• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) PADA PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA PULO BRAYAN TAHUN 2012 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) PADA PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA PULO BRAYAN TAHUN 2012 SKRIPSI"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

HERMI NAINGGOLAN NIM. 091000201

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(2)

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

HERMI NAINGGOLAN NIM. 091000201

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(3)

i

PROTEIN (TKTP) PADA PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA PULO BRAYAN TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : HERMI NAINGGOLAN No. Induk Mahasiswa : 091000201

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Gizi Kesehatan Masyarakat Tanggal Lulus : 15 Februari 2013

Disahkan Oleh : Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi) (dr. Mhd Arifin Siregar, MS) NIP. 19680616 199303 2 003 NIP. 19581111 198703 1 004

Medan, Februari 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) NIP. 19610831 198903 1 001

(4)

ii

Diet yang diberikan pada pasien TB Paru adalah diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP). Diet tinggi kalori tinggi protein diberikan setelah diagnosa pasien ditegakkan. Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) adalah makanan yang mengandung energi dan protein diatas kebutuhan normal. Komponen gizi utama diet ini adalah energi, protein, lemak dan karbohidrat. Komponen gizi diet ini penting untuk menunjang proses penyembuhan pada pasien TB Paru.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis diet yang diberikan kepada pasien TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan. Jenis penelitian ini deskriftif dengan desain cross sectional. Objek penelitian adalah makanan dalam bentuk diet TKTP I pada pasien TB Paru. Data primer diperoleh dari hasil penimbangan makanan dalam bentuk diet TKTP I. Data sekunder diperoleh dari dokumen Rumah Sakit. Ketersediaan zat gizi dalam diet, dianalisis dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan dan dibandingkan dengan standar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan zat gizi dalam diet, kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat, belum memenuhi standar diet TKTP I. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya standar porsi, standar resep dan standar alat yang digunakan.

Disarankan bagi pihak Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan, khususnya bagian instalasi gizi agar menyediakan pedoman diet, standar porsi, standar resep dan standar alat sehingga pemberian diet pada pasien TB Paru sesuai dengan standar.

Kata kunci: TB Paru, diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

(5)

iii

Diet given to patient lung tuberculosis is deit high calories high protein (HCHP). Diet high calories high protein given after diagnosis patient upheld. Diet high calories high protein was fords that contain energy and protein above the needs of the normal. Component nutrition of the major diet is energy, proteins, fat and carbohydrates. Component nutrisional diet is very important to buttress healing process on the patient lung tuberculosis.

Research purposes of this given to patient to analyze the patient lung tuberculosis in the Martha Frisha Pulo Brayan. The kind of the research is descriptive research account with design cross sectional. The object of research is food in the form diet high calories high protein (HCHP) on the patient lung tuberculosis. Data primer obtained from the food in the form diet HCHP weighing.

Data secondary obtained from the Hospital Svailability of nutrive substance indiets, analized to use the list composition of food and compared with the standards.

Research results show that avaihbility of nutritive substance, diet the content of energy, protein, fat and carbohydrates are not meet the standards on diet high colories high protein (HCHP). It is caused by the absence of standards, the portion standards recipes and standards of tool used.

Advisable for the Martha Friska Hospital Pulo Brayan, particular section of installation nutritive to provide guidelines, diet standards the portion booth recipes and standards of tool that granting diet on the patient lung tuberculosis in accordance with the standards.

Keywords: Lung Tuberculosis, diet High Calories High Protein (HCHP)

(6)

iv Nama : Hermi Nainggolan Tempat/ tanggal Lahir : Sigaol/ 15 Maret 1980 Agama : Khatolik

Nama Orang Tua

Ayah : Alm Jakkiman Nainggolan Ibu : Pitainim Turnip

Jumlah Bersaudara : Anak ke 4 dari 5 bersaudara A1alamat Rumah : Jln Mesjid Gg Dahlia 8, Pasar IX.

Kecamatan Percut Sei Tuan Tembung

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 2 Simanindo, Samosir 1988-1994 2. SLTP Negeri 2 Simanindo, Samosir 1994-1997 3. SMA Karya Jaya Pangururan, Samosir 1997-2000 4. Akademi Keperawatan Sari Mutiara 2000-2003 5. Kesehatan Masyarakat USU 2009-2013

(7)

v

berkat kasih dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“ANALISIS DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) PADA PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA PULO BRAYAN TAHUN 2012”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dibuat untuk dapat menyelesaikan pendidikan Strata I pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Ir. Zulhaidah Lubis, M.Kes selaku Pembantu Dekan I

3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, MSi selaku Dosen Pembimbing Skripsi I sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dr. Mhd Arifin Siregar, MS selaku Dosen Pembimbing II.

6. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Bapak dr R.P. Siahaan selaku Direktur Penunjuang Medis Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.

(8)

vi

9. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Dosen dan Pegawai bagian Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

11. Teristimewa untuk orang tuaku tercinta Ayahanda (Alm J. Nainggolan) dan Ibunda (P. Turnip), Abang-abang, Kaka dan Adik terima kasih telah memberikan dukungan materil dan moril serta doa dalam setiap langkah penulis.

12. Sahabat-sahabatku yang memberi dukungan dan turut membantu selama penelitian hingga skripsi selesai.

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2013

Hermi Nainggolan

(9)

vii

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 TB Paru ... 8

2.1.1 Faktor- Faktor Penyebab Terinfeksi Mikobakterium ... 9

2.1.2 Klasifikasi TB Paru ... 12

2.1.3 Gambaran Klinik ... 13

2.1.4 Pemeriksaan Klinis ... 13

2.2 Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein ... 14

2.2.1 Tujuan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein ... 15

2.2.2 Syarat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein ... 16

2.2.3 Jenis Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein ... 16

2.2.4 Zat Gizi Dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein . 20 2.2.5 Indikasi Pemberian Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein ... 25

2.3 Manfaat Pemberian Diet Bagi Proses Penyembuhan... 25

2.4. Diet Pada TB Paru ... 27

2.5. Kerangka Konsep ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Objek Penelitian... 31

(10)

viii

3.5.2. Cara Pengumpulan Data ... 33

3.6 Istrumen Penelitian ... 33

3.7 Definisi Operasional ... 34

3.8 Aspek Pengukuran ... 35

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 36

3.9.1. Pengolahan Data ... 36

3.9.2. Analisis Data ... 36

BAB IV METODE PENELITIAN ... 37

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1. Wilayah Cakupan ... 38

4.1.2. Produk Pelayanan Kesehatan ... 38

4.1.3. Gambaran Umum Istalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan ... 39

4.2 Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan ... 42

4.2.1. Energi... 46

4.2.2. Protein ... 48

4.2.3. Lemak ... 50

4.2.4. Karbohidrat ... 52

BAB V PEMBAHASAN... 54

5.1 Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Pada Pasien TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan ... 54

5.2 Ketersediaan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Pada Pasien TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan ... 55

5.2.1. Ketersediaan Energi Dalam Diet TKTP I ... 55

5.2.2. Ketersediaan Protein Dalam Diet TKTP I ... 57

5.2.3. Ketersediaan Lemak Dalam Diet TKTP I ... 58

5.2.4. Ketersediaan Karbohidrat Dalam Diet TKTP I... 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA

(11)

ix

2. Gambar Contoh Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.

3. Surat Keterangan Izin Penelitian di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.

4. Surat Keterangan telah selesai melaksanakan penelitian dari Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.

(12)

x

Tabel 2.1 Bahan Makanan Untuk Makanan Biasa dalam Sehari ... 17

Tabel 2.2 Nilai Gizi Diet Makanan Biasa ... 18

Tabel 2.3 Bahan Makanan Untuk Diet TKTP yang Ditambahkan pada Makanan Biasa ... 18

Tabel 2.4 Nilai Gizi Bahan Makanan Untuk Diet TKTP Berdasarkan Jenis Dietnya ... 19

Tabel 2.5 Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) ... 19

Tabel 2.6 Nilai Energi Beberapa Bahan Makanan (Kkal/100 gram) ... 21

Tabel 2.7 Nilai Protein Dalam Berbagai Makanan ... 23

Tabel 2.8 Pembagian Makanan Sehari ... 28

Tabel 4.1 Contoh Menu Dalam 1 (Satu) Hari Penyajian Diet TKTP Pada Pasien TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan ... 40

Tabel 4.2 Rata-rata Kandungan Zat Gizi Dalam Diet TKTP Pada Penderita TB Paru Setiap Kelas Rawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan ... 45

Tabel 4.3 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Energi Dalam Diet TKTP I Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas I Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 46

Tabel 4.4 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Energi Dalam Diet TKTP I Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas II Rumah Sakit Martha FriskaPulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 47

Tabel 4.5 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Energi Dalam Diet TKTP Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas III Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 47

Tabel 4.6 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Protein Dalam Diet TKTP Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas I Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 48

(13)

xi

Tabel 4.8 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Protein Dalam Diet TKTP Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas III Rumah Sakit

Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 49 Tabel 4.9 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Lemak Dalam Diet TKTP

Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas I Rumah Sakit

Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 50 Tabel 4.10 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Lemak Dalam Diet TKTP I

Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas II Rumah Sakit

Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 51 Tabel 4.11 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Lemak Dalam Diet TKTP I

Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas III Rumah Sakit

Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 51 Tabel 4.12 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Karbohidrat Dalam Diet TKTP I

Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas I Rumah Sakit

Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 52 Tabel 4.13 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Karbohidrat Dalam Diet TKTP I

Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas II Rumah Sakit

Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 53 Tabel 4.14 Distribusi Ketersediaan Zat Gizi Karbohidrat Dalam Diet TKTP I

Pada Pasien TB Paru Di Ruangan Kelas III Rumah Sakit

Martha Friska Pulo Brayan Berdasarkan Standar Diet TKTP I ... 53

(14)

xii

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 28 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska

Pulo Brayan ... 41

(15)

1 1.1 Latar Belakang

Tuberculosis masih merupakan penyakit yang sangat luas didapatkan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, baik pada anak maupun pada orang dewasa yang juga dapat menjadi sumber infeksi. Menurut WHO dan UNICEF di daerah Jogyakarta 0,6% penduduk menderita tuberkulosis dengan basil tuberculosis positif dalam dahaknya, dengan perbedaan “prevalensi” di kota dan di desa masing-masing 0,5-0,8% dan 0,3-0,4% (Alsagaff, 2002).

Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan tahun 2008 jumlah penderita TB Paru di Indonesia 220.000 oarang/tahun atau 500 orang/hari dan angka kematian karena penyakit TB Paru 88000 orang/tahun atau 240 orang/hari. Dari data yang diperoleh penderita TB Paru di Sumatra Utara merupakan urutan ke tujuh di Indonesia dimana pada tahun 2010 tercatat 73,8% atau sebesar 15614 orang (Depkes, 2012).

Adapun data penderita TB Paru enam bulan terakhir yang diperoleh pada saat dilakukan survei awal di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan yaitu dari bulan Februari sampai Juli adalah sebagai berikut bulan Februari (14 orang), Maret (14 orang), April (11 orang), Mei (18 orang), Juni (11 orang), Juli (13 orang). Penyakit TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan merupakan 10 besar penyakit secara morbilitas di dinas kesehatan (Dyspepsia, Gastro Enteritis, DM, DHF, Hipertensi, Appendisitis, TB Paru, ISK, PJK, Stroke). Dimana penyakit TB Paru terdapat pada urutan ke tujuh. Penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit yang

(16)

ditemukan pada laki-laki- dewasa, perempuan dan anak-anak, dimana penderita yang lebih banyak adalah pada laki-laki dewasa dengan riwayat perokok kuat dan batuk yang lama. Gambaran dari penderita TB Paru adalah badan kurus, batuk malam hari, sesak nafas, nyeri dada, sering keringat dingin, nafsu makan menurun, berat badan menurun, pada kasus yang sudah kronis mengalami demam yang terus menerus.

Pada umumnya, pasien yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan status gizi, disebabkan hilangnya nafsu makan maupun akibat meningkatnya kebutuhan oleh karena proses infeksi. Misalnya pada penderita tuberculosisi paru, penurunan status gizi tampak jelas dengan bertambah kurusnya penderita dari hari ke hari. Di samping itu, lama rawat inap juga memberikan pengaruh terhadap status gizi pasien. Semakin lama seseorang dirawat di rumah sakit, maka akan semakin berpengaruh pada kondisi fisiologisnya (Syamsiatun, 2004).

Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan, tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak kekurangan ataupun melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme (Departemen Kesehatan RI, 2005). Harus disadari bahwa gizi mempunyai peran yang tidak kecil terhadap tingkat kesembuhan dan lama perawatan pasien di rumah sakit yang akan berdampak pada biaya perawatan (Usman, 2008).

Diet energi tinggi protein tinggi (ETPT) atau tinggi kalori tinggi protein (TKTP) adalah diet yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal.

Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging, atau dalam bentuk minuman enteral energi

(17)

tinggi protein tinggi. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap (Almatsier, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2011) terhadap diet bagi pasien pasca bedah section caesarea di RSUD Sidikalang ketersediaan zat gizi energi dalam diet TKTP I yang diberikan kepada pasien pascabedah section caesarea tidak sesuai dengan standard diet TKTP I yaitu 2340-2860 kkal.

Ketersediaan zat gizi protein dalam diet TKTP I yang diberikan pada pasien pascabedah section caesarea di RSUD Sidikalang menunjukkan bahwa pada hari pertama, tidak sesuai dengan standar yaitu kurang dari 90 gr.

Ketersediaan lemak dalam diet TKTP I yang disediakan oleh pihak RSUD Sidikalang kepada pasien pascabedah section caesarea. Standar lemak dalam diet TKTP I yaitu 64,8-79,2 gr, sementara ketersediaan lemak dalam diet TKTP I yang disajikan <64,8 gr baik pada hari I, maupun hari II. Ketersediaan zat gizi karbohidrat masih belum mencukupi, dimana standar zat gizi karbohidrat dalam diet TKTP I yang seharusnya adalah 348,75-426,25 gr. Ketersediaan zat gizi karbohidrat yang disediakan oleh pihak rumah sakit dalam diet TKTP I <348,75 gr (Mayasari, 2011).

Hasil penelitian pada pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP di RS Swadana Daerah Tarutung, jumlah kalori diet TKTP yang diberikan kepada masing- masing pasien tidak ada yang sesuai dengan standar diet TKTP 1 karena kandungan kalori dalam diet yang diberikan oleh rumah sakit hanya berkisar 1579-2088 kkal/orang/hari. Kandungan protein dalam diet TKTP yang diberikan 65-82 gr/orang/hari (Riama, 2012).

(18)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mustamin (2010) pada pasien kusta di Rumah Sakit DR. Tanjuddin Chalid Makassar bahwa asupan energi awal adalah 1772,47 (211,87 kkal/hari) berubah menjadi 2205,12 (123,07 kkal/hari).

Asupan protein awalnya 62,63 (9,65 gr/hari) berubah menjadi 55,54 (6,26 gr/hari).

Asupan lemak awalnya 38,83 (12,14 gr/hari) berubah menjadi 55,54 (6,24 gr/hari, sedangkan asupan karbohidrat awal 290,43 (58,11 gr/hari) berubah menjadi 347,80 (31,32 gr/hari).

Hasil penelitian Lilyani (2011) di RSUD Dr. Pringadi Kota Medan kandungan energi pada pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP dari 7 hari penelitian terdapat 3 hari yang tidak mengandung energi >2.860 kkal. Kandungan protein 126,9 atau lebih tinggi dari standar diet TKTP I, sedangkan kandungan lemak >110% dari 72 gr lemak dan kandungan karbohidrat dalam 7 hari penelitian tidak ada yang sesuai dengan standar diet TKTP I.

Penentuan diet TKTP I dilakukan setelah hasil pemeriksaan klinis positif TB Paru, diet awal yang diberikan adalah diet biasa sama seperti pada penderita pasien lainnya. Dari survei awal pada diet TKTP di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan diet yang diberikan pada penderita TB Paru hanya diekstrakan satu butir telur dan tempe (potongan kecil) dalam satu hari dan mendapat makanan selingan dua kali dalam satu hari. Pagi hari yaitu jam 09.30 WIB dan sore hari yaitu jam 15.00 WIB yang diperuntukkan pada pasien yang dirawat di kelas I dan kelas II, sedangkan pada pasien yang dirawat di kelas III hanya penambahan satu butir telur saja.

Pemesanan makanan dilakukan setelah diet pasien ditentukan oleh dokter yang merawat pasien, dimana perawat ruangan rawat inap yang memesan diet

(19)

kebagian instalasi gizi melalui rekap diet yang sudah disediakan. Petugas instalasi gizi yang keliling kesetiap ruangan rawat inap untuk mengumpulkan rekap diet setiap harinya. Pemesanan diet langsung via telepon dilakukan bila pergantian diet biasa ke diet TKTP pada saat dokter yang merawat pasien menentukan diet pada saat visite, tapi rekap sudah ada dibagian instalasi gizi.

Pentingnya perhatian terhadap makanan yang diperuntukkan bagi penderita penyakit infeksi khususnya penderita TB Paru, ini memberikan konsekuensi perlunya dilakukan analisis terhadap diet bagi pasien penderita TB Paru meliputi ketersediaan zat gizi energi, protein, lemak dan karbohidrat yang diberikan oleh pihak rumah sakit.

Praktek pemberian diet TKTP pada pasien TB Paru dinilai belum memuaskan dimana berdasarkan survei awal belum dilakukan penimbangan makanan, belum ada standar porsi ditetapkan oleh rumah sakit untuk semua bahan makanan dalam setiap diet. Sehingga ketersedian zat gizi makro seperti energi, protein, lemak dan karbohidrat masih kurang atau tidak sesuai dengan diet TKTP I atau diet TKTP II yang seharusnya diperuntukkan bagi pasien penderita TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dan diet TKTP yang disediakan hanya diet TKTP I.

Hal ini menjadi latar belakang peneliti untuk melakukan analisis terhadap pemberian diet TKTP pada penderita TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulau Brayan.

(20)

1.2 PerumusanMasalah

Berdasatkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi permasalahan adalah apakah pemberian diet TKTP pada pasien penderita TB Paru rawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan sudah sesuai dengan standar.

1.3 Tujuan penelitia 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis diet tinggi kaloti tinggi protein yang disajikan oleh pihak Rumah Sakit pada penderita TB Paru rawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kuantitas zat gizi (energi, protein, lemak dan karbohidrat) dalam diet tinggi kalori tinggi protein yang disajikan kepada pasien penderita TB Paru, berdasarkan standar diet tinggi kalori tinggi protein yang telah ditentukan.

2. Untuk mengetahui jenis makanan tinggi kalori tinggi protein yang disajikan Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan mengenai ketersediaan zat gizi khususnya energi, protein, lemak dan karbohidrat yang telah diberikan oleh pihak Rumah Sakit berdasarkan jenis diet yang diberikan pada penderita TB Paru.

(21)

2. Sebagai pedoman bagi peneliti lain yang ingan melakukan penelitian mengenai pemberian diet tinggi kalori tinggi protein pada yang dirawat inap di masa yang akan datang.

1. Sebagai sumber informasi objektif bagi pasien penderita TB Paru pemberian diet TKTP di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.

(22)

8 2.1 TB PARU

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, yang disebabakan oleh micobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limpa. Sebagian besar basil micobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon. Pada stadium permulaan, setelah pembentukan fokus primer, akan terjadi beberapa kemungkinan seperti penyebaran bronkogen, penyebaran limfogen, penyebaran hematogen (Alsagaff, 2002).

Tuberkulosis klinis disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Bentuk yang tidak khas dari mikobakterium (misalnya, kansasii, mycointracellulare) juga dapat menyebabkan penyakit paru pada orang-orang yang lemah atau kekebalannya tertekan. Inseden tuberculosis aktif diantaranya pasien-pasien yang sputumnya positif terhadap basil tahan asam, pada hapusan langsung adalah sekitar 11%, dibandingkan dengan hanya 1,0% pada pasien yang hasil sputumnya positif (Evans, 1994).

Mikrobakterium tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang, yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam dan pewarnaan, sehingga disebut pula basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2012).

(23)

2.1.1 Faktor- Faktor Penyebab Terinfeksi Mycobacterium

Adapun faktor-faktor penyebab seseorang terinfeksi oleh mycobacterium tuberkulosa mycobacterium bovis (Anonim, 2010) adalah.

a. Faktor Sosial Ekonomi

Sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, dan sanitisi tempat kerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC.

Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TB (TBC), karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

b. Status Gizi

Seseorang mudah terinfeksi karena tidak cukupnya asupan nutrisi sehingga nutrisi kurang. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

c. Umur

Penyakit TB Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15-50) tahun. Pada usia lebih dari 55 tahun sistem imunologi seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru sedangkan pada bayi kemungkinan terinfeksi TB Paru sangat tinggi.

(24)

d. Jenis Kelamin

Merurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar satu juta perempuan yang meninggal akibat TB Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB Paru.

e. Herediter

Resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik.

f. Keadaan stress

Bila kondisi ini berlangsung dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh seseorang, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit.

g. Infeksi berulang

Infeksi ini seperti HIV, pertusis.

h. Tidak mematuhi aturan pengobatan

Klien yang terinfeksi TB Paru dan sudah menjalani pengobatan, namun ia putus obat atau tidak teratur minum obat (tidak sesuai anjuran dokter), maka mycobacterium tuberculosa yang ada pada tubuhnya menjadi lebih resisten;

sehingga untuk pengobatannya harus dimulai dari awal lagi.

(25)

i. Meningkatnya sekresi steroid adrenal

Sekresi ini yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.

j. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara.

Individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 µ) dan kecil (1-5µ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup individu yang rentan.

Adapun individu yang beresiko tinggi untuk tertular mikobakterium tuberculosis (Ardan, 2012) adalah

1. Mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.

2. Individu immunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).

3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik.

4. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda yang berusia 15-44 tahun).

5. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalnya, DM, GGK, silikonis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau yeyunoileal).

(26)

6. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin, Karibia).

7. Setiap individu yang tinggal di institusi (pasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatri, penjara).

8. Individu yang tinggal di daerah perumahan substandar kumuh.

9. Petugas kesehatan.

2.1.2 Klasifikasi TB Paru

Adapun penyakit TB Paru dibagi menjadi enam klasifikasi atau kelas (Ardan, 2012) yaitu:

1. Kelas 0

Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberculin berwarna).

2. Kelas 1

Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti infeksi (riwayat terpapar, reaksi terhadap tes tuberculin tidak berwarna.

3. Kelas 2

Pada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberculin bermakna, pemeriksaan bakteri negatif, tidak ada bukti klinik maupun radiografik).

4. Kelas 3

Tuberkulosis: saat ini sedang sakit (Mikrobakterium Tuberkulosis ada dalam biakan selain itu, reaksi test kulit tuberkulosis bermakana dan ada bukti radiografik tentang adanya penyakit).

(27)

5. Kelas 4

Tuberkulosis: saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis, tidak ada bukti klinik dan radiografik tentang adanya penyakit pada saat ini).

6. Kelas 5

Orang dicurigai mendapat tuberkulosis (diagnose ditunda).

2.1.3 Gambaran Klinik

Gejala klinik: Batuk dahak, batuk darah, nyeri dada, wheezing, dispnue.

Gejala umum: Demam, menggigil, keringat malam hari, gangguan mentruasi, anoreksia, lemah badan (Alsagaff, 2002).

2.1.4 Pemeriksaan Klinis

Adapun pemeriksaan klinis yang dilukakan untuk menegakkan diagnose TB Paru (Stark, 1990) adalah:

1. LED

LED yang meningkat mungkin disebabkan oleh banyak penyakit dan suatu nilai LED yang rendah tak menyingkir kemungkinan tuberkulosis.

2. Pemeriksaan sputum

Beberapa bahan sputum sebaiknya dikirimkan ke laboratorium dengan permintaan khusus pemeriksaan M. Sekurangnya tiga kali bahan yang diperiksa sebab jumlah kuman bervariasi dari waktu kewaktu. Dan penemuan hasil tahan asam pada beberapa bahan lebih kuat dibandingkan dengan satu bahan saja.

(28)

3. Kultur

Kultur memerlukan waktu antara 3 sampai 8 minggu. Kultur positif hampir selalu menunjukkan suatu tuberkulosis.

4. Interpretasi foto ronsen dada

Pemeriksaan ini dapat memberi data tambahan guna menegakkan diagnosa.

5. Tes kulit tuberculin

Tes ini meskipun dapat memberi data tambahan, tak dapat secara tersendiri dipakai untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan tuberkulosis.

6. Metode pemeriksaan lainnya

Broncoskopi, pembesaran kelenjar getah bening mediastinum dapat dilakukan biopsi pleura dan pemeriksaan cairan pleura pada efusi pleura.

2.2 Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet adalah makanan yang ditentukan dan dikendalikan untuk tujuan tertentu.

Makanan adalah bahan yang dimakan, dicerna dan diserap akan menghasilkkan sedikit satu macam nutrient. Nurtien adalah istilah yang dipakai secara umum pada setiap zat yang dicerna, diserap dan digunakan untuk mendorong kelangsungan faal tubuh (Budiyanto, 2001).

Diet tinggi kalori tinggi protein adalah diet yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, formula komersial, telur, dan daging. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap (Almatsier, 2006).

(29)

Upaya pemenuhan kebutuhan gizi untuk pasien rawat inap dilakukan melalui pelayanan gizi dengan penyediaan diet. Bila diperlukan pemberian zat gizi pelengkap (suplemen) dalam bentuk beranekaragam jenis vitamin dan mineral (Almatsier, 2006).

Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan dimana penderita tinggal/ mondok sedikitnya satu hari. Rawat inap merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, perawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan yaitu rumah sakit, puskesmas perawatan dan rumah bersalin (Budiningsari, 2004).

Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien semakin buruk karena tidak diperhatian keadaan gizinya. Hal tersebut diakibatkan karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh (Depkes RI, 2005).

2.2.1 Tujuan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet tinggi kalori tinggi protein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Selain itu, pemberian diet ini juga untuk menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal (Almatsier, 2006).

(30)

2.2.2 Syarat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Berdasarkan keadaan pasien maka dapat diberikan salah satu dari dua jenis diet tinggi kalori tinggi protein tersebut.

Adapun syarat–syarat diet tinggi kalori tinggi protein menurut (Almatsier, 2006) adalah sebagai berikut :

1. Energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB.

2. Protein tinngi, yaitu 2,0-2,5 g/kg BB.

3. Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total.

4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.

5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal.

6. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna.

2.2.3 Jenis Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Almatsier (2006), dibeberapa Rumah Sakit Umum di Jakarta yang menunjukkan bahwa 20-60 % pasien menderita kurang gizi pada saat dirawat di Rumah Sakit (Depkes RI, 2005). Berdasarkan kandungan protein dan kalori, diet tinggi kalori tinggi protein ada dua jenis, yaitu (Almatsier, 2006):

1. Diet tinggi kalori tinggi protein I (2600 kkal/hari, 100 gr protein/hari) 2. Diet tinggi kalori tinggi protein II (3000 kaal/hari, 125 gr protein/hari)

Dari hasil penelitian Mayasari (2011), diperoleh bahwa penentuan kesesuaian kandungan zat gizi dalam diet tinggi kalori tinggi protein digunakan ± 10% dari standar yang telah ditentukan.

(31)

TKTP 1 a. Kalori

 Kolori ± 10% dari 2600 kkal (2340-2860) kkal : Sesuai

 Kalori < 2340 kkal dan > 2860 kkal : Tidak sesuai b. Protein

 Protein ± 10% dari 100 g (90-110) g : Sesuai

 Protein < 90 g dan > 110 g : Tidak sesuai c. Lemak

 Lemak ± 10% dari 73 g (64,8-79,2) g : Sesuai

 Lemak < 64,8 g dan > 79,2 g : Tidak sesuai d. Karbohidrat

 Karbohidrat ± 10% dari 387,5 g (348,75-426,25) g : Sesuai

 Karbohidrat < 348,75 g dan > 426,25 g : Tidak sesuai

Adapun pembagian makanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Table 2.1. Bahan Makanan untuk Makanan Biasa dalam Sehari

Bahan Makanan Berat (g) URT

Beras Daging Telur ayam Tempe Kacang hijau Sayuran Buah pepaya Gula pasir Minyak

300 100 50 100

25 200 200 25 30

4 ½ gls nasi 2 ptg sdg

1 btr 4 ptg sdg

2 ½ sdm 2 gls 2 ptg sdg

2 ½ sdm 3 sdm

Sumber: Almatsier, 2006

(32)

Menurut tabel 2.1. menunjukkan kandungan dalam setiap bahan makanan yang disajikan pada setiap pasien dalam bentuk makanan biasa dalam satuan berat.

Tabel 2.2. Nilai Gizi Makanan Biasa

Sumber: Almatsier, 2006

Tabel 2.2. menjelaskan nilai zat gizi dalam diet yang disajikan pada pasien dalam bentuk makanan biasa. Selanjutnya, untuk bahan makanan TKTP adalah bahan makanan biasa seperti yang terdapat pada Tabel 2.1,ditambah dengan bahan makana diet TKTP yang ditambah pada makanan biasa tabel 2.3. Dan nilai gizi berdasarkan jenis diet TKTP nya dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3. Bahan Makanan untuk Diet TKTP yang ditambahkan pada Makanan Biasa

Bahan Makanan TKTP I TKTP II

Berat (g) URT Berat (g) URT Susu

Telur ayam Daging

Formula komersial Gula pasir

200 50 50 200

30

1 gls 1 btr 1 ptg sdg 1 gls 3 sdm

400 100 100 200 30

2 gls 2 btr 2 ptg sdg 1 gls 3 sdm

Sumber: Almatsier, 2006

Tabel 2.3. menjelaskan jumlah kandungan pada setiap bahan makanan yang ditambahkan dalam diet pasien yang mendapat diet TKTP.

Zat Gizi Jumlah Satuan Energi

Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Besi Vitamin A Tiamin Vitamin C

2146 76 59 331 622 20,8 3761 1,0 237

kkal g g g mg mg RE mg mg

(33)

Tabel 2.4. Nilai Gizi Bahan Makanan untuk Diet TKTP berdasarkan Jenis Dietnya

Kandungan Gizi TKTP I TKTP II

Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vitamin A (RE) Tiamin (mg) Vitamin C (mg)

2690 103

73 420 700 30,2 2746 1,5 114

3040 120

98 420 1400

36 2965

1,7 116

Sumber: Almatsier, 2006

Menurut Almatsier (2006), ada beberapa bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan berdasarkan golongan bahan makanan dalam diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP). Adapun bahan makanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

Golongan Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan Sumber Karbohidrat

Sumber Protein Hewani

Sumber Protein Nabati

Sayuran

Nasi, roti, mi, makaroni, dan hasil olah tepung- tepungan lain, seperti cake, tarcis, puding, dan pastry; dodol; ubi;

karbohidrat sederhana seperti gula pasir.

Daging sapi, ayam, ikan, telur, susu, dan hasil olah seperti keju dan yoghurt custard dan es krim Semua jenis kacang- kacangan dan hasil olahnya, seperti tahu, tempe, dan pindakas Semua jenis sayuran, terutama jenis B, seperti bayam, buncis, daun singkong, kacang

Dimasak dengan banyak minyak atau kelapa/ santan kental

Dimasak dengan banyak minyak atau kelapa/ santan kental

(34)

Buah-buahan

Lemak dan Minyak

Minuman

Bumbu

panjang, labu siam, dan wortel direbus, dikukus, dan ditumis

Semua jenis buah segar, buah kaleng, buah kering, dan jus buah

Minyak goreng, mentega, margarin, santan encer Soft drink, madu, sirup, teh, kopi encer

Bumbu tidak tajam seperti bawang merah, bawang putih, laos, salam, dan kecap

Santan kental

Minuman rendah energi

Bumbu yang tajam seperti cabe dan merica

Sumber: Almatsier, 2006

2.2.4 Zat Gizi Dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Zat gizi adalah senyawa-senyawa atau ikatan kimia yang terkandung dalam makanan yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi membangun memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2009).

1. Energi

Manusia membutuhkan enargi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau kilokalori (kkal), yang disebut dengan istilah kalori. Istilah kilokalori digunukan untuk menyatakan jumlah kilokalori tertentu, sedangkan istilah kalori digunakan untuk menyatakan energi secara umum.

Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada dalam bahan makanan. Kandungan energi dalam tiap bahan makanan tersebut sama.

(35)

Sehingga untuk mempermudah penghitungan jumlah energi ataupun zat gizi dalam bahan makanan telah disusun daftar komposisi bahan makanan. Beberapa bahan makanan sumber energi dengan nilai energi yang telah distandarkan dalam daftar komposisi bahan makanan dapat di lihat pada tabel berikut.

Table 2.6. Nilai Energi Beberapa Bahan Makanan (Kkal/100 gram)

Bahan Makanan Nilai Energi

Beras setengah giling Gaplek

Jagung kuning, pipih Ketela pohon, singkong Kacang hijau

Kacang kedelai Ubi jalar merah Roti putih Kacang merah Mie kering Tahu Tempe Ayam Daging sapi Telur bebek Ikan segar Udang segar Daun singkong Kangkung Tomat masak Wortel

Mangga harum manis Pepaya

Susu sapi

Susu kental manis Minyak kelapa Gula kelapa Gula pasir Jelli

363 338 355 146 345 331 123 248 336 337 68 149 302 207 189 113 91 73 29 20 42 46 46 61 336 870 386 364 239

Sumber: Almatsier, 2009

(36)

Sumber energi berkonsentrasi tinggi terdapat dalam makanan sumber lemak, seperti minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Disamping itu terdapat juga di dalam bahan makanan sumber karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni (Almatsier, 2009).

2. Protein

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya dengan kehidupan. Nama protein berasal dari bahasa Yunani pretebos yang artinya yang pertama atau yang terpenting, yang strukturnya berupa kompleks yang terbuat dari asam-asam amino. Molekul protein yang teramat besar mengan dung ribuan molekul asam amino (Paath, 2005).

Protein merupakan bagian terbesar dalam tubuh sesudah air, seperlima dari bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada di dalam otak, seperlima ada di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh ada di dalam kulit dan selebihnya ada di dalam jaringan lainnya (Almatsier, 2009).

Protein sangat erat hubungannya dengan hayat hidup sel, dimana se-sel yang sudah tua dan mati akan dibentuk jaringan yang baru oleh protein. Selain itu protein juga sebagai zat pengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon.

Berdasarkan sumber protein, maka protein terdiri dari dua jenis yaitu protein nabati dan protein hewani. Protein nabati bersumber dari tepung terigu, kentang, kubis, wortel dan buncis, sedangkan protein hewani bersumber dari ikan, daging hewan atau bagian dari tubuh hewan seperti hati, pankreas, ginjal, paru, jantung dan

(37)

jeroan serta susu (Paath, 2005). Adapun sumber protein dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.7. Nilai Protein Dalam Berbagai Bahan Makanan

Bahan Makanan Nilai Protein

Kacang kedelai Kacang merah

Kacang tanah terkelupas Kacang hijau

Biji jambu monyet (mente) Tempe kacang kedelai Tahu

Daging sapi Ayam Telur bebek Telur ayam Udang segar Ikan segar

Tepung susu skim Tepung susu Keju

Kerupuk udang Jagung kunig,pipil Roti putih

Mie kering

Beras setengah giling Kentang

Gaplek

Ketela pohon (singkong) Daun singkong

Bayam Kangkung Wortel Tomat masak

Mangga harum manis

34,9 29,1 25,3 22,2 21,2 18,3 7,8 18,8 18,2 13,1 12,0 21,0 16,0 35,6 24,6 22,8 17,2 9,2 8,0 7,9 7,6 2,0 1,5 1,2 6,8 3,5 3,0 1,2 1,0 0,4

Sumber: Almatsier, 2009

Kebutuhan menurut FAO/WHO/UNU (1985) adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan, atau menyusui. Angka

(38)

kecukupan protein (AKP) untuk orang dewasa pada diet tinggi kalori tinggi protein dibutuhkan protein yang lebih tinggi yaitu 2 sampai 2,5 gr/kg berat badan ataupun sekitar 100-120 gr protein yang dianjurkan (Almetsier, 2009).

3. Lemak

Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan, yang terdiri dari sekelompokikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O). Menurut sumbernya, lemak dibedakan menjadi lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati banyak mengandung asam lemak tak jenuh, yang menyebabkan titk cair yang lebih rendah (dalam suhu kamar disebut minyak). Lemak hewani mengandung asam lemak jenuh, mempunyai rantai karbon panjang yang mengakibatkan dalam suhu kamar berbentuk padat.

Lemak memiliki nilai energi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan karbohidrat, protein ataupun alkohol. Dengan itu nutrien ini turut mengambil bagian yang penting dalam menentukan kandungan energi pada makanan (Almatsier, 2009).

Dalam diet tinggi kalori tinggi protein pemenuhan kandungan lemak dalam makanan yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total, yang hampir sama dengan kebutuhan lemak pada orang sehat menurut WHO (1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 20-30% kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan (Almatsier, 2009).

4. Karbohidrat (Hidratarang)

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia yang disebut zat tenaga. Sumber utama karbohidrat dalam makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan, yaitu biji, batang dan

(39)

akar seperti pisang, sawo, nangka, sukun, kelewih, beras, akar dan umbi-umbian serta ekstra tepung seperti sagu dan kacang-kacangan. Sedangkan karbohidrat hewani terdapat di dalam otot (daging) dan hati (Paath, 2005).

Adapun tujuan akhir dari pencernaan dan absorbsi karbohidrat adalah untuk mengubah karbohidrat menjadi ikatan-ikatan lebih kecil, terutama berupa glukosa dan fluktosa, sehingga dapat diserap oleh pembuluh darah melalui usus halus. Dimana pencernaan karbohidrat dimulai dari mulut dan berakhir di usus halus (Almatsier, 2009).

2.2.5 Indikasi Pemberian Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet tinggi kalori tinggi protein ini dapat diberikan kepada beberapa pasien dengan kondisi tertentu yaitu: (Almatsier, 2006).

1. Gizi kurang: defisiensi kalori, protein dan anemia.

2. Hyperthyroid.

3. Sebelum dan sesudah operasi tertentu.

4. Baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi atau penyakit berlangsung lama (seperti TB Paru) dan telah dapat menerima makanan lengkap.

5. Trauma, combutio, mengalami perdarahan banyak.

6. Pasien hamil dan post partum.

2.3 Manfaat Pemberian Diet bagi Proses Penyembuhan

Pemberian diet merupakan upaya pemenuhan kebutuhan gizi pasien yang dilakukan melalui pelayanan gizi rawat inap. Pelayanan gizi rawat inap ialah serangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan di institusi kesehatan seperti rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien untuk keperluan metobolisme

(40)

tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolism, dalam rangka upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Depkes, 2005).

Pelayanan yang baik akan menunjang terapi selama perawatan berlangsung.

Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga dengan terapi gizi medik, dimana harus disesuaikan dengan keadaan pasien secara klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan yang harus diperhatikan. Yang dapat diartikan bahwa dengan pelayanan makanan yang baik diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit pasien (Depkes, 2003).

Pasien dengan kondisi sedang dan berat dalam melakukan pelayanannya bukan sekedar memberikan makanan 3 kali sehari, tetapi harus melakukan pengkajian konsumsi gizi. Jika dari hasil pemeriksaan menunjukkan bakwa pasien menderita penyakit yang memerlukan perubahan akan makanan, maka kepada penderita tersebut diberikan terapi diet (Moehyi, 1997).

Salah satu tujuan pemberian diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein pasien yang semakin meningkat akibat proses penyakit. Pemberian protein yang adekuat penting untuk membantu proses penyembuhan dan sel kekebalan aktif (Wiryana, 2007).

Rumah sakit salah satu yang ditujukan untuk mencapai status gizi yang baik bagi pasien, dimana diharapkan dengan mengelola makanan yang baik dapat membantu untuk tercapainya gizi yang baik disamping membantu proses penyembuhan (Depkes, 2003).

(41)

2.4 Diet pada TB Paru

Tujuan pengaturan makan pada penderita TB Paru (Aadan, 2012) adalah:

1. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan jaringan tubuh.

2. Menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal.

Syarat diet yang dianjurkan untuk penderita TB Paru adalah:

1. Tinggi Energi

Energi diberikan 40-45 kkal/kg BB, oleh karena itu penderita TB Paru perlu makan lebih banyak dari pada orang sehat (kurang lebih 1,5 x makan orang sehat), energi 2.505 kkal.

2. Tinggi protein

Protein diberikan 2-2,5 g/kg BB, protein tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar albumin serum yang rendah (75-100 g).

3. Cukup lemak 15-25% (84 g) dari kebutuhan energi total.

4. Karbohidrat 317 g dari kebutuhan energi total.

5. Cukup sumber vitamin terutama vitamin C, K, B Kompleks seperti buah- buahan dan kacang-kacangan.

6. Cukup sumber mineral terutama zat besi dan kalsium seperti hati, susu, ikan dan daging.

Macam-macam diet penderita TB Paru (Anonim, 2010) adalah:

1. Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP I) dengan 2600 kkal dan 100 g protein (2/kg BB).

(42)

2. Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP II) dengan 3000 kkal dan 125 g protein (2,5 /kg BB). Dimana pembagian dietnya dapat dilihat pada table 2.8.

Table 2.8. Pembagian Makanan Sehari Diet TKTP Penderita TB Paru Pemberian jenis

makanan

Ukuran rumah tangga

Pagi Siang Malam

Nasit Nasi Telur rebus

Daging Tempe Sayuran Minyak Susu segar Roti ayam

Catatan: Jam 10.00 (susu segar dan roti ayam), jam 16.00 (susu segar dan telur rebus), jam 21.00 (susu segar)

1 ½ gelas - 1 ptg sdg 1 ptg sdg 1 gelas

½ sendok 1 gelas 1 porsi

1 ¾ gelas 1 btr 1 ptg sdg 1 ptg sdg 1 gelas 1 sendok 1 gelas -

1 ¾ gelas - 1 ptg sdg 1 ptg sdg 1 gls 1 sendok 1 gelas -

Sumber: Ardan, 2012

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam analisis diet TKTP pada pasien penderita TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan yaitu:

Keterangan:

: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Standar Diet pada pasien Penderita TB Paru:

- Sesuai - Tidak Sesuai

- Diet TKTP I - Diet TKTP II

Pemberian Diet TKTP I Ketersediaan zat gizi (energi, protein, lemak, dan karbohidrat)

Lama waktu

pemulihan pasien penderita TB Paru

(43)

Kerangka konsep penelitian menggambarkan bahwasanya yang akan diteliti mencakup variabel diet TKTP I pada pasien penderita TB Paru di RS Martha Friska Pulo Brayan meliputi standar diet yang sesuai dan standar diet yang tidak sesuai.

Masing-masing variabel penelitian dilihat secara deskriptif. Analisis zat gizi yaitu untuk mengetahui apakah ketersediaan energi, protein, lemak dan karbohidrat dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru sesuai dengan standar yang seharusnya dimana diet TKTP I dengan energi 2600 kkal dan protein sebesar 100 g (2 g/kg BB). Hal ini dapat diketahui dengan menghitung ketersediaan zat gizi makanan TKTP I yang diberikan oleh pihak rumah sakit.

(44)

30 3.1 Jenis Penelitian.

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk melihat gambaran kandungan gizi pada diet tinggi kalori tinggi protein I (TKTP I) yang diberikan kepada pasien penderita TB Paru oleh pihak instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.

Desain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian yang mengamati objek (observasi) langsung dan dilakukan analisis diet tinggi kalori tinggi protein I (TKTP I).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dengan alasan bahwa penyakit TB Paru merupakan 10 besar penyakit (Dyspepsia, Gastro Enteritis, DM, DHF, Hipertensi, Appendisitis, TB Paru, ISK, PJK, Stroke) di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan tahun 2012. Dengan alasan tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah pemberian diet TKTP I pada pasien penderita TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan telah sesuai dengan standar yang seharusnya.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Desember Tahun 2012.

(45)

31

3.3 Objek Penelitian

Adapun objek dalam penelitian ini adalah porsi makanan dalam bentuk diet tinggi kalori tinggi protein I (TKTP I) yang disajikan oleh petugas instalasi gizi untuk pasien penderita TB Paru yang dirawat inap di ruangan kelas I,II dan III.

Penelitian ini dilakukan 1 (satu) kali dalam seminggu. Adapun jumlah pasien penderita TB Paru pada minggu pertama penelitian, sebanyak tujuh orang pasien yaitu dua orang diruangan kelas I, tiga orang diruangan kelas II dan dua orang diruangan kelas III.

Minggu kedua penelitian, sebanyak tiga orang pasien yaitu satu orang diruangan kelas I dan dua orang diruangan kelas III. Minggu ketiga penelitian, sebanyak tiga orang pasien yaitu satu orang diruangan kelas II dan dua orang diruangan kelas III. Minggu ke empat penelitian, sebanyak dua orang pasien yaitu satu orang diruangan kelas I dan satu orang diruangan kelas III.

Jumlah pasien penderita TB Paru menurut ruangan kelas perawatan adalah diruangan kelas I (4 orang), kelas II (5 orang) dan kelas III (6 orang) dengan masing- masing pasien dilakukan observasi diet TKTP I (satu) hari penelitian. Frekuensi makan (tiga) kali yaitu pagi, siang dan malam, selingan 2 (dua) kali yaitu pagi hari jam 9.30 WIB dan sore hari jam 15.00 WIB yang disajikan di ruangan kelas I dan II, sedangkan untuk kelas III tidak ada disajikan snack. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan biaya perawatan pada setiap kelas. Dari data diatas maka jumlah pasien penderita TB Paru I bulan sebanyak 15 orang.

(46)

3.4 Tatalaksana Penelitian

Tatalaksana penelitian merupakan keterangan bagaimana cara peneliti dalam melakukan penelitian guna memperoleh data, adapun cara-cara penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dimulai dengan meletakkan hompreng kosong yang terbuat dari melamin (untuk tempat makanan yang disajikan) untuk pasien kelas I dan III (hompreng besar pada pasien kelas I dan hompreng kecil pada pasien kelas III) dan wadah lain seperti piring dan mangkok untuk pasien kelas II.

2. Peneliti menggunakan satu wadah seperti mangkok untuk tempat penimbangan semua bahan makanan yang akan disajikan pada semua pasien.

3. Wadah kosong yang akan digunakan terlebih dahulu di timbang beratnya kemudian peneliti mencatat angkanya yang ditunjukkan pada timbangan.

4. Mengisi wadah kosong dengan setiap jenis makanan kemudian menimbang pada timbangan yang sudah menunjukkan angka nol. Peneliti mencatat angka pada timbangan, cara yang sama dilakukan pada semua jenis makanan.

5. Makanan yang sudah diukur dimasukkan pada hompreng yang sudah disediakan sebelumnya.

6. Sayur-mayur yang berkuah, ditimbang terpisah dengan kuah.

7. Hasil pengukuran dari semua jenis makanan dikurangi dengan berat wadah kosong yang digunakan untuk menimbang semua jenis makanan.

8. Hasil akhir tersebut adalah berat dari setiap jenis makanan yang diukur.

(47)

3.5. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1. Jenis Data

1. Data primer pada penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil analisis diet tinggi kalori tinggi protein khususnya (energi, protein, lemak, karbohidrat).

2. Data sekunder pada penelitian ini adalah data yang diperoleh dari rumah sakit, dinas kesehatan, survei penelitian dan literature yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

3.5.2. Cara Pengumpulan Data

1. Data jenis diet TKTP I diperoleh dari Rumah Sakit.

2. Untuk mengetahui kandungan zat gizi (energi, protein, lemak dan karbohidrat) yang terdapat dalam diet yang disajikan dilakukan dengan cara menimbang makanan dengan timbangan digital kemudian hasilnya digunakan untuk menentukan kandungan zat gizi dengan cara mensubtitusikannya melalui DKBM.

3. Untuk mengetahui kesesuian diet dilakukan dengan cara membandingkan antara kandungan zat gizi di dalam diet TKTP I yang sudah diukur dengan standar diet TKTP I.

3.6. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Alat timbang makanan (Weighing Scale) 2. Gelas ukur

3. DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

(48)

3.7. Defenisi Operasional

1. Diet TKTP adalah diet yang mengandung energi dan protein diatas kebutuhan normal yang diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap.

2. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, yang disebabakan oleh mycobacterium tuberculosis.

3. Diet TKTP I adalah diet TKTP dengan kandungan energi 2600 kkal dan protein 100 gr (2 gr/kg BB).

4. Energi adalah jumlah kalori yang diberikan oleh bagian instalansi gizi rumah sakit untuk dikonsumsi oleh pasien yang diperoleh dari diet dan snack dalam hitungan satu hari.

5. Protein adalah jumlah gram yang diberikan oleh bagian instalansi gizi rumah sakit untuk dikonsumsi oleh pasien yang diperoleh dari diet dan snack dalam hitungan satu hari.

6. Lemak adalah jumlah gram yang diberikan oleh bagian instalansi gizi rumah sakit untuk dikonsumsi oleh pasien yang diperoleh dari diet dan snack dalam hitungan satu hari.

7. Karbohidrat adalah jumlah gram yang diberikan oleh bagian instalansi gizi rumah sakit untuk dikonsumsi oleh pasien yang diperoleh dari diet dan snack dalam hitungan satu hari.

8. Kesesuaian diet dengan standar adalah kadar zat gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat) yang terkandung dalam diet sesuai dengan kebutuhan dan anjuran yang telah ditetapkan dalam standar diet TKTP I.

(49)

3.8. Aspek Pengukuran

Makanan berupa diet TKTP I yang diperuntukkan untuk pasien penderita TB Paru ditimbang dengan menggunakan alat timbang makanan dan dianalisis kandungan gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat) dengan menggunakan DKBM.

Kesesuaian diet TKTP I dapat dilihat dari kandungan gizi menurut jenis diet TKTP yang diberikan (Almatsier, 2006) yaitu:

TKTP 1 a. Kalori

 Kolori ± 10% dari 2600 kkal (2340-2860) kkal : Sesuai

 Kalori < 2340 kkal dan > 2860 kkal : Tidak sesuai b. Protein

 Protein ± 10% dari 100 gr (90-110) gr : Sesuai

 Protein < 90 gr dan > 110 gr : Tidak sesuai c. Lemak

 Lemak ± 10% dari 72 gr (64,8-79,2) gr : Sesuai

 Lemak < 64,8 gr dan > 79,2 gr : Tidak sesuai d. Karbohidrat

 Karbohidrat ± 10% dari 390 gr (351-429) gr : Sesuai

 Karbohidrat < 351 gr dan > 429 gr : Tidak sesuai

(50)

3.9 Pengolahan dan Analisa Data 3.9.1 Pengolahan Data

1. Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan

2. Coding, yaitu memberikan kode numerik atau angka kepada masing-masing kategori untuk lebih memudahkan dalam menganalisa data.

3. Data entry, yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master Tabel.

4. Hasil pengolahan data dianalisis 3.9.2 Analisis Data

Data yang diperoleh melalui proses pengamatan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang disertai dengan narasi dan dibandingkan dengan standar jenis diet TKTP I yang seharusnya kemudian membuat kesimpulan.

(51)

37 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan didirikan sejak tanggal 2 Maret 1981 dan merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta yang berada di JL K.L Yossudarso NO. 91 Brayan Kota, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli Kotamadia Medan, Propinsi Sumatera Utara, yang mengadakan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat baik masyarakat umum, peserta askeskin, askes sosial, askes komersial/asuransi inhealth maupun perusahaan swasta didaerah Sumatera Utara bahkan sebagian dari Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam.

Rumah Sakit ini adalah Rumah Sakit Swasta kelas/tipe B, berlantai enam, dengan luas bangunan 11.715 m2, dengan luas lahan 3.640 m2 dan kapasitas 234 TT (tempat tidur). Sesuai klasifikasi tersebut, kondisi objektif Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan masih jauh dari standar rumah sakit kelas B, dimana pada saat ini Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan hanya mempunyai 234 tempat tidur dari yang seharusnya minimal 250 tempat tidur.

Pada saat ini Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan telah berusaha semaksimal mungkin membenahi diri dalam berbagai aspek, baik dalam kualitas dan kuantitas. Berbagai hal yang menjadi perhatian antara lain: ketenagaan, proses administrasi dan manajemen, bahan dan alat kesehatan, sarana fisik dan lain-lain.

Dengan adanya kemauan dan kerja keras, maka saat ini keberadaan Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan telah dirasakan oleh masyarakat (sebagai pengguna jasa), Pemerintah Kotamadia Medan maupun para pegawai rumah sakit.

(52)

4.1.1 Wilayah Cakupan

Cakupan pelayanan kesehatan Rumah Sakit Pulo Brayan meliputi semua wilayah Sumatera Utara bahkan sebagian dari Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam.

Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai suku yaitu suku Pakpak, Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Aceh, Jawa, Padang, Cina, India dan sebagainya.

Mata pencaharian penduduk pada umumnya pegawai dan karyawan namun sebagian kecil pedagang.

4.1.2. Produk Pelayanan Kesehatan

Adapun produk pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan meliputi enam belas pelayanan yaitu administrasi, ICN, K3RS, kamar bedah, perinatal resiko tinggi, rehabilitasi medik, farmasi, ICU, keperawatan, pelayanan darah, rekam medik, gizi, UGD, laboratorium, penunjang medis, radiologi. Rumah sakit ini memiliki pelayanan rawat jalan seperti instalasi gawat darurat, poliklinik umum, poliklinik bedah, poliklinik KIA, poli klinik paru, poliklinik anak, poliklinik THT, poli klinik internis, poli klinik urologi, poli klinik neurologi, poli klinik ortopedi, poli klinik kardiovaskuler, poli klinik kulit dan kelamin, poli klinik psikiater, poli klinik mata, poli klinik pelayanan gizi. Pelayanan rawat inap yang terdapat di Rumah Sakit Pulo Brayan meliputi ruang rawat inap ICU SVIP, VIP, kelas I, II, III.

Pelayanan penunjang medis yang dimiliki oleh Rumah Sakit Pulo Brayan meliputi sarana kesehatan, ESWL, CATH LAB, EEG, hemodialisis, mobil ambulan dan pelayanan endoskopi. Pelayanan rujukan spesialis yang terdapat di Rumah Sakit Pulo Brayan yaitu pelayanan spesialis obgyn, bedah, penyakit dalam, penyakit anak,

(53)

uralogi, neurologi, kardiovaskuler, mata, paru, ortopedi, kulit dan kelamin, psikiater, dan THT.

4.1.3. Gambaran Umum Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Frioska Pulo Brayan

Pelayanana gizi di rumah sakit adalah merupakan kegiatan pelayanan gizi, untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien rumah sakit untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme dalam rangka upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Tujuan pelayanan gizi sakit adalah untuk menciptakan sistem pelayanan gizi rumah sakit dengan memperhatikan berbagai aspek gizi dan penyakit, serta pelayanan kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan gizi rumah sakit.

Penyelenggaraan makanan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal, melalui pemberian diet yang tepat dengan tujuan menyediakan makanan kualitas baik dan kuantitas yang sesuai kebutuhan serta pelayanan yang memadai bagi pasien yang membutuhkan.

Pendistribusian makanan yang dilakukan oleh petugas instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska adalah dengan cara, setiap jenis makanan yang sudah dimasak diisi pada masing-masing hompreng yang diperuntukkan untuk pasien kelas I (hompreng besar) dan kelas III (hompreng kecil), tapi untuk pasien yang dikelas II diet disajikan dalam com dan piring. Pembagian setiap jenis makanan pada setiap wadah dilakukan di instalasi gizi dengan memberi tanda diet TKTP pada setiap diet

(54)

pasien TB Paru. Kemudian petugas mendistribusikan setiap diet pasien dengan menggunakan troli ke setiap ruangan pasien. Hal yang sama dilakukan pada setiap frekuensi makan dan setiap pembagian snack pasien. Adapun contoh menu dalam I (satu) hari penyajian diet TKTP I pada pasien TB Paru adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Contoh Menu Dalam I (Satu) Hari Penyajian Diet TKTP Pada Pasien TB Paru Di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan

Makanan

Pagi Berat Makanan Siang Berat Makanan Sore Berat - Bubur Nasi

- Telur bulat - Teh Manis Selingan Pagi - Kue Pisang - Teh Manis

143 gr 42 gr 200 gr

73,8 gr 250 gr

- Bubur Nasi - Ayam Semur - Telur Dadar - Pisang Raja - Tumis Sawi - Minyak Kelapa Selingan Siang Kolak Pisang

- Santan (kelapa + air) - Pisang Kepok

Kuning - Gula Aren - Gula Pasir - The Manis

178 gr 49 gr 24 gr 60 gr 70 gr 5 gr

50 gr 65 gr 7 gr 4 gr 225 gr

- Nasi

- Telur Dadar - Pepaya - Buncis

- Ikan Mas Goreng - Minyak Kelapa - The Manis

272 gr 25 gr 74 gr 35 gr 124 gr 5 gr 200 gr

Dari tabel 4.1. dapat dilihat adanya pengulangan jenis makanan dalam I (satu) hari penyajien diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruangan rawat inap Rumah Sakit Matha Friska Pulo Brayan.

Gambar

Gambar  4.1.  Struktur  Organisasi  Instalasi  Gizi  Rumah  Sakit  Martha  Friska  Pulo Brayan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan diberikan teks cerita berkaitan dengan hidup rukun, siswa dapat menceritakan pengalaman menerapkan sila ketiga Pancasila di rumah dengan bahasa yang santun6. Dengan

[r]

[r]

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGD 1 Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017 berikut kami

Because SAR image information is dependent on scale, a multiscale multipolarimetric feature-level fusion strategy is introduced into the change detection to improve

One single classification algorithm cannot meet the need of quick land cover mapping with high efficiency, by utilizing high resolution remote sensing imagery with a large

Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan diet normal tanpa tepung daun kelor pada tikus KEP tidak cukup baik untuk meningkatkan kadar transferin darah tikus bila

Kecamatan yaftu Kecamatan Tandcs dan Kecamatan Karangp11ang. adalah secara b~rtahap.. Skripsi BUUD/ KUD Sebagai Salah Satu Sarana Dalam Meningkatkan Taraf Hidup... Sri