• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Makna Gereja dan Spiritualitas Kristen oleh Jemaat GMIH Bait-El Kao 4.1 Konsep Gereja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. Makna Gereja dan Spiritualitas Kristen oleh Jemaat GMIH Bait-El Kao 4.1 Konsep Gereja"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

4. Makna Gereja dan Spiritualitas Kristen oleh Jemaat GMIH Bait-El Kao 4.1 Konsep Gereja

Menurut Dr. Enklaar, gereja adalah persekutuan orang-orang percaya bersama dengan Kristus.1 Gereja sebagai perkumpulan, perhimpunan dan persekutuan dengan Kristus hadir di tengah-tengah dunia untuk memperdamaikan dan memulihkan hubungan Allah dengan manusia yang rusak oleh karena dosa.2 Namun, berdasarkan data lapangan, penulis melihat bahwa gereja tidak hanya dipahami sebagai persekutuan orang-orang percaya bersama dengan Kristus, tetapi gereja juga diyakini sebagai tempat bagi umat percaya untuk memohon perlindungan dan keselamatan dari Allah. Oleh sebab itu, gedung gereja harus tetap terbuka sekalipun adanya Covid-19. Jemaat sangat percaya bahwa ketika mereka bersekutu di dalam gedung gereja, maka mereka akan terhindar dari Covid-19. Dengan demikian, maka penulis melihat bahwa jemaat sudah memahami makna gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya bersama dengan Kristus, sebagaimana yang disampaikan oleh Dr. Enklaar. Namun, dalam praktiknya lebih daripada sekedar persekutuan. Artinya, bahwa gereja dijadikan sebagai tempat yang sakral, bahkan gereja diyakini sebagai “allah”, sehingga ketika bersekutu di gereja akan menyelamatkan mereka dari berbagai penyakit, termasuk Covid-19.3

Berdasarkan data lapangan, penulis melihat bahwa hampir semua narasumber (jemaat) memahami gereja sebagai Rumah Tuhan, tempat persekutuan umat percaya bersama dengan Kristus. Hal ini sama dengan dua fungsi gereja yang dijelaskan pada bagian teori , yakni: gereja sebagai tempat keberadaan Ilahi dalam imajinasi insani, dan yang kedua sebagai tempat perhimpunan, perkumpulan dan persekutuan orang-orang percaya. Bagi penulis, pemahaman jemaat tentang gereja yang seperti inilah, yang menjadi kekuatan bagi mereka kontra dengan penutupan gedung gereja akibat Covid-19. Bahkan, gereja dipahami sebagai “surat terbuka dari Tuhan kepada manusia”, baik berisi kabar sukacita maupun teguran. Oleh karena itu, dalam situasi dan kondisi apapun gedung gereja harus tetap terbuka bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya.

Menurut penulis, pemahaman jemaat tentang gereja seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya justru akan memudahkan mereka terjangkit Covid-19. Namun, bagi narasumber (jemaat), menutup gereja berarti memutuskan hubungan kita sebagai orang-orang

1 C. De Jonge, Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm 23.

2 Clifford Green: diterjemahkan oleh Marie-Claire Barth, Karl Bart: Teolog Kemerdekaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm 292.

3 Berdasarkan Data Wawancara, hlm 4.

(2)

2

percaya dengan Tuhan. Berdasarkan penjelasan itulah, maka penulis melihat terjadi pro-kontra antara pemahaman jemaat tentang gereja dan teori yang disampaikan dalam bab 2, khususnya pada paragraf awal yang menjelaskan bahwa gereja berasal dari bahasa Yunani Kuno

“Ekklesia” yang berarti perkumpulan, perhimpunan, atau peristiwa “memanggil keluar”. 4 Sedangkan, jemaat memahami gereja lebih dari sekedar perkumpulan orang-orang percaya dengan Kristus, melainkan sampai pada “meng-tuhankan” gereja. Hal ini dilihat dari respon jemaat tentang gereja itu sendiri. Jemaat menjadikan gereja sebagai Rumah Tuhan yang suci dan kudus, sehingga tidak bisa dikotori dan dicemari oleh apapun. Bahkan, gereja dijadikan sebagai tempat sakral yang ampuh menghilangkan penderitaan dan penyakit yang mereka derita. Walaupun demikian, jemaat tetap menyadari bahwa gereja adalah umat yang berdosa.

Mereka juga menyadari bahwa umat yang telah berdosa itu dipanggil Tuhan untuk menyucikan mereka dari dosa-dosa yang diperbuatnya. Bagi mereka yang telah diampuni dosa dan kesalahan-nya diajak untuk selalu bersekutu dengan-Nya, di dalam Rumah-Nya, yaitu gedung gereja.

Berdasarkan data lapangan yang diperoleh berkaitan dengan makna gereja, ada beberapa jemaat yang memiliki pemahaman bahwa gereja yang sesungguhnya hadir di dunia untuk menyuarakan kabar baik dan kabar sukacita yang berasal dari Allah. Oleh sebab itu, gedung yang dibangun sebagai tempat persekutuan, tempat menyampaikan dan mendengarkan kabar sukacita, harus benar-benar menjadi media untuk memperluas karya-karya-Nya bagi seluruh umat. Dalam hal ini, mereka menyadari bahwa gedung gereja yang dibangun tanpa adanya persekutuan, tanpa adanya pemberitaan tentang kabar sukacita dari Allah, maka itu tidak bisa disebut sebagai gereja. Gereja tidak bisa kehilangan identitas dan ciri khasnya sebagai gereja. Gereja tidak bisa dipahami sebatas gedungnya saja, tetapi gereja adalah orang- orang percaya yang bersatu, bersaksi dan melayani.

Beberapa narasumber (jemaat) sudah menyadari bahwa gereja yang sesungguhnya adalah bersekutu, dalam teori disebut “menampakan keesaan tubuh Kristus”, bersaksi, dalam teori disebut “memberitakan Injil”, melayani, dalam teori disebut “melaksanakan pelayanan dalam kasih dan menegakkan keadilan.” Dengan demikian, gereja tidak hanya dijadikan sebagai tempat memohon perlindungan dan keselamatan dari Allah, tetapi gereja hadir untuk

4 Yusak B. Setyawan, Eklesiologi, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2013), hlm 9.

(3)

3

memperkenalkan Allah bagi seluruh dunia, dan melayankan pelayanan bagi sesama umat ciptaan-Nya.5

Berdasarkan penjelasan tentang gereja di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa jemaat Bait-El Kao dalam hal ini narasumber, sebagian telah memahami gereja sebagaimana yang dijelaskan dalam teori, yakni gereja sebagai perkumpulan, perhimpunan, persekutuan orang-orang percaya bersama dengan Allah di dalam Kristus. Oleh sebab itu, gereja harus hadir di tengah-tengah dunia untuk bersekutu, bersaksi, dan melayani Tuhan dan sesama umat ciptaan-Nya. Namun, ada beberapa yang memiliki pemahaman yang tidak sesuai dengan teori yakni gereja dipahami sebagai Rumah Tuhan, tempat manusia memperoleh perlindungan dan keselamatan dari berbagai penderitaan dan penyakit, termasuk Covid-19. Bahkan, ada yang berpengalaman sembuh dari sakit ketika bersekutu di gereja. Hal ini hanya diperoleh jemaat yang sungguh-sungguh memberi diri sepenuhnya untuk bersekutu dengan-Nya. Dengan demikian, penulis mendapatkan pengetahuan baru dari jemaat tentang makna gereja, yang sama sekali tidak tertulis dalam teori.

Gereja sebagai persekutuan orang beribadah bersama dengan Kristus hadir di tengah- tengah dunia untuk memperdamaikan dan memulihkan hubungan Allah dengan manusia yang rusak karena dosa.6 Menurut Hoon dalam bukunya James F. White, mengatakan bahwa ibadah adalah bentuk penyataan diri Allah dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadapNya.

Melalui FirmanNya, Allah menyingkapkan dan mengkomunikasikan keberadaanNya dan ajaranNya kepada manusia.7 Ibadah secara umum dilaksanakan pada hari Minggu yang diyakini sebagai hari kebangkitan Tuhan Yesus. Akan tetapi, ibadah tidak terbatas pada hari Minggu saja, tapi pada hari-hari lain pun ibadah bisa dilaksanakan.

Dalam kehidupan warga jemaat GMIH Bait-El Kao, hampir semua narasumber yang penulis wawancarai mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Hoon dalam bukunya James F. White, bahwa ibadah adalah bentuk penyataan diri Allah dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadapNya. Ibadah diyakini sebagai salah satu cara agar manusia dapat berelasi dan membangun hubungan yang intim dengan Tuhan. Bahkan, di tengah-tengah kesibukan pun mereka harus memberikan waktu untuk beribadah kepada-Nya.

Mereka menyadari bahwa Tuhan telah meng-anugerahkan nafas kehidupan, sehingga dapat

5 Berdasarkan Data Wawancara, hlm 5.

6 Clifford Green: diterjemahkan oleh Marie-Claire Barth, Karl Bart: Teolog Kemerdekaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm 292.

7 James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hlm 7.

(4)

4

melakukan berbagai tugas dan tanggung jawab. Oleh sebab itu, pada waktu kebaktian Minggu, mereka harus berhenti beraktifitas untuk mengikuti persekutuan ibadah. Dalam persekutuan tersebut, jemaat memuji dan memuliakan Nama-Nya serta mengucap syukur atas kebaikan Tuhan dalam hidupnya. Dengan demikian, penulis melihat bahwa ibadah dijadikan jemaat sebagai media membangun hubungan yang intim dengan Tuhan, menjaga relasi jemaat dengan Tuhan tetap terjaga dengan baik.

Ibadah tidak terbatas pada hari Minggu saja, sebagaimana yang dikatakan oleh James F. White dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Ibadah Kristen”. Gereja dalam hal ini pelayan Tuhan menyadari akan hal itu, sehingga pelaksanaan ibadah tidak dibatasi hanya pada hari Minggu, yang diyakini sebagai hari kebangkitan Yesus Kristus. Namun, gereja juga menjadwalkan ibadah-ibadah kategorial, yakni: ibadah sekolah Minggu dan remaja yang dilaksanakan pada hari Minggu, ibadah pemuda yang dilaksanakan pada hari Selasa, ibadah rumah tangga yang dilaksanakan pada hari Rabu, dan ibadah keluarga pelayan yang dilaksanakan sekali dalam sebulan.

Menurut J.L.Ch. Abineno, Gereja sebagai persekutuan orang beribadah tidak terbatas pada gedung yang mewah, tetapi di rumah pun jemaat dapat melaksanakan ibadah. Dalam Perjanjian Baru, rumah (oikos) bukan saja tempat manusia berdiam diri, tetapi juga tempat mereka berkumpul sebagai persekutuan. Hal ini dapat dilihat dalam Kitab Kisah Para Rasul 1:13-14.8 Berdasarkan data lapangan, hampir semua narasumber (jemaat) memiliki pemahaman yang sama seperti yang dijelaskan oleh Abineno bahwa persekutuan ibadah tidak terbatas pada gedung yang mewah (gedung gereja), tetapi di mana saja, termasuk di rumah pun ibadah bisa dilaksanakan. Akan tetapi, dalam praktiknya jemaat tidak benar-benar konsisten dengan apa yang mereka ucapkan. Hal ini dapat dilihat dalam bab 3 tentang penutupan gedung gereja karena Covid-19 dan ibadah Minggu dialihkan di rumah masing-masing, maka hampir semua warga jemaat kontra akan hal itu. Bahkan, ada jemaat yang memalang pintu gereja karena marah kepada Pendeta yang menutup sementara gedung gereja akibat Covid-19.

Menurut Penulis, gereja dalam hal ini pelayan Tuhan harus lebih memperhatikan jemaat yang memiliki pemikiran seperti yang dijelaskan pada paragraf di atas. Gereja mengakui bahwa telah memberikan edukasi kepada warga jemaat tentang makna gereja sampai pada mendatangi rumah mereka. Namun, dalam kenyataan lapangan penulis melihat bahwa edukasi yang

8 J. L. Ch. Abineno, Jemaat: Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayan-Pelayannya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), hlm 64-65.

(5)

5

diberikan gereja terhadap warga jemaat masih sangat kurang, sehingga masih ada jemaat yang belum memahami makna dari gereja itu sendiri. Hal ini bisa dikatakan bahwa gereja belum secara aktif memberikan edukasi kepada semua warga jemaat tentang makna gereja. Bagi penulis, gereja harus berperan secara aktif dalam memberikan pemahaman-pemahaman kepada warga jemaat, khususnya kepada warga jemaat yang kurang memahami makna gereja. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi pemalangan gedung gereja kedua kalinya, yang dilakukan oleh warga jemaat itu sendiri.

4.2 Konsep Spiritualitas Kristen

Spiritualitas Kristen merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan keimanan orang-orang percaya kepada Tuhan, atau dengan kata lain, spiritualitas Kristen berkaitan dengan relasi manusia dengan Tuhan. Spiritualitas lahir dari pengalaman iman seseorang berjumpa dengan-Nya melalui persekutuan ibadah, membaca firman dan doa. Namun, berdasarkan data yang diperoleh di masa pandemi Covid-19 banyak Komunitas Kristen Ambon mengalami shock spiritualitas, karena tidak dapat menjalankan kegiatan peribadahan di gedung gereja, tidak bisa mendengar khotbah Pendeta secara langsung.9 Hal yang sama juga terjadi pada warga jemaat GMIH Bait-El Kao bahwa kebaktian minggu yang dilaksanakan di rumah justru mempengaruhi spiritualitas warga jemaat. Hal ini dilihat dari respon jemaat bahwa tidak merasakan adanya hadirat Tuhan ketika beribadah di rumah. Berdasarkan teori yang dijelaskan bahwa spiritualitas seseorang lahir dari pengalaman iman-nya dengan Tuhan, melalui praktik- praktik seperti doa, meditasi dan persekutuan.10 Namun, hal ini tidak didapatkan oleh warga jemaat yang beribadah di rumah. Bahkan, ada jemaat yang mengatakan bahwa ibadah di rumah terlihat hanya biasa-biasa saja, berbeda ketika beribadah di gedung gereja lebih terasa Tuhan hadir di tengah-tengah mereka yang datang bersekutu dan beribadah kepada-Nya.

Bersekutu dan beribadah adalah bentuk penghormatan manusia kepada Allah. Oleh sebab itu, seharusnya di mana pun umat bersekutu, memuji dan memuliakan Nama-Nya, maka disitu juga Ia hadir di tengah-tengah mereka. Namun, dalam kenyataan lapangan, beberapa warga jemaat mengatakan bahwa ibadah dalam hal ini kebaktian minggu harus dilaksanakan di gedung gereja bukan di rumah. Mengapa demikian? Bagi mereka, persekutuan antara umat dengan Allah tidak dirasakan ketika beribadah di rumah. Dengan demikian, ibadah yang

9 Delsylia Tresnawati Ufi, dkk, Antologi: Multi Perspektif Keilmuan di Masa Pandemi Covid-19, (Yogyakarta:

Grup Penerbit CV Budi Utama, 2021), hlm 5-6.

10 B.F. Drewes & Julianus Mojau, Apa itu Teologi?: Pengantar ke dalam Ilmu Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), hlm 28.

(6)

6

dilakukan tidak menjadi sakral, karena kehadiran Tuhan tidak dirasakan oleh warga jemaat yang beribadah di rumah.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa jemaat belum terlalu memahami makna dari gereja dan ibadahnya. Pemahaman jemaat akan gereja masih sebatas gedung sebagai rumah Tuhan, sehingga kegiatan peribadahan harus dilakukan di gedung gereja. Bahkan, gereja dijadikan sebagai tempat yang sakral, sehingga spiritualitas dalam hal ini relasi antara jemaat dengan Allah hanya dirasakan ketika beribadah di gedung gereja. Sedangkan, jika dilihat dalam teori, ibadah tidak terbatas pada gedung yang mewah seperti gedung gereja, melainkan kapan dan di mana umat percaya itu berada untuk melakukan persekutuan ibadah, maka disitu juga Allah hadir bersama-sama dengan mereka.

Spiritualitas dapat disebut sebagai cara manusia mengamalkan seluruh kehidupannya sebagai seorang beriman yang berusaha menjalankan hidupnya sesuai dengan kehendak-Nya.

Cara untuk mencapai semuanya itu, maka manusia harus membangun hubungannya dengan Tuhan melalui persekutuan ibadah, membaca dan mendengarkan firman-Nya, memuji dan memuliakan Nama-Nya, serta berdoa. Berdasarkan data lapangan, persektuan ibadah yang dilakukan di dalam gedung gereja adalah cara jemaat untuk mengamalkan seluruh kehidupannya kepada Sang Pemilik hidup. Selain itu, beribadah di gereja juga dipahami sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan yang telah memelihara hidup, bersyukur atas berkat yang selalu diberikan Tuhan kepada mereka. Oleh sebab itu, mereka menyadari harus membalas kebaikan-Nya dengan cara memberikan apa yang menjadi milik-Nya yaitu persepuluhan. Jemaat memahami bahwa dengan selalu beribadah dan memberikan apa yang menjadi hak milik-Nya, maka disitulah spiritualitas mereka terbentuk dengan baik, relasi serta hubungan yang intim dengan Tuhan akan terbentuk dengan baik.

Jemaat sebagai umat yang percaya kepada Kristus tidak bisa dibuktikan melalui kata- kata saja, tetapi juga harus berdasarkan pada tindakan nyata. Tindakan yang mencerminkan kasih Kristus. Cara supaya jemaat sebagai orang-orang percaya bisa memahami dan mengenal kasih Kristus yaitu melalui ibadah. Berdasarkan data lapangan, jemaat memahami bahwa dengan beribadah akan membentuk spiritualitas mereka dengan baik. Dengan beribadah akan membentuk relasi mereka dengan Kristus menjadi lebih baik. Dengan beribadah, maka mereka akan memahami karya-karya Allah di dalam Yesus Kristus yang disampaikan oleh Pendeta sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci (Alkitab).

(7)

7

Alkitab mengajarkan banyak hal tentang kebaikan-Nya dan salah satunya adalah kasih.

Warga jemaat memahami bahwa sebagai orang-orang percaya mereka harus mencerminkan tindakan Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya ialah kasih. Mereka percaya bahwa Allah sudah lebih dahulu mengasihi manusia, sehingga mengorbankan Anak-Nya, Yesus Kristus, datang ke dunia untuk menyelamatkan seluruh umat-Nya. Oleh sebab itu, mereka juga harus mencerminkan kasih-Nya dengan cara mengasihi sesama. Ketika mereka mampu melakukan semuanya itu, maka mereka dapat dikatakan sebagai orang yang beriman, yang mampu menjalankan hidupnya sesuai dengan kehendak-Nya.

Berdasarkan hasil wawancara, mereka mengatakan bahwa orang-orang yang mampu menjalankan kehendak-Nya adalah orang-orang yang dengan sungguh-sungguh beribadah kepada-Nya. Beribadah tidak terbatas pada gedung yang mewah, tetapi di mana umat itu berkumpul untuk melaksanakan persekutuan, maka disitulah Ia hadir di tengah-tengah mereka.11 Namun, berdasarkan data lapangan, apa yang yang dikatakan jemaat tidak sesuai dengan tindakan mereka. Mengapa penulis mengatakan demikian? Karena jemaat sebagai narasumber memahami bahwa persekutuan dapat dilakukan di mana saja, tetapi ketika gedung gereja ditutup dan ibadah dialihkan ke rumah masing-masing, maka terjadi kontra antara jemaat dengan para pelayan Tuhan (Pendeta dan Majelis). Jemaat marah dengan adanya penutupan gedung gereja, karena gereja dijadikan sebagai tempat yang sakral.12 Bahkan, jemaat mengatakan bahwa spiritualitas mereka akan terbentuk dengan baik apabila beribadah di gereja. Beribadah di gereja lebih terasa Tuhan hadir dalam persekutuan yang mereka lakukan.13

Berdasarkan pemahaman jemaat seperti yang dijelaskan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa: Pertama, ibadah yang seharusnya tidak bisa dibatasi pada gedung yang mewah dalam hal ini gedung gereja, sebagaimana dijelaskan dalam teori, tapi dalam realita lapangan justru gedung gereja menjadi tempat yang sakral, tempat yang seharusnya persekutuan ibadah itu dilakukan. Kedua, spiritualitas lahir dari pengalaman iman manusia bertemu dengan Allah melalui persekutuan ibadah yang tidak terbatas pada gedung gereja saja, tetapi di mana saja umat bersekutu dan beribadah dengan sungguh-sungguh, maka spiritualitas- nya akan terbentuk dengan baik. Spiritualitas seseorang akan terbentuk dengan baik apabila ia dengan kesungguhan hati membangun hubungan yang intim dengan-Nya melalui gereja atau persekutuan yang memuji dan memuliakan Nama-Nya. Namun, dalam kenyataan lapangan,

11 Berdasarkan Data Wawancara, hlm 6.

12 Berdasarkan Data Wawancara, hlm 3-4.

13 Berdasarkan Data Wawancara, hlm 6.

(8)

8

spritualitas jemaat hanya terbentuk dengan baik apabila mereka beribadah di gedung gereja.

Sedangkan, beribadah di rumah tidak. Bahkan, hadirat Tuhan tidak dirasakan jemaat apabila beribadah di rumah.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

ANALISIS TENTANG FAKTOR KESULITAN MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN STUDI DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN DPTS FPTK UPI.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Retribusi yang kita bayarkan setiap kali parkir/ seharusnya bisa dikelola dengan lebih baik// Karena. meskipun Cuma 500 rupiah/ tapi bila diakumulasi/ angka pendapatan parkir

Menurut (Tatik Suryani, 2013: 86) mengatakan citra merek mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi perilaku pembelian. Konsumen yang mempuntai citra yang positif

Melalui kegiatan menulis, siswa dapat membuat peta pikiran tentang pengaruh alat transportasi modern terhadap peyebaran hasil produksi pada kehidupan masyarakat dengan

Itulah di antara pendapat yang muncul dalam launching buku Menelanjangi Infotainment dan Media-Media Pembunuh Masyarakat karya mahasiswa Jurnalistik dan Studi Media Ilmu

Manfaat kegiatan bagi Petani jamur adalah mengetahui teknik penanganan pasca panen jamur kuping dan jamur tiram sehingga dapat memproduksi produk yang

Trasmisson merupakan paket pengiriman data atau komunikasi yang di kirimkan melalui sinyal yang di sediakan dari operator jaringan sedangkan TCP/IP (Transmission