• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (1)

Dalam Hukum Pidana Islam

Oleh:

NELI YURNITA NIM: 102170170

Pembimbing:

Dr. Maryani, S.Ag., M.Hi Muhammad Aiman, S.H., M.H

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

1441 H/2021 M

(2)

i

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil dari karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Jambi, September 2021 Yang Menyatakan,

Neli Yurnita NIM: 102170170

(3)

ii

Pembimbing I : Dr. Maryani, S.Ag.,M.Hi Pembimbing II : Muhammad Aiman, S.H.,M.H Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi

Jl. Jambi, Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 5820

Jambi, Juli 2021 Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syariah

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Di-

JAMBI

PERSETUJUAN PEMBIMBING Assalamualaikum wr wb.

Setelah membaca dan pengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi saudari Neli Yurnita, 102170170 yang berjudul: “Tindak Pidana Pemalsuan Surat Tanah ditinjau dari Hukum Positif dan Hukum Islam.” Telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana stara satu (S1) dalam prodi Hukum Pidana Islam pada Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.

Wassaamualaikum wr wb.

Pembimbing I Pembimbing II

Dra.Maryani, S.Ag.,M.Hi Muhammad Aiman,S.H.,M.H NIP. 19680440119943022001 NIDN. 2016068405

(4)

iii

(5)

iv MOTTO

اَلَو ا ْوُل ْوُقَت اَمِل

اُفِصَت اُمُكُتَنِسْلَا

اَبِذَكْلا اَذٰه

ا لٰلَح اَذٰهَّو ا ماَرَح

ا ْوُرَتْفَتِّل ىَلَع

اِّٰالل ا َبِذَكْلا اَّنِا

اَنْيِذَّلا اَن ْوُرَتْفَي

ىَلَع اِ ّٰالل اَبِذَكْلا اَل

ا َن ْوُحِلْفُي

ا

Artinya : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut- sebut oleh lidah mu secara dusta, “ini halal dan ini haram”

untuk mengadakan kebohongan-kebohongan terhadap Allah.

Sesungguhnya orang yang mengada-ngadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”. ( An-Nahl: 16: 116 ).

(6)

v

PERSEMBAHAN Bismillahirrohmanirrohim

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, shalawat dan salam Kepada baginda Rasulullah SAW

Karya ini kupersembahkan

~~teruntuk~~

Kedua orang yang sangat berharga bagi hidup dan matiku, yang selalu memberi semangat dalam hal apapun demi kebaikan masa depanku, berjuang dan berkorban demi diriku, yang membuat aku bangga lahir ditengah-tengah mereka

yakni kedua orang tua ku.

Yth. Bapak M. Khoiri dan Ibuk Rabiatun Alawiyah.

Yang sudah mendidik, dan membesarkanku dengan penuh kasih dan sayang yang tiadak bisa ku umpamakan dengan hal pappun didunia ini.

Karya ini juga kupersembahkan kepada seluruh keluarga ku, terutama kakak- kakak dan adik ku, Rosita, Purkoni, Rosmaini.

Yang selalu selalu ada dan yang selalu memberikan semangat untukku, yang membuat aku terus berusaha sampai ke proses akhir kuliahku ini.

Kepada sahabat-sahabatku yang turut andil dalam perjuanganku, Ranita, Naida, Desi, Ella, Lina, Husna, sahabat seperjuangan warga bungo, Dll.

Terima kasih telah berjuang bersamaku dikondisi sulit sekalipun, hingga diriku sampai ke titik ini.

Terima kasih kepada segenap keluarga besar, Bapak/Ibuk Dosen dan teman- temanku yang telah turut membantu dalam memberikan dorongan positif guna

terselesainya skripsi ini.

Almamaterku, Kampus biru UIN STS Jambi Terkhusus Prodi tercinta Hukum Pidana Islam

(7)

vi ABSTRAK

TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

Oleh NELI YURNITA

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hukum tindak pidana pemalsuan surat tanah dari segi hukum positif dan hukum islam.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif yuridis (metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder) yaitu metode yang menggunakan sumber-sumber data sekunder, yaitu peraturan perundang-undangan, pasal-pasal, teori-teori hukum, pendapat para ahli hukum dan kajian-kajian terdahulu. Yang kemudian di analisis serta menarik kesimpulan dari permasalahan yang akan digunakan. Pengumpulan data yang digunakan penulis yakni, Studi pustaka yaitu Studi dokumen/bahan-bahan pustaka dengan cara melakukan penelusuran dan pengamatan terhadap dokumen-dokumen yang relevan dengan masalah tindak pidana pemalsuan surat tanah.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hukuman terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat tanah dari segi hukum positif pelaku dikenakan pasal 263 KUHP dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Dan apabila jenis surat tersebut seperti surat-surat otentik seperti akta-akta yang dibuat oleh seorang notaris atau akta yang dibuat penjabat pembuat akta tanah (PPAT), maka hukumannya diperberat dengan dikenakan pasal 264 KUHP dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. Sedangkan dari segi hukum islam setiap perbuatan memalsukan adalah melakukan perbuatan yang dilarang karena termasuk ke dalam perbuatan dusta, penipuan dan pengelabuan, dikenakan hukuman ta’zir, yaitu bentuk sanksi hukuman tersebut diserahkan kepada pemerintah atau hakim.

Dalam hukum positif maupun hukum Islam berpandangan sama bahwa tindak pidana pemalsuan surat termasuk kedalam suatu tindak kejahatan atau jarimah. Karena, menurut hukum positif perbuaan tersebut dianggap melanggar ketentuan hukum yang terdapat dalam kitab Undang-Undang Hukum pidana pasal 263 ayat (1) dan (2), pasal 264 ayat (1) dan (2), pasal 266 ayat (1) dan (2), dan pasal 274 ayat (1) dan (2) sebagai hukum umum (Lex Generalis). Di dalam hukum Islam belum ditemukan pembahasan yang khusus mengenai tindak pidana pemalsuan surat. Akan tetapi, secara umum perbuatan memalsukan adalah termasuk ke dalam kebohongan (al-Kidzb), penipuan dan pengelabuan, dan merupakan perbuatan zhalim. Akab tetapi, berdasarkan adanya kesesuaian antara tindak pidana pemalsuan surat termasuk dengan jarimah pemalsuan tanda tangan dan jarimah pemalsuan stempel Bait al-Maal, maka tindak pidana pemalsuan surat bisa digolongkan kedalam jarimah takzir, mengingat tindak pidana ini baik jenis maupun hukumannya tidak disebutkan di dalam nash syara.

Kata Kunci: Pemalsuan surat, surat tanah, sanksi, Hukum Positif dan Hukum Islam

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah,

puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana dalam penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula diiringan shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini diberi judul “Tindak Pidana Pemalsuan Surat Tanah ditinjau dari Hukum Positif dan Hukum Islam.” merupakan suatu penelitian tentang penomena sosial yag berkenaan dengan Pemalsuan Surat Tanah.

Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali kepada Yang Terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Su’aidi Asy’ari, MA., Ph.D, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag., MH selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Bapak Agus Salim, M.A.,M.I.R.,Ph.D, sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik, Bapak Ruslan Abdul Gani, S.H.,M.Hum sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan, Bapak Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum, sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.

4. Ibu Dr. Robi’atul Adawiyah, S.Ag., M.H.I Sebagai Ketua Prodi Hukum Pidana Islam, dan Bapak Bapak Devrian Ali, S.S.I., MA., Hk Sebagai Sekretaris Prodi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

(9)

viii

5. Ibuk Dra. Maryani, S.Ag.,M.Hi sebagai Pembimbing I Dan Bapak Muhammad Aiman, S.H., M.H sebagai Pembimbing II.

6. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 7. Bapak dan Ibuk Karyawan/Karyawati Perpustakan Fakultas Syariah dan

Perpustakan Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifudin Jambi.

8. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung maupun tidak langsung.

Selain itu, penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, diharapkan semua pihak dapat menyumbangkan pemikirannya untuk penyempurnaan skripsi ini. Kepada Allah SWT kita memohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.

Semoga amal kebaikan kita diseimbangkan oleh Allah SWT.

Jambi, Agustus 2020 Penulis

Neli Yurnita 102170170

(10)

ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDULا

PERNYATAAN KEASLIAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

LEMBARAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 9

D. Tujuan penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 9

E. Kerangka teori ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 12

G. Metode Penelitian ... 13

1. Pendekatan Penelitian ... 13

2. Jenis dan Sumber Data ... 14

3. Instrumen Pengumpulan Data ... 15

4. Teknik Analisis Data ... 16

(11)

x

H. Sistemika Penulisan... 16

BAB II TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH DALAM HUKUM POSITIF A. Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan Surat Tanah Menurut Hukum Positif ... 18

B. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat Tanah Menurut Hukum Positif ... 29

BAB III TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan Surat Tanah Menurut Hukum Islam ... 33

B. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat Tanah Menurut Hukum Islam ... 41

BAB IV PERBANDINGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH A. Perbandingan Umum (Pengertian) ... 54

B. Perbandingan Khusus (Sanksi) ... 55

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 64

CURRICULUM VITAE ... 68

(12)

xi

(13)

xii

DAFTAR SINGKATAN 1. As : Alaih as-salam

2. Hlm : Halaman 3. H : Hijriah

4. KHI : Kompilasi Hukum Islam 5. M : Masehi

6. UU : Undang-undang

7. UIN : Universitas Islam Negeri 8. Q.S : Al-Qur’an Surah

9. HR. : Hadits Riwayat

10. SAW : Shollallahu Aalaihi Wasalam 11. SWT : Subhanahu Wata’ala

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara hukum (recht staats), sehingga setiap orang yang melakukan kejahatan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui prosedur hukum. Penegakan hukum berarti bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, sekaligus dilarang disertai dengan ancaman pertanggungjawaban (sanksi) dalam bentuk kejahatan tertentu. Hal ini berkaitan dengan asas legalitas, yaitu perbuatan yang tidak dapat dipidana tetapi telah diatur dengan undang-undang, oleh karena itu bagi perbuatan yang melanggar larangan dan telah diatur dengan undang-undang, pelakunya dapat dipidana.1

Indonesia juga negara yang terdiri dari berbagai ras, agama dan adat istiadat, dari Sabang hingga Marauke. Sejak Indonesia merdeka, Indonesia telah menjadi negara kesatuan dengan membentuk sistem hukum nasional. Sistem hukum merupakan salah satu alat untuk mengatur negara ini.

Buktinya sistem hukum ini adalah Hukum Pidana (KUHP) dan Hukum Perdata (KUHPer) yang masih berlaku hingga saat ini. Pasal 1 Aturan Peralihan dapat ditemukan dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “Selama peraturan baru belum dilaksanakan sesuai dengan UUD 1945, semua lembaga negara dan peraturan yang ada dianggap berlaku”.

1 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 15.

(15)

Sebagai negara hukum, Indonesia menempatkan hukum pada posisi tertinggi dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ada, dan hukum sebagai klausul menjadi aturan hidup masyarakat yang bersifat memaksa, mengikat, mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat, dengan kata lain hukum merupakan serangkaian aturan yang berisi perintah ataupun larangan yang harus ditaati demi tercapainya suatu kondisi yang aman, damai dan tentram, serta terdapat sanksi bagi siapapun yang melanggar peraturan tersebut.

Dengan perkembangan dunia dengan terbentuknya suatu negara, diperlukan undang-undang untuk melindungi keselamatan warganya. Undang- undang mengatur peralatan semua orang di negara itu. Undang-undang yang dirumuskan bersama oleh instansi pemerintahan dan perwakilan DPR antara lain:

Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan dalam KUHP, yurisdiksi, perjanjian, dll; ada juga peraturan perundang-undangan, seperti hukum adat, dll. Yang diatur atau dibentuk oleh orang-orang yang diberi kewenangan oleh masyarakat, seperti tokoh masyarakat, dan disetujui oleh masyarakat dan dilaksanakan oleh aparat penegak hukum.

Pengertian tindak pidana dalam Hukum Pidana (KUHP) disebut stratbaar feit. Tindak pidana itu sendiri merupakan perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan terhadap siapapun yang melanggar larangan tersebut, dan disertai dengan ancaman (sanksi) berupa hukuman. Acara pidana merupakan definisi dasar hukum pidana (keadilan normatif). Kejahatan dapat dijelaskan dari perspektif hukum atau kriminologi. Tindak pidana atau kejahatan dalam

(16)

pengertian hukum normatif merupakan perilaku abstrak dalam hukum pidana, sedangkan kejahatan dalam pengertian kriminologi adalah perilaku manusia yang melanggar norma-norma konkrit yang hidup dalam masyarakat.2

Dengan kemajuan ilmu ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan perilaku kriminal tidak dapat disangkal. Dalam kehidupan manusia, kebutuhan hidup harus dipenuhi, dan berbagai cara harus ditempuh untuk bertahan hidup. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup mendorong seseorang untuk melakukan terlalu banyak aktivitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Bukan tidak mungkin mengarahkan seseorang pada perilaku tidak normal atau pelanggaran hukum dan peraturan.

Kebutuhan ekonomi menjadi salah satu penyebab terjadinya kejahatan seperti pencurian, pemerasan, penggelapan dana masyarakat, pemalsuan, dan penipuan. Contoh tindak pidana yang merupakan faktor kebutuhan ekonomi adalah tindak pidana pemalsuan.

Adam Chazawi mengatakan, “Di antara berbagai kejahatan yang terjadi di masyarakat, kejahatan pemalsuan adalah salah satunya. Bahkan saat ini, banyak kejahatan pemalsuan dalam berbagai bentuk dan perkembangan. Hal itu menunjukkan bahwa pemalsuan yang semakin. Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang mana didalamnya mengandung system ketidak benaran atau palsu atas suatu (obyek) yang sesuatunya itu tampak dari luar se olah olah benar adanya, padahal bertentangan dengan yang sebenarnya”.3

2 Tri Andrisman, Hukum Pidana, Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2011, hlm.69.

3 Adam Ichazawi, Tindak Pidana Pemalsuan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.3.

(17)

Jika kebenaran bukti tertulis tertentu dan alat tukar lainnya tidak dapat dijamin, tidak mungkin membangun koneksi dalam masyarakat yang maju secara tertib. Oleh karena itu, pemalsuan dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat. Pemalsuan sebenarnya adalah pelanggaran terhadap 2 (dua) norma dasar:

1. Kebenaran atau kepercayaan yang dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan penipuan.

2. Ketertiban umum, pelanggarannya diklasifikasikan sebagai kejahatan yang membahayakan negara atau ketertiban umum.4

Pemalsuan dapat digolongkan sebagai tindak pidana penipuan, sehingga tidak semua perbuatan merupakan pemalsuan. Jika seseorang menggambarkan keadaan barang dengan cara yang benar atau otentik (minsalnya surat), tetapi tidak memiliki keaslian pada kenyataannya. Pemalsuan dapat digolongkan sebagai tindak pidana penipuan, sehingga tidak semua perbuatan merupakan pemalsuan.

Jika seseorang menggambarkan keadaan barang dengan cara yang benar atau otentik (minsalnya surat), tetapi tidak memiliki keaslian pada kenyataannya, pemalsuan dapat diklasifikasikan sebagai kelompok kriminal penipuan produk atau surat adalah benar atau benar. Oleh karena itu, orang lain akan tertipu dan percaya bahwa kondisi yang dijelaskan pada barang atau surat tersebut benar atau asli.

4 H.A.K Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Cet.1 (Bandung:

Alumni,1982), hlm.55.

(18)

Memalsukan surat mengacu pada membuat surat itu seluruh atau sebagiannya tidak benar ataupun bertentangan dengan fakta. Pemalsuan surat bisa berupa:

1. Menulis surat yang sebagian ataupun seluruh isinya suat tidak sesuai ataupun bertentangan dengan fakta (intellectual valschheid)

2. Menulis surat seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain penulis surat itu. Membuat surat palsu seperti itu dinamakan dengan pemalsuan (materiele valschheid). Surat yang salah atau tidak benar menjadi tanggungan pengirim atau penulis surat.5

Hukum Islam adalah ajaran Allah SWT yang tujuan utamanya adalah mewujudkan dan melindungi kepentingan umat manusia, termasuk kepentingan pribadi dan kepentingan sosial. Manfaat yang akan diwujudkan oleh hukum Islam melibatkan semua aspek dharuriyat (primer), hajjiyat (sekunder) dan (stabilitas sosial). Dengan kata lain, dalam hukum empiris yang tertuang pada Pasal 263 Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana pemalsuan surat, merugikan orang lain dan negara adalah salah, dan bisa dipidana hingga 6 tahun (lima belas) tahun penjara.6 Dalam hukum Islam, mereka yang melakukan tindak pidana pemalsuan akan dihukum oleh hukuman ta’zir. Ta'zir ialah hukuman yang ditentukan oleh syara’, seluruhnya ditentukan oleh ulil amri, dan ulama fiqh mendefenisikan nya menjadi hukuman yang wajib menjadi hak Allah atau Bani Adam pada masing-

5 Adami Chazwi, Tindak Pidana Pemalsuan, hlm. 100.

6 Pasal 263 KUHP.

(19)

masing kemaksiyatan yang tidak memiliki pilihan tertentu serta tidak pula ialah kafarahnya.7

Salah satu contoh kasus pemalsuan yang pernah terjadi pada masa Khalifah yaitu, Umar Ibn Al-Khattab menentang perbuatan Mu’an Ibn Zaidah yang memalsukan prangko atau stempel Bait Al-mal. Hal yang sama berlaku juga untuk kejahatan pemalsuan Al-Quran. Khalifah Umar Ibn A-Khattab mengasingkan Mu’an Ibn Zaidah setelah sebelumnya dijatuhi hukuman ta’zir.8

Berdasarkan kasus diatas, sehingga bisa disimpulkan bahwa perbuatan memalsukan surat tanah termasuk kategori dusta (bohong) sebab hakikatnya ada perbuatan berbohong dalam perbuatan tersebut, yaitu tidak memberikan informasi yang benar atau bersifat hipotesis. Dalam "Al-Quran", ada banyak ayat (al-Kidzb) yang melarang berdusta. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat an-Nahl ayat 116:

اىَلَعا َنوُرَتاْفَيا َنيِذَّلٱا َّنِإاۚا َبِذَكْلٱاِ َّللَّٱاىَلَعا۟اوُرَتْفَتِّلا ماَرَحااَذَٰهَوا لَٰلَحااَذَٰها َبِذَكْلٱاُمُكُتَنِسْلَأا ُفِصَتااَمِلا۟اوُلوُقَتا َلَو اَنوُحِلْفُيا َلا َبِذَكْلٱاِ َّللَّٱ Artinya:

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada- adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”.9

Adapun hadits tentang anjuran untuk berlaku jujur, Nabi Muhammad (Muhammad SAW) bersabda, yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a:

7 A. Ruway’I Ar-Ruhaly, fikih umar 2, penterjemah. Basalamah, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsan, 1994), Cet.1, hlm.292.

8 Abd.Al-Aziz Amir, At-Takzir Fi Asy-Syariah Al-Islamiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996), hlm.205.

9 An-Nahl (16): 116

(20)

اْمُكْيَلَعا:اَمَّلَسَواِهْيَلَعاُاللاىَّلَصاِاللاُلْوُسَراَلاَقا:اَلاَقاُهْنَعاُاللاَيِضَرادْوُعْسَماِنباِاللاِدْبَعا ْنَع اِقْدِّصلاِبا

اْلاا َّنِإَواِّرِبْلااىَلِإاْيِدْهَياَقْدِّصلاا َّنِإَف اِةَّنَجْلااىَلِإاْيِدْهَياَّرِب

اىَّتَحاَقْدِّصلااىَّرَحَتَيَواُقُدْصَياُلُجَّرلااُلاَزَيااَمَواا

اًقْيِّدِصاِاللاَدْنِعا َبَتْكُي اَبِذَكْلاَواْمُكاَّيِإَواا

اِراَّنلااىَلِإاْيِدْهَياَرْوُجُفْلااَّنِإَواِرْوُجُفْلااىَلِإاْيِدْهَيا َبِذَكْلااَّنِإَفاا ااَمَواا

اَزَي .اًباَّذَكاِاللاَدْنِعا َبَتْكُياىَّتَحا َبِذَكْلااىَّرَحَتَيَوا ُبِذْكَياُلُجَّرلااُلا Artinya:

“Sesungguhnya kejujuran akan membimbing menuju kebaikan, dan kebaikan akan menuju surga. Sesungguhnya orang akan bersungguh- sungguh berusaha untuk jujur, sampai akhirnya ia menjadi orang yang benar-benar jujur. Dan sesungguhnya kedustaan akan membimbing menuju kejahatan, dan kejahatan akan membimbing menuju neraka.

Sesungguhnya orang yang bersungguh-sungguh berusaha untuk dusta, sampai akhirnya ia benar-benar ditetapkan di sisi Allah sebagai pendusta”. (H. R. Bukhari dan Muslim).

Meningkatnya kegiatan kriminal yang terjadi saat ini sangat mengkhawatirkan bagi korban kejahatan, kejahatan ini muncul karena pelaku ingin cepat kaya dengan melanggar hukum dan salah satu kejahatan saat ini.

Sering terjadi mengenai uang palsu, sertifikat tanah palsu, surat nikah palsu, dan memalsukan data Al-ahli waris, KTP Palsu, sumpah palsu, memberikan keterangan palsu serta pemalsuan tanda tangan. Sering kita lihat di internet, surat kabar, dan TV.

Sebagai sebagai contoh tanda tangan pada surat jaminan, jika tanda tangan pada surat jaminan itu dipalsukan, dapat dibuat suatu perjanjian, yang jelas akan merugikan orang yang tanda tangannya dipalsukan, karena mereka tidak pernah merasa tanda tangan dan perusahaan membutuhkan surat jaminan, dengan akta tanda tangan, perusahaan akan mengeluarkan pembiayaan dalam jumlah besar untuk penerbitan perjanjian hutang, dan bagi penjahat yang menggunakan tanda tangan palsu pada jaminan, mereka akan mendapatkan banyak uang. manfaat dan rencana dan rencana lainnya.

(21)

Semua tindak pidana pemalsuan surat tersebut berdampak besar terhadap kerugian materiil maupun non materiil yang ditimbulkan oleh para korban dan masyarakat lain, serta para pelaku tindak pidana pemalsuan surat untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain.

Kejahatan pemalsuan telah menimbulkan perhatian besar di masyarakat.

Melalui berbagai cara, salah satunya dengan memalsukan isi surat seolah-olah nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum di masyarakat masih sangat rendah. Salah satu kasus pidana pemalsuan surat tanah terjadi di Pengadilan Negeri Muara Bungo, yaitu Putusan Nomor:230/Pid.B/2014/ PN.Mrb.

yaitu terdakwa Usman Efendi telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat hak milik tanah.10

Melihat beberapa permasalahan tentang pemalsuan, maka peneliti bermaksud mengangkat judul penelitian “Tindak Pidana Pemalsuan Surat Tanah ditinjau dari Hukum Positif dan Hukum Islam”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang diambil peneliti yaitu:

1. Bagaimana pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam tentang tindak pidana pemalsuan surat tanah?

2. Bagaimana sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana pemalsuan surat tanah menurut Hukum Positif dan Hukum Islam?

10 Putusan Nomor:230/Pid.B/2014/ PN.Mrb.

(22)

C. Batasan Masalah

Mengingat kompleksnya tindak pidana pemalsuan surat, agar tidak terjadi salah pengertian dan tercapainya mufakat terhadap permasalahan yang ingin penulis bahas, maka penulis berpendapat perlu adanya pembatasan Masalah yang akan dipelajari. Skripsi ini akan membahas tentang tindak pidana pemalsuan surat tanah.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian

Tujuan utama penulisan proposal skripsi ini adalah untuk menjawab dua pertanyaan dalam rumusan masalah diatas,yaitu:

a. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang tindak pidana pemalsuan surat.

b. Untuk mengetahui sanksi bagi pelaku tindak pidana pemalsuan surat manurut Hukum Positif dan Hukum Islam.

2. Kegunaan Penelitian.

a. Secara akademis

1) Diharapkan dapat menjadi bahan refrensi dan informasi yang positif bagi mahasiswa Fakultas Syari’ah dan mahasiswa yang mengambil jurusan hukum pidana islam dalam mencari sebuah informasi khususnya tentang hukum pemalsua surat.

2) Penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu hukum khususnya Hukum Pidana tentang sanksi bagi pelaku kejahatan pemalsuan.

(23)

b. Secara Praktis.

1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara yang menyangkut masalah pemalsuan surat.

E. Kerangka Teoritis

Untuk melakukan penelitian diperlukannya kerangka teoritis yang Dikemukakan oleh Ronny Harnitijo, yaitu setiap penelitian harus disertai dengan ide-ide teoritis.11

Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas, teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan masalah tersebut, diantaranya:

a. Teori Perbandingan Hukum

Hukum merupakan seluruh aturan tingkah laku berrupa norma/kaidah tertulis maupun tidak tertulis yang dapat mengatur dan menciptakan tata tertib dalam masyarakat yang hars ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya berdasarkan keyakinan dan kekuasaan hukum itu. Sedangkan dalam arti kata formal, hukum adalah kehendak ciptaan manusia berupa norma-norma berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku, tentang apa yang boleh dilakukan, yang dilarang, dan dianjurkan untuk dilakukan. Oleh karena itu, hukum mengandung nilai-nilai keadilan, kegunaan atau kemanfaatan dan kepastian hukum dalam masyarakat tempat hukum diciptakan.12

11 Ronny Harnitijo dalam Buku Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis serta Disertasi, (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm,220.

12 Neni Sri Imaniyati dan Panji Adam Agus Putra, Hukum Bisnis (Bandung: Refika Aditama, 2017), hlm 1.

(24)

Hukum positif adalah terjemahan dari bahasa latin ius positum yang secara harfiah berarti hukum yang ditetapkan (gesteld recht), dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa hukum positif adalah hukum yang ditetapkan manusia. Bryan Garner memberikan pendapat bahwa hukum positif sebagai sisitem hukum yang diumumkan secara resi dan dilaksanakan dalam masyarakat politik tertentu oleh mereka yang memiliki kedudukan politik lebih tinggi.13 Huku Islam adalah mengatur pergaulan hidup kaum muslimin. Hukum islam berlaku bagi semua orang yang memeluk agama Islam, dimanapun mereka berada, hukum Islam bukan merupakan suatu ilmu pengetahuan melainkan salah satu aspek agama.14

Upaya untuk melakukan perbandingan hukum adlah bertitik tolak kepada pandangan bahwa bangsa-bangsa di dunia memiliki tata hukum masing-masing.

Ilmu pengetahuan perbandingan hukum tentunya tak puas dengan pencatatan belaka dari perbedaan dan persamaan, melainkan juga mencari keterangannya, batasan tentang perbandingan hukumdirinci oleh Soedjono dimana perbandingan hukum adalah suatu metode studi hukum, yang mempelajari perbedaan sistem hukuman antara negara yang satu dengan yang lain. Atau membandingkan sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan yang lain.15

13 A’an Efendi, Freddy Poernomo, IG.NG Indra S. Ranuh, Teori Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm61-65

14 Amiruddin Pabbu, Rahman Syamsuddin, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), hlm 177-178

15 Amiruddin Pabbu, Pengantar Ilmu Hukum, hlm 245

(25)

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ialah hasil-hasil penelitian terdahulu. Sebenarnya kajian masalah pemalsuan surat sudah banyak dilakukan, dan sebelum penelitian ini dilakukan sudah ada beberapa penelitian yang penulis temukan dengan tema yang sama yaitu tentang pemalsuan.16

Berikut beberapa penelitian sebelumnya yaitu:

1. Bonar Simbolan 2015.17Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Skripsi. Sudah melaksanakan penelitian terkait “Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Pasal 263 Ayat 1 KUHP.”

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti, persamaannya yaitu memakai dasar hukum yang sama yaitu Pasal 263 KUHP, dan perbedaanya yaitu fokus penelitianya, karena penulis lebih berfokus tentang tindak pidana pemalsuan surat tanah.

2. Sabtin Oktaviani 2018.18 Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Skripsi. Sudah melaksanakan penelitian terkait “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah (Putusan Nomor:

351/Pid.B/2017/PN.Kag)”. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti. Persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang tindak pidana pemalsuan, sedangkan perbedaannya juga terletak pada fokus penelitian, penulis lebih berfokus tentang tindak pidana

16 Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi, (Syariah Press, 2014), hlm 26.

17 Bonar Simbolon, Skripsi, Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Pasal 263 Ayat 1 KUHP, (Fakultas Syariah UIN Raden Fatah Palembang 2015).

18 Sabtin Oktaviani, Skripsi, Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah (Putusan Nomor: 351/Pid.B/2017/PN.Kag), (Fakultas Syariah UIN Raden Fatah Palembang 2018).

(26)

pemalsuan surat tanah sedangkan Sabtin Oktaviani lebih berfokus tentang tindak pidana pemalsuan ijazah dan menganalisa putusan.

3. Muhammad Nazom 2020.19 Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Sudah melksanakan penelitian terkait “Penegakan Hukum Tentang Pemalsuan Surat Tanah (Studi Kasus Desa Pulau Salak Baru Kecamatan Batang Asai Kabupaten sarolangun)”. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti. Persamaannya yaitu sama-sama meneleti tentang pemalsuan surat tanah, sedangkan perbedaan nya penulis lebih berfokus pada tinjauan hukum positif dan hukum islam tentang tindak pidana pemalsuan surat tanah.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.20 Penelitian merupakan sebuah karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan dengan baik. Maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Dikarenakan penelitian ini adalah Penelitian Hukum Normatif, terdapat beberapa pendekatan yang digunakan. Pertama, pendekatan perundang-undangan (normative approach) dengan cara meneliti ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Undang-undang. Dengan pendekatan ini akan diketahui aspek-aspek apa saja yang termasuk dalam tindak pidana pemalsuan surat. Kedua, pendekatan

19 Muhammad Nazom, Skripsi, Penegakan Hukum Tentang Pemalsuan Surat Tanah (Studi Kasus Desa Pulau Salak Baru Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun), (Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2020).

20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mised Methods), (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm, 12

(27)

konseptual (conceptual approach) yaitu dengan cara meneliti teori-teori dan asas- asas hukum positif dan hukum Islam yang berkaitan dengan Pemalsuan surat.

Ketiga, Pendekatan perbandingan (comparative approach) yaitu dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan Hukum Positif serta Hukum Islam tentang Tindak Pidana Pemalsuan surat.21

2. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Penelitian

Penelitian ini berjenis penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. dalam jenis penelitian ini yaitu penelitian perbandingan hukum. Adapun pengertian hukum normatif adalah pendekatan terhadap suatu masalah yang mengacu terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.22

b. Sumber Data

Saat merumuskan skripsi ini penulis melaksanakan penelitian kepustakaan (Library Research), yang menggunakan data sekunder yaitu data yang didapat dengan melaksanakan studi kepustakaan yaitu melaksanakan berbagai aktivitas membaca, mengutip, mencatat buku-buku, menelaah perundang-udangan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Dalam penelitian hukum normatif, maka sumber utama berasal dari data kepustakaan, dalam kepustakaan hukum, maka sumber datanya disebut bahan hukum. Bahan hukum merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai atau digunakan untuk tujuan menganalisis hukum yang

21 Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi, hlm 31.

22 Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi, hlm 43.

(28)

berlaku.23 Sumbernya diperoleh berdasarkan studi kepustakaan (library research) dengan bahan-bahan hukum sebagai berikut:

1) Bahan Hukum primer

Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat otoritatif maksudnya memiliki otoritas. Adapun bahan-bahan hukum primer terdiri atas perundang-undangan, catatan-catatan resmi ataupun risalah dalam pembuatan perundang undangan dan putusan-putusan hakim.24 Seperti Pasal 263 Ayat 1 KUHP.

2) Bahan Hukum sekunder

Bahan hukum sekunder seperti semua publikasi tentang hukum yang bukan berupa dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum.

3) Bahan Hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang menggambarkan atau memberikan uraian lebih mendalam terhadap bahan-bahan primer dan sekunder. Seperti kamu bahasa Arab dan Inggris, dan kamus-kamus lainnya.25 3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yaitu alat yang dipakai untuk menngumpulkan data dan fakta penelitian. Sebab penelitian yang diterapkan ialah penelitian pustaka, sehingga alat pengumpulan datanya berupa studi dokumentasi ataupun literatur. Selanjutnya data penulis diolah melalui studi dokumen, yakni

23 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, hlm 158-59.

24 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, hlm 68.

25 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Edisi Revisi,,,hlm. 35.

(29)

menggunakan data sekunder yakni peraturan perundangan-undangan, teori-teori hukum yang relefan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Yaitu berkenaan dengan tindak pidana pemalsuan surat ditinjau dari hukum positif dan hukum islam.

4. Teknik Analisi Data

Setelah data-data dikumpulkan, selanjutnya penulis mengelola data tersebut dengan cara:

a. Induktif, yakni suatu metode analisis data yang dimulai dari penarikan kesimpulan dari fakta-fakta khusus, yang kemudian ditarik kesimpulan secara umum.

b. Komperatif, yakni membandingkan antara data yang berlainan untuk mendapatkan suatu pendapat yang logis dan tepat untuk dijadikan rujukan dan menajdi suatu pedoman, yaitu perbandingan hukum Islam dan hukum positif.

H. Sistemika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan dan penyusunan dalam skripsi ini agar berjalan dengan baik dan berjalan dengan apa yang telah penulis tentukan sebelumnya, maka ditentukan susunan dan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan. Dalam bab ini berisikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan, Manfaat penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan sistemika Penulisan

BAB II: Bab ini menjelaskan terkait tindak pidana pemalsuan surat tanah menurut hukum positif

(30)

BAB III: Bab ini menjelaskan terkait tindak pidana pemalsuan surat tanah, menurut hukum islam

BAB IV: Bab ini mengkaji perbandingan hukum positif dan hukum islam mengenai tindak pidana pemalsuan surat tanah

BAB V: Bab ini berisi Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran- saran.

(31)

18 BAB II

TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH DALAM HUKUM POSITIF

A. Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan Surat menurut Hukum positif

Ada berbagai pengertian tindak pidana, yakni delict (delik), perbuatan pidana Criminal act, dan lain-lain. Dengan kesimpulan bahwa tindak pidana yaitu perilaku yang melanggar larangan dari suatu peraturan yang sudah ditetapkan hukum yang mana pelakunya bisa diberikan sanksi atau hukuman pidana.26

Tindak pidana yang dikenal dalam hukum belanda, yakni“stafbaar feit”.

Simons menjelaskan stafbaar feit ialah “tindakan yang disengaja atau lalai oleh manusia, yang diancam dengan hukuman yang berlaku oleh Undang-undang, dan dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab”. Van Hamel Hamel menjelaskan bahwa stafbaar feit adalah “prilaku seseorang (menselijke gedraging), yang dirumuskan pada waktu yang bersifat melawan hukum, yang harus dipidana (stafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan”.27

Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, pemalsuan berdasarkan bahasa artinya proses, perbuatan ataupun cara memalsukan.11 keadaan palsu atau tidak benar dari suatu isi tulisan atau berita yang diucapkan atau disebarkan dapat membawa pengaruh terhadap aspek kehidupan. Oleh karena itu, isi tulisan atau berita dalam keadaan tertentu atau dengan syarat-syarat tertentu tidak boleh mengandung sifat palsu. Sifat palsu dari isi tulisan atau berita yang mengandung

26 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung: Asy-Syaamil,2001), Cet.2, hlm.123.

27 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Cet.7, hlm.

56.

(32)

pengaruh buruk itulah yang perlu dihindari, dengan cara diancam dengan pidana bagi siapa yang membuat dan menyampaikannya. Demikian itulah sekiranya dibentuk tindak pidana pemalsuan.28

Sementara itu, surat menurut bahasa selembaran kertas yang mengandung huruf, angka ataupun tulisan dalam bentuk apa pun dan dibuat dengan cara apapun yang mana tulisan tersebut mengandung isi, arti atau maknanya berupa suatu buah pikiran manusia. Dan kebenaran mengenai arti atau maksud surat tersebut harus mendapat perlindungan hukum. Sebagai suatu pengungkapan dari suatu buah pikiran tertentu yang terdapat didalam surat harus mendapatkan kepercayaan masyarakat. Dibentuknya tindak pidana pemalsuan surat ini ditujukan bagi perlindungan hukum terhadap kepercayaan masyarkat mengenai isi dan maksud surat-surat tersebut. Tindak pidana pemalsuan surat ini dibentuk untuk memberi perlindungan hukum terhaddap kepercayaan yang diberikan oleh umum (publica fides) pada surat.29

Surat adalah suatu lembaran kertas yang di atasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung atau berisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik, printer komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apapun.30

Pemalsuan adalah cara membuat, menyesuaikan, menyalin objek atau laporan dengan tujuan untuk menipu. Kesalahan memalsukan atau disingkat sebagai tindak pidana memalsukan dapat berupa perbuatan salah yang

28 Adam Chazawi, Tindak Pidan Pemalsuan, hlm. 6.

29 Adam Chazawi, Tindak Pidan Pemalsuan, hlm 135.

30Adam Chazawi, Tindak Pidan Pemalsuan, hlm 97

(33)

mengandung unsur-unsur kebohongan suatu (objek), di mana objek tersebut tidak tampak dari luar seolah-olah asli padahal pada kenyataannya adalah kebalikan dari kebenaran.

Perbuatan-pebuatan tersebut minsalnya seperti penghapusan suatu kalimat, kata, angka, tanda tangan, dapat berupa penggantian kalimat, kata, angka, tanggal atau tanda tangan.31

Surat palsu yakni membuat surat dengan isi yang salah atau tidak patut, dengan cara ini menunjukkan sumber surat yang tidak asli. Dan pemanfaatannya bisa negatif. Artinya kerugian yang disinggung di sini bukanlah kerugian yang bersifat materil, namun pula kerugian sosial, kehormatan, dan lain-lain.

Selain karena isi dan asli surat tidak benar karena surat palsu, tanda tangan juga bisa tidak benar. Tanda tangan yang dimaksud di sini termasuk tanda tangan dengan menggunakan stempel atau tanda tangan.

1. Jenis-Jenis Pemalsuan Surat a. Pemalsuan surat

Kejahatan pemalsuan surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat dalam bentuk pokok (bentuk standar) yang dimuat dalam Pasal 263 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut:

1) “Barang siapa yang membuat surat palsu ataupun memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang bermaksud untuk menjadikan bukti sesuatu hal dengan maksud untuk memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.

31 Dewi Kurnia Sari, Tindak Pidana Pemalsuan Surat dalam Pandangan Hukum Islam, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Hlm. 25

(34)

2) “Diancam dengan pidaana yang sama, barangsiapa yang sengaja memakai surat palsu ataupun yang dipalsukan seolah-olah benar, jika pemakian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian”.32

Pemalsuan surat dalam pasal 263 ini terdiri dari dua bentuk tindak pidana, masing-masing dirumuskan dalam ayat (1) dan ayat (2). Berdasarkan unsur perbuatannya pemalsuan surat ayat (1), disebutkan dengan membuat surat palsu dan memalsukan surat. Sedangkan pemalsuan ayat dalam ayat (2) disebutkan dipidana apabila memakai surat palsu atau surat yang dipalsu.

Walaupun dua bentuk tindak pidana tersebut saling berkaitan, namun masing- masingberdiri sendiri-sendiri.33

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 263 KUHP ayat (1), yakni:

a. Unsur-unsur objektif:

1) Membuat secara palsu atau memalsukan;

2) Suatu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, suatu perjanjian atau pembebasan hutang;

3) Yang diperuntungjkan sebagai bukti daripada sesuatu hal;

b. Usur objektif:

Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak palsu.34

Sedangankan dalam pasal 263 ayat (2) KUHP meliputi unsur-unsur, yakni:

32 Pasal 263 KUHP ayat (1) dan (2)

33 Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan, hlm 137.

34Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan, hlm 138.

(35)

a. Unsur-unsur objektif:

1) Memakai surat palsu atau dipalsukan;

2) Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian;

b. Unsur subjektif:

Dengan sengaja.35

Surat yang berisi perikatan pada dasarnya adalah surat, karena menimbulkan hak. Misalnya, surat keterangan kendaraan bermotor yang dipalsukan, yang mewajiwabkan pemilik kendaraan untuk mebayar pajak tahunan guna memperpanjang masa aktivitas nomor kendaraan. Inilah lahirnya kesepakatan antara pemilik kendaraan dan Negara.

Terkait unsur “surat yang dimaksudkan sebagai alat bukti akan suatu hal”, terdapat 2 hal yang harus dibicarakan, yang pertama ditunjjukkan ebagai alat bukti, serta kedua terkait adanya sesuatu yang memuat peristiwa tertentu.

Peristiwa yang terjadi sebagai akibat diadakannya (seperti perkawinan) atau karena sifat dari peristiwa tersebut (seperti kelahiran daan kematian) kejadian tersebut memiliki akibat hukum. Dan alat bukti berarti bahwa surat itu bersifat pembuktian (bewijskracht).

Unsur kesalahan pada pasal 263 (1) KUHP tentang pemalsuan surat adalah “niat menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat palsu ini seolah-olah isinya benar dan tidak palsu”. Niat ini harus ada sebelum atau setidak-tidaknya pada awal perbuatan. Artinya sebagian orang-orang akan tertipu dengan surat-surat tersebut, serta surat itu adalah alat yang dimanfaatkan

35Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan, hlm 160

(36)

dalam membujuk orang agar mengira bahwa surat itu asli bukan palsu, bisa orang biasa atau orang tertentu.

Dalam unsur “jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat” berarti belum adanya penggunaan surat tersebut, yang dapat dilihat dari kata “jika”, karena penggunaan surat tersebut belum dilakukan, otomatis kerugian itu tidak ada. Hal ini tampak dari kata “dapat”.

Jika surat-surat palsu digunakan, tidak ada tindakan khusus untuk menentukan kemungkinan kerugian, dan hanya dapat ditentukan berdasarkan konsekuensi atau akibatnya yang hanya bisa dipikirkan oleh orang-orang biasa dari penggunaan surat-surat palsu tersebut. Yang disebut kerugian disini bukan hanya kerugian dari segi berharga atau berharga dengan uang, dari bidang kekayaan, tetapi juga kerugian lain, seperti penggelapan dadna masyarakat yang sulit dipantau dan ditutup-tutupi yang berakibat dapak bagi masyarakat.

Dalam ayat (2) juga terdapat unsur yang dapat menimbulkan kerugian dengan menggunakan surat palsu atau surat yang dipalsukan, bahkan terdapat unsur tersebut pada ayat (1) dapat menimbulkan kerugian karena menggunakan surat palsu atau surat yang dipalsukan, akan tetapi pemakaian surat itu belum dilakuakan, karena yang baru dilakukan yaitu baru membuat surat palsu dan memalsu surat saja. Sedangkan pada ayat (2) pemakaian surat itu sendiri sudah dilakukan, akan tetapi kerugian itu tidak perlu nyata-nyata timbul.

Kehendak pada ayat (1) diwujudkan dalam perbuatan menggunakan, tetapi perbuatan menggunakannya bukanlah perbuatan yang dilarang, sedangkan perbuatan yang dilarang dalam ayat (2) adalah apabila menggunakan

(37)

surat tersebut.

Unsur “perbuatan” dalam ayat (2) dinyatakan dalam bentuk abstrak, bahkan diperlukan beberapa bentuk, seperti penyerahan, peragaan, pengiriman, penjualan, penukaran, pemberian, dan lain-lain. Bentuk-bentuk tersebut perlu terjadi supaya bisa dipidana. Dari sebuah kejahatan.

Pengertian dari unsur kesalahan dalam ayat (1) adalah “dengan sengaja”. Berisi bahwasanya pelaku bermaksud menggunakan surat, ia mengetahui atau dalam keadaan sadar bahwasanya surat yang digunakannya ialah surat palsu ataupun surat yang dipalsukan, ataupun mengetahui jika surat yang diuganakannya seolah-olah surat itu nyata serta tidak palsu, dan dia tau atau dalam keadaan sadar jika menggunakan surat tersebut dapat menyebabkan atau menimbulkan suatu kerugian. Unsur niat kesengajaan seperti ini harus dibuktikan.

Tidak semua surat bisa sebagai suatu objek pemalsuan surat atau surat palsu, tetapi ada empat jenis surat yaitu:

1. Surat yang menimbulkan suatu hak

Meskipun surat secara umum tidak langsung menimbulkan suatu hak, namun hak akan timbul dari adanya suatu perjanjian (perikatan hukum) yang sah yang tertuang dalam surat tersebut seperti contoh minsalnya, cek, giro, SIM dan Ijazah.36

36Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan, hlm 145.

(38)

2. Surat yang menimbulkan suatu perikatan

Surat yang memuat sebuah perikatan yang intinya yaitu surat yang mana didalamnya terdapat suatu perjanjian yang menimbulkan hak. Seperti, surat jual beli yang menimbulkan hak bagi penjual untuk memperoleh uang bayaran dari harga barang yang dibeli, dan pembelipun berhak untuk mendapatkan ataupun menerima barang yang dibelinya.37

3. Surat yang membebaskan hutang

Lahirnya pembebasan hutang intinya sebab terkait dengan perikatan.

Contohnya, kwitansi yang berisi penyerahan sejumlah uang tertentu.38 4. Surat yang diperuntukkan bukti mengenai sesuatu hal

Suatu hal yang ada seperti peristiwa-peristiwa tertentu, baik karena diselenggarakan seperti perkawinan ataupun karena peristiwa alam seperti kelahiran serta kematian, peristiwa tersebut memiliki akibat hukum.39

b. Pemalsuan surat yang diperberat

Pasal 264 ayat (1) dan (2) merumuskan, yakni:

1. Pemalsuan surat dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

a. Akta-akta otentik;

b. Surat hutang atau setifikat hutang dari suatu Negara atau bagiannya atapun dari suatu lembaga umum;

c. Surat sero atau surat hutang atau sertifikatsero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan dan maskapai;

d. Talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti eurat-surat itu;

e. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan”.

2. “Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak asli atau dipalsukan

37 Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan hlm 146

38Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan, hlm 147

39Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan., hlm 148

(39)

seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian”.40

Yang menyebabkan diperberatnya sanksi untuk pelaku tindak pidana pemalsuan surat yang disebut padaa pasal 264 KUHP yaitu terletak pada jenis surat. Seperti jenis surat-surat otentik yang isinya mengandung kepercayaan masyarakat lebih besar atau tinggi dibandingkan surat biasaa. Dan surat-surat tersebut memiliki derajat yang lebih kebenaran yang lebih tinggi dri surat-surat lain. Misalnya akta-akta yang dibuat oleh seorang Notaris atau akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).41

c. Menyuruh Memasukkan Keterangan Palsu ke dalam Akta Autentik Pasal 266 merumuskan sebagai berikut:

1. “Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang laiin memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakian itu dapat menimblkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.

2. “Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-lah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian”.42

Pada rumusannya ayat (1) tidak disebutkan dalam keterangan siapa orang yang diperintahkan untuk memasukkan keterangan palsu, namun bisa dilihat dari kalimat yang dimuat dalam akta otentik, bahwa orang tersebut ialah pejabat yang diberikan wewenang minsalnya, Notaris, Pegawai Catatan Sipil, Pegawai Akta Tanah.43

40Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan, hlm. 89

41Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan, hlm. 102

43Adami Chazawi, Tindak Pidana Pemalsuan, hlm. 103

(40)

Dalam pasal 266 diatas, terdapat dua tindak pidana. Yang pertama yaitu terdapat dalam ayat (1): tindak pidana yang melarang menyampaikan keterangan palsu pada pejabat pembuat akta otentik untuk dimuat dalam akta otentik yang dibuatnya. Kedua terdapat dalam ayat (2): tindak pidana yang melarang menggunakan akta otentik yang dibuat pejabat pembuat akta otentik yang dimaksud dalam ayat (1).

Terkait hal ini orang yang memberikan bantuan pada proses pembuatan pemalsuan tidak akan dijatuhi sanksi sebab tidak menggunakan secara langsung, namun sekedar membantu dalam proses pemalsuan surat tanah atau sertifikat tanah palsu. Misalnya seorang Notaris hanya berkewajiban untuk memasukkan keterangan mengenai apa adanya tentang sesuatu dari orang atau pihak yang menghadap kepadanya untuk dimuatkan dalam akta otentik. Notaris tidak dibebani kewajiban hukum oleh undang-undang untuk memita pihak membuktikan kebenaran tentang keterangangan yang disampaikan oleh pihak yang menghadap. Oleh karena itu, pejabat pembuat akta otentik tersebut tidak bertanggung jawab terhadap isi apa yang diterangkan dan dimasukkan kedalam akta otentik yang dibuatnya.

d. Pemalsuan Surat Keterangan Pejabat Tentang Hak Milik Tindak pidana Pasal 274 KUHP dirumuskan, yakni:

1. “Barang siapa membuat suat palsu atau memalsukan surat keteragnan serang pejabat selaku penguasa yang sah tentang hak milik atau hak lainnya, atau sesuai barang, dengan maksud untuk memudahkan penjualan atau pengadaiannya atau untuk menyesatkan pejabat kehakiman atau kepolisian tentang asalnya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun”

2. “Dianam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud tersebut, memakai surat keterangan itu seolah-olah sejati dan tidak

(41)

dipalsukan”.44

Yang disebut pejabat disini yaitu pejabat yang sesuai berdasarkan kebiasaan serta tidak menurut dari ketetapan perundang-undangan, dalam menyusun sebuah surat keterangan tetang hak milik atas suatu benda, seperti hak milik atas ternak, tanah, perhiasan, dll.

Istilah unsur memudahkan, berarti surat tersebut mempunyai dampak pada mudahnya menjual atau menggadai suatu benda. Maksudnya adalah jual beli tidak dapat dilakukan apabila tanpa surat, ataupun jika dapat dilakukan tidak semudah memiliki surat tersebut.

Pada saat yang sama, unsur-unsur yang menyesatkan dalam surat tersebut akan memberikan kesan kesan kepada kehakiman dan kepolisian bahwa objek tersebut benar-benar berasal dari orang yang telah tertulis dalam surat tersebut, padahal tidak demikian.

e. Menyimpan Bahan atau Benda untuk Pemalsuan Surat Pasal 275 KUHP merumuskan yakni:

1. “Barang siapa menyimpan bahan atau benda yang diketahuinya bahwa diperuntukan untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 264 No. 2-5, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau hukuman denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

2. “Bahan-bahan dan benda-benda dirampas”.45

Jika dirumuskan dengan rinci, dapat diketahui unsur-unsurnya sebagai berikut

44 KUHP Pasal 274 Ayat (1) dan (2)

45 KUHP Pasal 275 Ayat (1) dan (2)

(42)

Unsur objektif:

a. Perbuatannya: menyimpan;

b. Objeknya: benda atau bahan yang digunakan melakukan salah satu kejahatan Pasal 264 No.2-5.

Perbuatan menyimpan itu berupa suatu benda yang dibuat sedemikan rupa sehingga ia dapat segera menggunakannya. Jika diperlukan. Dalam penyimpanan benda itu tidak harus langsung berada dibawah penguasaannya, tetapi dapat juga berada ditangan orang lain atas permintaan atau perintahnya, dan orang tersebut tunduk sepenuhnya atas perinrag itu.

B. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat Tanah ditinjau dari Hukum Positif

Hukum dibuat dan ditegakkan untuk melindungi setiap orang untuk memberikan rasa aman dari segala tindakan yang bisa mengganggu serta mengancam mereka. Sanksi pada undang-undang diharapkan bisa memberikan perlindungan bagi setiap orang dari berbagai gangguan tersebut. Tindak pidana pemalsuan surat dianggap mengganggu serta merugikan, jadi peraturan serta sanksi perlu ditegakkan secara tegas.

Demikian pula dalam Hukum Pidana, sanksi pidana akan diberikan kepada setiap orang yang memalsukan surat untuk menimbulkan hak, perjanjian, atau pelunasan utang, atau dimaksudkan sebagai barang bukti ataupun pemalsuan akta-akta otentik. Hal itu tertuang dalam Pasal 263 ayat (1)

(43)

dan (2), Pasal 264 ayat (1) dan (2), serta Pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHP yaitu:

KUHP pasal 263 ayat (1) dan (2)

1. “Barang siapa yang membuat surat palsu ataupun memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang bermaksud untuk menjadikan bukti sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.

2. “Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa yang sengaja memakai surat palsu ataupun yang dipalsukan seolah-olah benar, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian”.46

pasal 264 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

1. Pemalsuan surat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, jika dilakuakan terhadap :

a. Akta-akta otentik

b. urat hutang atau sertifikat hutang dari suatu Negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum

c. Surat sero atau surat hutang atau sertifikatsero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan dan maskapai

d. Talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti eurat-surat itu

e. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan.

2. “Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak asli atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian”.47

Analisis dari pasal-pasal

R Soesilo mengatakan dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,

46 KUHP Pasal 263 Ayat (1) dan (2)

47 KUHP Pasala 264 Ayat (1) dan (2)

(44)

mengatakan bahwa yang dimaksud surat disini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain- lainnya.

Adapun surat yang dipalsukan itu harus surat yang:

1. Dapat menimbulkan suatu hak (minslnya: surat kepemilikan tanah, ijazah,karcis tada masuk, surat andil, dan lain-lain);

2. Dapat menimbulkan suatu perjanjian (minsalnya surat perjanjian utang- piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);

3. Dapat menimbulkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau semcamnya);

4. Surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (minsalnya akta kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lainya.

Adapun unsur pidana dari tindak pidana pemalsuan surat selain yang disebut diatas adalah:

1. Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah- olah asli dan tidak dipalsukan;

2. Penggunaannya dapat mendatangkan kerugian, kata “dapat” disini maksudnya tidak perlu kerugian itu benar-benar ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup;

3. Yang dihukum menurut pasal ini bukan hanya yang memalsukan tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu sudah mengetahui bahwa surat yang ia gunakan itu

(45)

palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu maka ia tidak dihukum. Sudah dianggap “mempergunakan”apabila ia telah menyerahkan surat tersebut kepada orang lain untuk digunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu ditempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan.

4. Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak solah-olah surat iitu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus menimbulkan kerugian.

Lebih lanjut menurut pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, bahwa tindak pemalsuan surat sebagaiman yang dijelaskan dalam Pasal 263 KUHP akan lebih berat ancaman hukumannya apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat- surat otentik. Surat otentik adalah surat yang dibuat menurut bentuk dan dan syarat-syaratnya yang ditetapkan undang-undang, oleh pegawai umum seperti notaris.48

Berdasarkan adanya beberapa ketentuan hukum serta sanksi pemalsaun surat, surat tanah, ijazah dan lain-lain yang telah diatur dan ditetapkan dalam hukum positif. Hal ini terdapat di dalam Kitab Undang-undang hukum pidana (KUHP) yakni pasal 263, dan 264 tentang pemalsuan surat, surat palsu atau memalsukan surat itu termasuk kedalam suatu kejahatan atau tindak pidana yakni kejahatan mengenai pemalsuan, sehingga terdapat pelakunya dapat diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang telah ditetapkan.

48https://m.hukumonline.com/klinik/detsil/ulasan/lt54340a96fb6c/unsur-pidana-dan-bentuk- pemalsuan-dokumen/ diakses tgl 27/06/2021 jam 16. 19 WIB

(46)
(47)

33 BAB III

TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH DALAM HUKUM ISLAM

A. Pemalsuan Surat Menurut Hukum Islam

Dalam hukum islam, tindak pidana disebut dengan “Jinayah” atau

“Jarimah”. Pengertian “Jinayah” yang digunakan oleh para fuqaha sama dengan istilah “Jarimah”. Yang diartikan sebagai larangan-larangan hukum yang diberikan oleh Allah SWT, dan barangsiapa yang melanggar kan mendaptkan hukuman berupa hukuman Had atau hukuman Takzir.49

Menurut Hj. Imaning Yusuf bahwasanya Jinayah ialah perilaku yang dilarang karena dapat menyebabkan kerugian atau kerusakan terhadap agama, jiwa, atau harta benda.50

Bagi para ahli hukum Islam, Jinayah identik dengan kejahatan. Namun di Mesir, kata ini memiliki arti yang berbeda. Ini berlaku untuk kejahatan yang dijatuhi hukuman mati, penjara seumur hidup, atau kerja paksa. Dengan kata lain, itu hanya berlaku untuk kejahatan berat. Meskipun hukum syari’ah mengharuskan setiap kejahatan diperlakukan sebagai Jinayah.51

Dalam kamus bahasa Arab-Indonesia, jarimah berarti dosa atau kemaksiatan. Menurut bahasa, jinayah berarti kesalahan,dosa atau kejahatan.52 Sementara Ahmad Hanafi mendefinisikan Jarimah sebagai delik, kejahatan, dan

49 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jindi Al-Islami, (Beirut: Ar-Risalah, 1998), Cet. 14, hlm 66

50 Imaning Yusuf, Fiqh Jinayah, (Palembang: Rafah Press, 2009), hlm 1.

51 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung: Asy-Syamil, 2001), Cet. 2, hlm.132-133.

52 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989) Hlm.92

Referensi

Dokumen terkait

Pada semua kontrol negatif terjadi penurunan berat badan seiring dengan meningkatnya angka parasitemia, sedangkan pada kelompok perlakuan semakin tinggi dosis ekstrak tidak

Padi organik varietas mentik susu dibudidayakan petani di Kecamatan Candipuro dengan harapan untuk meningkatkan kualitas beras dan peningkatan pendapatan usahatani

Hasil laju filtrasi rata-rata kerang Totok ( P. erosa ) yang mendapat perlakuan pakan T. costatum dan Campuran dengan konsentrasi yang berbeda dapat disajikan

MEMENUHI Auditee melakukan pembelian bahan baku dari pengepul berupak kayu rakyat dengan disertai Kwitansi pembelian bahan baku, dokumen angkutan hasil hutan yang

Pada keseluruhan komponen rumah bangsawan Jawa, pringgitan bukanlah suatu area yang memiliki kesakralan melainkan pendukung bangunan utamanya, yaitu pendopo dan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Keadaan Sosial Ekonomi, Gaya Hidup, Status Gizi, dan Tingkat Stres terhadap Tekanan Darah (Studi Kasus pada Pengemudi Angkutan

Proses pendidikan di perguruan tinggi memiliki tujuan untuk melahirkan generasi yang berkualitas, berkeahlian, profesional, dan mumpuni dalam bidang tertentu sehingga mereka

1. Para migran beranggapan bahwa pendapatan yang dihasilkan di Malaysia atau Arab Saudi lebih banyak daripada pendapatan mereka yang hanya bekerja di daerahnya