• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan mengenai ketersediaan zat gizi khususnya energi, protein, lemak dan karbohidrat yang telah diberikan oleh pihak Rumah Sakit berdasarkan jenis diet yang diberikan pada penderita TB Paru.

2. Sebagai pedoman bagi peneliti lain yang ingan melakukan penelitian mengenai pemberian diet tinggi kalori tinggi protein pada yang dirawat inap di masa yang akan datang.

1. Sebagai sumber informasi objektif bagi pasien penderita TB Paru pemberian diet TKTP di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.

8 2.1 TB PARU

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, yang disebabakan oleh micobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limpa. Sebagian besar basil micobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon. Pada stadium permulaan, setelah pembentukan fokus primer, akan terjadi beberapa kemungkinan seperti penyebaran bronkogen, penyebaran limfogen, penyebaran hematogen (Alsagaff, 2002).

Tuberkulosis klinis disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Bentuk yang tidak khas dari mikobakterium (misalnya, kansasii, mycointracellulare) juga dapat menyebabkan penyakit paru pada orang-orang yang lemah atau kekebalannya tertekan. Inseden tuberculosis aktif diantaranya pasien-pasien yang sputumnya positif terhadap basil tahan asam, pada hapusan langsung adalah sekitar 11%, dibandingkan dengan hanya 1,0% pada pasien yang hasil sputumnya positif (Evans, 1994).

Mikrobakterium tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang, yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam dan pewarnaan, sehingga disebut pula basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2012).

2.1.1 Faktor- Faktor Penyebab Terinfeksi Mycobacterium

Adapun faktor-faktor penyebab seseorang terinfeksi oleh mycobacterium tuberkulosa mycobacterium bovis (Anonim, 2010) adalah.

a. Faktor Sosial Ekonomi

Sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, dan sanitisi tempat kerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC.

Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TB (TBC), karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

b. Status Gizi

Seseorang mudah terinfeksi karena tidak cukupnya asupan nutrisi sehingga nutrisi kurang. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

c. Umur

Penyakit TB Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15-50) tahun. Pada usia lebih dari 55 tahun sistem imunologi seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru sedangkan pada bayi kemungkinan terinfeksi TB Paru sangat tinggi.

d. Jenis Kelamin

Merurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar satu juta perempuan yang meninggal akibat TB Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB Paru.

e. Herediter

Resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik.

f. Keadaan stress

Bila kondisi ini berlangsung dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh seseorang, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit.

g. Infeksi berulang

Infeksi ini seperti HIV, pertusis.

h. Tidak mematuhi aturan pengobatan

Klien yang terinfeksi TB Paru dan sudah menjalani pengobatan, namun ia putus obat atau tidak teratur minum obat (tidak sesuai anjuran dokter), maka mycobacterium tuberculosa yang ada pada tubuhnya menjadi lebih resisten;

sehingga untuk pengobatannya harus dimulai dari awal lagi.

i. Meningkatnya sekresi steroid adrenal

Sekresi ini yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.

j. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara.

Individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 µ) dan kecil (1-5µ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup individu yang rentan.

Adapun individu yang beresiko tinggi untuk tertular mikobakterium tuberculosis (Ardan, 2012) adalah

1. Mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.

2. Individu immunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).

3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik.

4. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda yang berusia 15-44 tahun).

5. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalnya, DM, GGK, silikonis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau yeyunoileal).

6. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin, Karibia).

7. Setiap individu yang tinggal di institusi (pasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatri, penjara).

8. Individu yang tinggal di daerah perumahan substandar kumuh.

9. Petugas kesehatan.

2.1.2 Klasifikasi TB Paru

Adapun penyakit TB Paru dibagi menjadi enam klasifikasi atau kelas (Ardan, 2012) yaitu:

1. Kelas 0

Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberculin berwarna).

2. Kelas 1

Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti infeksi (riwayat terpapar, reaksi terhadap tes tuberculin tidak berwarna.

3. Kelas 2

Pada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberculin bermakna, pemeriksaan bakteri negatif, tidak ada bukti klinik maupun radiografik).

4. Kelas 3

Tuberkulosis: saat ini sedang sakit (Mikrobakterium Tuberkulosis ada dalam biakan selain itu, reaksi test kulit tuberkulosis bermakana dan ada bukti radiografik tentang adanya penyakit).

5. Kelas 4

Tuberkulosis: saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis, tidak ada bukti klinik dan radiografik tentang adanya penyakit pada saat ini).

6. Kelas 5

Orang dicurigai mendapat tuberkulosis (diagnose ditunda).

2.1.3 Gambaran Klinik

Gejala klinik: Batuk dahak, batuk darah, nyeri dada, wheezing, dispnue.

Gejala umum: Demam, menggigil, keringat malam hari, gangguan mentruasi, anoreksia, lemah badan (Alsagaff, 2002).

2.1.4 Pemeriksaan Klinis

Adapun pemeriksaan klinis yang dilukakan untuk menegakkan diagnose TB Paru (Stark, 1990) adalah:

1. LED

LED yang meningkat mungkin disebabkan oleh banyak penyakit dan suatu nilai LED yang rendah tak menyingkir kemungkinan tuberkulosis.

2. Pemeriksaan sputum

Beberapa bahan sputum sebaiknya dikirimkan ke laboratorium dengan permintaan khusus pemeriksaan M. Sekurangnya tiga kali bahan yang diperiksa sebab jumlah kuman bervariasi dari waktu kewaktu. Dan penemuan hasil tahan asam pada beberapa bahan lebih kuat dibandingkan dengan satu bahan saja.

3. Kultur

Kultur memerlukan waktu antara 3 sampai 8 minggu. Kultur positif hampir selalu menunjukkan suatu tuberkulosis.

4. Interpretasi foto ronsen dada

Pemeriksaan ini dapat memberi data tambahan guna menegakkan diagnosa.

5. Tes kulit tuberculin

Tes ini meskipun dapat memberi data tambahan, tak dapat secara tersendiri dipakai untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan tuberkulosis.

6. Metode pemeriksaan lainnya

Broncoskopi, pembesaran kelenjar getah bening mediastinum dapat dilakukan biopsi pleura dan pemeriksaan cairan pleura pada efusi pleura.

2.2 Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet adalah makanan yang ditentukan dan dikendalikan untuk tujuan tertentu.

Makanan adalah bahan yang dimakan, dicerna dan diserap akan menghasilkkan sedikit satu macam nutrient. Nurtien adalah istilah yang dipakai secara umum pada setiap zat yang dicerna, diserap dan digunakan untuk mendorong kelangsungan faal tubuh (Budiyanto, 2001).

Diet tinggi kalori tinggi protein adalah diet yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, formula komersial, telur, dan daging. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap (Almatsier, 2006).

Upaya pemenuhan kebutuhan gizi untuk pasien rawat inap dilakukan melalui pelayanan gizi dengan penyediaan diet. Bila diperlukan pemberian zat gizi pelengkap (suplemen) dalam bentuk beranekaragam jenis vitamin dan mineral (Almatsier, 2006).

Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan dimana penderita tinggal/ mondok sedikitnya satu hari. Rawat inap merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, perawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan yaitu rumah sakit, puskesmas perawatan dan rumah bersalin (Budiningsari, 2004).

Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien semakin buruk karena tidak diperhatian keadaan gizinya. Hal tersebut diakibatkan karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh (Depkes RI, 2005).

2.2.1 Tujuan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet tinggi kalori tinggi protein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Selain itu, pemberian diet ini juga untuk menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal (Almatsier, 2006).

2.2.2 Syarat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Berdasarkan keadaan pasien maka dapat diberikan salah satu dari dua jenis diet tinggi kalori tinggi protein tersebut.

Adapun syarat–syarat diet tinggi kalori tinggi protein menurut (Almatsier, 2006) adalah sebagai berikut :

1. Energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB.

2. Protein tinngi, yaitu 2,0-2,5 g/kg BB.

3. Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total.

4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.

5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal.

6. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna.

2.2.3 Jenis Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Almatsier (2006), dibeberapa Rumah Sakit Umum di Jakarta yang menunjukkan bahwa 20-60 % pasien menderita kurang gizi pada saat dirawat di Rumah Sakit (Depkes RI, 2005). Berdasarkan kandungan protein dan kalori, diet tinggi kalori tinggi protein ada dua jenis, yaitu (Almatsier, 2006):

1. Diet tinggi kalori tinggi protein I (2600 kkal/hari, 100 gr protein/hari) 2. Diet tinggi kalori tinggi protein II (3000 kaal/hari, 125 gr protein/hari)

Dari hasil penelitian Mayasari (2011), diperoleh bahwa penentuan kesesuaian kandungan zat gizi dalam diet tinggi kalori tinggi protein digunakan ± 10% dari standar yang telah ditentukan.

TKTP 1

Adapun pembagian makanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Table 2.1. Bahan Makanan untuk Makanan Biasa dalam Sehari

Bahan Makanan Berat (g) URT

Sumber: Almatsier, 2006

Menurut tabel 2.1. menunjukkan kandungan dalam setiap bahan makanan yang disajikan pada setiap pasien dalam bentuk makanan biasa dalam satuan berat.

Tabel 2.2. Nilai Gizi Makanan Biasa

Sumber: Almatsier, 2006

Tabel 2.2. menjelaskan nilai zat gizi dalam diet yang disajikan pada pasien dalam bentuk makanan biasa. Selanjutnya, untuk bahan makanan TKTP adalah bahan makanan biasa seperti yang terdapat pada Tabel 2.1,ditambah dengan bahan makana diet TKTP yang ditambah pada makanan biasa tabel 2.3. Dan nilai gizi berdasarkan jenis diet TKTP nya dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3. Bahan Makanan untuk Diet TKTP yang ditambahkan pada

Tabel 2.3. menjelaskan jumlah kandungan pada setiap bahan makanan yang ditambahkan dalam diet pasien yang mendapat diet TKTP.

Zat Gizi Jumlah Satuan

Tabel 2.4. Nilai Gizi Bahan Makanan untuk Diet TKTP berdasarkan Jenis

Menurut Almatsier (2006), ada beberapa bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan berdasarkan golongan bahan makanan dalam diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP). Adapun bahan makanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

Golongan Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan Sumber Karbohidrat tepung-tepungan lain, seperti cake, tarcis, puding, dan pastry; dodol; ubi;

karbohidrat sederhana seperti gula pasir.

Daging sapi, ayam, ikan, telur, susu, dan hasil olah seperti keju dan yoghurt custard dan es krim Semua jenis kacang-kacangan dan hasil olahnya, seperti tahu, tempe, dan pindakas

Buah-buahan

Lemak dan Minyak

Minuman

Bumbu

panjang, labu siam, dan wortel direbus, dikukus, dan ditumis

Semua jenis buah segar, buah kaleng, buah kering, dan jus buah

Minyak goreng, mentega, margarin, santan encer Soft drink, madu, sirup, teh, kopi encer

Bumbu tidak tajam seperti bawang merah, bawang putih, laos, salam, dan kecap

Santan kental

Minuman rendah energi

Bumbu yang tajam seperti cabe dan merica

Sumber: Almatsier, 2006

2.2.4 Zat Gizi Dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Zat gizi adalah senyawa-senyawa atau ikatan kimia yang terkandung dalam makanan yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi membangun memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2009).

1. Energi

Manusia membutuhkan enargi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau kilokalori (kkal), yang disebut dengan istilah kalori. Istilah kilokalori digunukan untuk menyatakan jumlah kilokalori tertentu, sedangkan istilah kalori digunakan untuk menyatakan energi secara umum.

Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada dalam bahan makanan. Kandungan energi dalam tiap bahan makanan tersebut sama.

Sehingga untuk mempermudah penghitungan jumlah energi ataupun zat gizi dalam bahan makanan telah disusun daftar komposisi bahan makanan. Beberapa bahan makanan sumber energi dengan nilai energi yang telah distandarkan dalam daftar komposisi bahan makanan dapat di lihat pada tabel berikut.

Table 2.6. Nilai Energi Beberapa Bahan Makanan (Kkal/100 gram)

Bahan Makanan Nilai Energi

Beras setengah giling

Sumber: Almatsier, 2009

Sumber energi berkonsentrasi tinggi terdapat dalam makanan sumber lemak, seperti minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Disamping itu terdapat juga di dalam bahan makanan sumber karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni (Almatsier, 2009).

2. Protein

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya dengan kehidupan. Nama protein berasal dari bahasa Yunani pretebos yang artinya yang pertama atau yang terpenting, yang strukturnya berupa kompleks yang terbuat dari asam-asam amino. Molekul protein yang teramat besar mengan dung ribuan molekul asam amino (Paath, 2005).

Protein merupakan bagian terbesar dalam tubuh sesudah air, seperlima dari bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada di dalam otak, seperlima ada di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh ada di dalam kulit dan selebihnya ada di dalam jaringan lainnya (Almatsier, 2009).

Protein sangat erat hubungannya dengan hayat hidup sel, dimana se-sel yang sudah tua dan mati akan dibentuk jaringan yang baru oleh protein. Selain itu protein juga sebagai zat pengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon.

Berdasarkan sumber protein, maka protein terdiri dari dua jenis yaitu protein nabati dan protein hewani. Protein nabati bersumber dari tepung terigu, kentang, kubis, wortel dan buncis, sedangkan protein hewani bersumber dari ikan, daging hewan atau bagian dari tubuh hewan seperti hati, pankreas, ginjal, paru, jantung dan

jeroan serta susu (Paath, 2005). Adapun sumber protein dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.7. Nilai Protein Dalam Berbagai Bahan Makanan

Bahan Makanan Nilai Protein

Kacang kedelai Kacang merah

Kacang tanah terkelupas Kacang hijau

Biji jambu monyet (mente) Tempe kacang kedelai

Sumber: Almatsier, 2009

Kebutuhan menurut FAO/WHO/UNU (1985) adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan, atau menyusui. Angka

kecukupan protein (AKP) untuk orang dewasa pada diet tinggi kalori tinggi protein dibutuhkan protein yang lebih tinggi yaitu 2 sampai 2,5 gr/kg berat badan ataupun sekitar 100-120 gr protein yang dianjurkan (Almetsier, 2009).

3. Lemak

Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan, yang terdiri dari sekelompokikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O). Menurut sumbernya, lemak dibedakan menjadi lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati banyak mengandung asam lemak tak jenuh, yang menyebabkan titk cair yang lebih rendah (dalam suhu kamar disebut minyak). Lemak hewani mengandung asam lemak jenuh, mempunyai rantai karbon panjang yang mengakibatkan dalam suhu kamar berbentuk padat.

Lemak memiliki nilai energi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan karbohidrat, protein ataupun alkohol. Dengan itu nutrien ini turut mengambil bagian yang penting dalam menentukan kandungan energi pada makanan (Almatsier, 2009).

Dalam diet tinggi kalori tinggi protein pemenuhan kandungan lemak dalam makanan yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total, yang hampir sama dengan kebutuhan lemak pada orang sehat menurut WHO (1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 20-30% kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan (Almatsier, 2009).

4. Karbohidrat (Hidratarang)

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia yang disebut zat tenaga. Sumber utama karbohidrat dalam makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan, yaitu biji, batang dan

akar seperti pisang, sawo, nangka, sukun, kelewih, beras, akar dan umbi-umbian serta ekstra tepung seperti sagu dan kacang-kacangan. Sedangkan karbohidrat hewani terdapat di dalam otot (daging) dan hati (Paath, 2005).

Adapun tujuan akhir dari pencernaan dan absorbsi karbohidrat adalah untuk mengubah karbohidrat menjadi ikatan-ikatan lebih kecil, terutama berupa glukosa dan fluktosa, sehingga dapat diserap oleh pembuluh darah melalui usus halus. Dimana pencernaan karbohidrat dimulai dari mulut dan berakhir di usus halus (Almatsier, 2009).

2.2.5 Indikasi Pemberian Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet tinggi kalori tinggi protein ini dapat diberikan kepada beberapa pasien dengan kondisi tertentu yaitu: (Almatsier, 2006).

1. Gizi kurang: defisiensi kalori, protein dan anemia.

2. Hyperthyroid.

3. Sebelum dan sesudah operasi tertentu.

4. Baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi atau penyakit berlangsung lama (seperti TB Paru) dan telah dapat menerima makanan lengkap.

5. Trauma, combutio, mengalami perdarahan banyak.

6. Pasien hamil dan post partum.

2.3 Manfaat Pemberian Diet bagi Proses Penyembuhan

Pemberian diet merupakan upaya pemenuhan kebutuhan gizi pasien yang dilakukan melalui pelayanan gizi rawat inap. Pelayanan gizi rawat inap ialah serangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan di institusi kesehatan seperti rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien untuk keperluan metobolisme

tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolism, dalam rangka upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Depkes, 2005).

Pelayanan yang baik akan menunjang terapi selama perawatan berlangsung.

Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga dengan terapi gizi medik, dimana harus disesuaikan dengan keadaan pasien secara klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan yang harus diperhatikan. Yang dapat diartikan bahwa dengan pelayanan makanan yang baik diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit pasien (Depkes, 2003).

Pasien dengan kondisi sedang dan berat dalam melakukan pelayanannya bukan sekedar memberikan makanan 3 kali sehari, tetapi harus melakukan pengkajian konsumsi gizi. Jika dari hasil pemeriksaan menunjukkan bakwa pasien menderita penyakit yang memerlukan perubahan akan makanan, maka kepada penderita tersebut diberikan terapi diet (Moehyi, 1997).

Salah satu tujuan pemberian diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein pasien yang semakin meningkat akibat proses penyakit. Pemberian protein yang adekuat penting untuk membantu proses penyembuhan dan sel kekebalan aktif (Wiryana, 2007).

Rumah sakit salah satu yang ditujukan untuk mencapai status gizi yang baik bagi pasien, dimana diharapkan dengan mengelola makanan yang baik dapat membantu untuk tercapainya gizi yang baik disamping membantu proses penyembuhan (Depkes, 2003).

2.4 Diet pada TB Paru

Tujuan pengaturan makan pada penderita TB Paru (Aadan, 2012) adalah:

1. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan jaringan tubuh.

2. Menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal.

Syarat diet yang dianjurkan untuk penderita TB Paru adalah:

1. Tinggi Energi

Energi diberikan 40-45 kkal/kg BB, oleh karena itu penderita TB Paru perlu makan lebih banyak dari pada orang sehat (kurang lebih 1,5 x makan orang sehat), energi 2.505 kkal.

2. Tinggi protein

Protein diberikan 2-2,5 g/kg BB, protein tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar albumin serum yang rendah (75-100 g).

3. Cukup lemak 15-25% (84 g) dari kebutuhan energi total.

4. Karbohidrat 317 g dari kebutuhan energi total.

5. Cukup sumber vitamin terutama vitamin C, K, B Kompleks seperti buah-buahan dan kacang-kacangan.

6. Cukup sumber mineral terutama zat besi dan kalsium seperti hati, susu, ikan dan daging.

Macam-macam diet penderita TB Paru (Anonim, 2010) adalah:

1. Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP I) dengan 2600 kkal dan 100 g protein (2/kg BB).

2. Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP II) dengan 3000 kkal dan 125 g protein (2,5 /kg BB). Dimana pembagian dietnya dapat dilihat pada table 2.8.

Table 2.8. Pembagian Makanan Sehari Diet TKTP Penderita TB Paru Pemberian jenis 16.00 (susu segar dan telur rebus), jam 21.00 (susu

Kerangka konsep dalam analisis diet TKTP pada pasien penderita TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan yaitu:

Keterangan:

: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Standar Diet pada pasien Penderita TB Paru:

Pemberian Diet TKTP I Ketersediaan zat gizi

Kerangka konsep penelitian menggambarkan bahwasanya yang akan diteliti mencakup variabel diet TKTP I pada pasien penderita TB Paru di RS Martha Friska Pulo Brayan meliputi standar diet yang sesuai dan standar diet yang tidak sesuai.

Kerangka konsep penelitian menggambarkan bahwasanya yang akan diteliti mencakup variabel diet TKTP I pada pasien penderita TB Paru di RS Martha Friska Pulo Brayan meliputi standar diet yang sesuai dan standar diet yang tidak sesuai.

Dokumen terkait