KHUSUS PENGARUH BOBOT BIBIT DAN PENGGUNAAN
PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN
BIBIT SISTEM POLIBAG DI PEMBIBITAN
AFDHOLIATUS SYAFAAH
A24070022
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
AFDHOLIATUS SYAFAAH. Pengelolaan Sagu (Metroxylon spp.) di
PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau dengan Aspek Khusus
Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan Pupuk Organik Cair terhadap
Petumbuhan Bibit Sistem Polibag di Pembibitan. (dibawah bimbingan Prof.
Dr. Ir. H.M.H. BINTORO DJOEFRIE, M. Agr.)
Kegiatan magang bertujuan untuk mempelajari teknik budidaya sagu,
khususnya pembibitan sagu serta mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan
dalam hal teknis dan manajerial budidaya sagu. Secara khusus, magang ini
ber-tujuan untuk mempelajari pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik
cair terhadap pertumbuhan bibit sistem polibag di pembibitan. Kegiatan magang
dilakukan pada bulan Februari hingga bulan Juni 2011 di PT. National Sago
Prima, Selat Panjang, Riau.
Metode yang digunakan dalam kegiatan magang yaitu metode langsung
dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan melaksanakan aspek
teknis kegiatan budidaya tanaman sagu, meliputi: pembukaan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Selain itu, dilakukan percobaan aspek
khusus pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair terhadap
pertumbuhan bibit sistem polibag. Metode tidak langsung dilakukan melalui
wawancara dan diskusi dengan staf kebun serta studi pustaka untuk mendapatkan
informasi yang mendukung.
Pengumpulan data primer pada aspek pembibitan sagu diperoleh dengan
menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) 2 faktor dengan rancang-an lingkungrancang-an yrancang-ang digunakrancang-an adalah rrancang-ancrancang-angrancang-an acak kelompok. Faktor pertama
yaitu bobot bibit sebagai petak utama dengan 3 taraf yang meliputi: 50≤x<200 g (B1), 200≤x<500 g (B2), dan 500≤x≤800 g (B3). Faktor kedua yaitu penggunaan Pupuk Organik Cair (POC) sebagai anak petak dengan 4 taraf yang meliputi:
konsentrasi 0 ml/l (P1), 2 ml/l (P2), 5 ml/l (P3), dan 8 ml/l (P4). Data primer yang
diperoleh dari percobaan dianalisis menggunakan uji F, jika berbeda nyata
dilakukan pada Divisi 5 dan 7, penyulaman tanaman dilakukan pada Divisi 1, 2, 3,
dan 4, serta pembibitan menghasilkan bibit yang digunakan untuk penyulaman
pada empat divisi serta penanaman baru pada Divisi 5.
Pertumbuhan bibit sagu di pembibitan sistem polibag dipengaruhi oleh
lingkungan dan keadaan bibit itu sendiri. Bobot bibit 200≤x<500 g memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase hidup bibit, petumbuhan panjang daun,
jumlah daun total, dan persentase pemekaran daun, sedangkan perlakuan pupuk
organik cair tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif
Afdholiatus Syafaah1, M.H Bintoro2,
1
Student at Departement of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University
2
Lecture at Departement of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University
Abstract
The objective of this study was to obtain some informations about sago palm cultivation especially in nursery and know the effect of sucker weight and liquid manure application to the vegetative growth of sago sucker at polybag nursery system. This experiment held in PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau from February to June 2011. The primary data were found by direct methods, it included the following activities in cultivation of sago palm, and did experiment in the field. The secondary data were found by indirect method, interviewed and discussed with the company staff and study literature to get more informations. The special aspect was find by arranged in split plot design, where the main plot was sucker weight with three levels (50-200 g, 200-500 g, and 500-800 g) and the subplot was four levels of liquid manure application (0, 2, 5, and 8 ml/l) with three replications. The results showed that there was no significantly different in the vegetative growth of sucker by liquid manure application. The sucker weight treatment showed significantly different to survival rate, leaf length, number of leaves, and percentage of expanded leaves. The larger suckers produced higher of leaf length. However, larger suckers didn’t always produce higher percentage of expanded leaves and higher survival rate of suckers in comparison to smaller ones. The sucker weight 200-500 g was the best sucker size to the vegetative growth of suckers.
KHUSUS PENGARUH BOBOT BIBIT DAN PENGGUNAAN
PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN
BIBIT SISTEM POLIBAG DI PEMBIBITAN
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
AFDHOLIATUS SYAFAAH
A24070022
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
DENGAN ASPEK KHUSUS PENGARUH BOBOT
BI-BIT DAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK CAIR
TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SISTEM
POLI-BAG DI PEMBIBITAN
Nama : AFDHOLIATUS SYAFAAH
NIM
: A24070022
Menyetujui,
Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr.
NIP. 19480108 197403 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003
Penulis lahir pada tanggal 27 Juli 1989 di Kabupaten Kudus, Propinsi
Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan
Mahmudi dan Samrotun.
Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1995 pada umur enam
tahun di SD Adiwarno 1. Penulis melanjutkan pendidikan di MTs Negeri Kudus
selama tiga tahun kemudian sekolah di MAN 2 Kudus selama tiga tahun.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada kegiatan Organisasi
Mahasiswa Daerah (Omda) Kudus sebagai pengurus inti selama 2 tahun dan Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka IPB selama 2 tahun. Selain itu, penulis
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengelolaan Sagu
(Metroxylon spp.) Di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau dengan
Aspek Khusus Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan Pupuk Organik Cair
terhadap Pertumbuhan Bibit Sistem Polibag di Pembibitan
”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi danHortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr. sebagai dosen pembimbing
skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan ide,
bim-bingan, masukan, dan saran selama proses pembuatan skripsi ini.
2. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS. dan Ir. Sofyan Zaman, MP. sebagai dosen penguji
3. Bapak, Ibu, dan seluruh keluarga yang telah memberi semangat dan doa.
4. Albertus Fajar Irawan, SP. M.Agr. Ph.D selaku dosen pembimbing lapang serta
Mas Gia, Kak Warno, Mbak Ruri, Mas Wili, Mbak Endang yang telah
membe-rikan masukan, saran, bimbingan, dan semangat selama pelaksanaan magang.
5. Ir. Erwin selaku General Manager di PT. National Sago Prima beserta para asisten divisi dan seluruh karyawan PT. National Sago Prima
6. Tika, Yanti, Gandhi, dan Galvan yang telah memberi bantuan, dorongan, dan
masukan selama pelaksanaan kegiatan magang.
7. Sahabat Mbak Wage, Mbak Umi, Evi, Ardoyo, Andina, Indin, Isma,
teman-teman AGH, teman-teman-teman-teman kost Riski, dan seluruh bimbingan Prof. Bintoro
yang selalu memberi dukungan, semangat, dan doa.
Bogor, September 2011
Halaman
Analisis Data dan Informasi ... 11
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ... 12
Sejarah Pengusahaan ... 12
Latar Belakang Pengusahaan Sagu ... 12
Letak Geografi ... 13
Keadaan Iklim dan Tanah ... 13
Luas Areal dan Tata Guna Lahan ... 15
Keadaan Tanaman dan Produksi ... 15
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 16
Deskripsi Kerja Karyawan ... 17
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 20
Aspek Teknis ... 20
Pembukaan Lahan (Land Cearing) ... 20
Bloking Area ... 20
Pemancangan Blok dan Pemancangan Ajir ... 22
Pembuatan Lubang Tanam ... 23
Pembibitan ... 23
Pengambilan Anakan dan Seleksi Bibit ... 24
Persemaian ... 26
Pengelolaan Air ... 33
Pemanenan ... 34
Sensus Tanaman ... 36
Sensus Hidup-Mati... 37
Sensus Produksi... 37
HASIL DAN PEMBAHASAN ...39
Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu ... 39
Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan Pupuk Organik cair terhadap Pertumbuhan Bibit Sistem Polibag di Pembibitan ... 41
1. Persentase Hidup Bibit ... 42
2. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas ... 43
3. Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1 ... 45
4. Jumlah Daun Total ... 46
5. Persentase Pemekaran Daun 1 ... 47
6. Jumlah Anak Daun 1 ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
Kesimpulan ... 53
Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
No Halaman
1. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Persentase Hidup Bibit ... 43
2. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas pada Bibit Sagu ... 44
3. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Pertumbuhan Panjang Petiol daun 1 ... 45
4. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Jumlah Daun ... 47
5. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Persentase Pemekaran Daun 1... 47
No. Halaman
1. Lokasi Pembibitan Menggunakan Paranet 55 % ... 9
2. Penimbangan Bibit ... 10
3. Aplikasi Fungisida ... 10
4. Penanaman Bibit dalam Polibag ... 10
5. Aplikasi Pupuk Organik Cair ... 11
6. Pembukaan Lahan Menggunakan Alat Ekskavator ... 21
7. Pelaksanaan Kegiatan Pemancangan Ajir ... 22
8. Lubang Tanam Siap untuk Penanaman ... 23
9. Ciri-Ciri Bibit yang Baik: Banir Berebtuk ”L” (Kiri), Petiol Berwarna Merah Muda (Tengah), Pangkal Banir Berwarna Merah Muda (Kanan) ... 25
10. Rakit sebagai Tempat Tumbuh Bibit selama Pembibitan ... 27
11. Perhitungan Bibit sebelum Semai ... 27
12. Keranjang sebagai Alat Angkut Bibit ... 28
13. Pemberian Penyangga pada Bibit dengan Posisi Menyilang ... 29
14. Kondisi Rumpun Sagu setelah Dilakukan Kontrol Pertumbuhan ... 30
15. Penyemprotan Herbisida ... 32
16. Layout Tata Kelola Air ... 33
17. Tanaman Sagu Memasuki Fase Nyorong ... 35
18. Tebang Tanaman Sagu Menggunakan Kapak ... 35
19. Tual Sagu Siap Angkut Berukuran 42 inchi ... 36
20. Hama saat Panen pada Tual Sagu ... 41
21. Persentase Hidup Bibit Sagu pada 8 MSA ... 42
22. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas pada 8 MSA ... 44
23. Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1... 46
24. Serangan Penyakit pada Bibit Sagu ... 50
No. Halaman
1. Peta Wilayah Kerja PT. National Sago Prima ... 58
2. Struktur Organisasi PT. National Sago Prima... 59
3. Layout Percobaan... 60
4. Tabel Rata-Rata Curah Hujan Dan Hari Hujan Di Kabupaten Bengkalis
Tahun 2008... 61
5. Rata-Rata Suhu Udara pada Stasiun Japura-Rengat Tahun 2008 ... 62
6. Rata-Rata Kecepatan Angin pada Stasiun Japura-Rengat Tahun 2008 .. 63
7. Kandungan Pupuk Organik Cair ... 64
8. Sifat Kimia dan Unsur Hara Utama (% Bobot) Lahan Gambut (0.5-30.0
cm) Riau, Sumatera ... 65
9. Sidik Ragam Persentase Hidup Bibit ... 66
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai jumlah penduduk
ter-banyak keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Menurut data
BPS (2010), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.5564 juta
jiwa dengan laju pertambahan penduduk selama sepuluh tahun terakhir sejak
tahun 2001 sebesar 1.49 % per tahun. Wacana publik tentang potensi kelangkaan
pangan cenderung dipersempit pada pengadaan beras semata, padahal sampai saat
ini areal pertanian di Indonesia semakin sempit. Areal pertanian potensial yang
dapat ditanami tanaman pangan terpusat di Pulau Jawa. Areal tersebut
meng-alami alih fungsi dari lahan pertanian menjadi kawasan industri dan kawasan
pemukiman. Hal tersebut secara tidak langsung akan berdampak pada
berkurang-nya sumber pangan nasional.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mencapai ketahanan pangan
yaitu mencari bahan pangan substitutif atau aditif untuk mengurangi konsumsi
beras. Program rediversifikasi atau pengembalian pada keragaman sumber pangan
lokal merupakan salah satu kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah untuk
mengantisipasi ancaman krisis pangan akibat terjadinya konversi lahan dan
perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini.
Tanaman sagu (Metroxylon spp.) merupakan tanaman pangan alternatif untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat nasional, sehingga pengusahaannya perlu
diperhatikan dalam rangka mengurangi konsumsi tanaman pangan golongan
biji-bijian.Tanaman sagu mempunyai nilai penting karena termasuk tanaman pangan penghasil pati paling produktif yaitu 25 ton pati kering/ha/tahun (BPBPI, 2007)
atau sekitar 20-40 ton pati kering/ha/tahun (Bintoro et al., 2010). Setelah pohon ditebang, empulur batang diolah untuk mendapatkan pati sagu. Pati sagu dapat
digunakan sebagaimana tepung beras, jagung, gandum, tapioka, dan kentang
(Djoefrie, 1999). Tepung sagu mengandung amilosa 27 % dan amilopektin 73 %.
Kandungan kalori, karbohidrat, protein, dan lemak tepung sagu setara dengan
tepung tanaman penghasil karbohidrat lainnya (BPBPI, 2007). Menurut Schuiling
karbohidrat, 0.11-0.25 % lemak, 10-17 % air, 0.31 % protein, 1.35 % serat, dan
0.15-0.28 % ampas. Selain itu, Kanro et al. (2003) menambahkan bahwa tepung sagu digunakan sebagai bahan makanan pokok di Papua, disamping untuk kue
dan bahan baku pembuatan sirup atau alkohol.
Selain sebagai sumber pangan, tanaman sagu dapat digunakan sebagai
bahan energi dengan mengolah pati sagu menjadi etanol dan sebagai bahan baku
industri non pangan untuk pembuatan plastik yang dapat terurai (Bintoro et al.,
2010). Pelepah daun sagu dapat dijadikan sebagai atap rumah (Josue and Okazaki,
2001). Limbah sagu dapat digunakan sebagai pupuk, media tanam, dan mulsa
(Bintoro et. al., 2001). Jika dilihat dari segi lingkungan, tanaman sagu dapat menyerap CO2 sebesar 25-27 mg CO2/dm2/jam (Miyazaki et. al., 2007), sehingga penanaman sagu dapat mengurangi emisi CO2ke udara.
Pengadaan bahan tanaman yang berkualitas pada awal penanaman akan
memberikan banyak manfaat. Pembibitan merupakan awal dari kegiatan budidaya
tanaman yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pembibitan bertujuan untuk menyeragamkan tingkat pertumbuhan bibit
dan meningkatkan persentase hidup tanaman setelah penanaman di lapang.
Asmara (2005) menyatakan bahwa pembibitan yang digunakan di PT. National
Timber and Forest Product (sekarang menjadi PT. National Sago Prima) yaitu
sistem rakit yang hanya mungkin diterapkan jika kanal atau sungai tersedia.
Pembibitan sistem rakit mempunyai kelemahan yaitu tingkat kematian bibit
setelah dipindahtanamkan ke lapang tergolong tinggi. Menurut Bintoro (2008),
selain menggunakan rakit/kanal, pembibitan juga dapat dilakukan di tanah atau
dalam polibag yang diisi tanah. Namun, Wibisono (2011) mengatakan bahwa
pembibitan sistem polibag mempunyai tingkat kematian lebih tinggi daripada
sistem rakit.
Bobot bibit yang ditanam di pembibitan serta kegiatan pemupukan di
pembibitan akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif bibit. Bobot bibit yang
baik yaitu sekitar 3-4 kg (Bintoro, 2008) atau 2-3 kg (Irawan, 2010), tetapi akan
menjadi kurang efisien ketika dipindahkan ke lapang. Menurut Omori et al.,
(2002), anakan sagu yang berukuran kecil maupun besar (0.9-2.4 kg)
Selain bobot bibit, hal yang perlu diperhatikan yaitu kegiatan pemupukan
di pembibitan. Pupuk dapat menjadi tambahan nutrisi untuk meningkatkan daya
hidup bagi tanaman sagu terutama saat pembibitan. Penggunaan pupuk organik
cair dapat menambahkan bahan organik ke dalam tanah, sehingga berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan tanaman (Musnamar, 2003). Oleh karena itu,
diperlukan studi khusus tentang pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk
organik cair terhadap pertumbuhan bibit sagu di pembibitan.
Tujuan
Kegiatan magang di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau
mem-punyai tujuan sebagai berikut:
1. Mempelajari teknik budidaya tanaman sagu
2. Mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa dalam hal teknis dan
manajerial budidaya tanaman sagu
3. Mempelajari aspek pembibitan di perkebunan sagu
4. Mempelajari pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair terhadap
Botani Sagu
Tanaman sagu termasuk kedalam jenis palmae. Tanaman tersebut berbuah
satu kali sepanjang hidupnya (hepaxanthic). Sistem perakaran sagu tidak dalam,
berkembang biak secara generatif dengan biji dan vegetatif melalui stolon.
Tanaman sagu tumbuh mengelompok, tajuk terbentuk dari pelepah yang berdaun
sirip. Tinggi pohon mencapai 8-17 m tergantung dari jenis dan tempat tumbuh.
Batang di atas pangkal pohon berbentuk silindris dan berdiameter 40-50 cm
(Kurnia, 1991).
Anakan sagu yang baru tumbuh biasanya mempuyai 2 lembar daun. Sirip
daun yang tumbuh pada pelepah-pelepah muda jumlahnya akan bertambah sesuai
dengan pertumbuhan umur. Dalam awal pertumbuhannya sebelum mampu
ber-fotosintesis sendiri dan belum membentuk perakaran yang sempurna, tunas
mem-peroleh makanan (kebutuhan karbohidrat) dari pohon induknya (Kurnia, 1991).
Tanaman sagu mempunyai 24 daun jika hidup di lingkungan yang optimal.
Satu daun terbentuk setiap bulan dan daun paling tua akan mengering kemudian
mati. Daun yang membuka sempurna mempunyai panjang 5-8 m dengan 100-190
anak daun (Flach, 1997).
Syarat Tumbuh Sagu
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson tipe iklim A dan B sangat ideal
untuk pertumbuhan sagu dengan rata-rata hujan tahunan 2 500-3 000 mm/tahun.
Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24.5-29oC dengan suhu
minimal 15oC dan kelembaban nisbi 70-90 % (Haryanto dan Pangloli, 1992;
Falch, 1997).
Sagu dapat tumbuh dengan baik dari Filipina bagian Selatan (Utara)
sampai Pulau Rote (Selatan) atau dari 10oLU- 10oLS, dari Kepulauan Pasifik
(Barat) sampai ke India bagian Timur. Di kawasan tersebut hutan sagu ditemukan
pada lahan-lahan dataran rendah sampai ketinggian 1 000 m dpl, di sepanjang tepi
ter-baik bagi tanaman sagu sampai 400 m dpl (Haryanto dan Pangloli, 1992; Djoefrie,
1999). Lebih dari 400 m dpl pertumbuhannya lambat dan kadar patinya rendah.
Pada ketinggian di atas 600 m dpl, tinggi pohon sagu sekitar 6 m. Tegakan sagu
secara alamiah ditemukan sampai 300 m dpl. Tanaman sagu di Papua, Maluku,
Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dijumpai pada ketinggian tersebut (Djoefrie,
1999).
Sagu dapat tumbuh di lahan gambut, bahkan di Sarawak sagu terutama
ditanam di lahan gambut (Schuiling and Flach 1985). Pada lahan kurang basah
pohon sagu dapat tumbuh lebih tinggi. Pada lahan terlalu basah pertumbuhan sagu
kalah cepat dengan pertumbuhan rerumputan herba sehingga kalah bersaing
dalam memperolah ruang tanah. Pada lahan kering pertumbuhan sagu kalah cepat
dengan pertumbuhan pepohonan hutan yang lain sehingga kalah bersaing dalam
memperoleh sinar matahari (Schuiling and Flach 1985; Notohadiprawiro dan
Louhenapessy, 2006). Auri (1996) telah melakukan penelitian kondisi tempat
tumbuh sagu di Oransbari (Kabupaten Manokwari, Papua). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kondisi tanah dengan penggenangan air secara berkala dapat
memacu pertambahan tinggi tanaman dan pembentukan anakan tanaman sagu.
Pembibitan Sagu
Tanaman sagu dapat diperbanyak secara generatif melalui biji dan
vegetatif melalui anakan/sucker/abut. Perkembangbiakan secara vegetatif lebih banyak dilakukan daripada secara generatif karena lebih cepat tumbuh dan
pertumbuhannya seragam. Anakan sagu diambil dari induk sagu yang produksi
patinya tinggi, bibit masih segar dengan pelepah yang masih hijau, bibit sudah
cukup tua dicirikan dengan bonggol (banir) yang sudah keras, pelepah dan pucuk
yang masih hidup, mempunyai perakaran yang cukup, panjang pelepah minimal
30 cm, tidak terserang hama penyakit, banir berbentuk “L”, serta rata-rata bobot
bibit 3-4 kg (Bintoro, 2008).
Beberapa unsur hara yang diperlukan tanaman diperoleh dari tiga sumber,
yaitu dari udara, air, dan tanah (Agromedia, 2007). Tanah yang baik adalah tanah
yang mampu menyediakan unsur-unsur hara secara lengkap. Jika kekurangan
unsur hara, tanah dikatakan tidak subur. Untuk menghadirkan kembali unsur hara
dalam jumlah cukup, perlu dilakukan penambahan pupuk. Pupuk adalah bahan
yang diberikan ke dalam tanah baik organik maupun anorganik untuk mengganti
kehilangan unsur hara dari dalam tanah.
Pemupukan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
meme-nuhi ketersediaan unsur hara tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Namun,
pemupukan tidak selamanya memberikan jaminan kesuburan bagi tanaman.
Pemupukan yang keliru justru membawa dampak negatif bagi tanaman.
Pemu-pukan harus dilakukan secara tepat agar dapat memberikan pertumbuhan
maksimal bagi tanaman (Agromedia, 2007).
Ada beberapa hal yang harus diingat dalam pemberian pupuk untuk
tanaman, yaitu ada tidaknya pengaruh terhadap perkembangan sifat tanah (fisik,
kimia, maupun biologi) yang akan merugikan serta ada tidaknya gangguan
keseimbangan unsur hara dalam tanah yang berpengaruh terhadap penyerapan
unsur hara tertentu untuk tanaman (Musnamar, 2003). Selain itu, sebelum
melakukan pemupukan perlu diperhatikan jenis, konsentrasi, aplikasi, hingga
waktu pemupukan yang tepat (Agromedia, 2007). Pemupukan yang dilakukan
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanakan di PT. National Sago Prima, Selat Panjang,
Riau. Kegiatan magang dilakukan pada bulan Februari-Juni 2011.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang yang dilakukan meliputi kegiatan teknis di lapangan dan
kegiatan manajerial baik di kebun maupun di kantor. Kegiatan teknis yang diikuti
yaitu pelaksanaan teknik budidaya sagu, meliputi: pembukaan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan magang sebagai mandor
dilakukan dengan melaksanakan pengawasan pada semua kegiatan di kebun;
perhitungan dan perencanaan kebutuhan tenaga kerja, biaya dan teknis yang telah
dikeluarkan; serta pembuatan jurnal harian, mingguan, dan bulanan. Kegiatan
magang sebagai pendamping asisten kepala divisi dilaksanakan dengan
melaku-kan pengawasan dan pendiskusian tentang aspek manajerial, membantu
menge-lola dan mengawasi pekerjaan tenaga kerja, mempelajari keadaan kebun, serta
mempelajari dan menganalisis kegiatan administrasi kebun.
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan data primer diperoleh melalui pelaksanaan kegiatan secara
langsung di lapangan. Kegiatan tersebut terutama dilakukan dengan mengambil
aspek khusus pada budidaya tanaman sagu. Melalui kegiatan tersebut diperoleh
data-data yang meliputi data rata-rata tenaga kerja, hambatan dan pelaksanaan
selama kegiatan tersebut berlangsung. Pengamatan aspek budidaya tanaman sagu
yaitu pengamatan faktor manajerial yang meliputi: perencanaan,
pengorganisasi-an, pelaksanapengorganisasi-an, pengawaspengorganisasi-an, dan evaluasi teknik budidaya yang dilakukan.
Data sekunder diperoleh dari data yang telah tersedia di perusahaan. Data
tersebut diperoleh dengan cara mempelajari dan menganalisis laporan manajemen
perusahaan yang tersedia, meliputi: laporan tahunan, laporan semesteran, serta
Kegiatan pengamatan aspek khusus dilakukan secara langsung dengan
mengambil data dari salah satu aspek budidaya yaitu pembibitan. Data yang
diambil dari pembibitan terdiri atas persentase hidup bibit sagu, pertumbuhan
panjang daun pangkas dan panjang petiol daun 1, persentase pemekaran daun
baru, jumlah anak daun, serta jumlah daun total.
Pengumpulan data primer pada aspek pembibitan sagu diperoleh dengan
menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) 2 faktor dengan ran-cangan lingkungan yang digunakan adalah ranran-cangan acak kelompok. Faktor
pertama yaitu bobot bibit sebagai petak utama dengan 3 taraf yang meliputi:
50≤x<200 g (B1), 200≤x<500 g (B2), dan 500≤x≤800 g(B3). Faktor kedua yaitu penggunaan Pupuk Organik Cair (POC) sebagai anak petak dengan 4 taraf yang
meliputi: konsentrasi 0 ml/l (P1), 2 ml/l (P2), 5 ml/l (P3), dan 8 ml/l (P4).
Model persamaan linear yang digunakan yaitu:
Yijk= + k + i+ j + δik +()ij+ijk
Yijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kom-binasi bobot bibit ke-i dan aplikasi POC ke-j
= rataan umum
k = pengaruh aditif dari kelompok ke-k i = pengaruh bobot bibit ke-i
j = pengaruh aplikasi POC ke-j
δik = pengaruh acak dari petak utama, yang muncul dari bobot bibit ke-i dalam kelompok ke-k (galat petak utama)
()ij= pengaruh interaksi antara bobot bibit ke-i dengan aplikasi POC ke-j
ijk = pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan bobot bibit dan aplikasi POC (galat anak petak)
Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh perlakuan yang bersifat aditif,
data menyebar normal, galat percobaan saling bebas dan menyebar normal, serta
ragam galat percobaan bersifat homogen (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).
Kombinasi perlakuan yang digunakan sebanyak 12 perlakuan dengan 3
kali ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Pengambilan data aspek
percobaan. Jumlah keseluruhan bibit yang ditanam sebanyak 1 080 bibit dengan
360 bibit sebagai bibit contoh.
Bahan yang digunakan yaitu bibit sagu yang sehat, bebas serangan hama
dan penyakit, mempunyai banir berbentuk “L”, dan perakarannya cukup. Alat
yang disiapkan yaitu paranet 55% (Gambar 1), timbangan, polibag, ember, dan
meteran.
Bibit dipangkas dengan ukuran ± 30 cm di atas banir. Bibit ditimbang
(Gambar 2) kemudian dikelompokkan sesuai taraf perlakuan bobot bibit. Bibit
sagu yang sudah ditimbang kemudian direndam menggunakan larutan fungisida
dengan konsentrasi 2 g/L (Gambar 3). Bibit ditanam di polibag dengan media
tanam berupa tanah gambut (Gambar 4). Aplikasi POC dilakukan satu bulan
setelah tanam dengan dosis aplikasi sebanyak 150 ml/bibit yang diaplikasikan
setiap hari (Gambar 5). Penyiraman dilakukan secara manual sebanyak 2 kali
sehari. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 2 bulan.
Beberapa peubah yang diamati:
1. Persentase hidup bibit, dibandingkan antara total bibit yang hidup dan total
bibit yang ditanam
2. Panjang daun pangkas, diukur mulai dari pangkal banir sampai titik teratas
daun yang terpangkas
3. Panjang petiol daun 1, diukur mulai dari titik tumbuh bibit baik ketika masih
berupa tunas maupun setelah berubah menjadi daun mekar sempurna
4. Jumlah daun, dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan daun yang ada pada
bibit
5. Persentase pemekaran daun, dihitung dari jumlah daun yang mekar sempurna.
6. Jumlah anak daun, dihitung dari total anak daun yang telah mekar sempurna.
Gambar 2. Penimbangan Bibit
Gambar 3. Aplikasi Fungisida
Gambar 5. Aplikasi Pupuk Organik Cair
Analisis Data dan Informasi
Seluruh data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan magang dianalisis
menggunakan metode deskriptif yaitu dengan membandingkan dengan standar
dan aturan kerja dari setiap kegiatan serta studi pustaka yang berlaku tentang
budidaya sagu. Untuk mengetahui pengaruh nyata akibat perlakuan bobot bibit
dan penggunaan pupuk organik cair serta interaksinya terhadap pertumbuhan bibit
di pembibitan, digunakan uji F. Uji lanjut dilakukan jika pengaruh perlakuan atau
interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah yang diamati
dengan uji lanjut DMRT taraf 5 %. Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh
perlakuan yang bersifat aditif, galat percobaan saling bebas dan menyebar normal,
Sejarah Pengusahaan
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24
Juli 1995 Kelompok Hutan Teluk Kepau disetujui menjadi Hutan Tanaman
Industri (HTI) Sagu PT. National Timber and Forest Product yang merupakan
areal hutan produksi bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Siak Raya Timber
Plywood. HTI Sagu PT. National Timber and Forest Product berganti nama
menjadi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Tanaman
Industri (IUPHHBK-HTI) Sagu PT. National Timber and Forest Product
ber-dasarkan SK dari Menteri Kehutanan No. SK.353/Menhut-II/2008 tanggal 24
September 2008.
PT. National Timber and Forest Product dengan surat Nomor
21/NT/HTI-D/IV/2009 tanggal 20 Februari 2009 berubah namanya menjadi PT. National
Sago Prima dengan alasan untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan agar
lebih fokus dalam pengelolaan dan pengembangan IUPHHBK-HTI Sagu. PT.
National Sago Prima telah diberikan IUPHHBK-HTI seluas 21 620 ha, di
Kabupaten Kepulauan Meranti (merupakan pemekaran dari Kabupaten
Bengka-lis), Propinsi Riau sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 380/
Menhut-II/2009 tanggal 25 Juni 2009.
Latar Belakang Pengusahaan Sagu
Sagu dapat tumbuh dengan baik di lahan rawa dan lahan gambut. Pada
lahan tersebut tanaman lain tidak dapat tumbuh kecuali dengan adanya drainase
dan perbaikan tanah. Luas lahan gambut di Indonesia lebih dari 20 juta hektar.
Sebesar 6.29 juta ha terdapat di Sumatera, sementara 4.044 juta ha diantaranya
terdapat di Propinsi Riau (sekitar 51.71 % dari luas total Propinsi Riau). Gambut
di daerah Riau menyimpan karbon sebesar 14 605 juta ton. Jika lahan gambut
tidak dikelola dengan baik, maka akan berdampak pada pelepasan karbon ke
Selain menjadi sumber karbohidrat, tanaman sagu memiliki kemampuan
menyerap CO2 lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman perkebunan lain. Hal
tersebut terjadi karena dalam satu rumpun sagu terdapat banyak anakan yang
memiliki kemampuan untuk menyerap CO2. Menurut Miyazaki et. al., (2007), tanaman sagu dapat menyerap CO2 sebesar 25-27 mg CO2/dm2/jam. Oleh karena
itu, penanaman sagu dapat mengurangi emisi CO2ke udara.
Latar belakang pemikiran tersebut memberikan landasan kepada PT.
National Sago Prima untuk mengembangkan industri pengolahan sagu. Selain itu,
tujuan yang hendak dicapai yaitu pengusahaan perkebunan sagu secara optimal
demi kesejahteraan dan peningkatan pendapatan penduduk setempat pada
khusus-nya, serta peningkatan kemajuan ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya dengan landasan manajemen hutan berkelanjutan.
Letak Geografi
Lokasi HTI Sagu PT. National Sagu Prima secara administratif terletak di
Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Meranti, Selat Panjang, Propinsi Riau. PT.
National Sagu Prima diapit beberapa desa, yaitu Desa Sungai Tohor, Desa Teluk
Buntal, Desa Tanjung Sari, Desa Kayu Ara, Desa Lukun, Desa Sungai Pulau, dan
Desa Kepau Baru.
Secara geografis PT. National Sago Prima terletak pada koordinat
0o31’LU-1o08’LU dan 101o43’BT-103o08’BT yang dilewati beberapa aliran
sungai, yaitu Sungai Mukun, Sungai Pulau, dan Sungai Buntal. dengan ketinggian
0-5 m di atas permukaan laut. Topografi tanah tergolong datar dengan kemiringan
lahan tergolong kelas lereng L1 (kelerengan 0-8 %) (Fauzan, 2010).
Keadaan Iklim dan Tanah
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan iklim di suatu daerah,
yaitu suhu udara, tekanan udara, angin, kelembaban udara, dan curah hujan.
Menurut sistem klasifikasi Schmidt and Ferguson areal HTI PT. National Sago
Prima termasuk tipe iklim B dengan Q=33.3 %. PT. National Sago Prima
kecepatan angin di areal kebun mencapai 2-4 m/s yang tergolong angin lemah
hingga sedang. Berdasarkan pengukuran curah hujan yang tercatat oleh BMG
pada tahun 1971-2000, curah hujan rata-rata tahunan sebanyak 2 191 mm dengan
jumlah hari hujan 280 hari/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan November dan
curah hujan terendah pada bulan Agustus. Pada tahun 2008, curah hujan tertinggi
terjadi pada bulan April dan curah hujan terendah pada bulan Juli. Rata-rata curah
hujan pada tahun 2008 mencapai 1 409 mm dengan 65 hari hujan. Rata-rata curah
hujan tahunan pada tahun 2007-2008 sebesar 1 966 mm (Fauzan, 2010).
Jenis tanah yang terdapat di areal PT. National Sago Prima adalah tanah
organosol seluas 19 820 hektar (99.6 %) dan tanah alluvial seluas 80 hektar
(0.4%). Jenis tanah termasuk tanah lekat, porositas tanah tergolong sedang, dan
reaksi tanah yang sangat masam dengan pH tanah sekitar 3.1-4.0. Kepekaan
terjadinya erosi tergolong tinggi, tetapi kemungkinan terjadi erosi rendah karena
topografi wilayah tersebut datar (Fauzan, 2010).
Karakteristik tanah organosol memiliki solum dalam ( >100 cm) dengan
kandungan bahan organik lebih dari 20 %. Tekstur lapisan bawah halus (liat)
sedangkan lapisan atas merupakan hemik dengan tingkat pelapukan sampai
tingkat menengah. Konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah
tergolong sangat masam dengan pH 3.1-4.0. Kepekaan terhadap erosi relatif
tinggi, tetapi mengingat topografi wilayah tersebut datar maka kemungkinan
terjadi erosi rendah.
Tanah organosol atau lebih dikenal dengan tanah gambut yaitu tanah yang
terbentuk oleh lingkungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang
terjadi hampir sepanjang tahun selama ratusan tahun. Secara nasional, luas lahan
gambut lebih dari 20 juta ha, sebesar 6.29 juta ha terdapat di Sumatera, sementara
4.044 juta ha diantaranya terdapat di Propoinsi Riau. Menurut data KLH
diperkirakan gambut di Riau menyimpan karbon sebesar 14 605 juta ton, yang
jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan efek rumah kaca. Daratan Riau
(54.71 %) merupakan lahan gambut yang sebagian besar merupakan gambut
dalam yang kedalamannya lebih dari 3 m. Berdasarkan hasil pengukuran pada
peta geologi 1:100 000 susunan batuan di areal HTI Sagu PT. National Sago
litologi lempung, lanau, kerikil kecil, dan sisa pertumbuhan di rawa gambut
(Fauzan, 2010).
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin pengusahaan hutan produksi
yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, dan
pemasaran. PT. National Timber and Forest Product (sekarang menjadi PT.
National Sago Prima) adalah salah satu pemegang HPH di Propinsi Riau
ber-dasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 135/ KPTS/ UM/3/ 1974
tanggal 14 Maret 1974 dengan masa konsesi 20 tahun.
Pada tahun 1995, setelah masa konsesi HPH berakhir PT. National Timber
and Forest Product memperoleh Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
dengan Surat Menteri Kehutanan nomor 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24 Juli
1995. Pada tahun 1996 PT. National Timber and Forest Product selanjutnya
mengajukan Izin Penebangan Kayu (IPK) dengan surat keputusan nomor 17/
Kpts/HUT/1996.
Izin Penebangan Kayu (IPK) diberikan dengan ketentuan bahwa setelah
dilakukan penebangan maka areal tersebut harus ditanam kembali dengan
tanaman industri (sagu). Selain pengusahaan sagu (Metroxylon spp.), PT. National Sago Prima juga harus melakukan penanaman tanaman unggulan setempat yaitu
geronggang (Cratoxylon spp.), tanaman kehidupan (Cocos nucifera Linn.) dan mempertahankan hutan konservasi seluas 10%.
Menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.353/MENHUT
II/2008 PT. National Sago Prima memiliki luas areal pertanaman seluas 21 620 ha
dengan areal yang baru diusahakan seluas 12 000 ha yang terbagi menjadi 12
divisi. Luas areal untuk setiap divisi yaitu 1 000 ha yang terbagi menjadi 20-24
blok dengan rata-rata luas areal 50 ha per blok.
Keadaan Tanaman dan Produksi
Areal tanaman sagu dibagi menjadi 12 divisi yang berfokus pada 4 divisi
sagu tersebar ke dalam 8 lokasi/blok dengan kegiatan budidaya setiap tahun
disesuaikan dengan luas masing-masing blok. Masa panen pertama dicapai pada
tahun ke-11 setelah tanam dan setiap divisi mulai dapat dipanen terus-menerus
setiap dua tahun sekali pada tahun ke-15 setelah tanam.
Sagu yang ada di perusahaan ditanam pada tahun 1996. Jenis sagu yang
ditanam yaitu sagu berduri (tuni) dan sagu tidak berduri (molat). Jarak tanam sagu
yang digunakan perusahaan yaitu 8 m x 8 m, sehingga dalam 1 ha lahan terdapat
156 tanaman sagu.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Susunan organisasi atau struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai
suatu susunan dan hubungan antara komponen atau bagian-bagian dan posisi
dalam suatu perusahaan. Pada suatu perusahaan, pelaksanaan organisasi dapat
dijadikan sebagai alat kontrol. Organisasi dan manajemen merupakan hal penting
dalam menentukan operasional pengelolaan perusahaan. Kedua hal tersebut akan
menentukan perkembangan dan masa depan perusahaan yang dikelola.
Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. National Sago Prima adalah
sistem organisaasi lini atau garis. Sistem tersebut merupakan bentuk organisasi
dengan pimpinan sebagai pemegang wewenang tunggal. Garis komando kuat dan
hanya satu yaitu secara vertikal dari atas ke bawah. Segala keputusan
kebijaksana-an dkebijaksana-an tkebijaksana-anggung jawab ada pada satu tkebijaksana-angkebijaksana-an.
Kelebihan struktur organisasi lini yaitu kesatuan komando terjamin
sepenuhnya karena pimpinan berada pada satu orang, garis komando berjalan
secara tegas karena pimpinan berhubungan langsung dengan bawahan, proses
pengambilan keputusan cepat, koordinasi dapat dilaksanakan dengan baik, rasa
solidaritas tinggi karena saling mengenal antara karyawan, disiplin dan loyalitas
tinggi, rasa pengertian antar anggota tinggi, dan pengendalian secara ketat dapat
dilaksanakan.
Kekurangan struktur organisasi lini yaitu seluruh organisasi hanya
bergantung pada satu orang saja, ada kecenderungan pimpinan akan bertindak
susah dibedakan dengan tujuan perusahaan, kaderisasi dan kesempatan karyawan
untuk berkembang terbatas.
Pimpinan puncak di PT. National Sago Prima dipegang oleh General
Manager (GM). General Manager memiliki wewenang tertinggi untuk memimpin,
mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja
kebun. Kepala Tata Usaha (KTU) bertanggung jawab langsung kepada GM untuk
kegiatan administrasi. Kepala tata usaha membawahi empat bagian yaitu bagian
personalia, bagian pembukuan, bagian umum, dan bagian gudang. Tim teknis dan
koordinator bertanggung jawab secara langsung kepada GM atas pelaksanaan
pengelolaan kebun.
Tenaga kerja di PT. National Sago Prima terdiri atas tenaga kerja bulanan
tetap sebanyak 18 orang, karyawan harian tetap sebanyak 40 orang, tenaga kerja
rombongan sebanyak 4-5 rombong per divisi dengan 5-6 orang per rombong,
karyawan swakelola pembibitan sebanyak 10 orang, dan buruh harian lepas
sebanyak 40 orang.
Deskripsi Kerja Karyawan
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam suatu
perusahaan. Tenaga kerja yang ada di perusahaan yaitu buruh harian lepas,
karyawan harian tetap, tenaga kerja bulanan, dan tenaga kerja rombongan/regu.
1. Buruh Harian Lepas (BHL)
Buruh harian lepas adalah tenaga kerja yang tidak terikat oleh perusahaan.
Buruh harian lepas bekerja pukul 06.30-14.30 WIB dengan istirahat selama satu
jam pada pukul 12.00-13.00 WIB. Buruh harian lepas mengisi daftar hadir 15
menit sebelum jam kerja. Buruh harian lepas bekerja selama tujuh jam kerja per
hari dengan enam hari kerja dalam satu minggu.
Buruh harian lepas memperoleh gaji sebesar Rp 45 000,00/HOK yang
dibayarkan sesuai dengan jumlah hari orang tersebut bekerja. Pembayaran
dilaku-kan setiap dua minggu sekali. Masa kerja maksimal buruh harian lepas adalah tiga
tanpa libur, maka pada bulan keempat buruh harian lepas dapat diangkat menjadi
karyawan harian tetap.
2. Karyawan Harian Tetap
Karyawan harian tetap adalah tenaga kerja tetap perusahaan yang
me-rupakan bagian dari perusahaan yang terikat oleh perusahaan. Karyawan harian
tetap di PT. National Sago Prima yaitu bagian keamanan, bagian mesin, dan
pelaksanaan kegiatan teknis kebun.
Jam kerja karyawan harian tetap sama dengan jam kerja buruh harian
lepas. Gaji yang diperoleh karyawan harian tetap sama dengan pendapatan buruh
harian lepas yang bekerja satu bulan penuh yang dibayarkan setiap bulan sekali.
Namun, karyawan harian tetap mendapatkan cuti kerja selama empat hari dalam
satu bulan, mendapatkan tunjangan beras, dan tunjangan kesehatan.
Karyawan harian tetap yang telah bekerja selama tiga bulan berturut-turut
tanpa libur dan kinerjanya dinilai baik menurut perusahaan, maka pekerja tersebut
dapat dipromosikan menjadi tenaga kerja bulanan dengan gaji yang sesuai dengan
keputusan perusahaan.
3. Tenaga Kerja Bulanan
Tenaga kerja bulanan adalah tenaga kerja tetap perusahaan yang
meru-pakan bagian dalam perusahaan yang terikat oleh perusahaan. Tenaga kerja
bulanan meliputi kepala tata usaha, tim teknis, mandor atau pengawas, krani atau
sekretaris divisi, asisten divisi, bagian personalia, bagian gudang, dan bagian
umum.
Tim teknis merupakan tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan
pengontrolan seluruh kebun. Pada kegiatan perencanaan, tim teknis melakukan
pengecekan terhadap apa yang akan dikerjakan oleh divisi. Hasil pengecekan
tersebut kemudian dibuat laporan berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang
selanjutnya akan diserahkan kepada kepala urusan tata usaha sebagai acuhan
Perjanjian Kerja (SPK) agar hasil pekerjaan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) perusahaan.
Mandor atau pengawas yaitu tenaga kerja yang bertugas mengawasi
seluruh kegiatan teknis di kebun. Selain itu, mandor mempunyai tanggung jawab
untuk memberikan pengarahan dan melaporkan hasil yang didapat dari pekerjaan
tersebut.
Krani atau sekretaris divisi mempunyai tugas membuat pelaporan hasil
kerja divisi baik harian, mingguan, maupun bulanan dan merekap daftar hadir
pekerja. Laporan dan daftar hadir tersebut diserahkan kepada bagian pembukuan.
Asisten divisi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan teknis dan
manaje-rial bagian yang dipimpinnya. Asisten divisi membawahi dan menerima
pertang-gungjawaban dari krani, serta mandor lapangan secara langsung. Asisten divisi
bertanggung jawab atas areal pertanaman sagu seluas 1 000 ha yang terbagi
menjadi 20 blok.
Tenaga kerja bulanan bekerja mulai pukul 07.00-15.00 WIB dengan
istirahat selama satu jam pada pukul 12.00-13.00 WIB. Jumlah hari kerja tiap
yaitu 26 hari per bulan karena libur menggunakan cuti bulanan. Waktu cuti dibagi
menjadi tiga kali dalam satu bulan. Pembagian waktu cuti dilakukan secara
ber-tahap dengan waktu 4 hari/orang/divisi/minggu. Hal tersebut dilakukan agar tidak
terjadi kekosongan sumber daya manusia.
4. Tenaga Kerja Rombongan
Tenaga kerja rombongan/kontrak/regu diterapkan perusahaan dalam
pelak-sanaan kegiatan tertentu, seperti kegiatan pembukaan lahan, pembibitan, dan
pe-nebasan. Tenaga kerja tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perjanjian
Kerja-sama yang telah disepakati antara perusahaan dengan kontraktor yang
Aspek Teknis
Kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima meliputi:
pembukaan lahan (land clearing), pembibitan (pengambilan anakan dan penye-leksian bibit, serta persemaian), penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan.
Fo-kus kerja yang dilakukan oleh perusahaan pada tahun ini yaitu pembukaan lahan,
pembibitan, dan penyulaman.
Pembukaan Lahan (Land Clearing)
Kondisi areal yang akan dibuka perlu diketahui terlebih dahulu untuk
menentukan sistem yang akan digunakan dalam pembukaan areal tersebut.
Selanjutnya dilakukan pengukuran dan penataan blok yang dimulai dengan
pe-nentuan batasan areal. Adapun tahapan dari pembukaan lahan yaitu bloking area,
pemancangan, dan pembuatan lubang tanam.
Bloking Area
Penentuan batasan areal (bloking area) merupakan kegiatan pengambilan
koordinat untuk menetukan arah dan luasan suatu blok. Bloking area dilakukan
menggunakan teodolit dan GPS. Satu blok mempunyai luasan 50 ha dengan
ukuran 1 000 m x 500 m.
Pembagian blok dilakukan dengan membatasi blok tersebut dengan kanal,
baik kanal utama, kanal sekunder, atau kanal tersier yang bertujuan untuk
memu-dahkan pengelolaan tata air (water management). Pembagian blok yang dikeli-lingi kanal tersebut juga bertujuan untuk mengisolasi blok apabila terjadi
kebakaran.
Kegiatan pembukaan lahan dilakukan dengan mengombinasikan sistem
mekanis menggunakan alat ekskavator dan sistem manual dengan cara tebang
habis tanpa pembakaran dengan beberapa tahapan, yaitu kegiatan perintisan/imas
tumbang dilakukan dengan memotong semua vegetasi/tumbuhan yang
memotong semua tumbuhan yang berdiameter > 20 cm dengan menggunakan
chainsaw; dan cincang yang dilakukan dengan memotong batang, dahan, dan ranting untuk memudahkan pembersihan dan pengumpulan hasil potongan
terse-but ke dalam rumpukan (Gambar 6).
Gambar 6. Pembukaan Lahan Menggunakan Alat Ekskavator
Jam kerja ekskavator selama 10-18 jam sehari. Ekskavator dijalankan oleh
satu regu yang terdiri atas 3 orang dengan 1 orang sebagai pengemudi dan 2 orang
lainnya sebagai pembantu pelaksanaan kerja. Prestasi kerja ekskavator yaitu dua
lorong bersih dalam sehari, sehingga dalam setiap blok selesai dilakukan
pembu-kaan lahan selama 20-30 hari.
Pembukaan lahan di PT. National Sago Prima sistem mekanis dengan zero burning memberi beberapa keuntungan, yaitu: tidak terjadi pencemaran udara, terdapat penambahan kandungan bahan organik sebagai akibat pembusukan kayu
secara alami sehingga terjadi peningkatan kesuburan fisik dan kimia tanah, serta
meningkatkan kandungan hara dalam tanah. Pembukaan lahan dengan cara
membakar dapat mengakibatkan kebakaran lahan/hutan bahkan dapat meluas
sehingga menimbulkan pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan berskala
nasional, regional maupun global baik dalam segi sosial maupun ekonomi.
Sistem bloking dibuat terdiri atas lorong kotor, lorong bersih atau lorong
pikul, lorong tengah, jalur tanam, pancang, dan penomoran tanaman untuk
memu-dahkan pengelolaan tanaman dalam setiap blok. Lorong kotor merupakan jalur
penumpukan pelepah kering. Lorong bersih merupakan jalur yang dibersihkan
ke-giatan pemeliharaan tanaman serta mempermudah keke-giatan pemanenan dalam
mengangkut tual dari kebun menuju kanal. Lorong tengah merupakan jalur yang
dibuat pada pertengahan blok, jalur tersebut berfungsi untuk mempermudah
kegiatan pengawasan pemeliharaan tanaman. Jalur tanam merupakan urutan
penomoran tanaman dengan arah Barat-Timur. Pancang ajir merupakan urutan
penomoran tanaman dengan arah Utara-Selatan. Penomoran tanaman dilakukan
dari arah Utara-Barat ke Selatan-Timur.
Pemancangan Blok dan Pemancangan Ajir
Pemancangan blok yaitu kegiatan pembuatan petak kerja seluas 50 ha/blok
dan menentukan jarak antar lorong tanaman. Pemancangan blok dapat
menggu-nakan kompas maupun teodolit. Pemancangan blok diawali dengan membuat
pancang bantu/pancang as yang dicat warna merah dengan jarak 5 m dari tepi
kanal. Kegiatan pemancangan blok dilakukan dengan arah Timur-Barat sepanjang
1 000 m dengan jarak antar pancang 15 m, dan arah Utara-Selatan sepanjang
500 m dengan jarak 100 m.
Pemancangan ajir merupakan kegiatan penandaan titik tempat untuk
menentukan lokasi tanaman sebelum pembuatan lubang tanam. Penentuan arah
pemancangan dapat menggunakan kompas maupun teodolit. Pemancangan
dila-kukan dari arah Utara ke Selatan dengan jarak tanam sebesar 8 m x 8 m. Batang
pancang atau ajir yang digunakan untuk pemancangan diambil dari pelepah sagu
atau kayu dengan panjang 2.5-3.0 m (Gambar 7).
Pembuatan Lubang Tanam
Kegiatan yang dilakukan setelah pemancangan ajir yaitu pembuatan
lu-bang tanam. Pembuatan lulu-bang tanam berguna sebagai lulu-bang penanaman bibit
yang telah siap ditanam. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan
mengguna-kan cangkul pada titik pancang yang telah dibuat. Lubang tanam dibuat dengan
ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm dengan kedalaman sampai menyentuh muka air.
Ukuran lubang tanam dapat berubah sesuai dengan ukuran bibit. Pembuatan
lubang tanam dilakukan oleh karyawan kontrak dengan prestasi kerja 140-150
lubang tanam per hari (Gambar 8).
Gambar 8. Lubang Tanam Siap untuk Penanaman
Pembuatan lubang tanam biasanya dilakukan satu hari sebelum
penanam-an. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari tertimbunnya lubang tanam oleh
tanah akibat hujan lebat maupun erosi. Sebelum dilakukan penanaman bibit,
lu-bang tanam harus dibersihkan terlebih dahulu dari sampah atau kotoran untuk
menghindari munculnya serangan penyakit.
Pembibitan
Pembibitan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menghasilkan
bibit tanaman sagu. Kegiatan pembibitan menjadi tanggung jawab Divisi
Pembi-bitan. Divisi Pembibitan mengontrol semua aktivitas pembibitan di perusahaan.
Dalam penyediaan bibit, PT. National Sago Prima melakukan kerja sama
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kedua lembaga tersebut
menye-diakan bibit dengan teknik pembibitan yang berbeda.
PKAA IPB melakukan kegiatan pembibitan dengan menggunakan sistem
kanal yang sampai saat ini masih diterapkan oleh perusahaan. Sumber bibit yang
digunakan berasal dari dua lokasi, yaitu inhouse (bibit diambil dari dalam perusa-haan) dan outsource (bibit diambil dari kebun masyarakat). Bibit inhouse dibeli dengan harga Rp 1 000,00/bibit yang diseleksi di dalam kebun perusahaan,
se-dangkan bibit outsource dibeli dengan harga Rp 2 500-Rp 3 500,00/bibit yang diseleksi di luar perusahaan. Bibit yang digunakan berukuran 2-5 kg, banir
berbentuk “L”, bibit dalam keadaan tua, serta bebas dari serangan hama dan
penyakit tanaman. Bibit ditata di rakit kemudian dipelihara sampai umur 3 bulan.
Seluruh kegiatan manajerial dilakukan oleh pihak PKAA IPB dibawah
pengawasan Divisi Pembibitan.
BPPT melakukan kegiatan pembibitan dengan menggunakan sistem
polibag yang sampai saat ini belum dilakukan oleh petani sagu pada umumnya.
Sumber bibit yang digunakan hanya berasal dari dalam perusahaan. Bibit yang
digunakan berukuran 200-500 g, bebas serangan hama dan penyakit, serta dalam
pengambilan bibit harus disisakan satu daun untuk mencegah kerusakan bibit.
Tenaga kerja pengambilan bibit berasal dari PT. National Sago Prima. Prestasi
kerja untuk pengambilan bibit sebanyak 120 bibit/HOK.
Selain bekerjasama dengan lembaga luar, PT. National Sago Prima
me-lakukan pembibitan dalam bentuk swakelola dibawah tanggung jawab Divisi
Pembibitan. Tujuan dari bibit swakelola yaitu untuk mencukupi kebutuhan bibit
jika PKAA IPB atau BPPT belum mampu mencukupi kebutuhan bibit yang
dibutuhkan oleh perusahaan. Sistem pembibitan yang digunakan oleh PT.
Natio-nal Sago Prima yaitu sistem rakit dalam kaNatio-nal dengan bibit berasal dari inhouse.
Pengambilan Anakan dan Seleksi Bibit
Bibit yang digunakan dalam pembibitan berasal dari dua jenis, yaitu bibit
yang berasal dari perkembangan vegetatif maupun dari generatif (Flach, 1997).
Perkembangbiakan tanaman secara vegetatif berasal dari anakan sedangkan
perkem-bangbiakan secara generatif susah dilakukan karena sulit menemukan benih sagu
yang fertil. Selain itu, benih sagu bervariasi secara morfologi dan pertumbuhan
vigor yang tidak sama. Bibit yang digunakan oleh PT. National Sago Prima
berasal dari perkembangbiakan secara vegetatif.
Bibit yang berasal dari anakan diambil berdasarkan kriteria tertentu, yaitu
bibit diambil dari induk yang produksi patinya tinggi dan sudah panen atau sudah
berada pada fase nyorong, bibit masih segar, bibit yang sudah cukup tua dicirikan
dengan banir yang sudah keras, banir berbentuk “L” dengan rata-rata bobot bibit
2-5 kg, pelepah dan pucuk yang masih hidup, mempunyai perakaran yang cukup,
panjang pelepah ± 30 cm, serta tidak terserang hama dan penyakit. Alasan
pemi-lihan banir berbentuk “L” yaitu banir mempunyai cadangan makanan yang lebih
banyak sehingga baik untuk bibit selama kegiatan pembibitan berlangsung
(Gambar 9).
Gambar 9. Ciri-Ciri Bibit yang Baik: Banir Berbentuk “L” (Kiri), Petiol Berwarna Merah Muda (Tengah), Pangkal Banir Berwarna Merah Muda (Kanan)
Pengambilan anakan dari rumpun sagu dilakukan berdasarkan penandaan
yang telah dilakukan sebelumnya oleh mandor pengambilan anakan. Serasah di
sekitar anakan dibersihkan terlebih dahulu untuk mempermudah dalam melihat
bagian penghubung rizome/banir. Pengambilan anakan dilakukan dengan cara
memotong rizome menggunakan dodos kemudian rizome diangkat dengan
meng-gunakan dodos. Selama pengangkatan diusahakan untuk tidak memegang pucuk
anakan agar anakan tidak mati. Pelepah dipotong setinggi 30-40 cm dari atas banir
untuk mengurangi transpirasi yang berlebihan.
Kegiatan penyeleksian bibit dilakukan sebelum kegiatan pembibitan.
standar perusahaan. Bibit yang tidak memenuhi kriteria antara lain bibit yang
setelah pengambilan harus disemai di pembibitan dalam rakit. Bibit yang sudah
diambil dan diseleksi kemudian dipotong hingga tinggi bibit dari banir 30-40 cm
dengan cara menghilangkan semua daun dan menyisakan petiol baru.
Pemang-kasan tersebut dilakukan untuk mengurangi transpirasi yang berlebihan selama di
pembibitan serta mempercepat munculnya tunas baru. Bibit direndam dalam
larutan fungisida dengan konsentrasi 2 g/liter dan dikeringanginkan selama ± 15
menit.
Bibit yang siap semai disusun dalam rakit yang terbuat dari ± 16 pelepah
sagu yang telah kering. Rakit dibuat berukuran 2.5 m x 1.0 m dengan tinggi 0.3 m
dan dipaku dengan bambu sehingga terbentuk seperi rak (Gambar 10). Bibit
di-susun secara rapat agar bibit tetap berdiri tegak dan bibit dalam kondisi hanya
bagian akar saja yang terendam air. Bibit yang berukuran 2-5 kg dapat disusun
dalam rakit mencapai 70-80 bibit. Banir yang ditelah disusun harus terendam
dalam air agar banir tidak kering. Namun, petiol atau tunas baru dipertahankan
untuk tidak terendam.
Rakit yang telah tersusun kemudian diangkut menuju satu kanal yang
merupakan lokasi tempat pembibitan. Lokasi pembibitan yang baik yaitu kanal
cabang atau kanal kolektor yang tidak dijadikan sebagai jalur transportasi atau
kanal utama. Hal tersebut dimaksudkan agar bibit tidak terkena riak air yang dapat
merebahkan penataan bibit. Lokasi yang dijadikan sebagai pembibitan hendaknya
memiliki air yang mengalir agar sirkulasi udara dan hara dalam air tetap mengalir.
Selain itu, lokasi pembibitan sebaiknya ternaungi oleh kanopi tanaman agar bibit
lebih cepat tumbuh. Bibit melewati fase pembibitan selama 3 bulan yang akan
Gambar 10. Rakit sebagai Tempat Tumbuh Bibit selama Pembibitan
Bibit yang siap semai kemudian dihitung jumlahnya untuk perhitungan
upah tenaga kerja (Gambar 11). Selama di lokasi pembibitan, rakit yang rusak
sebelum waktu semai berakhir perlu dilakukan perbaikan rakit. Ketika perbaikan
rakit berlangsung, perlu dilakukan pemisahan bibit yang telah mati.
Gambar 11. Perhitungan Bibit sebelum Semai
Pengambilan bibit sampai pembibitan dilakukan oleh satu regu yang
terdiri atas 4-5 orang per regu. Target bibit yang harus terpenuhi dalam satu regu
yaitu 5 000 bibit yang dapat diselesaikan selama 20-30 hari. Biaya yang
di-keluarkan dalam pengambilan bibit sebesar Rp 1 000,00/bibit, biaya pembibitan
sebesar Rp 200,00/bibit, dan biaya penyediaan rakit sebesar Rp 10 000,00/rakit.
Pembuatan satu rakit dapat diselesaikan selama 45 menit oleh 2 orang
mahasiswa, sedangkan pekerja memerlukan waktu selama 20 menit. Kegiatan
penyusunan bibit ke dalam rakit oleh mahasiswa membutuhkan waktu sekitar satu
Penanaman dan Penyulaman
Kegiatan penamanan bibit sagu merupakan salah satu bagian dari
se-rangkaian kegiatan budidaya yang dilakukan oleh perusahaan. PT. Nasional Sago
Prima memfokuskan kegiatan penanaman pada Divisi 5 yang merupakan divisi
baru.
Bibit yang terseleksi dari pembibitan diangkut ke lokasi
penanaman/pe-nyulaman kemudian diletakkan di pinggir blok lokasi tanam. Bibit diangkut ke
dalam lorong pikul dengan menggunakan keranjang (Gambar 12). Pemberian
pupuk dilakukan 0-1 hari sebelum penanaman. Pupuk yang digunakan yaitu
pupuk dasar Rock Phospate (RP) dengan dosis 500 gram per lubang tanam yang diaplikasikan dengan cara diaduk sehingga bercampur dengan tanah.
Gambar 12. Keranjang sebagai Alat Angkut Bibit
Bibit diletakkan dalam lubang tanam hingga menyentuh dasar tanah yang
berair. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat adaptasi bibit. Bibit kemudian
diberi penyangga yaitu dua buah kayu/pelepah yang diletakkan dengan posisi
menyilang di antara banir sagu (Gambar 13). Pemberian penyangga berfungsi
untuk menjaga bibit agar tetap tegak, tidak hanyut sewaktu areal yang ditanam
terkena banjir. Bibit kemudian ditutup dengan tanah sebatas permukaan banir
tanpa pemadatan. Bibit yang sudah ditanam sebaiknya diberi naungan berupa
pelepah sagu untuk menghindari keringnya bibit akibat transpirasi yang
berle-bihan. Tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja regu dengan prestasi kerja
sebanyak 80-100 bibit/HOK. Tenaga kerja tersebut disatukan dengan tenaga kerja
Gambar 13. Pemberian Penyangga pada Bibit dengan Posisi Menyilang
Selain kegiatan penanaman, perusahaan melakukan penyulaman. Kegiatan
penyulaman terfokus pada Divisi 1, 2, 3, dan 4. Penyulaman tanaman dilakukan
untuk mengganti tanaman sagu yang mati. Pada titik tanaman mati dilakukan
pemancangan dengan jarak tanam yang sesuai pada blok. Pemancangan dilakukan
menggunakan pelepah yang berdiameter ± 3.0 cm dengan panjang ± 1.5 m.
Semua gulma yang ada pada piringan dan lorong mati ditebas dengan lebar
tebas-an 1-2 m dengtebas-an tinggi tebastebas-an 0-5 cm dari ttebas-anah. Kegiattebas-an penyulamtebas-an
di-laksanakan sebanyak satu kali dalam setahun pada saat musim hujan. Target kerja
yang harus dicapai oleh tenaga kerja harian lepas untuk kegiatan penyulaman
sebanyak 80-100 bibit/HOK. Gaji yang diberikan sebesar Rp 45 000,00/HOK.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharan tanaman dilakukam secara kontinyu dengan tujuan untuk
menjaga produktivitas tanaman. Kegiatan pemeliharan tanaman sagu di PT.
National Sago Prima meliputi kontrol pertumbuhan, pengendalian gulma baik
secara mekanis maupun kimiawi, serta pengelolaan air.
Kontrol Pertumbuhan
Kontrol pertumbuhan adalah suatu kegiatan pembuangan/pemotongan
anakan sagu di sekeliling pohon induk (rumpun) yang pertumbuhannya tidak
atau pohon induk. Bibit sagu yang ternaungi dan tidak mendapat cahaya matahari
maka pertumbuhannya sangat lambat dan akan kalah bersaing dengan gulma di
sekitarnya (Bintoro, 2008). Andany (2009) menyatakan bahwa rata-rata
pertam-bahan jumlah anakan setiap bulan yaitu tiga anakan tiap rumpun sagu, sehingga
anakan sagu yang tidak diperlukan harus dipangkas. Pemangkasan tersebut dapat
mengurangi kerapatan tajuk tanaman sagu sehingga sinar matahari dapat diterima
oleh tanaman dengan maksimal.
Selain itu, kontrol pertumbuhan berfungsi untuk mengatur rotasi tanam.
Jumlah anakan ideal yang ada dalam satu rumpun sagu yaitu 6-8 anakan (Jong,
2007) dengan jumlah anakan maksimal sebanyak 10 anakan dengan berbagai
tingkatan umur (Bintoro, 2008). Dalam satu tahun hanya diperbolehkan satu
anakan sagu baru yang tumbuh.
Kontrol pertumbuhan meliputi kegiatan pruning dan thining out. Pruning merupakan kegiatan memotong daun pada anakan sagu yang tidak diinginkan,
sedangkan thining out merupakan kegitan memindahkan/membuang anakan yang tidak diinginkan dengan cara mendongkel anakan tersebut. Pelaksanaan pruning
dan thining out sebaiknya dilakukan pada anakan yang jauh dari tanaman induk agar tanaman induk tidak rusak dan terserang penyakit (Gambar 14). Adapun hal
yang perlu diperhatikan pada kontrol pertumbuhan yaitu pada daun anakan yang
akan ditinggalkan sebagai calon tanaman induk, daunnya tidak boleh rusak akibat
terpotong karena akan menghambat proses fotosintesis (Bintoro et. al., 2010).
Gambar 14. Kondisi Rumpun Sagu setelah Dilakukan Kontrol Pertumbuhan
PT. National Sago Prima belum melaksanakan kegiatan kontrol
BMP (Best Management Practise), yaitu blok yang dilakukan sebagai uji coba penelitian. Kegiatan pruning dilakukan oleh tenaga kerja harian lepas dengan
prestasi kerja sebanyak 15 rumpun/HOK, sedangkan prestasi kerja untuk kegiatan
thining out sebanyak 5 rumpun/HOK. Tenaga kerja untuk kegiatan pruning dan
thining out disediakan oleh masing-masing divisi.
Pengendalian Gulma
Tanaman sagu dapat tumbuh dengan baik jika tidak ada organisme
peng-ganggu tanaman. Gulma merupakan salah satu organisme tanaman yang
keber-adaannya dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, bahkan jika tidak
dikenda-likan akan mengakibatkan penurunan produksi. Gulma yang dominan yaitu
Nephrolepsis biserrata Schott, Micania micrantha H.K.B., Stenoclaena palustris
(Burnm.) Bedd, Boreria sp, Melastroma malabathricum Liin, dan Gleichenia linearis Clarke (Amarilis, 2009). Pengendalian gulma perlu dilakukan agar dapat mengurangi persaingan tanaman sagu dengan gulma dalam mendapatkan unsur
hara dan air, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan, serta menekan
populasi hama. Usaha yang dilakukan untuk mengendalikan gulma yaitu
melakukan pengendalian gulma secara mekanis maupun kimiawi. Kedua macam
kegiatan pengendalian gulma tersebut perlu dilakukan untuk efektifitas
pelaksa-naan pengendalian.
Pengendalian gulma secara mekanis merupakan kegiatan mengendalikan
gulma di perkebunan sagu dengan sistem penebasan. Tempat yang akan ditebas
berbeda-beda tergantung pada kebijakan masing-masing divisi. Umumnya
pene-basan dilakukan pada piringan, lorong pikul, lorong tengah, dan lorong mati.
Divisi 1 melakukan penebasan pada piringan, lorong tengah dan lorong
mati, sedangkan pada lorong pikul dilakukan pengendalian gulma secara kimiawi.
Namun pada Divisi 2, penebasan dilakukan pada piringan, lorong pikul, lorong
tengah, dan lorong mati. Hal tersebut berbeda karena tiap divisi dapat membuat
kebijakan masing-masing.
Penebasan pada piringan mempunyai standar kerja sendiri. Penebasan
pada piringan dilakukan selebar 1-2 m dari rumpun terluar dengan menggunakan
selebar 1.5-2.0 m. Tinggi penebasan gulma sekitar 0-5 cm dari permukaan tanah
bertujuan agar anakan sagu tidak ternaungi gulma, sehingga anakan dapat
tum-buh dengan baik. Jika terdapat gulma berkayu, kayu tersebut didongkel sampai ke
akar kemudian diletakkan pada lorong mati. Setiap blok dilakukan penebasan
setiap tahun sekali.
Penebasan dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja regu yang terdiri
atas 5-8 orang per regu. Setiap divisi mempunyai 4-5 regu. Satu regu dapat
menyelesaikan penebasan sebanyak 4 lorong/hari, atau 1 blok (50 ha) dalam
waktu 20-30 hari. Standar gaji yang diberikan yaitu Rp 370 000,00/ha, tetapi
dapat berubah sesuai dengan kondisi blok yang akan ditebas.
Selain pengendalian gulma secara mekanis, pengendalian gulma secara
kimiawi juga dilakukan dengan menggunakan herbisida. Herbisida merupakan
bahan kimia yang mampu menekan pertumbuhan gulma. Jenis herbisida yang
digunakan di kebun yaitu herbisida dengan bahan aktif metil metsulfuron yang
bersifat sistemik dan parakuat yang bersifat kontak.
Kegiatan penyemprotan dilakukan pada lorong mati, lorong pikul, dan
lorong tengah setinggi 30 cm dari permukaan tanah (Gambar 15). Dosis yang
digunakan yaitu 62.50 g metilmetsulfuron/ha dan 1.51 cc parakuat/ha, dengan
volume semprot 400 l/ha, dengan menggunakan nozel berwarna hitam. Setiap satu
blok dilakukan penyemprotan sebanyak 2 kali/tahun.
Gambar 15. Penyemprotan Herbisida
Kegiatan penyemprotan dilakukan oleh buruh harian lepas dengan upah
Rp 45 000,00/HOK. Prestasi kerja untuk kegiatan penyemprotan yaitu 1-2 lorong