• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN INTENSI BERSELINGKUH PADA PRIA DAN WANITA YANG BERPACARAN JARAK JAUH. SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN INTENSI BERSELINGKUH PADA PRIA DAN WANITA YANG BERPACARAN JARAK JAUH. SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN INTENSI BERSELINGKUH PADA PRIA DAN WANITA YANG BERPACARAN JARAK JAUH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

ALIFAH NABILAH DARA 161301182

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

Gambaran intensi berselingkuh pada pria dan wanita yang berpacaran Jarak Jauh Alifah Nabilah Dara dan Juliana Irmayanti Saragih

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK.

Salah satu tugas perkembangan dewasa awal adalah menjalin hubungan intim atau disebut dengan berpacaran yaitu suatu hubungan antara pria dan wanita dengan adanya ketertarikan emosi maupun fisik dengan tujuan saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain. Namun, terdapat beberapa faktor penyebab pasangan terpisah secara jarak yang disebut dengan pacaran jarak jauh. Dengan adanya permasalahan yang tidak terselesaikan dan juga kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam pacaran jarak jauh dapat menimbulkan intensi berselingkuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran intensi berselingkuh pada pria dan wanita yang berpacaran jarak jauh. Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif dengan skala intensi berselingkuh berdasarkan aspek- aspek Ajzen. Subjek penelitian ini adalah pria dan wanita yang berpacaran jarak jauh sebanyak 208 orang dengan teknik pengambilan sampel accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar individu yang berpacaran jarak jauh memiliki intensi berselingkuh dalam kategori sedang dengan intensi berselingkuh pria lebih tinggi dari pada wanita dan intensi berselingkuh tertinggi berada pada rentang hubungan berpacaran jarak jauh 5-7 tahun.

.

Kata Kunci : Pria, Wanita, Pacaran Jarak Jauh, Intensi Berselingkuh

(5)

Description of intention infidelity in men and women who dating in long distance relationship

Alifah Nabilah Dara dan Juliana Irmayanti Saragih Faculty of Psychology University of Sumatera Utara

ABSTRACT

One of the developmental tasks of early adulthood is to establish intimate relationships or called as relationship between men and women with emotional and physical attraction with the aim of getting to know each other. However, there are several factors that cause couples to be separated by distance, which is called long-distance relationship. With unresolved problems and unmet needs in long-distance dating, it can lead to the intensity of having an affair. This study aims to describe the intensity of cheating on men and women who do long distance relationship. This research method is a descriptive quantitative method with a cheating intensity scale based on Ajzen aspects. The subjects of this study were men and women who did long distance as many as 208 people with accidental sampling technique. The results showed that most of the individuals who were in long distance relaionship had the intensity of having an affair in the moderate category with the intensity of having an affair with men being higher than women and the highest intensity of infidelity in a long distance relationship range of 5-7 years.

Keywords : Men, Women, Long Distance Relationship, Intention of infidelity

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya serta telah memberikan kenikmatan, kesehatan, diberi kemudahan dan kelancaran untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Intensi Berselingkuh pada Pria dan Wanita yang Berpacaran Jarak Jauh” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan terutama dibidang Psikologi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari adanya kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Zulkarnain, Ph. D, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara beserta Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A., Psikolog, Bapak Ferry Novliadi, M.Si, dan Ibu Hasnida S.Psi., M.Si., Ph. D, Psikolog selaku Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kak Juliana Irmayanti Saragih, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi saya di Fakultas Psikologi Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat, arahan serta nasihat dan tetap terus membimbing dan memberikan ide, kritik dan saran bagi penulis dari awal hingga akhir.

3. Ibu Hasnida S.Psi., M.Si., Ph. D, Psikolog dan kak Rahma Fauzia M.Psi., Psikolog selaku dosen penguji yang senantiasa menyediakan waktunya untuk membimbing serta memberikan masukan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik.

(7)

4. Ibu Dian Ulfasari, M. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat, arahan, nasihat dan selalu mendengarkan keluh kesah penulis dari awal bimbingan perkuliahan hingga akhir.

5. Seluruh jajaran Bapak/Ibu dosen pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas segala ilmu, pengarahan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

6. Kepada ayahanda penulis, Muhammad Aguan Edi dan ibunda penulis, ibu Dian Nurul Anzely selaku kedua orangtua penulis yang sangat penulis sayangi dan cintai, terimakasih yang tak terhingga atas segalanya yang telah diberikan oleh kedua orangtua penulis sedari dulu hingga sampai saat ini, sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini.

7. Kepada kakak, abang dan adik penulis, Andiany Putri Merdekawaty, S.H, M.Kn., Alif Nabiel Luqman, S.T dan Mahadika Nafiz Luqman, yang sering bertengkar dengan penulis namun tetap akan tertawa kembali, yang menjadi pendorong penulis untuk tetap semangat dalam proses perkuliahan untuk tidak menyerah dalam kondisi apapun.

8. Sahabat-sahabat terdekat penulis (Yasmin, Dhita, Marsha, Saras, Chyntia, Sasa, Anggi, Opi) yang telah memberikan banyak kenangan manis, dukungan, kasih sayang dan semangat yang selalu menghibur dikala penulis penat di perkuliahan serta selalu mau mendengarkan cerita sedih maupun bahagia penulis.

9. Kepada sahabat-sahabat yang telah membantu penulis dalam perkuliahan hingga masa skripsi dari awal hingga akhir (Endah, Melin, Dhita, Dinda, Glory, Fadhil,

(8)

Andar, Filip) terimakasih atas bantuan dan waktunya dan kepada feby selaku teman seperdopingan yang telah berjuang bersama dalam penyelesaian skripsi.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2016 “Generasi Ideal” yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas cerita serta pengalaman manis mulai dari ospek hingga selesai perkuliahan, semoga kita bisa bertemu kembali dalam keadaan yang sudah sukses dan hebat.

11. Muhammad Rizki Purba selaku orang yang tetap mengingatkan dan menguatkan penulis untuk tetap menyelesaikan skripsi. Bapak Rajamin Purba serta Ibu Suryani selaku kedua orang tua rizki yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian skrispi ini.

12. Kepada para teman-teman yang sudah membantu menyebarkan kuisioner penelitian dan kepada para responden yang telah membantu penulis mengisi kuisioner penelitian, tanpa kalian penulis tidak akan bisa sampai pada tahap ini.

13. Kepada PEMA Fakultas Psikologi USU 2020 atas kesempatan berharganya untuk menambah pengalaman diluar perkuliahan.

14. Para senior dan junior yang selalu memberikan dukungan dan semangat sehingga kehidupan kampus penulis menjadi lebih berwarna.

15. Semua pihak yang terlibat dalam pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu maupun mendoakan penulis, saya ucapkan terimakasih semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.

16. Terima kasih kepada diri sendiri yang telah bertahan hingga saat ini, untuk tetap menjadi pribadi yang baik, dan tidak pernah menyerah dalam menghadapi situasi apapun, tidak pernah menyerah walaupun merasa lelah dan berbagai masalah yang datang menghampiri, kamu luar biasa, kamu hebat, dan selamat kepada diri sendiri.

(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini agar hasilnya mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak, pembaca dan masyarakat.

Medan, 6 Agustus 2021 Penulis

Alifah Nabilah Dara 161301182

(10)

DAFTAR ISI

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

1) Manfaat Teoritis ... 13

2) Manfaat Praktis ... 13

E. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II ... 15

LANDASAN TEORI ... 15

A. Intensi Berselingkuh ... 15

1. Definisi Berselingkuh... 15

2. Faktor Perselingkuhan ... 16

3. Tipe Perselingkuhan ... 18

B. Intensi ... 20

1. Definisi Intensi. ... 20

2. Aspek-aspek Intensi ... 20

3. Faktor-faktor Pengontrol Intensi ... 21

C. Intensi Berselingkuh... 23

1. Definisi Intensi Berselingkuh ... 23

2. Faktor Intensi Berselingkuh ... 24

D. Pacaran Jarak Jauh ... 25

1. Definisi Pacaran Jarak Jauh ... 25

2. Faktor penyebab pacaran jarak jauh ... 27

3. Komponen hubungan berpacaran ... 27

E. Harapan Pria dan Wanita dalam pacaran jarak jauh ... 28

F. Pemenuhan pada pacaran jarak jauh... 29

G. Gambaran Intensi Berselingkuh pada Pacaran Jarak Jauh ... 30

METODE PENELITIAN ... 33

(11)

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 33

C. Definisi Operasional... 33

D. Subjek Penelitian ... 35

1. Populasi ... 35

2. Sampel ... 35

E. Teknik Sampling ... 35

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 36

1. Metode ... 36

2. Alat Pengumpulan Data ... 36

G. Validitas ... 37

H. Uji Reliabilitas ... 38

I. Uji daya beda aitem ... 38

J. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 38

K. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 39

1. Persiapan penelitian ... 39

2. Pelaksanaan penelitian ... 40

3. Pengolahan data ... 40

L. Metode Analisis Data ... 40

BAB IV... 42

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Analisa Data ... 42

1. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 42

2. Hasil Penelitian ... 46

3. Perbandingan Nilai Empirik berdasarkan Data Tambahan Responden ... 49

B. Pembahasan ... 51

BAB V ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 68

(12)

DAFTAR TABEL

Bagan 1 Kerangka Berpikir ... 32

Tabel 3. 1 Penentuan Skor Skala Likert ... 36 Tabel 3. 2 Kategorisasi Norma ... 37 Tabel 3. 3 Blue Print Skala Intensi Berselingkuh Pada Pria dan Wanita yang Berpacaran Jarak Jauh Sebelum Uji Coba ... 37 Tabel 3. 4 Tingkat Realibiltas Intensi Berselingkuh per Dimensi Sebelum Uji Coba... 38 Tabel 3. 5 Tingkat Realibiltas Intensi Berselingkuh per Dimensi Setelah Uji Coba ... 39 Tabel 3. 6 Blue Print Skala Intensi Berselingkuh Pada Pria dan Wanita yang Berpacaran Jarak Jauh Setelah Uji Coba ... 39

Tabel 4. 1 Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin 42

Tabel 4. 2 Responden Penelitian Berdasarkan Usia 43

Tabel 4. 3 Responden Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan 43 Tabel 4. 4 Responden Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir 43 Tabel 4. 5 Responden Penelitian Berdasarkan Lama Menjalani Pacaran Jarak Jauh 44 Tabel 4. 6 Responden Penelitian Berdasarkan Intensitas Bertemu 44 Tabel 4. 7 Responden Penelitian Berdasarkan Lama Waktu Tidak Bertemu 45

Tabel 4. 8 Responden Penelitian Berdasarkan Jarak 45

Tabel 4. 9 Perbandingan Nilai Hipotetik dan Empirik Variabel Intensi Berselingkuh 46 Tabel 4. 10 Perbandingan Nilai Hipotetik dan Empirik Per- Aspek 46

Tabel 4. 11 Kategorisasi Norma Penelitian 46

Tabel 4. 12 Kategorisasi Intensi Berselingkuh Pada Individu 47

Tabel 4. 13 Kategorisasi Intensi Berselingkuh Per-Aspek 47

Tabel 4. 14 Perbandingan Nilai Hipotetik dan Empirik Berdasarkan Jenis Kelamin 48

Tabel 4. 15 Kategorisasi Norma Penelitian 48

Tabel 4. 16 Kategorisasi Hasil Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin 48

Tabel 4. 17 Perbandingan Nilai Empirik Berdasarkan Usia 49

Tabel 4. 18 Perbandingan Nilai Empirik Berdasarkan Status Pekerjaan 49 Tabel 4. 19 Perbandingan Nilai Empirik Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir 49 Tabel 4. 20 Perbandingan Nilai Empirik Berdasarkan Lama Menjalani Pacaran Jarak Jauh 50 Tabel 4. 21 Perbandingan Nilai Empirik Berdasarkan Frekuensi Bertemu 50

(13)

Tabel 4. 22 Perbandingan Nilai Empirik Berdasarkan Lama Waktu Tidak Bertemu 50

Tabel 4. 23 Perbandingan Nilai Empirik Berdasarkan Jarak 51

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa awal yang dimulai pada usia 18-40 tahun adalah menjalin hubungan romantis atau yang sering disebut dengan berpacaran (Hurlock, 1980). Albino dan Cooper (Florseheim, 2003) menyatakan bahwa hubungan berpacaran adalah hubungan serius dengan melibatkan perasaan romantis terhadap orang lain.

Degenova & Rice, (2005) mengatakan bahwa pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana pria dan wanita bertemu dan melakukan aktivitas tertentu bersama agar dapat mengenal satu sama lain. Paul dan Whita (Santrock, 2003) menyebutkan fungsi berpacaran adalah memilih pasangan, sebagai sumber status, untuk bersosialisasi dan rekreasi.

Berpacaran dikenal sebagai bentuk hubungan kedekatan yang intim antara laki-laki dan perempuan (Pratiwi, 2017). Sehingga dapat disimpulkan bahwa berpacaran adalah serangkaian aktivitas bersama dan cenderung diwarnai keintiman serta adanya ketertarikan emosi maupun fisik antara pria dan wanita yang belum menikah, dengan tujuan saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum melanjutkan ke jenjang berikutnya.

Pacaran pada umumnya terbagi menjadi dua tipe yaitu Proximal Relationship dan Long Distance Relationship (Hampton, 2001). Proximal Relationship dikenal sebagai pacaran lokal, yaitu pasangan yang menjalin hubungan pacaran berada pada lokasi kota yang sama. Sebaliknya, Long Distance Relationsip adalah pacaran yang sering disebut juga sebagai pacaran jarak jauh karena pasangan berada pada lokasi kota yang berbeda, seperti berbeda kota, pulau atau negara.

(15)

Suwito (2013) mengatakan bahwa pacaran jarak jauh merupakan hubungan romantis yang dijalin oleh dua orang individu sebagai usaha untuk memenuhi tugas perkembangannya namun berada pada dua lokasi yang berbeda. Mayntz (2006) mengatakan bahwa pacaran jarak jauh terjadi karena adanya faktor tertentu yang memaksa suatu hubungan terpisahkan oleh jarak, selain itu ada juga hubungan yang mulai dibentuk walau terpisahkan oleh jarak.

Jenis hubungan ini bisa dimulai melalui berbagai cara seperti situs perjodohan, relasi teman, sahabat, maupun ruang chatting media sosial. Meitzner (Kurniati, 2015) mengkategorikan sebuah hubungan jarak jauh apabila individu tinggal 80 km jauhnya dari pasangan dan dalam jangka waktu setidaknya tiga bulan tidak bertemu karena urusan masing-masing, dan tetap berkomunikasi dengan pasangan menggunakan telepon, email, serta teknologi komunikasi lainnya

Kemudian baik pacaran jarak dekat ataupun jarak jauh umumnya tetap memiliki berbagai macam permasalahan. Dalam pacaran proximal masalah yang dihadapi yaitu pertengkaran, kecemburuan, salah paham, perbedaan cara pandang, bosan/ jenuh, ketergantungan, masalah seksual dan masalah lainnya (Prior, 2016) namun semua masalah dalam pacaran proximal lebih mudah untuk diselesaikan karena tidak sulit untuk bertemu, meluangkan waktu dan berinteraksi kemudian menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan lebih mudah untuk memenuhi empat komponen penting menurut Karsner dalam hubungan.

Namun dalam hubungan jarak jauh, pasangan tidak bisa menjalin interaksi secara langsung dan pemenuhan terhadap komponen cinta seperti intimacy, passion dan commitment tidaklah semudah pasangan yang menjalani hubungan jarak dekat.

Meskipun tidak dapat memenuhi komponen cinta ataupun berpacaran secara utuh, tidak semua pacaran jarak jauh buruk, sejalan dengan survei pada tahun 2018 Petersen (2019) menemukan bahwa 60% hubungan jarak jauh bertahan lama, dan sebuah studi terhadap 1000

(16)

(NewYorkPost, 2018) dan Survei yang dilakukan oleh Wolipop secara online menemukan bahwa 49% responden berhasil dalam pacaran jarak jauh.

Namun pacaran jarak jauh juga memiliki kemungkinan gagal seperti yang diungkapkan oleh Reissman (Beebe et al, 2004) bahwa pacaran jarak jauh memiliki probabilitas kegagalan yang cukup besar dibandingkan dengan pacaran jarak dekat, ada banyak tantangan, cobaan dan hambatan dalam pacaran jarak jauh. Helgeson (1994) menemukan bahwa sebagian besar siswa percaya hubungan jarak jauh tidak akan bertahan lama. Para peneliti berpendapat bahwa hubungan jarak jauh penuh dengan ketidakpastian dan ambiguitas (Lydon, Pierce, & O'Regan, 1997), dan pasangan hubungan jarak jauh mengalami kesulitan untuk saling bertemu (Le & Agnew, 2001). Singkatnya, 'mayoritas orang awam dan peneliti percaya bahwa hubungan jarak jauh (LDR) biasanya gagal' (Guldner & Swenson, 1995).

Probabilitas kegagalan yang telah dijabarkan diatas tentu saja bukan tanpa sebab, namun karena adanya masalah-masalah tertentu yang dapat membuat hubungan menjadi tidak berhasil. Masalah-masalah dalam hubungan jarak jauh bisa disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Fatraya, (2017) mengatakan bahwa masalah yang terjadi pada suatu hubungan jarak jauh biasanya karena komunikasi yang buruk, adanya kesalahpahaman, konflik yang tidak terselesaikan dengan baik sehingga seiring waktu akan menjadi besar, adanya kecurigaan yang tinggi, kesibukan masing-masing pasangan, kepercayaan terhadap pasangan yang rendah, jarangnya waktu untuk bertemu dengan pasangan dan juga rasa rindu pasangan yang tidak dapat tersalurkan.

Dharmawijati (2016) mengatakan bahwa masalah lain dalam pacaran jarak jauh yaitu masalah komunikasi sampai masalah perasaan yang dihadapi ketika berjauhan, masalah komunikasi terjadi saat pasangannya sedang sibuk bekerja dan pasangan lainnya ingin menceritakan masalah yang dihadapi atau sekedar rindu ingin mendengar suara pasangannya,

(17)

dalam hubungan jarak jauh pasangan tidak selalu dapat bertemu dan melakukan kontak fisik sesering yang diinginkan, rasa setia pada pasangan juga menjadi lebih sulit untuk diungkapkan karena individu tidak bisa melihat secara fisik, sulitnya pasangan untuk bertemu ketika saling membutuhkan, perasaan cemas, khawatir, curiga, rindu, kesepian dan kecemburuan umumnya dirasakan oleh orang yang menjalani hubungan jarak jauh.

Berdasarkan penjelasan diatas maka masalah-masalah yang dihadapi dalam hubungan jarak jauh yakni merasa kurangnya keluasan komunikasi dan tatap muka, merasa kesepian, rasa cemburu, curiga yang berlebih dan adanya keterpisahan fisik pada pasangan (Suwito , 2013). Dengan adanya keterpisahan fisik pada pasangan menyebabkan keduanya tidak dapat bertemu setiap saat. (Westefeld & Liddell, dalam Ratnasari 2015). Kochar et al ( 2015) mengatakan bahwa tanpa adanya jarak, pasangan lebih mudah untuk membuka diri, rasa saling percaya dan lebih mudah untuk mengekspresikan hasrat dan perasaan seperti berpelukan/ bergandengan tangan, dan lebih mudah untuk menjaga komitmen tanpa ada rasa curiga berlebihan. Keterpisahan fisik juga menyebabkan pasangan tidak dapat melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pasangan. Sehingga, dapat memunculkan perasaan curiga dan mengembangkan bayangan bahwa pasangan berselingkuh atau berbohong (Guldner, 2003) dan hal tersebut membuat pasangan sulit dalam membangun kepercayaan.

Berdasarkan apa yang terjadi pada lingkungan peneliti, individu yang menjalani pacaran jarak jauh kerap kali mendapatkan pertanyaan mengenai keyakinan tentang kesetiaan pasangan dan seberapa yakin pasangannya tidak berselingkuh yang sering dipertanyakan oleh orang-orang terdekat seperti teman- teman individu. Ketika terjadi masalah dengan pasangan, pada umumnya individu akan menceritakan kepada teman terdekat individu, berdasarkan apa yang terjadi pada lingkungan peneliti, ketika terjadi masalah teman-teman individu justru

(18)

dan mempertanyakan keyakinan individu bahwa pasangan individu diluar sana tidak berselingkuh.

Terlepas dari permasalahan yang terjadi dalam suatu hubungan jarak jauh atau dekat, pada dasarnya pria dan wanita ingin diperhatikan, dicintai dan memiliki tujuan yang sama dalam suatu hubungan, seperti pada situs di New York (YourTango, 2020) didapatkan hasil bahwa keinginan pria dan wanita dalam sebuah hubungan romantis adalah pria ingin ada seseorang yang peduli padanya, bantuan mereka dihargai sekecil apapun karena akan membuatnya merasa dihargai, pria ingin menjadi sosok yang diinginkan, berguna dan dapat dibanggakan, terkadang pujian juga membuat pria merasa dicintai, pria juga menginginkan ruang dan waktu untuk dirinya sendiri, pria juga mengharapkan pasangannya bisa menjadi sosok teman yang dapat menemaninya selalu dan menerima dirinya apa adanya, pria menyukai wanita yang mau berinisiatif duluan seperti pegangan tangan, menyandarkan kepala dibahu, pelukan, mengajak kencan, mencium dirinya lebih dahulu, bisa menghibur pria ketika bosan, selalu ada untuknya saat dibutuhkan, dapat berkomunikasi dengan baik, memiliki minat yang sama, diberikan dukungan atau sebagai support system, cinta tanpa syarat dari pasangan, dan bisa menenangkan pria ketika stress.

Sedangkan yang diinginkan pada wanita pada situs di New York (YourTango, 2020) dalam suatu hubungan romantis yaitu wanita ingin dihormati pandangannya, wanita menyukai pria yang memiliki inisiatif akan hal-hal romantis seperti pelukan, ciuman, makan romantis, diberikan bunga atau sekedar mengenggam tangan saat sedang berjalan-jalan, wanita tidak selalu menginginkan hal-hal mewah terkadang wanita juga menginginkan hal- hal kecil seperti dibukakan pintu atau membawakan barang belanjaan, wanita juga menginkan pujian-pujian kecil yang tulus kepadanya yang bisa membuat wanita merasa cantik dan dihargai, dan dari semua hal itu wanita juga membutuhkan waktu untuk bersama pasangannya disaat pasangan atau sama-sama sibuk untuk bisa saling meluangkan waktu

(19)

untuk bertukar cerita dan melepaskan kejenuhan, tetap mengabarinya walau hanya untuk hal kecil dan hal lainnya, diberikan kalimat penghargaan apabila selesai memasak atau melakukan sesuatu, menunjukkan minat pada hubungan, memiliki humor dan kerendahan hati, memotivasi satu sama lain untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan penjabaran diatas ada beberapa kebutuhan dan harapan yang sulit untuk dipenuhi ketika berada dalam hubungan jarak jauh seperti ajakan kencan, sentuhan, keintiman dan fisik nyata pasangan sehingga yang bisa dilakukan pria atau wanita dalam memenuhi kebutuhan pada umumnya individu berusaha mengalihkan keinginan mereka pada hal- hal lain seperti bermain game, berkumpul bersama teman, melakukan video call atau pun melakukan pekerjaannya, seiring dengan perkembangannya zaman saat pacaran jarak jauh wanita dan pria bisa bermain game online bersama, melakuan sexting, bernyanyi dan bermain gitar bersama, menonton film melalui aplikasi seperti zoom dan lain-lain (Nigel, 2020).

Namun tidak semua orang dalam suatu hubungan akan mengalihkan keinginan mereka pada hal-hal yang positif, adanya harapan yang tidak terpenuhi, tidak semua masalah dapat terselesaikan dengan baik, dan adanya hal-hal diluar yang tidak dapat diprediksi membuat pria atau wanita yang menjalin hubungan jarak jauh berusaha memenuhi kebutuhannya dengan hal atau orang lain. Maslow (Saragih, 2018) mengungkapkan dalam teorinya hierarchy of needs bahwa seseorang yang kebutuhannya tidak terpenuhi akan berusaha untuk mencari atau mendapatkan pemenuhan terhadap kebutuhannya, dimana dalam penelitian ini ketika masalah-masalah yang terjadi antara pria dan wanita tidak terselesaikan, adanya harapan-harapan yang tidak terpenuhi dalam hubungan akan membuat seseorang untuk mencari pemenuhan pada hal/ orang lain seperti keinginan untuk berselingkuh (Poluan dalam Cahya, 2017).

Perselingkuhan didefinisikan sebagai tindakan seksual dan / atau emosional oleh

(20)

utama dan merupakan pelanggaran kepercayaan dan / atau pelanggaran aturan yang disepakati oleh pasangan, oleh satu atau kedua individu dalam hubungan eksklusif secara emosional dan / atau seksual (Moller & Vossler, 2015). Menurut Vaugan (Sarwono &

Meinarno, 2009) perselingkuhan merupakan keterlibatan seksual dengan orang lain yang bukan pasangan utamanya.

Blow & Hartnett, (Iskandar, 2017) mendefiniskan perselingkuhan merupakan perbuatan seksual dan/ atau emosional yang dilakukan oleh individu yang terikat dalam komitmen dengan pasangan dan dianggap melanggar kepercayaan atau norma-norma (baik yang terlihat maupun tidak terlihat), dan selingkuh terdiri dari sejumlah kegiatan seperti kecurangan, hubungan seksual, ciuman, belaian, pornografi dan hubungan emosional (memikirkan, memberi perhatian atau menyukai orang lain) seperti yang dilakukan bersama orang lain selain pasangannya.

Ada beberapa faktor sosio-demografis yang sering dihipotesiskan menjadi prediktor terhadap perselingkuhan yaitu gender, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi (Mark, Jannsen & Milhausen, 2011 dalam Jayanti, 2013) ; usia (Munsch, 2012 dalam Jackman 2014)

; frekusnsi bertemu (Bird & Merville dalam Santoso, 2020) ; lama menjalani hubungan jarak jauh, lama waktu tidak bertemu (Groves & Horm dalam Sukma 2017) ; dan jarak (Rindfuss

& Stephen dalam Khoman, 2008)

Sebuah universitas di Michigan (Evolutionary Psychology) melakukan penelitian pada 456 orang untuk mengetahui kategori berselingkuh, yaitu berciuman, sms/ chattingan hal mesra, tidur di satu ranjang yang sama, bergandengan tangan, duduk berdekatan dan bersentuhan, pergi berdua seperti menonton/ makan tanpa diketahui pasangan, berbagi rahasia/curhat, berpelukan, mengirim foto serta merindukan yang bukan pasangannya.

Khoririyah (Guntoro, 2017) menjelaskan bahwa perselingkuhan tidak selalu hubungan yang melibatkan kontak seksual akan tetapi jika sudah ada saling keterkaitan,

(21)

ketergantungan dan saling memenuhi diluar pasangan aslinya sudah bisa dikatakan sebagai perselingkuhan.

Ketika seseorang berselingkuh, akan ada perubahan dari segi perilaku ataupun sikapnya. Mckay (2018) mengatakan bahwa ciri-ciri pria atau wanita selingkuh adalah ada perubahan mendadak dalam perilaku dan pola. Blanton (2018) mengatakan tanda bahwa pasangan dalam hubungan jarak jauh selingkuh adalah pasangan selalu sibuk, komunikasi menjadi lebih hambar dan datar, dan pasangan yang berselingkuh cenderung menjadi lebih menarik diri seperti lebih jarang menelepon, lebih jarang memberi kabar dan pergi keluar/

jalan-jalan dengan teman kerja atau kuliahnya tanpa memberi tahu pasangannya, dan jika pasangannya bertanya dia akan marah dan defensif, serta tidak ada lagi minat untuk bertemu pasangannya.

Martin (Kravitz, 2018) mengatakan bahwa orang yang selingkuh cenderung menghindari pasangannya, lebih tertutup dari biasanya, dan berkomunikasi lebih sedikit dari biasanya. Perselingkuhan dapat menghilangkan kepercayaan diri maupun kepercayaan pada pasangan (Zare, 2011), dan dapat memicu kekerasan psikis dan fisik antar pasangan (Daly et al, 1988) hingga tindakan kriminal seperti pembunuhan (Purba, 2017). Meskipun, dampak negatif yang terjadi akibat perselingkuhan cukup banyak, namun masih banyak baik pria maupun wanita yang memiliki niat untuk berselingkuh.

Perselingkuhan tentu saja tidak terjadi begitu saja, pasti ada penyebab mengapa seseorang berselingkuh. Menurut sebuah studi tahun 1999 di Journal of Social and Personal Relationships, 68% mahasiswa wanita berselingkuh karena masalah hati dan perasaan dan 78% pria berselingkuh dengan pasangan mereka dikarenakan masalah fisik dan seksual.

Penelitian yang dilakukan oleh Goldenberg (2011) di Brazil, dengan 1.279 pria dan wanita dari kelas menengah perkotaan Rio de Janeiro, menunjukkan bahwa 60% pria dan 47%

(22)

besar untuk sensasi baru dan lebih cenderung terlibat dalam perilaku selingkuh di luar pasangannya (Lalasz & Weigel, 2011).

Selain itu, penelitian juga menunjukkan perbedaan antara cara pria dan wanita menanggapi berbagai jenis perselingkuhan. Wanita cenderung lebih iri hati terkait perselingkuhan emosional dan pria terhadap perselingkuhan seksual (Guadagno & Sagarin, 2010). Sejalan dengan penelitian (Thornton & Nagurney, 2011) Wanita menganggap hubungan emosional yang kuat dengan seseorang di luar hubungan sebagai keterlibatan tidak setia, bahkan jika tidak ada keterlibatan fisik. Bagi pria, prioritasnya adalah melakukan kontak fisik, biasanya seksual, untuk membentuk perselingkuhan, tanpa keterlibatan emosional.

Survey nasional yang dilakukan Newsplatter (2012) pada 1504 responden dan menemukan pria dalam hubungan jarak jauh merasa kesepian sebesar 41,3% sedangkan wanita 49,6%, dan merasa komunikasi lebih sulit pria 48,3% dan wanita 54,2%, sedangkan masalah hasrat seksual lebih besar pada pria 34,3% dan wanita 18,3%, dan merasa lebih mudah tergoda pria 23,8% dan wanita 11,5%, dan menaruh rasa curiga pria 35,0% dan wanita 39,2% . Kesetiaan pasangan pada pria 42% pada wanita 56,7%, pria yang pernah selingkuh sebesar 10,5% dan wanita 6,8%, dan menunjukan bahwa pacaran jarak jauh umumnya bertahan kurang dari 6 bulan hingga 3 tahun (85%) disebabkan oleh hambarnya hubungan, kesepian, nafsu yang tak tersalurkan hingga perseligkuhan.

Perselingkuhan yang terjadi menurut survey nasional yang dilakukan Newsplatter (2012) disebabkan karena banyak faktor salah satunya hubungan jarak jauh sehingga responden sering merasa kesepian, terlalu sibuk satu sama lain, sering bertengkar, hasrat seksual yang tidak tersalurkan sehingga hubungan menjadi lebih hambar, hingga membuat responden memilih orang lain yang berada satu kota dengannya sebagai pengganti

(23)

pasangannya, hal ini sesuai dengan hasil komunikasi interpersonal peneliti dengan seorang laki-laki yang memiliki hubungan jarak jauh sebagai berikut:

“Dulu sih, sekarang udah gak lagi, waktu itu dia emang lagi sibuk kan sama kuliahnya, trus ada junior ngedeketin aku, lucunya dia juga tau aku ini pacaran sama A tapi dia ga masalah, trus sama-sama suka nonton konser yaudah aku rasa kayak lumayan lah ada teman jalan, makan, nonton, maen sama dia, berapa lama ya waktu itu kurang lebih tiga bulanan kayaknya”

(komunikasi interpersonal, 6 Juli, 2020)

Goldenberg (2011) menemukan perbedaan dalam posisi pria dan wanita mengenai alasan pengkhianatan. Para lelaki mengatakan bahwa mereka melakukan perselingkuhan karena ketertarikan fisik, hasrat, kesempatan, digoda, sifat dan insting pria, sedangkan para wanita menyebutkan ketidakpuasan dengan pasangannya, karena berkurangnya cinta, peningkatan harga diri, balas dendam, dan perasaan yang tidak diinginkan oleh pasangan.

Harsanti (2008) mengatakan bahwa wanita melakukan perselingkuhan dikarenakan hal seperti kebutuhan untuk dicintai dan dekat secara fisik.

Hasil penelitian (Scheeren, 2018) juga menunjukkan bahwa wanita lebih termotivasi oleh masalah emosional (ketidakpuasan, pengabaian dan kemarahan) hal ini sejalan dengan komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh peneliti dengan seorang wanita sebagai berikut:

“Dia cuek sih, aku bolak balik dekat sama cowo lain ya chat-chatan gitu, keluar makan sesekali, nonton sama mereka, tapi dia ga pernah tau aku dekat sama cowo lain sangking cueknya trus kalo ada masalah tu langsung marah- marah, udah aku jelasin juga susah banget tu ngertinya, nanti main langsung matiin telfon trus kalo dia udah ga kesal ga pernah minta maaf, kan malas juga liatnya kayak cuma aku yang ngehargai dia dihubungan ini”

(komunikasi interpersonal, 13 Februari 2021)

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PubMed Central Archives of Sexual

(24)

untuk mengetahui prediksi perselingkuhan pada pasangan heteroseksual dan hasilnya sebanyak 23, 2% pria dan 19,2% perempuan mengaku pernah selingkuh dari pasangannya. . Hasil dari pre-eliminary study yang dilakukan oleh peneliti (Irawan & Suprapti, 2018) menunjukan bahwa 56,4% dari 147 responden melaporkan pernah berpikir untuk selingkuh dari pasangannya.

Sehingga perselingkuhan merupakan perbuatan seksual dan/ atau emosional yang dilakukan oleh individu yang terikat dalam komitmen dengan pasangan dan ada perubahan dari segi perilaku ataupun sikapnya yang biasanya terjadi karena alasan fisik maupun emosional.

Perilaku berselingkuh tidak terjadi begitu saja, setiap perilaku selalu didahului oleh sebuah intensi (Ajzen, 1991). Seseorang yang memiliki intensi atau niat terhadap suatu perilaku berarti memiliki kecendrungan untuk melakukan perilaku tersebut. Menurut Ajzen (Irawan & Suprapti, 2018) intensi merupakan kemungkinan subjektif seseorang dalam menampilkan perilaku tertentu apabila ada kesempatan. Jackman (2014) menyimpulkan bahwa intensi merupakan indikator dari tingkat keinginan seseorang untuk mencoba dan seberapa banyak usaha yang rela dikerahkan untuk melakukan perilaku tertentu.

Intensi merupakan prediktor utama dari perbuatan atau tindakan yang akan dilakukan orang-orang dalam situasi tertentu. Intensi merupakan faktor motivasional yang memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku, sehingga orang lain dapat memprediksi apakah mereka akan melakukan sesuatu atau tidak (Ajzen, 1991).

Survey nasional yang dilakukan Newsplatter (2012) ditanyakan kepada para responden jika ada yang berencana menjalani hubungan jarak jauh apa nasihat yang sudah pernah menjalani pacaran jarak jauh dan mendapatkan hasil 62,0% menjawab tidak masalah, semua kembali ke masing-masing pribadinya, sejalan dengan teori Ajzen (1991) bahwa intensi merupakan perilaku yang dilakukan, secara keseluruhan semuanya berpengaruh pada

(25)

niat atau kehendak seseorang, yaitu intensi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.

Intensi mempengaruhi perilaku secara langsung serta merupakan indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang untuk mencoba suatu perilaku dan seberapa besar usaha yang akan dilakukan untuk melakukan suatu perilaku.

Sehingga merujuk pada teori intensi Ajzen (1991), dan teori selingkuh Blow &

Hartnett (2005) maka intensi berselingkuh merupakan kemungkinan subjektif seseorang untuk melakukan perbuatan seksual dan/ atau emosional yang dilakukan oleh individu yang terikat dalam komitmen dengan pasangan dan dianggap melanggar kepercayaan atau norma- norma (baik yang terlihat maupun tidak terlihat yang dilakukan bersama orang lain selain dengan pasangannya apabila terdapat kesempatan untuk melakukannya. Intensi berselingkuh dapat diartikan sebagai indikator dari tingkat dimana seseorang bersedia untuk mencoba dan berusaha melakukan perselingkuhan (niat berselingkuh). Intensi berselingkuh ditentukan oleh tiga faktor yaitu sikap terhadap perilaku (evaluasi positif atau negatif terhadap perilaku berselingkuh), norma subjektif (persepsi apakah orang lain akan menyetuji atau menolak perilaku berselingkuh), dan kontrol tingkah laku yang dipersepsikan (peniliain terhadap kemampuan sikap berselingkuh) (Pursikasari, 2010).

Berdasarkan definisi tersebut, intensi berselingkuh merupakan niat individu yang tujuannya adalah keinginan untuk berselingkuh, dan kemungkinan seseorang ingin melakukan hubungan diam-diam selain dengan pasangannya.

Dari kesimpulan penelitian-penelitian diatas baik pria maupun wanita mempunyai masalah dan harapan-harapan dalam hubungan jarak jauh yang sulit untuk terpenuhi sehingga memungkin untuk terjadinya intensi perselingkuhan, sehingga peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran intensi berselingkuh pada pria dan wanita yang memiliki hubungan jarak jauh.

(26)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diruaikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran intensi berselingkuh pada pria dan wanita yang berpacaran jarak jauh.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran intensi berselingkuh pada pria dan wanita yang berpacaran jarak jauh.

D. Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis d`an manfaat praktis 1) Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sumbangan literatur dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi khususnya yang berkaitan dengan pacaran jarak jauh dan intensi berselingkuh dan dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa/ peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi pria dan wanita tentang intensi berselingkuh pada hubungan jarak jauh agar dapat tercipta hubungan yang harmonis dan dapat sampai pada tahap yang lebih serius kemudian dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(27)

BAB I : Pendahuluan

Berisikan penjelasan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematik penulisan

BAB II : Landasan Teori

Berisi tinjauan teoritis yang digunakan sebagai acuan pembahasan permasalahan dan memuat landasan teori terkait dengan intensi, berselingkuh dan intensi berselingkuh

BAB III : Metode Penelitian

Berisi penjelasan mengenai metode-metode penelitian yaitu jenis penelitian, identifikasi variabel, defenisi operasional, subjek penelitian, metode dan pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, prosedur penelitian dan metode analisis data.

BAB IV : Hasil dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan mengenai analisa data penelitian dan pembahasan hasil analisa yang telah dilakukan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian dan saran yang akan diberikan baik dari segi saran metodologis maupun saran praktis.

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Intensi Berselingkuh

1. Definisi Berselingkuh

Perselingkuhan mempunyai banyak istilah lain seperti cheating, having an affair, stepping out, being unfaithful, dan sexual involvement infidelity. Glass (Fincham, 2006) mendefinisikan selingkuh sebagai keterlibatan seksual, romantis atau emosional yang bersifat rahasia dan melanggar komitmen terhadap pasangannya. Subotnik & Harris,(2005) mengatakan perselingkuhan merupakan penghianatan terhadap kesetiaan dan umumnya ada kehadiran pria atau wanita lain sehingga dapat menimbulkan perasaan sakit hati, kemarahan yang luar biasa, depresi, kecemasan, perasaan tidak berdaya, dan kekecewaan yang amat mendalam).

Perselingkuhan merupakan ketidaksetiaan pada tingkat kedekatan emosi dan fisik (Drigotas & Barta, 2001) yang kadang diikuti oleh perilaku berhubungan seksual dengan orang lain diluar hubungan yang sedang dijalani (Williams, et al. 2006). Blow & Hartnett (Iskandar, 2017) mendefiniskan selingkuh sebagai perbuatan seksual dan/ atau emosional yang dilakukan oleh individu yang terikat dalam komitmen dengan pasangan dan dianggap melanggar kepercayaan atau norma-norma (baik yang terlihat maupun tidak terlihat), dan selingkuh terdiri dari sejumlah kegiatan seperti kecurangan, hubungan seksual, ciuman, belaian, pornografi dan hubungan emosional (memikirkan, memberi perhatian atau menyukai orang lain) yang dilakukan bersama orang lain selain pasangannya.

Buunk(1998) menjelaskan perselingkuhan sebagai suatu perilaku (jatuh cinta, merayu, bercumbu, hingga melakukan hubungan seksual) dengan orang lain selain pasangannya.

Berselingkuh dapat mengakibatkan perasaan sakit secara emosional serta kekhawatiran jika suatu saat terungkap (Jones, Olderbak & Figueredo, 2010)

(29)

Buss & Shackelford (1997) mengungkapkan perselingkuhan dalam hubungan romantis merupakan suatu tindakan tidak berterus terang, seperti menjalin hubungan dengan lawan jenis di belakang pasangannya, memiliki perasaan lebih terhadap orang lain hingga pergi bersama orang lain yang bukan pasangannya dan merupakan suatu kondisi dimana satu pasangan yang terikat dalam suatu hubungan menyalurkan sumber-sumber emosi seperti cinta romantis, waktu, dan perhatian kepada orang lain selain pasangannya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perselingkuhan merupakan perbuatan yang tidak jujur/rahasia secara fisik maupun emosional dibelakang pasangannya dan melanggar komitmen dan kepercayaan diantara pasangannya.

2. Faktor Perselingkuhan

Blow (Ginanjar, 2009) mengatakan faktor penyebab perselingkuhan biasanya amat beragam dan tidak hanya disebabkan oleh satu hal saja. Faktor lainnya yaitu tidak tercapainya harapan dalam hubungan dan ternyata didapatkan pada selingkuhannya, merasa kesepian, kebutuhan yang besar akan perhatian, terbukanya kesempatan untuk melakukan perselingkuhan (mudah bertemu lawan jenis di tempat kerja, kampus dan banyaknya tersedia hotel), kebutuhan seks yang tidak terpenuhi, ketidakhadiran pasangan baik secara fisik maupun emosional, perselingkuhan yang terjadi pada keluarga besar sehingga memudarkan nilai kesetiaan, adanya aturan atau norma tidak tertulis yang berbeda dalam tiap konteks sosial seseorang, ada yang menganggap perselingkuhan merupakan hal yang wajar, adapula yang menganggap perselingkuhan merupakan dosa atau aib, atau tindakan balas dendam terhadap pasangan yang telah melakukan perselingkuhan sebelumnya(Drigotas, Safstrom & Gentilia, 1999).

(30)

Satiadarma (2011) mengemukakan penyebab terjadinya perselingkuhan yang dilatari oleh beberapa alasan antara lain :

a. Alasan psikofisik 1. Keterpikatan fisik

Aspek fisik ini mencakup paras, bentuk tubuh, tatapan mata, cara berpakaian, nada bicara hingga gerakan tubuh seseorang. Keterpikatan fisik merupakan salah satu hal yang membuat seseorang ingin melakukan pendekatan kepada seseorang.

2. Kebutuhan biologis

Manusia memiliki sejumlah kebutuhan biologis tertentu seperti makan, minum, bernafas dan seks. Ada sejumlah orang yang mampu mengendalikan kebutuhan biologisnya dengan baik dan ada pula yang tidak mampu mengendalikannya dengan baik. Begitu pula dengan kebutuhan seksual karena tidak semua orang dapat mengendalikan kebutuhannya dengan baik. Ada berbagai kondisi yang menggambarkan bahwa ketika hubungan seksual mengalami hambatan maka pasangan tersebut berupaya memenuhi kebutuhan seksualnya dengan cara melakukan hubungan seksual diluar hubungannya.

b. Alasan psikologis 1. Kebutuhan

Kebutuhan merupakan salah satu alasan paling mendasar untuk melakukan perselingkuhan, alasan fisik, sosial maupun psikologis pada dasarnya didasari oleh sebuah kebutuhan. Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan teman untuk berbicara dan berbagi. Perselingkuhan muncul karena adanya kebutuhan yang tidak menyenangkan atau tidak memuaskan sehingga

(31)

membuat seseorang mencari kebutuhan pada orang lain atau pada orang yang bisa memberinya kenyamanan.

2. Tekanan

Tekanan merupakan keadaan yang memberi pengaruh besar seseorang untuk melaksanakan dorongan keinginannya untuk berperilaku tertentu.

Misalnya salah satu pasangan membutuhkan pasangannya untuk mampu mengerti akan dirinya melalui komunikasi dua arah, dapat memahami dirinya, namun pasangannya cenderung curigaan dan menginterogasi, hal ini yang dapat menimbulkan suatu tekanan yang tidak nyaman dan secara tidak sadar mendorong pasangannya untuk berkomunikasi dengan orang lain yang dapat memberinya hal yang tidak ia dapatkan dipasangannya.

3. Tipe Perselingkuhan

Buss & Shackelford (1997) perselingkuhan dibedakan menjadi dua tipe yaitu : perselingkuhan seksual yang mengacu pada aktivitas seksual yang dilakukan dengan orang lain selain pasangannya dan yang kedua adalah perselingkuhan emosional yang terjadi saat salah satu pasangan menyalurkan sumber-sumber seperti cinta romantis, waktu dan perhatian kepada orang lain yang bukan pasangannya. Glass & Staheli (Ginanjar, 2009) mengatakan terdapat tiga komponen dalam perselingkuhan emosional yaitu keintiman emosional, kerahasaiaan dan chemistry seksual.

Subotnik & Harris (2005) membagi tipe perselingkuhan menjadi beberapa bentuk, berdasarkan derajat keterlibatan emosional dari pasangan yang berselingkuh sebagai berikut :

a. Serial Affair

(32)

Tipe perselingkuhan ini paling sedikit melibatkan keintiman emosional tetapi cenderung terjadi berkali-kali. Dalam tipe ini tidak terdapat keterlibatan emosional, hubungan yang dijalin hanya untuk memperoleh kenikmatan atau petualangan sesaat. Tipe perselingkuhan ini cenderung hanya untuk seks dan kegairahan.

b. Flings

Tipe perselingkuhan ini ditandai minimnya keterlibatan emosional, hubungan yang terjadi dapat berupa perselingkuhan satu malam atau hubungan yang terjadi selama beberapa bulan dan berakhir begitu saja seperti berada pada tugas luar kota yang sama.

c. Romantic Love Affair

Tipe perselingkuhan ini melibatkan hubungan emosional yang mendalam.

Pihak yang melakukan perselingkuhan sering merasa jatuh cinta lagi dan menemukan hubungan yang lebih memuaskan dengan selingkuhannya baik secara fisik maupun emosional dan biasanya berdampak besar pada hubungan utamanya seperti ingin putus/ cerai.

d. Long Term Affair

Tipe ini merupakan tipe perselingkuhan jangka panjang yang menyangkut keterlibatan emosional paling mendalam, banyak pasangan yang merasa memiliki hubungan lebih baik dengan selingkuhannya dan tidak jarang biasanya diketahui oleh pasangannya, tipe perselingkuhan ini dapat berlangsung bertahun-tahun, bahkan sepanjang kehidupan bersama pasangan dan biasanya terjadi pada hubungan pernikahan.

(33)

B. Intensi

1. Definisi Intensi.

Ajzen (Pusrikasari, 2010) intensi merupakan kemungkinan subjektif seseorang yang berhubungan dengan perilaku tertentu. Keputusan atas perilaku yang akan dilakukan berawal dari proses berfikir yang didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, kemudian mengevaluasi konsekuensi dari tindakan yang hendak diambil dan terakhir memutuskan untuk berperilaku tertentu.

Intensi merupakan indikator dari tingkat keinginan seseorang untuk mencoba dan seberapa banyak usaha yang rela dikeluarkan untuk melakukan perilaku tertentu, sehingga intensi dipandang sebagai antesenden terbaik dari perilaku yang sesungguhnya Ajzen (Jackman, 2014). Intensi juga merupakan prediktor yang dapat memprediksi perilaku dengan akurat (Ajzen, 1991).

Ajzen (1991) mengatakan bahwa intensi adalah niat individu untuk melakukan perilaku tertentu, niat diamsusikan untuk menangkap faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku, indikasi seberapa kuat seseorang ingin melakukannya, dan seberapa banyak usaha yang akan dilakukan untuk melakukan suatu perilaku. Intensi tetap menjadi sebuah disposisi pada waktu dan kesempatan yang tepat. Intensi mempengaruhi perilaku secara langsung serta merupakan indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang untuk mencoba suatu perilaku dan seberapa besar usaha yang akan dilakukan untuk melakukan suatu perilaku.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan kemungkinan niat seseorang untuk mencoba dan melakukan perilaku tertentu.

2. Aspek-aspek Intensi

Ajzen (Pursikasari, 2010) mengungkapkan intensi memiliki tiga aspek yaitu :

(34)

Dalam aspek ini sikap terhadap perilaku mengacu kepada penilaian positif atau negatif (menguntungkan atau tidak menguntungkan) seseorang pada benda, orang, kejadian, minat maupun perilaku tertentu. Semakin individu memiliki evaluasi bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi positif maka seseorang akan cenderung bersikap favorable terhadap perilaku tertentu begitu pula sebaliknya.

2. Subjective Norm (Norma subjektif)

Pada aspek ini norma subjektif meliputi pada apa yang dipersepsikan individu terhadap harapan, keyakinan, tekananan sosial untuk menampilkan perilaku atau tidak. Mengacu pada apakah orang lain/ lingkungan akan menerima, mendukung atau membantu mewujudkan tindakan tersebut.

3. Perceived Behavioral Control (Kontrol tingkah laku yang dipersepsikan)

Aspek ini mengarah pada tingkat kesulitan atau kemudahan yang dipersepsikan untuk melakukan perilaku. Biasanya aspek ini dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu diri sendiri maupun orang lain, informasi, observasi, maupun kesempatan.

Maka dengan begitu dapat dikatakan bahwa jika individu memiliki penilaian yang poisitif terhadap perselingkuhan, lingkungan yang mendukung untuk berselingkuh, serta merasa mudah untuk melakukan perselingkuhan, maka semakin kuat kemungkinan individu untuk menampilkan atau melakukan perilaku berselingkuh.

3. Faktor-faktor Pengontrol Intensi

Ajzen (Saragih, 2018) mengatakan bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi kontrol seseorang terhadap perilaku yang membuat seseorang dapat mencapai tujuan atau tidak yaitu :

(35)

1) Faktor Internal

Beberapa faktor internal dapat mempengaruhi kesuksesan perwujudan intensi menjadi perilaku dan ada yang dapat diubah dengan latihan dan pengalaman, sedangkan yang lain ada yang lebih sulit diubah.

a) Informasi, ketrampilan, dan kemampuan

Kurangnya informasi, ketrampilan dan kemampuan dapat menyebabkan kegagalan perwujudan intensi menjadi perilaku yang nyata, karenanya dengan menambah pengalaman dan pengetahuan akan perilaku tersebut maka kegagalan intensi tersebut dapat dicegah.

b) Emosi dan tekanan

Tidak seperti informasi, ketrampilan dan kemampuan yang apabila tidak memadai dapat diatasi dengan usaha dari dalam diri, emosi dan tekanan terkadang tidak dapat dikontrol. Kontrol perilaku yang lemah pada individu yang berada pada “emosi” dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan.

2) Faktor eksternal a) Kesempatan

Faktor kebetulan atau kesempatan merupakan hal penting dari sebuah intensi.

Kesempatan dapat menentukan keberhasilan dari perwujudan intensi menjadi perilaku. Namun kurangnya peluang yang sesuai dapat mengubah intensi seseorang, misalnya seseorang berusaha untuk mewujudukan intensi namun gagal karena keadaan lingkungan sekitar menghalanginya.

b) Ketergantungan kepada orang lain

Ketika perwujudan intensi tergantung pada tindakan orang lain, maka terdapat kemungkinan untuk tidak dapat mengontrol perilaku sepenuhnya.

(36)

Ajzen (1991) mengatakan ada faktor lain yang melatarbelakangi intensi seseorang dan dibagi kedalam tiga kategori yaitu personal, sosial dan informasi dan mungkin berhubungan atau mempengaruhi kepercayaan seseorang. Dalam kategori personal yaitu umur, jenis kelamin, etnis, status sosial ekonomi, pendidikan, dalam kategori sosial yaitu kebangsaan, agama, kepribadian, suasana hati, emosi, intelegensi, anggota kelompok tertentu, dan juga dalam kategori informasi yaitu pengalaman masa lalu, paparan informasi, dukungan sosial, kemampuan coping dan hal-hal lainnya. Seseorang yang tumbuh dalam lingkungan sosial yang berbeda dapat memiliki informasi yang berbeda juga terkait isu-isu berbeda, tentang konsekuensi sebuah perilaku dan pentingnya seseorang. Semua faktor ini dapat mempengaruhi perilaku, normatif dan kontrol kepercayaan dan mempengaruhi intensi dan tindakannya.

C. Intensi Berselingkuh

1. Definisi Intensi Berselingkuh

Ajzen (1991) menyebutkan bahwa sebelum individu melakukan suatu perilaku, pada umumnya intensi terlebih dahulu muncul. Sehingga intensi berselingkuh adalah kemungkinan subjektif individu untuk melakukan perselingkuhan, yaitu melanggar kepercayaan dan komitmen kepada pasangannya dengan terlibat dalam sejumlah kegiatan seperti hubungan seksual dan hubungan emosional dengan orang lain.

Merujuk pada teori intensi Ajzen (1991), dan teori selingkuh Blow & Hartnett (2005) maka intensi berselingkuh merupakan kemungkinan subjektif seseorang untuk melakukan perbuatan seksual dan/ atau emosional yang dilakukan oleh individu yang terikat dalam komitmen dengan pasangan dan dianggap melanggar kepercayaan atau norma-norma (baik yang terlihat maupun tidak terlihat), dan selingkuh terdiri dari sejumlah kegiatan seperti kecurangan, hubungan seksual, ciuman, belaian, pornografi dan hubungan emosional

(37)

(memikirkan, memberi perhatian atau menyukai orang lain) yang dilakukan bersama orang lain selain dengan pasangannya apabila terdapat kesempatan untuk melakukannya.

Berdasarkan definisi tersebut, intensi berselingkuh merupakan niat individu yang tujuannya adalah keinginan untuk berselingkuh, kemungkinan seseorang untuk melakukan hubungan diam-diam baik secara emosi dan fisik selain dengan pasangannya dan intensi berselingkuh dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Ajzen.

2. Faktor Intensi Berselingkuh

Jones, Olderbak dan Figueredo (Guntoro, 2017) mengatakan terdapat beberapa faktor yang menentukan intensi berselingkuh pada individu, yaitu :

a. Kemungkinan untuk berselingkuh jika tidak akan ketahuan/ adanya kesempatan Faktor ini menjelaskan kemungkinan individu untuk berselingkuh dalam situasi tanpa ancaman, atau apabila tidak akan ketahuan. Merujuk pada jika tidak adanya hukuman dari orang sekitarnya maka akan semakin besar kemungkinan perilaku berselingkuh akan muncul.

b. Kemungkinan untuk berbohong atau berterus terang pada pasangan mengenai perselingkuhan yang dilakukan atau menutupi ketertarikan pada lawan jenis dari pasangan

Faktor ini menjelaskan kemungkinan seseorang untuk bersikap jujur pada pasangannya, sehingga semakin tidak jujur seseorang pada pasangannya maka semakin besar pula kemungkinan orang tersebut untuk berselingkuh.

c. Kemungkinan untuk berselingkuh dari pacar atau suami/ istri

(38)

Faktor ini menjelaskan kemungkinan seseorang untuk berselingkuh menurut dirinya sendiri. Faktor ini juga melihat pemaknaan seseorang terhadap hubungan pacaran dan pernikahan.

D. Pacaran Jarak Jauh

1. Definisi Pacaran Jarak Jauh

Pacaran merupakan masa pendekatan antar individu dari lawan jenis, yang ditandai dengan saling pengenalan pribadi mulai dari kekurangan dan kelebihan masing-masing individu (Iwan, 2010). Ikhsan (Ardhianita & Andayani, 2013) mengatakan berpacaran dikenal juga sebagai suatu bentuk hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan.

Degenova & Rice (2005) mengatakan bahwa pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas agar dapat saling mengenal satu sama lain.

Hampton (2001) membagi hubungan berpacaran menjadi dua jenis yaitu hubungan berpacaran jarak dekat (proximal relationship) yaitu hubungan pacaran yang tidak dipisahkan oleh jarak sehingga memungkinkan adanya kedekatan fisik diantara pasangan dan yang kedua adalah hubungan berpacaran jarak jauh (long distance relationship). Pacaran jarak jauh atau yang lebih dikenal dengan long distance relationship (LDR) merupakan suatu hubungan dimana pasangan terpisahkan secara fisik, tinggal dan berada pada dua lokasi atau daerah yang berbeda seperti berbeda kota, provinsi, pulau bahkan negara.

Hampton (2001) mengatakan bahwa pacaran jarak jauh adalah suatu hubungan pacaran yang dipisahkan oleh jarak sehingga tidak adanya kedekatan fisik diantara pasangan dalam periode waktu tertentu. Guldner (Skinner, 2005) mengatakan bahwa pacaran jarak jauh terjadi ketika pasangan tinggal cukup jauh dari pasangnya sehingga individu mengalami kesulitan atau bahkan tidak memungkinkan bagi individu untuk bertemu setiap hari.

(39)

Skinner (Khoman, 2008) menyebutkan bahwa pengertian pacaran jarak jauh dapat berbeda-beda berdasarkan penelitian yang dilakukan. Schwebel et al (Salsabila & Saraswati, 2017) menggunakan 50 mil atau lebih dalam penelitiannya, sedangkan Lydon, Pierce dan O’Regan(1997) dan Knox et al (2002) menggunakan 200mil atau lebih untuk mendefinisikan pacaran jarak jauh. Penelitian lainnya menggunakan definisi berdasarkan persepsi partisipan terhadap hubungannya (Dellman-Jenkins et al, 1994 dalam Salsabila & Saraswati, 2017).

Definisi yang berbeda-beda tersebut menandakan bahwa banyak faktor yang berperan dalam menentukan apakah suatu hubungan termasuk hubungan jarak jauh atau bukan (Skinner, 2005)

Meitzner (Kurniati, 2015) mengkategorikan sebuah hubungan jarak jauh apabila individu tinggal 80km jauhnya dari pasangan dan dalam jangka waktu setidaknya tiga bulan karena sekolah, kerja, atau urusan lainnya dan tetap berkomunikasi dengan pasangan menggunakan telepon, email serta teknologi komunikasi lainnya.

Penelitian lainnya (Carpenter & Knox, 1986; Stafford & Reske, 1990) menetapkan jarak minimum untuk pacaran jarak jauh yang berkisar dari 100 mil hingga 421 mil, sedangkan Helgeson (Kidenda, 2002) menyatakan bahwa pacaran jarak jauh harus diluar area tertentu. Holt & Stone (Kidenda, 2002) menggunakan faktor waktu dan jarak untuk mengkategorisasikan pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh. Berdasarkan informasi demografis dari partisipan penelitian yang menjalani pacaran jarak jauh, didapat tiga kategori waktu berpisah (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan), tiga kategori waktu pertemuan (sekali seminggu, seminggu hingga sebulan, kurang dari satu bulan), dan tiga kategori jarak (0-1 mil, 2- 294 mil, lebih dari 250 mil) Holat dan Stone (Kidenda, 2002).

Berdasarkan penjabaran diatas maka hubungan pacaran jarak jauh merupakan sebuah hubungan yang melibatkan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan hubungan suka sama

(40)

suka, dan individu berada ditempat yang berbeda baik fisik maupun jarak yang beragam dan tetap berkomitmen mapun berkomunikasi untuk mempertahakan hubungan.

2. Faktor penyebab pacaran jarak jauh

Kauffman (2000) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan individu menjalani pacaran jarak jauh, yaitu :

a) Pendidikan : Ketika individu berusaha untuk mengejar dan mencapai tingkat yang lebih tinggi maka hubungan antara individu dengan pasangannya harus terpisahkan oleh jarak.

b) Pekerjaan : Ketika individu berusaha untuk mencapi karir yang lebih baik dan dengan adanya pl8eningkatan jumlah tenaga kerja keluar negeri sehingga individu dengan pasangannya harus terpisahkan oleh jarak.

Day (2002) juga mengatakan bahwa pacaran jarak jauh merupakan hubungan yang menantang karena individu dengan pasangan terpisah secara fisik karena situasi tertentu seperti alasan pribadi, pekerjaan ataupun pendidikan, dan akan bertemu pada waktu tertentu misalnya di akhir pekan, bulan atau tahun sebelum akhirnya individu dipisahkan kembali oleh jarak Arditi & Kauffman (Pistole et al, 2010).

3. Komponen hubungan berpacaran

Karsner (Khoman et al, 2008) mengungkapkan ada 4 komponen penting dalam hubungan pacaran yaitu :

a) Kepercayaan (trust each other) : Kepercayaan dalam suatu hubungan akan mempengaruhi lama atau sebentarnya suatu hubungan. Kepercayaan meliputi

(41)

pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang dilakukan pasangannya.

b) Komunikasi (communicate your self) : Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya hubungan yang baik (Johnson et al, 1991). Feldman (1996) mengatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya dengan orang lain, dan komunikasi menjadi hal penting dalam hubungan jarak jauh.

c) Keintiman (keep the romance alive) : Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan Syenberg (Shumway, 2003). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja, rasa kedekatan emosional dan kepemilikan juga merupakan bagian dari keintiman

d) Meningkatkan komitmen (increase commitment) : Kelly (Stenberg, 1987) komitmen juga merupakan tahapan penting dalam suatu hubungan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang dan terus bersama hingga hubungan berakhir.

E. Harapan Pria dan Wanita dalam pacaran jarak jauh

Sebuah situs di New York (YourTango, 2020) melakukan survey dan bertanya pada pria-pria dan wanita apa yang diinginkan dalam sebuah hubungan romantis, dan mendapatkan hasil yaitu pada pria : pria ingin ada seseorang yang peduli padanya, bantuan mereka dihargai sekecil apapun karena akan membuatnya merasa dihargai, pria ingin menjadi sosok yang diinginkan, berguna dan dapat dibanggakan, terkadang pujian juga membuat pria merasa dicintai, pria juga menginginkan ruang dan waktu untuk dirinya sendiri, pria juga mengharapkan pasangannya bisa menjadi sosok teman yang dapat menemaninya selalu dan

(42)

pegangan tangan, menyandarkan kepala dibahu, pelukan, mengajak kencan, mencium dirinya lebih dahulu, bisa menghibur pria ketika bosan, selalu ada untuknya saat dibutuhkan, dapat berkomunikasi dengan baik, memiliki minat yang sama, diberikan dukungan atau sebagai support system, cinta tanpa syarat dari pasangan, dan bisa menenangkan pria ketika stress, dll.

Sedangkan yang diinginkan pada wanita dalam suatu hubungan romantis yaitu wanita ingin dihormati pandangannya, wanita menyukai pria yang memiliki inisiatif akan hal-hal romantis seperti pelukan, ciuman, makan romantis, diberikan bunga atau sekedar mengenggam tangan saat sedang berjalan-jalan, wanita tidak selalu menginginkan hal-hal mewah terkadang wanita juga menginginkan hal-hal kecil seperti dibukakan pintu atau membawakan barang belanjaan, wanita juga menginkan pujian-pujian kecil yang tulus kepadanya yang bisa membuat wanita merasa cantik dan dihargai, dan dari semua hal itu wanita juga membutuhkan waktu untuk bersama pasangannya disaat pasangan atau sama- sama sibuk untuk bisa saling meluangkan waktu untuk bertukar cerita dan melepaskan kejenuhan, tetap mengabarinya walau hanya untuk hal kecil dan hal lainnya, diberikan kalimat penghargaan apabila selesai memasak atau melakukan sesuatu, menunjukkan minat pada hubungan, memiliki humor dan kerendahan hati, memotivasi satu sama lain untuk mencapai tujuan, dll.

F. Pemenuhan pada pacaran jarak jauh

Semua harapan-harapan yang telah dijabarkan diatas, ada beberapa kebutuhan dan harapan yang sulit untuk dipenuhi ketika berada dalam hubungan jarak jauh seperti ajakan kencan, sentuhan, keintiman dan fisik nyata pasangan, dan adanya hal -hal diluar hubungan yang tidak dapat diprediksi membuat pria atau wanita yang menjalin hubungan jarak jauh berusaha mengalihkan dan memenuhi kebutuhannya dengan hal atau orang lain.

(43)

Maslow mengungkapkan dalam teorinya hierarchy of needs bahwa seseorang yang kebutuhannya tidak terpenuhi akan berusaha untuk mencari atau mendapatkan pemenuhan terhadap kebutuhannya (Saragih, 2018), dimana dalam penelitian ini ketika masalah-masalah yang terjadi antara pria dan wanita tidak terselesaikan, adanya harapan-harapan yang tidak terpenuhi ditambah dengan adanya jarak dalam hubungan akan membuat seseorang untuk mencari pemenuhan pada hal/ orang lain seperti keinginan untuk berselingkuh Poluan(Cahya, 2017).

G. Gambaran Intensi Berselingkuh pada Pacaran Jarak Jauh

Intensi dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan kontrol tingkah laku. Ajzen (1991) mengatakan sikap merupakan suatu evaluasi untuk merespon secara positif maupun negatif, semakin individu memiliki evaluasi bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi positif maka seseorang akan cenderung bersikap favorable terhadap perilaku tertentu begitu pula sebaliknya. Maka individu yang berpacaran jarak jauh dan mempunyai sikap yang positif terhadap perilaku berselingkuh akan memiliki intensi berselingkuh yang kuat.

Ajzen (1991) menyatakan norma subjektif adalah mengenai setuju atau tidak setuju seseorang atau sekelompok yang berpengaruh bagi individu baik itu teman dekat,rekan kerja, orangtua, dll, individu mempertimbangkan pendapat orang lain tentang perselingkuhan dan termotivasi untuk berselingkuh berdasarkan apa yang diinginkan atau disarankan orang-orang terdekatnya, sehingga kecendrungan menampilkan perilaku akan semakin besar apabila kelompok disekitarnya menerima perilaku tersebut. Maka apabila lingkungannya memiliki sikap yang permisif terhadap perselingkuhan dan didukung dengan adanya jarak antara pasangan akan membuat seseorang memiliki intensi berselingkuh yang kuat.

(44)

Pada aspek ketiga intensi menurut Ajzen (1991) kontrol perilaku merupakan persepsi mengenai mampu, bisa dan tidaknya individu untuk menampilkan perilaku tersebut, kontrol perilaku dipengaruhi oleh informasi, observasi, pengalaman yang dapat meningkatkan atau mengurangi intensitas berperilaku, sehingga semakin banyak informasi dan kesempatan seseorang maka semakin kuat pula kontrol perilakunya diiringi dengan adanya jarak, maka individu yang memiliki kontrol perilaku akan selingkuh yang kuat akan merasa mudah untuk berselingkuh.

Maka dengan begitu dapat dikatakan bahwa jika individu memiliki penilaian yang poisitif terhadap perselingkuhan, lingkungan yang mendukung untuk berselingkuh, serta merasa mudah untuk melakukan perselingkuhan, maka semakin kuat kemungkinan individu untuk menampilkan atau melakukan perilaku berselingkuh

(45)

Bagan 1 Kerangka Berpikir

Jika tidak terpenuhi Hubungan Pacaran

Long Distance Relationship Proximal

Relationship

Masalah dalam LDR -Komunikasi yang buruk

-Perasaan curiga, cemburu dan kesepian -Kepercayaan yang rendah

-Jarangnya intensitas pertemuan dan kurangnya keintiman fisik

-Perbedaan jarak ataupun waktu

-Konflik yang tidak terselesaikan dan kesalahpahaman

Harapan pria dan wanita dalam berpacaran

-Ingin dihargai dan dihormati

-Hal-hal romantis seperti pelukan dan pegangan tangan

-Meluangkan waktu untuk duduk berdua dan becerita

- Ingin menjadi orang yang dapat diandalkan untuk segala masalah

Harapan Pria dalam LDR yang sulit terpenuhi

-Kedekatan seksual

-Menginginkan teman rekreasi -Menginginkan berpetualangan bersama

Harapan Wanita dalam LDR yang sulit terpenuhi

-Keintiman emosional dan fisik

-Menginginkan seseorang berada didekatnya untuk bercerita atau pergi bersama

Bagaimana wanita berusaha memenuhi harapannya

-selalu berusaha untuk mengkomunikasikan segala sesuatu dengan pasangannya seperti menelepon atau video call

-Membangun komitmen untuk saling terbuka, percaya dan jujur

-Menunggu waktu bertemu untuk meluapkan keinginannya

Bagaimana pria berusaha memenuhi harapannya

- Minta mengirimkan foto atau sexting - Pergi bersama teman atau main game -Menunggu waktu bertemu untuk meluapkan keinginannya

Gambar

Tabel 3. 1 Penentuan Skor Skala Likert
Tabel 3. 3 Blue Print Skala Intensi Berselingkuh Pada Pria dan Wanita yang Berpacaran  Jarak Jauh Sebelum Uji Coba
Tabel 3. 4 Tingkat Realibiltas Intensi Berselingkuh per Dimensi Sebelum Uji Coba Cronbach’s α
Tabel 3. 6  Blue Print Skala Intensi Berselingkuh Pada Pria dan Wanita yang Berpacaran  Jarak Jauh Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Intensi dewasa madya dibentuk oleh sikap dewasa madya yang positif (96%), norma subjektif yang kuat (53%), dan persepsi kontrol yang kuat (68%) terhadap ditampilkannya olahraga.

Persepsi kendali perilaku memiliki arti, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu intensi dan perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi

Sikap terhadap perilaku merupakan faktor personal diperoleh dari hasil evaluasi atas perilaku yang dimunculkan, baik berupa konsekuensi positif maupun negatif dari perilaku

Hipotesis penelitian ini, diduga faktor sikap, norma subjektif (social norm), dan persepsi terhadap perilaku PHBS memiliki pengaruh terhadap intensi atau niat

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa body image merupakan individu yang memiliki persepsi, perasaan, serta perilaku seseorang dalam menilai tubuhnya

Penelitian yang dilakukan oleh Broome (2010) menunjukkan terdapat pengaruh positif antara sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku terhadap intensi investasi

Endah (2014) membuktikan sikap, norma subjektif dan persepsi kendali perilaku memiliki pengaruh yang positif terhadap intensi konsumen untuk membeli kosmetik halal,

Penelitian yang sudah dilakukan oleh Prabasa & Akbar 2021 memberikan hasil bahwa sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku mempunyai pengaruh positif terhadap intensi