TUGAS AKHIR
”GEDUNG PAGELARAN MUSIK KLASIK
DI SURABAYA”
untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
Diajukan oleh :
GANIS HASBY AMIRUDDIN
0651010050
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
TUGAS AKHIR
GEDUNG PAGELARAN MUSIK KLASIK
DI SURABAYA
Dipersiapkan dan disusun oleh :
GANIS HASBY AMIRUDDIN
0651010050
Telah dipertahankan didepan tim penguji Pada tanggal : 29 JULI 2011
Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana (S-1)
Tanggal : 9 Agustus 2011
Ir. Naniek Ratni JAR., M.kes NIP. 19590729 198603 2 00 1
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Pembimbing Utama
Ir. Niniek Anggriani, MTP. NIP. 19580124 198703 2 00 1
Pembimbing Pendamping
Ir. Eva Elviana, MT. NPT. 3 6604 94 0032 1
Penguji
Ir. Erwin Djuni W., MT NPT. 3 6506 99 0166 1
Lily Syahrial, ST, MT NIP. 19550908 199103 1 00 1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas segala nikmat dan karunia Tuhan Yesus Kristus atas semua berkat-Nya, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya” ini dapat terselesaikan dengan baik, guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur di Surabaya.
Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Tugas Akhir ini juga tidak terlepas
dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Bersama ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Naniek Ratni JAR., M.kes selaku dekan Fakultas Teknik Sipil dan
Perancanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 2. Bapak Ir. Syaifuddin Zuhri, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Arsitektur
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Ir. Niniek Anggriani. MTP, selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Eva
Elviana, MT, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus moderator pada sidang Komprenhensif Tugas Akhir yang telah menyediakan waktu, tenaga dan bimbingannya didalam penyusunan Tugas Akhir ini.
4. Ibu Ir. Sri Suryani Yuprapti Winasih, MT., selaku koordinator LAB Tugas
Akhir.
5. Bapak Ir. Erwin Djuni W., MT, Bapak lily Syahrial, ST, MT., dan Bapak
Heru Subiyantoro, ST, MT.,selaku Dosen Penguji pada Sidang Komprenhensif Tugas Akhir.
6. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 7. Kedua Orang Tua saya yang selalu memberikan semangat, kasih sayang,
8. Adekku Ghazie, terima kasih sudah banyak membantu ngeprint laporan
tugas akhir dan juga pinjaman motornya sampai rela sekolah nebeng temen ( thank’s adekku ).
9. Sahabat-sahabat terbaiku, Boni, Agung, Dhimas, Aan, Sufi, Gundul lutfi, si
Bos. Semangat buat raih cita-cita kita!! ( Tim Yahud mantabe) 10. Hendra pawe, maksih udah banyak bantu dan sarannya.
11. Cak Unyil, makasih semua buat saran, meski agak ngeriwik, hahaha
12. Teman-teman di studio TA, Boni, Agung, Dhimas, Aan, Liana, Hendra,
Dodi, Deniar, Ardiansyah, Deni, Hamdi, mas Dhani, Romey, Adin. 13. Teman-teman Arch’04, Arch’05, Arch’07, Arch’08.
14. Teman-teman dari jurusan Sipil dan Lingkungan.
15. Om Dedi & tante Tini ( ortu boni ) terima kasih sudah memberikan fasilitas dan konsumsi bila saya menginap disana.
16. Trimakasih sama teman-teman rumah yang sudah men support untuk segera lulus.
17. My “Bee” Arintika (prokem), yang selalu memberikan dukungan moril dan nggak capek-capeknya nginggetin aku buat selalu semangat, meski agak marahan dan nyebelin tapi gak apa-apa, “kamu the best buat aku”.
18. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan, pengarahan, dan
dukungannya.
Dalam kesempatan ini penulis juga memohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan maupun kesalahan dalam menyusun laporan ini. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran guna adanya perbaikan yang berarti agar hasil yang tercapai dapat lebih baik lagi.
Akhir kata, semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Surabaya, Agustus 2011
DAFTAR ISI
Halaman Judul...i
Lembar Pengesahan ...ii
Kata Pengantar ...iii
Daftar Isi ... v
Daftar Gambar...viii
Daftar Tabel ... x
Daftar Diagram...xi
Abstrak ...xii
BAB I PENDAHULUAN
...
11.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Maksud dan Tujuan Perancangan ... 4
1.3 Lingkup Perancangan (Batasan Asumsi)... 4
1.4 Metode Perancangan ... 5
1.5 Sistematika Laporan... 6
BAB II TINJAUAN PERANCANGAN... 8
2.1 Tinjauan umum ... 8
2.1.1 Pengertian Judul ... 8
2.1.2 Studi Literatur ... 9
2.1.3 Studi Kasus ... 20
2.1.4 Persyaratan Pokok Proyek ... 26
2.2 Tinjauan Khusus ... 28
2.2.1 Lingkup Pelayanan... 28
2.2.2 Aktifitas dan Kebutuhan Ruang ... 28
2.2.3 Pengelompokan Ruang ... 30
2.2.4 Perhitungan Luas Ruang ... 31
3.1 Latar Belakang Pemilihan Lokasi ... 41
3.2 Penetapan Lokasi ... 42
3.3 Fisik Lokasi... 43
3.3.1 Existing ... 43
3.3.2 Aksesibilitas ... 45
3.3.3 Potensi Bangunan Sekitar ... 46
3.3.4 Infrastuktur Kota ... 47
BAB IV ANALISA PERANCANGAN ... 49
4.1 Analisa ruang ... 49
4.1.1 Organisasi Ruang ... 49
4.1.2 Hubungan Ruang dan Sirkulasi... 51
4.1.3 Diagram Abstrak ... 53
4.2 Analisa Site ... 54
4.2.1 Analisa Aksesbilitas ... 54
4.2.2 Analisa Iklim... 56
4.2.3 Analisa Lingkungan Sekitar... 56
4.2.4 Analisa Zoning ... 57
4.3 Analisa Bentuk dan Tampilan... 58
4.3.1 Analisa bentuk... 58
4.3.2 Analisa tampilan ... 58
BAB V KONSEP PERANCANGAN... 59
5. 1. Konsep Dasar Rancangan... 59
5. 2. Konsep Bentuk ... 59
5. 3. Konsep Tampilan ... 60
5. 4. Konsep Sirkulasi ... 61
5. 5. Konsep Ruang Dalam (Interior) ... 61
5. 6. Konsep Ruang Luar... 61
5. 7. Konsep Struktur... 62
BAB VI APLIKASI PERANCANGAN ... 64
6. 1. Aplikasi Bentuk... 64
6. 2. Aplikasi Tampilan ... 65
6. 3. Aplikasi Sirkulasi ... 66
6. 4. Aplikasi Ruang Luar ... 66
6. 5. Aplikasi Ruang Dalam Bangunan (Interior) ... 67
Daftar Pustaka ... 68
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Auditorium musik dengan denah lantai segi empat ... 11
Gambar 2. 2. Auditorium musik dengan denah bentuk kipas ... 12
Gambar 2. 3. Auditorium musik dengan denah bentuk tapal kuda... 12
Gambar 2. 4. Auditorium musik dengan denah bentuk tidak teratur ... 13
Gambar 2. 5. Bentuk auditorium... 14
Gambar 2. 6. Sumber bunyi ... 14
Gambar 2. 7. Lantai penonton... 15
Gambar 2. 8. Potongan langit-langit datar ... 19
Gambar 2. 9. Potongan langit-langit yang dimiringkan... 19
Gambar 2. 10. Tampak atas... 21
Gambar 2. 11. Entrance lobby... 22
Gambar 2. 12. Ruang pertunjukan ... 22
Gambar 2. 13. Langit-langit ... 22
Gambar 2. 14. Stage ... 23
Gambar 2. 15. Tampak bangunan ... 24
Gambar 2. 16. Tempat duduk penonton... 25
Gambar 2. 17. Denah main hall ... 25
Gambar 2. 18. Langit-langit ... 26
Gambar 2. 19. Lantai panggung... 27
Gambar 2. 20. Langit-langit ... 27
Gambar 2. 21. Auditorium ... 27
Gambar 3. 1. Lokasi site ... 42
Gambar 3. 2. Tampak site ... 43
Gambar 3. 3. Site area ... 44
Gambar 3. 4. Batas utara ... 44
Gambar 3. 5. Batas timur ... 44
Gambar 3. 6. Batas selatan... 45
Gambar 3. 8. Aksesbilitas ... 45
Gambar 3. 9. Jalan raya... 47
Gambar 3. 10. Saluran air bersih dan kotor ... 47
Gambar 3. 11. Jaringan listrik ... 47
Gambar 3. 12. Jaringan TELKOM... 48
Gambar 4. 1. Kondisi site... 55
Gambar 4. 2. Analisa kondisi aksesbilitas site... 55
Gambar 4. 3. Analisa site ... 56
Gambar 4. 4. Hotel Majapahit... 57
Gambar 4. 5. Plaza Tunjungan (SOGO) ... 57
Gambar 4. 6. Analisa zoning... 57
Gambar 4. 7. Analisa bentuk... 58
Gambar 4. 8. Analisa tampilan... 58
Gambar 5. 1. Tampak depan bangunan... 60
Gambar 5. 2. Pola ruang dalam... 61
Gambar 6. 1. Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya... 65
Gambar 6. 2. Tampak Barat ... 65
Gambar 6. 3. Sirkulasi dalam site ... 66
Gambar 6. 4. Vegetasi pada area gedung... 67
Gambar 6. 5. Interior Auditorium Utama... 68
Gambar 6. 7. Interior Cafetaria ... 68
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1. Pelaksanaan pagelaran Musik Klasik... 2
Tabel 1. 2. Kondisi gedung di Surabaya ... 3
Tabel 2. 1. Aktifitas dan kebutuhan ruang gedung pertunjukan ... 29
Tabel 2. 2. Perhitungan kebutuhan ruang... 32
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1. 1. Metode perancangan gedung pagelaran musik klasik
di Surabaya... 6
Diagram 4. 1. Organisasi ruang area main hall... 49
Diagram 4. 2. Organisasi ruang area penunjang ... 50
Diagram 4. 3. Organisasi ruang area pengelola ... 50
Diagram 4. 4. Organisasi ruang area servis ... 51
Diagram 4. 5. Alur sirkulasi pengunjung pada area main hall... 51
Diagram 4. 6. Alur sirkulasi pengunjung pada area penunjang ... 52
Diagram 4. 7. Alur sirkulasi penggelar pertunjukan ... 52
Diagram 4. 8. Alur sirkulasi pengelola ... 53
Diagram 4. 9. Alur sirkulasi area servis... 53
ABSTRAKSI
Rancangan Arsitektur
Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya
Musik adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Musik adalah bahasa manusia, karena dengan musik kita dapat mengekspresikan kemauan, perasaan, atau isi hati kita tanpa harus mengerti terlebih
dahulu bahasa yang dipakai oleh mereka yang mendengarkan musik kita.
Perkembangan musik klasik di Surabaya terasa masih tertinggal dibandingkan dengan perkembangan musik klasik di Jakarta, sedangkan geliat musik klasik di Surabaya cukup baik. Ada konser-konser kecil. Lokakarya. Bahkan, salah satu radio swasta merayakan ulang tahun ke-25 dengan menggelar lomba dan resital piano.
Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya adalah bangunan yang diperuntukan sebagai tempat untuk menggelar konser musik klasik dan bersifat komersial. Lokasi yang dipilih di Surabaya Pusat memang dikhususkan untuk fasilitas perdagangan dan jasa. Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi yang besar dalam sektor perdagangan dan pariwisata, lokasi ini sangat cocok bagi proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya.
Proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini dibuat dengan konsep bangunan yang baru, yang diharapkan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Surabaya untuk mengunjungi gedung pertunjukan musik ini.
Kata Kunci :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Musik adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Musik selalu ada di tengah-tengah kehidupan manusia. (Wadsworth Longfellow 1807-1882) mengatakan “Music is the universal language of mankind”. Musik adalah bahasa manusia, karena dengan musik kita dapat mengekspresikan kemauan, perasaan, atau isi hati kita tanpa harus mengerti terlebih dahulu bahasa yang dipakai oleh mereka yang mendengarkan musik kita. Banyak orang sangat menikmati mendengarkan musik tanpa latar belakang pengetahuan yang khusus tentang bentuk, teknik bahkan sejarahnya; meski beberapa pengenalan terhadap metode komposisi musik dan karakteristik individu pencipta maupun komposernya dapat meningkatkan pengalaman musik seseorang.
konser-konser musik biasanya dilakukan di hotel-hotel berbintang yang notabene kurang memadai dari segi akustiknya. Dan untuk pagelaran musik klasik sering diadakan tetapi hanya bertempat di Hotel-Hotel berbintang.
Tabel 1.1 Pelaksanaan Pagelaran Musik Klasik
Tanggal Pengunjung Tempat Kegiatan
± 300 Orang Graha ITS Musicademia Twilite Orchestra 11 Desember
2007
± 800 Orang Hotel J.W Marriott Konser Natal “SSO”
15 April 2008 ± 1000 Orang Ballroom Hotel Sheraton Spring Concert 2008 “SSO” 12 Agustus
2008
± 750 orang Hotel Shangri-La Konser kemerdekaan 2008 ”SSO” 12 September
2008
± 250 Orang CCCL Jl. Darmo Kali 10 Surabaya
Pagelaran Musik Klasik Solo Gitar “Maud
Laforest” 5 Desember
2008
± 1200 Orang Ballroom Hotel Shangri-La The 12 th Anniversary Concert
15 Desember 2008
± 800 Orang Ballroom Hotel Shangri-La Christmas Concert 2008 “SSO”
14 April 2009 ± 750 Orang Hotel Shangri-La Spring Concert 2009
18 Agustus 2009
± 800 Orang Hotel Shangri-La Konser kemerdekaan 2009 ”SSO”
Sumber : Olah data penulis, 2009 Keterangan :
”SSO” : Surabaya Symphony Orchestra * : Belum diketahui
dengan fasilitas yang memadai akan menunjang dan memperlancar perkembangan musik. Namun gedung konser tersebut tidak tersedia di Surabaya. Memang ada Gedung Cak Durasim ”Taman Budaya Jatim” (TBJ) sebagai gedung kesenian
namun sayangnya gedung ini tidak memenuhi standart sebagai gedung konser. Meskipun letaknya stategis, berada di pusat kota dan mudah dicapai dari segala penjuru tetapi banyak hal selain masalah akustik yang sangat kurang. Seperti masalah tata cahaya, penghawaan, panggung maupun akustik.
Tabel 1.2 Kondisi Gedung di Surabaya
Kondisi Fisik
Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2000 Keterangan :
** : terdapat fasilitas yang memenuhi syarat * : terdapat fasilitas, tetapi tidak memenuhi syarat
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari perancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik ini adalah untuk menyadiakan wadah seperti gedung pagelaran yang memadai tentang musik
klasik sehingga para peminat musik klasik dapat lebih leluasa menyalurkan aspirasinya dari fasilitas yang sudah tersedia
Adapun tujuan dari perancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik ini adalah:
Sebagai tempat untuk mempertunjukkan apresiasi musik para musisi musik klasik, dari musisi lokal maupun musisi kelas internasional dengan fasilitas yang memadai.
Memajukan dan mengembangkan musik klasik pada masyarakat khususnya warga Surabaya sehingga dapat berkembang secara internasional.
1.3Lingkup Perancangan
Isi dari lingkup perancangan ini sendiri adalah mengenai batasan–batasan dan asumsi untuk membangun sebuah proyek rancangan itu sendiri. Untuk menghindari pembahasan agar tidak melebar pada masalah-masalah yang tidak seharusnya dibahas, maka batasan-batasan tersebut antara lain :
Sebagai salah satu fasilitas pagelaran musik klasik yang bermutu, dan dapat dinikmati oleh masyarakat kalangan menengah atas, khususnya Surabaya. Perancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ditekankan dengan
penyelesaian single building design dan disesuaikan dengan segala kebutuhan ruang dan fungsi ruang.
Mendesain gedung pagelaran bertaraf internasional beserta pengolahan ruang luar (taman, tata letak parkir, aksesibilitas, dan lain-lain) sebagai suatu lokasi yang mampu menarik perhatian masyarakat.
Asumsi dari Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini antara lain adalah sebagai berikut :
Proyek direncanakan untuk menampung kebutuhan sampai 10 tahun mendatang sehingga bisa diprediksikan jumlah pengguna.
Kapasitas gedung menyerupai gedung bertaraf internasional.
1.4Metode Perancangan
Dalam merencanakan rancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini melalui beberapa tahapan, dan tahapan ini dimulai dari permasalahan yang ada di Surabaya yaitu banyaknya pagelaran musik klasik dan sering di selanggarakan akan tetapi fasilitas untuk menyelenggarakan pagelaran musik klasik kurang memadai. Dan dari permasalahan ini timbul ide untuk mendirikan Gedung Pagelaran Musik Klasik sebagai judul awal. Setalah menemukan judul, diinterpretasikan dengan melakukan pengumpulan data.
Pengumpulan data yang dibutuhkan sebagai penunjang perencanaan obyek
rancang Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya yaitu melalui studi leteratur yang diperoleh dari buku-buku referensi, majalah, dan lain-lain yang dapat melengkapi kelengkapan, studi komperatif dengan survey lapangan di beberapa tempat, browsing lewat internet, wawancara untuk memperoleh data dengan melakukan proses tanya jawab dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perencanaan proyek, studi banding atau studi kasus.
Diagram 1.1
Metode Perancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya.
1.5Sistematika Laporan
Untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman secara sempurna tentang pusat pendidikan dan pengembangan seni musik di surabaya maka penyajian laporan menggunakan sistematika sebagai berikut :
BAB I :
Pendahuluan, yang menjabarkan mengenai latar belakang pemilihan judul proyek tugas akhir, maksud dan tujuan, ruang lingkup perancangan, metode perancangan, sistematika pembahasan.
Permasalahan
Judul
Interpretasi Judul
Pengumpulan Data
Analisa Data
Pendekatan Rancangan
Ide / Konsep Rancangan
BAB II :
Tinjauan proyek, menjabarkan tentang Pengertian Judul, Studi Kasus yang berkaitan dengan proyek dimana menyangkut tentang aspek kualitas dan kuantitas
serta persyaratan proyek. Tinjauan khusus obyek rancangan membahas batasan dan asumsi, lingkup pelayanan, aktifitas dan kebutuhan ruang, perhitungan luas ruang, dan pengelompokan ruang.
BAB III :
Bab ini menjelaskan tentang pertimbangan-pertimbangan dan latar belakang pemilihan lokasi, penetapan lokasi site, menguraikan kondisi fisik lokasi, aksesbilitas, potensi bangunan di sekitar site, dan kesediaan sarana infrastruktur di sekitar site.
BAB IV :
Analisa Perancangan, menjabarkan analisa perancangan dimana didalamnya terdapat tema yang diinginkan dalam rancangan.
BAB V. KONSEP PERANCANGAN
Pada bab ini berisi mengenai konsep serta tema perancangan dari Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya yang mendasari terciptanya sebuah desain rancangan.
BAB VI. APLIKASI PERANCANGAN
BAB II
TINJAUAN PROYEK
2.1 Tinjauan Umum
Tinjauan umum berisi tentang penjelasan pengartian judul, studi proyek
sejenis, persyaratan pokok proyek, dan kepemilikan proyek.
2.1.1 Pengertian Judul
Proyek ini adalah pusat pagelaran musik klasik di surabaya. Mengandung
kata – kata : Gedung, Pagelaran, Musik Klasik, di Surabaya,. Yang artinya adalah:
Gedung Pagelaran :
Suatu tempat untuk melakukan interaksi antara sesama masyarakat melalui sebuah pertunjukan untuk menyalurkan ekspresi yang
berawal dari kegemaran.
Musik Klasik :
Komposisi musik yang lahir dari budaya eropa (1750-1825).
Musik yang komposisinya lahir dari budaya Eropa dan di golongkan melalui periodisasi tertentu.
Musik yang mempunyai banyak bunyi string dari pada bunyi bass, atau dalam arti banyak menggunakan alat gesek dari pada bass drum
atau bass gitar.
Musik dengan keindahan intelektual yang tinggi dan mengacu pada pada musik Orchestra.
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ”Gedung
Pagelaran Musik Klasik” adalah suatu tempat untuk melakukan interaksi antara
sesama masyarakat melalui sebuah pertunjukan musik klasik serta
memperlihatkan karyanya dalam ekspresi yang dikeluarkan, dan banyak
menggunakan alat musik berupa gesek, biasanya memainkannya dengan banyak
2.1.2 Studi Literatur
Studi literatur digunakan sebagai pengenalan masalah untuk memperjelas
pemahaman yang lebih mendalam dalam pelaksanaan yang berhubungan dengan
proyek perancangan.studi literatur juga digunakan untuk melengkapi data yang
berhubungan dengan Gedung Pagelaran Musik Klasik. Berikut adalah pegangan
sebagai pedoman perancangan.
A. Istilah Musik Klasik
Menurut Friendrich Blume musik klasik adalah suatu karya seni musik
yang sempat mengintikan daya ekspresi dan bentuk bersejarah sedemikian
sehingga terciptalah suatu ekspresi yang meyakinkan dan dapat bertahan terus.
(Prier sj, 1993, hal76).
Untuk musik klasik merupakan lanjutan dari jaman barok dan merupakan
persiapan untuk masa klasisme/romantik. Awal era baru yang disebut klasik ini
berawal dari tahun 1750. namun sejak tahun1730 di Prancis berkembanglah gaya
galan yang bergabung dengan musik Ilatia (Opera buffa, Sonata, Simfonia).jadi
disini terdapat masa peralihan yang disebut Rakoko atau Pra-Klasik (1730-1760).
Sedangkan akhir dari era klasik ini tidak diketahui secara pasti. Ada
macam-macam pendapat dari batas akhir periode musik klasik ini. Hal ini memang masuk
akal karena klasik dan romantik merupakan dua pola yang saling bertentangan,
namun di pihak lain saling melengkapi. Karya-karya musik Beethoven
digolongkan sebagai karya musik Romantik, sedangkan karya Scubert masih
digolongkan sebagai musik klasik. Dengan demikian dapat dilihat bahwa jaman
klasik masih berlangsung meskipun jaman Romantik sudah dimulai. Jaman musik
klasik merupakan suatu reaksi terhadap jaman barok. Hal ini nampak dalam
timbulnya dua gaya baru :
a. Gaya galan, mulai di Perancis sejak tahun 1730 yang merupakan suatu
teknik komposisi yang sengaja ingin menjauh dari teknik kontrapung /
polifon dan bersifat lebih bebas, lebih mudah untuk dimengerti (bentuk
yang jelas), dengan melodi yang enak, dengan ornamentik yang lebih
b. Gaya sensitif, berasal dari Inggris. Pada dasarnya gaya ini ingin
menentang gaya barok yang terlalu patetis dan kaku, terlalu emosional.
Maka keinginan untuk mengungkapkan perasaan pribadi, secara
konkrit hal ini diwujudkan dalam dinamika (cresendo) yang setelah
mengalami perkembangan akhirnya dapat mengungkapkan rasa suka
dan duka dalam suatu karya musik yang sama.
Musik klasik ini bukan lagi musik yang patetis (dibuat-buat) dan berat
(banyak mayor), namun musik klasik ini berusaha untuk menciptakan suatu
‘bahasa universal’ yang dapat dimengerti tidak hanya secara lokal tetapi secara
internasional (maka terdapat banyak musik instrumental). Tema-tema sonata dan
simfoni mirip dengan lagu rakyat, yang seimbang dalam melodi, ritmik dan
harmonik. Baru dalam variasi-variasi dan development komponis memperlihatkan
kekayaan yang tersembunyi dalam tema yang sederhana. Jadi musik klasik bukan
hanya ditujukan untuk kelompok elite saja tetapi ditujukan juga untuk masyarakat
umum (pada jaman sebelumnya, musik hanya ditujukan untuk kaum elite terutama
di istana, gedung opera dan di gereja katedral).
Musik klasik ini membatasi diri dalam bentuk, harmoni, instrumentasi,
dsb. Maka teori estetika dari Plato yang menyatakan bahwa irama adalah “suatu
ketertiban terhadap gerakan melodi dan harmoni atau suatu ketertiban terhadap
tinggi rendahnya nada-nada” berlaku penuh sebagai dasar musik klasik. Ada
beberapa faktor yang penting dalam komposisi Klasik, yaitu :
a. Bentuk sonata, musik linear dari titik awal ke titik akhir.
b. Bentuk kalimat dan periode, dalam musik klasik satu periode terdiri
dari kalimat depan/pertanyaan dan kalimat belakang/jawaban yang
menjadi satu keutuhan. Secara normal satu periode disusun secara
simetris. Kedua fakta ini, ‘tanya-jawab’ dalam harmoni dan ‘simetri’
dalam jumlah birama merupakan ciri khas dari musik klasik, karena
B. Tata Ruang
Tata ruang yang ideal untuk pagelaran musik klasik mencakup beberapa
aspek, antara lain :
Estetis ( Keindahan ).
Kenyamanan, supaya penonton dan pemain merasa nyaman, dalam ruangan perlu ada ventilasi udara yang cukup atau AC, sehingga udara
menjadi segar.
Artistik, ruang yang baik, disamping indah, nyaman, sebaiknya juga artistik atau punya nilai seni, hal ini dapat dibuat dengan pengaturan
dekorasi ruang interior yang baik.
C. Bentuk ruang dalam Auditorium
Bentuk yang mendasari desain auditorium memiliki beberapa aspek,
yaitu bentuk lantai dan bentuk langit – langit, serta tata panggung yang
kesemuanya merupakan faktor terpenting dalam perencanaan gedung pertunjukan,
namun tidak ada ruang musik yang dibangun untuk satu jenis atau gaya musik
tertentu, maka waktu dengung (reverberation time merupakan kompromi yang ditetapkan dengan teliti. Hal ini diuraikan sebagai berikut (Sumber : Akustik
Lingkungan, Leslie L. Doelle) :
a. Lantai Bentuk Persegi Empat (Rectangular Plan)
Auditorium berbentuk persegi panjang cenderung digunakan untuk
pertunjukan musik. Auditorium berbentuk persegi panjang ini mempunyai
kelebihan dalam menghasilkan pantulan silang antara dinding-dinding sejajar
yang menyebabkan bertambahnya kepenuhan nada, suatu segi akustik
ruang yang diperlukan oleh musik.
b. Lantai Bentuk Kipas (Fan Shape Plan)
Lantai bentuk kipas ini membawa penonton lebih dekat ke
sumber bunyi, sehingga memungkinkan konstruksi balkon. Dinding
belakang yang melengkung cenderung dapat menciptakan gema atau pemusatan
bunyi, kecuali bila pada segi akustiknya didesain secara khusus.Bentuk kipas
ini cenderung dipakai untuk pertunjukan teater atau drama.
Gambar 2. 2. Auditorium musik dengan denah bentuk kipas (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)
c. Lantai Bentuk Tapal Kuda (Horse shoe Plan)
Auditorium bentuk tapal kuda merupakan bentuk tradisi gedung opera
yang merupakan kompromi antara teater dan musik, bentuk ini membutuhkan
waktu dengung (reverberation time) yang relatif pendek bila dibandingkan dengan musik maka bentuk ini cocok untuk rumah-rumah opera dan musik
orchestra.
Gambar 2. 3. Auditorium musik dengan denah bentuk tapal kuda (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)
d. Bentuk Melengkung (Curvilinier Shape)
Bentuk lantai melengkung biasanya dihubungkan oleh kubah
yang sangat tinggi. Kecuali diatur secara akustik, dinding-dinding
yang panjang, dan pemusatan bunyi. Karena alasan ini maka lantai
melengkng harus dihindari untuk gedung pertunjukan musik.
e. Bentuk tidak teratur (Irregular Shape)
Bentuk lantai tak teratur, dapat membawa penonton sangat dekat
ke sumber hunyi. Bentuk ini dapat menyediakan keakraban akustik dan
ketegasan, karena permukaan-permukaan yang digunakan untuk
menghasilkan pemantulan-pemantulan dengan waktu tunda singkat dapat
dipadukan dengan mudah ke dalam keseluruhan rancangan arsitektur.
Denah tak teratur memberi kesempatan untuk distribusi elemen-elemen
penyerap secara acak dan permukaan-permukaan tak teratur yang difusif.
Hubungan yang bebas antara daerah penonton dan panggung
memungkinkan rancangan dalam lingkup yang lebar dan menyebabkan
makin terpenuhinya beberapa persyaratan akustik musik pada konser
musik yang besar.
Gambar 2. 4. Auditorium musik dengan denah bentuk tidak teratur (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)
D. Persyaratan akustik
Persyaratan akustik ruang agar dapat memenuhi fungsi suatu gedung pagelaran
adalah sebagai berikut :
Kekerasan yang cukup
Pada ruang auditorium sesekali terjadi suara keras tetapikekuatannyaterus
melemah. Hal ini disebabkan energi suara pada saat perambata gelombang bunyi
atau diserap oleh media ruang besar. Hilangnya energi bunyi dapat dkurangi
1. Auditorium harus dibentuk agar penonton sedekat mungkin dengan
sumber bunyi, dengan demikian mengurangi jarak yang di tempuh bunyi.
Penggunaan balkon sangat efektif untuk lebih mendekatkan banyak tempat
duduk ke sumber bunyi. Dalam auditorium bentuk kipas dengan balkon,
penonton dapat didudukkan dengan sumber bunyi daripada bentuk segi
empat tanpa balkon.
Gambar 2. 5. Bentuk audiotorium (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)
2. Sumber bunyi harus dinaikkan agar sebanyak mungkin terlihat, sehingga
menjamin aliran gelombang bunyi langsung yang bebas (gelombang yang
merambat secara langsung dari sumber bunyi tanpa pantulan) ke tiap
pendengar.
Gambar 2. 6. Sumber bunyi (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)
3. Lantai dimana tempat penonton duduk harus dibuat cukup landai atau
Gambar 2. 7. Lantai penonton (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)
Difusi
Yaitu suatu kondisi dimana gelombang bunyi dapat merambat ke segala
arah sehingga tekanan bunyi pada tiap bagian sama besar. Hal ini dilakukan
dengan menonjolkan elemen-elemen bangunan, misalnya langit-langit ditutup,
dinding dibuat bergerigi.
Karakterstik dengung
Dengung optimum harus disediakan dalam auditorium untuk
memungkinkan yang paling disukai penonto dan penampilan yang efisien oleh
pemain.
Perhitungan akustik
Perhitungan yang dilakukan untuk ruang orkestra ini pada prinsipnya sama
dengan perhitungan pada ruang concert hall. Bentuk lantai yang dipilih tidaklah
murni simetris segi empat tetapi lebih memiliki sudut-sudut untuk menyesuaikan
dengan prinsip akustiknya.
Untuk perhitungan waktu penundaan bunyinya prinsip yang dipakai sama
dengan prinsip pada concert hall yaitu jarak antara bunyi asli dengan bunyi pantul
tidak lebih dari 30 milidetik.
Selain penundaan waktu bunyi asli dengan bunyi pantul, yang harus
diperhatikan juga adalah waktu dengung yang terjadi dalam ruang orkestra. Untuk
Sumber : Akustik Ruang
Perhitungan volume ruang
Luas ruang auditorium = 900 m²
Panjang auditorium x lebar auditorium x tinggi auditorium p x l x t = volum
36 x 25 x 10 = 9000 m³
Perhitungan jarak antara penonton dan pemain
Mills (1976: 15) mengemukakan pendapat mengenai persyaratan jarak penonton dengan sumber bunyi untuk mendapatkan kepuasan dalam
mendengar dan melihat pertujukan, jarak tempat duduk penonton tidak
boleh lebih dari 20 m dari panggung agar penyaji pertunjukan dapat
terlihat dan terdengar dengan jelas. Akan tetapi untuk mendapatkan
kekerasan yang cukup saja, misalnya pada pementasan orkestra atau
konser musik , toleransi jarak penonton dengan penyaji dapat lebih jauh
hingga jarak maksimum dengan pendengar yang terjauh adalah 40 m,
sebagaimana yang dikemukakan Mills (1976: 8).
Perhitungan jarak pandang
Tinggi titik mata penontong = 112 cm.
• Lebar tangga panggung tempat duduk (T) = 100 cm.
• Jarak mata penonton (C) = 12,5 cm :hal ini memungkinkan rata-rata
penonton melihat dari atas kepala penonton yang ada di depannya.
• Tinggi panggung = 50 cm.
• Jarak panggung ke kursi pertama = 250 cm.
• Jumlah deret tempat duduk (N) = 22 deret.
• Titik tujuan pandangan (TTP) = 50 cm dari dasar panggung; 122 cm dari
tepi panggung.
- Perhitungan Lantai Dasar
250 Hz 1.1 detik
500 Hz 1 detik
1000 Hz 1 detik
D1 = (jarak Horisontal dari mata penonton ke TTP)
= (250 – 100) + 122 = 362 cm.
E1 = (tinggi mata penonton di deret pertama di atas bidang vocal)
= 122 – (50 + 50) = 12 cm.
R = (tinggi panggung kursi)
= T/D1 [E1 + (N-1) + C]
= 100/362 [12 + (13-1) + 12,5] = 10,08 cm ≈ 10 cm.
- Perhitungan Balkon
D1 = (jarak Horisontal dari mata penonton ke TTP)
= (1050 – 100) + 122 = 1072 cm.
E1 = (tinggi panggung kursi ke-8 – tinggi TTP) + H + tebal ujung konsol
= 80 – 100 + 700 + 30 = 710 cm.
R = (tinggi panggung kursi balkon)
= T/D1balkon [E1balkon + (N-1) + C]
= 100/1072 [710 + (5-1) + 12,5] = 67,7 cm ≈ 68 cm.
Setiap material memiliki karakter serap dan pantul yang berbeda untuk
frekuensi yang berbeda. Misalnya material semen cenderung untuk memantulkan
nada tinggi dan untuk nada rendah di teruskan. Sedangkan karpet cenderung untuk
menyerap nada tinggi dan meneruskan nada rendah. Sering saya melihat orang
membuat ruang studio atau ruang audio dengan memasang karpet di lantai dan
dinding. Ruang seperti ini cenderung untuk memberikan efek suara yang “boomy”
(dengung) dengan detail suara yang tidak baik.
Rumus perhitungan RT60 adalah sebagai berikut:
RT60 = (0,161 x V) / (A x S)
V = volume ruangan (m3)
A = luas permukan material (m2)
S = koefisien serap material (m/detik)
E. Tata cahaya
Penerangan buatan, terdiri atas dua sub sistem:
1. Sistem penerangan untuk penglihatan (visibility), terdiri atas:
• Safety lighting pada selasar atau koridor
• Cleaners lighting (panic lighting) digunakan pada saat pembersihan atau
keadaan darurat
2. Sistem penerangan untuk tata sinar (digunakan pada R. Auditorium, R.
Multipurpose, eksterior bangunan), terdiri atas:
• Strip lamp
• Flood lamp (sinar memancar)
• Profile lamp (sinar mengumpul)
• Mirror lamp (sinar bujursangkar)
Dalam merancang ruang pertunjukan musik, salah satu faktor yang perlu
diperhatikan adalah pencahayaan, baik didalam ruangan maupun diatas panggung.
Cahaya yang menyilaukan akan menyulitkan pengunjung (audience) waktu
melihat suatu obyek. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997).
Adapun jenis- jenis lampu dan aplikasinya terhadap pertunjukan musik,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mercury
Lampu penerangan dengan intensitas yang besar. Lampu ini
biasanava dinyalakan pada momen - momen tertentu dan bersifat dapat
memberikan kejutan pada pertunjukan.
b. Fluoresance
Lampu ini digunakan untuk pencahayaan yang merata, kesan yang
timbul dapat memberikan kesan akrab.
c. Spotlight
Lampu ini merupakan jenis lampu yang harus ada dalam setiap
pertunjukan musik. Digunakan untuk mengarahkan pandangan penonton ke
pementas. Spotlight juga dapat digunakan sebagai penghias panggung.
d. Lampu redup
Biasanya berjenis lampu halogen, mercury atau spotlight namun intensitasnya dibuat kecil. Lampu ini memberikan kesan misterius pada
pertunjukan.
Lampu ini digunakan sebagai penghias, dimana larnpu biasnya
ditembakan ke dinding dan menghasilkan gambar yang diinginkan.
F. Bentuk langit – langit
Langit – langit perlu dimanfatkan dengan baik, agar diperoleh
pemantulan – pemantulan bunyi yang tertunda dengan singkat dalam jumlah yang
terbanyak.
a. Langit – langit datar
Langit – langit bentuk ini hanya menyediakan pemantulan dengan waktu
tunda singkat yang terbatas.
Gambar 2. 8. Potongan langit – langit datar (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)
b. Langit – langit yang dimiringkan
Langit – langit yang dimiringkan dengan tepat lebih menyumbang
pengadaan pemantulan bunyi yang berguna, yaitu kekerasan yang cukup, serta
efektif memantulkan bunyi menuju tempat – tempat yang jauh dengan baik.
Gambar 2. 9. Potongan langit – langit yang dimiringkan (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)
G. Pengunjung pertujukan musik.
Pengunjung pada pertunjukan musik klasik adalah masyarakat strata
menengah ke atas hal ini disebabkan karena banyak masyarakat berfikir bahwa
musik klasik adalah musiknya orang yang mempunyai daya intelektual tinggi.
Maka dari itu peminat pagelaran musik klasik adalah orang yang mempunyai
2.1.3 Studi Kasus
Studi kasus merupakan menganalisa data obyek yang ada di lapangan
maupun pada literatur. Dengan syarat, fungsi obyek sebanding dengan obyek yang
akan dirancang. Data yang di analisa sebuah studi obyek berkaitan dengan
penganalisaan rancangan arsitektur dan persyaratan khusus sesuai dengan fungsi
bangunan. Antara lain :
a. Balai Sarbini
Balai Sarbini merupakan gedung kesenian yang cukup ternama di Jakarta.
Lokasinya terletak ditengah kota Jakarta, tepatnya di Plaza Semanggi.
Gedung ini sering digunakan untuk pertunjukan konser, opera, drama dan
musik kelas dunia. Balai Sarbini masih berada pada area Plaza Semanggi.
Luas lahannya mencapai 70.239 m². Area lobby dengan luas 835 m²,
sedangkan pada hall utama 1.450 m².
Balai Sarbini ini memiliki kapasitas sebanyak 1300 sheet, dengan
kapasitas tempat duduk VIP sebanyak 46 sheet. Fasilitas yang terdapat di
gedung Balai Sarbini ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Fasilitas Utama :
Main hall :
Stage (± 261,54 m²)
Tempat duduk penonton
Hall (± 242,70 m²)
Ruang ganti (± 242,70 m²)
Toilet (± 11,27 m²)
Ruang kontrol (± 25 m²)
Ruang proyektor (± 17,46 m²)
Ruang penyimpanan sound system (± 10,73 m²)
Ruang electrical (± 19 m²) b. Fasilitas Penunjang :
Lobby
Function room
Ruang pengelola c. Fasilitas Pelengkap :
Ruang AHU
Pantry
Toilet
Kapasitas penonton dalam ruang ini 1330 orang, dengan pembagian kelas
VIP (166 kursi), kelas A (398 kursi), kelas B (484 kursi), kelas C (285
kursi). Gedung kesenian ini sudah dilengkapi dengan system akustik yang
baik, stage yang besar, hi-tech multimedia system, dan professional sound
and lighting system.
Gubahan Bentuk Bangunan
Bentuk geometri dasar dari bangunan ini adalah lingkaran. Bentuk yang
lingkaran ini diaplikasikan menjadi lingkaran yang melengkung atau
cembung keatas, yang menyerupai sebuah topi yang terbuat dari baja,
memberikan kesan yang menonjol diantara bangunan - bangunan yang
mengapitnya.
Tampilan Bangunan
Dengan wujudnya yang lingkaran, gedung yang berfungsi sebagai gedung
pertunjukan ini sangat bagus. Karena dengan bentuk yang melingkar, maka
pemfokusan pengunjung terhadap pentas yang disajikan menjadi lebih fokus
dan terarah.
Penyelesaian Interior
Lapisan kayu yang terpasang di dinding lobby dan bagian muka gedung
memiliki fungsi berbeda dengan yang terdapat di dalam ruang pertunjukan.
Di dalam ruang pertunjukan fungsinya sebagai pendukung kualitas akustik,
sedangkan yang di luar lebih sebagai penyelesaian dekoratif ruang.
Permukaan atap bagian dalam digambar biru langit, awan - awan putih,
dan bintang besar, kontras dengan warna interior ruangan di bawahnya.
Detail
Dengan bentuk ruang yang bundar, berpotensi untuk adanya gema. Untuk
meredam gema yang timbul tersebut dipasang piringan lebar di bawah kubah
sebagai peredam gema, selain fungsinya lainnya sebagai lampu.
Bentuk panggung Balai Sarbini bersusun tiga. Ukuran panggung mulai
dari jarak ketinggian antar panggung yaitu 104 cm dengan total 532 cm Gambar 2.11. Entrace lobby Gambar 2.12. Ruang pertunjukan
sehingga dapat membuat jangkauan pandangan mata penonton tenuju di
area panggung. Lebar panggung Balai Sarbini ini bervariasi yaitu 7 m
(panggung terbawah), 2,75 m (panggung tengah), 2,90 m (panggung
paling atas). Material panggung berlapis kayu.
Pada area duduk juga terdapat antidom yang dibuat tepat di pusat
ruangan dengan diameter 16 in untuk meredam gema vertikal. Adapula
bahan khusus yang disemprotkan merata pada langit - langit tebalnya 7
cm. Bahan ini dapat menimbulkan tekstur yang berguna untuk
mengoptimalkan peredaman gema. Dinding menggunakan material kayu
sebagai pelapis, fungsinya sebagai pendukung kualitas akustik. Pada
dinding dibuat bidang maju mundur untuk memecah gema horisontal
melingkar. Lantai yang terdapat pada area duduk menggunakan material
karpet sehingga dapat meredam gema.
b. Royal Albert Hall
Salah satu gedung konser musik klasik yang terkenal di Inggris adalah
Royal Albert Hall, di London yang selesai dibangun pada tahun 1871.
Gedung konser ini mampu menampung penonton sebanyak 5080 orang yang
duduk di kursi dan 1000 orang penonton berdiri. Sampai saat ini gedung
konser ini telah mengalami beberapa kali renovasi dan juga perbaikan di
bagian interiornya agar mampu menghasilkan kondisi medan suara yang
lebih baik bagi penontonnya.
Fasilitas yang terdapat di Royal Albert Hall ini dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
a. Fasilitas Utama :
Main hall :
Stage
Tempat duduk penonton
Hall
Ruang ganti
Toilet
Ruang kontrol
Ruang penyimpanan sound system
Ruang electrical b. Fasilitas Penunjang :
Lobby
Ruang pengelola
Ruang AHU
Toilet
Gubahan Bentuk Bangunan
Bentuk geometri dasar dari bangunan ini adalah lingkaran. Bentuk yang
lingkaran ini diaplikasikan menjadi sebuah bentuk dome, karena bangunan
ini terletak di daerah eropa yaitu tepatnya di london maka mempunyai ciri
khas tersendiri seperti cendelanya yang berbentuk lengkung serta
pilar-pilarnya yang besar.
Tampilan Bangunan
Dengan wujudnya yang lingkaran, gedung yang berfungsi sebagai gedung
pertunjukan ini sangat bagus. Karena dengan bentuk dome bangunan ini
dapat terlihat fokus waktu pertunjukan di adakan.
Penyelesaian Interior
Bagian interior Royal Albert hall nampak jelas bahwa pada tempat duduk
penonton berbentuk melingkar,ini dikarenakan semua penonton dapat
melihat dengan jelas dan fokus pada pertunjukan yang digelar. Dan juga
jarak antara lantai bawah dengan atap cukup tinggi, ini juga dapat
mengurangi pantulan yang berlebih dan juga mengatur penghawaan yang
bagus.
Untuk pembagian kelas seperti VIP, Kelas A, Kelas B, dan Kelas C maka
di gedung ini ditandai dengan beberapa tingkat, seperti VIP berada di circle
dekat stage sedangkan Kelas B berada circle atasnya VIP dan seterusnya.
Detail
Untuk mengurangi pantulan lebih besar maka langit-langit lebih tinggi dan
menggunakan bahan material yang dapat menyerap pantulan yang terjadi.
Langit-langit tidak berbentuk persegi karena pantulan yang ada bisa terjadi
dari samping maka untuk menyiasati itu langit-langit berbentuk lingkaran
yang cembung.
2.1.4 Persyaratan Pokok Proyek
Sebagai sarana pertunjukan, ruang pertunjukan dituntut untuk dapat
memberikan kenyamanan kepada penonton, tidak saja dalam hal penglihatan,
tetapi juga melalui pendengaran, itulah sebabnya akustik dalam teater tertutup
harus menghindari hal - hal, seperti :
a. Menimbulkan gema
b. Menimbulkan gema menerus
c. Menimbulkan suara yang memusat
d. Menimbulkan daerah mati
e. Terjadi kebocoran bunyi dari luar
f. Waktu dengung / reterberation time sesuai yang diinginkan
Pagelaran ini menggunakan auditorium berbentuk cembung , dilihat dari
studi kasus yang ada auditorium menggunakan cembung karena dengan bentuk
yang melingkar atau cembung, maka pemfokusan pengunjung terhadap pentas
yang disajikan menjadi lebih fokus dan terarah. Dan untuk lantai mengaplikasikan
lantai yang bertingkat agar penonton yang berada di belakang bisa melihat
pagelaran dengan jelas.
untuk bagian atap menggunakan langit-langit yang dimiringkan,
disamping bernilai estetik juga bermanfaat bagi penonton untuk mendengarkan
musik secara jelas karena terdapat pantulan dibagian langit-langit tersebut.
Bentuk lantai tak teratur, dapat membawa penonton sangat dekat
ke sumber hunyi. Bentuk ini dapat menyediakan keakraban akustik dan
ketegasan, karena permukaan-permukaan yang digunakan untuk
menghasilkan pemantulan-pemantulan dengan waktu tunda singkat dapat
dipadukan dengan mudah ke dalam keseluruhan rancangan arsitektur. Dalam
audiotorium bentuk ini, penonton dapat didudukan lebih dekat dengan sumber
bunyi daripada bentuk yang lainnya.
Gambar 2.19. lantai panggung
Gambar 2.20. langit-langit
2.2 Tinjauan khusus
Tinjauan khusuh membahas tentang obyek rancangan secara detail,baik
dalam hal kegiatan maupun fasilitas-fasilitas yang akan dirancang meliputi,
batasan dan asumsi, lingkup pelayanan, aktivitas dan kebutuhan ruang,
perhitungan luasan ruang, dan pengelompokan ruang.
2.2.1 Lingkup Pelayanan (Tujuan dan Sasaran)
Gedung pagelaran ini merupakan gedung pagelaran yang melayani
masyarakat pecinta musik klasik, lingkup pelayanan dibagi dalam beberapa
lingkup, yaitu :
Lingkup regional, diharapkan sasarannya dapat dicakup oleh masyarakat kota Surabaya dan sekitarnya sebagai sarana tempat hiburan.
Lingkup nasional, diharapkan sebagai salah satu pilihan tempat pagelaran musik oleh para musisi indonesia, khususnya musik klasik dan sejenisnya.
Lingkup internasional, diharapkan sebagai salah satu pilihan tempat di Indonesia, khususnya di Surabaya untuk menggelar musik klasik musisi asing.
2.2.2 Aktivitas dan Kebutuhan Ruang
Secara garis besar aktivitas yang ditampung sebagai berikut :
Aktivitas pertujukan
Dengan mengadakan konser musik klasik sebagai hasil apresiasi dan
kreativitas para musisi maupun masyarakat lain.
Aktivitas pengelolaan administrasi dan kepengurusan
Proses pengaturan dan pengkoordinasian segala kegiatan dalam gedung
dilakukan oleh staf pengelolah/pengurus, karyawan.
Aktivitas pelangkap
Berupa gallery, cafe, dan lain-lain. Tempat gallery mengadakan pameran
koleksi musik klasik, mulai dari alat-alat musiknya hingga gambar/patung
musisi musik klasik.
Aktivitas ini merupakan pelengkap dari seluruh kegiatan aktivitas penunjang
dan service dapat berupa gudang, workshop, toilet, hall, dan lain-lain.
Tabel 2. 1. Aktifitas dan Kebutuhan Ruang Gedung Pertunjukan
Pelaku Sumber : Analisa Pribadi, 2009
2.2.3 Pengelompokan Ruang
Berdasarkan aktivitas dan kebutuhan ruang, maka dapat dikelompokkan
ruang- ruang yang dibutuhkan dalam merancang, antara lain adalah :
1. Fasilitas Utama :
Penerimaan Pementasan
Penerimaan Publik 2. Fasilitas Penunjang :
Ruang pengelolah
Ruang administrasi
Fungtion Room 3. Fasilitas Pelengkap :
Gift shop
Cafe
Tempat beribadah 4. Fasilitas Servis
Utilitas
Tempat parkir 2.2.4 Perhitungan Ruang
Perhitungan standar ruang berdasarkan :
Data Arsitek, Ernest Neufert (DA)
Time Saver Standar for Building Type, Joseph de Chiara & Jhon Callender (TSS)
New Metric Handbook, Patricia Tutt & David Adler ( NMH)
Asumsi berdasarkan studi kasus / studi banding Perhitungan studi ruang berdasarkan pertimbangan :
Kapasitas pemakai
Sirkulasi
Peralatan pendukung
Kenyamanan pemakai
Asumsi untuk jumlah penonton adalah berdasarkan pertimbangan :
Jumlah penonton yang hadir pada pagelaran musik klasik di Surabaya yang dihadirkan sacara indoor.
Asumsi untuk 10 tahun mendatang, akan terjadi peningkatan jumlah pengunjung, peningkatan pengunjung sebesar 60 % (peningkatan jumlah
penonton dalam 3 tahun terakhir sebesar 20 %).
Maka, jumlah penonton yang ditampung adalah 1150 orang.
Gedung pertunjukan
Penonton pertujukan diasumsikan sebanyak 1150 orang dan dibagi menjadi 3
kelas :
Penonton kelas VIP 50 orang
Penonton kelas I 750 orang
Penonton kelas II 350 orang
Tabel 2.2 Perhitungan Kebutuhan Ruang
Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas
Fasilitas Utama
Panggung 100 m²
(DA)
100 m² 100 m² Gedung
Konser
Orchestra pit 100 orang 18-20
player
(TSS)
1 feet² =
0,0929 m²
20 x 0,0929
m² =1,858 m²
=1,9 m²
1,9 m² x 100
=190 m²
Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas
Std. L mobil 12,5
m2/mobil, 8 mobil 100 m2
Sub Total 2573
m2
Sirkulasi 30% 771,9
m2
Total 3344,9
m2
Sumber : Analisa Pribadi, 2009
Tabel 2. 3. Total luasan ruang yang dibutuhkan
NO JENIS FASILITAS LUAS
1
2
3
4
Fasilitas Utama
Fasilitas Penunjang
Fasilitas Pelengkap
Fasilitas Servis
2463,01 m2
553,93 m2
420,36 m2
3510 m2
Luasan yang dibutuhkan 6947,3 m2
BAB III
TINJAUAN LOKASI PERANCANGAN
3.1. Latar Belakang Lokasi
Kota Surabaya sebagai pemilihan lokasi Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini, karena Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia. Dikategorikan pula sebagai kota metropolis, karena tingkat pertumbuhan penduduknya yang juga cukup padat setelah Jakarta.
Kota di Surabaya dibagi menjadi lima kawasan yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Selatan, Surabaya Barat. Struktur tata ruang kota Surabaya yang cenderung dilayani satu pusat utama yaitu kawasan pusat kota memberikan dampak terhadap jalur transportasi dengan terjadinya kelambatan waktu pergerakan ke kawasan pusat kota. Dampak yang lain adalah terhadap perkembangan fisik kota, yang disebabkan kelengkapan fasilitas yang cenderung memusat.
Bangunan ini merupakan jenis bangunan komersial maka untuk
menenentuan lokasi Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini didasarkan pada studi kasus yang telah ada, diantaranya :
- Terletak pada kawasan komersial, yang mendukung fungsi komersial gedung pertunjukan musik.
- Aksesibilitas yang mudah dicapai oleh pemakai bangunan, sehingga memudahkan dalam pencapaian menuju lokasi.
- Adanya komplek – komplek lembaga pendidikan, pertokoan, perhotelan, restaurant, pusat perbelanjaan, dan tempat rekreasi yang dapat mendukung aktifitas pagelaran musik klasik tersebut.
- Tersedianya sarana dan prasarana infrastuktur kota seperti telah tersedianya air bersih, listrik, telepon, dan lain – lain, yang dapat mendukung pelaksanaan operasional.
angkut lainnya yang melewati sekitar, dan Proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik ini juga dekat dengan hotel , pertokoan, dan pusat perbelanjaan.
3.2. Penetapan Lokasi
Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya adalah bangunan yang diperuntukan sebagai tempat untuk menggelar konser musik klasik dan bersifat komersial. Lokasi yang dipilih kelurahan Genteng (segi empat emas ) yang memang dikhususkan untuk fasilitas perdagangan dan jasa. Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi yang besar dalam sektor perdagangan dan pariwisata, lokasi ini sangat cocok bagi proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya dengan luas lahan ± 9800 m².
3.3. Fisik Lokasi
Gedung Pagelaran Musik Klasik ini berada di wilayah Surabaya pusat, yaitu jalan Tunjungan. Pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya yang ada, kawasan ini merupakan unit pengembangan Genteng.
Sedangkan menurut Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) adalah :
a. Kawasan koridor Tunjungan dikhususkan untuk pengembangan kegiatan fasilitas perdagangan dan perkantoran dan perkantoran untuk lingkup regional. b. Bangunan yang terdiri di wilayah Jl. Tunjungan dan sekitamya harus
mengadaptasi dari bangunan kolonial yang sudah ada.
c. Intensitas penggunaan lahan yang ditentukan dalam 3 jenis ketentuan yaitu :
KDB ( koefisien dasar bangunan) = 60-70 %
KLB ( koefisien lantai bangunan) = 80- 250 %
Ketinggian bangunan = 2 – 4 Lantai
GSB ( Garis sepadan bangunan): 0 meter atau Overdek trotoar 3 meter. d. Ketentuan khusus untuk bangunan di kanan kiri Hotel Majapahit, ketinggian
8 – 12 meter.
3.3.1. Existing
Lokasi proyek merupakan lahan kosong yang berada di jalan Tunjungan, Lahan memiliki luas ± 9800 m².
Untuk lebih mengenal kondisi fisik lokasi, akan dijelaskan mengenai batas site.
- Batas Existing Lokasi Site
Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya akan terletak di lokasi wilayah Pusat kota Surabaya dengan batas:
Sebelah Utara : Permukiman penduduk dan Hotel Majapahit
Sebelah Timur : Permukiman Penduduk dan Dealer Honda Gambar 3.3 Site Area
Gambar 3.4 Batas Utara
Sebelah Selatan : Jln. Kenari
Sebelah Barat : Jln. Tunjungan dan Monumen Pers
3.3.2. Aksesbilitas
Jalan Kenari merupakan jalan permukiman yang menghubungkan Jl. Tunjungan dan Jl. Simpang Dukuh. Kondisi jalan baik, dengan lebar jalan 6 meter. Saat ini masih ditutup karena lahan belum difungsikan.
Gambar 3.6 Batas Selatan
Gambar 3.7 Batas Barat
Mudah dijangkau dan aman.
Tidak mengganggu arus lalu lintas sekitamya.
Terdapat jembatan penyeberangan yang menghubungkan dari Tunjungan Plaza menuju ke lokasi site.
Jalur utama yang sangat lebar memudahkan akses jalan untuk menuju site.
3.3.3. Potensi Lingkungan
Site terletak diwilayah kelurahan Genteng (segi empat emas), Surabaya Pusat. Termasuk dalam wilayah Surabaya koridor perdagangan dengan ciri bangunan kolonial. Dimana aktifitas utamanya adalah sebagai tempat berbelanja dan rekreasi seni kerajinan Jawa Timur.
Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi yang besar dalam sektor perdagangan dan pariwisata:
Lokasi kawasan bersejarah kota Surabaya antara lain Tugu Pahlawan dan Tunjungan.
Terdapat bangunan-bangunan kolonial bernilai sejarah di Jl. Kebon Rojo, Jl. Pahlawan, Jl. Gemblongan, dan J l. Tunjungan.
Mempunyai potensi wisata sungai di Kali Mas.
Memiliki fasilitas komersial yang spesifik, antara lain perdagangan aneka ragam kulit imitasi dan sejenisnya di Jl. Kramat Gantung, perdagangan Meubel di Jl. Gemblongan, Perdagangan sepatu di Jl. Praban, Perdagangan emas di Jl. Blauran, Perdagangan keramik di Jl. Baliwerti, Perdagangan
peralatan mesin di Jl. Bubutan sebelah utara.
Bangunan umum dan pemerintahan seperti kantor Polresta Surabaya utara dan bangunan Pemerintahan Provinsi Jawa Timur yang berarsitektur kolonial
3.3.4. Infrastuktur Kota
Jalan Raya.
Kondisi jalan yang ada yaitu dilalui satu jalur utama jalan yang sangat lebar di depan site dikarenakan volume kendaraan roda dua maupun roda empat yang sangat tinggi.
Jaringan Air bersih dan Air kotor.
Saluran di dalam lokasi site mengikuti aliran saluran kota. Dimana jaringan air bersih menggunakan PDAM dan untuk air kotor dapat disalurkan ke selokan-selokan besar menuju Kota.
Jaringan Listrik
Pada penggunaan listriknya sendiri akan dipasok dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan akan disalurkan sesuai dengan ruang kebutuhan kegiatan nantinya.
Gambar 3.9 Jalan Raya
Gambar 3.10 Saluran air bersih dan kotor
JaringanTelekomunukasi
Tersedianya saluran komunikasi pada site memudahkan pengguna site untuk melakukan kegiatan komunikasi jarak jauh. Hal ini menggunakan jasa TELKOM untuk berkomunikasi.
BAB IV
ANALISA PERANCANGAN
4. 1 . Analisa Ruang
Analisa program ruang dilakukan untuk memperoleh gambaran hubungan antar ruang yang tebentuk serta pola sirkulasi antar ruang yang ada pada Gedung Pertunjukan Musik Klasik di Surabaya ini.
4. 1. 1. Organisasi Ruang
Merupakan pembagian kebutuhan ruang didalam obyek perancangan yang membentuk sebuah alur antara ruang yang satu dengan ruang yang lain. Dimana nantinya didalam pengorganisasian ruang ini dapat terlihat hubungan antara ruang yang satu dengan yang lain.
- Area Main Hall
Diagram 4. 1. Organisasi Ruang Area Main Hall ME
Parkir
Lobby
Auditorium Receptionis
Loket R. Kontrol
G. Penyimpanan Alat Musik
Loker R. Ganti &
R. Rias
R. Latihan
Toilet
- Area Penunjang
- Area Pengelola
Diagram 4. 2. Organisasi Ruang Area Penunjang
R. Staff
Toilet Lobby
Ruang Dirut M.E
Parkir
Ruang rapat
R. Kabid R. Kabid R. Kabid R. Kabid
R. Staff R. Staff R. Staff R. Staff
Diagram 4. 3. Organisasi Ruang Area Pengelola
Area Penerimaan
Gift Shop
Kafetaria
Toilet Gallery
Musholla
- Area Servis
4. 1. 2. Hubungan Ruang dan Sirkulasi
Merupakan akses bagi pengguna atau pemakai dari kebutuhan – kebutuhan ruang yang ada didalam obyek perancangan. Dimana pengguna atau pemakai disini terbagi atas pengunjung, penggelar, pengelola.
a. Sirkulasi untuk pengunjung.
Sirkulasi ruang bagi pengunjung Main Hall
Diagram 4. 4. Organisasi Ruang Area Servis. Parkir
R. Karyawan R. Loker
R. Genset R. AHU R. Pompa &
plumbing R. Panel
Toilet
Gudang
ME
Parkir
Lobby
Auditorium Receptionis
Lobby tiket
Loket
Sirkulasi ruang bagi pengunjung Penunjang
b. Sirkulasi ruang bagi penggelar pertunjukan
Diagram 4. 6. Alur sirkulasi pengunjung pada area penunjang
Gift Shop Kafetaria Fungtion Room
ME
Parkir
Lobby Receptionis
Lobby tiket
Musholla
Toilet
Main Hall Kafetaria Lobby Ticket
M.E Parkir
c. Sirkulasi untuk pengelola
b. Sirkulasi ruang bagi area servis
4. 1. 3. Diagram Abstrak
Menggambarkan tentang hubungan massa bangunan secara per-blok hingga menghasilkan output baik hubungan horizontal (dalam satu lantai) maupun vertikal (antar lantai). Tatanan ruang didalam bangunan secara abstrak namun
Lobby
Ruang kerja
M.E Parkir
Ruang rapat
Kafetaria Toilet
Musholla
Diagram 4. 8. Alur sirkulasi pengelola
Parkir
R. Karyawan R. Loker
Mushola
Gudang Kafetaria
Toilet
disini masih belum terlihat dimensi ukuran dari ruang – ruang yang ada,gambaran abstrak sebagai berikut :
4. 2. Analisa Site
Analisa site mempunyai peranan yang cukup besar didalam perencanaan maupun dalam perancangan. Pada penganalisaan fisik site dapat digunakan sebagai penentuan zonning, perletakan pintu masuk, arah hadap bangunan, maupun tampilan bangunan.
4. 2. 1. Analisa Aksesbilitas
Pencapaian site lokasi dari daerah sekitarnya ditentukan berdasarkan pertimbangan :
Keleluasaan pengamatan untuk berorientasi terhadap obyek.
Ruang yang memiliki potensi sebagai titik pandang pengamat untuk mengenali obyek.
Sudut pandang (orang berjalan, kendaraan)
Keterangan dari kondisi site diatas :
Jalan Tunjungan merupakan jalan utama yang menghubungkan antara Jalan Bubutan dengan Jalan Pemuda, jalan ini cukup lebar karena untuk menghindari kemacetan yang terjadi di Jalan Tunjungan dan arus
pencapaiannya juga mudah, selain bisa dicapai dengan kendaraan pribadi Jalan Tunjungan dilewati banyak kendaraan umum (Bus, Angkutan Umum, Taxi, dll).
Jalan Kenari merupakan jalan permukiman yang menghubungkan Jl. Tunjungan dan Jl. Simpang Dukuh. Kondisi jalan baik, dengan lebar jalan 6 meter. Saat ini masih ditutup karena lahan belum difungsikan.
Maka dari pertimbangan diatas, perletakkan pintu masuk kedalam site terletak di jalan Tunjungan, untuk memudahkan pengunjung menuju lokasi site.
Jalan Tunjungan
Jalan Kenari Site
Gambar 4. 1. Kondisi site
Gambar 4. 2. Analisa Kondisi Aksebilitas Site
KETERANGAN :
I. Cocok digunakan sebagai ME karena letaknya yang dekat dengan jalan raya utama dan sangat strategis dan memberi waktu bagi pengunjung untuk melihat bangunan.
II. Kurang cocok sebagai ME maupun SE karena letaknya diujung site
III. Kurang cocok sebagai ME karena jalan terlalu sempit untuk berpapasan
I
II
4. 2. 2. Analisa Iklim
Matahari terbit dari arah timur - barat. Solusi untuk bangunan pada arah hadap timur – barat yaitu dapat diberikan sun screen atau penahan-penahan pada
bangunan atau bisa juga hadap arah bangunan yang tidak langsung menghadap sinar matahari, solusi yang lain adalah diberikan pepohonan agar sinar tidak langsung mengenai bangunan.
untuk pergerakan angin yaitu dari arah barat laut ke tenggara untuk musim hujan, sedangkan musim kemarau angin bertiup dari tenggara ke barat laut, untuk mengatasi agar angin tidak langsung masuk ke dalam bangunan disekitar site maka diberi vegetasi untuk meminimalkan.
4. 2. 3. Analisa Lingkungan Sekitar
Lokasi perancangan disini terletak diwilayah bisnis dengan Hotel
Majapahit sebagai salah satu landmark nya yang berpotensi untuk menarik minat masyarakat. Hotel Majahapit ini adalah salah satu hotel yang mempunyai nilai sejarah tersendiri dan nama awal hotel ini adalah Hotel Yamato.
Gambar 4. 3. Analisa Iklim
Selain lokasi site yang berdekatan dengan Hotel Majapahit, yang merupakan hotel ternama di Surabaya Pusat, lokasi site gedung pagelaran ini juga berdekatan dengan salah satu tempat perbelanjaan yang terkenal di Surabaya Pusat, Plaza Tunjungan.
4. 2. 4. Analisa Zoning
Merupakan pengelompokkan zona – zona kebutuhan ruang yang digunakan oleh pemakai atau pengguna didalam obyek perancangan. Dimana pengelompokkan zona – zona tersebut memberikan batas – batas terhadap fungsi - fungsi ruang yang ada dalam obyek perancangan.
Gambar 4. 4 Hotel Majapahit
Gambar 4. 5 Plaza Tunjungan (SOGO)
Zona parkir
Zona utama
Zona servis
4. 3. Analisa Bentuk Dan Tampilan
Analisa bentuk dan tampilan ini menggambarkan hasil dari analisa ruang dan gagasan desain tetapi masih dalam bentuk geometri baik secara dua dimensi
maupun tiga dimensi.
4. 3. 1. Analisa Bentuk
Analisa bentuk ini menggambarkan sebuah bangunan yang bentukannya masih bentuk geometri, pada bentukan awal dari bangunan ini mengadopsi pada bentuk persegi dan lengkung yang menggambarkan suatu fungsi utama bangunan, yaitu auditorium yng berbentuk tapal kuda. Karena bentuk tapal kuda cocok digunakan untuk pagelaran musik sejanis orkestra.
4. 3. 2. Analisa Tampilan
Analisa tampilan ini menjelaskan tentang gambaran ide bentuk yang memberikan sentuhan pada tampilan bangunan agar dapat memperoleh tampilan yang sesuai dengan konteks perancangan. Dalam hal ini paling utama adalah mendesain tampilan atau fasad sesuai dengan metode perancanagan.
Gambar 4. 7. Analisa Bentuk
BAB V
KONSEP PERANCANGAN
Dalam sebuah proses perancangan, diperlukan adanya analisa dan pembuatan konsep yang didasari atas hasil analisa yang di dalamnya terdapat penyelesaian – penyelesaian terhadap permasalahan yang ada tersebut. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai analisa dan konsep rancangan yang diinginkan pada proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya untuk direalisasikan pada rancangan tersebut.
5. 1. Konsep Dasar Rancangan
Saat orang berpikir tentang arsitektur klasik, umumnya mereka berpikir sebuah bangunan yang terbuat dari kayu, batu, dll. Dalam beberapa kasus hal tersebut benar, namun arsitektur klasik juga banyak memiliki napas modern dan
desain gedung yang rumit. Misalnya, atap, tiang, bahkan struktur batu atau marmer dibuat dengan detail sempurna. Dan musik klasik lahir dari budaya Eropa dan di golongkan melalui periodisasi tertentu.
Konsep dasar rancangan di dapat dari sebuah tema rancang yang ingin dihadirkan, yaitu digunakan sebagai tolak ukur dasar dalam perancangan. Dalam konsep perancangan ini yang digunakan sebagai konsep dasar adalah Arsitektur Klasik. Karena fakta dari sebuah musik klasik sendiri adalah musik yang lahir dari budaya Eropa, sedangkan budaya Eropa sendiri banyak menggunakan arsitektur klasik.
Ciri dari arsitektur klasik adalah diadopsi dalam bangunan-bangunan modern. Pilar-pilar besar, bentuk lengkung di atas pintu, atap kubah, dsb.
5. 2. Konsep Bentuk
5. 3. Konsep Tampilan
Tampilan bangunan tetap tidak meninggalkan dari fungsi dan pengguna bangunan ini dimana fungsi bangunan yaitu sebagai gedung pertunjukan musik. Untuk membuat tampilan bangunan yang sesuai dengan konsep rancangan maka pada bagian depan bangunan ada beberapa pilar – pilar besar dan juga peletakan material jendela yang monoton. Agar terlihat mewah pada bangunan maka pilar –
pilar tersebut menjulang tinggi langsung ke lantai 2.
Gambar 5. 1. Tampak depan bangunan
Melalui analisa bentukan yang sesuai dengan konsep rancangan pada bagian entrance ada beberapa pilar – pilar besar .
Pada bagian atap bangunan barbentuk sejanis kubah dan level dari lantai 1 ke lantai 2 cukup tinggi, agar terlihat megah pada
bangunan.
5. 4. Konsep Sirkulasi
Pada konsep sirkulasi Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini terbagi menjadi dua sirkulasi yaitu sebagai berukut :
Sirkulasi ruang luar
Sirkulasi pengunjung pada ruang luar menggunakan sirkulasi linier yang diterapkan dengan penggunaan satu pintu masuk dan satu pintu keluar keluar.
Sirkulasi ruang dalam
Pola sirkulasi yang digunakan untuk mengarahkan pengunjung sesuai aktifitasnya terbagi menjadi 2 macam sirkulasi yaitu:
a. Sirkulasi horizontal, menggunakan sirkulasi radial. Sistem sirkulasi radial memadukan unsur-unsur sistem sirkulasi terpusat dan linier.
b. Sirkulasi vertikal, menggunakan tangga.
5. 5. Konsep Ruang Dalam (Interior)
Pola ruang dalam pada Gedung pertunjukan Musik di Surabaya terdiri dari beberapa fungsi ruang yang berbeda, yaitu dibedakan antara Fasilitas utama, fasilitas penunjang dan fasilitas servis.
5. 6. Konsep Ruang Luar
Penyelesaian ruang luar antara lain dengan penggunaan vegetasi (tanaman) baik seperti pohon-pohon besar dan perdu maupun vegetasi tambahan, dan juga penggunaan unsur air seperti pada area kolam sebagai pembatas.
Fasilitas Utama
Fasilitas penunjang
Fasilitas servis Keterangan :