• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DAN UJI ANTAGONISME JAMUR ENDOFIT TANAMAN TEBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI DAN UJI ANTAGONISME JAMUR ENDOFIT TANAMAN TEBU"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN UJI ANTAGONISME JAMUR ENDOFIT TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP

PERKEMBANGAN Xanthomonas albilineans L. DENGAN METODE STERILISASI AUTOKLAF DAN MEMBRAN

FILTER

TESIS

OLEH :

SITI HARDIANTI WAHYUNI 117001022/MAET

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

IDENTIFIKASI DAN UJI ANTAGONISME JAMUR ENDOFIT TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP

PERKEMBANGAN Xanthomonas albilineans L. DENGAN METODE STERILISASI AUTOKLAF DAN MEMBRAN

FILTER

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Dalam Program Magister Agroekoteknologi Pada Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SITI HARDIANTI WAHYUNI 117001022/MAET

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

Judul Tesis : IDENTIFIKASI DAN UJI ANTAGONISME JAMUR ENDOFIT TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP PERKEMBANGAN Xanthomonas albilineans L. DENGAN METODE STERILISASI AUTOKLAF DAN MEMBRAN FILTER

Nama Mahasiswa : Siti Hardianti Wahyuni Nomor Pokok : 117001022

Program Studi : Magister Agroekoteknologi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr.Ir. Hasanuddin, MS.)

Ketua Anggota

(Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS)

Tanggal lulus : 07 Agustus 2015

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 07 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Ir. Hasanuddin, MS

ANGGOTA : 1. Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D 2. Dr. Ir. Marheni, MP

3. Dr. Lisnawita, SP, MP

4. Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MSi

(5)

ABSTRAK

Siti Hardianti Wahyuni. 2015. Identifikasi dan Uji Antagonisme Jamur Endofit Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap Perkembangan Xanthomonas albilineans L. dengan Metode Sterilisasi Autoklaf dan Membran Filter Dibimbing oleh Hasanuddin dan Edison Purba.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan April sampai Desember 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama jamur endofit (J) yaitu jamur endofit 1, jamur endofit 2, jamur endofit 3, jamur endofit 4, jamur endofit 5, jamur endofit 6, jamur endofit 7, dan jamur endofit 8. Faktor kedua pengenceran (P) yaitu 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4. Faktor ketiga metode sterilisasi yaitu autoklaf dan membran filter. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi jamur endofit terhadap X. albilineans penyebab penyakit vaskular bakteri pada tanaman tebu dengan menggunakan dua metode sterilisasi autolaf dan membran filter. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 8 jenis jamur endofit yaitu jamur endofit 1 (Aspergillus sp.), jamur endofit 2 (Aspergillus sp.), jamur endofit 3 (Penicillium sp.), jamur endofit 4 (Penicillium sp.), jamur endofit 5 (Cephalosporium sp.), jamur endofit 6 (Curvularia sp.), jamur endofit 7 (Fusarium sp.), dan jamur endofit 8 (Hormiscium sp.) pada tanaman tebu varietas BZ 134. Jamur endofit dapat menghambat bakteri penyebab penyakit vaskular bakteri X. albilineans pada tanaman tebu. Jamur endofit 3 (Penicillium sp.), jamur endofit 5 (Cephalosporium sp.) dan jamur endofit 8 (Hormiscium sp.) merupakan jamur yang lebih tahan disterilisasi autoklaf dibandingkan jamur endofit yang lain.

Diameter zona hambat terbaik didapat pada Penicillium sp. dengan diameter zona hambat 11,82 mm menggunakan sterilisasi autoklaf. Kejadian dan keparahan penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan interaksi jamur endofit 8 (Hormiscium sp.) menggunakan sterilisasi membran filter dan pengenceran 104 yaitu sebesar 15,87 % dan 35,18 %.

Kata kunci : Tebu, Saccharum officinarum, jamur endofit, sterilisasi, autoklaf, membran filter.

(6)

ABSTRACT

Siti Hardianti Wahyuni. 2015. Identification and Antagonism Test Endophytic Fungi of Sugarcane (Saccharum officinarum L.) to Growth Xanthomonas albilineans with Use Method Autoclaving and Membrane Filtration Sterilization.

Supervised by Hasanuddin and Edison Purba.

This research was conducted in a Laboratory of Agricuture Faculty and greenhouse of Agricuture Faculty, North Sumatra University, Medan, from April until December 2014. The research used completely randomized design with three factors and three replications. The first factor were endophytic fungi 1, endophytic fungi 2, endophytic fungi 3, endophytic fungi 4, endophytic fungi 5, endophytic fungi 6, endophytic fungi 7, and endophytic fungi 8. The second factor were dilution 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4. The three factor sterilization method were autoclaving and membrane filtration. This research aims to find potential endophytic fungi as biocontrol agents to against X. albilineans bacterial vascular wilt on sugarcane used method autoclaving and membrane filtration sterilization.

The results showed eight the endophytic fungi were endophytic fungi 1 (Aspergillus sp.), endophytic fungi 2 (Aspergillus sp.), endophytic fungi 3 (Penicillium sp.), endophytic fungi 4 (Penicillium sp.), endophytic fungi 5 (Cephalosporium sp.), endophytic fungi 6 (Curvularia sp.), endophytic fungi 7 (Fusarium sp.), dan endophytic fungi 8 (Hormiscium sp.) on sugarcane variety BZ 134. Endophytic fungi can control bacterial vascular wilt X. albilineans on sugarcane. Endophytic fungi 3 (Penicillium sp.), endophytic fungi 5 (Cephalosporium sp.) and endophytic fungi 8 (Hormiscium sp.) were more endure to autoclaving sterilization than other endophytic fungi. The best diameter of inhibiting zone on Penicillium sp. 11,82 mm with use autoclaving sterilization.

The incidence and severity of disease is highest in treatment interaction endophytic fungi 8 (Hormiscium sp.) with membrane filtration sterilization and dilution 104 were 15,87 % dan 35,18 %.

Keywords : Sugarcane, Saccharum officinarum, endophytic fungi, sterilization, autoclaving, membrane filtration

(7)

RIWAYAT HIDUP

Siti Hardianti Wahyuni, dilahirkan di Gunungtua Julu, Sumatera Utara, pada tanggal 23 Desember 1988 dari pasangan Ayah Muhd. Dohir Hasibuan dan Ibu Nurmintahari.

Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Saudara kedua Meli Adriani Hotma Hasibuan dan ketiga Lily Putri Marito.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh :

- Lulusan dari Sekolah Dasar Negeri 142919 Pasarmatanggor pada tahun 2001.

- Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sosopan, pada tahun 2004.

- Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Matauli Pandan, pada tahun 2007.

- Tahun 2007 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.

- Tahun 2012 mulai mengikuti pendidikan Magister Pertanian Program Studi Agroekoteknologi diUniversitas Sumatera Utara, Medan.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak mendapat bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Subhilhar, Ph, D.selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP., selaku Ketua Program Studi Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, MS., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

6. Ibu Dr. Ir. Marheni, MP., Prof. Dr. Dra. Cyccu Tobing, MS., Dr. Lisnawita, SP. MP., Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MSi., selaku Komisi Pembanding/Penguji atas saran dan kritik yang diberikan.

7. Ibu mada dan ibu lopi selaku staf PTPN II kebun Sei Semayang atas bantuan dalam pengadaan bibit tebu.

(9)

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, Agustus 2015

Siti Hardianti Wahyuni

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ……. ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 4

Hipotesa penelitian ... 4

Kegunaan penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Biologi penyakit ... 5

Gejala serangan ... 6

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ... 8

Mikroorganisme endofit ... 8

Keberadaan endofit ... 9

Manfaat mikroba endofit ... 9

Mekanisme kerja endofit ... 10

Jamur endofit ... 12

Interaksi Jamur endofit dengan tanaman ... 12

Jamur endofit sebagai penghasil antibiotik ... 14

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian ... 16

Bahan dan alat ... 16

Pelaksanaan penelitian ... 16

Sterilisasi Alat dan Bahan ... 16

Isolasi bakteri Xanthomonas albilineans ... 17

Pewarnaan Gram Bakteri ... 17

Postulat Koch ... 17

Eksplorasi Jamur Endofit dari Tanaman Tebu ... 18

Identifikasi isolat jamur endofit ... 18

Seleksi Jamur Endofit Penghasil Crude Antibiotik ... 19

Ekstraksi Crude Antibiotik ... 19

Pengujian antagonis crude antibiotik jamur endofit dengan bakteri pathogen……….. 20

Uji Hipersensitif ... 21

Rancangan penelitian ... 22

Pengujian bio-assay X. albilnieans dan jamur endofit ... 23

(11)

Peubah amatan ... 23

Identifikasi isolat jamur endofit ... 23

Zona hambat (mm) ... 23

Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) ... 24

Kejadian penyakit (%) ... 24

Keparahan penyakit (%) ... 25

Bobot akar basah (g) ... 26

Bobot akar kering (g) ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi isolat jamur endofit ... 27

Zona Hambat ... 37

Pertambahan Tinggi Tanaman ... 47

Kejadian Penyakit (%) ... 53

Keparahan Penyakit (%) ... 55

Bobot Akar Basah (g) ... 57

Bobot Akar Kering (g) ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 62

Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Diameter zona hambat (mm) pada pengamatan 1 HSI……...

38 2 Diameter zona hambat (mm) pada pengamatan 2

HSI……...

41

3 Diameter zona hambat (mm) pada pengamatan 3 HSI……...

44 4 Pertambahan tinggi tanaman (cm) pada pengamatan 6

MSA……...

47 5 Pertambahan tinggi tanaman (cm) pada pengamatan 7

MSA……...

49

6 Pertambahan tinggi tanaman (cm) pada pengamatan 8 MSA

………..…….

51 7 Kejadian penyakit (%) pada pengamatan 8

MSA……...

54

8 Keparahan penyakit (%) pada pengamatan 8 MSA………..………..

56 9 Berat basah (gram) akar tanaman tebu pada 8

MSA……...

58

10 Bobot kering (gram) akar tanaman tebu

………..……..…….

60

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Gejala Serangan………..……….. 7

2 Uji antagonis crude antibiotik dengan patogen…..….……. 21

3 Uji hipersensitif pada daun tembakau setelah inkubasi 7 hari ……….……… 22

4 Aspergillus sp. (isolat 1)……… 28

5 Aspergillus sp. (isolat 2)……… 29

6 Penicillium sp. (Isolat 3)……… 30

7 Penicillium sp. (Isolat 4)………..……. 32

8 Cephalosporium sp. (Isolat 5)...……… 33

9 Curvularia sp. (Isolat 6)………..……. 34

10 Fusarium sp (Isolat 7)………..…… 35

11 Hormiscium sp. (Isolat 8)..………..……. 36

12 Penurunan diameter zona hambatan pada pengenceran 1 HSI……….... 40

13 Penurunan diameter zona hambatan pada pengenceran 2 HSI……… 43

14 Penurunan diameter zona hambatan pada pengenceran 3 HSI ………...……….…… 46

15 Pertumbuhan tinggi tanaman tebu..………….……...….. 53

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Pembuatan Media ... 74

2 Perubahan Kode Isolat Jamur Endofit... 76

3 Data Pengamatan Diameter Zona Hambat pada 1 HSI ... 77

4 Data Pengamatan Diameter Zona Hambat pada 1 HSI setelah Tranformasi Y= (x+0.5)1/2 ...

78

5 Sidik Ragam Data Pengamatan Diameter Zona Hambat 1 HSI ... 79

6 Data Pengamatan Diameter Zona Hambat pada 2 HSI ... 80

7 Data Pengamatan Diameter Zona Hambat pada 2 HSI setelah Tranformasi Y= (x+0.5)1/2 ...

81

8 Sidik Ragam Data Pengamatan Diameter Zona Hambat 2 HSI ... 82

9 Data Pengamatan Diameter Zona Hambat pada 3 HSI ... 83

10 Data Pengamatan Diameter Zona Hambat pada 3 HSI setelah Tranformasi Y= (x+0.5)1/2 ...

84

11 Sidik Ragam Data Pengamatan Diameter Zona Hambat 3 HSI ... 85

12 Data Pengamatan Pertambahan Tinggi Tanaman 6 MSA ... 86

13 Sidik Ragam Data Pengamatan PertambahanTinggi Tanaman 6 MSA ... 86

(15)

14 Data Pengamatan Pertambahan Tinggi Tanaman 7 MSA ... 87

15 Sidik Ragam Data Pengamatan Pertambahan Tinggi Tanaman 7 MSA ... 87

16 Data Pengamatan Pertambahan Tinggi Tanaman 7 MSA ... 88

17 Sidik Ragam Data Pengamatan Pertambahan Tinggi Tanaman 7 MSA ... 88

18 Data Pengamatan Kejadian Penyakit 8 MSA ... 89

19 Data Pengamatan Kejadian Penyakit 8 MSA setelah Tranformasi Y=(x+0.5)1/2 ... 89

20 Sidik Ragam Data Pengamatan Kejadian Penyakit 8 MSA ... 90

21 Data Pengamatan Keparahan Penyakit 8 MSA ... 91

22 Data Pengamatan Keparahan Penyakit 8 MSA setelah Transformasi Y= (=(x+0.5)1/2 ... 91

23 Sidik Ragam Data Pengamatan Keparahan Penyakit 8 MSA ... 92

24 Data Pengamatan Berat Basah Akar Tanaman Tebu 8 MSA ... 93

25 Sidik Ragam Data Pengamatan Berat Basah Akar Tanaman 8 MSA ... 93

26 Data Pengamatan Berat Kering Akar Tanaman Tebu 8 MSA ... 94

27 Sidik Ragam Data Pengamatan Berat Kering Akar Tanaman 8 MSA ... 94

28 Deskripsi Tanaman Tebu ... 95

(16)

ABSTRAK

Siti Hardianti Wahyuni. 2015. Identifikasi dan Uji Antagonisme Jamur Endofit Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap Perkembangan Xanthomonas albilineans L. dengan Metode Sterilisasi Autoklaf dan Membran Filter Dibimbing oleh Hasanuddin dan Edison Purba.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan April sampai Desember 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama jamur endofit (J) yaitu jamur endofit 1, jamur endofit 2, jamur endofit 3, jamur endofit 4, jamur endofit 5, jamur endofit 6, jamur endofit 7, dan jamur endofit 8. Faktor kedua pengenceran (P) yaitu 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4. Faktor ketiga metode sterilisasi yaitu autoklaf dan membran filter. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi jamur endofit terhadap X. albilineans penyebab penyakit vaskular bakteri pada tanaman tebu dengan menggunakan dua metode sterilisasi autolaf dan membran filter. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 8 jenis jamur endofit yaitu jamur endofit 1 (Aspergillus sp.), jamur endofit 2 (Aspergillus sp.), jamur endofit 3 (Penicillium sp.), jamur endofit 4 (Penicillium sp.), jamur endofit 5 (Cephalosporium sp.), jamur endofit 6 (Curvularia sp.), jamur endofit 7 (Fusarium sp.), dan jamur endofit 8 (Hormiscium sp.) pada tanaman tebu varietas BZ 134. Jamur endofit dapat menghambat bakteri penyebab penyakit vaskular bakteri X. albilineans pada tanaman tebu. Jamur endofit 3 (Penicillium sp.), jamur endofit 5 (Cephalosporium sp.) dan jamur endofit 8 (Hormiscium sp.) merupakan jamur yang lebih tahan disterilisasi autoklaf dibandingkan jamur endofit yang lain.

Diameter zona hambat terbaik didapat pada Penicillium sp. dengan diameter zona hambat 11,82 mm menggunakan sterilisasi autoklaf. Kejadian dan keparahan penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan interaksi jamur endofit 8 (Hormiscium sp.) menggunakan sterilisasi membran filter dan pengenceran 104 yaitu sebesar 15,87 % dan 35,18 %.

Kata kunci : Tebu, Saccharum officinarum, jamur endofit, sterilisasi, autoklaf, membran filter.

(17)

ABSTRACT

Siti Hardianti Wahyuni. 2015. Identification and Antagonism Test Endophytic Fungi of Sugarcane (Saccharum officinarum L.) to Growth Xanthomonas albilineans with Use Method Autoclaving and Membrane Filtration Sterilization.

Supervised by Hasanuddin and Edison Purba.

This research was conducted in a Laboratory of Agricuture Faculty and greenhouse of Agricuture Faculty, North Sumatra University, Medan, from April until December 2014. The research used completely randomized design with three factors and three replications. The first factor were endophytic fungi 1, endophytic fungi 2, endophytic fungi 3, endophytic fungi 4, endophytic fungi 5, endophytic fungi 6, endophytic fungi 7, and endophytic fungi 8. The second factor were dilution 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4. The three factor sterilization method were autoclaving and membrane filtration. This research aims to find potential endophytic fungi as biocontrol agents to against X. albilineans bacterial vascular wilt on sugarcane used method autoclaving and membrane filtration sterilization.

The results showed eight the endophytic fungi were endophytic fungi 1 (Aspergillus sp.), endophytic fungi 2 (Aspergillus sp.), endophytic fungi 3 (Penicillium sp.), endophytic fungi 4 (Penicillium sp.), endophytic fungi 5 (Cephalosporium sp.), endophytic fungi 6 (Curvularia sp.), endophytic fungi 7 (Fusarium sp.), dan endophytic fungi 8 (Hormiscium sp.) on sugarcane variety BZ 134. Endophytic fungi can control bacterial vascular wilt X. albilineans on sugarcane. Endophytic fungi 3 (Penicillium sp.), endophytic fungi 5 (Cephalosporium sp.) and endophytic fungi 8 (Hormiscium sp.) were more endure to autoclaving sterilization than other endophytic fungi. The best diameter of inhibiting zone on Penicillium sp. 11,82 mm with use autoclaving sterilization.

The incidence and severity of disease is highest in treatment interaction endophytic fungi 8 (Hormiscium sp.) with membrane filtration sterilization and dilution 104 were 15,87 % dan 35,18 %.

Keywords : Sugarcane, Saccharum officinarum, endophytic fungi, sterilization, autoclaving, membrane filtration

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula di Indonesia. Luas areal pertanaman tebu di Indonesia saat ini sesungguhnya hanya berkisar antara 340 – 350 ribu ha/tahun (Malian et al., 2004). Laju peningkatan konsumsi gula diperkirakan sekitar 3.3 % per tahun sementara itu produksi gula masih rendah (Mardianto et al., 2005).

Pemerintah mentargetkan swasembada gula pada tahun 2014 untuk memenuhi kebutuhan gula nasional (baik untuk konsumsi langsung rumah tangga maupun industri) sebesar 5,7 juta ton, sementara produksi gula Thailand sebagai produsen gula terbesar di Asia Tenggara 11 juta ton per tahun (Dirjenbun, 2011).

Salah satu masalah dalam pemenuhan target swasembada adalah produktivitas gula yang masih rendah (7 ton/ha) dengan rendemen berkisar 7,1-7,9 (Yulianti, 2012). Penurunan produksi gula nasional tahun terakhir ini disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya karena penyakit (BPPT, 2007). Di antara penyakit tebu tersebut adalah penyakit vaskular bakteri disebabkan oleh Xanthomonas albilineans L.yang merupakan penyakit utama tanaman tebu di seluruh dunia.

Penyakit ini disebut penyakit pembuluh sistemik yang dapat menyebabkan pengurangan hasil tebu yang tinggi dan mengurangi kualitas produk makanan (mempengaruhi kemurnian gula), menghilangkan kultivar yang potensial, dan memerlukan perhatian khusus untuk pertukaran plasma nutfah (Rott et al., 1997).

Penyakit ini ditandai dengan garis-garis putih di daun dengan zona

nekrotik pada tepi daun, munculnya klorosis yang luas, pembuluh berwarna merah dan pembentukan rongga invasi pada ruas, produksi tunas samping, layu cepat dan kematian tanaman. Pada varietas-varietas yang rentan dapat terjadi hambatan

(19)

pertumbuhan, ruas batang pendek-pendek, tunas-tunas samping berkembang dan daun-daun dari tunas ini juga mempunyai garis-garis klorotis. Penyakit ini juga merupakan penyakit yang cepat meluas (Birch, 2001; Semangun, 2008).

Sistem vaskular tanaman tebu terdiri dari unsur xilem dan floem, patogen vaskular bakteri berkembang di xilem sehingga mengakibatkan terhambatnya fotosintesis. Baru-baru ini diketahui bahwa patogen tidak hanya terdapat pada xilem tetapi juga pada sel-sel parenkim, dinding sel serta sel non vaskular lain dengan mendegradasi dinding sel sehingga menyebabkan pecahnya dinding sel (Mensi et.al., 2014). Bakteri ini dapat hidup sebagai saprofit dalam tanah dan menular melalui perantaraan alat yang digunakan untuk memotong stek tebu yang tidak steril serta dengan tertiup angin dan hujan sehingga harus dilakukan

pergiliran tanaman agar mengurangi timbulnya penyakit (Birch, 2001). Penerapan teknik-teknik pengendalian lainnya seperti menanam varietas tahan, solarisasi tanah (Widodo dan Suheri, 1995) dan penggunaan agen hayati diantaranya mikroorganisme antagonis seperti jamur dan bakteri endofit (Azevedo et al., 2000; Strobel et al., 2004).

Endofit secara alami merupakan bagian dari tanaman sehat, karena itulah endofit didefinisikan sebagai mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan efek negatif. Endofit dapat berperan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil melalui produksi fitohormon dan penyedia hara, sebagai penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan fitoremidiasi, dan agensia pengendali hayati (Yulianti, 2012).

Ghimire dan Hyde (2004) menyebutkan bahwa endofit dapat mengurangi infeksi nematoda, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stress, memproduksi

(20)

metabolit sekunder seperti alkaloid, paxilline, lolitrems dan steroid-steroid kelompok tertraenone.

Endofit umumnya berasal dari golongan jamur ataupun bakteri (Strobel et al., 2004). Jamur endofit merupakan salah satu sumber utama mikrobia penghasil antibiotik (Kauffman dan Carver, 1997; Kurtz, 1997). Jamur ini menginfeksi tanaman sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika (Sinaga, 2009). Brunner dan Petrini (1992) melakukan skrining terhadap lebih dari 80 spora jamur, didapatkan bahwa 79% jamur yang mampu menghasilkan antibiotik adalah kelompok endofit. Melalui kemajuan bioteknologi, saat ini endofit dimanfaatkan sebagai sarana produksi antibiotik untuk keperluan obat dan farmasi, pertanian, serta sarana transgenik gen-gen ketahanan (Yulianti, 2012).

Penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan pada tanaman tebu dalam jangka panjang akan merusak ekosistem. Padahal secara alami, tanaman tebu berasosiasi dengan endofit selama pertumbuhannya untuk memperoleh hara maupun sumber ketahanannya (Yulianti, 2012).

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa dalam tanaman terdapat jamur endofit yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi tumbuhan. Simbiosis antara jamur endofit dengan tanaman tebu dapat

digunakan sebagai antibakteri.

Kurangnya informasi tentang pengendalian penyakit yang disebabkan oleh bakteri X. albilineansmaka dirasa perlu dilakukan suatu penelitian untuk

mengendalikan penyakit tersebut menggunakan jamur endofit sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tebu.

(21)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jamur endofit asal tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) yang berpotensi dalam mengendalikan Xanthomonas albilineans penyebab penyakit vaskular bakteri.

Hipotesis Penelitian

- Terdapat beberapa jenis jamur endofit dari tanaman tebu.

- Terdapat dua jenis metode sterilisasi crude antibiotik yaitu sterilisasi autoklaf dan membran filter.

- Jamur endofit dari tanaman tebu berpotensi menghambat penyebab penyakit vaskular bakteri X. albilineans.

Kegunaan Penelitian

Tersedianya teknologi pengendalian penyakit vaskular bakteri disebabkan X. albilineans. pada tanaman tebu menggunakan jamur endofit.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyebab Penyakit

Bakteri penyebab penyakit vaskular bakteri dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria Ordo : Xanthomonadales Family : Xanthomonadaceae Genus : Xanthomonas

Species : Xanthomonas albilineans L.

(Pieretti, 2009).

Umumnya genus Xanthomonas merupakan bakteri patogen. Pada awal tahun 1990, Xanthomonas terdiri dari 6 spesies yaitu: X. fragariae, X. populi, X.

oryzae, X. albilineans, X. axonopodis dan X. campestris. Kemudian setelah setelah diklasifikasi ulang, terdiri dari 20 spesies yaitu: X. fragariae, X. populi, X. oryzae, X. albilineans, X. sacchari, X. vesicatoria, X. axonopodis, X. vasicola, X. codiaei, X. arboricola, X. hortorum, X. translucens, X. bromi, X. campestris, X. cassavae, X. cucurbitae, X. pisi, X. melonis, X. theicola, X. hyacinthi (Vauterin et al., 1995).

Menurut Pieretti et al., (2009) Xanthomonadaceae adalah famili bakteri Gram negatif mempunyai ordo Xanthomonadales dan kelas gamma

Proteobacteria. Anggota famili ini biasanya dicirikan sebagai lingkungan organisme dan menempati relung ekologi yang beragam, seperti tanah dan air, serta jaringan tanaman. Bakteri ini berbentuk batang, berukuran 0,25-0,3 x 0,6-1,0

(23)

µm, tunggal atau membentuk rantai, bergerak dengan flagel polar, dan Gram negatif.

Koloni bakteri ini berwarna kuning tetapi berlendir dan bakteri tumbuh lambat dan muncul setelah 4- 6 hari, lembab, mengkilap, dan kuning transparan.

X. albilineans adalah bakteri yang tidak biasa karena ternyata tidak memiliki avirulence atau patogenisitas gen yang biasanya ditemukan pada bakteri pytopatogenik (Champoiseau et al., 2006). Bentuk koloni pada medium biakan adalah bulat, cembung dan berdiameter 1-3 mm. Suhu optimum untuk

pertumbuhan Xanthomonas antara 25oC- 30oC dan suhu minimum berkisar antara 5-10oC. Suhu yang cocok untuk pertumbuhan awal adalah 20oC pada suspensi yang agak encer. Derajat keasaman (pH) untuk menumbuhkan bakteri ini berkisar antara 6,2-6,4 atau yang berbeda tergantung strain bakteri dan medium yang dipakai (Pieretti, 2009).

Gejala Serangan Bakteri X. albilineans

Di Indonesia penyakit vaskular bakteri terdapat di Jawa dan Sumatera, penyakit ini terdapat di semua negara penghasil tebu. Pada varietas-varietas yang rentan dapat terjadi hambatan pertumbuhan, ruas batang pendek-pendek, tunas- tunas samping berkembang dan daun-daun dari tunas ini juga mempunyai garis- garis klorotis. Susunan akar sangat jelek, sehingga tanaman yang sakit dapat dicabut dengan mudah (Semangun, 2008). Birch (2001) menyatakan bahwa penyakit ini dapat menyebabkan layu cepat dan kematian tanaman. Infeksi laten berkepanjangan dapat terjadi, yang memerlukan deteksi oleh isolasi atau tes molekuler yang sensitif.

Gejala luar yang penting untuk mengenal penyakit ini adalah terdapatnya garis atau jalur klorotis pada daun. garis atau jalur ini lurus, dan sejajar dengan ibu

(24)

tulang daun, kadang-kadang memanjang sepanjang daun. Garis klorotis lebih cepat mengering daripada jaringan sekitarnya. Terjadi hambatan pertumbuhan sehingga tanaman yang sakit dapat dicabut dengan mudah. Kalau batang tanaman dibelah, tampak bahwa dalam berkas-berkas pembuluh terdapat blendok yang berwarna kuning sampai merah tua (Pieretti et al., 2009).

X. albilineans dapat menyebabkan tiga fase yang berbeda dari infeksi dan simtomatologi tebu: laten (tidak ada gejala), kronis, dan akut (Ricaud dan Ryan, 1989; Rott dan Davis, 2000; Saumtally dan Dookun, 2004). Ekspresi gejala dan keparahan berkaitan dengan tingkat resistensi kultivar, kondisi lingkungan, dan keagresifan patogen. Fase kronis ditandai dengan gejala yang berbeda-beda dalam tingkat keparahan, termasuk garis-garis memanjang putih sepanjang urat daun disebut "garis pensil", klorosis daun atau pemutihan, daun nekrosis awalnya sepanjang garis pensil, kemudian berkembang tidak normal dari sisi tunas sampai pada batang, perubahan warna kemerahan dari pembuluh, layu, dan kemudian mati (Birch, 2001; Ricaud dan Ryan, 1989; Rott dan Davis, 2000; Saumtally dan Dookun, 2004). Gejala bisa disebabkan karena penyumbatan xilem oleh bakteri dari limbah metabolik yang dihasilkan (Birch, 2001), sedangkan pemutihan, klorosis dan nekrosis berhubungan dengan perubahan sel yang disebabkan oleh racun albicidin yang diproduksi oleh patogen. Albicidin adalah phytotoxin yang menghambat replikasi DNA dan pengembangan blok plastida (Hashimi, et al. 2008).

(25)

Gambar 1. Gejala serangan Sumber : Foto Langsung Faktor- faktor yang mempengaruhi penyakit

Di pertanaman tebu gejala penyakit mula-mula terlihat lebih kurang enam minggu sampai dua bulan setelah penanaman. Ada kalanya tanaman yang sakit hanya tampak sedikit merana, bahkan ada yang tampak menjadi sehat kembali, terutama jika hujan turun dengan teratur. Pada saat ini tanaman tadi sukar dibedakan dari tanaman yang benar-benar sehat. Gejala pada daun akan terlihat lagi pada saat musim kering mulai (Pieretti et al., 2009). Menurut Davis et al.

(1997) setelah baru-baru ini wabah di Mauritius, Guadeloupe, dan Florida, penyebaran X. albilineans dapat melalui udara, selain ditemui penyebaran yang biasa dengan cara mekanis. France (2007) melaporkan patogen menyerang xilem, ditransmisikan dalam stek, mekanis, dan dengan hujan yang tertiup angin.

Penyakit terutama menular dengan perantara parang yang dipakai untuk

memotong setek-setek tebu. Bakteri yang berada dalam tanah dapat menginfeksi tanaman melalui akar-akar tetapi penularan dengan cara ini tidak mempunyai arti yang penting, karena bakteri tidak dapat bertahan lama dalam tanah (Semangun, 2008).

Mikroorganisme Endofit

Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

(26)

inang bervariasi mulai dari netralisme, komensalisme sampai mutualisme.

Netralisme, dimana kedua pihak tidak saling diuntungkan maupun dirugikan.

Interaksi antar kedua spesies tidak menyebabkan keuntungan maupun kerugian bagi keduanya. Komensalisme adalah di mana pihak yang satu mendapat

keuntungan tapi pihak lainnya tidak dirugikan dan tidak diuntungkan. Mutualisme adalah hubungan sesama mkhluk hidup yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Pada situasi ini tanaman merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme endofit dalam melengkapi siklus hidupnya, dimana tanaman menyediakan sumber makanan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme endofit (Carrol, 1988 )

Purwanto (2008), menambahkan bahwa mikroorganisme endofit akan mengeluarkan suatu metabolit sekunder yang merupakan senyawa antibiotik.

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu mikroba, tidak untuk memenuhi kebutuhan primernya (tumbuh dan berkembang) melainkan untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Keberadaan Endofit

Beberapa ahli telah mengisolasi dan meneliti endofit dari berbagai tanaman diantaranya tanaman obat (Tan dan Zou, 2001), tanaman perkebunan (Zinniel et al., 2002), dan tanaman-tanaman hutan (Strobel, 2002; Suryanarayanan et al., 2003). Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar dimuka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel dan Daisy, 2003). Menurut Strobel dan Daisy (2003), endofit di daerah tropis dengan jumlah yang tinggi menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang aktif dalam jumlah yang lebih banyak

dibandingkan dengan endofit tanaman-tanaman yang ada di daerah subtropis.

(27)

Manfaat Mikroba Endofit

Menurut Susilawati et al. (1992), pemanfaatan mikroba endofitik dalam memproduksi senyawa aktif memiliki beberapa kelebihan, antara lain (1) lebih cepat menghasilkan dengan mutu yang seragam, (2) dapat diproduksi dengan skala yang besar, (3) kemungkinan diperoleh komponen bioaktif baru dengan memberikan kondisi yang berbeda.

Beberapa tahun terakhir ini, penggalian sumber daya mikroba yang terdapat di dalam jaringan tumbuhan (mikroba endofitik) mulai banyak mendapat perhatian. Mikroba tersebut mulai dipelajari untuk berbagai tujuan, karena

mikroba endofitik yang berasal dari tumbuhan tersebut masih banyak yang belum diketahui karakter dan potensinya, khususnya di Indonesia (Clay, 1988;

Melliawati et al., 2006). Bakteri atau fungi tersebut dapat menghasilkan senyawa metabolit yang dapat berfungsi sebagai antibiotika (antifungi/antibakteri),

antivirus, antikanker, antidiabetes, antimalaria, antioksidan, antiimmunosupresif (Strobel dan Daisy, 2003), antiserangga (Azevedo et al, 2000), zat pengatur tumbuh (Tan dan Zou, 2001) dan penghasil enzim-enzim hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase, ligninase (Choi et al, 2005), kitinase (Zinniel et al, 2002).

Mekanisme Kerja Endofit

Bakteri dan jamur endofit biasanya masuk pertama kali melalui perakaran sekunder dengan mengeluarkan enzym selulase atau pektiase (Agarwal dan Shende, 1987), atau bagian atas tanaman seperti batang, bunga, radikel kecambah, stomata ataupun kotiledon dan daun yang sobek. Bakteri kemudian berkoloni di titik tempat dia masuk atau menyebar ke seluruh bagian tanaman (Halmann et al., 1997) hidup dalam sel, ruang interseluler atau dalam sistem pembuluh. Sumber

(28)

inokulum jamur endofit umumnya spora yang terbang di udara, namun bisa juga ditularkan melalui biji atau vektor serangga (Ghimire dan Hyde, 2004; Aly et al., 2011). Bellone dan Silvia (2012) melaporkan bahwa baik bakteri endofit

Azospirillum brasiliense maupun mikoriza Glomus masuk ke dalam jaringan tanaman tebu melalui akar lateral yang baru tumbuh, kemudian berkembang di dalam jaringan dan merubah dinding sel untuk memfasilitasi endofit lain mengkolonisasi.

Mekanisme jamur endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah melarutkan fosfat dan fiksasi nitrogen. Menurut Rao (1994)

mikroorganisme yang dapat mengubah fosfat tidak larut dalam tanah menjadi bentuk larut dengan jalan mensekresikan asam organik tertentu. Contoh asam organik tersebut antara lain asam asetat, propionat, laktat dan suksinat. Jenis jamur yang umum dikelompokkan ke dalam kelompok ini adalah jamur berfilamen seperti Aspergillus dan Penicillium.

Mekanisme endofit dalam merangsang pertumbuhan tanaman belum jelas, kecuali beberapa spesies memiliki kemampuan dalam memproduksi fitohormon seperti etielen, auksin, sitokinin (Bacon dan Hinton 2002) atau meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap hara (Hallmann et al.,1997).

Usaha untuk mendapatkan senyawa antibiotik tersebut dilakukan dengan proses fermentasi. Dalam proses tersebut, mikrorganisme endofit akan

mengeluarkan suatu metabolit sekunder yang merupakan senyawa antibiotik itu sendiri. Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu mikroba, tidak untuk memenuhi kebutuhan primernya (tumbuh dan berkembang) melainkan untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme endofit

(29)

merupakan senyawa antibiotik yang mampu melindungi tanaman dari serangan hama insekta, mikroba patogen, atau hewan pemangsanya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agen biokontrol (Wahyudi, 1997; Sumaryono, 1999).

Jamur Endofit

Jamur endofit adalah jamur yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan (Clay, 1988).

Jamur ini menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika (Carrol, 1988; Clay, 1988).

Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, jamur ini merupakan organisme yang sangat heterogen.

Petrini et al. (1992) menggolongkan jamur endofit dalam kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes dan Pyrenomycetes. Strobell et al.

(1996) mengemukakan bahwa jamur endofit meliputi genus Pestalotia,

Pestalotiopsis, Monochaetia dan lain-lain. Sedangkan Clay (1988) melaporkan bahwa jamur endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri dari 5 genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora.

(Bacon, 1991; Petrini et al., 1992; Rao, 1994).

Interaksi Jamur Endofit dengan Tanaman

Jamur endofit bersifat simbiosis mutualisme dengan tanaman inangnya.

Manfaat yang diperoleh dari tanaman inang yakni meningkatkan laju pertumbuhan tanaman inang, tahan terhadap serangan hama, penyakit dan kekeringan. Selain itu, jamur endofit dapat membentuk proses penyerapan unsur

(30)

hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis dan hasil fotosintesis dapat digunakan oleh jamur untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Hubungan yang erat antara jamur endofit dan tanaman inangnya yakni

transfermateri genetik satu dengan lainnya (Hidayahti, 2010). Mikroba endofit dalam jaringan tanaman memperoleh nutrisi dan perlindungan dari inang, sebaliknya mikroba endofit membantu kehidupan inang dengan cara memproduksi metabolit yang dibutuhkan inang tersebut. Tanaman yang

mengandung endofit sering tumbuh lebih cepat dari tanaman yang tidak terinfeksi.

Efek ini terjadi karena endofit memproduksi fitohormon seperti indole-3-acetic acid (IAA), sitokinin, dan senyawa pemacu pertumbuhan lain. Selain itu endofit dapat membantu inang dalam mengambil nutrisi seperti nitrogen dan fosfor (Tan dan Zou, 2001).Mikroba endofit juga mampu meningkatkan kemampuan adaptasi inang terhadap stress lingkungan dan ketahanan terhadap fitopatogen, herbivora, cacing, serangga pemakan inang, serta bakteri dan fungi patogen. Endofit yang tumbuh pada rerumputan biasanya menambah toleransi terhadap kekeringan (Faeth dan Fagan, 2002).

Banyak endofit menginfeksi lokal bagian tanaman, yang terbatas pada jaringan kecil tanaman. Hal ini didukung oleh fakta bahwa seringnya beberapa spesies endofit menyembuhkan bagian berbeda dari tanaman yang sama. Dalam kontrasnya, spesies Neotyphodium dan Epichlöe secara sistematis menginfeksi ruang interseluler dari daun, batang reproduktif, dan benih dari tanaman inangnya.

Endofit dapat menginfeksi tanaman dengan pertolongan transmisi horizontal, ketika inokulumnya diangkut ke bagian tanaman lain, atau secara vertikal ketika endofit menginfeksi benih dari tanaman yang terinfeksi. Studi membuktikan bahwa hasil dari serangan beberapa patogen mungkin tergantung pada asosiasi

(31)

endofit dengan inangnya. Oleh karena itu, sekumpulan jenis endofit ditentukan oleh kehadiran organisme dengan aplikasi potensial untuk mengendalikan penyakit pada jenis tanaman yang sama. Oleh karenanya, endofit mungkin memiliki suatu peranan penting dalam adaptasinya tumbuhan kepada kondisi lingkungan tertentu. Sebagai tambahan, mereka menghadirkan suatu kelompok organisme dengan potensi sangat baik yang diaplikasikan untuk meningkatkan dan mengendalikan penyakit tanaman (Zabalgogeazcoa, 2008).

Jamur Endofit sebagai Penghasil Antibiotik

Antibiotik merupakan komponen antimikroorganisme yang dihasilkan secara alami oleh organisme dan bersifat toksik bagi mikroalga, bakteri, fungi, virus atau protozoa. Antibiotik bila dimaksudkan untuk kelompok organisme yang khusus maka sering digunakan istilah-istilah seperti antibakteri, antifungi, dan sebagainya (Setyaningsih, 2004). Ada dua cara antibiotik dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme yaitu sebagai bakteriostatis (menghambat pertumbuhan mikroorganisme namun tidak membunuhnya) dan bakteriosidal (mampu membunuh beberapa mikrooorganisme).

Menurut Suwandi (1989), sekitar 800 jenis antibiotik dihasilkan oleh fungi. Fungi dari genus Aspergillus dan Penicilin lebih sering memproduksi antibiotik. Suwandi (1989) menyatakan bahwa fungi penghasil antibiotik yang terkenal diantaranya adalah Penicilium menghasilkan penisilin, griseofulvin, Cephalosporium menghasilkan sefalosporin, serta beberapa fungi lain seperti Aspergillus menghasilkan fumigasin, Chaetomium menghasilkan chetomin, Fusarium menghasilkan javanisin dan Trichoderma menghasilkan gliotoxin. Di bawah permukaan air, kultur P. urticae memproduksi antibiotik patulin dan griseofulvin yang tumbuh pada media glukosa-nitrat (Sekiguchi dan Gaucher,

(32)

1977). Fungi dermatofita telah lama diketahui menghasilkan suatu senyawa antibiotik. Produksi antibiotik dari dermatofyta pertama kali diteliti oleh

Nakumura 1931, yang menemukan aktivitas antibakteri dari jenis Trichophyton (Kheira et al., 2007).

Fungi penghasil antibiotik yang terkenal salah satunya adalah Penicilium.

Penisilin merupakan antibiotik modern yang pertama, paling bermanfaat serta paling luas penggunaannya. Penisilin dihasilkan selama pertumbuhan dan metabolisme Penicillium notatum (Pelczar dan Chan, 2005).

Penicillium chrysogenum juga dapat menghasilkan antibiotik penisilin,

mikroorganisme ini mempunyai spektrum yang sangat luas terhadap bakteri dan beberapa jamur (Sri et al., 2000). Penisilin ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929. Fleming memperlihatkan bahwa pada suatu cawan agar yang diinokulasikan dengan Staphylococcus aures telah terkontaminasi oleh sejenis jamur dan koloni jamur tersebut dikelilingi oleh suatu zona yang jernih,

menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri (Pelczar dan Chan, 2005).

Penisilin merupakan suatu kelompok persenyawaan dengan struktur yang sekerabat dan sifat-sifat serta aktivitas yang agak berbeda. Semua penisilin mempunyai inti yang sama yaitu cincin β-laktam-thiazolidin, yang memberikan sifat unik pada masing-masing penisilin adalah rantai sampingnya yang berbeda- beda (Pelczar dan Chan, 2005). Antibiotik ini spesifik menghambat sintesis dinding sel bakteri, mencegah sintesis peptidoglikan yang utuh sehingga dinding sel akan melemah dan akibatnya akan mengalami lisis (Susanti dan Sri, 2004).

Antibiotik lainnya yang dihasilkan oleh jamur adalah sefalosporin merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh Cephalosporium acremonium,

(33)

kelompok kimiawinya sama seperti penisilin. Sefalosporium menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menghambat sintesis dinding sel (Pelczar dan Chan, 2005).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, pada bulan April hingga Desember 2014.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: oven, autoklaf, laminar air flow, rotary shaker, inkubator, mikroskop, timbangan digital, kompor, erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung, api bunsen, gelas ukur, kain saring, kertas saring, plastik pembungkus, aluminium foil, cling wrap, pipet tetes, pinset, coke borer, spatula, gunting, pisau, kertas koran, plastik, kapas, kertas label, spidol, membran filter 0,22 µm dan 0,45 µm (Millipore), holder dan penggaris.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan bakteri

Xathmonas albilinieans. Jamur endofit yang diisolasi dari akar, batang dan daun tanaman tebu yang sehat, medium PDA (Potato Dextroce Agar), larutan NaOCl 1% (Sodium Hipoklorit), PDB (Potato Dextroce Broth), media YDCA (Yeast Extract Dextrose Calcium Carbonate Agar), air suling steril, spirtus, kapas, alkohol 96%, kertas cakram, kertas saring Wattman 41, dan tissu .

Pelaksanaan Penelitian Sterilisasi Alat dan Bahan

(34)

Sebelum penelitian dimulai terlebih dahulu menyeterilkan alat dan bahan, untuk alat-alat gelas dan cawan petri dicuci terlebih dahulu kemudian dikeringkan.

Alat-alat dan bahan kemudian dibungkus dan memasukkannya ke dalam autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit.

Isolasi bakteri Xanthomonas albilineans

Bagian tanaman tebu yang terserang penyakit vaskular bakteri X. albilineans dibersihkan dengan air mengalir, lalu dipotong dengan ukuran 2-3 cm. Setelah itu sampel direndam dengan etanol 70% selama 30 detik, kemudian direndam dengan 0.1% HgCl selama 3 menit dan dibilas dengan air suling steril 2-3 kali (Gagne et al. 1987). Selanjutnya sampel digerus dengan mortal steril dan diberikan sedikit air (1ml), lalu tambahkan 9 ml air suling steril untuk

pengenceran. Pengenceran dilakukan 10⁻³ - 10-5, kemudian dihomogenkan selama 2 menit. Selanjutnya disebar 0,1 ml di atas media YDCA, diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam (Hung dan Annapurna, 2004).

Pewarnaan Gram Bakteri

Bakteri yang berhasil diisolasi dan telah murni dibiakan dalam media NA.

Setelah diinkubasi selama ± 48 jam kemudian diamati morfologi koloni bakteri tersebut. Biakan murni bakteri yang telah ditanam pada cawan petri diidentifikasi morfologi sel nya dengan pewarnaan gram. Bila bakteri tetap berwarna ungu diakhir pewarnaan, berarti bakteri bersifat Gram-positif, tetapi bila setelah di beri larutan pemucat (alkohol/etanol) berubah warna menjadi merah maka bakteri bersifat Gram-negatif.

Postulat Koch

Uji Postulat Koch dilakukan untuk mengisolasi bakteri patogen melalui gejala penyakit yang ditimbulkannya. Uji Postulat Koch dilakukan dengan mengencerkan isolat murni X. albilineans berumur 2x24 jam menggunakan air

(35)

suling steril hingga kerapatan 106. Inokulan kemudian diinokulasikan pada tanaman tebu yang sehat menggunakan metode gunting. Metode gunting

dilakukan dengan mencelupkan gunting pada suspensi bakteri dan diguntingkan pada daun tanaman (±0.5-2 cm), setiap pergantian inokulan gunting dibilas dengan alkohol agar kemurnian inokulan yang diinokulasikan terjaga (Cottyn et al., 1994). Pada pengujian ini digunakan tanaman tebu stadia bibit berumur 1-2 bulan setelah tanam varietas BZ 134. Pengamatan dilakukan 1-4 minggu setelah inokulasi (Rachmawati, 2009).

Eksplorasi Jamur Endofit dari Tanaman Tebu

Isolat jamur endofit diperoleh dengan cara mengisolasi langsung dari tanaman tebu yang sehat dari suatu pertanaman tebu, karena diduga pada tanaman tebu yang sehat terdapat jamur yang bersifat antagonis terhadap bakteri patogen, itulah yang menyebabkan tanaman tebu tersebut bebas dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen. Tebu varietas BZ 134 yang akan dijadikan sampel diambil dari beberapa lokasi di PTPN II Sei Semayang.

Jamur endofit diperoleh dengan mengisolasi akar, batang, dan daun tanaman tebu yang sehat. Sterilisasi bagian tanaman dilakukan secara bertahap dengan merendam selama 60 detik dalam alkohol 70%, NaOCl 3% selama 60 detik, dan etanol 70% selama 30 detik. Kemudian dibilas sebanyak dua kali dengan aquades steril dan dikeringkan di atas kertas saring steril. Bagian tanaman dibelah untuk ditumbuhkan dalam media PDA. Jamur yang tumbuh dari dalam jaringan tanaman dimurnikan dalam media PDA (Rodriques, 1994).

Identifikasi isolat jamur endofit

Semua jamur endofit yang didapat selanjutnya diidentifikasi dengan melihat ciri makroskopis dan mikroskopis, dengan mengacu pada buku petunjuk klasifikasi Illustrated Genera Imperfect Fungi menurut Barnett dan Hunter (1972)

(36)

dan Illustrated Manual on Identification of Seed-borne Fungi menurut Hyun et al (2004).

Seleksi Jamur Endofit Penghasil Crude Antibiotik

Produksi metabolit antimikroba oleh jamur endofit dilakukan dengan cara menumbuhkannya di dalam medium PDB. Koloni jamur endofit yang telah

diinkubasi pada medium PDA selama 48 jam pada suhu 25oC, diambil 5 cork bore dengan menggunakan jarum ose dan diinokulasikan ke medium PDB dalam Erlenmeyer 100 ml. Kemudian diinkubasi pada suhu 25oC dalam shaker

incubator 130 rpm (Sunarmi, 2010) selama 5-7 hari lalu disaring dengan kertas saring Wattman 041 untuk mendapatkan suspensi antibiotik. Suspensi antibiotik disentrifugasi dengan kecepatan 3800 rpm selama 20 menit. Supernatan dibagi menjadi dua bagian (A dan B) dan diambil untuk sterilisasi dengan cara yaitu sterilisasi autoklaf dan membran filter (Pavithra et al., 2012) :

a. Sterilisasi Autoklaf

Supernatan A dimasukkan ke erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas steril dan aluminium foil, disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121oC selama 15 menit. Hasil tersebut adalah suspensi antibiotik yang digunakan dapat melakukan ekstraksi crude antibiotik.

b. Sterilisasi Membran Filter

Supernatan B disterilisasi dengan membran filter ukuran pori 0,45µm dan 0,22µm sehingga mikroba tertahan dalam pada filter tersebut. Filter ini sebelumnya telah disterilkan dengan autoklaf.. Hasil tersebut adalah suspensi

(37)

antibiotik yang telah steril digunakan agar dapat melakukan ekstraksi crude antibiotik (Abimbola, 2014).

Ekstraksi Crude Antibiotik

Suspensi antibiotik diekstraksi dengan pelarut Chloroform dengan

perbandingan 1:1 (v/v). Campuran pelarut dan suspensi antibiotik dihomogenkan sebelum dimasukkan ke dalam corong pemisah, kemudian didinginkan kedalam lemari pendingin selama 4 jam pada suhu 9-10oC untuk optimalisasi pengikatan pelarut terhadap antibiotik (Tawiah et al., 2012). Campuran pelarut dan suspensi antibiotik ditampung dalam beaker glass (yang telah ditimbang beratnya) dan diuapkan sampai kering di dasar beaker glass, endapan ini adalah crude antibiotik yang perlu diketahui beratnya dengan cara menimbang kembali berat kotor beaker glass untuk menekan berat antibiotik yang diperoleh. Endapan crude antibiotik yang didapatkan diencerkan dengan alkohol 96 % dan simpan botol universal sebagai cairan stok (Abimbola, 2014; Anggraini, 2012).

Berat crude antibiotik = berat kotor beaker glass – berat bersih beaker glass.

Pengujian antagonis crude antibiotik jamur endofit dengan bakteri patogen

Pengujian dilakukan antara X. albilnieans dengan antibiotik jamur endofit yang didapat dalam satu cawan petri yang berdiameter 9 cm. Uji antagonisme dilakukan dengan cara memasukkan koloni dari biakan murni X. albilnieans ke dalam media NA kemudian dituang pada satu cawan petri. Uji aktivitas

antibakteri isolat jamur terhadap bakteri patogen dilakukan dengan metode uji Kirby-Bauer menggunakan kertas cakram. Kertas cakram dibuat dari kertas saring Whatman dengan cara mengguntingnya dengan alat pembolong kertas sehingga didapatkan kertas cakram dengan diameter 6 mm (Cappucino dan Sherman, 1996).

(38)

Secara aseptik, kertas cakram yang sudah disterilkan direndam di dalam supernatan kultur jamur endofit selama 30 menit. Kertas cakram diambil dengan menggunakan pinset steril dan diletakkan di atas medium uji aktivitas antimikroba (medium plat NA). Kemudian diinkubasi selama 18 – 24 jam pada suhu 37oC.

Setelah masa inkubasi selesai, dilakukan pengamatan terhadap zona jernih yang terbentuk dan diukur diameternya. Sampel yang mempunyai potensi

menghasilkan zat antimikroba ditunjukkan dengan adanya zona jernih.

Pertumbuhan jamur diamati setiap hari mulai 1 hari setelah inokulasi (hsi).

Media yang telah dituang dengan bakteri patogen.

Kertas saring yang telah dicelupkan pada suspensi crude antibiotik

Ulangan

Gambar 2. Uji antagonis crude antibiotik dengan patogen

Uji Hipersensitif

Uji hipersensitif adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui patogenesitas jamur endofit (kemampuan menyebabkan penyakit). Teknik pengujian ini dilakukan dengan cara menginokulasikan suspensi jamur endofit pada tanaman sukulen muda menggunakan tanaman tembakau sebagai tanaman indikator untuk uji hipersensitif. kemudian menginkubasikan tanaman tersebut dalam suhu yang sesuai (Schaad, et al., 2000; Suswanto et al. 1996) yaitu suhu 24-260C dan ditempatkan di depan Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Dalam uji ini, respon hipersensitif ditunjukkan yaitu tidak terdapat gejala penyakit pada tanaman tembakau (tanaman tetap sehat). Jaringan daun tembakau

(39)

yang telah diinokulasi dengan suspensi jamur endofit tetap terlihat sehat dan tidak menunjukkan adanya gejala setelah diinkubasi 7 hari (Gambar 6). Berdasarkan uji tersebut, diketahui bahwa, jamur yang berhasil diisolasi dari akar, batang dan daun tanaman tebu tidak menimbulkan gejala pada tanaman tembakau (bersifat tidak patogenik).

Gambar 3. Uji hipersensitif pada daun tembakau setelah inkubasi 7 hari J1 (jamur endofit 1), J2 (jamur endofit 2), J3 (jamur endofit 3), J4 (jamur endofit

4), J5 (jamur endofit 5), J6 (jamur endofit 6), J7 (jamur endofit 7), J8 (jamur endofit 8).

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 3 faktor penelitian yaitu :

1. Faktor pertama Jamur Endofit (J) dengan 8 jenis jamur endofit yaitu : J1 : Jamur Endofit 1 J5 : Jamur Endofit 5

J2 : Jamur Endofit 2 J6 : Jamur Endofit 6 J3 : Jamur Endofit 3 J7 : Jamur Endofit 7 J4 : Jamur Endofit 4 J8 : Jamur Endofit 8

2. Faktor kedua konsentrasi filtrat kultur media jamur endofit/air steril yaitu dengan 4 taraf yaitu :

P1 : 1 x 10 -1

(40)

P2 : 1 x 10 -2 P3 : 1 x 10 -3 P4 : 1 x 10 -4

3. Faktor ketiga metode sterilisasi dengan 2 taraf yaitu : autoklaf (A) dan membran filter (M).

Banyak ulangan yang digunakan adalah tiga (Sudjana, 2005).

Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijkl = µ + Ki + αj+ βk + ᵧl + (αβ)jk + (αᵧ)jl + (β ᵧ)kl + (α β ᵧ)jkl + ∑ijkl ; Dimana :

Yijk = nilai pengamatan dari kelompok ke-I yang memperoleh taraf ke-j dari faktor 1, taraf ke-k dari faktor 2 da taraf ke-l dari faktor 3.

μ = efek nilai tengah populasi

Ki = pangaruh aditif dari kelompok ke-i αj = pangaruh aditif dari taraf ke-j faktor 1 βk = pangaruh aditif dari taraf ke-k faktor 2 ᵧl = pangaruh aditif dari taraf ke-l faktor 3

(αβ)jk = pengaruh interak taraf ke-j faktor 1 dan taraf ke-k faktor 2 (αᵧ)jl = pengaruh interak taraf ke-j faktor 1 dan taraf ke-l faktor 3 (β ᵧ)kl = pengaruh interak taraf ke-k faktor 1 dan taraf ke-l faktor 3 (α β ᵧ)jkl = pengaruh interak taraf ke-j faktor 1, taraf ke-k faktor 2 dan taraf

ke-l faktor 3

ijkl = efek error

(Sastrosupadi, 2000).

Pengujian bio-assay X. albilnieans dan jamur endofit 1. Persiapan media persemaian

(41)

Media persemaian yang digunakan adalah tanah top soil yang terlebih dahulu disterilkan, dimasukkan ke dalam polibeg ukuran 40 cm x 25 cm.

2. Penanaman bibit tebu

Ditanam satu bibit tebu yang berasal dari persemaian berusia 75 hari setiap satu polibeg. Bibit tebu diambil dari Kebun Sei semayang PTPN II dalam bentuk bud chip.

3. Pemeliharaan tanaman

Bibit tebu varietas Bz 134 yang telah tumbuh disiram setiap hari dan dilakukan pencabutan gulma yang tumbuh pada setiap polibag.

4. Aplikasi Crude Antibiotik di lapangan

Aplikasi crude antibiotik dilakukan saat tanaman tebu berumur 21 hari dan isolat X. albilineans dilakukan saat tanaman tebu berumur 28 hari dengan menuang crude antibiotik yang telah diencerkan pada daerah perakaran.

Peubah amatan

1. Identifikasi isolat jamur endofit

Semua jamur endofit yang didapat diidentifikasi dengan melihat ciri makroskopis dan mikroskopis dengan mengacu pada buku petunjuk klasifikasi Illustrated Genera Imperfect Fungi menurut Barnett dan Hunter (1972) dan Illustrated Manual on Identification of Seed-borne Fungi menurut Hyun et al (2004).

2. Zona hambat (mm)

Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona bening yang dihasilkan jamur endofit terhadap X. albilnieans. Setelah masa inkubasi diameter zona bening di sekitar cakram diukur dengan menggunakan kertas millimeter.

Aktifitas ekstrak dapat dilihat dengan adanya zona bening di sekitar cakram.

(42)

Zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram diukur diameter vertikal dan diameter horizontal dengan satuan milimeter (mm). Diameter zona hambat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Zona hambat = A – B Keterangan :

A = Diameter zona bening yang terbentuk (mm) B = Diameter kertas cakram (mm)

(Rante et. al, 2013).

3. Pertambahan Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dimulai sebelum aplikasi jamur endofit dan setelah 1-8 Minggu Setelah Aplikasi (MSA). Pengamatan dilakukan dengan mengukur dari batang di atas permukaan tanah hingga titik tumbuh tertinggi tanaman. Pengamatan dilakukan dengan interval 1 minggu sekali. Pertambahan tinggi tanaman didapat dengan mencari selisih antara tinggi tanaman dua MSA dengan tinggi tanaman satu MSA.

4. Kejadian penyakit (%)

Pengamatan kejadian penyakit dilakukan mulai 1 sampai 8 minggu setelah aplikasi (MSA) X. albilnieans, yaitu dengan mengamati tanaman terserang akibat patogen X. albilnieans pada tanaman tebu. Persentase kejadian penyakit dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

P : persentase serangan penyakit (kejadian penyakit) a : jumlah tanaman yang terserang penyakit

b : jumlah tanaman yang sehat (Champoiseau et al., 2006).

(43)

5 . Keparahan penyakit (%)

Pengamatan keparahan penyakit dilakukan mulai 1 MSA sampai terdapat

tanaman mati, yaitu dengan mengamati respon layu tanaman akibat inokulasi X. albilnieans. Persentase keparahan penyakit dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

Keterangan :

I : intensitas serangan penyakit (keparahan penyakit) ni : jumlah tanaman yang terserang

vi : nilai kategori dari tanaman terserang N : nilai kategori tertinggi

Z : jumlah seluruh tanaman yang diamati

Skala intensitas penyakit layu vaskular bakteri tebu adalah:

0 : tidak ada gejala

1 : gejala nekrotik ringan (panjang < 10 cm) pada satu daun 2 : gejala nekrotik ringan lebih dari satu daun

3 : lebih besar dari gejala nekrotik ringan dan lebih dari satu daun

4 : gejala nekrotik ringan lebih dari satu daun dan gejala nekrotik berat (panjang >

10 cm) pada satu daun

5 : gejala nekrotik berat lebih dari satu daun (Champoiseau et al., 2009).

6. Bobot Basah Akar

(44)

Akar dicuci bersih dengan air mengalir kemudian akar ditiriskan, setelah akar kering kemudian akar ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

7. Bobot Kering Akar

Masing-masing akar diberi label, kemudian dimasukkan kedalam amplop dan diberi label masing-masing perlakuan. Setelah itu akar dikering ovenkan dengan suhu 700C selama 48 jam. Setelah kering akar ditimbang kembali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Identifikasi isolat jamur endofit

Hasil eksplorasi dan identifikasi diperoleh 8 isolat jamur endofit dari akar, batang, dan daun tanaman tebu yang sehat. Ke-8 isolat jamur tersebut

diidentifikasi sebagai berikut :

1. Aspergillus sp. (isolat 1)

Secara makroskopis koloni jamur endofit berwarna hijau kecoklatan, koloni tebal, tepi koloni berwarna hijau tua. Dilihat dari pertumbuhannya dalam waktu tujuh hari diameter koloni hanya mencapai 2 cm serta tepi koloni yang tidak merata. Jamur ini diisolasi dari daun tanaman tebu. Memiliki hifa aseptat,

miselium bercabang. Konidiofor panjang dan membengkak menjadi vesikel pada ujungnya membawa sterigma dimana tumbuh konidia. Memiliki konidia 1 sel, berbentuk bulat dan hialin. Ilyas (2006) menyatakan secara mikroskopis jamur Aspergillus mudah dikenali dan dibedakan dari jamur marga lain, yaitu memiliki konidiofor yang tegak, tidak bersepta, tidak bercabang, dan ujung konidiofor membengkak membentuk vesikel. Pada permukaan vesikel ditutupi fialid yang menghasilkan konidia. Konidia tersusun 1 sel (tidak bersepta), globus, memiliki warna yang beragam, dan tersusun membentuk rantai basipetal. Menurut Permana

(45)

& Kusmiati (2007), ciri-ciri dari Aspergilus antara lain memiliki miselia bercabang (terdapat dibawah permukaan merupakan hifa vegetatif, sedangkan yang muncul di atas permukaan umumnya hifa fertil), koloni kompak konidiofora septap atau non septap, muncul dari foot cell (sel miselium yang membengkak dan berdinding tebal), sterigmata atau fialida biasanya sederhana berwarna atau tidak berwarna, konidia membentuk rantai yang berwarna hijau coklat atau hitam dan beberapa spesies tumbuh pada suhu 37oC atau lebih.

a. Gambar 4a. Fotomikrograf hasil

pengamatan 1. Vesikel

2. Membentuk globus 3. Konidiofor tegak

b Gambar 4b. Fotomikrograf

1.Vesikel

2. Membentuk globus 3. Konidiofor tegak (Silva et al.)

Gambar 4. Aspergillus sp. (isolat 1)

2. Aspergillus sp. (isolat 2)

Koloni berwarna hitam, koloni tebal dan diisolasi dari akar tanaman tebu dan ditumbuhkan pada medium PDA. Memiliki hifa aseptat, konidiofor panjang dan membengkak menjadi vesikel pada ujungnya membawa sterigma dimana tumbuh konidia. Memiliki konidia 1 sel, berbentuk bulat dan hyalin. Menurut Barnett dan Hunter (1998) jamur Aspergillus yang diisolasi, secara visual koloninya tampak

1

2

1

2 3

3

(46)

memiliki lapisan basal berwarna putih hingga kuning dengan lapisan konidiofor yang lebat berwarna coklat tua hingga hitam. Tangkai konidiofor (stipe) tidak berornamentasi/berdinding halus dan berwarna transparan (hialin). Kepala konidia berwarna hitam dan berbentuk bulat. Konidia berbentuk bulat hingga semi bulat, berwarna coklat tua. Konidia terbentuk dari fialid yang menumpang pada metula (tipe biseriate) dan membentuk formasi sikat melingkar (radiate collumnar).

Aspergillus sp. mampu menghasilkan metabolit sekunder yang aktif.

Singh dan Bharate (2005) bahwa secara umum senyawa antimikroba yang

dihasilkan oleh Aspergillus bersifat netral, polar, dan memiliki gugus fenol. Fenol ini mampu mendenaturasikan protein pada dinding dan membran sel bakteri dan fungi. Menurut Maria et al. (2005) cendawan endofit dari genus Aspergillus dapat menghasilkan senyawa antibiotik yang bersifat antagonis dan dapat berperan dalam ketahanan tanaman.

a. Gambar 5a. Fotomikrograf hasil

pengamatan

1. Kepala konidia bulat

2. Terbentuk dari fialid dan melingkar

3. Konidiofor tegak

b. Gambar 5b. Fotomikrograf

1. Kepala konidia bulat

2. Terbentuk dari fialid dan melingkar

3. Konidiofor tegak (Prabavathy dan Nachiyar, 2012)

1 2

3

1 2

3

(47)

Gambar 5. Aspergillus sp. (isolat 2) 3.Penicillium sp. (Isolat 3)

Koloni berwarna hijau tua yang merupakan kumpulan hifa dan di atasnya terdapat serbuk spora. Tepi koloni tidak rata dan berwarna putih berserabut pada medium PDA. Dilihat dari bawah tampak berwarna putih tulang. Jamur ini diisolasi dari batang dan akar tanaman tebu yang ditumbuhkan pada medium PDA. Jamur dengan memiliki konidiofor panjang, konidia bulat seperti bulat telur, dan tumbuh di atas phialid. Konidia terdiri atas 1 sel dan tumbuh berantai, satu konidiofor. Ciri-ciri spesifik Penicillium sp. adalah mempunyai hifa

berseptat, konidia, sterigma, dan konidiospora (Kim et al., 2007). Jamur Penicillium sp. mempunyai hifa berseptat, miselium bercabang, konidiospora septat dan muncul di atas permukaan, kepala yang membawa spora berbentuk seperti sapu dengan sterigma muncul dalam berkelompok, dan konidia

membentuk rantai (Fardiaz, 1989).

a.

Gambar 6a. Fotomikrograf hasil pengamatan

1. Spora berkelompok dan berantai 2. Membentuk seperti sapu

3. Sterigma

1 2

3

Gambar

Gambar 1. Gejala serangan   Sumber : Foto Langsung  Faktor- faktor yang mempengaruhi penyakit
Gambar 3. Uji hipersensitif pada daun tembakau setelah inkubasi 7 hari  J1 (jamur endofit 1), J2 (jamur endofit 2), J3 (jamur endofit 3), J4 (jamur endofit
Gambar 4. Aspergillus sp. (isolat 1)
Gambar 5.  Aspergillus sp. (isolat 2)          3.Penicillium sp. (Isolat 3)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bakteri endofit diisolasi dari batang, daun, akar dari tanaman yang sehat sedangkan jamur patogen diisolasi dari semangka yang terinfeksi anthraknos.. Uji antagonis

Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi isolat bakteri endofit dari tanaman sirih hijau ( Piper betle L.) yang memiliki aktivitas sebagai

UJI ANTAGONISME JAMUR ENDOFIT DARI TANAMAN PADI TERHADAP Cercospora oryzae Miyake DAN Curvularia lunata (Wakk) Boed..

Perlakuan interaksi antara jenis jamur endofit dengan sterilisasi menunjukkan pengaruh yang nyata dan interaksi jamur dengan pengenceran, interaksi antara

Perlakuan interaksi antara jenis jamur endofit dengan sterilisasi menunjukkan pengaruh yang nyata dan interaksi jamur dengan pengenceran, interaksi antara

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, jamur endofit yang telah diisolasi dan diidentifikasi dari akar tanaman kentang mempunyai aktivitas anti jamur terhadap

Bakteri endofit diisolasi dari batang, daun, akar dari tanaman yang sehat sedangkan jamur patogen diisolasi dari semangka yang terinfeksi anthraknos.. Uji antagonis

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk identifikasi jenis dan senyawa kimia antimikroba yang terdapat di dalam isolat jamur endofit hasil isolasi dari