• Tidak ada hasil yang ditemukan

IBN ARABI DAN SHALAT DALAM AL-FUTUHAT AL-MAKIYYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IBN ARABI DAN SHALAT DALAM AL-FUTUHAT AL-MAKIYYAH"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

IBN ‘ARABI DAN SHALAT DALAM AL-FUTUHAT AL-MAKIYYAH

TESIS oleh:

TAJUL ARIS BIN YANG

KONSENTRASI FILSAFAT ISLAM PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

TAHUN 2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

“Aku melihat diriku, tapi yang kulihat adalah Diri-Nya Telingaku tidak mendengarkan selain sabda-sabda-Nya

Wujud hakiki adalah wujud al-Haq

Tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana keterangan dalam hadits Di satu sisi, al-Haq adalah makhluk, ucapkanlah

Di sisi lain, ungkapkanlah bahwa al-Haq bukanlah makhluk Himpunlah dan pisalah, hakikat sesuatu adalah satu

Ia yang majemuk tidak kekal

Tak ada wujud kecuali Allah, tak ada sesuatu selain Diri-Nya Tak ada apa-apa, tak ada, karena hakikat wujud adalah Esa.”

(7)

PERSEMBAHAN

Untuk kedua cucu Aris bin Aadam dan Jasmine Arissa binti Aadam yang menjadi sumber inspirasi dan semangat

Ananda Aadam bin Tajul Aris dan Nadiatul Liyana binti Zainuddin yang membahagiakan

Isteri Salma binti Ismail yang mendampingi penuh kasih sayang di waktu susah dan senang

Ibunda Zainab binti Ahmad, Ayahanda Yang bin Mat Arif dan Mertua Ibunda Wan Fatimah binti Abdul Manaf yang selalu

mendoakan

Semua keluarga yang memberi banyak inspirasi

(8)

ABSTRAK

Berdasarkan berbagai keterangan dalam Kitab Suci dan Hadis Nabi, dapatlah dikatakan bahwa shalat adalah kewajiban peribadatan (formal) yang paling penting dalam sistem keagamaan Islam. Kitab Suci banyak memuat perintah agar kita menegakkan shalat (iqamat al-shalah, yakni menjalankannya dengan penuh kesungguhan), dan menggambarkan bahwa kebahagiaan kaum beriman adalah pertama-tama karena shalatnya yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan.

Karena demikian banyaknya penegasan-penegasan tentang pentingnya shalat yang kita dapatkan dalam sumber- sumber agama, tentu sepatutnya kita memahami makna shalat itu sebaik mungkin. Penelitian ini menfokuskan pada konsep shalat menurut Ibn‟Arabi yang tertuang dalam kitab al-Futuhat al- Makkiyah bab 36

Penelitian ini besifat keperpustakaan, pengumpulan data dengan metode dokumentasi, kemudian mengolah data tersebut dengan menggunakan metode deskriptif-analitik dan pada akhirnya penulis menemukan kesimpulan secara komprehensif sebagai jawapan atas rumusan masalah.

Dari penelitian ini ditemukan bahawa tiga konsep metafisika yang telah dibangunkannya yaitu kesatuan wujud (wahdat al-wujud), manusia sempurna (al-Insan al-Kamil dan dunia imaginal (al-„Alam al-Khayyal) menjadi dasar membangun

(9)

konsep ibadah shalatnya. Ibn „Arabi memberikan makna-makna kepada gerakan dan bacaan shalat sebagai pengejawantahan secara sempurna nama dan sifat-sifat Tuhan. Ibn „Arabi menunjukkan bahwa shalat adalah menyingkap tabir-tabir yang menghijab wajah-Nya demi melihat keagungan dan kesempurnaan-Nya.

ketika kesedaran langsung ada yang sekedar mengharap kehadiran-Nya dan ada yang menyatu dengan-Nya. Dalam kontek Ibn‟Arabi ketika kesadaran langsung mushalli yang memiliki penglihatan batin (dhu bashar) dapat melihat Allah. Bagi manusia seperti ini shalat berarti penyaksian (musyahadah) dan vision (ru’yah) akan Allah. orang yang mengakkan shalat seperti inilah dirujuk oleh al-Qur‟an yang artinya “yang memasang telinganya dan bersaksi”, inilah orang-orang yang melaksanakan shalat dengan iman dan ihsan.

Kata Kunci: Ibn ‘Arabi, Shalat, Futuhat al-Makkiyah, Filosofis

(10)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN1

1. Konsonan Huruf

Arab Nama Huruf Latin Nama

ﺍ Alif Tidak

dilambangkan

Tidak dilambangkan

ب Ba B Be

ت Ta T Te

ث Tsa ts te dan es

ج Jim j Je

ح Ha h ha (dengan garis

di bawah)

خ Kha kh ka dan ha

د Dal d De

ذ Dzal dz de dan zet

ر Ra r Er

ز Za z Zet

ش Sin s Es

ش Syin sy es dan ye

ص Shad sh es dan ha

ض Dlad dl de dan el

ط Tha th te dan ha

ظ Dha dh de dan ha

ع „Ain „ koma terbalik di

atas

غ Ghain gh ge dan ha

ف Fa f Ef

ق Qaf q Qi

ك Kaf k Ka

1 Pedoman Transliterasi Arab-Latin ini merujuk pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 januari 1988 No: 158/1987 dan 0543b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

(11)

ل Lam l El

م Mim k Em

ن Nun n En

و Wau w We

ي Ha h Ha

ﻻ Lam alif la el dan a

ﻋ Hamzah „ Apostrop

ي Ya y Ye

2. Vokal

a. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

ّ Fathah A A

ّ Kasrah I I

ّ Dlammah U U

b. Vokal Rangkap

Tanda Nama Gabungan

Huruf Nama

ي ّ fathah dan

ya Ai a dan i

و ّ fathah dan

wau Au a dan u

Contoh :

هيسح : husain لوح : haula 3. Maddah

Tanda Nama Huruf

Latin Nama

ا س fathah dan alif â a dengan caping

(12)

di atas ي س kasrah dan ya î i dengan caping

di atas و س dlammah dan

wau û u dengan caping

di atas

4. Ta Marbuthah

a. Ta Marbuthah yang dipakai di sini dimatikan atau diberi harakat sukun, dan transliterasinya adalah /h/.

b. Kalau kata yang berakhir dengan ta marbuthah diikuti oleh kata yang bersandang /al/, maka kedua kata itu dipisah dan ta marbuthah ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh :

ةمطاف :hamitaF

ةمرکملﺍ ةکم aaaaF au laaaaataF: 5. hayaayS

Syaddah/ tasydid dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bersaddah itu.

Contoh:

اى بر : rabbanâ ل سو : nazzala 6. Kata Sandang

Kata sandang “ لﺍ “ dilambangkan dengan “al”, baik yang diikuti dengan huruf syamsiyah maupun yang diikuti dengan huruf qamariyah.

Contoh:

صمشلﺍ : al- Syamsy ةمکحلﺍ : al- Hikmah

(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tidak henti-hentinya penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt, yang menaburkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini hingga akhir.

Shalawat teriring salam penulis haturkan kepada Nabiyullāh Muhammad Saw., yang senantiasa menjadi tauladan, semoga kita semua tergolong umatnya yang akan mendapatkan syafa’atnya kelak. Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan tulisan ini, penulis menghadapi beragam tantangan dan rintangan. Untuk itu sepatutnya penyusun melalui kesempatan ini menghaturkan dan menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang selama ini telah turut membantu penyusun dalam berbagai hal:

1. Kepdaa kedua cucu Aris bin Aadam dan Jasmine Arissa bin Aadam, isteri Salma binti Ismail, ananda Aadam bin Tajul Aris, Nadiatul Liyana binti Zainuddin, ibunda Zainab binti Ahmad, ayahanda Yang bin Mat Arif mertua ibunda Wan Fatimah binti Abd. Manaf dan seluruh keluarga yang memberi inspirasi dan semangat kepada penulis hingga dapat menyelesaikan Studi S2.

2. Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D, selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga.

3. Dr. Alim Roswantoro, S.Ag, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan

(14)

Kalijaga Yogyakarta. Juga telah bersedia meluangkan waktu dan berkenan membimbing penulis di tengah berbagai kesibukan beliau. Terimakasih atas dorongannya yang telah membangun minat menulis.

4. Dr. H. Zuhri, S.Ag, M.Ag selaku Ketua Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Magister (S2) Fakultas Ushuluddin.

5. Segenap dosen Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah membuka wawasan pengetahuan penulis.

6. Kepada Dra. Labibah, MLIS., sebagai Ketua Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta beserta staf perpustakaan yang telah menyediakan berbagai referensi untuk membantu dalam penyelesaian tulisan ini.

7. Kepada seluruh civitas Akademik Fakultas Ushuluddin dan birokrasi UIN Sunan Kalijaga yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberi sumbangsih.

8. Teman-teman seperjuangan Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2018 yang menjadi motivasi penulis, serta selalu memberi semangat dalam proses penulisan.

9. Kepada teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya dan semua pihak yang selama ini juga turut membantu penyusun hingga penyelesaian tulisan ini.

Sebagai karya ilmiah tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan penuh kerendahan penulis

(15)

mengharap kritik dan saran yang membangun demi proses perbaikan isi tulisan ini.

Yogyakarta, 07 Januari 2020 M Penulis

Tajul Aris bin Yang NIM.17205010086

(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN TIM PENGUJI TESIS ... iv

NOTA DINAS PEMBIMBING ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii PEDOMAN TRANSLITERASI ... x

KATA PENGANTAR ... xiii

DAFTAR ISI ... xvi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Telaah Pustaka ... 7

E. Metodologi Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II: RIWAYAT HIDUP, LEGASI DAN KONTROVERSI A. Riwayat Hidup Ibn ‘Arabi ... 19

B. Karya-Karya Ibn ‘Arabi ... 24

C. al-Futuhat al-Makiyyah ... 28

(17)

D. Legasi dan Kontroversi ... 32

BAB III : AJARAN-AJARAN ESENSIAL IBN ‘ARABI A. Tuhan dan Alam ... 39

B. Tajjali al-Haqq ... 43

C. Insan Kamil ... 47

D. Imajinasi (Kayal) dalam Pandangan Ibn ‘Arabi ... 51

E. Ketuhanan dalam Peribadatan ... 52

BAB IV: MAKNA-MAKNA SHALAT MENURUT IBN ‘ARABI A. Syair Pengenalan ... 61

B. Memaknai Shalat ... 65

C. Penguasaan Waktu ... 71

D. Shalat antara al-Amr al-Takwini dan al-Amr al-Taklifi, ... 75

E. Tingkat-tingkat Kesadaran ... 79

F. Shalat adalah bentuk dari Dzikrullah ... 85

G. Dua Wajah dalam Satu Kesatuan ... 88

H. Puncak dari segala Pengejawantahan ... 93

I. Shalat Memfasilitasi Pengalam Spiritual ... 97

a. Shalat Sebagai Sumber Pengetahuan ... 99

b. Shalat sebagai Sumber Pengalaman Keagamaan ... 107

BAB V : PENUTUP A. Simpulan ... 116

B. Saran ... 118

(18)

DAFTAR PUSTAKA ... 119 CURRICULUM VITAE ... 128

(19)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Secara Bahasa shalat berarti mendatangi atau memperhatikan sesaorang. Dari arti ini, kata shalat kemudian dipakai dalam arti rukuk, pemujaan, pengagungan, permohonan, permintaan dengan sangat kuat atau doa kepada Tuhan.1 Menurut Maulana Hamiduddin Farrahi kata shalat telah digunakan sejak zaman purbakala untuk pemujaan dan sembahyang. Dalam Bahasa Kaldani, shalat berarti sembahyang dan permohonan, sedangkan dalam Bahasa Yahudi kata tersebut digunakan untuk

“Raka” dan ibadah. Akan tetapi dalam terminologi al-Quran kata tersebut berarti upacara keagamaa, lima kali sehari.2

Shalat merupakan salah satu rukun yang paling pokok dan penting dalam Islam. Al-Quran menekankan pentingnya shalat. Kemalasan dan keengganan melaksanakannya merupakan tanda kemunafikan,3 dan melalaikannya merupakan tanda hilangnya iman.4 Rasulullah selalu memerintahkan para sahabat untuk menjaga shalatnya dan memperingatkan bahaya kekafiran dan kemurtadan yang timbul dari kelalaian atas shalat. Rasulullah

1 Fazlur Rahman, Prayer: Its Significance and Benefits. The Muslim School Trust, London, 1979, h. 11

2 Maulana Amin Ahsan Islahi, Tadabbur-e-Quran, Vol I, h. 49

3 Q.S. al-Nisa‟:142

4 Q.S. al-Ma‟un: 4-5

(20)

pernah bersabda shalat adalah tiang agama. Sebagaimana sebuah gedung yang akan runtuh bila tiangnya roboh, maka keimanan dan kesalehan juga akan hilang seiring dengan hilangnya shalat.5 Rasulullah juga telah bersabda bahawa amal yang pertama kali akan ditanya pada hari perhitungan adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka baik pula amal-amal yang lainnya, jika shalatnya buruk, buruk pula amal-amal lainnya.6 Berdasarkan berbagai keterangan dalam Kitab Suci dan Hadis Nabi, dapatlah dikatakan bahwa shalat adalah kewajiban peribadatan (formal) yang paling penting dalam sistem beragama Islam.

Islam mengajarkan bahwa manusia yang tersusun dari jasad dan roh itu berasal dari Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya. Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Suci dan roh yang datang dari Allah SWT juga suci dan akan dapat kembali ke tempat asalnya di sisi Allah SWT jika dia tetap suci. Kalau dia menjadi kotor lantaran dia masuk ke dalam tubuh manusia yang bersifat materi itu, maka dia tidak akan dapat kembali ke tempat asalnya. Oleh karena itu harus diusahakan agar roh tetap suci dan manusia menjadi baik. Lantaran pembawaan manusia yang dualistis itu menghendaki adanya kontak yang kuat antara kegiatan lahiriah yang formal dengan kegiatan batiniah sebagai satu kesatuan perbuatan yang utuh. Dengan demikian syari‟at

5 lihat Muhammad Mahmud al-Shawwaf, Kitab Ta'lim al-Shalah, (Jeddah: al-Dar al-Su'udiyyah li al-Nasyr, 1387 H/1967 M), h. 9

6 lihat Muhammad Mahmud al-Shawwaf, Kitab Ta'lim al-Shalah, h.

13.

(21)

ibadah shalat merupakan tanggapan batin yang tertuju kepada Allah SWT yang bersifat rohaniah, tidak dilakukan secara batiniah semata, tetapi dilakukan juga dengan gerak jasmaniah.

Prilaku ibadah lahiriah dalam bentuk ucapan, gerak, dan laku di dalam shalat dimaksudkan antara lain untuk mempengaruhi rohani dan menuntun kalbu dalam upaya menghayati ibadah tersebut. Dengan demikian shalat selain berfungsi untuk menghayati iman dan untuk berbakti kepada Allah SWT juga merupakan prilaku pembawa efek kesucian secara lahir dan batin serta menjauhkan dari noda-noda kejahatan.

Dengan penghayatan spiritual ini, sistem nilai yang menyangkut aspek imani dan akhlaqi dapat berpadu secara utuh dengan sistem norma dalam Syari‟ah.

Mengingat pentingnya shalat, maka ibadah ini harus dilaksanakan dengan cara bagaimana dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah. Shalat harus dikerjakan dengan sungguh- sungguh dan sepenuh hati. Al-Quran menggambarkan secara ringkas namun padat bagaimana seharusnya shalat itu dikerjakan, Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.7 Kata khasyiah berarti menunjukkan kerendahan hati dan kesungguhan dihadapan Allah. Hal ini berhubung erat dengan hati dan kondisi fisik seseorang. Khasyiah dalam hati maksudnya adalah bahawa

7

(22)

seseorang begitu terkesan dengan keagungan dan kemuliaan Tuhan, sampai-sampai dia merasa takut dan gentar dengan kehadiran-Nya.

Gerakan dan bacaan dalam shalat sebenarnya telah diajarkan dari satu generasi ke genarasi berikutnya, tetapi banyak kita jumpai shalat yang diajarkan itu hanya sekedar pengenalan saja. Padahal di dalam shalat banyak sekali terdapat hikmah dan manfaat, seperti yang terdapat pada gerakan dan bacaan di dalam shalat yang kita lakukan, sehingga shalat tidak hanya di pandang dari luar melainkan dari roh shalat itu sendiri, sebagai sarana penghubung antara makhluk yang diciptakan dan Sang Pencipta.

Setiap gerakan shalat mengantarkan kita kepada kekhusyukan fisik (jasmani), dimana setiap gerakan telah disempurnakan untuk menundukkan fisik ketika menghadap Sang Pencipta. Adapun bacaan yang kita ucapkan dalam setiap gerakan memiliki makna bahwa shalat tidak hanya dipandang dari penundukan secara fisik tetapi juga harus menundukkan hati. Kita harus benar-benar meresapi setiap makna gerakan dan bacaan dalam shalat, agar kita tidak menjadikan shalat bukan hanya sekedar ritual. Karena dalam shalatlah kita mengenal hakikat kita yang sebenarnya sebagai hamba yang lemah.

Shalat adalah satu bentuk ibadah dalam Islam yang amat simbolik. Sebagai media kontek dalam menjalin komunikasi pikiran dan perasaan atau hati kita. Terlebih bahwa shalat tersebut diturunkan atau diwahyukan secara langsung kepada nabi tanpa

(23)

mediator malaikat Jibril yaitu dalam peristiwa isra’ mikraj. Hal ini menunjukkan betapa utamanya shalat dalam hidup dan kehidupan umat Islam. Namun shalat yang bagaimanakah yang disebut “dapat dilaksanakan secara intens/khusyu” sehingga menimbulkan dampak positif, dan dengan demikian akan menjadi sarana yang efektif untuk berkomunikasi atau kontak batin dengan Allah. Pertanyaan ini perlu dikemukakan berkaitan dengan peringatan Ibn „Arabi yang mengatakan bahwa “Banyak orang yang melakukan shalat tetapi tidak pernah mengalami peristiwa apapun, apalagi untuk peningkatan spiritual”. Dengan asumsi ini kita perlu mengadakan koreksi total atas pelaksanaan shalat kita. Ibn „Arabi berkata “Betapa banyak orang yang shalat tidak mengalami pengalaman apapun dari shalatnya selain dari pada berlelahan berpayah-payah dan memandangi mihrab”.8

Berangkat dari kenyataan ini, mendorong untuk meneliti shalat dalam dataran filosofis yang selama ini lebih banyak diungkap dalam term-term teologis, sehingga ekses shalat mampu merefleksi dalam kehidupan peribadi maupun sosial. Shalat bukan sekadar hymne-hymne spiritual dengan gerakkan-gerakkan tersusun, namun dibalik hymne dan gerakkan tersebut mengandungi makna filosofis yang merupan bagian dari realitas kehidupan manusia. Islam menghadirkan dimensi ibadah dengan mempunyai keluasan makna dan hikmahnya dalam mencapai derajat hidup yaitu shalat.

8

(24)

Ibn „Arabi bukanlah seorang sufi yang dimabuk cinta kepada Yang Absolut dan mengalami ekstase sehingga mengucapkan ungkapan-ungkapan yang tak lazim. Dia merumuskan suatu pemikiran yang merupakan suatu gagasan yang terstruktur dengan jelas dan bersifat komprehensif. Di dunia intelektualisme sufistik, tidak diragukan lagi, Ibn „Arabi merupakan tokoh yang paling berpengaruh sebagaimana Hujjah al-Islam al-Ghazali. Ibn „Arabi, yang nama lengkapnya Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn al-Arabi al-Ta‟i al- Hatimi dikenal sebagai salah satu master/maha guru sufi terbesar.

Dia merupakan figur tertinggi dalam pencapaian spiritualitas manusia.9

Ibn „Arabi telah memasukkan di dalam masterpiece-nya, Futuhat Al-Makkiyyah satu bab khusus yang membahas ibadah shalat. Menjadikan kitab Futuhat Al-Makkiyyah sebagai rujukan, penelitian ini akan terfokus kepada konsep dan makna filosofis ibadat shalat menurut Ibn Arabi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah kerangka konsepsional ibadat shalat menurut Ibn Arabi?

2. Bagaimana Ibn Arabi memberi makna filosofis kepada bacaan dan gerak ibadah shalat?

9 Stephen Hirtenstein, The Unlimited Merciful, The Spiritual Life and Thought of Ibn `Arabi (Oxford: Anqa Publishing, 1999), h. ix

(25)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

Mengungkapkan penafsiran pandangan maha guru sufi atau „arif (gnostik, ahli pengetahuan rohani atau batin), yang tak bisa dibantah kedalaman perenungannya, diharapkan bukan saja kita akan dapat menangkap dengan lebih baik hakikat dan makna shalat, kita dapat juga menginternalisasikan perenungan kaum sufi dan ‘rif tersebut di dalam membuka beberapa harapan dan kemungkinan baru yang lebih baik dalam penghayatan ibadah salat.

Memperhatikan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Memahami konsep Ibadat shalat Ibn Arabi

2. Memahami makna filosofis gerak dan bacaan ibadat shalat Ibn „Arabi.

D. Kajian Pustaka

Di dunia intelektualisme sufistik, tidak diragukan lagi, Ibn

„Arabi merupakan tokoh yang paling kontroversial, terutama melalui ajarannya tentang “kesatuan wujud” sering dirujuk sebagai wahdat al-wujud, walaupun Ibn „Arabi sendiri tidak pernah menggunakan ekspresi ini. Beliau juga dikenal luas sebagai ulama besar yang banyak pengaruhnya dalam percaturan intelektualisme Islam, sebagaimana Hujjah al-Islam al-Ghazali.

Ibn „Arabi, yang nama lengkapnya Muhammad ibn Ali ibn

(26)

Muhammad ibn al-Arabi al-Ta‟i al-Hatimi dikenal sebagai salah satu master/maha guru sufi terbesar.

Sebagai intelektual yang cerdas, dalam berbagai buku yang ditulisnya, dapat diketahui bahwa Ibn Arabi mendaftar 251 karya dalam kitab-kitabnya.10 Namun O. Yahya dalam studi bibliografinya mendaftar 846 buku yang ditulis Ibn „Arabi dalam bukunya Histoire et classfication de Ibn Arabi, sedangkan Kilman dalam edisi Fushush al-Hikam yang diedit oleh Afifi berpendapat bahwa Ibn „Arabi menulis lebih dari 500 tulisan baik dalam bentuk puisi, tulisan pendek, komentar, dan risalah ilmiah.

Namun, dari keseluruhan karya yang ditulis oleh Ibn „Arabi, dua karya yang maha penting dan paling masyhur adalah Kitab al- Futuhat al-Makiyyah fî al-Ma’rifah al-Asrâr al-Makiyyah wa alMulukiyyah (selanjutnya disingkat Futuhat). Ibn „Arabi mengaku bahwa kitab ini didiktekan Tuhan melalui malaikat yang menyampaikan ilham. Karya ini terdiri atas 560 bab yang mengandung uraian-uraian tentang prinsip-prinsip metafisika, berbagai ilmu keagamaan, dan juga pengalaman-pengalaman keagamaan Ibn „Arabi. Sedangkan karya yang lainnya adalah Fushush al-Hikam yang menurut pengakuannya didikte oleh Nabi Muhammad melalui epifani mistik dalam tidurnya sewaktu berada di Mahrusah, Damaskus pada tahun 627H.

10 Lihat A. A. Afifi, Memorandum by Ibn, Arabi of His Works, Buletin of the Fakulty of Arts, Alexandria of University, VIII, h. 109-117.

(27)

Konsep-konsep teologi sufistik Ibn „Arabi sampai sekarang menjadi panutan, menjadi rujukan. Dan (hampir) tak ada konsep baru tentang tasawuf setelahnya, konsep seperti wahdat al-wujud, insan kamil, tajalli, hakikat Muhammad, dan a’yan tsabitah, semuanya dibangun oleh Ibn „Arabi. Kalaupun ada yang baru, yang dinukil dari Chittick, adalah pemikiran Abd al-Karim al- Jilli, itu pun hanya modifikasi. Ibn „Arabi adalah ladang kontroversi yang tak pernah habis untuk dibahas dan didiskusikan. Dia serupa dengan samudera yang bisa direnangi oleh siapa saja, oleh yang menuduhnya kafir atau oleh yang mengaguminya karena keluasan ilmunya. Sebenarnya, salah satu alasan popularitas Ibn „Arabi adalah bahwa karyanya, berbeda dengan karya-karya terdahulu mempunyai ciri khas yang berbeda yaitu karya Ibn „Arabi mengandung jawaban atas segala sesuatu.11

Sekitar dua dekade belakangan ini, tren pengajian pemikiran Ibn „Arabi telah mula memberi perhatian kepada signifikansi praktis dan aspek-aspek yuridis serta realitas pemikiran Ibn „Arabi ketimbang melulu berkutut kepada tataran teoritis doktrin-doktrin mistis dan filosofisnya. Eric Winkel menyatakan Mahmud Al-Ghurub orang pertama memperkenalkan kandungan dan topik syariat dalam karya-karya Ibn „Arabi. Walaupun sebenarnya karya paling awal yang

11 Michel Chodkiewicz, “The Diffusion of Ibn Arabi‟s Doctrine,”

Journal of the Muhyiddin Ibn al-`Arabi Society (1991), 51, dikutip oleh Chitiick, “Notes on Ibn al-`Arabi‟s Influence,” h. 218

(28)

lumayan sistematis dan analitis tentang topik ini telah ditulis oleh Cyrille Chodkiewic dengan judul “La Loi et la Voie” dalam buku The Meccan Illuminations, Selected Texts (Paris, Sindbad, 1988).12

Wacana pemaknaan batiniah Ibn „Arabi terhadap hukum- hukum fikih ibadah adalah suatu pemikiran yang sistematis, selain memiliki dasar-dasar filosofis dan teoritis, juga diarahkan oleh kerangka operasional dan konsepsi-konsepsi praktisnya, dan dengan proposisi-proposisi tertentu. Ringkasnya, pemikiran Ibn

„Arabi tentang makna-makna ibadah ini adalah bagian dari keseluruhan system teori dan bangunan pemikiran sufistik Ibn

„Arabi.13

Konsep ibadah Ibn „Arabi bukan saja amalan lahir, namun merupakan disiplin spiritual untuk mencapai ketersingkapan hati dan meraih kehadiran serta kebersamaan dengan Tuhan. Ibn

„Arabi menekankan dimensi, makna dan rahasia spiritual ibadah dengan tidak mengabaikan sama sekali dimensi lahirnya.

Menurut penelaahan Nurasiah, yang dikehendaki Ibn „Arabi adalah keseimbangan antara ritual-formal syariat dengan hakikat dan esensi ibadah, seperti dikatakan Ibn „Arabi “…dan kebahagiaan puncak ada pada kelompok yang menggabungkan

12 Eric Winkel, Syariah, Fiqh and Spirituality, Islamic Quarterly, Vol.

38, 1994, h. 31

13 Nurasiah, Asrar al-Ibadah, Fikih Spritual, dan Praksis Pemikiran Ibn ‘Arab, (Jakarta: SPS UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 290.

(29)

sisi lahir dan makna batin syariat. Merekalah orang-orang yang benar-benar mengenal Allah dan hukum-hukum-Nya”.14

Chittick berpendapat bahwa pendekatan kontemplatif dan batiniah Ibn „Arabi bukan merupakan ekspresi parsialitas melainkan justru membuktikan komprehensivitas pemikirannya terhadap setiap masalah. Dalam kaitannya dengan ajaran Islam, pendekatan kontemplatif Ibn‟Arabi tersebut merupakan refleksi dari kesamaan penekanan dan penerimaannya terhadap keseluruhan aspek dan dimensi ajaran Islam baik aspek literal maupun kiasan, teoretikal dan praktikal, dimensi lahiriah juga batiniah. William Chittick menegaskan bahwa kebersentuhan Ibn

„Arabi dengan disiplin ilmu-ilmu tradisional adalah satu isyarat sensitifitas tradisionalnya. Terkait dengan pemaknaan ibadah dengan kritik dan analisis batiniahnya, Ibn „Arabi pada dasarnya tidak hendak menolak hukum-hukum dan praktik-praktik keagamaan formal, melainkan hendak menggugat penyalahgunaannya serta mendesak penghayatan aspek ruhaniah dan aktualisasi signifiknasi moral-spiritualnya.15

Upaya klarifikasi, verifikasi, dan reformulasi pemikiran- pemikiran Ibn Arabi telah banyak dilakukan berkutat kepada tataran teoritis doktrin-doktrin mistis dan filosofisnya. Namun

14 Nurasiah, Asrar al-Ibadah, Fikih Spritual, dan Praksis Pemikiran Ibn ‘Arab, h. 294

15 William C. Chittick, Faith and Practice of Islam: Three Thirteenth Century Sufi Texts, (Albany, State University of New York Press, 1992), h.

(30)

studi yang menganalisis wacana berisikan rumusan fikih spiritualitasnya yang menjadi konteks bagi teori-teori sufismenya amat kurang. Tesis ini hendak mengkaji wacana pemaknaan ritual ibadah shalat Ibn „Arabi, di mana Ibn „Arabi merumuskan tindakan-tindakan ketaatan hati dan materi-materi hukum-hukum fikih ibadah, yang juga menjadi perhatian khusus Ibn „Arabi, dan ditempatkan dalam kitab magnum opus-nya, al-Futuhat al- Makkiyyah.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sebuah penelitian yang menaruh perhatian pada pendalaman makna, bukan jenis penelitian yang mengacu kepada temuan-temuan prosedur statistik tertentu.16 Dalam menjelaskan hasil penelitian penulis menggunakan metode diskriptif analitik.

2. Pendekatan Penelitian

Sebagai yang berbasis kepustakaan maka tesis ini akan menggunakan acuan-acuan hermeneutis-sufistik.

3. Sumber Dan Jenis Data

16 Anselum Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik-Teknik Teoritasi Data, terj, Muhammad Shodiq dan Imarm Muttaqien, cet, ke-4 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h.

2-3

(31)

Terdapat dua jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu;

a. Sumber Primer. Sumber primer ini digunakan untuk menelusuri ajaran Ibn „Arabi yaitu al-Futuhat al- Makkiyah. Kitab Futuhat al-Makkiyad merupakan karya paling ensiklopedik yang ditulis Ibn „Arabi.

b. Sumber Sekunder. Dalam hal ini, sumber sekunder yaitu Fusus al-Hikam. Fusus al-Hikam merepresentasikan puncak kematangan mistisisme yang diuraikan secara lebih ringkas.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelitian data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu dengan mencari, memilih, dan menganalisis data berbagai sumber primer maupun sekunder yang berkaitan dengan ajaran Ibn „Arabi. Sedang metode analisis yang digunakan adalah content analysis (analisis isi) iaiti metode riset untuk membuat kesimpulan yang valid terhadap suatu data yang sesuai dengan konteknya.17

F. Kerangka Teori

Sebuah penelitian memerlukan acuan-acuan teoritis (objek formal) yang difungsikan sebagai kerangka operasional tulisan. Adapun kerangka teoritis yang dipakai dalam penelitian

17 Klaus Krippendorff, Content Analysis: An Introduction to its

(32)

ini adalah teori hermeneutika Paul Ricoeur, khususnya teori metafora dan simbol.18 Teori hermeneutika Ricoeur ini sangat cocok digunakan untuk membaca teks-teks Ibn „Arabi dikarenakan unsur simbolik dan metaforik yang sering menguasai karya-karya Ibn „Arabi.

Ibn „Arabi selalu dan gemar untuk bermain dengan teks melalui makna simbol, dan jarang sekali menegaskan secara langsung substansi di dalamnya, sehingga membutuhkan untuk diinterpretasi/dita’wilkan. Ibn „Arabi pernah mengatakan,

“pahamilah isyarat dan simbolku, lihatlah simbolku, niscaya kamu akan mengetahui apa yang aku maksud,” lebih lanjut, katanya, “pahami dan pecahkanlah misteri ini. Simbolku ini aku tunjukan bagi mereka yang cerdas.”19

Bagi Ibn Arabi, simbol menjadi metode untuk mengurai realitas hakiki yang terkait dengan konsep dasar kebenaran, alam, dan manusia. Bahasa symbol terkadang keluar dari garis kebiasaan, mulai dari sudut pandang ontologi, tradisi, terminologi, maupun pengucapan. Ibn „Arabi jelas tenggelam dalam simbolisme, ungkapannya ibarat sampan yang sarat muatan mutiara dan intan bermakna. Ibn „Arabi berkomentar,

18 Objek formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang.

Sedangkan objek material adalah yang merupakan fokus kajian dari suatu ilmu pengetahuan tertentu. Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, cet. Ke-I (Yogyakarta; Paradigma, 2005), h. 34

19 Muhammad Ibrahim Al-Fayumi, Ibn ‘Arabi; Menyingkap Kode dan Menguak Simbol di Balik Wihdat al-Wujud, terj, Imam Ghazali Masykur,(Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2007), h. 82.

(33)

“Isyarat (simbolisme) menjadi ungkapan yang samar, inilah metode sufi.” Ibn „Arabi memang mahir menyimpan dan menyamarkan makna. Tidak ada yang melebihi dia, yang berkata:

“isyarat itu sebuah panggilan kepada ujung sebuah akhir, esensi dari sesuatu, agama di balik agama. Andai tidak ada upaya menyimak yang tersimpan, niscaya isyarat tidak akan muncul ke permukaan.”20 Ibn „Arabi dalam melangka pada hukum-hukum syariah pun menuju wilayah simbol. 21

Menurut Ricoeur, simbol adalah ungkapan yang mengandung makna ganda. Di dalamnya terdapat makna lapis pertama, disebut makna referensial atau denotatif. Makna lapis pertama ini mesti dirujuk pada makna lapis kedua, yaitu makna konotatif dan sugestif yang tersembunyi di balik makna lapis pertama.22 Sementara Metafora, sebagaimana kata Ricoeur- adalah “puisi dalam miniature”. Metafora menghubungkan makna harfiah dengan makan figurative dalam karya sastra.

Dalam hal ini, karya sastra merupakan karya wacana yang menyatukan makna eksplisit dan implisit. Dalam tradisi positivisme logis, perbedaan antara makna eksplisit dan implisit di berlakukan dalam perbedaan antara Bahasa kognitif dan emotif, yang kemudian dialihkan menjadi perbedaan menjadi makna denotasi dan konotasi. Denotasi dianggap sebagai makna

20 Muhammad Ibrahim Al-Fayumi, Ibn ‘Arabi, h. 87

21 Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir; Dari Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: elSAQ Press, 2004), h. 300

22 Hadi WM ,Hermeneutika Sastra Barat dan Timur, (Jakarta: Sadra

(34)

kognitif yang merupakan tatanan semantik, sedangkan konotasi adalah ekstra-semantik. Konotasi terdiri atas seruan-seruan emotif yang terjadi serentak yang nilai kognitifnya dangkal.23

Ricoeur mengemukakan pentingnya meletakkan peranan metafora dan simbol di tempat sentral dalam penafsiran sastra karena pemahaman tentang dua konsep kunci penuturan puitis itu berkaitan dengan perluasan teori penafsiran dan konsep pemahaman itu sendiri. Hanya saja symbol lebih kompleks karena mengandung dua dimensi yaitu dimensi yang terikat pada aturan linguistik dan dimensi yang tidak terikat pada kebahasaan.

Dimensi pertama dapat dikaji melalui semantik, sedangkan yang kedua cenderung asimilatif dan berakar dalam pengalaman kita yang terbuka terhadap berbagai metode yang berbeda bagi penyingkapan makna. Simbol dapat dikaji melalui berbagai disiplin seperti psikoanalisis, arkeologi, eskatologi, sejarah perbandingan agama dan mistisisme.24

Adapun langkah kerja analisisnya mencakup: Pertama, langkah objektif (penjelasan), yaitu menganalisis dan mendiskripsikan aspek semantik pada metafora dan simbol berdasarkan pada tataran lingistiknya. Kedua, langkah-langkah refleksi (pemahaman) yaitu menghubungkan dunia objektif teks dengan dunia yang diacu (reference), yang pada aspek simbolnya

23 Paul Ricoeur, Teori Interpretasi, (Yogyakarta: Ircisod, 2012), h.

101-102

24 Hadi WM, Hermeneutika Sastra Barat dan Timur, h. 62-63

(35)

bersifat non linguistik. langkah ini mendekati tingkat antologis.

Ketiga, langkah filosofis, yaitu berpikir dengan mengunakan metafora dan simbol sebagai titik tolaknya. Langkah ini disebut juga dengan langkah eksistensial atau antologi, keberadaan makna itu sendiri.25

G. Sistematika Pembahasan

Susunan pembahasan terdapat lima bab yang terdiri dari beberapa sub bahasan. Bab Satu berisi Pendahuluan. Bahagian ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, kerangka teori dan sistematika Pembahasan. Bab Dua menguraikan tentang konteks sejarah riwayat hidup, legasi dan kontroversi Ibn „Arabi. Bab ini didesain untuk membantu pembaca memahami metode dan cara pikir Ibn „Arabi juga memberi beberapa pandangan mengenai bagaimana karya-karyanya diinterpretasikan dan mengapa.

Secara khusus menegetahui konteks sejarah akan membantu pembaca mengapresiasi pemikiran Ibn „Arabi dari sudut pandang yang dia kehendaki serta maksudkan sehingga akan meningkatkan atau mematangkan pemahaman mendalam terhadap agenda intektual dan spiritual Ibn „Arabi. Bab Dua ini juga meninjau legasi historis dan membicarakan seputar bagaimana ajaran-ajaran Ibn „Arabi diterima oleh tradisi, baik selama mereka hidup maupun setelah wafat.

25 Heru Kurniawan, Mistisisme Cahaya, (Yogyakarta: Grafindo Litera

(36)

Bab Tiga berbicara tentang ajaran yang penulis seleksi dalam hal ini adalah Tuhan dan Alam, Tajalli al-Haq, al-Insan al-Kamil, wahdatul wujud hulul dan ‘Itihad, asas ketuhan dalam peribadatan dan sumber ilmu dalam pemikiran Ibn „Arabi. Bab Empat adalah yang paling bersifat sintesis dalam usaha membangun dan menginterpretasikan makna ibadah shalat menurut Ibn Arabi. Bab Lima berisi kesimpulan dan saran.

(37)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dipaparkan pada bab- bab sebelumnya disini bisa ditarik beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam tesis ini:

1. Laku ibadah shalat bukan laku ala kadarnya. Laku ini berangkat dari kepercayaan mendasar (basic belief), bisa disebut landasan ontologis. Ibn ‘Arabi menjadikan 3 konsep metafisika yang telah dibangunkannya yaitu kesatuan wujud (wahdat al-wujud), manusia sempurna (al-Insan al-Kamil) dan dunia imaginal (al-‘Alam al—

Khayyal) menjadi dasar membangunkan konsep ibadah shalatnya.

a. Bahwa Ibn ‘Arabi menjadikan ibadah shalat merupakan "kapsul" keseluruhan ajarannya.

b. Dengan ibadah shalat versi Ibn ‘Arabi, al-Haq tidak sekedar amat-begitu dekat dengan subjek, karena diri subjek adalah kebenaran absolut itu sendiri.

c. Ketika kesadaran langsung maka segala sesuatu selain Tuhan tidak memiliki wujud. Jangan dikatakan ada dua wujud lalu bersatu, wujud hanya satu (wujud tunggal).

(38)

2. Ibn ‘Arabi memberikan makna-makna kepada gerakan dalam ibadah shalat, sebagai manifestasi (pengejawantahan) secara sempurna nama-nama dan sifat- sifat Allah.

a. Dari perilaku ibadah shalat dalam bentuk ucapan dan gerak beserta landasan ontologis tersebut, musalli mulai berjalan langkah demi langkah, menelusuri jalan untuk mendekati realitas tertinggi; mengharap kehadiran-Nya. Penghadiran hati dan kesucian hati yang dikonsepsi Ibn ‘Arabi adalah sampai levelnya yang paling dalam dan tersembunyi, dan tingkatnya yang paling puncak dan total- apa yang disebut rahsia Ilahi.

b. Ibn ‘Arabi menunjukkan bahwa laku dalam shalat, sebagaimana ditetapkan hukum fikih adalah jalan riil dan nyata untuk mencapai dan berada dalam hadrah ilâhiyyah, yang menjadi tujuan hakiki ibadah shalat menurut Ibn ‘Arabi.

B. Saran-Saran

1. Berpijak pada bahwa ibadah shalat mempunyai dua makna sekaligus: makna intrinsik, sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan makna instrumental, peneliti berharap kajian filsafat dan tasawuf mendalami dan mengembangkan makna instrumental sebagai sarana pendidikan ke arah nilai-nilai luhur. Meskipun

(39)

pengalaman akan kehadiran Tuhan itu merupakan kebahagiaan tersendiri yang tak terlukiskan dalam kata-kata, namun tidak kurang pentingnya ialah perwujudan keluarnya dalam tindakan sehari-hari berupa perilaku berbudi pekerti luhur, sejiwa dalam perkenan atau ridla Tuhan. Inilah makna instrumental shalat, yang jika shalat itu tidak menghasilkan budi pekerti luhur maka ia sebagai "instrumen" akan sia-sia belaka.

2. Menghasilkan satu jadwal yang menjelaskan tentang kronologi gerakan dan bacaan shalat dimulai dari niat dan diakhiri dengan salam. Yang mencangkup tentang pemahaman, arti dan rahasia.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

al-Ghurab (ed), Al-Radd „ala Ibn Taymiyyah min Kalam alShaykh al-Akbar Muhyi ‟l Din Ibn al-„Arabi, (Damshiq:

penyusunnya sendiri, 1981, cet kedua 1993).

Ali, Yunasril, Manusia Cinta Ilahi, Pengembangan Konsep Insan Kamil Ibn „Arabi oleh al-Jili, Jakarta: Paramadina, 1997.

A. Knysh, “Orthodoxy and Heresy in Medieval Islam: An Essay in Reassessment”, The Muslim World LXXXIII, No. 1 January, 1993.

Afifi, A. A. Memorandum by Ibn „Arabi of His Works, Buletin of the Fakulty of Arts, Alexandria of University, VIII.

Atjeh, Aboebakar. Ibn „Arabi: Tokoh Tasawwuf dan Filsafat Agama, (Jakarta: Tintamas, 1969.

al-Shawwaf, Muhammad Mahmud, Kitab Ta'lim al-Shalah, Jeddah: al-Dar al-Su'udiyyah li al-Nasyr, 1387 H/1967 M.

Al-Sya‟rani. Al-Yawaqit wa al-Jawahir, cairo, 1305/1888.

Almond C. Philip, Mystical Experience and Religiuos Doctrine, (New York: Walter de Gruter and co, 1992.

Allport, G. W. The Individual and His Religion: a Psychological Interpretation. (New York: The Macmillan Co.1950.

(41)

Al-Fayumi, Muhammad Ibrahim, Ibn „Arabi; Menyingkap Kode dan Menguak Simbol di Balik Wihdat al-Wujud, terj, Imam Ghazali Masykur, Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2007.

„Arabi, Ibn, Tafsir al-Qur‟an al-Karim, Beirut: Dar alYaqdziyah al-„Arabiyah, 1367.

_________, The Bezels of Wisdom (Fusus al-Hikam), terj, R.W.J. Austin, (New York: Pauli Press, 1980.

__________, al-Futuhat al-Makkiyyah, juz: IV, (Mesir: Dar al- Kutub al-„Arabiyyah al-Kubra, t.th.

__________, Journey to the Lord of power (Risālah al-Anwār fi mā Yumnah Ṣahib al-Ḥalwā min al-Asrār), New York:

Inner Traditions International Ltd, 1981.

__________, al-Futuhat al-Makkiya, jilid II. Beirut: Dar al-Sadr, t.t.

_______________,

The Bezel of Wisdom, New York: Paulist Press, 1980.

________, Ibn „Arabi, Fushush al-hikam I, A.E. Afifi (e.d), (Beirut:Dar al-kitab al-Arbi, 1980.

Asyu‟da, „Abbas Fadhil, al-Aqlam, No.1 Vol. 2, 1 385 H./1 965 M.

(42)

Chodkiewicz, Michel, “The Diffusion of Ibn Arabi‟s Doctrine,”

Journal of the Muhyiddin Ibn al-`Arabi Society, 1991.

Chittick, William C, Faith and Practice of Islam: Three Thirteenth Century Sufi Texts, Albany, State University of New York Press, 1992.

_____________ , The Sufi Path of Knowledge, New York; State University 0f New York Press, 1989.

____________, Dunia Imajinasi Ibnu Arabi: Kreativitas Imajinasi dan Persoalan Diversitas Agama, terj: Achmad Syahid, Surabaya: Risalah Gusti, 2001.

___________, Penilaian Teologis Atas Nama Wahdat al-Wujud (Kesatuan Wujud) Tuhan-Alam-Manusia Dalam Tasawuf Syamsudin Samatrani, terj. Aziz Dahlan, Padang: IAIN IB Press, 1999

Corbin, Henry, Creative Imagination in the Sufism of Ibn „Arabi, terj, Ralp Menheim, Princeton: Princeton University Press, 1961.

___________, Imajinasi Kreatif Sufisme Ibn „Arabi, terj: Moh.

Khozim dan Suhadi. Yoyakarta: LkiS, 2002

C.A Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, (London: Routledge, 1990.

(43)

Chodkiewicz, Michel, “The Futuhat Makkiyya and Its Commentators: Some Unresolved Enigmas,” terj. Peter Kingsley, dalam Leonard Lewisohn (ed), The Legacy of Medieval Persian Sufism,(London: Khaniqahi Nikmatullahi Publications, 1992.

__________, The Diffusion of Ibn „Arabi‟s Doctrine. JMIAS IX, 1991.

Cf. Carl W. Ernst, Controversies over Ibn al-„Arabi‟s Fusus the Faith of Pharaoh, Islamic Culture CIX , 1985.

Cf. al-Ghurab, “Muhyiddin Ibn al-„Arabi amidst Religions (al- Adyan) and Schools of Thought (al-Madhahib)”, Commemorative, Vol. 199.

Dahlan, Abdul Aziz, Tasawuf Syams al-Din al-Sumatrani, Desertasi: IAIN Jakarta, 1992,

Emil Homerin, „Ibn Arabi in the People‟s Assembly: Religion, press and Politics in Sadat‟s Egypt,‟ in Middle East Journal, Vol. 40, No. 3, 1986.

Ghallab, Muhammad, al-Ma‟rifah „inda Mufakkiry alMuslimin, T.kt.: Dar al-Mishriyyah li al-Ta‟lif wa al-Tarjamah, t.th.

Goldziher, Ignaz, Mazhab Tafsir; Dari Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: elSAQ Press, 2004.

(44)

H.A.R. Gibb and J.H. Kramers, Shorter Encyclopaedia of Islam, Leiden: E.J. Brill, 1974.

Hirtenstein, Stephen, The Unlimited Merciful, The Spiritual Life and Thought of Ibn `Arabi, Oxford: Anqa Publishing, 1999.

Haydar Amuli, Kitab Nass al-Nusus/Le Texte des Textes, (Tehran: L‟Institut Franco-Iranien de Recherche, 1975.

Iqbal, Muhammad, The Reconstruction of Religious Thought in Islam (New Delhi: Kitab Bhavana, 1985.

James, William, The Varieties of Religious Experience, New York: The New American Library, 2003.

Joachim Wach, The Comparative Study of Religious (New York:

Columbia University Press.

Krippendorff, Klaus, Content Analysis: An Introduction to its Metodology London: Sage Publication, 1981.

Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, cet. Ke-I, Yogyakarta; Paradigma, 2005.

Kurniawan, Heru, Mistisisme Cahaya, Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2009.

Landolt, Herman, “Pengalaman Mistik”, Ulumul Qur‟an, No. 3, 1986.

(45)

Moulvi S.A.Q. Husaini, Ibn „Arabi: The Great Muslim Mystic and Thinker, (Lahore: Muhammad Ashraf. 1931), h. 2

Muhammad Luthfi Jum‟ah, Tarikh Falasifat al-Islam fi alMasyriq wa al-Maghrib, (Mesir: Najib Muntaza, 1 927), h. 293-294

Muhammad Tsabit al-Fandi (et.al), Dairat al-Ma‟arif alIslamiyyah, Juz: I, (Kairo: Intisyarat Jihan,1933), h.

232.

Mohd Sani Badron, Menghargai Kepustakaan Metafizik Islam:

Merujuk Khusus Al-Futuhat Almakkiyyah Karya Ibn Al- Arabi (560H./1165M.-638H./1240M.), Afkar, Vo. 2, 2008.

Medina, Francisco de Borja De,” Islam and Christian Spirituality in Spain: Contacts, Influences, Similarities”, Islamochristiana, Vol. 18, 1992.

Noer, Kautsar Azhari, Ibn al Arabi: Wahdat al Wujud dalam Perdebatan, Jakarta: Paramadina, 1995.

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta:

Erlangga, 2006.

M.M.Syarif (ed.), a History of Muslim Philoshophy, Vol I, (Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1963

(46)

Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Philosophycal Instructions, An Introduction to Contemporary Islamic Philosophy, (New York: Global Publications, 1999.

Mulla Ṣadrā , al-Ḥikmah al-Muta‟alliyat Jilid I, Beirut: Dār Iḥyā- Turaṡ al-„Arabi, 1410,

Muthahhari, Murtadha, Pengantar Pemikiran Ṣadrā , Filsafat Hikmah, terj. Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan, 2002.

Madkour, Ibrahim Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Nasution, Harun, Falsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Nasr, Sayyed Husein, Three Muslim Sages, Cambridge: Harvard University Press, 1969.

Noer Iskandar Al-Barsani, Tasawuf , Tarekat & Para Sufi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001.

Nurasiah, “Asrar al-Ibadah, Fikih Spritual, dan Praksis Pemikiran Ibn „Arab”, Jakarta: SPS UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Nico Syukur, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Jakarta:

Leppenas, 1982.

(47)

Osman Yahia, Histoire et classification the I ‟Œuvre d‟Ibn

„Arabi, jilid 2, Damshiq: Institut Français de Damas, 1964 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan

Tematis, Bandung: Mizan, 2001.

Peterson Michael, Kalam Jadid: Pendekatan Baru Dalam Isu-Isu Agama, Sadra Press 2014.

Paul, Ricoeur, Teori Interpretasi, Yogyakarta: Ircisod, 2012.

Palacios, Asìn, Islam and the Divine Comedy, London: n.p., 1986.

Rahman, Fazlur, Prayer: Its Significance and Benefits. The Muslim School Trust, London, 1979

Rahman, Budi Munawar, “Pengalaman Religius dan Logika Bahasa”, UlumulQur‟an, Vol II, 1990.

Rasulullah, Muhammad. (sallallahu„alayhiwasallam) (Karachi:

Huzaifa Publication, 1979.

Stoddart , William, “Aspect of Islamic Esoterism,” dalam Jean- Louis Michon dan Roger Gaetani, ed., Sufism: Love &

Wisdom (Bloomington, Indiana: World Wisdom, 2006.

S. Subardi, The Book of Cebolek, The Haque: Martinus Nijhoff, 1975.

(48)

Strauss, Anselum dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik-Teknik Teoritasi Data, terj, Muhammad Shodiq dan Imarm Muttaqien, cet, ke-4, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2013.

T. Izutsu, Sufism and Taoism: A Comparative Study of Key Philosophical Concepts, (Los Angeles: Univ. of California Press,1984.

Uždavinys, Agil [Ed.], The Heart of Plotinus, Indiana: World Wisdom, 2009.

Winkel, Eric, Syariah, Fiqh and Spirituality, Islamic Quarterly, Vol. 38 1994.

http://www.ibnarabisociety.org/articles/mr_introduction. html

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, perlindungan serta anugerah kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat

It sought to find out how English teachers develop and select materials and strategies for implementing character education in their classroom, how the

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dideskripsikan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas X SMA

Setelah diterapkan sebuah aplikasi berbasis web ini, maka diharapkan dapat memberikan kemudahan kepada Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia

Pembelajaran sejarah menggunakan media berbasis nilai-nilai etika dan moral dalam Serat Wedhatama diharapkan akan: (1) lebih menarik perhatian siswa,

NakedWolves Indonesia Chapter Bandung yang disebut juga Bhumi Parahjangan untuk selanjutnya disebut NWID Bhupar sebagai bagian dari oragnisasi NakedWolves Indonesia lahir di

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan penerapan model kooperatif tipe TGT ( Teams Games Tournamnet ) pada siswa kelas XI

 Inflasi Kota Kendari bulan Agustus tahun 2015, tercatat sebesar 0,64 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 117,29 Secara nasional dari 82 kota yang menghitung inflasi, 59