkan bahwa c adalah titik
stasio-ner. Jadi, terbukti untuk f(c) yang berupa nilai maksimum f pada , 5 .
Se-lanjutnya, untuk f(c) yang berupa nilai minimum f pada , 5 dibuktikan dengan cara yang sama seperti untuk f(c) yang berupa nilai maksimum f pada
, 5 .
Teorema 2.2.3 (Teorema Nilai Rata-Rata)
Jika – kontinu pada selang tertutup , 5 dan terdiferensiasikan pada
titik-titik dalam dari # , 5$, maka terdapat paling sedikit satu bilangan c dalam # , 5$ dengan
–#5$ –# $
5 –¢#l$ #2.4$
atau sama dengan –#5$ –# $ –¢#l$#5 $.
Bukti:
Pembuktian ini berdasarkan pada analisis dari fungsi E#!$ –#!$ —#!$
yang diperlihatkan pada Gambar 2.2.1.
Gambar 2.2.1 Teorema Nilai Rata-Rata.
Pada Gambar 2.2.1, terlihat bahwa H —#!$ adalah persamaan garis yang
–#5$ –# $ /#5 $ dan melalui titik # , –# $$, maka garis tersebut
me-miliki persamaan titik kemiringan, yakni
—#!$ –# $ –#5$ –# $5 #! $
X —#!$ –# $ "–#5$ –# $5 #! $ #2.5$
Sedangkan, jarak antara fungsi – dengan fungsi — adalah E#!$ –#!$ —#!$
Sehingga persamaan (2.5) dapat ditulis menjadi E#!$ –#!$ —#!$
–#!$ –# $ –#5$ –# $5 #! $ #2.6$
Dapat dilihat bahwa E#5$ E# $ 0 dan bahwa untuk ! dalam # , 5$
berla-ku
E¢#!$ –¢#!$ –#5$ –# $
5 #2.7$
Jika diketahui bahwa terdapat suatu bilangan c dalam # , 5$ yang memenuhi E¢#l$ 0, maka bukti akan selesai. Sehingga, persamaan (2.7) menjadi
0 –¢#l$ –#5$ –# $
5 #2.8$
yang mana persamaan (2.7) tidak lain merupakan persamaan (2.4).
Untuk melihat bahwa E¢#l$ 0 untuk suatu c dalam # , 5$ alasannya jelas
karena s kontinu pada , 5 yang merupakan selisih dua fungsi kontinu.
men-capai nilai maksimum dan minimum, sehingga s harus menmen-capai nilai
maksi-mum ataupun nilai minimaksi-mum pada , 5 . Jika kedua nilai ini kebetulan adalah
0, maka E#!$ secara identik adalah 0 pada , 5 , akibatnya E¢#!$ 0 untuk
semua x dalam # , 5$. Jika nilai maksimum atau nilai minimum berlainan
de-ngan 0, maka nilai tersebut dicapai pada sebuah titik-dalam c, karena E# $ E#5$ 0. Sekarang s mempunyai turunan di setiap titik dari # , 5$, sehingga
berdasarkan Teorema Titik Kritis diperoleh E¢#l$ 0. ▄
Definisi 2.2.4 (Fungsi Kontinu di )
Sebuah fungsi –: ™ dikatakan kontinu pada « , jika untuk setiap
, 0 >
ε terdapat δ >0 sedemikian sehingga L «L o δ maka L–# $ –#«$L o Š .
Definisi 2.2.5 (Turunan Parsial)
Andaikan bahwa f adalah suatu fungsi dua variabel dari ! dan H.
Turunan parsial f terhadap ¬ adalah fungsi yang dinyatakan dengan –¤#!, H$ atau -£#¤,®$-¤ yang nilainya di setiap titik #!, H$ diberikan oleh
apabila limitnya ada. Dengan cara yang sama, turunan parsial f terhadap ²,
fungsi yang dinyatakan dengan –®#!, H$ atau -£#¤,®$
-® yang nilainya di setiap
ti-tik #!, H$ diberikan oleh
–®#!, H$ ¯–#!, H$¯H ∆®™±lim –#!, H " ∆H$ –#!, H$∆H
apabila limitnya ada.
Untuk lebih memahami definisi turunan parsial, maka akan diberikan
contoh berikut.
Contoh 2.2.1:
Tentukan turunan parsial terhadap x dan turunan parsial terhadap y dari fungsi
yang dinotasikan dengan –#!, H$ ! H " 5! " 4!
Penyelesaian: ¯–#!, H$
¯H ∆¤™±lim
–#! " ∆!, H$ –#!, H$ ∆!
lim ∆¤™±
#! " ∆!$ H " 5#! " ∆!$ " 4 #! H " 5! " 4$ ∆!
lim ∆¤™±
! H " 2!∆!H " #∆!$ H " 5! " 5∆! " 4 #! H " 5! " 4$ ∆!
lim ∆¤™±
2!H " 5
Definisi 2.2.6 (Fungsi Terdiferensial Kontinu)
Sebuah fungsi kontinu –: ™ dikatakan terdiferensial kontinu di
Definisi 2.2.8 (Turunan Berarah)
Fungsi –: ™ terdiferensial kontinu pada himpunan terbuka D⊆ .
Maka untuk x∈D dan ¼ turunan berarah dari f di dalam arah d
di-definisikan sebagai
–¢# , ¼$ ½ lim ¾™±
–# " ¿¼$ –# $
¿ ³–# $ ¼
dimana ³–# $ adalah gradien dari f di x, vektor berukuran n x 1.
Teorema 2.2.4 (Teorema Taylor di )
Misalkan –: ™ terdiferensial secara kontinu dan bahwa ¼ . Maka
diperoleh
–# " ¼$ –# $ " ³–# " À¼$ ¼ (2.9)
untuk suatu À #0,1$.
Bukti:
Misalkan –: ™ terdiferensial secara kontinu pada himpunan terbuka m v sehingga m dan ¼ . Dengan menggunakan Definisi Turunan
Berarah diperoleh bahwa
–¢# , ¼$ lim ¾™±
–# " ¿¼$ –# $
¿ ³–# $ ¼ #2.10$
Misalkan, f(x) merupakan fungsi norm ‰ , yakni f(x) = L L .
Jadi, turunan berarah dari fungsi f(x) ada untuk sebarang x dan d.
Misalkan f terdiferensial secara kontinu pada suatu kitar dari x, maka
dipero-leh
–¢#–# $, ¼$ ³–# $ ¼ (2.11)
Untuk membuktikan rumus ini, didefinisikan fungsi “#À$ –# " À¼$ –#B#À$$
dimana B#À$ " À¼. Dapat dicatat bahwa
lim ¾™±
–# " ¿¼$ –# $
¿ ¾™±lim
“#¿$ “#0$
¿ “¢#0$
Dengan menggunakan aturan rantai pada –#B#À$$ diperoleh
“¢#À$ ¯–>B#À$?
¯B · ¯B¯À "¯–>B#À$?¯B · ¯B¯À " … "¯–>B#À$?¯B · ¯B¯À " … " ¯–#B#À$$
¯B ·¯B¯À
Y¯–>B#À$?¯B · ³B \
#À$
Y¯–>B#À$?¯B · r \
³–>B#À$? ¼
³–# " À¼$ ¼ (2.12)
yang mana persamaan (2.13) adalah persamaan (2.11).
Berdasarkan Teorema Nilai Rata-Rata, misalkan diberikan sebuah fungsi yang
terdiferensial secara kontinu “: ™ dan terdapat dua bilangan real À± dan À yang memenuhi À ' À± untuk suatu Ä #À±, À $, sehingga
dipero-leh
“#À $ “#À±$ " “¢#Ä$#À À±$ (2.14)
Dapat diingat bahwa “#À$ –# " À¼$. Andaikan bahwa À± 0 dan À 1. Jika À diganti menjadi À , maka diperoleh
“#À $ –# " À ¼$ (2.15)
Substitusikan À 1 ke dalam persamaan (2.15) sehingga diperoleh “#1$ –# " ¼$. Jika À diganti menjadi À±, maka
“#À±$ –# " À±¼$ (2.16)
Substitusikan ˱ 0 ke dalam persamaan (2.16) sehingga diperoleh
“#0$ –# $. Suatu perluasan dari hasil ini untuk fungsi multivariabel –: ™ bahwa untuk sebarang vektor d diperoleh bahwa
–# " ¼$ –# $ " ³–# " À¼$ ¼ untuk suatu À #0,1$.
▄
Definisi 2.2.9 (Fungsi Terdiferensial Dua Kali Secara Kontinu)
dua kali secara kontinu di jika
Definisi 2.2.10 (Matriks Hesse)
Misalkan –: ™ dan , matriks Hesse dari f didefinisikan sebagai
matriks simetri berukuran n x n, yang dinotasikan dengan H(x) dengan
ele-men-elemen sebagai berikut:
³ –# $ ¯! ¯! # $, ] 1, … , ’ dan Å 1, … , ’¯ –
Atau dapat juga dinyatakan sebagai berikut:
Æ# $
Untuk lebih memahami definisi gradien dan matriks Hesse, maka akan
diberikan contoh berikut.
Contoh 2.2.2:
Maka ³Í#! , ! $ F -Î
-¤M#! , ! $ -Î
-¤N#! , ! $
G +22!! 25, dan
Æ#! , ! $
-NÎ#¤M,¤N$ -¤MN
-NÎ#¤M,¤N$ -¤M-¤N -NÎ#¤M,¤N$
-¤N-¤M
-NÎ#¤M,¤N$ -¤NN
)2 00 2* .
C. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks
Pada subbab ini akan dibahas mengenai himpunan konveks dan fungsi konveks serta beberapa teorema-teorema yang berkaitan dengan fungsi
kon-veks.
Definisi 2.3.1 (Himpunan Konveks)
Sebuah himpunan Ï v disebut himpunan konveks apabila memenuhi
si-fat berikut: jika diberikan sebarang dua titik x1, x2 ∈C, maka
θx1 +(1−θ) x2 ∈C untuk setiap θ∈
[ ]
0,1 . Suku θx1+(1−θ) x2 dengan[ ]
0,1∈
θ menggambarkan titik-titik yang terletak pada ruas garis yang
meng-hubungkan x1 dan x2.
Dalam pengertian geometri, himpunan konveks dapat digambarkan
Gambar 2.3.1 Ilustrasi dari Himpunan Konveks.
Berdasarkan Gambar 2.3.1, jika diberikan sebarang dua titik x1 dan x2 yang berada di dalam C, maka ruas garis yang menghubungkan titik x1 dan x2
akan berada di dalam C.
Untuk lebih memahami definisi himpunan konveks, maka akan
diberi-kan contoh berikut.
Contoh 2.3.1:
(
)
{
1, 2 : 12 + 22 <1}
= x x x x
K v
Gambar 2.3.2 Lingkaran x2 + y2 =1
Berdasarkan Gambar 2.3.2, jika diberikan sebarang dua titik x1 dan x2
yang berada di dalam lingkaran, maka ruas garis yang menghubungkan titik x1 dan x2 akan berada di dalam lingkaran.
Definisi 2.3.2 (Fungsi Konveks)
Fungsi –: ™ dikatakan konveks jika untuk dua vektor x1, x2
ber-laku f(θ x1+(1−θ) x2)≤θ f (x1) +(1−θ) f (x2) untuk semua θ∈
[ ]
0,1 .Fungsi f dikatakan konveks tegas (strictly convex) jika θ
(
f x1+(1−θ) x2)<θ f (x1) +(1−θ)f (x2) dimana x1≠ x2 dan 0 <θ< 1.
Gambar 2.3.3 Contoh Fungsi Konveks.
Gambar 2.3.3 adalah fungsi konveks, dimana θ f (x1) +(1−θ) f (x2)
digambarkan sebagai titik pada tali busur yang menghubungkan f (x1) dan
f (x2), sedangkan f(θ x1+(1−θ) x2) adalah titik pada f yang
menghubung-kan f(x1) dan f(x2). Berdasarkan Gambar 2.3.3, dapat dilihat bahwa ¿–# $ "
f ) 1
( −θ # $ berada di atas –#¿ " #1 ¿$ $. Jadi, –#¿ " #1 ¿$ $ S ¿–# $ " (1−θ) f # $, yang berarti f konveks.
Untuk lebih memahami definisi fungsi konveks, maka akan diberikan
contoh berikut.
Contoh 2.3.2:
2H 5¿! " 5¿H 5H " 7.25
Sedangkan,
¿Í# $ " #1 ¿$Í#B$ ¿#! " ! 2! 5! $ " #1 ¿$
#H " H 2H 5H $ " 7.25
¿! " ¿! 2¿! 5¿! " H " H 2H 5H ¿H ¿H " 2¿H " 5¿H " 7.25
Karena θ∈
[ ]
0,1 , maka θ2 <θsehingga diperoleh: Í#¿ " #1 ¿$B$
#¿ #! 2! H " H $ " 2¿! H 2¿H " H $
"#¿ #! 2! H " H $ " 2¿! H 2¿H " H $ 2¿! " 2¿H 2H 5¿! " 5¿H 5H " 7.25
o #¿#! 2! H " H $ " 2¿! H 2¿H " H $
"#¿#! 2! H " H $ " 2¿! H 2¿H " H $ 2¿! " 2¿H 2H 5¿! " 5¿H 5H " 7.25
o ¿! 2¿! H " ¿H " 2¿! H 2¿H " H " ¿! 2¿! H
"¿H " 2¿! H 2¿H " H 2¿! " 2¿H 2H 5¿!
"5¿H 5H " 7.25
¿! " ¿! 2¿! 5¿! " H " H 2H 5H ¿H ¿H
Jadi, Í#¿ " #1 ¿$B$ S ¿Í# $ " #1 ¿$Í#B$ untuk sebarang θ∈
[ ]
0,1 ,maka terbukti bahwa Í# $ ! " ! 2! 5! " 7.25 dengan
adalah fungsi konveks. ▄
Teorema 2.3.1
Misalkan S ⊆ adalah himpunan konveks terbuka tidak kosong dan
–: { ™ adalah fungsi terdiferensial. Maka f dikatakan konveks jika
dan hanya jika
–# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$, «, {
Bukti:
) (⇒
Misalkan f konveks.
Akan ditunjukkan bahwa –# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$, «, {.
Berdasarkan Definisi Fungsi Konveks bahwa jika f adalah konveks, maka
un-tuk semua ¿ dengan 0 < ¿ < 1 berlaku
–#¿ " #1 ¿$«$ S ¿–# $ " #1 ¿$–#«$ Ð –#¿ " « ¿«$ S ¿–# $ " –#«$ ¿–#«$
Ð –#« " ¿# «$$ S ¿>–# $ –#«$? " –#«$
Ð –#« " ¿# ¿ «$$ –#«$S –# $ –#«$
Dengan pengambilan limit untuk ™ 0 , maka
lim ¾™±
–#« " ¿# «$$ –#«$
¿ S –# $ –#«$
Berdasarkan Definisi Turunan Berarah diperoleh ³–#«$ # «$S –# $ –#«$
Maka terbukti bahwa
–# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$
) (⇐
Misalkan bahwa –# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$.
Akan ditunjukkan f konveks.
Anggap bahwa –# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$, «, { benar.
Pilih sebarang x1, x2 { dan ¿ " #1 ¿$ untuk semua ¿ #0,1$.
Maka diperoleh
–# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$
dan
–# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$
Oleh karena itu,
¿–# $ " #1 ¿$–# $
¿–#«$" ³–#«$ ¿# «$ "–#«$" ³–#«$ # «$ ¿–#«$
³–#«$ ¿# «$
–#«$" ³–#«$ #¿# «$ " # «$ ¿# «$$
–#«$" ³–#«$ #¿ ¿«" « ¿ "¿«$ –#«$" ³–#«$ #¿ " #1 ¿$ «$
–#¿ " #1 ¿$ $
Karena –#¿ " #1 ¿$ $ S ¿–# $ " #1 ¿$–# $ untuk sebarang
x1, x2 { dan ¿ #0,1$, maka terbukti bahwa – konveks.
▄
Teorema 2.3.2
Misalkan { v adalah himpunan konveks terbuka tidak kosong dan –: { v ™ terdiferensial dua kali secara kontinu. Maka f adalah konveks
jika dan hanya jika matriks Hesse adalah semidefinit positif pada setiap titik
dalam S.
Bukti: #Ñ$
Andaikan bahwa matriks Hesse ³ –# $ adalah semidefinit positif pada setiap
titik {. Akan dibuktikan bahwa f adalah konveks. Anggap , « {.
# «$ ³ –#Ò$# «$ dimana Ò « " ¿# «$, ¿ #0,1$. Dapat dicatat
bahwa Ò {. Karena ³ –# $ adalah semidefinit positif, {, maka # «$ ³ –#Ò$# «$ - 0. Sehingga diperoleh –# $ - –#«$ "
³–#«$ # «$. Dengan menggunakan Teorema 2.3.1 diperoleh bahwa f
ada-lah fungsi konveks.
#Ó$
Andaikan bahwa f adalah fungsi konveks dan « {.
Akan dibuktikan bahwa T ³ –#«$T - 0, Ô . Karena S terbuka, maka
terdapat ¡ ' 0 sedemikian sehingga ketika |k| o ¡, « " kT {. Dengan Teo-rema 2.3.1 diperoleh
–#« " kT$ - –#«$ " ³–#«$ #« " kT «$
X –#« " kT$ - –#«$ " k³–#«$ T (2.17)
Karena –# $ terdiferensial dua kali pada «, maka
–#« " kT$ –#«$ " ³–#«$ #« " kT «$ "12 #« " kT «$ ³ –#«$
#« " kT «$ " Õ#LkTL $
–#«$ " k³–#«$ T "12 #kT$ ³ –#«$kT " Õ#LkTL $
Substitusikan persamaan (2.18) ke dalam persamaan (2.17), sehingga dipero-leh
–#« " kT$ - –#«$ " k³–#«$ T
X –#«$ " k³–#«$ T "k2 T ³ –#«$T " Õ#LkTL $ - –#«$ " k³–#«$ T
X12 k T ³ –#«$T " Õ#LkTL $ - 0
Bagi dengan k dan misalkan k ™ 0, sehingga diperoleh T ³ –#«$T - 0.
▄
Teorema 2.3.3
Misalkan –, — adalah fungsi konveks pada himpunan { v , maka – " — juga adalah fungsi konveks pada S.
Bukti:
Misalkan , { dan 0 o ¿ o 1, maka –#¿ " #1 ¿$ $ " —#¿ " #1 ¿$ $ S ¿–# $ " #1 ¿$– " ¿—# $ " #1 ¿$—
S ¿ –# $ " —# $ " #1 ¿$ –# $ " —# $
Teorema 2.3.4 (Teorema Proyeksi)
Misalkan { v adalah himpunan konveks tertutup tidak kosong dan B Ö {,
maka ada titik tunggal « { dengan jarak minimum dari y, yakni
LB «L inf×LB L #2.19$
Selanjutnya, « adalah titik minimum dari persamaan (2.19) jika dan hanya jika AB «, «C S 0, { (2.20)
atau dapat dikatakan bahwa « adalah proyeksi Ù×#B$ dari y di S jika dan hanya
jika persamaan (2.20) dipenuhi.
Bukti:
Pembuktian Teorema 2.3.4 di atas dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
(i) Akan dibuktikan bahwa jika { v adalah himpunan konveks
tertu-tup tidak kosong dan B Ö {, maka ada titik tunggal « { dengan jarak
minimum dari y, yakni LB «L inf ×LB L.
Misalkan
inf8LB L| {< Ú ' 0 (2.21)
Karena Ú adalah batas bawah terbesar maka Ú S LB L, {.
Misalkan terdapat sebuah titik 1 { dan B Ö {. Kemudian, dibuat
ruas garis yang menghubungkan titik 1 dan titik y. Selanjutnya, dari titik 1 dibuat kitar dengan radius 1. Dari titik limit yang diperoleh
ti-tik y, diperoleh titi-tik 2. Kemudian, dari titik 2 dibuat kitar dengan
ra-dius 1
2. Dari titik limit yang diperoleh dari kitar 2 dan berada pada ga-ris yang menghubungkan titik 2 dan titik y, diperoleh titik 3. Demi-kian seterusnya, hingga diperoleh titik Û 1. Kemudian dari titik Û 1
dibuat kitar dengan radius 1Û. Dari titik limit yang diperoleh dari kitar
Û 1 tersebut dan terletak pada ruas garis yang menghubungkan titik Û 1 dan titik y diperoleh titik Û. Dengan demikian akan ada barisan
8 Û<v {.
Akan ditunjukkan bahwa LB ÛL™ Ú.
Karena Ú inf8LB L| {< maka berdasarkan Lemma 2.1.1,
un-tuk setiap Š
˜ ' 0 terdapat LB ÛL dengan Û { sedemikian
se-hingga Ú "
˜' LB ˜L.
Dengan demikian, terbentuk barisan 8LB ÛL< yang terbatas dan tu-run.
Berdasarkan Teorema 2.1.7, maka 8LB ÛL< akan konvergen dan lim
Û™∞LB ÛL Ú inf8LB ÛL<.
Berikut ini, akan dibuktikan bahwa 8 ˜< adalah barisan Cauchy dan
Melalui Teorema Paralelogram diketahui bahwa L " BL " L BL 2#L L " LBL $. Misalkan ambil ˜, {, di mana x
diganti dengan ˜ B dan B diganti dengan B. Dengan
men-substitusikan x dan y ke dalam Teorema Paralelogram, diperoleh
L# ˜ B$ " # B$L " L# ˜ B$ # B$L 2L ˜ BL
"2L BL
L ˜" 2BL " L ˜ L 2L ˜ BL " 2L BL
L ˜ L 2L ˜ BL " 2L BL L ˜" 2BL
2L ˜ BL " 2L BL Ü´ ˜"2 Bµ 2Ü
2L ˜ BL " 2L BL 4 Ü ˜"2 BÜ #2.22$
Karena 8 ˜<⊂{ , maka # ˜" $/2 {. Dari definisi Ú dikatakan
bahwa inf LB L Ú, sehingga LB L L BL - Ú, {.
Dengan mengganti # ˜" $/2 diperoleh
Ü ˜"2 BÜ - Ú
X Ü ˜"2 BÜ - Ú #2.23$
Dengan menggunakan persamaan (2.22) dan (2.23) diperoleh
L ˜ L S 2L ˜ BL " 2L BL 4Ú .
2Ú " 2Ú 4Ú 0 atau L ˜ L ™ 0, yang mana menunjukkan
bahwa 8 ˜< adalah barisan Cauchy dengan limit «. Karena S tertutup,
maka « {. Hal ini menunjukkan bahwa ada « sedemikian sehingga LB «L Ú.
Selanjutnya, akan dibuktikan ketunggalan.
Andaikan Ý tidak tunggal, artinya ada Ý′ { dan Ý′ Ý dengan
LÝ′ BL Ú.
Melalui Hukum Parallelogram, misalkan diganti dengan Ý′ B dan B diganti dengan Ý B, maka diperoleh
LÝ′"Ý 2BL2"LÝ′ ÝL2 2LÝ′ BL2" 2LÝ BL2
LÝ′ ÝL2 2LÝ′ BL2" 2LÝ BL2 LÝ′"Ý 2BL2
2L«′ BL " 2L« BL Ü2 ´«′" «
2 BµÜ
2L«′ BL " 2L« BL 4 Ü«′" «
2 BÜ
2Ú " 2Ú 4 Ü«′" «2 BÜ
Karena «"«2 ′ {, maka menurut (2.23), Ú2SÞ«′"«2 BÞ2.
Akibatnya,
Jadi, LÝ′ ÝLS 0, padahal LÝ′ ÝL' 0. Jadi, ada kontradiksi.
Ter-bukti Ý′ Ý.
(ii) Akan dibuktikan bahwa jika AB «, «C S 0, {, maka «
ada-lah titik minimum dari LB «L inf ×LB L.
Ambil x sebarang di S dan misalkan AB «, «C S 0, {
dipe-nuhi, sehingga LB L LB « " « L
LB «L " L« L " 2AB «, « C LB «L " L« L " 2#« $ #B «$
Karena L« L - 0 dan #« $ #B «$ - 0, maka LB L - LB «L dan « adalah titik minimum dari LB «L inf ×LB L.
(iii) Akan dibuktikan bahwa jika « adalah titik minimum dari LB «L inf ×LB L, maka AB «, «C S 0, {.
Misalkan LB L - LB «L , {.
Karena « " k# «$ { dengan k #0,1$, maka diperoleh LB #« " k# «$$L - LB «L
X LB « k# «$L - LB «L
X LB «L " k L« L " 2k#« $ #B «$ - LB «L
X LB «L " k L «L " 2k# «$ #« B$ - LB «L X k L «L " 2k# «$ #« B$ - 0
Bagi dengan k dan misalkan k ™ 0, maka diperoleh
AB «, «C S 0, {.
▄
D. Teori Optimisasi
Secara umum, bentuk baku untuk permasalahan optimisasi berkendala
adalah sebagai berikut:
minimumkanß –# $ (2.24) dengan kendala ci(x) = 0, i à (2.25)
ci(x) ≥ 0, i á (2.26)
dimana:
f adalah fungsi obyektif
à = {1, … , me} adalah himpunan indeks dari kendala persamaan á = {me + 1, … , m} adalah himpunan indeks dari kendala
pertidak-samaan
Apabila fungsi obyektif dan kendala dari permasalahan (2.24)-(2.26)
merupa-kan fungsi konveks, maka permasalahan tersebut merupamerupa-kan permasalahan
pemrograman konveks.
Definisi 2.4.1 (Titik Layak atau Penyelesaian Layak)
Titik dikatakan titik layak atau penyelesaian layak dari masalah
op-timisasi jika dan hanya jika memenuhi persamaan (2.25) dan (2.26).
Definisi 2.4.2 (Titik Optimum atau Penyelesaian Optimum)
Titik â dikatakan titik optimum atau penyelesaian optimum dari
masalah optimisasi jika dan hanya jika merupakan penyelesaian layak yang mengoptimumkan fungsi obyektif.
Definisi 2.4.3 (Titik Stasioner atau Titik Kritis)
Titik â dikatakan titik stasioner atau titik kritis untuk f yang
terdife-rensial jika ³–# â$ 0.
Definisi 2.4.4 (Himpunan Layak atau Daerah Layak)
Himpunan semua titik layak dikatakan himpunan layak atau daerah layak
yang dinotasikan dengan X, dimana X didefinisikan sebagai
atau
‘ 8 |l# $ 0, ] à;l# $ - 0, ] á<
Definisi 2.4.5 (Peminimum Global dan Peminimum Global Tegas)
Jika â ‘ dan jika –# $ - –# â$, ‘, maka â dikatakan peminimum
global dari permasalahan (2.24) – (2.26). Jika â ‘ dan jika –# $ ' –# â$, ‘, maka â dikatakan peminimum global tegas.
Definisi 2.4.6 (Peminimum Lokal dan Peminimum Lokal Tegas)
Jika â ‘ dan jika ada suatu kitar B( â, ¡$ dari â sedemikian sehingga –# $ - –# â$, ‘ è x# â, ¡$, maka â dikatakan peminimum lokal dari
permasalahan (2.24) – (2.26), dimana x# â, ¡$ 8 |L âL S ¡< dan ¡ ' 0. Jika â ‘ dan jika ada suatu kitar B( â, ¡$ dari â sedemikian
se-hingga –# $ ' –# â$, ‘ è x# â, ¡$, â, maka â dikatakan
pemi-nimum lokal tegas.
Definisi 2.4.7 (Himpunan Indeks)
Misalkan á# $ 8]|l# $ 0, ] á<. Untuk sebarang , himpunan é# $ à ê á# $ adalah himpunan indeks dari kendala-kendala aktif di x,
yakni kendala yang memenuhi l # $ 0. Sedangkan, é# â$ adalah