• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Sistem Klaim Pelayanan Pasien BPJS rawat jalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. Sistem Klaim Pelayanan Pasien BPJS rawat jalan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

55 BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil magang selama 1 (satu) bulan terhitung tanggal 25 Januari 2016 sampai dengan 25 Februari 2016 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, maka dibawah ini penulis akan membahas dan menjabarkan data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan langsung mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sistem dan prosedur klaim pelayanan pasien Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Selama 1 (satu) bulan melakukan magang di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, pengamat ditempatkan pada bidang Pengelolaan pendapatan yang mempunyai tugas dan fungsi menyelia penyelenggaraan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan. Salah satu ekstensifikasi yang dilakukan bidang pengelolaan pendapatan adalah bekerjasama dengan BPJS kesehatan dalam hal pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sistem pembayaran atas kerjasama yang dilakukan keduanya yakni rumah sakit mengajukan klaim atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat kepada BPJS kesehatan sebelum tanggal 15 (lima belas) setiap bulannya. Dalam menjalankan fungsi tersebut terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) pengajuan klaim pelayanan kepada BPJS kesehatan yang digunakan sebagai landasan kegiatan pengajuan klaim. Berikut adalah penjabaran data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sistem dan prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. hal tersebut antara lain :

A. Sistem Klaim Pelayanan Pasien BPJS rawat jalan

Pada sebuah organisasi terdapat beberapa fungsi (pemasaran, keuangan, SDM, produk dan lainnya), dimana masing-masing mempunyai aktivitas dan deskripsi pekerjaan yang berbeda satu sama lain. Pemanduan fungsi tersebut memerlukan perencanaan organisasi sebagai sebuah sistem. Karenanya untuk mempermudah pembahasan maka pada bab ini penulis akan membahas mengenai

(2)

sistem klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Sistem pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tujuan dari sistem pembiayaan kesehatan adalah mendorong peningkatan mutu, mendorong layanan berorientasi pasien, mendorong efisiensi tidak memberikan reward terhadap provider yang melakukan over treatment, under treatment maupun melakukan adverse event dan mendorong pelayanan tim. Dengan sistem pembiayaan yang tepat diharapkan tujuan diatas bisa tercapai.

Terdapat dua metode pembayaran rumah sakit yang digunakan yaitu metode pembayaran retrospektif dan metode pembayaran prospektif. Metode pembayaran retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien berdasarkan pada setiap aktivitas layanan yang diberikan, semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang harus dibayarkan. Metode pembayaran prospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan.

Sistem pembayaran yang diterapkan BPJS Kesehatan adalah sistem pembayaran prospektif. Sistem pembiayaan prospektif menjadi pilihan karena :

1. Dapat mengendalikan biaya kesehatan

2. Mendorong pelayanan kesehatan tetap bermutu sesuai standar

3. Membatas pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan berlebihan atau under use

4. Mempermudah administrasi klaim

5. Mendorong provider untuk melakukan cost containment.

Di Indonesia, metode pembayaran prospektif dikenal dengan Casemix (case based payment). Pengertian sistem casemix menurut wawancara dengan bu Yuni, kepala seksi penatausahaan pendapatan (25 Mei 2016) adalah sebagai berikut.

Di Indonesia sistem casemix dikenal dengan sistem INA CBG’s (Indonesia Case Based Groups) dan sudah diterapkan sejak Tahun 2008 sebagai metode pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

(3)

Menurut Permenkes No. 27 tahun 2014, Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang sama dan biaya perawatan yang sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan grouping. Sistem casemix ini merupakan sistem yang dipakai BPJS kesehatan untuk metode pembayaran klaim pada faskes lanjutan.

Sistem casemix (INS CBG’s) pertama kali dikembangkan di Indonesia pada Tahun 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group) kemudian pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari sistem INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi sistem INA-CBG (Indonesia Case Based Group). Sejak diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tarif INA-CBG Tahun 2013 dan tarif INA-CBG Tahun 2014. Tarif INA-CBG mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan 288 kode grup/kelompok rawat jalan, dengan sistem koding ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan. Pengelompokan kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper UNU (UNU Grouper). UNU-Grouper adalah Grouper casemix yang dikembangkan oleh United Nations University (UNU). RSUD Dr. Moewardi merupakan salah satu fasilitas kesehatan lanjutan tipe A yang menggunakan sistem INA CBG’s. Struktur kode INA CBG’s terdiri dari 4 digit. Contoh kode INA CBG’s adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1

Struktur kode INA CBG’s

No Tipe layanan Kode INA CBG’s Deskripsi Kode INA CBG’s

1 Rawat Jalan L – 3 – 10 – 0 Prosedur kecil lain-lain pada

payudara Sumber : bagian pengelolaan pendapatan RSUD Dr. Moewardi

Struktur Kode INA-CBGs terdiri atas :

1) Digit ke-1 merupakan Case-Mix Main Groups (CMGs) a) Adalah klasifikasi tahap pertama

(4)

c) Berhubungan dengan sistem organ tubuh

d) Pemberian Label Huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk setiap sistem organ

e) Terdapat 30 CMGs dalam UNU Grouper (22 Acute Care CMGs, 2

Ambulatory CMGs, 1 Subacute CMGs, 1 Chronic CMGs, 4 Special CMGs dan 1 Error CMGs)

f) Total CBGs sampai saat ini sebanyak 1220. g) 31 CMGs yang ada dalam INA-CBGs terdiri dari :

Tabel 4.2

Case Main Group (CMG)

No Case-Mix Main Groups (CMG) CMG Codes

1 Central nervous system Groups G

2 Eye and Adnexa Groups H

3 Ear, nose, mouth & throat Groups U

4 Respiratory system Groups J

5 Cardiovascular system Groups I

6 Digestive system Groups K

7 Hepatobiliary & pancreatic system Groups B 8 Musculoskeletal system & connective tissue Groups M 9 Skin, subcutaneous tissue & breast Groups L 10 Endocrine system, nutrion & metabolism Groups E

11 Nephro urinary system Groups N

12 Male reproductive system Groups V 13 Female reproductive system Groups W

14 Deleiveries Groups O

15 Newborns & neonates Groups P

16 Haemopoeitic & immune system Groups D 17 Myeloproliferative system & neoplasma Groups C 18 Infectious & parasitic diseases Groups A 19 Mental health and behavioral Groups F 20 Substance abuse & dependence Groups T

(5)

21 Injuries, poisonings & toxic effects of drugs Groups S 22 Factors influencing health status & other contacts with

health services Groups

Z 23 Ambulatory Groups-Episodic Q 24 Ambulatory Groups-Package QP 25 Sub-Acute Groups SA 26 Special Procedures YY 27 Special Drugs DD 28 Special Investigations I II 29 Special Investigations II IJ 30 Special Prosthesis RR 31 Chronic Groups CD 32 Error CMG’s X

Sumber : Permenkes No. 27 tahun 2014

2) Digit ke-2 merupakan Case-Based Groups (CBGs)

Sub-group kedua yang menunjukkan tipe kasus (1-9). Berikut ini adalah table case based groups (tipe kasus).

Tabel 4.3

Case Based Groups/ tipe kasus

No Tipe Kasus Group

1 Prosedur Rawat Inap Group-1

2 Prosedur besar Rawat Jalan Group-2

3 Prosedur signifikan Rawat Jalan Group-3

4 Rawat Inap bukan prosedur Group-4

5 Rawat Jalan bukan prosedur Group-5

6 Rawat inap kebidanan Group-6

7 Rawat jalan kebidanan Group-7

8 Rawat inap Neonatal Group-8

9 Rawat Inap Neonatal Group-9

10 Error Group-0

(6)

3) Digit ke-3 merupakan Kode CBGs

Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBGs yang dilambangkan dengan numerik mulai dari 01 sampai dengan 99.

4) Digit ke-4 merupakan Severity Level

Sub-group keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi menjadi :

a) “0” Untuk Rawat jalan

b) “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi maupun komorbiditi)

c) “II - Sedang” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (dengan mild komplikasi dan komorbiditi)

d) “III - Berat” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan major komplikasi dan komorbiditi)

Tarif INA-CBGs merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun non-medis. Tarif INA-CBGs yang digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per 1 Januari 2014 diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, dengan beberapa prinsip sebagai berikut :

1. Pengelompokan Tarif 7 kluster rumah sakit, yaitu : a. Tarif Rumah Sakit Kelas A

b. Tarif Rumah Sakit Kelas B

c. Tarif Rumah Sakit Kelas B Pendidikan d. Tarif Rumah Sakit Kelas C

e. Tarif Rumah Sakit Kelas D

f. Tarif Rumah Sakit Khusus Rujukan Nasional g. Tarif Rumah Sakit Umum Rujukan Nasional

Pengelompokan tarif berdasarkan penyesuaian setelah melihat besaran Hospital Base Rate (HBR) sakit yang didapatkan dari perhitungan total biaya

(7)

pengeluaran rumah sakit. Apabila dalam satu kelompok terdapat lebih dari satu rumah sakit, maka digunakan Mean Base Rate.

2.

Regionalisasi, tarif terbagi atas 5 Regional yang didasarkan pada Indeks Harga Konsumen (IHK) dan telah disepakati bersama antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan. Regionalisasi dalam tarif INA-CBGs dimaksudkan untuk mengakomodir perbedaan biaya distribusi obat dan alat kesehatan di Indonesia.

Tabel 4.4

Daftar Regionalisasi Tarif INA CBG’s

No REGIONALISASI I II III IV V 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Y Jawa Timur Sumatera Barat Riau Sumatera Selatan Lampung Bali NTB NAD Sumatera Utara Jambi Bengkulu Kepulauan Riau Kal. Barat Sulawesi Utara Sul. Tengah Sul. Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Sul. Selatan Kal. Selatan Kal.Tenga h Bangka Belitung NTT Kalimantan Timur Kalimantan Utara Maluku Maluku Utara Papua Papua barat

Sumber : Permenkes No. 27 tahun 2014

3. Terdapat pembayaran tambahan (Top Up) dalam sistem INA-CBGs versi 4.0 untuk kasus – kasus tertentu yang masuk dalam special casemix main group (CMG), meliputi :

a. Special Prosedure b. Special Drugs

(8)

c. Special Investigation d. Special Prosthesis

e. Special Groups Subacute dan Kronis

Top up pada special CMG tidak diberikan untuk seluruh kasus atau kondisi, tetapi hanya diberikan pada kasus dan kondisi tertentu. Khususnya pada beberapa kasus atau kondisi dimana rasio antara tarif INA-CBGs yang sudah dibuat berbeda cukup besar dengan tarif RS.

Sistem INA CBG’s digunakan oleh rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) lanjutan untuk mengajukan klaim pelayanan kepada BPJS kesehatan. Sistem INA CBG’s digunakan oleh RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk membuat prosedur klaim pelayanan yang terdiri dari klaim pelayanan rawat jalan, klaim pelayanan rawat inap, klaim pelayanan gawat darurat, klaim alat kesehatan, klaim ambulans, klaim Continuous Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD) pada pasien gagal ginjal. Pada pembahasan ini, sesuai dengan pekerjaan yang penulis lakukan selama magang maka penulis dibawah ini akan membatasi pembahasan pada prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan.

B. Prosedur Klaim Pelayanan Pasien BPJS Rawat Jalan

Dalam berbagai aktivitas, manusia sering kali dihadapkan dengan berbagai macam prosedur ataupun tata laksana pelaksanaan/penggunaan. Tak terkecuali dalam pengajuan klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan yang dimulai dari proses input data pribadi pasien, pengolahan data klaim pasien BPJS rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, pengkodingan data pasien BPJS rawat jalan, sampai dengan pengajuan klaim pasien BPJS rawar jalan dari RSUD Dr. Moewardi kepada BPJS Kesehatan. Dengan adanya prosedur maka aktivitas tata pelaksanaan suatu pekerjaan menjadi lebih tertata karena ada standar baku yang menjadi pendoman atau acuannya. Adapun prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan dapat dilihat dalam bagan 4.1 berikut ini.

(9)

Bagan 4.1

ALUR KLAIM PASIEN PESERTA BPJS RAWAT JALAN

Pelayanan Pengolahan Data Klaim

Coder BPJS

Sumber : Bagian Pengelolaan Pendapatan RSUD Dr. Moewardi Surakarta Mulai Identitas peserta BPJS Surat rujukan Loket pendaftran peserta - SEP - LBP - SEP – TT pasien/kel - LBP – TT DPJP (tulis Dx &Px Karu memastikan berkas sudah sesuai Verifikasi 1. Kelengkapan berkas 2. Kesesuaian LBP & billing VALID Urutkan pertanggal revisi - Rekam data - Rekap/bulan FPK Dx – ICD X PX – ICD IX CM GROUPING Pengeceka n status pasien Pes erta eligi bel PURIFIKASI VERIFIKASI Tak sesuai sesuai Klaim BPJS ya tidak

(10)

Berikut ini penjelasan dari masing – masing tahapan dalam sistem dan prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan yang disertai dengan bagan arus sehingga dapat menunjukkan urutan proses dengan melihat nomor dalam simbol penghubung.

1. Pelayanan pasien BPJS rawat jalan a. Pasien datang

Adapun penulis mencoba menjelaskan alur pendaftaran pasien rawat jalan yang datang ke RSUD Dr. Moewardi. Dalam proses kedatangan pasien rawat jalan yang datang ke RSUD Dr. Moewardi akan dikelompokkan dalam beberapa kategori.

Dilihat dari segi pelayanan rumah sakit, pasien dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1) Pasien yang dapat menungu

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar minimal rawat jalan adalah :

a) Jam buka pelayanan adalah pukul 08.00 – 13.00 WIB setiap harinya, kecuali hari jumat pukul 08.00 – 11.00 WIB.

b) Waktu tunggu untuk rawat jalan tidak boleh lebih dari 60 menit. c) kepuasaan pasien rawat jalan lebih dari 90 %.

2) Pasien yang segera ditolong (gawat)

Pasien yang ketika datang terlihat pucat, lemas dan dirasa tidak bisa menunggu maka oleh petugas, pasien tersebut akan diberikan gelang berwarna kuning pada pergelangan tangan kanannya. Gelang kuning pada tangan kanan artinya pasien tersebut beresiko jatuh sehingga pasien dengan gelang kuning dalam pelayanan rawat jalan akan didahulukan atau tidak perlu menunggu.

Menurut jenis kedatangannya pasien dibedakan menjadi 3 diantaranya : 1) Pasien baru

Adalah pasien yang baru pertama kali datang kerumah sakit untuk berobat. Pasien baru diterima ditempat registrasi pasien (bagian

(11)

pendaftaran) dan akan ditanyai oleh petugas guna mendapatkan data identitas pasien dengan mengisi Kartu Indek Utama Pasien (KIUP). Sekaligus mendapatkan kartu berobat yang sudah diberi nomor yang akan digunakan sebagai kartu pengenal yang harus dibawa pada setiap kunjungan atau berobat ulang ke RSUD Dr. Moewardi.

Pengisian Kartu Indek Utama Pasien meliputi : a) Nama

b) Tempat, tanggal lahir c) Agama d) Alamat e) Jenis kelamin f) Pendidikan g) Pekerjaan h) No telepon 2) Pasien lama

Adalah pasien yang pernah datang sebelumnya untuk keperluan berobat. Pasien lama yang datang ke bagian pendaftaran pasien RSUD Dr. Moewardi tidak perlu menulis KIUP lagi karena sudah mempunyai kartu berobat yang sudah diberi nomor.

3) Self registration/registrasi mandiri (poliklinik Cendana)

Pasien self registration sebelumnya sudah melakukan registrasi secara online pada laman http://rsmoewardi.jatengprov.go.id atau whatsapp ke no 0822 4344 3333, telp : (0271) 638 638, fax : (0271) 641 933. Pada pasien self registration pasien dapat memilih dokter yang diinginkan serta dapat mengetahui nomor urutnya.

b. Loket Pendaftaran

Pasien rawat jalan yang sudah mengantri satu persatu akan dipanggil oleh petugas registrasi untuk diperiksa kelengkapan dokumennya. Dokumen yang perlu dibawa oleh pasien BPJS rawat jalan ketika akan berobat di RSUD Dr. Moewardi yaitu :

(12)

1) Identitas peserta BPJS

Pasien dinyatakan sudah menjadi peserta BPJS atau belum dapat dilihat dari kepemilikan kartu BPJS. Apabila pasien sudah memiliki kartu BPJS maka pasien tersebut merupakan peserta BPJS. Berikut adalah contoh kartu pasien peserta BPJS.

Gambar 4.1

Kartu Peserta BPJS Kesehatan

Sumber : www.bpjs-kesehatan.go.id

Keterangan : 1) No kartu

Pada contoh kartu peserta BPJS diatas, no kartunya adalah 0001260979209

2) Nama pasien

Nama pasien menunjukkan identitas pasien. 3) Nomor Induk Kepersertaan (NIK)

Nomor Induk Kepersertaan (NIK) menunjukkan bahwa pasien tersebut merupakan peserta BPJS dengan urutan no sekian se Indonesia.

4) Faskes Tingkat I

Fasilitas kesehatan Tingkat I merupakan fasilitas pelayanan pertama yang paling dekat dengan pasien. Fasilitas tingkat

(13)

pertama biasanya puskesmas, klinik kecil, dokter praktek dirumah.

2) Surat Rujukan

BPJS menerapkan sistem pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, dimulai dari faskes tingkat I sampai faskes tingkat III. Seperti hasil wawancara dengan bu Yuni selaku kepala seksi penatausahaan pendapatan (Jum’at, 26 Februari 2016) sebagai berikut.

BPJS menerapkan sistem pelayanan berjenjang agar rumah sakit besar seperti RSDM pasien tidak mbludak. Moewardi merupakan rumah sakit tipe A jadi untuk bisa berobat ke Moewardi, pasien harus mendapat rujukan terlebih dahulu dari faskes tipe D, C, B baru A dan itu harus urut.

Oleh karena itu, pasien BPJS yang ingin berobat ke RSDM harus membawa surat rujukan dari fasilitas kesehatan tipe B.

3) Gawat darurat (tanpa rujukan)

Sistem pelayanan berjenjang yang diterapkan BPJS kesehatan tidak berlaku bagi pasien gawat darurat. Pasien gawat darurat boleh langsung ke fasilitas kesehatan tipe A apabila sakitnya memang cukup parah.

Semua dokumen yang disiapkan pasien nantinya oleh petugas pendaftaran akan diperiksa terutama pemeriksaan pada eligibilitas peserta BPJS dan surat rujukan pasien. Petugas pendaftaran bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat rujukan serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP. Dalam pemeriksaan peserta BPJS terbagi menjadi 2 yaitu:

1) Peserta BPJS eligibel

Peserta BPJS eligibel maksudnya peserta BPJS tersebut tidak mempunyai masalah dalam keabsahan peserta. Peserta BPJS yang sudah eligibel oleh petugas akan diberikan lembar SEP dan LBP (lembar bukti pelayanan) untuk dibawa menuju poli yang diinginkan.

(14)

2) Peserta BPJS belum eligibel

Bagi pasien peserta BPJS yang belum eligibel oleh petugas akan diarahkan menuju BPJS center yang ada di RSUD Dr. Moewardi. peserta yang belum eligibel tersebut oleh petugas akan dicek penyebab peserta belum eligibel, biasanya pasien peserta BPJS belum eligibel dikarenakan adanya tunggakan dalam pembayaran iuran BPJS. Apabila peserta yang belum eligibel membayar tunggakan iuran BPJS-nya ditambah denda. Maka pasien peserta BPJS tersebut selanjutkan baru bisa mendapatkan SEP dan LBP dari petugas pendaftaran.

c. Poli/pelayanan yang dituju

Pasien yang telah mendapat SEP dan LBP diarahkan menuju poli yang diinginkan. Pada poli yang dituju, pasien akan mengantri untuk dipanggil guna pemeriksaan. Prosedur pemanggilan pasien di RSUD Dr. Moewardi adalah petugas diharuskan menyebutkan nama lengkap, umur, alamat. Seperti wawancara dengan mbak Shinta selaku pengolah data klaim bagian pelayanan sebagai berikut.

Dalam prosedur memanggil pasien, petugas tidak boleh hanya menyebutkan nama saja tetapi harus menyebutkan nama lengkap, umur dan alamat pasien. hal itu dilakukan karena ada beberapa kasus, pasien memiliki nama yang sama mendapatkan pemeriksaan yang tidak sesuai dengan diagnosanya dan hal itu berbahaya. (Senin, 23 Mei 2016)

Ketika pasien telah menjalani pengobatan yang dituju, maka pada lembar SEP harus terdapat tanda tangan pasien/keluarga. Sedangkan pada lembar LBP harus ada tanda tangan Dewan Penanggung Jawab Pasien (DPJP)/dokter. Dokter yang menjadi penangungg jawab pasien juga harus menulis diagnose (Dx) dan Prosedur (Px). Namun dalam pengamatan, dokter sering lupa dalam memberikan tanda tangan, Dx dan Px dalam lembar LBP pasien.

Pasien yang telah menjalani pengobatan di poli yang dituju selanjutnya akan diarahkan menuju apotik (apabila pasien tersebut dalam

(15)

pemeriksaannya memerlukan obat). Pasien peserta BPJS tidak perlu ke kassa karena semua pemeriksaan dan obat akan di klaimkan oleh rumah sakit kepada BPJS kesehatan.

d. Apotik

Di apotik pasien menyerahkan lembar obat yang di dapat dari poli kepada petugas apotik. Selanjutnya petugas apotik akan menyiapkan dan menyerahkan obat tersebut kepada pasien.

e. Pasien pulang

f. Kepala ruang memeriksa berkas

Setelah pasien rawat jalan pulang, kepala ruang setiap poli kemudian memeriksa dan memastikan bahwa daftar pasien yang masuk/berobat dengan berkas, serta billing sudah sesuai.

Bagan 4.1

Alur Pelayanan Faskes Rawat Jalan

Sumber : Diolah berdasarkan hasil pengamatan

2. Mengolah data berkas pasien BPJS rawat jalan

Berkas pasien BPJS rawat jalan yang sudah diperiksa oleh kepala ruang kemudian dilakukan pengolahan data oleh petugas pengolahan data pendapatan. Dalam pengolahan data berkas pasien BPJS rawat jalan akan dilakukan verifikasi yang meliputi :

a) Kelengkapan berkas

Untuk dapat mengajukan klaim kepada BPJS kesehatan, petugas pengolahan data harus memeriksa kelengkapan berkas dari pasien peserta BPJS rawat jalan. Berkas tersebut diantaranya :

Pasien Datang

Loket Pendaftaran

Poliklinik

yang dituju

Apotik

Pasien Pulang

(16)

1) Surat Eligibiltas Pasien (SEP) 2) Lembar Bukti Pelayanan (LBP)

3) Surat Kontrol (jika pasien kontrol setiap bulan)

Kendala yang sering ditemui dalam verifikasi kelengkapan berkas yakni sering adanya dokter yang lupa menandatangani LBP. Selain itu petugas pengolahan data juga sering menemui adanya SEP yang salah tulis oleh petugas pendaftaran sehingga membuat ada 2 SEP dengan nama yang berbeda. Jika hal itu terjadi, maka oleh petugas pengolahan data berkas yang bermasalah tersebut akan dilakukan revisi atau perbaikan dengan mencocokkannya dengan data yang ada di komputer.

b) Kesesuaian LBP dan billing

Jika berkas sudah lengkap, selanjutnya petugas pengolah data akan mengecek kesesuaian LBP dengan billing. Hal itu dilakukan agar berkas yang masuk dengan data yang ada di komputer sama.

Apabila verifikasi berkas sudh lengkap serta LBP dan data billing di computer sudah sesuai maka berkas tersebut dianggap sudah valid. Selanjutnya berkas akan dikirim ke petugas coder untuk dilakukan pengkodingan Dx dan Px. 3. Koding diagnosa (Dx) dan Prosedur (Px) pasien rawat jalan

Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai dengan ICD-9-CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke Rumah Sakit.

Unsur pembentuk koding terdiri dari tiga komponen yakni : a. Diagnosa Utama

Diagnose utama membentuk Case Main Groups (CBG). Dalam diagnosa utama jika terdapat lebih dari satu diagnosis maka dipilih diagnosis yang paling banyak menggunkan resouces (SDM, bahan habis pakai, peralatan medic, tes pemeriksaan dan lain-lain).

(17)

Diagnosis sekunder adalah diagnosis selain dari diagnosis utama (komplikasi + Ko-morbiditi). Komplikasi adalah diagnosis yang muncul setalah pasien berada di rumah sakit. Sedangkan Ko-Morbiditi adalah diagnosis lain yang ada sebelum masuk rumah sakit.

c. Tindakan/ Prosedur (ICD-9)

Semua prosedur dikoding baik itu prosedur yang dilakukan didalam kamar operasi, non operasi seperti CT Scan, MRI, USG maupun prosedur yang melibatkan staf ahlu dan menggunakan alat canggih.

Untuk bisa melakukan koding, RSUD Dr. Moewardi harus terlebih dahulu

mempunyai sistem aplikasi INA CBG’s. Aplikasi INA-CBGs merupakan salah satu perangkat entri data pasien yang digunakan untuk melakukan grouping tarif berdasarkan data yang berasal dari resume medis. Aplikasi INA-CBGs sudah terinstall dirumah sakit yang melayani peserta JKN, yang digunakan untuk JKN adalah INA-CBGs 4.0.

Untuk menggunakan aplikasi INA-CBGs, rumah sakit sudah harus memiliki kode registrasi rumah sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, selanjutnya akan dilakukan aktifasi software INA-CBGs setiap rumah sakit sesuai dengan kelas rumah sakit serta regionalisasinya. Proses entri data pasien ke dalam aplikasi INA-CBGs dilakukan setelah pasien selesai mendapat pelayanan di rumah sakit (setelah pasien pulang dari rumah sakit), data yang diperlukan berasal dari resume medis, sesuai dengan alur bagan sebagai berikut :

Bagan 4.4

Alur entry data software INA CBG’s 4.0

(18)

Proses coder dilakukan oleh petugas adminitrasi klaim rumah sakit dengan mengacu pada hasil resume medis pemeriksaan pasien, selain itu perlu diperhatikan juga kelengkapan data administratif untuk tujuan keabsahan klaim. Proses coding menjadi grouping INA CBG’s adalah sebagai berikut.

a. Petugas coder/ klaim rumah sakit memasukkan variable data sosial yang diperlukan untuk proses grouping pada aplikasi INA CBG’s 4.0

Gambar 4.2

Variabel Data Sosial Pasien

Sumber : RSUD Dr. Moewardi

Pada gambar di atas nama rumah sakit adalah RSUD Dr. Moewardi, kode rumah sakit yakni 1124R, kelas rumah sakit adalah A.

Gambar 4.3

Variabel Tarif Rumah Sakit

(19)

b. Setelah memasukkan variable data sosial dan tarif rumah sakit pasien, petugas koding kemudian memasukkan kode Diagnosis dengan ICD 10 dan prosedur dengan ICD 9 CM yang dikoding dari resume medis pasien. Dalam melakukan coding, petugas klaim rumah sakit sering mengalami kesulitan. Hal tersebut dikarenakan dokter ketika menuliskan Dx dan Px pada lembar LBP tulisannya sulit dibaca. Apalagi RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah sakit pendidikan jadi tiap bulannya residen atau dokter yang bertugas sering berganti-ganti. Selain itu diagnosa yang kurang spesifik membuat aplikasi INA CBG’s 4.0 tidak mau memuat diagnosa.

c.

Setelah data Diagnosis dan Prosedur dimasukkan, maka petugas coding diharuskan menekan tombol “ REFRESH ” kemudian dilakukan pengecekan ada atau tidak special CMG pada kasus tersebut, lalu klik tombol “Simpan”. d. Setelah disimpan maka akan terlihat hasil grouping INA CBG’s. Seperti yang

terlihat dibawah ini.

Gambar 4.4

Hasil Grouping menggunakan Software INA CBG’s

(20)

Walaupun sistem INA CBG’s sudah dibuat sedemikian rupa namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala yang mengganggu dalam proses coding. Kendala tersebut bukan berasal dari sistem INA CBG’s melainkan disebabkan oleh kesalahan dari civitas hospitalia RSUD Dr. Moeawardi sendiri. Selain masalah tulisan dokter yang sulit dibaca, diagnosa yang kurang spesifik, masalah kurangnya tenaga coding dan komputer juga menjadi kendala. RSUD Dr. Moewardi dalam pelaksanaan coding baru memiliki 5 petugas coder/klaim rumah sakit dan 5 komputer yang sudah terintegrasi aplikasi INA CBG’s. Seperti wawancara dengan bu Yuni selaku kepala seksi penatausahaan pendapatan (25 Februari 2016) sebagai berikut.

Kendala dalam proses klaim BPJS yakni residen yang berganti-ganti, keterbatasan sarana komputer, di RSUD Dr. Moewardi ini cuma ada 5 komputer untuk pengkodingan selain itu ketidaklengkapan berkas dan sistem yang belum terintegrasi juga menjadi penghambat klaim BPJS.

Padahal untuk pasien BPJS rawat jalan setiap harinya berkas yang masuk kurang lebih 1000 berkas. Hal itulah yang menyebabkan proses pengkodingan menjadi lama dan petugas coder kurang teliti di dalam memasukkan variable data sosial maupun tarif pasien dikarena diburu-buru waktu.

4. Verifikasi klaim pelayanan rumah sakit oleh BPJS Kesehatan a. Purifikasi

Setelah dilakukan pengkodingan diagnosa (Dx) dan prosedur (Px) dengan hasilnya Grouping INA CBG’s pasien BPJS rawat jalan. Selanjutnya berkas klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan diserahkan kepada BPJS center yang ada di RSUD Dr. Moewardi untuk dilakukan purifikasi pada bagian lembar SEP-nya. Purifikasi adalah mencocokkan SEP dengan txt. Tujuan dilakukan purifikasi adalah BPJS ingin memastikan bahwa SEP pasien rawat jalan tersebut sudah sesuai.

b. Verifikasi

Apabila SEP dengan txt sudah cocok atau sesuai dengan data petugas BPJS maka langkah selanjutnya adalah verifikasi. Berkas klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan yang terdiri dari :

(21)

2) SEP dan LBP (4 rangkap)

3) Surat control/ surat masih dalam perawatan

4) Rincian biaya sementara poliklinik pasien rawat jalan.

Berkas – berkas tersebut oleh petugas BPJS akan dicocokkan dengan purifikasi. Hal itu dilakukan dengan tujuan bahwa berkas yang diberikan rumah sakit dengan data yang ada pada petugas BPJS sudah sesuai. Namun apabila ada berkas yang dalam proses verifikasi belum sesuai maka oleh petugas BPJS berkas tersebut akan dikembalikan kepada bagian pengolahan data untuk dilakukan revisi.

c. Rekam Data

Apabila berkas telah selesai direvisi. Langkah selanjutnya adalah rekam data. Rekam data adalah proses mencocokkan data yang ada diberkas dengan yang ada di komputer.

Gambar 4.5

Rekam Data Berkas Pasien BPJS Rawat Jalan

(22)

d. Rekap per bulan

Setelah direkam data. Langkah selanjutnya petugas pengolahan data membuat rekapan per bulan jumlah atau rincian biaya yang akan di klaim kan kepada BPJS kesehatan. Selanjutnya rekapan tersebut di tulis dalam Form Pengajuan Klaim. Dalam Form Pengajuan Klaim (FPK) biaya pelayanan diajukan secara kolektif sebelum tanggal 10 setiap bulannya.

Gambar 4.6

Formulir Pengajuan Klaim (FPK)

Sumber : www.bpjs-kesehatan.go.id

e. Pengajuan klaim kepada BPJS

Dalam klaim yang diajukan kepada BPJS kesehatan biaya pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan dibayar dengan paket INA CBGs tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta. Klaim diajukan secara kolektif

(23)

oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya menggunakan aplikasi INA CBGs Kementerian Kesehatan yang berlaku.

Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/ Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan kelengkapan administrasi umum dan kelengkapan lain sebagai berikut:

1) Rekapitulasi pelayanan

2) Berkas pendukung masing-masing pasien, yang terdiri dari: a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)

b) Resume medis/laporan status pasien/ keterangan diagnosa dari dokter yang merawat bila diperlukan

3) Bukti pelayanan lainnya, misal:

a) Protokol terapi dan regimen (jadual pemberian obat) pemberian obat khusus

b) Perincian tagihan Rumah Sakit (manual atau automatic billing) c) Berkas pendukung lain yang diperlukan.

Setelah memenuhi semua berkas tersebut, selanjutnya Formulir Pengajuan Klaim (FPK) dikirim kepada BPJS kesehatan kota yang berada di Purwosari dengan terlebih dahulu ditanda tangani Direktur RSUD Dr. Moewardi dan petugas BPJS yang memverifikasi.

Untuk berkas revisi dapat terus disusulkan kepada BPJS kesehatan karena masa valid berkas klaim adalah 2 (dua) tahun. Pengajuan klaim kepada BPJS kesehatan kota dilakukan setiap tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya. Untuk pembayaran klaim dari BPJS kepada rumah sakit dilakukan setelah 15 hari kerja terhitung mulai tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya.

(24)

78 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta yang telah dilaporkan pada bab 4 yang diberi judul “Sistem dan Prosedur Klaim Pelayanan Pasien BPJS Rawat Jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”, penulis menarik kesimpulan bahwa sistem dan prosedur klaim di RSUD Dr. Moewardi pada dasarnya telah dibuat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) walaupun dalam pelaksanaannya masih ditemui beberapa hambatan yang hambatan tersebut kebanyakan disebabkan karena kesalahan civitas hospitalia sendiri.

Berikut adalah kesimpulan dari hasil laporan bab IV.

1. Sistem casemix atau sistem INA CBG’s adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang sama dan biaya perawatan yang sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan grouping.

2. Tarif INACBG’s ditentukan berdasarkan kelas rumah sakit, regionalisasi rumah sakit dan adanya pembayaran tambahan (Top up) jika terdapat special Drugs, Prosedures, Investigation dan lain-lain.

3. Tarif INA CBG’s digunakan untuk menentukan jumlah rincian biaya pelayanan, yang mana jumlah rincian tersebut digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim kepada BPJS kesehatan kota secara kolektif.

4. Tarif INA CBG’s digunakan untuk mengajukan klaim pelayanan rawat inap, rawat jalan, alat kesehatan, ambulans, gagal ginjal.

5. Adapun prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan terbagi menjadi 4 yakni :

a. Pelayanan

Untuk dapat berobat menggunakan BPJS, pasien peserta BPJS rawat jalan harus memenuhi dokumen yang terdiri dari identitas pasien BPJS dan surat rujukan. Masalah yang sering terjadi dalam proses pelayanan adalah petugas kurang teliti di dalam mengetikkan nomor SEP sehingga sering

(25)

ditemui pasien dengan nomor SEP yang sama tetapi namanya berbeda. Solusi dari permasalahan tersebut adalah petugas dihimbau untuk teliti dalam memasukkan nomor SEP pasien.

b. Pengolahan data

Berkas dari pasien diperiksa kelengkapan berkasnya serta diperiksa kesesuaian LBP dengan billing. Apabila sudah lengkap dan sesuai berkas tersebut akan di coding, namun apabila masih tersdapat kesalahan berkas tersebut direvisi kembali.

c. Coding

Coding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai dengan ICD-9-CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke Rumah Sakit. masalah yang sering ditemui dalam coding adalah petugas dan computer yang digunakan untuk mengkoding belum banyak hanya terdiri dari 5 petugas dan 5 komputer, hal itu menyebabkan proses pengkodingan menjadi lama dan petugas koding keteteran dalam mengkoding. Selain itu, diagnose yang tidak spesifik serta tulisan dokter yang sulit dibaca membuat petugas coding kesulitan dalam mengkoder Diagnosa (ICD-10) dan Tindakan/prosedur (ICD-9) pasien BPJS.

d. BPJS

Petugas BPJS dalam prosedur klaim pelayanan pasien BPJS bertugas dalam melakukan purikasi dan verifikasi. Kendala yang sering ditemui dalam proses verifikasi adalah masih adanya berkas yang tidak sesuai sehingga berkas tersebut harus dikembalikan kepada petugas pengolahan data klaim untuk dilakukan revisi. Adanya berkas yang perlu direvisi tersebut menyebabkan rumah sakit harus bekerja dua kali padahal pengajuan klaim harus dilakukan pada tanggal 10 setiap bulannya. Pembayaran klaim oleh BPJS dilakukan setelah 15 hari kerja dihitung mulai tanggal 10 setiap bulannya.

(26)

B. Saran

Setelah mengetahui sistem dan prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi dan beberapa kekurangannya, penulis mencoba memberikan saran yang semoga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi RSUD Dr. Moewardi untuk kedepannya prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan menjadi lebih baik lagi. Saran tersebut yaitu :

1. Diharapkan bagian sarana dan prasarana RSUD Dr. Moewardi menambah jumlah komputer yang digunakan untuk mengkoding INA CBG’s karena saat ini baru terdapat 5 komputer yang digunakan untuk mengkoding sedangkan berkas yang harus dikoding khususnya pelayanan rawat jalan kurang lebih 1000 berkas.

2. Ketika pengamatan di bagian pengelolaan pendapatan penulis lihat adanya penumpukan berkas pasien rawat jalan proses rekam data karenanya penulis menyarankan akan adanya penambahan sumber daya manusia pada bagian tersebut agar masalah penumpukan berkas tidak sering terjadi setiap bulannya. 3. Sebaiknya ada himbauan kepada dokter-dokter untuk tidak lupa dalam

menandatangani lembar LBP serta dalam menuliskan diagnose dan prosedur dan juga singkatan tulisannya harus bisa dibaca. Hal itu dilakukan agar petugas koder tidak kesulitan lagi di dalam mengkoder.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Alen, Louis A. 1963. Karya Management terj. J.M.A. Tuhuteru. Jakarta: PT Pembangunan.

Amy, A. 1988. Ensiklopedia Nasional Indonesia: Jilid I. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.

Baridwan Zaky. 2002. Sistem Akuntansi, Penyusunan Prosedur dan Metode. Yogyakarta: BPFE.

Herdiansyah, Haris. 2013. Wawancara, Observasi dan Focus Groups (sebagai instrument penggalian data kualitatif). Jakarta: Rajawali pers.

Koontz, Harold dan Cyrill O’Donnell. 1964. Principles of Management, An Analysis of Managerial Functions. New York: Mc Graw Hill Book Coy Inc.

Maulana, Agus. 1997. Manajemen Strategik. Jakarta: Binarupa Aksara.

Maryati, MC. 2008. Manajemen Perkantoran Efektif. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Moekijat. 1997. Administrasi Perkantoran. Bandung: Mandar Maju.

Moekijat. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju.

Moenir, A.S. 1982. Tatalaksana (Menejemen) Perkantoran dan Penerapannya. Jakarta: Pradnya Paramitha.

Sukoco, Badri Munir. 2007.Manajemen Administrasi Perkantoran Modern. Erlangga : Surabaya.

(28)

Syafei, Inu Kencana, dkk. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Rineka Cipta: Jakarta.

Tim Penyusun Pusat Kamus. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): edisi 3 cetakan 4. Jakarta: Balai Pustaka.

Wursanto, Ig. 1991. Kearsipan 1. Kanisius : Yogyakarta.

INTERNET

Panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS Kesehatan. http://www.elibrary.dprd.jatengprov.go.id. Diakses pada hari Kamis, 14 April 2016 pukul 11:00 WIB.

Panduan Praktis Pelayanan BPJS Kesehatan. http://www.pasiensehat.com. diakses pada hari Kamis. 14 April 2016 pukul 11:00 WIB.

www.bpjs-kesehatan.go.id. diakses pada tanggal 30 April 2016 pukul 13:00.

www. Protespublik.com. diakses pada tanggal 30 April 2016 pukul 13:00.

REGULASI

Kemenkes Republik Indonesia No.983/MenKes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum

Peraturan BPJS Kesehtan No. 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan

Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Sistem INA CBG’s

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

(29)

UUD RI No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Maret 2016, inflasi Kota Metro disebabkan oleh adanya peningkatan indeks pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok,

 Menyajikan hasil analisis dan simpulan tentang laporan hasil kegiatan dalam berbagai bentuk media (lisan/tulisan 3.6 Memahami perencanaan usaha kerajinan dari bahan

Dalam proses pemberian kredit, nasabah yang ingin mendapatkan kredit tidak langsung begitu saja di berikan tetapi harus melalui prosedur yang berlaku. Tujuan pelaksanaan

Adam Malik, Medan.Dalam penelitian ini digunakan metode total sampling yaitu 37 orang yang merangkumi 25 orang perawat, 8 orang PPDS, dan 4 orang bukan medis yang

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan tadi, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan,

The emerging concept of fourth-generation wireless access networks envisions mobile devices that can support multiple technologies for physical digital radio communication, along

Menurut Brigham dan Gapenski (1999:431) dalam Gunawan (2011), Trade- Off Theory memberikan 3 pernyataan penggunaan hutang yang dapat digunakan untuk menentukan

(2) Proteksi beban lebih bagi motor yang bekerja pada sistem tegangan di ats 1000 V harus berupa suatu pemutus daya yang dilengkapi dengan pengindera beban lebih,