• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Induk Investasi Air Limbah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rencana Induk Investasi Air Limbah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan, Kota Bogor merencanakan untuk menghilangkan BAB di tempat terbuka di akhir tahun 2015, dan memastikan bahwa setidaknya 26% dari rumah tangga perkotaan mendapatkan akses fasilitas off-site atau air limbah komunal di akhir tahun 2030 (untuk lebih jelasnya lihat Bab 6). Hal ini membutuhkan investasi besar untuk konstruksi dan rehabilitasi atas tiga tipe sistem air limbah:

 Sistem off-site , yang mengumpulkan air limbah rumah tangga melalui sistem pipa ke Instalasi

Pengolahan Air Limbah/IPAL.

 Sistem intermediate , seperti SANIMAS dan MCK Umum, yang dapat mengumpulkan dan

mengolah air limbah dari sekitar 50 rumah tangga. Di tambah dengan sistem pembuangan dan pengolahan limbah komunal yang mengumpulkan dan mengolah air limbah masyarakat hingga mencapai 2.000 rumah tangga.

 Sistem on-site , yang mengumpulkan air limbah rumah tangga perorangan dalam sebuah

tangki septik (atau fasilitas penyimpanan semacam itu); lumpur tinja dari tangki harus disedot setidaknya setiap 2 tahun dengan menggunakan truk tinja. Truk ini akan mengangkut lumpur tinja ke sebuah Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja/IPLT atau ke IPA dengan kemampuan mengolah lumpur tinja.

Selain persyaratan investasi fisik ini, kota Bogor perlu meningkatkan kapasitas kelembagaan dan personil yang terlibat dalam sektor air limbah, khususnya sepanjang Tahap I dari Master Plan.

[image:1.595.60.462.632.727.2]

Total biaya investasi yang diperlukan untuk sektor air limbah diperkirakan Rp. 1,898 triliun untuk tahun 2011-2020 (Tabel 8.1) berdasarkan harga dasar tahun 2011 dan sudah termasuk PPN. Cadangan sebesar 15% untuk DED (Detailed Engineering Design) dan pengawasan konstruksi dimasukkan dalam biaya investasi pembuangan off-site dan IPAL, kontinjensi/biaya tak terduga tidak dimasukkan.

Tabel 8-1: Biaya Investasi untuk Layanan Air Limbah di Kota Bogor (Rp miliar, indikatif) Layanan Air Limbah Tahap I

(2011-2015)

Tahap II (2016-2020)

Tahap III (2021-2030)

TOTAL (2011-2030) Sanitasi Sistem Off-Site 97 306 493 896 Sanitasi Intermediate 71 106 119 296 Sanitasi Sistem On-Site 187 219 167 573 Fasilitas komersial 18 53 20 91 Peningkatan Kapasitas 42 - - 42

TOTAL 415 684 799 1,898

Sumber: MMI

277184BA01 MMI MMI 12 A

/home/kominfo3/123/9.Isu Ekonomi.doc

29 March 2011

(2)

Untuk mengidentifikasi bagaimana investasi ini dapat dibiayai, maka perlu dilakukan terlebih dahulu identifikasi terhada pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam hal pembiayaan diantaranya pemerintah pusat, pemerintah kota, atau sektor swasta. Langkah ini diikuti dengan identifikasi sumber-sumber pendanaan yang tersedia di masing-masih pihak tersebut.

Alokasi Tanggung Jawab Pendanaan untuk Layanan Air Limbah. Di tahun 200 Kementerian Pekerjaan Umum yang bertanggung jawab untuk regulasi sektor air limbah mengeluarkan PerMen “Strategi Nasional dan Implementasi Pengembangan Sistem Pengolahan Limbah Manusia” 1

. KepMen ini menyatakan

bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab untuk pembiayaan: i) mendorong mobilisasi dana masyarakat untuk air limbah rumah tangga (dana stimulant), ii) memfasilitasi skema Kerjasama Pemerintah Swasta/KPS dalam penyediaan layanan air limbah, dan iii) investasi awal untuk pipa selokan, yang selanjutnya akan dikembangkan oleh pemerintah daerah. Sejak diterbitkannya PerMen ini, Kementerian Pekerjaan Umum telah terlibat dalam persiapan satu proyek utama layanan perkotaan yaitu (Metropolitan Sanitation Management and Health Project/MSMHP). Direktur Jendral Cipta Karya menyatakan bahwa prinsip pembiayaan yang digunakan proyek ini akan diaplikasikan pula untuk pembiayaan investasi sektor air limbah oleh Kota Bogor. Prinsip-prinsip tersebut meliputi (lihat juga Tabel 8.2):

 Sistem off-site : Kementerian Pekerjaan Umum akan mendanai sistem pipa buangan baru (IPA dan pipa induk saluran pembuangan primer dan sekunder), sepanjang biaya ini

memenuhi/egilible syarat pembiayaan dari pinjaman multilateral atau bilateral. Pemerintah provinsi bertanggung jawab untuk pendanaan biaya-biaya non-eligible seperti pembebasan lahan dan pemukiman kembali, dan pemerintah kota membiayai koneksi pipa pembuangan, pipa pembuangan tersier, dan ekspansi sistem yang telah ada. Rumah tangga dan bisnis akan membiayai toilet pribadi, termasuk pipa yang dibutukan untuk menghubungkannya ke sistem saluran pembuangan.

 Sistem intermediate : Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah kota akan menyediakan dana kepada masyarakat untuk membangun fasilitias air limbah komunal.

 Sistem on-site : Rumah tangga/bisnis/properti komersial akan membiayai toilet pribadi

masing-masing dan tangki septik dan instalasi pengolahan limbah; truk vakum pengangkut lumpur tinja akan dibiayai baik oleh pemerintah kota dan sektor swasta. Kota Bogor yang

kemungkinan akan didukung oleh provinsi, bertanggung jawab untuk investasi dalam instalasi pengolahan lumpur tinja.

 Penguatan kapasitas . Kementerian Pekerjaan Umum akan memanfaatkan Pusat Pendidikan dan Pelatihan miliknya atau membiayai kegiatan ini dari dana hibah luar negeri.

Rumah tangga dan bisnis bertanggung jawab membiayai kegiatan operasional dan pemeliharaan (O&M) toilet, tangki septik, dan fasilitas air limbah komunal. Sesuai dengan pedoman bahwa 2% dari pendapatan rumah tangga sebagai faktor kemampuan membayar (ability-to-pay factor), pihak-pihak ini diwajibkan mendanai penuh biaya O&M untuk sistem pipa selokan dan IPLT melalui retribusi (charges) dan biaya tipping (tipping fees). Pemerintah kota bertanggung jawab untuk menutupi segala kerugian antara pendapatan dari retribusi dan pengeluaran O&M, yang dananya berasal dari sumber Pemerintah kota sendiri. Retribusi pengumpulan lumpur tinja diwajibkan untuk menutupi keseluruhan biaya untuk truk vakum dan peralatan terkait, terlepas kepemilikannya dioperasikan oleh pemda atau swasta.

(3)
[image:3.595.61.552.154.382.2]

Tabel 8-2: Tanggung Jawab Pendanaan untuk Sistem Air Limbah

SISTEM AIR LIMBAH INVESTASI O&M

DJCK Prov Kota Swasta DJCK Prov Kota Swasta

Off-Site

Toilet Pribadi √ √

Sambungan buangan, pipa

tersier* √ √

√ (retribusi) Selokan Primer dan

Sekunder, IPAL √ √** √*** √

√ (retribusi)

Intermediate

Sanitasi komunal √ √ √

On-Site

Toilet Pribadi, Tangki Septik √ √

Truk vakum, dll

√ √ √

(retribusi) IPLT

√ √ √ √ (retribusi)

Peningkatan Kapasitas √ √ Sumber: KPU (DJ Cipta Karya)

* Definisi dari semua pipa berlokasi di dalam gang ** Biaya tidak eligible untuk pendanaan hutang luar negeri *** Hanya pengembangan sistem

Terdapat kemungkinan bahwa tanggung jawab pembiayaan akan berubah sebelum implementasi proyek, khususnya untuk sanitasi sistem off-site.

Identifikasi sumber-sumber pendanaan yang tersedia. Sumber-sumber pendanaan berikut ini kemungkinan tersedia untuk mendanai investasi sektor air limbah jangka pendek dan menengah (Tabel 8.3):

 Anggaran pemerintah pusat, provinsi, dan kota. DitJend Cipta Karya, Prov. Jawa Barat dan Kota Bogor yang akan mengalokasikan dana dari anggaran mereka masing-masing untuk investasi pendanaan bersama/co-finance investments. Dikarenakan keterbatasan pendanaan, maka sektor air limbah ini bersaing dengan sektor lain, sehingga sulit untuk meramalkan dana yang tersedia.

 Hutang luar negeri. DitJend J Cipta Karya berencana mengucurkan US$ 400 juta dari pinjaman ADB untuk mendanai sistem air limbah off-site di 16 kota metropolitan, termasuk Kota Bogor. Saat ini, DitJend Cipta Karya juga sedang mempersiapkan persyaratan pinjaman ADB proyek Urban Sanitation and Rural Infrastructure/USRI untuk mendanai fasilitas SANIMAS di Jawa Barat dan provinsi lainnya (lump sum sebesar Rp. 350 juta akan disediakan untuk setiap fasilitas). Sampai pinjaman ini efektif, Ditjend Cipta Karya akan menyediakan dana dari APBN untuk mendanai fasilitas SANIMAS jika ada kebutuhan yang diperlukan.

Tabel 8-3: Sumber Dana yang Tersedia untuk Investasi Layanan Air Limbah

Layanan Air Limbah DJCK Provinsi Kota Swasta

Off-Site

Toilet pribadi Pemilik dana, kredit

mikro Sambungan buangan, pipa

tersier APBD-Kota, OBA

Pipa buangan primer dan sekunder, IPAL

APBN,

pinjaman luar negeri sebagai hibah ke Pemda

[image:3.595.61.543.638.766.2]
(4)

Layanan Air Limbah DJCK Provinsi Kota Swasta

Intermediate

Sanitasi komunal APBN,

pinjaman luar negri sebagai hibah ke Pemda

APBD-Kota, OBA

On-Site

Toilet pribadi, tangki septik Pemilik dana, kredit

mikro

Truk vakum dan peralatan terkait

APBD-Kota, pinjaman bank

Pemilik dana, pinjaman bank

IPLT APBD-Prov APBD-Kota

Peningkatan Kapasitas APBN,

hibah luar negeri

APBD-Kota

Sumber : DitJend Cipta Karya)

 Hibah luar negeri (termasuk Output Based Aid/OBA). IndII diharapkan memiliki anggaran yang tersedia untuk bantuan berbasis output (OBA). Berdasarkan skema ini, pemerintah kota akan mendapatkan penggantian untuk pemasangan sambungan buangan atau fasilitas air limbah komunal yang dibiayai dari sumber dana milik pemerintah kota sendiri. Hibah luar negri mungkin pula tersedia untuk

peningkatan kapasitas.

 Dana pribadi/sendiri. Rumah tangga, komersial dan bisnis properti akan mendanai sebagian investasi (toilet, tangki septik, pipa internal) dari dana mereka sendiri.

 Pinjaman bank. (termasuk kredit mikro). Track record bank-bank domestik, baik milik BUMN atau swasta, dalam menyediakan pendanaan untuk pemerintah daerah menyediakan layanan infrastruktur jangka panjang sangat mengecewakan sampai saat ini. Kontraktor lebih banyak yang berhasil mendapatkan pendanaan sejenis ini ketimbang pemerintah daerah, tetapi dengan suku bunga tinggi dan tenor pinjaman yang pendek, biaya yang sesungguhnya mereka bebankan kepada tarif. Diperlukan perubahan kebijakan pada bank-bank domestic untuk menurunkan suku bunga selama tahap pertama pembangunan dari Master Plan.

 Pinjaman bank domestik dapat mendanai investasi dengan jangka waktu relatif pendek (5-7 tahun), biaya yang sepenuhnya dapat ditanggulangi dari retribusi pemakai. Untuk jangka pendek dan

menengah, hanya truk vakum yang memenuhi kedua kondisi ini. Rumah tangga berpenghasilan rendah akan kesulitan dalam mendanai sambungan buangan atau tangki septik. Pemerintah kota diharapkan mendorong kredit mikro untuk memampukan para pemakai membayar layanan secara angsuran.

 Obligasi Daerah. Peraturan MenKeu (PP 54/2005 – dan penggantinya yang saat ini masih dalam konsep – dan PMK 147/2006) memungkinkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi untuk membiayai layanan infrastruktur publik. PMK 147/2006 tidak mewajibkan pemulihan biaya penuh/full cost recovery dari layanan ini. Pmbayaran bunga dan pelunasan pokok obligasi dapat ditutup oleh arus kas pemda. Belum ada obligasi semacam ini yang diterbitkan di Indonesia, tetapi DKI berencana melakukannya di tahun 2011 atau 2012. Pemerintah DKI akan meminta DPRD untuk memberikan persetujuan penerbitan obligasi, yang selanjutnya diperlukan untuk mendapatkan persetujuan dari KemKeu, dan akhirnya akan ditawarkan ke pasar modal dalam negeri melalui BAPEPAM. Salah satu dari 4 proyek yang rencananya didanai dari hasil penjualan obligasi daerah adalah ekspansi sistem pembuangan limbah di Pusat Bisnis di Jakarta dengan estimasi biaya sebesar Rp. 253 miliar (setara US$ 28,4 juta)

 Partisipasi sektor swasta . Pada pertemuan dengan GAPENSI (Asosiasi Kontraktor Indonesia) kota Bogor, dalam rangka mencari minat pembangunan IPAL melalui skema BOT. GAPENSI

(5)

untuk membangun IPAL dan dibayar setelah pembangunan selesai dilaksanakan plus biaya operasi dan pemeliharaannya. Tampaknya belum ada investasi berskala besar dari sektor swasta yang perlu diantisipasi untuk saat ini.

Sehubungan dengan kegiatan penyedotan tangki septik yang saat ini dioperasikan oleh Dinas Kebersihan, direkomendasikan bahwa sektor swasta diundang untuk berinvestasi pada truk vakum, dan ditawarkan layanan penyedotan tinja pribadi. Namun, tidak seperti perjanjian yang telah ada di pemerintah daerah, diusulkan agar pemerintah kota memberikan lisensi dan secara terpusat mengelola kegiatan tersebut melalui kontrak standar untuk layanan kasus per kasus/case-by-case standard services contract terhadap tarif, dengan ongkos/biaya yang harus dibayar pemerintah kota ketika lumpur tinja telah dibuang dengan cara yang berwawasan lingkungan. Bab 7 dan 8.5 mengupas topik ini lebih rinci.

[image:5.595.63.535.503.661.2]

Evaluasi atas Sumber yang Tersedia (Tahap I). Total investasi yang dibutuhkan untuk layanan air limbah selama Tahap I (2011-2015) diperkirakan sebesar Rp. 415 miliar di tahun 2011 dengan harga konstan. Sepertinya hutang dari ADB tersedia cukup untuk mendanai investasi untuk sistem air limbah off-site, intermediate, perumahan, bisnis, dan bisnis properti (untuk kasus Kota Bogor akan menyerap sebesar US$ 12 juta dari US$ 400 juta). Senada dengan ini, diasumsikan bahwa hibah luar negeri akan tersedia untuk mendanai program peningkatan kapasitas, sementara fasilitas komersial akan mendanai investasi untuk sistem air limbah on-site yang normalnya berasa dari sumber pribadi rumah tangga. Mungkin akan timbul kendala pada APBD Kota Bogor tergantung pada jumlah dana OBA yang tersedia untuk sistem air limbah intermediate yang direncanakan.

Tabel 8-4: Dana Investasi untuk Layanan Air Bersih Kota Bogor selama Tahap I (Rp miliar, indikatif, 2011 harga konstan, Pajak PPN sudah termasuk)

Layanan Air Bersih Estimasi Biaya Sumber Potensi Dana Evaluasi

Sanitasi off-site 97 Hutang ADB dinyatakan sebagai hibah (kecuali untuk pembebasan lahan)

Tak ada kendala berarti

Sanitasi intermediate 71 DJ Cipta Karya (sekitar Rp 10 milyar)*, OBA (?),

APBD-Kota (?)

Potensi kekurangan dana; tergantung besarnya OBA

Sanitasi on-site 187 Sektor Swasta Tak ada kendala berarti Fasilitas komersial 18 ADB Loan for off-site connections) passed

on as grant, remainder by private sector

No obvious constraint

Peningkatan Kapasitas 42 Hibah luar negeri (sekitar US$ 3 juta), balance antara APBD-Kota and organisasi masyarakat

Tak ada kendala berarti

TOTAL 415

Sumber: MMI

Catatan – Asumsi: DJ Cipta Karya mengalokasikan 10% dana APBN nya untuk SANIMAS Kota Bogor (Rp10 miliar, akan didanai dari hibah ADB).

Trasnfer Aset. Dengan asumsi bahwa prinsip pendanaan MHMSP terus diikuti, DJ Cipta Karya akan meneruskan hasil hutang dari ADB sebagai “dana dekonsentrasi” untuk Prov. Jawa Timur dengan Dinas

(6)

Cipta Karya Provinsi akan melakukan tender dan mengelola pekerjaan sipil sistem pembuangan dan penyediaan suplai sistem pengolahan air limbah dan kontrak pekerjaan sipil.

Di masa lampau, ditemukan beberapa masalah terkait transfer aset di tingkat pemerintahan, contoh yang baik adalah nilai aset pasokan air yang masih tersimpan di buku pemerintah provinsi bertahun-tahun lamanya dikarenakan kesulitan “administratif” dalam mentransfer aset tersebut kepada PDAM. PP 06/2006 dan penggantinya PP 38/2008 sepertinya menyediakan mekanisme dengan menentukan bahwa aset bernilai lebih dari Rp. 5 miliar dapat ditransfer dari pemerintah provinsi ke pemerintah kota melalui persetujuan DPRD dan penerbitan surat transfer aset oleh pemerintah provinsi. Hal ini perlu diselidiki untuk menghindari keterlambatan transfer aset yang didanai ABD ke Kota Bogor. Atau, pemerintah dapat memutuskan untuk mentransfer aset langsung ke pemerintah kota, menggunakan PMK 168/2008.

Pemasangan Koneksi Pembuangan Rumah Tangga. Tabel 8.3 menunjukkan bahwa pemerintah kota bertanggung jawab untuk mendanai pipa pembuangan tersier dan koneksinya. DJ Cipta Karya

menganggap bahwa peraturan saat ini melarang pemasangan pipa primer dan sekunder bersamaan dengan pipa tersier dan koneksinya di waktu bersamaan dan oleh kontraktor yang sama. Konsekuensi dari hal ini adalah pengeluaran yang tidak perlu karena: (i) dua kontraktor membutuhkan koordinasi dengan hati-hati (jarang terjadi), (ii) lebih mahal menyewa dua kontraktor daripada satu, dan (iii) jalan dan saluran drainase harus digali dan diperbaiki dua kali.

DJ Cipta Karya mengakui masalah tersebut. Konsultan menyarankan agar satu kontraktor yang memasang semua pekerjaan, dan pemerintah kota meminta penggantian dana kepada

pemerintah pusat seharga nilai pekerjaan dengan mengivestasikan jumlah yang sama melalui APBD untuk fasilitas SANIMAS. DJ Cipta Karya tidak menganggap usulan ini layak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pendapat telah diminta dari Lembaga Pemerintah terkait Kebijakan Pengadaan (LKPP) untuk memberikan interpretasi atas pengadaan bersama yang sesuai dengan Perpres terakhir (54/2010) tentang Pengadaan. Jika opini yang diberikan negatif, masih sangat diharapkan bahwa sebuah solusi untuk masalah ini dapat dihasilkan sebelum persiapan proyek selesai, baik melalui amandemen peraturan yang berlaku atau penerbitan peraturan baru oleh Depkeu untuk membentuk mekanisme pendanaan yang sesuai. Donor dari pihak luar mempertanyakan pengeluaran yang tidak perlu atas dana tersebut.

Perjanjian MSMHP. Dokumen proyek MSMHP merekomendasikan partisipasi pemerintah kota mengatur tingkat tarif bagi pelanggan yang terhubung dengan sistem pembuangan limbah pada tingkatan yang dapat menutupi semua biaya O&M dalam kurun waktu 3 tahun sebagaimana penandatanganan perjanjian hutang. Analisa Keuangan didasarkan pada biaya koneksi yang harus dipenuhi dalam kurun waktu 12 bulan. Usaha serupa diperlukan untuk hutang baru dari donor luar untuk investasi sistem pembuangan limbah.

Prinsip Penentuan Tarif. Pelanggan komersial dan industri diwajibkan membayar penuh biaya tarif O&M. Lampiran H.1 menunjukkan sistem tarif air limbah yang dikelola oleh PD PAL DKI Jakarta sejak Oktober

(7)

2006, meliputi tarif non-domestik. Namun, tidak memungkinkan untuk menerapkan prinsip yang sama untuk rumah tangga mengingat kebijakan DJ Cipta Karya bahwa ongkos air limbah rumah tangga per bulan tidak boleh melampaui 2% dari pendapatan rumah tangga per bulannya. Pembatasan ini

menghasilkan total pendapatan yang tidak mencukupi untuk menutupi semua pengeluaran O&M; dalam hal ini, subsidi dalam bentuk obligasi layanan publik (PSO) pada APBM dibutuhkan untuk mengatasi kerugian.

Retribusi Modal/Kapital. Kota Bogor juga mempertimbangan untuk memperkenalkan retribusi modal pada semua rumah tangga dan perusahaan lainnya yang berada di sepanjang pipa pembuangan limbah. Tahap pertama pembuangan utama dan, kemungkinan, pemasangan sistem pembuangan berikutnya selama periode rencana induk, akan dilaksanakan di sepanjang jalan protokol, yang biasanya dihuni oleh bisnis komersil dan rumah tangga berpenghasilan tinggi dengan kemampuan membayar yang tinggi.

Pembayaran retribusi sebaiknya terdiri dari biaya koneksi, ditambah retribusi bulanan berdasarkan pada volume debit air limbah tetap (mis: 10M3) dan ongkos layanan.

Sektor air limbah berkesinambungan akan membutuhkan input pendanaan yang cukup berarti dari Pemerintah Kota Bogor, sebagai tambahan untuk PSO bagi sistem pembuangan limbah, dalam rangka memberikan layananan air limbah yang memadai, khususnya untuk masyarakat berpendapatan rendah. Beberapa saran berikut untuk sumber pendanaan adalah seperti di bawah ini.

Retribusi air limbah. Alasan untuk memperkenalkan retribusi air limbah universal (kecuali untuk

mereka yang telah membayar tarif sistem pembuangan limbah atau retribusi modal) dikenal sebagai prinsip “pembayaran pencemaran/polluter pay”, mis: semua debit air limbah rumah tangga dan perusahaan yang sampai tahap tertentu, menyebabkan kerusakan lingkungan, dan karenanya pihak-pihak tersebut harus memberikan kontribusi Keuangan terhadap pembuangan limbah yang layak. Biaya ini dapat diterapkan, tergantung kepada tipologi dan luas bangunan, atau dihitung sebagai faktor terhadap ketetapan pajak properti.

Pengenalan retibrusi seperti ini akan membutuhkan persetujuan DPRD. Faktor kunci untuk hasil suskes seperti retribusi ini sebaiknya menggunakan metode penagihan dan koleksi. Koleksi universal terpisah atas retribusi pemerintah daerah berskala sudah jarang, jika pernah, telah berhasil di Indonesia. Mekanisme yang sesuai semisal biaya tambahan atas tagihan listrik, seperti yang ditetapkan untuk pajak penerangan jalan. Hal ini lebih bisa diterima oleh kantor PLN Provinsi, yang di masa lampau, tidak dapat diterima ketentuan semacam ini. Alternatif lain, pemerintah kota dapat menugaskan PDAM untuk menambah tagihan supai air ledeng2, meskipun pipa suplai air memiliki cakupan layanan yang lebih rendah (58,5%) daripada untuk listrik (100%). Keduanya memiliki sangsi yang dapat diterapkan jika pelanggan gagal membayar. Kota Bogor menunjukkan keinginanannya untuk menggunakan cara penambahan atas tagihan air bersih.

(8)

Pajak Properti. Terdiri dari PBB dan BPHTB (Pajak Transfer Tanah dan Bangunan Properti). Hingga kini, keduanya dikelola oleh DJ Pajak di Depkeu, yang penerimaan dananya dialokasikan ke berbagai tingkatan pemerintah sebagaimana berikut ini:

Pajak % Depkeu

(untuk admin)

% Prov % Kab/Kot

(spesifikc)

% Kab/Kot (umum)

Insentif

PBB 9.0% 16.2% 64.8% 6.5% 3.5%

BPHTB - 16.0% 64.0% 20.0%

-Dalam revisi terakhir atas peraturan pajak pemerintah daerah (UU 28/2009), kedua pajak tersebut digunakan seluruhnya bagi pemerintah kota/kabupaten. Semua pemerintah daerah diwajibkan untuk mulai mengelola pajak-pajak tersebut paling lambat Januari 2014. Kota Bogor telah mulai mengelola BPHTP pada tahun anggaran ini. Namun, dipahami bahwa Kota Bogor tidak akan memenuhi kriteria kesiapan untuk pengelolaan PBB lebih lama lagi dan baru mulai mengelola pajak ini hingga 2014.

Meskipun hasil penerimaan PBB dan kontribusinya terhadap PDB yang rendah jika dibandingkan secara internasional, hal ini sangat efisien dalam hal identifikasi objek pajak dan pengumpulan pajak pendapatan. Pendapatan Kota Bogor dari sumber ini akan meningkat hingga lebih dari 40%, dengan asumsi 9% dialokasikan untuk pengelolaan/administrasi tidak berubah. Dalam tahun 2010 penerimaan dari Depkeu, kenaikan jumlah PBB tahunan tersirat hampir mencapai Rp. 23 miliar. Peningkatan dari BPHTB sebesar 56%, menyiratkan pendapatan tambahan tahunan untuk Kota mencapai Rp. 28 miliar untuk penerimaan di tahun 2010 dari Depkeu. Pendapatan tambahan dari BPHTB direfleksikan dalam APBD 2011.

Kedua pajak ini memiliki ruang yang cukup untuk pertumbuhan perkotaan, khususnya PBB yang pendapatannya adalah miring berdasarkan perkiraan saja dan pertumbuhan masa depan di sektor tambang. Selain itu, pajak properti ini efisien dan hampir secara universal dipungut dan karenanya lebih wajar dibandingkan retribusi tambahan pada tagihan air.

Praktik di Indonesia untuk pendanaan kegiatan khusus adalah untuk mencalonkan sumber turunan, mis: pendapatan APBD dan APBN. Namun, di banyak negara, peraturan pajak properti berisikan ketentuan untuk mengalokasikan persentase yang telah disepakati atas penerimaan pajak properti tahunan untuk investasi dan O&M dalam memberikan layanan khusus perkotaan seperti penerangan jalan dan pengumpulan air limbah dan limbah padat dan pembuangan. Sepertinya meletakkan alokasi seperti ini ke dalam APBD tahunan hanya membutuhkan

persetujuan anggaran keseluruhan oleh DPRD. Lebih lanjut, layanan tambahan dalam sektor air limbah dapat didanai oleh penyerapan pada nilai jual obyek pajak/NJOP putaran berikutnya.

Pendapatan dari sumber-sumber di atas dapat dimanfaatkan untuk mendanai layanan air limbah sebagaimana berikut ini:

(9)

 Penyediaan layanan regular untuk rumah tangga yang dilengkapi dengan tangki septik on-site. Semua tangki septik (setidaknya yang dapat ditemukan dan diakses) akan didaftar oleh pemerintah kota. Penyedotan akan diprivatisasi dan operasi truk vakum akan dilisensikan dan dikontrak oleh pemerintah kota ke tangki kosong selama periode tertentu dan pembayaran berdasarkan bukti bahwa lumpur tinja telah diangkut untuk pengolahan di IPLT;

 Mengatur standar dan inspeksi berkala terhadap tangki septik komunal intermediate dan MCKs, begitu pula sistem selokan kecil dan fasilitas pembuangan di kawasan perumahan swasta;

 Penyediaan jamban dan tangki septik bagi rumah tangga miskin;

 PSO bagi setiap kerugian atas kemampuan tarif untuk menutupi semua ongkos O&M sistem pembuangan karena terkait isu kemampuan membayar/ability-to-pay;

 Koordinasi dengan departmen kesehatan kota dalam rangka memberikan Pendidikan kesehatan masyarakat, pendapatan departemen melalui pemeriksaan standar teknis dari pembuangan air limbah untuk mengeluarkan izin bagunan;

Target waktu untuk reformasi yang mengasumsikan bahwa sistem pembuangan dan fasilitas pendukungnya akan beroperasi di awal tahun 2015.

Tabel. 1:

Usulan Reformasi Target Waktu Tindakan Peraturan

Satu kontraktor untuk mengerjakan pemasangan sistem pembuangan dan koneksi

Desember 2013 Perpres 54/2010 dalam investigasi. Reformasi membutuhkan

amandemen atas PP 38/2007 dan/atau KepMen PU 16/2008, dan MOF PMK.

Transfer aset dari pemerintah provinsi ke pemerintah kota sesuai waktu

Desember 2012 Menilai kebijakan PP 06/2006 dan 38/2008

Pengenalan retribusi modal bagi semua bangunan yang memiliki akses ke sistem pembuangan

Desember 2016 Dibutuhkan perda baru

Tarif untuk sistem pembuangan, untuk menutupi semua biaya O&M bagi bangunan komersial/industri Penyediaan PSO untuk menutupi biaya O&M terkait isu kemampuan membayar rumah tangga

Memperkenalkan retribusi air limbah baru OR Mendukung layanan air limbah melalui alokasi khusus dari PBB dan pendapatan umum

Desember 2016

Desember 2016

Desember 2013

Dibutuhkan perda baru

APBD perda

Dibutuhkan perda baru

Menyediakan PSO untuk kerugian biaya total O&M terkait isu kemampuan membayar rumah tangga

Desember 2016 APBD perda

Gambar

Tabel 8-1: Biaya Investasi untuk Layanan Air Limbah di Kota Bogor (Rp miliar, indikatif)
Tabel 8-3: Sumber Dana yang Tersedia untuk Investasi Layanan Air Limbah
Tabel 8-4: Dana Investasi untuk Layanan Air Bersih Kota Bogor selama Tahap I (Rp miliar, indikatif, 2011 harga konstan, Pajak PPN sudah termasuk)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

By using the participatory rural appraisal, university can plan things such as; Developing collaboration groups of fisher community, Constructing learning action for

Kunci untuk merealisasikan angka penjualan agar terus mangalami peningkatan dalam bisnis ritel adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu atau kualitas yang baik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh biaya corporate social responsibility terhadap kinerja keuangan pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia

Koleksi perancangan busana Enchanté de Femme Fatale merupakan koleksi evening gown yang cocok dikenakan untuk acara-acara besar, seperti acara. pernikahan,

Corporate social responsibility cost proxied through employee welfare costs (costs of post work) and costs for Community (contributions or donations).. Sampling

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah investasi dalam bentuk ekspansi Toko Aneka Jaya layak untuk dijalankan.. Alasan toko aneka jaya melakukan ekspansi usaha

[r]