TUGAS AKHIR
KAJIAN EFEKTIFITAS PENGGUNAAN GIPSUM DAN ABU GUNUNG VULKANIK TERHADAP STABILITAS TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI NILAI CBR DAN PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST)
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana
Disusun oleh :
ADE INDRA UTAMA LUBIS 12 0404 099
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
ABSTRAK
Stabilisasi merupakan salah satu usaha dalam memperbaiki kondisi tanah yang memiliki indeks properties yang kurang baik. Salah satu stabilisasi tanah yang biasa dilakukan yaitu dengan menambahkan bahan kimia pada tanah. Bahan kimia yang biasa digunakan berupa semen, kapur, bitumen. Dalam penelitian ini stabilisasi tanah lempung dilakukan dengan penambahan gipsum dan abu gunung vulkanik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai index properties akibat penambahan 2% gipsum dan abu gunung vulkanik pada tanah lempung, kemudian untuk mengetahui nilai kuat tekan maksimum akibat adanya penambahan variasi bahan stabilisasi dengan pengujian Unconfined Compression Test (UCT) dan pengujian California Bearing Ratio (CBR) laboratorium.
Dari penelitian diperoleh sampel tanah asli memiliki kadar air 12,42%;
berat spesifik 2,65; batas cair 46,82% dan indeks plastisitas 29,40%. Klasifikasi tanah asli menurut USCS tergolong Clay – Low Plasticity (CL) dan menurut AASHTO tergolong A-7-6 (10). Nilai Unconfined Compression Test (UCT) tanah asli dan tanah asli ditambah 2% gipsum adalah 1,40 kg/cm2 dan 1,66 kg/cm2. Nilai CBR laboratorium terendam (soaked) dan tidak terendam (unsoaked) untuk tanah asli adalah 4,44% dan 6,28%. Sedangkan nilai CBR laboratorium terendam (soaked) dan tidak terendam (unsoaked) untuk tanah asli ditambah 2% gipsum adalah 6,74% dan 8,02%.
Hasil yang paling efektif diperoleh dari campuran 2% gipsum dan 10%
abu gunung vulkanik yaitu dengan nilai UCT 2,79 kg/cm2 (meningkat 99,28%).
Untuk pengujian CBR laboratorium campuran paling efektif pada variasi campuran 2% gipsum dan 9% abu gunung vulkanik dengan nilai CBR laboratorium terendam (soaked) dan tidak terendam (unsoaked) sebesar 9,07%
(meningkat 104,27% dari tanah asli) dan 10,29% (meningkat 63,85% dari tanah asli). Tanah yang telah dicampur material stabilisator yang paling efektif yaitu 2%
gipsum dan 9% abu gunung vulkanik termasuk dalam jenis Clay - Low Plasticity (CL) berdasarkan klasifikasi USCS dan tergolong A-6 (4) berdasarkan klasifikasi AASHTO.
Kata Kunci: lempung, gipsum, abu gunung vulkanik, unconfined compression test, california bearing ratio.
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Kajian Efektifitas Penggunaan Gipsum dan Abu Gunung Vulkanik Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)”. Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan begitu banyak ilmu yang tak ternilai harganya serta masukan-masukan, tenaga, dan pikiran yang dapat membimbing saya sehingga terselesaikannya tugas akhir ini.
2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, M.T., dan Ibu Ika Puji Hastuty, S.T., M.T., sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak/Ibu Dosen Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat selama menempuh pendidikan di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Ika Puji Hastuty, S.T., M.T., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Teristimewa kedua Orang tua, Drs. Syahruddin Lubis dan Dra.
Mariahati Hasibuan, M.Hum., yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasihat. Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang yang tiada batas.
7. Kakak dan Adik, Silvia Febrina Lubis, S.E., dan Muhammad Farhan Lubis yang telah banyak memberikan dukungan.
8. Asisten Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Prasetyo Ramadhan, M. Iqbal Abidin, M. Novratama Limbong, Tri Alby Sofyan, Juanda Andika Siregar, dan Yayang Haslika Dasopang yang telah membantu dan memberikan penjelasan dalam proses pengerjaan tugas akhir ini.
9. Teman – teman seperjuangan Teknik Sipil Stambuk 2012, M. Iqbal Abidin, Anshar Raufan, Nirwan Lubis, Ridwan Nasution, Fadel Muhammad, Hendra Witarsa Damanik, Prasetyo Ramadhan, Mitra Muhammad, M. Nefriansyah Hasibuan, Arif Rahman Lubis, Mhd.
Garry Satria, Beby Hardianty, Sri Wahyuni Hutagalung, Giovanny Ramadhany, Sinintia Arissa, Windy Oky Dianty, dan teman – teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
10. Adik – adik Stambuk 2013, 2014, dan 2015 khususnya, Rizki Maulida Harahap, Arifa Dita, Amirah Hanun, Ayu Gustina Mora, Agung Hartawan dan Farid Fahlevi yang telah membantu dalam mengerjakan tugas akhir ini.
Saya menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari dari sempurna, sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menambah pengetahuan dan wawasan saya demi penyempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih dan berharap agar tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2017
Ade Indra Utama Lubis
12 0404 099
DAFTAR ISI
Abstrak ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi... v
Daftar Gambar ... x
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Notasi ... xv
Daftar Lampiran... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan ... 3
1.3.2 Manfaat ... 3
1.4 Pembatasan Penelitian ... 4
1.5 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Tinjauan Umum ... 6
2.1.1 Tanah... 6
2.1.2 Sifat-sifat fisik tanah ... 8
2.1.2.1 Angka pori (Void ratio) ... 8
2.1.2.2 Porositas (Porosity) ... 8
2.1.2.3 Derajat kejenuhan (S) ... 9
2.1.2.4 Kadar air (Moisture content) ... 10
2.1.2.5 Berat volume (Unit weight) ... 10
2.1.2.6 Berat volume kering (Dry unit weight) ... 10
2.1.2.7 Berat volume butiran padat (Soil volume weight) ... 11
2.1.2.8 Berat jenis (Specific gravity) ... 11
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg limit) ... 13
2.1.2.9.1. Batas cair (Liquid limit) ... 14
2.1.2.9.2. Batas plastis (Plastic limit) ... 15
2.1.2.9.3. Batas susut (Shrinkage limit) ... 15
2.1.2.9.4. Indeks plastisitas (Plasticity index) .. 16
2.1.2.9.5. Indeks kecairan (Liquidity index)... 17
2.1.2.10 Klasifikasi Tanah ... 18
2.1.2.10.1. Klasifikasi unified ... 19
2.1.2.10.2. Klasifikasi AASHTO... ... 21
2.1.3 Sifat-sifat mekanis tanah ... 23
2.1.3.1 Pemadatan tanah... 23
2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compression Test .... 27
2.1.3.3 Teori keruntuhan Mohr-Coulomb ... 30
2.1.3.4 Sensitifitas tanah lempung ... 31
2.1.3.5 Pengujian California Bearing Ratio... .34
2.2 Bahan-Bahan Penelitian ... 36
2.2.1 Tanah lempung... 36
2.2.1.1 Lempung dan mineral penyusunnya ... 37
2.2.1.2 Sifat umum tanah lempung ... 44
2.2.2 Gypsum (G) ... 48
2.2.3 Abu sekam padi (ASP)... 50
2.3 Stabilisasi Tanah ... 52
2.4 Penelitian Yang Pernah Dilakukan ... .53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 55
3.1 Program Penelitian ... 55
3.2 Pekerjaan Persiapan ... 55
3.3 Pembuatan Benda Uji ... 56
3.3.1 Benda uji untuk pengujian water content ... 56
3.3.2 Benda uji untuk pengujian berat spesifik dan analisa saringan ... 57
3.3.3 Benda uji untuk pengujian batas-batas Atterberg .... 57
3.3.4 Benda uji untuk pengujian compaction... 57
3.3.5 Benda uji untuk pengujian Unconfined Compression Test ... 57
3.3.6 Benda uji untuk pengujian CBR laboratorium ... .58
3.4 Pelaksanaan Pengujian ... 60
3.4.1 Tanah... 60
3.4.1.1 Tanah asli ... 60
3.4.1.2 Tanah yang telah distabilisasi ... 60
3.4.2 Abu sekam padi ... 60
3.4.3 Gypsum ... .61
3.5 Analisis Data Laboratorium ... 61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63
4.1 Pendahuluan ... 63
4.2 Pengujian Sifat Fisik ... 63
4.2.1 Pengujian sifat fisik tanah asli ... 63
4.2.2 Pengujian sifat fisik gypsum ... 66
4.2.3 Pengujian sifat fisik abu sekam padi ... .67
4.2.4 Pengujian sifat fisik tanah dengan bahan stablilisator ... 68
4.2.3.1 Batas cair ... 69
4.2.3.2 Batas plastis ... 70
4.2.3.3 Indeks plastisitas ... 71
4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 72
4.3.1 Pengujian pemadatan tanah asli ... 72
4.3.2 Pengujian pemadatan tanah (compaction) dengan bahan stabilisator ... 73
4.3.2.1 Berat isi kering maksimum (γd maks) ... 74
4.3.2.2 Kadar air optimum ... 74
4.3.3 Pengujian CBR laboratorium ... .75 4.3.4 Pengujian kuat tekan bebas (Unconfined
Compression Test) ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83
5.1 Kesimpulan ... 83
5.2 Saran ... 85
Daftar Pustaka ... xviii
Lampiran ... xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tiga Fase Elemen Tanah 9
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg 16
Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan Grooving Tool 16
Gambar 2.4 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung 17
Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem USCS 23
Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 25
Gambar 2.7 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah 28
Gambar 2.8 Skema Pengujian Tekan Bebas 30
Gambar 2.9 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu di Atas
Sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap 31 Gambar 2.10 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser 32
Gambar 2.11 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded 33
Gambar 2.12 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded 34
Gambar 2.13 Struktur Atom Mineral Lempung 41
Gambar 2.14 Diagran Skematik Struktur Kaolinite 43
Gambar 2.15 Diagran Skematik Struktur Illite 44
Gambar 2.16 Diagran Skematik Struktur Montmorillonite 45
Gambar 2.17 Sifat Dipolar Molekul Air 48
Gambar 2.18 Molekul Air Dipolar Dalam Lapisan Ganda 49
Gambar 2.19 Kation dan Anion Pada Partikel 50
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 66
Gambar 4.1 Plot grafik klasifikasi USCS 68
Gambar 4.2 Grafik analisa saringan tanah asli 69
Gambar 4.3 Grafik batas cair (liquid limit), Atterberg Limit 69
Gambar 4.4 Grafik analisa saringan gipsum 71
Gambar 4.5 Grafik analisa saringan abu gunung vulkanik 72
Gambar 4.6 Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi
campuran 2% G dan AGV 74
Gambar 4.7 Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi
campuran 2% G dan AGV 75
Gambar 4.8 Grafik hubungan antara nilai indeks plastisitas (IP) dengan
variasi campuran 2% G dan AGV 76
Gambar 4.9 Kurva kepadatan tanah asli 78
Gambar 4.10 Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum tanah
dengan variasi campuran (7 hari) 80
Gambar 4.11 Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah
dengan variasi campuran (7 hari) 81 Gambar 4.12 Grafik hubungan Nilai CBR Terendam (soaked) dengan
dengan Variasi Persentase Penambahan Campuran
Gipsum dan Abu gunung Vulkanik 84 Gambar 4.13 Grafik hubungan Nilai CBR Terendam (unsoaked) dengan
dengan Variasi Persentase Penambahan Campuran
Gipsum dan Abu gunung Vulkanik 84 Gambar 4.14 Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan
regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli
dan tanah remoulded 86 Gambar 4.15 Grafik kuat tekan 2% G dengan variasi penambahan AGV
(7 hari) 87
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah 12
Tabel 2.2 Berat jenis tanah 14
Tabel 2.3 Nilai n, e, w, d dan b Untuk Tanah Keadaan Asli Lapangan. 15
Tabel 2.4 Indeks Plastisitas Tanah 19
Tabel 2.5 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS 22
Tabel 2.6 Pengujian Pemadatan Proctor 27
Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya 32
Tabel 2.8 Sensitivitas Lempung 35
Tabel 2.9 Aktivitas Tanah Lempung 47
Tabel 2.10 Hasil Pengujian Analisis Kimia Gipsum 52 Tabel 2.11 Hasil Pengujian Analisis Kimia Abu Gunung Vulkanik 54
Tabel 4.1 Data uji sifat fisik tanah 67
Tabel 4.2 Data uji sifat fisik gipsum 70
Tabel 4.3 Data uji sifat fisik abu gunung vulkanik 72
Tabel 4.4 Data hasil uji Atterberg Limit 73
Tabel 4.5 Data uji pemadatan tanah asli 77
Tabel 4.6 Data hasil uji compaction ( 7 hari ) 78
Tabel 4.7 Data hasil uji CBR Terendam (soaked) (7 hari) 82 Tabel 4.8 Data hasil uji CBR Tidak Terendam (unsoaked) (7 hari) 83 Tabel 4.9 Data hasil uji kuat tekan bebas 2% G dengan berbagai variasi
penambahan % AGV (7 hari) 85
Tabel 4.10 Perbandingan antara kuat tekan tanah asli dan tanah
Remoulded 86
DAFTAR NOTASI
V Volume tanah (cm3)
Vs Volume butiran padat (cm3) Vv Volume pori (cm3)
Vw Volume air di dalam pori (cm3) Va Volume udara di dalam pori (cm3)
W Berat tanah (gr)
Ws Berat butiran padat (gr) Ww Berat air (gr)
ω Kadar air (%)
𝑛 Porositas
𝑒 Angka pori
γb Berat volume basah (gr/cm3) 𝛾𝑑 Berat volume kering (gr/cm3) 𝛾𝑠 Berat volume butiran padat (gr/cm3) 𝐺𝑠 Berat jenis tanah
S Derajat kejenuhan (%)
SL Batas susut
𝑚1 Berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) 𝑚2 Berat tanah kering oven (gr)
𝑣1 Volume tanah basah dalam cawan 𝑣2 Volume tanah kering oven
𝛾𝑤 Berat jenis air
IP Indeks plastisitas (%) LL Batas cair (%)
PL Batas plastis (%) 𝜏𝑓 Kuat geser (kg/cm2) 𝜎1 Tegangan utama (kg/cm2) 𝑞𝑢 Kuat tekan bebas tanah 𝑐𝑢 Kohesi
Ø Sudut geser tanah (0) 𝜏𝑓 Tegangan runtuh St Sensitivitas
ε Regangan axial(%)
∆L Perubahan panjang (cm) Lo Panjang mula-mula (cm)
A Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao Luas mula-mula (cm2)
σ Tegangan (kg/cm2)
P Beban (kg)
k Faktor kalibrasi proving ring N Pembacaan proving ring (div)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran-1, Data Uji Laboratorium, Kadar Air dan Berat Jenis Lampiran-2, Data Uji Laboratorium, Analisa Saringan
Lampiran-3, Data Uji Laboratorium, Atterberg Limit Lampiran-4, Data Uji Laboratorium, Compaction Test
Lampiran-5, Data Uji Laboratorium, CBR Laboratorium Test Lampiran-6, Data Uji Laboratorium, Unconfined Compression Test Lampiran-7, Data Komposisi Kimia Gipsum
Lampiran-8, Data Komposisi Kimia Abu Gunung Vulkanik Lampiran-9, Dokumentasi Pelaksanaan
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Tanah merupakan hal penting dari suatu konstruksi. Selain sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, tanah juga berfungsi sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Pada mulanya, seni rekayasa tanah dilaksanakan hanya berdasarkan pengalaman di masa lalu saja. Tetapi dengan pertumbuhan ilmu dan teknologi, perancangan dan pelaksanaan struktur yang lebih baik dan lebih ekonomis adalah hal yang sangat diperlukan (Das, 1998).
Tanah lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sering digunakan dalam proses stabilisasi. Hal ini disebabkan tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang, namun ketika kadar air tinggi, tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak, sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam jangka waktu yang relatif cepat. Sifat inilah yang menjadi alasan perlunya dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut.
(Hardiyatmo, 2002)
Salah satu cara untuk memperbaiki sifat tanah yang tidak stabil yaitu dengan cara stabilisasi. Stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan cara mekanis, fisis dan kimiawi (modification of admixture).
Pada penelitian ini akan dibahas tentang stabilisasi tanah lempung dengan penambahan serbuk gipsum dan abu gunung vulkanik sebagai bahan stabilisator
yang diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat fisis maupun mekanis dari sampel tanah sehingga didapat tanah lempung yang memenuhi syarat teknis penggunaan pada konstruksi di lapangan.
Letusan Gunung Sinabung mengakibatkan muntahan abu gunung vulkanik yang menghujani beberapa desa dan kota di sekitarmya. Jumlah material abu yang dimuntahkan dari Gunung Sinabung diperkirakan 2,4 juta meter kubik mulai dari September 2013 sampai Januari 2014 (BBC Indonesia, 2014). Dengan volume sebanyak itu, abu gunung vulkanik sinabung masih dianggap bersifat polutif, hal ini dikarenakan abu gunung vulkanik sinabung mudah terbang jika tertiup angin sehingga dapat menimbulkan polusi berupa gangguan pernapasan, iritasi mata dan mengurangi jarak pandang. Selain itu abu gunung vulkanik juga berpotensi mencemari air karena butirannya yang halus memudahkan abu gunung vulkanik tercampur dengan air, sedangkan kandungan abu gunung vulkanik berbahaya jika dikonsumsi. Dalam jangka pendek meletusnya Gunung Sinabung dirasakan sebagai bencana untuk masyarakat sekitar gunung tersebut dan membawa dampak negatif yang cukup besar. Tapi tidak dalam jangka pendek, material - material yang dimuntahkan keluar dari Gunung Sinabung bermanfaat bagi tanah dan tanaman di sekitarnya. Dewasa ini, abu sinabung digunakan sebagai bahan campuran pupuk tanaman dan sedang diteliti sebagai bahan campuran batu bata dan batako serta diteliti sebagai filler untuk campuran aspal concrete – wearing course. Karena kurang termafaatkannya abu sinabung selama ini maka dimanfaatkan sebagai salah satu bahan stabilisasi tanah.
Komposisi abu gunung vulkanik sinabung terdiri atas Alumunium sebagai Al2O3, Magnesium sebagai MgO, Silika dan Kuarsa. Kandungan SiO2 merupakan
unsur penyusun utama dalam pembentukan semen, dengan demikian abu gunung vulkanik memiliki sifat sifat pozolanitik. Sifat pozolanitik memiliki perilaku mengikat mineral lain yang ada di lempung sehingga menjadi semakin keras dalam jangka waktu tertentu. Alasan dipilih abu gunung vulkanik sebagai bahan pencampur selain karena kandungan silika yang dimilikinya, juga karena abu gunung vulkanik merupakan limbah yang selama ini masih kurang termanfaatkan oleh masyarakat.
Di dalam ilmu kimia, gipsum disebut Kalsium Sulfat Hidrat (CaSO42(H2O)), yaitu suatu material yang termasuk ke dalam mineral sulfat yang berada di bumi dan nilainya sangat menguntungkan. Sekarang ini gipsum banyak digunakan dalam hiasan bangunan, bahan dasar pembuat semen, pengisi (filler) cat, bahan pembuat pupuk (feltilizer) dan berbagai macam keperluan lainnya.
Salah satu keuntungan penggunaan gipsum dalam pekerjaan teknik sipil adalah gipsum dapat meningkatkan stabilitas tanah organik karena mengandung kalsium yang mengikat tanah bermateri organik terhadap lempung yang memberikan stabilitas terhadap agregat tanah. Di dalam penelitian ini diharapkan serbuk gipsum dapat menambah nilai CBR dan kuat tekan tanah.
I.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini yaitu antara lain :
1. Apakah serbuk gipsum dan abu gunung vulkanik dapat dimanfaatkan untuk bahan stabilisasi tanah?
2. Apakan tanah lempung seperti dari Patumbak dapat digunakan sebagai tanah timbunan dengan memperbaiki index propertiesnya?
3. Berapakah kadar campuran serbuk gipsum dan abu gunung vulkanik yang sesuai untuk stabilisasi tanah ?
4. Berapa kadar air optimum kombinasi serbuk gipsum dan abu gunung vulkanik untuk stabilisasi tanah Patumbak?
I.3. Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini diantaranya:
1. Mengetahui sifat fisis (index properties) dari tanah asli
2. Mengetahui sifat fisis dan teknik dari serbuk gipsum dan abu gunung vulkanik
3. Mencari campuran yang optimal yang memberikan nilai kuat tekan bebas (UCT) dan CBR terbesar dari tanah lempung yang distabilisasi dengan abu gunung vulkanik dan gipsum.
1.3.2 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan suatu timbunan yang menggunakan tanah lempung Patumbak dapat distabilisasi. Sifat tanah lempung ini dapat membahayakan suatu konstruksi dan dapat memperlambat suatu pekerjaan konstruksi ataupun pekerjaan timbunan. Dalam penelitian akan dilakukan variasi antara gipsum dan abu gunung vulkanik yang sedemikian rupa agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
Diharapkan juga bahwa variasi gipsum dan abu gunung vulkanik dapat mencapai hasil yang diharapkan sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk menjadi satu bahan stabilisator sehingga kedua bahan tersebut dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin agar dapat mengurangi dampak lingkungannya dan juga pemanfaatan limbah.
I.4. Pembatasan Masalah
Pada tugas akhir ini, batasan-batasannya antara lain :
1. Tanah yang dipakai tanah lempung dari PTPN II Kebun Patumbak, Deli Serdang.
2. Bahan stabilitas yang digunakan adalah gipsum yang telah lolos saringan no. 200.
3. Abu gunung vulkanik yang digunakan adalah abu vulkanik Gunung Sinabung.
4. Uji index properties tanah asli untuk mengetahui sifat fisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian, meliputi:
➢ Uji kadar air
➢ Uji berat spesifik tanah
➢ Uji nilai Atterberg (batas-batas konsistensi)
➢ Uji distribusi butiran atau analisa saringan
5. Berat tanah yang dimaksud adalah tanah dalam kondisi kering setelah dijemur di bawah sinar matahari dan lolos saringan no 4.
6. Pengujian untuk engineering properties dilakukan dengan uji Proctor Standard, uji CBR laboratorium (California Bearing Ratio) terendam
(soaked) dan tidak terendam (unsoaked) dan uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test).
7. Masa pemeraman yaitu 7 hari.
8. Masa perendaman untuk uji CBR Laboratorium terendam (soaked) yaitu 24 jam.
9. Pada penelitian ini, tidak berfokus pada segi ekonomis.
I.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibuat dalam 5 bab dengan uraian sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang penulisan, tujuan dan manfaat, rumusan masalah, pembatasan masalah.
Bab II: Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup hal-hal yang dijadikan penulis sebagai dasar dalam membahas pengaruh penambahan abu gunung vulkanik dan gipsum pada tanah lempung, terhadap peningkatan daya dukung tanah dengan pengujian CBR Laboratorium (California Bearing Ratio) terendam (soaked) dan tidak terendam (unsoaked) dan pengujian kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test).
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini berisi tentang segala metodologi yang dilakukan dalam penelitian berupa urutan-urutan tahapan pelaksanaan penelitian mulai dari pekerjaan di lapangan sampai jenis penelitian yang dilakukan di laboratorium hingga analisis data laboratorium yang telah diperoleh.
Bab IV: Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai pengaruh penambahan gipsum dan abu gunung vulkanik pada tanah lempung yang dilihat dari pengujian laboratorium yaitu CBR laboratorium terendam (soaked) dan tidak terendam (unsoaked) sesuai dengan variasi kadar campuran yang direncanakan.
Membahas tentang data-data yang didapat dari penelitian yang dilakukan yakni nilai CBR pada uji CBR Laboratorium dan Unconfined Compression Test sesuai dengan variasi kadar campuran yang direncanakan. Membahas tentang data-data yang didapat dari penelitian yang dilakukan yakni nilai Cu dan Qu pada uji kuat tekan bebas, membahas grafik hubungan antara abu gunung vulkanik dan gipsum dengan lama pemeraman terhadap kekuatan tanah yang diperoleh, serta analisa angka dari pengujian Atterberg.
Bab V: Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan atas hasil yang didapat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah
Tanah dapat didefenisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan (Craig, 1989). Di antara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori (void space) yang bersisi air dan / atau udara. Tanah memiliki media pengangkut berupa gaya gravitasi, angin, air, dan gletser. Pada saat berpindah tempat, ukuran dan bentuk partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran.
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1991).
Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tanah tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir – butirnya seperti tanah berpasir.Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butir- butirnya, contohnya tanah lempung.
Segumpal tanah terdiri atas dua atau tiga bagian. Dalam tanah yang kering, hanya ada dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori udara. Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori.
Dalam keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat (butiran), pori pori udara, dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tiga fase elemen tanah
Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan antara volume - berat dari tanah berikut:
𝑉 = 𝑉𝑆 + 𝑉𝑉 (2.1)
𝑉 = 𝑉𝑆 + 𝑉𝑊 + 𝑉𝑎 (2.2)
Dimana :
𝑉𝑆 : Volume butiran padat (cm3) 𝑉𝑉 : Volume pori (cm3)
𝑉𝑊: Volume air di dalam pori (cm3) 𝑉𝑎 : Volume udara di dalam pori (cm3)
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
𝑊 = 𝑊𝑆 + 𝑊𝑊 (2.3)
Dimana:
𝑊𝑆 : Berat butiran padat (gr) 𝑊𝑤 : Berat air (gr)
2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah 2.1.2.1 Angka pori (Void ratio)
Angka Pori atau void ratio (e) adalah perbandingan antara volume rongga (𝑉𝑣) dengan volume butiran (𝑉𝑠) dalam tanah. Angka pori dinyatakan dalam bentuk desimal. Berikut adalah rumus dari angka pori:
𝑒 = 𝑉𝑉
𝑉𝑆 (2.4)
Dimana:
𝑒 : Angka pori
𝑉𝑣 : Volume rongga (cm3) 𝑉𝑠 : Volume butiran (cm3)
2.1.2.2 Porositas (Porosity)
Porositas atau porosity (n) diartikan sebagai persentase perbandingan antara volume rongga (𝑉𝑣) dengan volume total (𝑉) dalam tanah. Porositas biasanya dikalikan dengan 100% dengan demikian porositas dapat dinyatakan dalam bentuk persen, atau :
𝑛 = 𝑉𝑣
𝑉𝑥 100 (2.5)
Dimana:
𝑛 : Porositas (%)
𝑉𝑣 : Volume rongga (cm3) 𝑉 : Volume total (cm3)
Hubungan antara angka pori dan porositas adalah : 𝑛 = 𝑒
1+𝑒 (2.6)
𝑒 = 𝑛
1−𝑛 (2.7)
2.1.2.3 Derajat kejenuhan (Degree of saturation)
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) adalah perbandingan antara volume air (𝑉𝑤) dengan volume total rongga pori tanah (𝑉𝑣). S = 0 bila tanah dalam keadaan kering dan sebaliknya bila tanah dalam keadaan jenuh, maka 𝑆 = 100% atau 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (𝑆) dapat dinyatakan dalam persamaan:
𝑆 (%) = 𝑉𝑤
𝑉𝑣𝑥 100 (2.8)
Dimana:
𝑆 : Derajat kejenuhan (%) 𝑉𝑤 : Berat volume air (cm3)
𝑉𝑣 : Volume total rongga pori tanah (cm3)
Tabel 2.1 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah (Hardiyatmo, 1992) Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
Tanah jenuh 1
2.1.2.4 Kadar air (Moisture water content)
Kadar air atau water content (w) adalah persentase perbandingan berat air (𝑊𝑤) dengan berat butiran (𝑊𝑠) dalam tanah, atau :
𝑤 (%) = 𝑊𝑤
𝑊𝑠 𝑥 100 (2.9)
Dimana:
𝑤 ∶ Kadar Air (%) 𝑊𝑤 ∶ Berat air (gr) 𝑊𝑠 ∶ Berat butiran (gr)
2.1.2.5 Berat volume (Unit weight)
Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume.
γ = 𝑊
𝑉 (2.10)
Para ahli tanah kadang-kadang menyebut berat volume (unit weight) sebagai berat volume basah (moist unit weight).
Dimana:
𝛾 : Berat volume basah (gr/cm3) 𝑊 : Berat butiran tanah (gr) 𝑉 : Volume total tanah (cm3)
2.1.2.6 Berat volume kering (Dry unit weight)
Berat volume kering (𝛾𝑑) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (𝑊𝑠) dengan volume total tanah (𝑉). Berat volume kering (𝛾𝑑) dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝛾𝑑 = 𝑊𝑠
𝑉 (2.11)
Dimana:
𝛾𝑑 : Berat volume kering (gr/cm3) 𝑊𝑠 : Berat butiran tanah (gr) 𝑉 : Volume total tanah (cm3)
2.1.2.7 Berat volume butiran padat (Soil volume weight)
Berat volume butiran padat (𝛾𝑠) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (𝑊𝑠) dengan volume butiran tanah padat (𝑉𝑠). Berat volume butiran padat (𝛾𝑠) dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝛾𝑠 = 𝑊𝑉𝑠
𝑠 (2.12)
Dimana:
𝛾𝑠 : Berat volume padat (gr/cm3) 𝑊𝑠 : Berat butiran tanah (gr) 𝑉𝑠 : Volume total padat (cm3)
2.1.2.8 Berat spesifik (Specific gravity)
Berat spesifik atau specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah (𝛾𝑠) dengan berat volume air (𝛾𝑤) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat spesifik (𝐺𝑠) dapat dinyatakan dalam persamaan:
𝐺𝑠 = 𝛾𝑠
𝛾𝑤 (2.13)
Dimana:
𝛾𝑠 : Berat volume padat (gr/cm3) 𝛾𝑤 : Berat volume air (gr/cm3) 𝐺𝑠 : Berat jenis tanah
Batas-batas besaran berat spesifik tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Berat spesifik tanah (Hardiyatmo,1992) Macam Tanah Berat Spesifik
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68 Lempung organik 2,58 - 2,65 Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
Hasil-hasil penentuan berat spesifik dari sebagian besar tanah menunjukan bahwa nilai-nilai dari 2,6 sampai 2,75 merupakan nilai yang paling banyak terdapat.
Nilai-nilai porositas, angka pori dan berat volume pada keadaan asli di alam dari berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Nilai n, e, w, d dan b untuk tanah keadaan asli lapangan (Das,1991) Macam Tanah
n
(%) e
w (%)
d
(gr/cm3)
b
(gr/cm3) Pasir seragam, tidak padat
Pasir seragam, padat
Pasir berbutir campuran, tidak padat Pasir berbutir campuran, padat Lempung lunak sedikit organis Lempung lunak sangat organis
46 34 40 30 66 75
0,85 0,51 0,67 0,43 1,90 3,0
32 19 25 16 70 110
1,43 1,75 1,59 1,86
−
−
1,89 2,09 1,99 2,16 1,58 1,43
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg limit)
Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg mengusulkan ada lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air, yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), batas susut (shrinkage limit), batas lengket (sticky limit) dan batas kohesi (cohesion limit).
Tetapi pada umumnya batas lengket dan batas kohesi tidak digunakan (Bowles, 1991). Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Das, 1991)
2.1.2.9.1 Batas cair (Liquid limit)
Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan meletakkan tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut dibelah oleh grooving tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan sampai mangkuk menyentuh dasar, dilakukan juga perhitungan ketukan sampai tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan grooving tool (Das, 1998)
Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung (Das, 1991)
2.1.2.9.2 Batas plastis (Plastic limit)
Batas plastis (plastic limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah batas plastis.
2.1.2.9.3 Batas susut (Shrinkage limit)
Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus.
Percobaan batas susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝑆𝐿 = {(𝑚1−𝑚2)
𝑚2 −(𝑣1−𝑣2)𝛾𝑤
𝑚2 } 𝑥 100 % (2.14)
dengan :
𝑚1 = Berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) 𝑚2 = Berat tanah kering oven (gr)
𝑣1 = Volume tanah basah dalam cawan (𝑐𝑚3) 𝑣2 = Volume tanah kering oven (𝑐𝑚3)
𝛾𝑤 = Berat jenis air
2.1.2.9.4 Indeks plastisitas (Plasticity index)
Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis.
Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.15 dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.4 menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.
𝐼𝑃 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿 (2.15)
Dimana :
IP = Indeks plastisitas (%) LL = Batas cair (%) PL = Batas plastis (%)
Tabel 2.4 Indeks plastisitas tanah (Hardiyatmo, 2002)
PI Sifat Macam Tanah Kohesi
0 Non-Plastis Pasir Non – Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7-17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
2.1.2.9.5 Index kecairan (Liquidity index)
Kadar air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefenisikan oleh indeks kecairan (liquidity index). Indeks kecairan merupakan perbandingan antara selisih kadar air dengan batas plastis terhadap indeks plastisitasnya. Berikut persamaannya :
𝐿𝐼 = 𝐼𝐿 =𝑊𝑁−𝑃𝐿
𝐿𝐿−𝑃𝐿 =𝑊𝑁−𝑃𝐿
𝑃𝐼 (2.16)
Dimana :
LI = Liquidity index (%) WN = Kadar air asli (%) PL = Plastic Limit (%)
Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka indeks kecairan sama dengan 1.
Sedangkan, jika WN = PL, indeks kecairan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai indeks kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli WN > LL akan mempunyai LI > 1.
2.1.2.10 Analisa gradasi ukuran butiran (Sieve analysis)
Ukuran partikel efektif dari sesuatu tanah didefenisikan sebagai ukuran partikel yang 10% dari berat tersebut mempunyai ukuran lebih kecil dari ukuran itu. Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang hampir vertikal (semua partikel berukuran hampir sama) disebut tanah bergradasi buruk (seragam). Apabila kurva membentang pad daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.
Perbedaan antara tanah bergradasi buruk dan bergradasi baik dapat ditentukan secara numerik dengan koefisien keseragaman atau koefisien uniformitas Cu dengan koefisien lengkungan Cz. Koefisien uniformitas dan koefisien lengkungan digunakan sebagai bagian dari sistem klarifikasi tanah Unified. Koefisien uniformitas didefenisikan sebagai rasio :
Cu = 𝐷60
𝐷10 (2.17)
Koefisien lengkungan didefenisikan sebagai : Cc = 𝐷²30
𝐷10.𝐷60 (2.18)
Dimana :
Cu : Koefisien uniformitas Cc : Koefisien lengkungan
D10 : Diamater butir yang lolos 10% dari berat (mm) D30 :Diamater butir yang lolos 30% dari berat (mm) D60 : Diamater butir yang lolos 60% dari berat (mm)
2.1.2.11 Analisa hidrometer (Hydrometer analysis)
Analisa hidrometer dapat digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang butirannya lebih kecil dari saringan No. 200. Analisa hidrometer tidak secara langsung digunakan dalam sistem klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984)
2.1.3 Klasifikasi tanah
Sistem klasisfikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok- kelompok dan sub kelompok-sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1991). Sistem klasisfikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Tujuan dari pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah. Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indeks pengujian yang sangat sederhana untuk memperoleh karakteristik tanahnya. Klasifikasi tanah sangat membantu perencana dalam memberikan pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang lalu. Tetapi perencana harus berhati-hati dalam penerapannya karena penyelesaian masalah stabilitas, penurunan dan aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah sering menimbulkan kesalahan yang berarti.
Beberapa sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Klasifikasi tanah sistem USCS
2. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
2.1.3.1 Sistem klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan menjadi:
1. Tanah butir kasar (Coarse-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (Fine-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1) Persentase butiran yang lolos ayakan no. 200 (fraksi halus)
2) Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no. 40
3) Koefisien keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan koefisien gradasi (Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0 - 12% lolos ayakan no.200
4) Batas cair dan indeks plastisitas bagian tanah yang lolos ayakan no.40 Tabel 2.5 Simbol klasifikasi tanah sistem USCS (Das, 1991)
Simbol Nama Klasifikasi Tanah
G Kerikil (gravel) S Pasir (sand) C Lempung (clay) M Lanau (silt)
O Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay) L Plastisitas rendah (low plasticity)
H Plastisitas tinggi (high plasticity) W Bergradasi baik (well graded)
P Bergradasi buruk (poor graded)
Gambar 2.5 Klasifikasi tanah sistem USCS (Das, 1991)
2.1.3.2 Sistem klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi tanah AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.200.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas yang dihitung.
3. Batas susut.
Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya. Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Klasifikasi tanah sistem AASHTO (Das, 1991)
2.1.4 Sifat-sifat mekanis tanah
2.1.4.1 Pemadatan tanah (Compaction)
Pemadatan tanah (Compaction) adalah suatu proses dimana udara pada pori- pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga partikel- partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, pemadatan tanah adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Hal ini merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan dukung tanah.
Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain : 1. Mempertinggi kuat geser tanah
2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas) 3. Mengurangi permeabilitas
4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.
Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan permeabilitas tanah granuler yang tinggi. Berbeda dengan pada tanah lanau yang permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.
Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.
Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi Compaction, yaitu:
- Usaha pemadatan - Jenis tanah - Kadar air tanah
- Berat isi kering tanah (Bowles, 1991).
Hubungan berat volume kering (𝛾𝑑) dengan berat volume basah (𝛾𝑏) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :
𝛾𝑑 = 𝛾𝑏
1 + 𝑤 (2.19)
Pada pengujian Compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x 10−4 𝑚3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian Compaction tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (Standard Proctor) dan 5 lapisan (Modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.
Perbedaan antara pengujian pemadatan Standard Proctor dan pengujian pemadatan Modified Proctor dapat dilihat dalam Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Pengujian pemadatan Proctor (Bowles, 1991)
Standar (ASTM D698) Modifikasi (ASTM D1557)
Palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb)
Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in)
Jumlah lapisan 3 5
Jumlah tumbukan per
lapisan 25 25
Volume cetakan 1/30 ft3 1/30 ft3
Tanah Saringan no. 4 Saringan no. 4
Energi pemadatan 595 kJ/ m3 (12400 lb ft/ft3) 2698 kJ/ m3 (56250 lb ft/ft3)
Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut.
Kadar air yang memberikan berat isi kering yang maksimum disebut kadar air optimum (optimum moisture content). Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang menunjukkan suatu kadar air optimum yang lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan
hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.7
Gambar 2.7 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah (Hardiyatmo, 1992)
Garis ZAV (zero air void line) adalah hubungan antara berat isi kering dengan kadar air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAV dan biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan kadar air optimum dan berat isi kering maksimum adalah percobaan pemadatan standar (standard compaction test). Penggunaan Proctor standard pada penelitian ini
dikarenakan penggunaan Proctor standard merupakan pemadatan yang umum dilakukan di daerah perkotaan.
2.1.4.2 Pengujian unconfined compression test (UCT)
Nilai kuat geser tanah perlu diketahui untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan. Seperti material lainnya, tanah mengalami penyusutan volume jika mendapat tekanan merata di sekelilingnya.
Apabila menerima tegangan geser, tanah akan mengalami distorsi dan apabila distorsi yang terjadi cukup besar, maka partikel-partikelnya akan terpeleset satu sama lain dan tanah akan dikatakan gagal dalam geser.
Hampir semua jenis tanah daya dukungnya terhadap tegangan tarik sangat kecil atau bahkan tidak mampu sama sekali. Tanah tidak berkohesi, kekuatan gesernya hanya terletak pada gesekan antara butir tanah saja (c = 0), sedangkan pada tanah berkohesi dalam kondisi jenuh, maka ∅ = 0 dan S = c. Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (earth pressure) dan kestabilan lereng (slope stability).
Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar seperti ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh :
• Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan pemadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada gesernya.
• Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya.
Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan rumus :
τ = 𝒸 + (σ − u)tan ∅ (2.20)
Dimana:
𝜏 : Kekuatan geser tanah (kg/cm2) c : Kohesi tanah efektif (kg/cm2) 𝜎 : Tegangan normal total (kg/cm2) u : Tegangan air pori (kg/cm2)
∅ : Sudut perlawanan geser efektif (0)
Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain : o Pengujian geser langsung (Direct shear test)
o Pengujian triaksial (Triaxial test)
o Pengujian tekan bebas (Unconfined compression test) o Pengujian baling-baling (Vane shear test)
Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser tanah adalah pengujian tekan bebas (unconfined compression test).
Uji kuat tekan bebas (unconfined compression test) mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah terpisah dari butir- butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut.
Pada Gambar 2.8 menunjukkan skema pengujian unconfined compression test.
Gambar 2.8 Skema pengujian tekan bebas
Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:
𝜏𝑓 = 𝜎1
2 = 𝑞𝑢
2 = 𝑐𝑢 (2.21) Dimana:
𝜏𝑓 = Kuat geser (kg/cm2) 𝜎1 = Tegangan utama (kg/cm2) 𝑞𝑢 = Kuat tekan bebas tanah (kg/cm2) 𝑐𝑢 = Kohesi (kg/cm2)
Gambar 2.9 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 1995)
Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya (Hardiyatmo, 1992)
Konsistensi qu (kg/cm2)
Lempung keras > 4,00
Lempung sangat kaku 2,00 – 4,00
Lempung kaku 1,00 – 2,00
Lempung sedang 0,50 – 1,00
Lempung lunak 0,25 – 0,50
Lempung sangat lunak < 0,25
2.1.4.2.1 Teori keruntuhan Mohr - Coulomb
Teori keruntuhan berguna untuk menguji hubungan antara tegangan normal dengan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linier yang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.
𝜏𝑓= 𝑐 + 𝜎 tan ∅ (2.22)
dimana : c = Kohesi (kg/cm2) Ø = Sudut geser dalam (0)
Gambar 2.10 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser (Das, 1995)
2.1.4.2.2 Sensitivitas tanah lempung
Pengujian kuat tekan bebas dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas yang diukur adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang diperoleh maka akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.
Gambar 2.11 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded (Das, 1995)
Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded (Das, 1995)
Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut sensitivitas (sensitivity). Tingkat sensitivitas adalah rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitivitas dinyatakan dalam persamaan:
𝑆𝑡 = 𝑞𝑢 𝑎𝑠𝑙𝑖
𝑞𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 (2.23)
Umumnya, nilai rasio sensitivitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitivitas berkisar antara 10 sampai 80.
Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai sensitivitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Sensitivitas lempung (Bowles, 1991) Tidak Sensitif St < 2
Agak Sensitif 2 < St < 4 Sensitif 4 < St < 8 Sangat Sensitif 8 < St < 16
Cepat St > 16
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan:
1. Penekanan
Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 – 2% per menit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :
a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut.
b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.
c. Ambil pada ε = 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit.
Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus : 𝜀 = ∆𝐿
𝐿0 (2.24)
Dimana :
ε = Regangan axial (%)
∆L = Perubahan panjang (cm)
Lo = Panjang mula-mula (cm)
Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat : 𝐴 = 𝐴0
1− 𝜀 (2.25)
Dimana :
A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao = Luas mula-mula (cm2)
Besarnya tegangan normal : 𝜎 = 𝑃
𝐴= 𝑘.𝑁
𝐴 (2.26)
Dimana :
σ = Tegangan (kg/cm2) P = Beban (kg)
k = Faktor kalibrasi proving ring N = Pembacaan proving ring (div)
Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus : 𝑆𝑡 = 𝜎
𝜎′ (2.27)
Dimana :
St = Nilai sensitivitas tanah
σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2) σ‘ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)
2.1.4.3 Pengujian california bearing ratio (CBR)
California bearing ratio (CBR) adalah percobaan daya dukung tanah yang pertama kali dikenalkan oleh California State Highway Department pada tahun 1928. Sedangkan metode CBR dipopulerkan oleh O. J. Porter. Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan memasukkan benda ke dalam benda uji.
Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan. Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi (test load) suatu bahan dengan beban standard (standard load) dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0,1 inci dan penetrasi sebesar 0,2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 1744-2012 diambil hasil terbesar. Nilai CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standard berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100%. Ada 2 macam pengukuran CBR yaitu :
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0,254 cm (0,1”) terhadap penetrasi standard sebesar 70,37 kg/cm2 (1000 psi)
Nilai CBR = (PI/70,37) x 100% (PI dalam kg/cm2)
2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0,508 cm (0,2”) terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)
Nilai CBR = (PI/105,56) x 100% (PI dalam kg/cm2) Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar
CBR laboratorium dibedakan atas 2 macam, yaitu CBR laboratorium terendam (soaked) dan CBR laboratorium tidak terendam (unsoaked).
a. CBR laboratorium terendam (soaked) dilakukan perendaman selama 4 hari (96 jam), perendaman ini bertujuan untuk membuat