• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KALASAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KALASAN."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bekal yang harus dimiliki oleh setiap manusia karena pendidikan sangat penting untuk mewujudkan salah satu tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea IV yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting. Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (3) menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Atas dasar tersebut maka diterbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.

(2)

2

No.58 Tahun 2014). Oleh karena itu, dengan dilaksanakannya pendidikan, salah satu harapannya adalah agar siswa memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Kemampuan intelektual dapat diketahui dari pemahaman konseptual siswa.

(3)

3

Pada Kurikulum 2013, pemerintah telah menganjurkan untuk menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Berbagai macam metode pembelajaran dengan pendekatan saintifik dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau menyelesaikan suatu permasalahan. Salah satu metodenya adalah metode penemuan terbimbing. Metode penemuan pertama kali dikemukakan oleh Jerome Bruner. Jerome Bruner (Dahar, 2006, h.79) menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Pada metode penemuan terbimbing siswa dituntut untuk menemukan sendiri pengetahuan dari hasil yang ia amati dengan bantuan bimbingan guru. Kegiatan penemuan terbimbing adalah bagaimana siswa mampu menyusun kembali data, agar mereka mampu berkembang melampaui fakta sebelumnya dan menyusun konsep baru. Penemuan terbimbing membantu siswa belajar untuk mempelajari dan mendapatkan pengetahuan dan membangun konsep secara mandiri sehingga pengetahuan mereka akan berkembang, lebih bermakna, dan kukuh karena mereka menemukan sendiri. Siswa lebih percaya diri dalam belajar matematika karena mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan ide sehingga siswa termotivasi sendiri untuk belajar matematika (Suryosubroto, 2002).

(4)

4

Terbimbing ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa”. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep siswa kelas VII SMP Negeri Satu Atap 2 Negerikaton tahun pelajaran 2014-2015. Dari hasil penelitian tersebut, metode penemuan terbimbing dapat menjadi alternatif pembelajaran matematika namun perlu diteliti keefektifan metode penemuan terbimbing pada aspek yang lain.

Matematika merupakan ilmu yang mendasari kehidupan manusia. Perkembangan matematika selalu mengikuti perkembangan zaman karena peranan matematika selalu dibutuhkan dalam berbagai segi kehidupan manusia. Terutama dalam bidang pendidikan, matematika menjadi mata pelajaran wajib bagi setiap jenjang pendidikan. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dicapai manakala mampu memahami matematika dengan benar yaitu dengan memahami konsep matematika.

(5)

5

pemahaman konsep harus dimiliki oleh setiap siswa karena siswa dapat mengaitkan dan menyelesaikan permasalahan matematika dengan menggunakan konsep-konsep yang telah ia pahami. Siswa akan lebih mudah ketika mengerjakan soal-soal matematika yang rumit. Siswa yang hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan menghafal rumus-rumus matematika mempunyai pemahaman konsep yang tidak baik. Pemahaman konsep yang baik dapat dilihat dari berbagai indikator. Adapun indikator yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep matematika berdasarkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006 adalah: (1) menyatakan ulang sebuah konsep, (2) mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), (3) memberi contoh dan non contoh dari konsep, (4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, (6) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan (7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

(6)

6

tidak dapat langsung diterapkan. Tentu hal ini menjadi suatu masalah mengenai kurangnya kemampuan pemahaman konsep siswa yang pasti akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami konsep diharapkan dapat diatasi dengan pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing.

Pelajaran matematika terdiri dari beberapa kompetensi, diantaranya adalah geometri. Geometri adalah ilmu mengenai bangun, bentuk, dan ukuran benda-benda (Kerami, 2003). Menurut Muhassanah, Sujadi, & Riyadi (2014) dalam mempelajari geometri, siswa membutuhkan pola berpikir dalam menerapkan suatu konsep yang matang sehingga siswa mampu menerapkan keterampilan geometri yang dimiliki seperti memvisualisasikan, mengenal bermacam-macam bangun datar dan ruang, mendeskripsikan gambar, menyeketsa gambar bangun, melabel titik tertentu, dan kemampuan untuk mengenal perbedaan dan kesamaan antarbangun geometri. Peran geometri tidak hanya mengembangkan proses berpikir akan tetapi juga sangat memengaruhi materi lain dalam matematika.

(7)

7

Heruman (2008) menyatakan bahwa dalam pengenalan geometri ruang, selama ini guru sering kali langsung memberi informasi pada siswa tentang ciri-ciri bangun geometri. Pada banyak kasus, guru hanya menggambar geometri ruang tersebut di papan tulis, atau hanya menunjukkan gambar yang ada dalam buku sumber yang digunakan siswa. Walaupun guru menggunakan alat peraga, siswa hanya melihat saja bangun ruang yang ditunjukkan guru tersebut.

Fakta bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa Indonesia kurang baik dapat dilihat dari survei yang dilakukan IEA pada program TIMSS pada tahun 2011 tentang kemampuan matematika. Hasil survei menunjukkan skor pencapaian dalam konten geometri untuk kelas VIII di berbagai negara termasuk Indonesia masih rendah yaitu hanya 39 % dibanding konten matematika lainnya. Indonesia berada pada peringkat 41 dari 45 negara peserta dan memperoleh nilai 386 dari 500 sebagai nilai tengah yang ditetapkan.

(8)

8

Dari fakta-fakta yang ada, rendahnya kemampuan memahami konsep materi kubus dan balok diharapkan dapat diatasi dengan pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing. Metode penemuan terbmbing dipilih karena termasuk dalam metode dengan pendekatan saintifik. Metode penemuan terbimbing paling mudah diterapkan karena merupakan peralihan dari pendekatan konvensional ke pendekatan saintifik. Pada pelaksanaanya, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing berpusat pada siswa. Selain itu, siswa dibimbing oleh guru dalam mendapatkan pengetahuannya. Metode penemuan terbimbing belum pernah diterapkan di SMP Negeri 1 Kalasan, sehingga jika metode ini efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep, maka diharapkan dapat membantu siswa lebih memahami konsep materi kubus dan balok.

B. Indentifikasi Masalah

Masalah-masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan uraian latar belakang di atas adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran matematika di SMP Negeri 1 Kalasan masih teacher centered dengan menggunakan pendekatan konvensional metode ekspositori.

2. Rata-rata kemampuan memahami konsep matematika siswa masih kurang. 3. Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing belum

pernah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kalasan. C. Pembatasan Masalah

(9)

9

dengan menggunakan metode penemuan terbimbing pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kalasan, Sleman dengan materi kubus dan balok.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apakah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing efektif ditinjau dari kemampuan memahami konsep materi kubus dan balok pada siswa SMP N 1 Kalasan?

2. Apakah pembelajaran dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan memahami konsep materi kubus dan balok pada siswa SMP Negeri 1 Kalasan?

3. Apakah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih efektif daripada pembelajaran dengan metode ekspositori dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan memahami konsep materi kubus dan balok pada siswa SMP Negeri 1 Kalasan?

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

(10)

10

2. untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan memahami konsep materi kubus dan balok pada siswa SMP Negeri 1 Kalasan, dan

3. untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih efektif daripada pembelajaran dengan metode ekspositori dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan memahami konsep materi kubus dan balok pada siswa SMP Negeri 1 Kalasan.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi guru

Metode penemuan terbimbing dapat digunakan oleh guru. Penerapan metode penemuan terbimbing untuk memaksimalkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Selain itu, dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan terbimbing, kemampuan guru dalam mengajar akan meningkat.

2. Bagi siswa

Siswa akan mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam melalui metode penemuan terbimbing. Metode penemuan terbimbing dapat memaksimalkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Siswa memiliki pengalaman belajar matematika dengan metode penemuan terbimbing.

3. Bagi peneliti

(11)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Depdiknas, 2008) belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Gagne (Dahar, 2006, h.2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan, yang di dalamnya terjadi hubungan-hubungan antara stimulus-stimulus dan respon-respon. Belajar menurut Baharudin & Wahyuni (2009, h.11) merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Tidak jauh berbeda dengan Hudojo (1988, h.1) belajar adalah suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sugihartono et.al, 2013, h.74).

(12)

12

Pembelajaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Depdiknas, 2008) adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sugihartono et.al (2013, h.81) mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta hasil yang optimal. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran itu agar siswa dapat melakukan kegiatan belajar yang efektif dan efisien serta mendapatkan hasil yang optimal.

Menurut Permendikbud No. 65 tahun 2013 sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, prinsip pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu;

b. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar;

c. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah;

d. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; e. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;

(13)

13

g. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;

h. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);

i. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat;

j. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan

mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);

k. pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; l. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa

saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas.

m. pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan

n. pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa.

(14)

14 2. Efektivitas Pembelajaran Matematika

Efektivitas berasal dari kata dasar efektif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Depdiknas, h.2008) efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); mangkus; manjur atau mujarab (tentang obat); dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha, tindakan); mulai berlaku (tentang undang-undang, peraturan). Efektif adalah pencapaian target sesuai dengan waktu yang diharapkan sehingga dapat dikatakan bahwa efektivitas adalah pencapaian tujuan yang yang menghasilkan efek.

Pembelajaran efektif adalah pembelajaran di mana siswa memperoleh keterampilan-keterampilan yang spesifik, pengetahuan dan sikap serta merupakan pembelajaran yang disenangi siswa. Menurut Bandhana (2010) pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi perubahan-perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa efektivitas pembelajaran matematika dapat diukur dari peningkatan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian siswa. Terdapat 4 aspek penting yang dapat dipakai untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran, yaitu (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “tingkat kesalahan”, (2) kecepatan untuk kerja, (3) tingkat

alih belajar, (4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari (Reigeluth, 1983).

(15)

15

siswa telah memperoleh nilai ≥ 60 dalam peningkatan hasil belajar dan pembelajaran dikatakan efektif apabila kemampuan berpikir siswa meningkat dilihat dari statistik nilai hasil belajar siswa menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini efektivitas pembelajaran matematika diukur dari peningkatan aspek kognitif yaitu kemampuan memahami konsep matematika. Pembelajaran matematika dikatakan efektif apabila memenuhi kriteria nilai KKM yang ditetapkan SMP Negeri 1 Kalasan yaitu 77.

3. Metode Ekspositori

(16)

16

kemampuan akademik siswa. Pada pelaksanaannya, metode ekspositori memiliki prosedur-prosedur pelaksanaan, secara garis besar digambarkan oleh Sanjaya (2008) sebagai berikut.

a. Persiapan (Preparation)

Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam metode ekspositori, keberhasilan pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada langkah persiapan. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan yaitu:

1) mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif, 2) membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar, 3) merangsang dan mengubah rasa ingin tahu siswa, dan 4) menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka. b. Penyajian (Presentation)

Tahap penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Hal yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini diantaranya: penggunaan bahasa, intonasi suara, menjaga kontak mata dengan siswa, serta menggunakan kemampuan guru untuk menjaga agar suasana kelas tetap hidup dan menyenangkan.

c. Korelasi (Correlation)

(17)

17

yang telah dimiliki siswa maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.

d. Menyimpulkan (Generalization)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan karena melalui langkah menyimpulkan, siswa dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan. Sehingga siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan cara mengulang kembali inti- inti materi yang menjadi pokok persoalan, memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang diajarkan, dan membuat mapping atau pemetaan keterkaitan antar pokok-pokok materi.

e. Mengaplikasikan (Aplication)

Tahap aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori. Sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini yaitu dengan membuat tugas yang relevan serta dengan memberikan tes materi yang telah diajarkan untuk dikerjakan oleh siswa.

Adapun beberapa kelebihan metode ekspositori sebagai berikut.

(18)

18

2) Metode pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.

3) Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).

4) Metode pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

Adapun beberapa kekurangan metode ekspositori sebagai berikut.

1) Metode pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

2) Metode ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar siswa.

3) Metode ini sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.

4) Keberhasilan metode pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dipastikan pembelajaran tidak mungkin berhasil.

(19)

19

satu arah (one-way communication). Oleh karena itu, kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan terbatas pula.

6) Metode ini cepat membuat siswa bosan karena peran siswa kurang dalam proses pembelajaran.

4. Metode Penemuan Terbimbing

Metode penemuan dikemukakan oleh Jerome Bruner tahun 1996. Bruner (Dahar, 2006, h.79) menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Metode penemuan diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain, percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi siswa menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja (Suryosubroto, 2002, h.192). Guru tidak akan menjelaskan sebelum siswa sadar memahami sendiri informasi yang diberikan.

(20)

20

kemudian membimbing siswa untuk merumuskan penyelesaian dari persoalan itu dengan perintah-perintah atau dengan pertanyaan-pertanyaan. Siswa mengikuti perintah-perintah atau dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagai petunjuk menemukan sendiri penyelesaiannya.

Menurut Markaban (2006) di dalam metode penemuan ini, guru dapat menggunakan strategi penemuan yaitu secara induktif, deduktif atau keduanya.

a. Strategi Penemuan Induktif

Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari argumentasi itu (Cooney, 1975, h.143). Kesimpulan dari suatu argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta yang mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bisa membuktikan dalil untuk mendukung. Sebagai contoh, fakta bahwa 3, 5, 7, 11, dan 13 adalah semuanya bilangan prima dan masuk akal jika secara umum diambil kesimpulan bahwa semua bilangan prima adalah ganjil. Akan tetapi, hal itu sama sekali “tidak membuktikan“. Guru beresiko di dalam suatu argumentasi

(21)

21 b. Strategi Penemuan Deduktif

Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu pernyataan diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Berarti dengan strategi penemuan deduktif, konsep dan prinsip materi tertentu dijelaskan kepada siswa untuk mendukung perolehan pengetahuan matematika yang tidak dikenalnya. Guru cenderung untuk menanyakan suatu urutan pertanyaan untuk mengarahkan pemikiran siswa ke arah penarikan kesimpulan yang menjadi tujuan dari pembelajaran.

Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman suatu konsep dapat diawali secara induktif melalui peristiwa nyata atau intuisi. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika.

Menurut Riyanto (2009, h.138) secara garis besar prosedur metode penemuan terbimbing sebagai berikut.

a. Simulation

Guru mulai bertanya dengan mengajukan permasalahan, atau menyuruh siswa membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.

(22)

22

Siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan, kemudian memilihnya. Permasalahan yang dipilih biasanya yang paling menarik dan fleksibel untuk diselesaikan. Selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pernyataan yang diajukan.

c. Data collection

Untuk menjawab benar tidaknya hipotesis itu, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.

d. Data processing

Semua data dan informasi diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

e. Verification

Dari hasil pengolahan dan tafsiran data, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan kemudian dicek apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization

(23)

23

Menurut Markaban (2006, h.16) agar pelaksanaan metode penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut.

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir,

dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.

c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas

diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Di samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.

(24)

24

Suryosubroto (2002) menjelaskan terdapat kelebihan dalam metode penemuan, yaitu:

a. dianggap membantu siswa dalam mengembangkan persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa,

b. pengetahuan yang diperoleh sifatnya sangat pribadi dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh,

c. membangkitkan gairah pada siswa untuk belajar,

d. memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri,

e. menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar,

f. membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses penemuan,

g. metode ini berpusat pada siswa, misalnya memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan ide, dan

h. membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.

Sementara beberapa kelemahan metode penemuan terbimbing adalah sebagai berikut.

(25)

25

c. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

d. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.

e. Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang digunakan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.

f. Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaaannya. 5. Kemampuan Pemahaman Konsep

(26)

26 a. Pembentukan konsep

Pembentukan konsep merupakan bentuk perolehan konsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Pembentukan konsep merupakan proses induktif. Bila anak-anak dihadapkan pada stimulus lingkungan, ia mengabstraksi sifat atau atribut tertentu yang sama dari berbagai stimulus. Pembentukan konsep merupakan suatu bentuk belajar penemuan, paling sedikit dalam bentuk primitif. Pembentukan konsep mengikuti pola contoh/aturan atau pola “egrule” (eg= example=contoh). Anak

yang sedang belajar dihadapkan pada sejumlah contoh dan mencontoh konsep tertentu. Melalui proses diskriminasi dan abstraksi, ditetapkan suatu aturan yang menentukan kriteria untuk konsep itu.

b. Asimilasi konsep

Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep selama dan sesudah sekolah. Asimilasi konsep bersifat deduktif. Untuk memperoleh konsep melalui proses asimilasi, orang yang belajar harus sudah memperoleh definisi formal konsep tersebut. Sesudah definisi konsep itu disajikan, konsep itu dapat diilustrasikan dengan memberikan contoh atau deskripsi verbal contoh. Ini biasanya disebut belajar konsep sebagai aturan/contoh atau “rule-eg”.

(27)

27

syarat cukup dari suatu konsep, (6) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, (7) mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

B. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian lain yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan. Penelitian Haryani Hasibuan, Irwan, dan Mirna tahun tahun 2014 yang berjudul “Penerapan Metode Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika Kelas XI IPA SMAN 1 Lubuk Alung” menunjukkan bahwa

kemampuan pemahaman konsep siswa yang diberi perlakuan dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari pada perlakuan dengan metode ekspositori.

Penelitian Ismi Vita Mutahiria, Caswita, dan Arnelis Djalil tahun 2014 yang berjudul Efektivitas Metode Penemuan Terbimbing terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa menunjukkan bahwa penerapan metode penemuan terbimbing efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.

Penelitian Siska Kurniawati, Sri Hastuti Noer, dan Haninda Bharatatahun 2014 berjudul “Efektivitas Discovery Learning Ditinjau dari Pemahaman Konsep

(28)

28 C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran matematika biasa dilakukan menggunakan pendekatan konvensional dengan metode ekpositori. Namun kemampuan matematis siswa seperti pemahaman konsep kurang baik sehingga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Penentuan metode yang tepat dapat memaksimalkan kemampuan pemahaman konsep siswa, salah satunya melalui metode penemuan terbimbing. Metode penemuan terbimbing adalah metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, tidak seperti metode ekspositori yang lebih cenderung berpusat pada guru. Metode ini dirancang sedemikian rupa sehingga siswanya dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga siswa mengontruksikan pengetahuannya sendiri dengan bimbingan dan petunjuk guru. Melalui metode penemuan terbimbing, siswa dapat aktif terlibat dalam menemukan sendiri suatu konsep. Siswa juga diharapkan mampu memahami konsep dengan lebih baik dan tahan lama sehingga mampu mengaplikasikan ke dalam konteks yang lain. Dengan demikian penerapan metode penemuan terbimbing dapat membantu siswa dalam memaksimalkan pemahaman konsep matematika.

D. Hipotesis Penelitian

(29)

29

2. Pembelajaran dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep materi kubus dan balok pada siswa SMP Negeri 1 Kalasan.

(30)

30

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Eksperimen ini disebut juga eksperimen semu. Penelitian ini dikatakan kuasi eksperimen karena tidak dapat mengontrol semua variabel-variabel luar yang memengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2014, h.114). Subjek penelitian diberikan perlakuan kepada minimal dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perlakuan yang diberikan yaitu pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dan metode ekspositori pada kelas kontrol.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Kalasan, Sleman yang dilaksanakan pada semester genap yaitu pada bulan Maret hingga April 2017 pada tahun ajaran 2016/2017. Penelitian dilaksanakan di dua kelas VIII SMP Negeri 1 Kalasan, Sleman beralamat di Jalan Jogja-Solo km 14, Glondong, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, D.I. Yogyakarta.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

(31)

31

olahraga. Siswa-siswa kelas VIII A merupakan siswa-siswa yang diterima melalui jalur prestasi non akademik. Namun, prestasi akademik tidak terlalu dipertimbangkan.

2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini harus betul-betul mewakili populasi agar mendapatkan hasil yang valid. Teknik pemilihan sampel kelas menggunakan teknik cluster random sampling. Teknik ini digunakan karena siswa sudah berada dalam kelas-kelas sehingga pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak terhadap kelas-kelas yang sudah ada dalam populasi itu. Dalam penelitian ini sampel diambil dua kelas dari populasi kelas yaitu lima kelas VIII SMP Negeri 1 Kalasan yaitu, VIII B, VIII C, VIII D, VIII E, dan VIII F yang merupakan populasi penelitian. Setelah dipilih, selanjutnya kedua kelas tersebut diundi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas yang terpilih adalah kelas VIII C dan kelas VIII E. Kelas VIII C sebagai kelas kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode ekspositori. Sedangkan, kelas VIII E sebagai kelas eksperimen yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

(32)

32 2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan pemahaman konsep matematika siswa SMP Negeri 1 Kalasan pada materi kubus dan balok. Kemampuan pemahaman konsep siswa diketahui dari nilai hasil pretest dan posttest pada kelas eksperimen serta nilai pretest dan posttest pada kelas kontrol.

3. Variabel Kontrol

Variabel yang dikontrol dalam penelitian ini antara lain (1) guru, yakni pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diajar oleh guru yang sama. (2) Materi, yakni materi yang diajarkan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu kubus dan balok. (3) Jumlah jam pelajaran, yaitu materi diajarkan dalam jumlah jam yang sama yaitu delapan jam pelajaran.

E. Definisi Operasional Variabel 1. Metode Pembelajaran

a. Metode Penemuan Terbimbing

(33)

33 b. Metode Ekspositori

Pembelajaran dengan metode ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Sedangkan siswa dituntut untuk mendengarkan, mencatat, dan boleh bertanya jika belum mengerti. Adapun langkah-langkah pembelajaran ekspositori yaitu (1) persiapan, (2) penjelasan materi secara terstruktur, (3) tanya jawab, (4) penarikan kesimpulan, dan (5) latihan soal.

2. Kemampuan Pemahaman Konsep

Menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor 506/C/Kep/PP/2004, indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu:

a. menyatakan ulang sebuah konsep,

b. mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya,

c. memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep, d. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi,

e. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,

f. menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu, dan

g. mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.

(34)

34 F. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan pretest-posttest kontrol group design. Dalam desain ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan pretest untuk mengetahui keadaan awal. Setelah diberikan pretest, tahap selanjutnya yaitu diberikan perlakuan dengan metode pembelajaran penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dan metode ekspositori pada kelas kontrol. Tahap terakhir yaitu diberikan posttest. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan memberikan perlakukan berupa metode penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dan memberikan perlakukan berupa metode ekspositori pada kelas kontrol. Variabel terikat yang diamati adalah kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Rancangan penelitian ini digambarkan dalam tabel 1 berikut.

Tabel 1. Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

A XA P YA

B XB K YB

Keterangan :

A : Kelas Eksperimen B : Kelas Kontrol

(35)

35

P : Pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing K : Pembelajaran dengan metode ekspositori

G. Perangkat Pembelajaran

Dalam penelitian ini menggunakan dua perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang digunakan yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).

1. Lembar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )

Menurut Permendiknas No 41 tahun 2007, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus.

(36)

36 2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas. Tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kaitannya dengan kompetensi yang akan dicapai (Depdiknas, 2008). Penyusunan LKS ini sesuai dengan komponen metode penemuan terbimbing. LKS yang digunakan dalam penelitian ini merupakan LKS yang didesain oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh dosen ahli. Setelah dikonsultasikan, kemudian merevisi LKS apabila terdapat ketidaksesuaian. LKS dapat dilihat pada lampiran 2.3 halaman 166-207.

H. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini digunakan dua instrumen penelitian yaitu instrumen tes dan instrumen non-tes.

1. Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Konsep

(37)

37

siswa sebagaimana menurut Sudjana (1991, h.35) yang menyatakan bahwa secara umum tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan yang menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Oleh karena itu, dalam tes uraian yang terpenting adalah kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasan melalui bahasa tulisan. Bentuk tes uraian dipilih karena 1) peneliti dapat mengetahui kemampuan siswa dalam memahami soal, 2) peneliti dapat mengetahui kemampuan siswa dalam memahami konsep. Penyusunan soal tes berdasarkan indikator kemampuan pemahaman konsep yang ingin dicapai dan termuat dalam kisi-kisi soal yang disajikan pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kisi-kisi indikator kemampuan pemahaman konsep

No Indikator pemahaman konsep Nomor Butir Soal Pretest Postest

1 Menyatakan ulang sebuah konsep. 2a 2a

2 Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat

tertentu sesuai dengan konsepnya. 1, 4a 1, 4a 3 Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu

konsep. 1, 4b 1, 4b

4 Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi. 3a,3b,5 3a, 3b

5 Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup

dari suatu konsep. 2b, 2c 2b, 2c

6 Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih

prosedur atau operasi tertentu. 3b, 5 3a, 3b, 5 7 Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam

(38)

38

Untuk selengkapnya kisi-kisi soal pretest dan posttest, soal pretest beserta jawabannya, dan soal posttest beserta jawabannya dapat dilihat pada lampiran 2.5, 2.6, dan 2.7 halaman248-249, 250-254, dan 255-259.

2. Instrumen Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Observasi keterlaksanaan suatu pembelajaran dilakukan dengan instrumen lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Lembar observasi ini disusun sesuai dengan langkah-langkah metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode ekspositori dan metode penemuan terbimbing. Sehingga, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran terdiri dari dua yaitu lembar observasi untuk keterlaksanaan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dan lembar observasi untuk keterlaksanaan pembelajaran dengan metode ekspositori pada kelas kontrol. Lembar observasi ini digunakan secara langsung ketika dilakukan pengambilan data. Observasi ini dilakukan oleh observer pada masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol. Prosedur penggunaan lembar observasi ini yaitu dengan memberi tanda centang (√) pada

kolom “Ya” apabila memenuhi kriteria keterlaksanaan dan memberi tanda centang

(√) pada kolom “Tidak” apabila tidak memenuhi kriteria keterlaksanaan. Lembar

observasi kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada lampiran 2.9 dan 2.11 halaman 262-273 dan 277-284.

I. Analisis Instrumen Penelitian 1. Validitas instrumen

(39)

39

digunakan. Oleh karena itu, untuk mengukur kelayakan instrumen tersebut dilakukan validasi sebagaimana yang dijelaskan oleh Sudjana (1991, h.12) bahwa validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. dan validitas isi.

Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas konstruk yang mana menurut Kusaeri & Suprananto (2012) validitas terkait konstruk merupakan proses menentukan derajat kemampuan tes diinterpretasikan ke dalam satu atau lebih konstruk psikologi. Prosedur yang dapat digunakan untuk menguji validitas terkait konstruk ini adalah sebagai berikut: (1) Mendefinisikan cakupan (domain) materi yang hendak diukur. Kisi-kisi harus didefinisikan dengan baik. (2) Menganalisis proses mental (konstruk) yang mendasari dan diperlukan oleh butir-butir tes. (3) Membandingkan dengan skor kelompok yang telah diketahui. (4) Membandingkan dengan skor sebelum dan sesudah diberi beberapa perlakuan. Validitas konstruk dapat diketahui dengan menggunakan uji korelasi Pearson dengan software SPSS 21. Instrumen tes pada penelitian ini terdiri dari sembilan butir soal yang semuanya diuji kevalidannya. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa semua butir soal valid. Hasil uji korelasi Pearson lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.4 halaman 298.

(40)

40

ditempuh yaitu: (1) merumuskan kompetensi dasar dan indikator pencapaian pembelajaran. (2) Merincikan materi pembelajaran. (3) Memvisualisasikan di dalam kisi-kisi penulisan soal. (4) Membandingkan setiap butir soal yang disajikan dengan kisi-kisi penulisan soal yang telah ditetapkan.

Instrumen-instrumen penelitian dikonsultasikan dan divalidasi oleh dosen ahli yang merupakan dosen Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Instrumen-instrumen tersebut berupa Instrumen-instrumen tes kemampuan pemahaman konsep, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, RPP, dan LKS. Instrumen-instrumen tersebut telah divalidasi oleh dosen ahli. Untuk instrumen tes kemampuan pemahaman konsep terdiri dari pretest dan posttest masing-masing mendapat predikat layak digunakan dengan revisi. Untuk lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran terdiri dari dua macam yaitu untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dan masing-masing mendapat predikat layak digunakan tanpa revisi. Untuk RPP kelas eksperimen dan RPP kelas kontrol masing-masing predikat layak digunakan dengan revisi dan untuk LKS mendapat predikat layak digunakan dengan revisi. Validasi instrumen dapat dilihat pada lampiran 5.1-5.6 halaman 301-312.

2. Reliabilitas instrumen

Suatu instrumen tes dikatakan reliabel apabila mendapatkan hasil yang sama walau digunakan secara berulang-ulang sesuai dengan sesuatu yang diukur (Sugiyono, 2011). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji koefisien Alpha Cronbach pada software SPSS 21. Adapun rumus Alpha Cronbach sebagai

(41)

41

=� − 1� ∑ �

Keterangan:

= Reliabilitas instrumen

� = Banyaknya butir soal

∑ = Jumlah varians skor tiap butir soal

 = Varians total

Hasil perhitungan diperoleh nilai reliabilitas instrumen tes kemampuan pemahaman konsep menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha ( ) = 0,728 yang berarti reliabilitas instrumen tes kemampuan pemahaman konsep tergolong kategori tinggi dan sesuai dengan koefisien Guilford (Ruseffendi, 2005: 160) yang disajikan pada tabel 3 berikut ini sehingga instrumen layak untuk digunakan.

Tabel 3. Koefisien Guilford Koefisien korelasi Kategori

0,80 ≤ < 1,00 Reliabilitas sangat tinggi

0,60 ≤ < 0,80 Reliabilitas tinggi

0,40 ≤ < 0,60 Reliabilitas cukup

0,20 ≤ < 0,40 Reliabilitas rendah

0,00 ≤ < 0,20 Reliabilitas sangat rendah

J. Teknik Pengumpulan Data

(42)

42 1. Teknik Tes

Teknik tes dilakukan dengan melaksanakan tes kemampuan pemahaman konsep. Tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dilakukan perlakuan pembelajaran (pretest) dan sesudah perlakuan pembelajaran (posttest). Tes berupa seperangkat soal tes yang diberikan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep siswa. Pretest dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemahaman konsep awal siswa sebelum diberi perlakuan. Posttest dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberikan perlakuan. Selain itu hasil tes ini digunakan untuk uji homogenitas ragam.

2. Teknik Non-Tes

Teknik non-tes dilakukan dengan instrumen lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi bertujuan untuk melihat keterlaksanaan proses pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dan metode ekspositori pada kelas kontrol.

K. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui efektivitas metode penemuan terbimbing dan metode ekspositori dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa kelas VIII SMP maka perlu dilakukan analisis data dengan beberapa tahap yaitu analisis deskriptif, pengujian asumsi dan pengujian hipotesis.

1. Analisis Deskriptif

(43)

43

menghitung rata-rata, ragam, nilai maksimum dan nilai minimum. Analisis data non-tes dari hasil lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.

a. Kemampuan pemahaman konsep 1) Nilai rata-rata

Rumus untuk menghitung rata-rata menurut Walpole (1992, h.24) adalah sebagai berikut.

x= ∑��= �

Keterangan : x : rata-rata xi : nilai siswa ke-i n : banyak siswa 2) Skor tertinggi

Skor tertinggi diperoleh dengan cara melihat langsung daftar nilai siswa dan mengidentifikasi skor tertinggi yang diperoleh siswa.

3) Skor terendah

Skor terendah diperoleh dengan cara melihat langsung daftar nilai siswa dan mengidentifikasi skor terendah yang diperoleh siswa.

4) Ragam

Rumus untuk menghitung ragam menurut Walpole (1992, h.36) adalah sebagai berikut.

s2= ∑��= � − ∑��= �

(44)

44 Keterangan :

s2 : ragam x : rata-rata xi : nilai siswa ke-i n : banyak siswa 5) Simpangan baku

Rumus untuk menghitung simpangan baku menurut Walpole (1992, h.36) adalah sebagai berikut.

s = √

6) Rata-rata kemampuan pemahaman konsep

Nilai hasil posttest dianalisis dengan tahap sebagai berikut.

a) Masing-masing butir soal dikelompokkan sesuai dengan indikator kemampuan pemahaman konsep.

b) Menurut pedoman penskoran yang telah dibuat, kemudian dihitung jumlah skor tiap indikator. Selanjutnya dihitung persentase ketercapaian kemampuan pemahaman konsep tiap indikatornya (k) dengan rumus sebagai berikut.

k = � � � � �

� � � � � �x 100

(45)

45

Tabel 4. Kualifikasi kemampuan pemahaman konsep No Persentase Kemampuan Pemahaman Konsep

Tiap Indikator Kualifikasi

1 80 ≤ k < 100 Sangat baik

2 60 ≤ k < 80 Baik

3 40 ≤ k < 60 Cukup

4 20 ≤ k < 40 Kurang

5 0 ≤ k < 20 Sangat kurang

b. Observasi keterlaksanaan pembelajaran

Observasi keterlaksanaan pembelajaran (OKP) di kelas eksperimen dan kontrol diperoleh dari lembar observasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran. Lembar observasi ini diisi oleh observer. Data hasil observasi dianalisis dengan ketentuan skor 1 untuk pilhan “Ya” dan skor 0 untuk pilihan

“Tidak”. Cara menghitung persentase skor lembar OKP adalah sebagai berikut.

P = � � � �

� � � � � x 100 %

Data hasil perhitungan di atas kemudian dikualifikasikan berdasarkan kriteria penilaian yang diadaptasi dari Sudjana (1992, h.118) berikut ini.

Tabel 5. Konversi persentase skor observasi keterlaksanaan pembelajaran

No Interval Persentase (%) Kualifikasi

1. P ≥ 90 Sangat tinggi

2. 80 ≤ P < 90 Tinggi

3. 70 ≤ P < 80 Sedang

4. 60 ≤ P < 70 Rendah

(46)

46 2. Uji Asumsi

Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas ragam.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan terhadap data yang diperoleh, baik sebelum maupun setelah perlakuan. Pada uji normalitas digunakan Uji Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi α = 0,05 dengan bantuan software SPSS 21.

Perumusan hipotesis statistik yang digunakan pada uji normalitas data pretest dan posttest dari kelas eksperimen sebagai berikut:

H0 : Sampel kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : Sampel kelas eksperimen tidak berasal dari populasi yang berdistribusi

normal.

Perumusan hipotesis statistik yang digunakan pada uji normalitas data pretest dan posttest dari kelas kontrol sebagai berikut:

H0 : Sampel kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : Sampel kelas kontrol tidak berasal dari populasi yang berdistribusi

normal.

Kriteria keputusan diambil jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari α = 0,05, maka H0 ditolak.

(47)

47

Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok mempunyai varian yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varian yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Uji homogenitas ragam kali ini menggunakan Uji One-Way ANOVA dengan taraf

signifikansi α = 0,05 dengan bantuan software SPSS 21.

Perumusan hipotesis statistik yang digunakan pada uji homogenitas ragam untuk hasil pretest dan posttest sebagai berikut.

H0 :

2 =

2 : Tidak terdapat perbedaan ragam kemampuan pemahaman konsep siswa antara kelas eksperimen dan kontrol (homogen).

H1 :

2≠

2 : Terdapat perbedaan ragam kemampuan pemahaman konsep siswa antara kelas eksperimen dan kontrol (tidak homogen).

Kriteria keputusan diambil jika pada nilai Sig. dari Levene Statistic pada tabel Test of Homogenity of Variances kurang dari α = 0,05 , maka H0 ditolak.

c. Uji gain ternormalisasi

Uji gain ternormalisasi digunakan untuk mengetahui bagaimana peningkatan hasil belajar belajar antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran menurut Hake (1999) adalah sebagai berikut.

Gain ternormalisasi (g) = − � � � −

(48)

48

Tabel 6. Klasifikasi gain ternormalisasi Nilai Gain Ternormalisasi Klasifikasi

0,00 < g < 0,30 Rendah

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

0,70 ≤ g < 1,00 Tinggi

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan untuk menguji hipotesis yang dirumuskan. Menurut kualifikasi kemampuan pemahaman konsep, siswa dikatakan memiliki kemampuan pemahaman konsep yang baik apabila mencapai nilai KKM 77 yang telah ditetapkan SMP Negeri 1 Kalasan untuk skala 0-100 sehingga metode pembelajaran dikatakan efektif jika rata-rata siswa mencapai nilai 77.

a. Uji hipotesis 1

Hipotesis pertama yang diuji adalah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing pada materi kubus dan balok efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep siswa SMP Negeri 1 Kalasan. Hipotesis diuji menggunakan one sample t-test dengan software SPSS 21 dengan taraf signifkansi α = 0,05 . Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

H0 : 

� ≤ 76,99 : Metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran

matematika tidak efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep siswa.

H1 : 

�> 76,99 : Metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran

(49)

49

Kriteria keputusan diambil jika pada tabel Sig.(2-tailed) kurang dari α = 0,05 , maka H0 ditolak.

b. Uji Hipotesis 2

Hipotesis kedua yang diuji adalah pembelajaran dengan metode ekspositori pada materi kubus dan balok efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep siswa SMP Negeri 1 Kalasan. Hipotesis diuji menggunakan one sample t-test dengan software SPSS 21 dengan taraf signifkansi α = 0,05. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

H0 : 

� ≤ 76,99 : Metode ekspositori dalam pembelajaran matematika

tidak efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep siswa.

H1 : 

�> 76,99 : Metode ekspositori dalam pembelajaran matematika

efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep siswa.

Kriteria keputusan diambil jika pada tabel Sig.(2-tailed) kurang dari α = 0,05 , maka H0 ditolak.

c. Uji hipotesis 3

(50)

50

efektif dan metode ekspositori tidak efektif, maka dikatakan metode penemuan terbimbing lebih efektif daripada metode ekspositori. Apabila metode ekspositori efektif dan metode penemuan terbimbing tidak efektif, maka dikatakan metode ekspositori lebih efektif daripada metode penemuan terbimbing. Apabila hasil uji hipotesis 1 dan hasil uji hipotesis 2 sama-sama efektif atau sama-sama tidak efektif, maka dilakukan pengujian hipotesis 3 untuk mengetahui metode mana yang lebih efektif. Untuk mengujinya yaitu dengan menggunakan uji beda rata-rata pretest. Apabila hasil rata-rata skor pretest dari dua kelas tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil pretest kemampuan pemahaman konsep, maka uji perbedaan rata-rata ditentukan oleh uji perbedaan rata-rata hasil posttest. Apabila hasil rata-rata skor pretest dari dua kelas terdapat perbedaan rata-rata hasil pretest kemampuan pemahaman konsep, maka penentuan keputusan dilakukan dengan mencari nilai gain-scores.

1. Uji perbedaan rata-rata hasil pretest kemampuan pemahaman konsep

Uji perbedaan rata-rata ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata kemampuan pemahaman konsep siswa di kedua kelas dari hasil pretest. Uji perbedaan rata-rata ini menggunakan independent samples t-test dengan software SPSS 21 dengan taraf signifikansi α = 0,05.

Perumusan hipotesis statistik yang digunakan pada uji perbedaan rata-rata kemampuan pemahaman konsep untuk hasil pretest sebagai berikut.

H0 : 

� = � : Tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil pretest

(51)

51 H1 : 

� ≠ � : Terdapat perbedaan rata-rata hasil pretest kemampuan

pemahaman konsep siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Kriteria keputusan diambil jika pada nilai Sig. (2 tailed) dari tabel Independent Samples kurang dari α = 0,05 , maka H0 ditolak.

2. Uji perbedaan rata-rata hasil posttest kemampuan pemahaman konsep

Uji perbedaan rata-rata ini di lakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata kemampuan pemahaman konsep siswa di kedua kelas dari hasil posttest. Uji perbedaan rata-rata ini menggunakan independent samples t-test dengan software SPSS 21 dengan taraf signifikansi α = 0,05.

Perumusan hipotesis statistik yang digunakan pada uji perbedaan rata-rata kemampuan pemahaman konsep untuk hasil posttest sebagai berikut.

H0 : 

� ≤ � : Metode penemuan terbimbing tidak lebih efektif

dibandingkan metode ekspositori dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep siswa.

H1 : 

� > � : Metode penemuan terbimbing lebih efektif dibandingkan

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Deskripsi Pembelajaran

Dalam penelitian ini, pembelajaran matematika dilaksanakan di dua kelas yaitu kelas VIII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C sebagai kelas kontrol. Materi yang digunakan yaitu materi kubus dan balok. Pada kelas eksperimen materi diajarkan dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Sedangkan pada kelas kontrol materi diajarkan dengan menggunakan metode ekspositori. Jadwal pelaksanaan pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran 1.1 halaman 89.

a. Pelakasanaan pembelajaran kelas eksperimen

Pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen melalui tiga tahap. Pada tahap yang pertama, siswa diberikan tes (pretest) untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep awal siswa mengenai materi kubus dan balok. Pemberian tes ini dilakukan sebelum siswa diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Pada tahap yang kedua, dilaksanakan pembelajaran materi kubus dan balok dengan menggunakan metode penemuan terbimbing sesuai dengan RPP yang telah dirancang. Pembelajaran dilaksanakan selama delapan jam pelajaran atau empat kali pertemuan. Setelah materi selesai diberikan, tahap terakhir adalah siswa diberi tes (posttest) untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep akhir siswa.

Pada pertemuan pertama dilaksanakan pretest. Seluruh siswa sebanyak 32 orang mengikuti pretest di ruang aula karena seluruh ruang kelas VIII sedang

(53)

dipakai untuk kegiatan try out kelas IX. Walaupun dilaksanakan di ruang aula, kegiatan tetap berjalan dengan kondusif. Pada pertemuan selanjutnya yaitu dilaksanakan pembelajaran dengan materi unsur-unsur kubus. Namun ada sedikit kendala saat pelaksanaanya, jam pelajaran yang seharusnya 80 menit hanya tersisa 60 menit karena sebelum pelajaran dilaksanakan acara bersih-bersih lingkungan sekolah. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran tidak selesai. Pertemuan ketiga dilaksanakan dengan diberikan materi unsur-unsur balok. Pertemuan pada hari itu melanjutkan materi yang belum selesai pada pertemuan sebelumnya. Pada pelaksanaannya, materi unsur-unsur balok tetap selesai sesuai yang telah direncanakan. Pada pertemuan selanjutnya diajarkan materi jaring-jaring kubus dan balok dan pada pertemuan keempat diajarkan materi luas permukaan dan volume kubus dan balok. Pertemuan terakhir dilaksanakan posttest. Seluruh siswa sebanyak 32 orang mengikuti posttest dengan kondusif.

Pada setiap pembelajaran, kegiatan pembelajaran diawali dengan berdoa bersama. Selanjutnya melakukan presensi untuk mengecek kehadiran siswa. Setelah mengecek kehadiran siswa, kegiatan selanjutnya yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran, materi yang akan dipelajari, dan materi prasyarat. Siswa diberikan motivasi tentang materi yang akan dipelajari. Setelah itu, siswa diminta untuk membentuk kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan empat orang. Masing-masing siswa diberikan LKS yang telah dirancang menggunakan metode penemuan terbimbing, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Pada setiap pertemuan, LKS yang diberikan sesuai dengan materi yang akan dipelajari. LKS dibuat menggunakan metode penemuan terbimbing

(54)

sedemikian rupa sehingga dapat memfasilitasi siswa dalam belajar materi kubus dan balok. Di dalam LKS disusun berbagai pertanyaan yang membimbing siswa untuk menemukan sendiri konsep kubus dan balok. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat memahami konsep materi kubus dan balok dan pengetahuan siswa tentang konsep kubus dan balok akan selalu diingat karena siswa menemukan sendiri konsepnya. Sebelum mengerjakan LKS, siswa diberikan informasi bahwa LKS akan menjadi perangkat belajar pemahaman konsep mengenai materi kubus dan balok. Setelah itu, dibacakan petunjuk pengerjaan LKS.

Siswa diminta untuk mengerjakan permasalahan di LKS secara berdiskusi dengan anggota kelompoknya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Hal tersebut bertujuan agar siswa terbiasa untuk menyampaikan ide-ide mereka. Siswa dibimbing selama mengerjakan LKS, pekerjaan siswa dimonitor dan siswa difasilitasi apabila ada kesulitan dalam mengerjakan LKS, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya apabila terdapat hal yang belum dipahami atau siswa mengalami kesulitan. Siswa tidak serta merta diberikan jawaban atas pertanyaannya namun diberikan petunjuk yang mengarahkan siswa menemukan jawabannya.

Gambar 1. Siswa menerima LKS Gambar 2. Siswa dibimbing mengerjakan LKS

(55)

Siswa diberikan contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari mengenai konsep kubus dan balok, misalnya contoh benda berbentuk kubus dan balok, penerapan jaring-jaring, luas permukaan, dan volume kubus dan balok (tahap simulation). Siswa juga diminta untuk memberi contoh lain penerapan konsep kubus dan balok dalam kehidupan sehari-hari. Siswa antusias menyebutkan contoh benda – benda berbentuk balok, misalnya almari, kotak kardus makanan, dan lain sebagainya. Tujuan kegiatan ini adalah agar siswa memahami keterkaitan antara materi unsur-unsur, jaring-jaring, luas permukaan, dan volume kubus dan balok serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa terlebih dahulu membaca bagian pendahuluan di LKS yaitu permasalahan yang berkaitan dengan materi unsur-unsur, jaring-jaring, luas permukaan, dan volume kubus dan balok. Setelah itu siswa menjawab pertanyaan pada kolom hipotesis tentang apa yang mereka ketahui mengenai unsur-unsur, jaring-jaring, luas permukaan, dan volume kubus dan balok (tahap problem statement). Siswa bebas menjawab sepengetahuan mereka. Dengan menjawab

pertanyaan itu, pada akhirnya akan dilihat apakah hipotesis yang ditulis siswa sesuai dengan informasi yang diperoleh siswa. Selanjutnya, siswa menjawab berbagai pertanyaan yang membimbing siswa menemukan konsep kubus dan balok. Di LKS telah disajikan gambar kubus dan balok untuk mempermudah siswa dalam mengumpulkan informasi. Agar siswa menemukan konsepnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam LKS memuat konsep yang belum sempurna. Dengan hal itu, siswa akan melengkapi konsep yang belum sempurna. Misalnya, pertanyaan yang diajukan adalah “pada kubus ABCD.EFGH, salah satu

(56)

sisi kubus adalah ABCD. Coba sebutkan sisi-sisi lain pada kubus ABCD.EFGH di

atas “! Siswa menuliskan sisi-sisi lain pada kubus selain yang telah disebutkan.

Selain itu, siswa mengembangkan berdasarkan informasi yang telah mereka dapatkan melalui suatu pernyataan. Misalnya pertanyaan yang diajukan adalah “coba perhatikan jaring-jaring kubus yang telah engkau buat. Jika panjang rusuk kubus tersebut adalah s , maka berapa luas tiap sisi kubus” ? Pertanyaan tersebut

membimbing siswa untuk menjawab bahwa luas sisi kubus adalah s2 karena sisi kubus berbentuk persegi. Dalam mengembangkan informasi, siswa tidak hanya berdasarkan suatu pernyataan tetapi juga melalui pengamatan gambar. Contohnya adalah di LKS diberikan gambar ilustrasi volume kubus yang tersusun dari kubus satuan. Siswa diberi pertanyaan, “Berapa banyak kubus satuan pada alas kubus itu ? ( Alas kubus menyatakan lapisan pertama kubus )”. Pertanyaan tersebut membimbing siswa untuk mengamati gambar dan menemukan jawabannya. Pada kegiatan ini, siswa tidak hanya bekerja sama dalam menjawab pertanyaan yang ada di LKS namun siswa juga bekerja sama dalam praktik yaitu menemukan jaring-jaring balok atau kubus dengan menggunakan kardus bekas. Siswa diminta untuk membawa alat praktikum yaitu kardus bekas, spidol, penggaris, dan gunting. Siswa belajar menemukan jaring-jaring balok atau kubus dengan menggunting beberapa lipatan kardus yang kemudian direbahkan sehingga menjadi berbagai bentuk jaring-jaring balok atau kubus, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4 (tahap data collecting dan data processing).

(57)

Setelah semua pertanyaan dijawab secara urut, kemudian siswa melakukan pengecekan apakah pengetahuan yang telah diperoleh sesuai dengan hipotesis yang telah dituliskan (tahap verification). Hal ini untuk meyakinkan pengetahuan siswa tentang konsep unsur-unsur, jaring-jaring, luas permukaan, dan volume kubus dan balok yang telah mereka dapat. Setelah pada tahap verifikasi, dengan bimbingan peneliti, siswa membuat kesimpulan mengenai konsep unsur-unsur, jaring-jaring, luas permukaan, dan volume kubus dan balok yang telah mereka temukan (tahap generalization).

Kegiatan presentasi dilakukan setelah siswa menyelesaikan permasalahan yang ada di LKS. Presentasi bertujuan agar siswa berani menyampaikan hasil

Gambar 3. Siswa mengerjakan soal di LKS

Gambar 4. Jaring-jaring balok hasil temuan siswa

Gambar 5. Siswa mempresentasikan unsur-unsur balok

Gambar 6. Siswa mempresentasikan volume kubus

(58)

temuannya dan sebagai sarana untuk membandingkan dengan hasil temuan kelompok lain. Gambar 5 dan gambar 6 menunjukkan bahwa siswa sedang mempresentasikan unsur-unsur balok dan volume kubus. Pada pelaksanaanya hasil temuan antar kelompok adalah sama, hanya berbeda dalam konteks bahasa.

Siswa mencoba mengerjakan latihan soal yang telah disajikan di LKS. Secara bergantian, siswa diminta untuk mengerjakan hasil pekerjaannya di papan tulis. Kemudian secara bersama-sama mengoreksi hasil pekerjaan siswa. Setelah kegiatan inti selesai, siswa diberi informasi terkait materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya dan meminta siswa untuk membawa barang-barang yang mungkin dibutuhkan pada pertemuan selanjutnya.

Secara keseluruhan, pembelajaran matematika pada kelas eksperimen telah berlangsung sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing pada kelas eksperimen mencapai 100% dan dapat dikategorikan sangat tinggi. Rekap penilaian keterlaksanaan pembelajaran kelas eksperimen dapat dilihat pada lampiran 2.10 pada halaman 275-277. Hasil pekerjaan LKS dari siswa dapat dilihat pada lampiran 2.4 halaman 208-247.

b. Pelaksanaan pembelajaran kelas kontrol

Pelaksanaan pembelajaran di kelas kontrol melalui tiga tahap. Pada tahap yang pertama, siswa diberikan tes (pretest) untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep awal siswa mengenai materi kubus dan balok. Pemberian tes ini dilakukan sebelum siswa diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori. Pada tahap yang kedua, dilaksanakan pembelajaran materi

Gambar

Tabel 1. Desain penelitian Pretest
Tabel 2. Kisi-kisi indikator kemampuan pemahaman konsep
Tabel 3. Koefisien Guilford
Tabel 5. Konversi persentase skor observasi keterlaksanaan pembelajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saya adalah suatu bilangan, bila saya dikalikan 13 kemudian ditambah 21 hasilnya tidak kurang dari 99, maka saya yang paling kecil adalaha. empat buah bilangan bulat

permainan dan olah raga beregu bola besar dengan baik, serta nilai kerja sama, toleransi, percaya diri, keberanian, menghargai lawan, bersedia berbagi tempat dan

Governance as a socio cybernetic system , artinya dampak hasil kepemerintahan (kebijakan pemerintah) bukanlah produk dari apa yang dilakukan (tindakan )

Untuk mewakili dan bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa dalam kedudukannya sebagai Pemegang Saham, dalam menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (“RUPS

Menurut Depkes RI (2001), penularan penyakit oleh lalat terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan

Pada puncak acara sekaten yang dalam bahasa Jawa disebut. Garebeg Maulud, terdapat upacara membawa gunungan dari keraton

(3) Seberapa besar pengaruh penerapan metode diskusi pada pembelajaran IPS Sosiologi terhadap kemampuan berfikir kritis siswa di kelas XI MAN Model Ciwaringin

Hasil Pengujian secara Simultan (Uji F) yang telah dilakukan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa secara serempak atau simultan semua variabel independen yaitu variabel merek,