• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN RESILIENSI DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA IBU RUMAH TANGGA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN RESILIENSI DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA IBU RUMAH TANGGA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 SKRIPSI"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN RESILIENSI DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA IBU RUMAH TANGGA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh Nisa Ilmalana

171301126

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

Hubungan Resiliensi dengan Subjective Well-being pada Ibu Rumah Tangga selama masa Pandemi COVID-19

Nisa Ilmalana dan Rahma Fauzia, M.Psi., Psikolog Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian in bertujuan untuk mengetahui pengaruh resiliensi terhadap subjective well-being pada ibu rumah tangga selama masa pandemi COVID-19.

Data dikumpulkan dengan menggunakan The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC), The Satisfaction with Life Scale (SWLS), dan Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) yang disebarkan kepada ibu rumah tangga di Kota Medan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling dengan jumlah sampel sebanyak 125 orang. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode analisa regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukan bahwa resiliensi berpengaruh positif terhadap subjective well-being. Artinya, semakin baik kemampuan resiliensi, maka akan semakin baik pula subjective well-beingnya. Berdasarkan hasil analisa data penelitian ini, diketahui bahwa resiliensi memberikan sumbangan efektif sebesar 61,7% terhadap komponen kognitif subjective well-being, 68,5% terhadap afek positf subjective well-being, dan 18,4% terhadap afek negatif subjective well- being.

Kata Kunci: Resiliensi, Subjective well-being, Ibu Rumah Tangga, Pandemi, COVID-19

(5)

iv

Correlation of Resilience and Subjective Well-being of Housewives during the COVID-19 Pandemic

Nisa Ilmalana and Rahma Fauzia, M.Psi., Psikolog Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of resilience on subjective well- being of housewives during the COVID-19 pandemic. Data were collected using The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC), The Satisfaction with Life Scale (SWLS), and the Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) which were distributed to housewives in Medan. The sampling technique used in this research is non-probability sampling with a total sample of 125 people. The analytical method used in this study is a simple regression analysis method. The results showed that resilience had a positive effect on subjective well-being. That means, the higher the resilience ability, the higher the subjective well-being will be. Based on the results of this research data analysis, it is known that resilience contributes effectively to 61.7% of the cognitive component of subjective well- being, 68.5% of positive affect on subjective well-being, and 18.4% of negative affect on subjective well-being.

Keywords: Resilience, Subjective well-being, Housewives, Pandemic, COVID-19

(6)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Resiliensi Terhadap Subjective Well-Being pada Ibu Rumah Tangga Selama Masa Pandemi Covid-19”. Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan pendidikan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Karya ini penulis persembahkan untuk mama saya Nefi Darmayanti, ayah saya Amul Fauzi, kakak saya Diyana Qadarsih, abang saya Abyan Devi, dan Farhan Gaffary, yang telah memberikan kasih sayang, semangat, nasihat, motivasi, doa, dukungan, serta pengorbanan materil selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara beserta jajarannya yaitu, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III.

2. Ibu Rahma Fauzia S, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing seminar dan skripsi saya yang telah memberikan ilmu, waktu, dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini hingga selesai.

(7)

vi

3. Ibu Raras Sutatminingsih, Ph.D, Psikolog dan Bapak Ari Widiyanta, M.Si., Psikolog yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji, memberikan saran, masukan, dan tambahan ilmu dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik saya yang telah memberikan saran akademik selama perkuliahan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu saya selama proses perkuliahan.

6. Seluruh keluarga besar saya yang telah memberikan doa dan dukungan, kepada saya selama masa perkuliahan.

7. Sahabat-sahabat saya Rizka, Kak Shiba, Amel, Kina, Rifka, Ade, Dynda yang selalu menemani, membantu, dan mendukung saya selama masa perkuliahan.

8. Teman SMP dan SMA saya yang menemani dan mendukung saya sejak remaja yaitu, Kholilah, Ghina, Charys, Glen, Windy, Yuyun, serta seluruh teman yang telah memberikan dukungan kepada saya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

9. Senior-senior saya Kak Reflita, Kak Saras, Bang Adi, serta Rizki Wibawa yang telah banyak membantu saya selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi.

10. Teman seperbimbingan skripsi yaitu Megi, Dhita, Devi, serta seluruh teman- teman angkatan 2017 yang berproses bersama selama masa perkuliahan.

11. Responden penelitian yang telah bersedia membantu, meluangkan waktu, dan memberikan data yang diperlukan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(8)

vii

12. Semua pihak yang memberikan bantuan, semangat, dan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk semakin menyempurnakan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih.

Medan, 20 Desember 2021

Nisa Ilmalana

(9)

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ...1

1.2. Rumusan Masalah ...7

1.3. Tujuan Penelitian ...7

1.4. Manfaat Penelitian ...7

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2. Manfaat Praktis ... 7

1.5. Sistematika Penulisan ...8

BAB II ... 9

KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1. Resiliensi ...9

2.1.1. Definisi Resiliensi ... 9

2.1.2. Aspek-aspek Resiliensi ... 10

2.1.3. Faktor-faktor yang memengaruhi Resiliensi ... 11

2.2. Subjective Well-Being ...12

2.2.1. Definisi Subjective Well-Being ... 12

2.2.2. Komponen Subjective Well-being ... 13

2.2.3. Faktor-faktor yang memengaruhi Subjective Well-Being ... 15

2.3. Ibu Rumah Tangga ...18

2.4. Dinamika Pengaruh Resiliensi dengan Subjective Well-Being pada Ibu Rumah Tangga Selama Masa Pandemi COVID-19 ...19

2.5. Kerangka Konsep ...20

(10)

ix

2.6. Hipotesa Penelitian ...21

BAB III ... 22

METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Identifikasi Variabel Penelitian ...22

3.2. Definisi Operasional Variabel ...23

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...24

3.3.1. Populasi Penelitian ... 24

3.3.2. Sampel Penelitian ... 24

3.4. Metode Pengumpulan Data ...25

3.4.1. Skala Resiliensi ... 25

3.4.2. Skala Subjective Well-Being ... 26

3.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ...28

3.5.1. Validitas Alat Ukur Penelitian ... 28

3.5.2. Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 29

3.5.3. Uji Daya Beda Aitem ... 29

3.5.4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 29

3.6. Metode Analisis Data ...31

3.6.1. Uji Normalitas ... 31

3.6.2. Uji Linearitas ... 31

3.6.3. Uji Hipotesis... 32

3.7. Prosedur Penelitian ...32

3.7.1. Tahap Persiapan ... 32

3.7.2. Tahap Pelaksanaan ... 33

3.7.3. Tahap Pengolahan Data... 33

BAB IV ... 34

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Gambaran Subjek Penelitian ...34

4.2. Analisa Data ...34

4.2.1. Hasil Uji Asumsi ... 34

4.2.2. Hasil Penelitian ... 36

4.2.3. Deskripsi Data Penelitian ... 40

4.3. Pembahasan ...45

(11)

x

BAB V ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1.Kesimpulan ...51

5.2.Saran ...51

5.2.1. Saran Metodologis ... 51

5.2.2. Saran Praktis... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 57

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Resiliensi dan Subjective Well-being pada Ibu Rumah Tangga Selama Masa Pandemi COVID-19 ... 20

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Norma Skor Skala Resiliensi ... 26

Tabel 2. Blue Print Skala Resiliensi ... 26

Tabel 3. Norma Skor Skala SWLS ... 27

Tabel 4. Blue Print Skala SWLS ... 27

Tabel 5. Norma Skor Skala SPANE ... 28

Tabel 6. Blue Print Skala SPANE ... 28

Tabel 7. Hasil Uji Coba Alat Ukur Skala Resiliensi ... 30

Tabel 8. Hasil Uji Coba Alat Ukur Skala SWLS ... 30

Tabel 9. Hasil Uji Coba Alat Ukur Skala SPANE ... 31

Tabel 10. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 34

Tabel 11. Tabel Uji Normalitas ... 35

Tabel 12. Tabel Uji Linearitas ... 36

Tabel 13. Hasil Uji Regresi Sederhana Variabel Resiliensi dengan Komponen Variabel Subjective Well-Being... 37

Tabel 14. Hasil Uji Determinan (R2) Variabel Resiliensi dengan Komponen Variabel Subjective Well-Being ... 37

Tabel 15. Hasil Analisa Perhitungan Regresi Koefisien ... 38

Tabel 16. Norma Kategorisasi ... 40

Tabel 17. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Nilai Empirik Resiliensi ... 41

Tabel 18. Kategorisasi Skor Resiliensi ... 41

Tabel 19. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Nilai Empirik Komponen Kognitif Subjective Well-Being ... 42

Tabel 20. Kategorisasi Skor Komponen Kognitif Subjective Well-Being ... 42

Tabel 21. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Nilai Empirik Afek Positif... 43

Tabel 22. Kategorisasi Skor Afek Positif Subjective Well-Being... 44

Tabel 23. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Nilai Empirik Afek Negatif ... 44

Tabel 24. Kategorisasi Skor Afek Negatif Subjective Well-Being ... 45

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Hasil Uji Coba Alat Ukur... 58

LAMPIRAN 2 : Skala Penelitian ... 61

LAMPIRAN 3 : Data Skoring Aitem Skala Penelitian ... 66

LAMPIRAN 4 : Hasil Penelitian ... 78

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Kehadiran wabah Corona Virus Disease 2019 atau lebih dikenal dengan sebutan COVID-19 diawal tahun 2020 membawa banyak perubahan diberbagai aspek kehidupan, seperti pola kehidupan, kondisi ekonomi, sistem pembelajaran, dan lainnya. Karakter utama dari virus corona yang menyebar dengan cepat dan luas membuat orang perlu waspada akan lingkungan sekitarnya. Dikutip dari laman covid19.co.id sebanyak 55.949 orang telah meninggal akibat COVID-19 dan 2.053.995 orang terkonfirmasi positif di Indonesia (25/6). Kondisi ini menimbulkan stres, kecemasan, dan rasa takut yang berlebih (Kaligis, Indraswari,

& Ismail, 2020).

Dampak dari penyebaran COVID-19 sangat berpengaruh di bidang pendidikan. Perubahan di bidang pendidikan ditandai dengan proses pembelajaran yang mengalami perubahan drastis. UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) telah mengimbau agar peserta didik baik pelajar ataupun mahasiswa untuk mendapatkan layanan pendidikan melalui pembelajaran jarak jauh. Proses belajar mengajar yang biasanya dilakukan secara offline berubah menjadi online di masa pandemi sekarang ini. Kemendikbud melarang sekolah yang berada di daerah zona kuning, oranye, dan merah untuk melakukan pembelajaran tatap muka dan diwajibkan melakukan pembelajaran secara daring (Kemendikbud, 2020).

(16)

2

Akibat diterapkannya metode pembelajaran jarak jauh membuat orang tua harus meluangkan waktu yang lebih banyak untuk mendampingi anak-anak mereka belajar, menguasai materi, menyelesaikan tugas sekolah dan menggantikan peran guru (Muslim, 2020). Hal ini membuat bertambahnya tugas orang tua, karena selain melaksanakan pekerjaan sehari-hari, orangtua juga harus mampu membimbing dan mengarahkan anak agar memiliki motivasi belajar yang tinggi di masa pandemi ini.

Selama anak melakukan proses pembelajaran dari rumah, seorang ibu mempunyai beban tugas yang lebih banyak dikarenakan pola pengasuhan anak yang cenderung lebih dekat terhadap ibu (Citra & Arthani, 2020). Dimasa pandemi COVID-19, ibu tidak hanya berperan menjadi guru, melainkan juga menjadi teman belajar, fasilitator, teknisi IT, reminder, observer, dan dokumentator (Widhiasih, 2020). Sebagai seorang ibu, terkhususnya ibu rumah tangga yang biasanya hanya melakukan pekerjaan rutin mengurus rumah, kini mereka juga harus mendampingi anak belajar dan berperan sebagai guru bagi putra-putrinya. Apalagi dengan mengingat budaya patriarki yang masih melekat di sebagian besar orang di Indonesia, dimana seorang perempuan berperan lebih aktif dalam mengerjakan pekerjaan domestik dan mengurus anak, seorang ibu rumah tangga berpotensi menjadi stres karena tanggungan dan beban yang bertambah banyak dari biasanya (Muslim, 2020).

Ibu rumah tangga didefinisikan sebagai wanita yang lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah, menggunakan waktunya untuk mengasuh anak- anak (Dwijayanti, 1999). Ibu rumah tangga mengerjakan pekerjaan domestik seperti mengurus rumah, memasak, dan mengurus anak. Pekerjaan rumah tangga

(17)

3

merupakan kegiatan monoton yang dilakukan setiap hari dan dilakukan di dalam rumah dapat membuat ibu rumah tangga merasa berada dalam situasi terisolasi dan cenderung mengarah kepada stressor bagi ibu tersebut (Putri & Sudhana, 2013). Nurhadi (dalam Putri & Sudhana 2013) menyimpulkan bahwa tugas-tugas rumah tangga ini sering dianggap rendah karena tidak mempunyai nilai tukar ekonomis. Pandangan ini membuat ibu rumah tangga merasa kurang berharga.

Kebijakan pemerintah untuk menerapkan pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) juga berbanding lurus dengan bertambahnya peran ibu dalam kehidupan keluarga. Dilansir dari Merdeka.com ibu rumah tangga tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri (me time) dengan berkumpulnya seluruh anggota keluarga di rumah. Hal ini diperkuat oleh survey yang diakses melalui cnn.com yang mengatakan sebanyak 56 persen ibu rumah tangga mengaku stres dan mengalami gejala kecemasan, sulit tidur, serta mudah marah setelah lebih dari 8 bulan pandemi COVID-19. Ini menunjukkan bahwa ibu rumah tangga mengalami penurunan dalam hal kesejahteraannya. Mereka banyak mengalami perasaan sedih dan tertekan.

Di sisi lain, kondisi pandemi juga memberikan dampak positif bagi kesejahteraan subjektif ibu. Salah satunya adalah memberikan ruang bagi ibu dan anak untuk menumbuhkan kreativitas dan ikatan (bonding) satu dengan lainnya (Nurlaeli & Nurwanti, 2020). Selain itu, momen pandemi juga memberikan kesempatan bagi orang tua dan anak untuk melakukan kegiatan bersama, mempererat ikatan, dan menjalin komunikasi yang intens (Kurniati, Alfaeni, &

Andriani, 2021).

(18)

4

Kesejahteraan seseorang dapat dijelaskan melalui konsep Psikologi positif yaitu perspektif Hedonic, yang mendefinisikan kesejahteraan sebagai kesenangan atau kebahagiaan, dan Eudaimonic, yang berfokus pada realisasi diri, ekspresi personal dan tingkat dimana individu mampu mengaktualisasikan kemampuannya. Ryan & Deci (2001) menyebutkan bahwa perspektif hedonic merepresentasikan kesejahteraan subjektif, yaitu individu dikategorikan sejahtera ketika ia merasa puas dan bahagia dengan hidupnya. Sedangkan perspektif eudaimonic merepresentasikan kesejahteraan psikologis, yaitu. individu dikategorikan sejahtera ketikaindividu tersebut dapat mengaktualisasikan diri dan memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya. Compton (dalam Purba, 2013) mengatakan bahwa subjective well-being lebih unggul untuk mengukur kesejahteraan individu.

Diener (2000) mengatakan bahwa kesejahteraan subjektif identik dengan kebahagiaan, yang meliputi tiga aspek; yaitu kepuasan terhadap pengalaman hidup, banyaknya afek positif dan sedikitnya afek negatif. Kesejahteraan subjektif menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dialami seseorang menurut evaluasi subjektif mereka terhadap kehidupan. Evaluasi ini termasuk penilaian dan perasaan tentang kepuasan hidup, minat dan keterlibatan, reaksi afektif seperti kegembiraan dan kesedihan terhadap peristiwa kehidupan, dan kepuasan dengan pekerjaan, hubungan, kesehatan dan domain lainnya (Diener E. , 2009).

Kesejahteraan subjektif tidaklah berbeda dengan kebahagiaan (Diener E. , 2000). Diener, Oishi, & Lucas (2003) juga mengatakan bahwa istilah kesejahteraan subjektif merupakan istilah ilmiah dari kebahagiaan, sedangkan kebahagiaan merupakan istilah yang digunakan oleh para awam. Menjadi bahagia

(19)

5

adalah tujuan semua manusia. Orang yang bahagia lebih bersosialisasi, altruistik, aktif, lebih menyukai diri sendiri dan orang lain, dan memiliki keterampilan resolusi konflik yang lebih baik, dan memiliki sistem kekebalan yang kuat (Eid &

Larsen, 2008). Salah satu cara untuk tehindar dari COVID-19 adalah dengan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi, karena tubuh memerlukan sistem imun yang kuat agar dapat terhindar dari virus corona.

Kesejahteraan seorang ibu merupakan hal yang penting dimasa pandemi ini. Individu dengan tingkat kesejahteraan subjektif yang rendah, akan memiliki pandangan hidup yang negatif, menganggap peristiwa yang terjadi sebagai hal yang tidak menyenangkan, kurangnya kasih sayang, sering merasa tidak puas dengan apa yang telah didapatkan sehingga mengakibatkan timbul emosi seperti kecemasan, depresi, dan kemarahan (Myers & Diener, 1995). Kesejahteraan yang rendah pada ibu rumah tangga dapat menyebabkan stress, tidak bahagia dan dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental, sehingga mereka membutuhkan kemampuan untuk beradaptasi dan bertahan ketika mengalami berbagai situasi sulit seperti pada saat masa pandemi ini atau dikenal dengan istilah resiliensi (Reivich & Shatte, 2002).

Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk berkembang ketika menghadapi kesulitan (Connor & Davidson, 2003). Rutter (1987) mengatakan bahwa resiliensi merupakan faktor yang penting untuk melawan perkembangan gangguan psikologis saat menghadapi kesulitan-kesulitan dalam kehidupan sehari- hari. Pada dasarnya, resiliensi berfungsi untuk mengatasi rintangan dan mengendalikan kesulitan sehari-hari sehingga seorang individu tidak akan membiarkan kesengsaraan ataupun kesulitan mengganggu produktivitas dan

(20)

6

kesejahteraanya, serta untuk bangkit kembali dan menemukan cara agar bergerak maju saat dihadapkan pada situasi yang membuat ketidakberdayaan (Reivich &

Shatte, 2002).

Kemampuan resiliensi sangat dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan, ketidakpastian, dan perubahan di masa pandemi COVID-19. Pada ibu rumah tangga, kemampuan resiliensi diperlukan untuk membantu mereka dalam menghadapi berbagai tantangan dan juga perubahan serta penambahan peran yang terjadi di masa pandemi ini. Orang dengan tingkat resiliensi yang lebih rendah menunjukkan kesulitan yang lebih besar dalam menghadapi tantangan emosional dari krisis pandemi (Killgore, Taylor, Cloonan, & Dailey, 2020). Salah satu cara mengatasi kesulitan menghadapi tantangan krisis pandemi dan meraih kesejahteraan adalah dengan memiliki kemampuan resiliensi.

Hasil penelitian oleh Parades., dkk., (2020) yang dilakukan di Kolombia menemukan adanya pengaruh resiliensi terhadap subjective mental well-being pada mahasiswa. Penelitian lain yang dilakukan oleh Septiani (2019) di Indonesia menemukan bahwa resiliensi berpengaruh terhadap subjective mental well-being pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LKPA). Selanjutnya, penelitian terkait resiliensi ditemukan berkorelasi positif dengan subjective well-being pada relawan bencana alam oleh Efill (2020) dan remaja panti asuhan oleh Tsuraya (2017).

Namun, sejauh ini belum ada penelitian terkait resiliensi dan subjective well-being pada ibu rumah tangga.

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan, penting untuk dilakukan penelitian terkait pengaruh resiliensi terhadap subjective well-being pada ibu rumah tangga di masa pandemi COVID-19, agar ibu rumah tangga dapat

(21)

7

mengembangkan kemampuan resiliensinya dalam menjalani tugas dan peran yang bertambah selama pandemi yang akan meningkatkan kesejahteraan mental mereka. Maka dari itu, berangkat dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melihat “Pengaruh Resiliensi terhadap Subjective Well-Being Ibu Rumah Tangga Selama Masa Pandemi COVID-19”.

1.2.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh resiliensi terhadap subjective well-being pada ibu rumah tangga selama masa pandemi COVID-19?”.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh resiliensi terhadap subjective well-being pada ibu rumah tangga selama masa pandemi COVID-19.

1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan atau informasi baru kepada pembaca dan memberikan manfaat kepada ilmu psikologi mengenai pengaruh resiliensi terhadap subjective well-being terkhususnya pada ibu rumah tangga di masa pandemi COVID-19 dan dapat dijadikan sebagai bahan kajian penelitian selanjutnya.

1.4.2. Manfaat Praktis

(22)

8

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada ibu rumah tangga dalam upaya meningkatkan kebahagiaan atau kesejahteraan subjektifnya dengan mengembangkan kemampuan resiliensinya.

1.5.Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan dalam penelitian.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memaparkan teori-teori yang digunakan dalam mendasari penelitian serta hipotesa penelitian, yaitu teori mengenai subjective well-being, resiliensi, ibu rumah tangga, dan pandemic COVID-19.

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian, yang mencakup identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, serta metode dalam menganalisa data.

BAB IV : Analisa dan Pembahasan Data

Bab ini berisi mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil uji asumsi, hasil penelitian, hasil analisa tambahan, serta pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari penelitian ini.

(23)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Resiliensi

2.1.1. Definisi Resiliensi

Menurut para ahli, resiliensi adalah kemampuan untuk pulih dari situasi atau peristiwa traumatis. Resiliensi merupakan kualitas pribadi yang memungkinkan seseorang untuk berkembang ketika berhadapan dengan situasi sulit (Connor & Davidson, 2003). Reivich & Shatte (2002) mengatakan resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan bertahan ketika mengalami peristiwa yang buruk dalam kehidupan. Para ahli behavioral memperkenalkan konstruk resiliensi sebagai upaya untuk mengenali, mendefinisikan, dan mengukur kapasitas individu untuk bertahan serta berkembang dalam kondisi buruk dan bangkit kembali dari masa sulit (McCubbin, 2001).

Siebert (2005) dalam bukunya yang berjudul The Resiliency Advantage menggambarkan resiliensi sebagai kemampuan mengatasi dengan baik perubahan yang mengganggu yang sedang berlangsung, menjaga kesehatan di kondisi tekanan yang konstan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi rintangan, merubah cara hidup ketika cara lama tidak lagi memungkinkan dengan kondisi yang ada, dan menghadapi permasalahan tanpa bertindak dengan cara yang berbahaya.

Ketika orang yang resilien hidupnya terganggu, mereka membiarkan diri sendiri merasakan kesedihan, kemarahan, kehilangan, dan kebingungan saat terluka atau tertekan, tetapi mereka tidak membiarkannya menjadi keadaan yang permanen.

(24)

10

Masten, Best dan Garmezy (1990) menyebutkan bahwa resiliensi mengacu pada proses, kapasitas, atau hasil adaptasi yang berhasil meskipun dalam keadaan yang menantang atau mengancam.

Resiliensi mengacu pada proses mengatasi efek negatif dari risiko yang ada, berhasil mengatasi pengalaman traumatis, dan menghindari dampak negatif yang terkait dengan risiko (Fergus & Zimmerman, 2005). Menurut Masten dan Reed (2002) resiliensi digambarkan sebagai fenomena di mana individu menunjukkan adaptasi dan perkembangan positif meskipun berada dalam pengalaman atau kondisi yang terkait dengan hasil negatif (situasi penuh tekanan).

Berdasarkan definisi para tokoh diatas, dapat disimpulkan resiliensi adalah kemampuan individu untuk beradaptasi, bertahan, bangkit, dan berkembang secara positif ketika berada dalam kondisi atau keadaan terpuruk.

2.1.2. Aspek-aspek Resiliensi

Menurut Connor & Davidson (2003) terdapat lima aspek yang terkait dengan resiliensi :

a. Kompetensi personal, standar dan keuletan yang tinggi. Kemampuan personal menunjukkan bahwa individu merasa mampu mencapai tujuannya pada saat terjadi kemunduran atau kegagalan.

b. Kepercayaan pada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap efek negatif, dan kuat/tegar menghadapi stres. Aspek ini berkaitan dengan ketenangan dan coping terhadap stres, berpikir secara hati-hati dan fokus meskipun dalam sedang menghadapi masalah.

(25)

11

c. Menerima perubahan secara positif dan dapat menjalin hubungan yang aman dengan orang lain. Aspek ini berhubungan dengan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi perubahan.

d. Kontrol diri dalam mencapai tujuan dan bagaimana mendapatkan bantuan dari orang lain

e. Pengaruh spiritual, yaitu yakin dengan Tuhan dan nasib.

2.1.3. Faktor-faktor yang memengaruhi Resiliensi

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi resiliensi menurut Herman, H., dkk., (2011) :

a. Faktor Pribadi

Ciri-ciri kepribadian (openness, extraversion, dan agreeableness), lokus kontrol internal, mastery, self-efficacy, harga diri, cognitive appraisal, dan optimisme berpengaruh pada resiliensi. Fungsi intelektual, fleksibilitas kognitif, keterikatan sosial, konsep diri positif, regulasi emosional, emosi positif, spiritualitas, koping aktif, tahan banting, optimisme, harapan, akal, dan kemampuan beradaptasi juga dikaitkan dengan resiliensi. Beberapa faktor pribadi yang dapat memengaruhi resiliensi mempunyai kesamaan dengan faktor-faktor yang dapat memengaruhi subjective well-being, diantaranya adalah ciri kepribadian, harga diri, kontrol diri, dan optimisme.

b. Faktor Biologis

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa lingkungan awal yang keras dapat memengaruhi perkembangan struktur otak, fungsi, dan sistem neurobiologis. Perubahan fisik di otak ini secara substansial dapat

(26)

12

memperburuk atau mengurangi kerentanan terhadap psikopatologi di masa depan. Perubahan otak dan proses biologis lainnya dapat memengaruhi kapasitas untuk memoderasi emosi negatif, dan dengan demikian memengaruhi resiliensi terhadap kesulitan. Pengasuh yang suportif dan sensitif pada masa bayi dan masa kanak-kanak dapat meningkatkan resiliensi dan mengurangi efek dari apa yang disebut lingkungan beracun.

c. Faktor Lingkungan

Pada tingkat lingkungan mikro, dukungan sosial, termasuk hubungan dengan keluarga dan teman sebaya, berkorelasi dengan resiliensi. Dukungan sosial dapat datang dari teman sebaya yang positif, guru yang suportif, dan orang dewasa lainnya serta keluarga dekat. Pada tingkat makro, faktor komunitas, seperti sekolah yang baik, layanan masyarakat, peluang olahraga dan kesenian, faktor budaya, spiritualitas dan agama, dan kurangnya paparan kekerasan, berkontribusi pada resiliensi.

2.2.Subjective Well-Being

2.2.1. Definisi Subjective Well-Being

Diener (2000) mendefinisikan subjective well-being atau kesejahteraan subjektif sebagai evaluasi individu tentang kehidupannya yang meliputi kepuasan hidup (penilaian global kehidupan seseorang), afek positif (mengalami banyak emosi dan suasana hati yang menyenangkan), dan tingkat afek negatif yang rendah (mengalami sedikit emosi dan suasana hati yang tidak menyenangkan).

Evaluasi ini mencakup reaksi emosional terhadap peristiwa, suasana hati, dan penilaian yang mereka buat tentang kepuasan hidup, pemenuhan, dan kepuasan

(27)

13

dengan domain seperti pernikahan dan pekerjaan. Subjective well-being merupakan apa yang orang awam sebut sebagai kebahagiaan atau kepuasan hidup (Diener, Oishi, & Lucas, 2003).

Subjective well-being adalah persepsi dan pengalaman pribadi dari respons emosional positif dan negatif dan evaluasi kognitif spesifik global dan (domain) tentang kepuasan dengan kehidupan (Proctor, 2014). Kesejahteraan subjektif mengacu pada persepsi orang tentang keberadaan mereka atau pandangan subjektif tentang pengalaman hidup mereka (Russell, 2008). Compton dan Hoffman (2012) berpendapat bahwa subjective well being terbagi dalam dua variabel utama yaitu kebahagiaan dan kepuasan hidup. Kebahagiaan terkait dengan keadaan emosional individu dan bagaimana perasaan individu mengenai diri dan dunianya. Kepuasan hidup mengarah pada penilaian global tentang kemampuan individu menerima hidupnya.

Berdasarkan definisi para tokoh diatas, dapat disimpulkan subjective well- being adalah penilaian individu mengenai kehidupannnya terkait kepuasan hidup (life satistification) dan keadaan emosional diri seperti emosi atau suasan hati yang menyenangkan maupun tidak.

2.2.2.

Komponen Subjective Well-being

Menurut Diener, Scollon, & Lucas, (2003); Proctor (2014); Myers &

Diener (1995) terdapat tiga komponen subjective well being yaitu life satistification yang dikategorikan sebagai komponen kognitif, afek positif dan afek negatif yang dikategorikan sebagai komponen afektif.

(28)

14 a. Komponen kognitif

Menurut Diener, Lucas, dan Oishi (dalam Lestari, 2019) evaluasi kognitif dilakukan ketika seseorang menciptakan evaluasi secara sadar dan menilai kepuasan mereka terhadap kehidupan secara keseluruhan atau penilaian evaluatif tentang aspek-aspek kehidupan tertentu, seperti kepuasan kerja, minat, dan hubungan interpersonal. Komponen kognitif terdiri dari life satistification (kepuasan hidup). Kepuasan hidup meliputi keinginan untuk mengubah hidup, kepuasan dengan kehidupan saat ini, kepuasan dengan masa lalu, kepuasan dengan masa depan, pandangan orang lain yang signifikan tentang kehidupan seseorang (Diener & Suh, 1997).

b. Komponen afektif

Komponen afektif meliputi afek positif dan afek negatif. Evaluasi afektif berupa emosi dan suasana hati. Afek mencerminkan evaluasi berkelanjutan seseorang tentang kondisi dalam hidupnya (Diener, Scollon, &

Lucas, 2003).

 Afek positif

Menurut Diener, Lucas, dan Oishi (dalam Lestari, 2019) afek positif atau emosi yang menyenangkan merupakan bagian dari subjective well-being yang dialami individu sebagai reaksi yang muncul dalam diri individu karena hidupnya berjalan sesuai dengan keinginannya. Afek positif adalah kombinasi dari gairah dan kesenangan, dan itu termasuk emosi seperti aktif, waspada, dan bersemangat (Diener, Scollon, & Lucas,

(29)

15

2003). Afek positif meliputi kegembiraan, kepuasan, kebanggaan, kasih sayang, kebahagiaan, penuh gairah (Diener & Suh, 1999).

 Afek negatif

Menurut Diener, Lucas, dan Oishi (dalam Lestari, 2019) Afek negatif termasuk suasana hati dan emosi yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh reaksi negatif dari kejadian yang dialami oleh individu dalam hidup mereka, kesehatan, dan lingkungan mereka. Afek negatif adalah kombinasi dari gairah dan ketidaknyamanan, dan itu termasuk emosi seperti cemas, marah, dan takut (Diener, Scollon, & Lucas, 2003).

Afek negatif meliputi rasa bersalah, malu, kesedihan, kecemasan, kekhawatiran, marah, menekankan, depresi, dan iri (Diener & Suh, 1999).

2.2.3. Faktor-faktor yang memengaruhi Subjective Well-Being

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi subjective well-being menurut Compton dan Hoffman (2013) :

a. Self Esteem (Harga Diri)

Harga diri yang tinggi memang menyebabkan peningkatan kebahagiaan. Sulit membayangkan seseorang dengan harga diri rendah akan merasa bahagia atau puas dengan hidup. Harga diri tinggi terdiri dari setidaknya empat komponen: (1) perasaan bahwa seseorang diterima oleh orang lain; (2) menjadi penerima evaluasi positif dari orang lain; (3) percaya bahwa seseorang lebih baik dibandingkan dengan orang lain atau dengan diri ideal seseorang; dan (4) percaya bahwa seseorang dapat memulai tindakan yang efektif di dunia.

(30)

16 b. Optimis

Umumnya, orang yang lebih optimis tentang masa depan dan lebih berharap lebih bahagia dan menikmati kepuasan hidup yang lebih besar daripada orang lain. Orang yang optimis terlibat dalam perilaku koping yang lebih efektif, memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, dan mengalami hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Orang optimis juga memiliki kepercayaan diri dan ketekunan yang lebih besar ketika menghadapi tantangan.

c. Kontrol diri

Kontrol diri mengacu pada keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak diinginkan. Perasaan kontrol personal dapat meningkatkan kekuatan emosional, motivasi, perilaku, dan fisiologi saat menghadapi tuntutan. Untuk meningkat kesejahteraan subjektif ibu rumah tangga selama masa pandemi, dibutuhkan faktor pendorong seperti kontrol diri, yaitu keyakinan individu memiliki kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan menghadapi tantangan. Salah satu contohnya adalah dengan mengembangkan kemampuan resiliensi.

d. Makna dan tujuan hidup

Makna dan tujuan hidup merupakan prediktor penting dalam subjective well-being yang tinggi. Disaat individu memiliki makna yang lebih besar dalam hidupnya, ia dapat meningkatkan kebahagiaan dan perasaan emosional yang lebih positif membuat mereka merasa bermakna dalam hidupnya. Makna

(31)

17

dan tujuan hidup tidak perlu dikaitkan dengan keyakinan agama. Ketika individu secara aktif mengejar berbagai tujuan yang bermakna secara pribadi, kesejahteraan mereka akan meningkat.

e. Hubungan positif dengan orang lain

Ketika seseorang berada dalam hubungan sosial yang mendukung dikaitkan dengan harga diri yang lebih tinggi, koping yang berhasil, kesehatan fisik, dan lebih sedikit masalah psikologis. Jika individu memiliki dukungan sosial yang baik, pengaruh faktor lain dari subjective well being meningkat.

Dengan kata lain, ketika individu merasa memiliki dukungan sosial akan ada peningkatan efek pada subjective well being, seperti harga diri yang positif, optimisme, dan kontrol pribadi.

f. Kepribadian

Tipe kepribadian ekstrovert dikaitkan dengan tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi disebabkan oleh kepekaan meraka yang lebih tinggi terhadap penghargaan postif atau respon yang lebih kuat terhadap peristiwa yang menyenangkan dan juga memiliki kecendrungan untuk mengalami emosi yang lebih positif.

g. Uang

Uang penting untuk kebahagian. Memiliki pendapatan yang dapat dibuang dapat mengurangi stres, memberikan akses perawatan kesehatan yang lebih baik, dan mengurangi kekhawatiran jangka panjang tentang kebutuhan sehari-hari.

(32)

18 h. Jenis kelamin

Wanita lebih bahagia daripada pria sebelum sekitar tahun 1985 dan setara dengan pria dalam kebahagiaan sekitar tahun 1989, tetapi sekarang wanita dilaporkan memiliki kebahagiaan yang lebih rendah daripada pria.

Asosiasi ini ditemukan terlepas dari faktor-faktor seperti status perkawinan, jumlah anak, usia kronologis, atau tingkat pendapatan.

i. Usia

Tampaknya anak muda lebih sering mengalami emosi negatif daripada orang tua dan frekuensi emosi negatif menurun seiring bertambahnya usia.

Pengalaman emosional yang positif lebih mungkin untuk bertahan di antara orang yang lebih tua. Selain itu, emosi anak muda lebih intens karena kurang berlatih dan terampil mengatur diri, sehingga mereka lebih sering mengalami kemarahan, kesedihan, kecemburuan, kekecewaan, dan perasaan negatif lainnya.

2.3.Ibu Rumah Tangga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu rumah tangga diartikan sebagai wanita atau istri (ibu) yang hanya mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga (bukan bekerja di kantor). Dwijayanti (1999) menyebutkan bahwa ibu rumah tangga merupakan wanita yang lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah, menggunakan waktunya untuk mengasuh anak-anak berdasarkan pola- pola yang diberikan masyarakat. Sukmana (dalam Mumtahinnah, 2011) tugas ibu rumah tangga dalam kehidupan keluarga yaitu mengatur pengelolaan rumah tangga sehingga kondisi keluarga menjadi teratur dan rapih. Vuuren (dalam

(33)

19

Mumtahinnah, 2011) mengatakan bahwa tugas wanita adalah memasak, menjahit, berbelanja, menyetrika, dan mengasuh anak.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa ibu rumah tangga adalah seorang istri atau ibu yang menghabiskan lebih banyak waktunya dirumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan bukan bekerja di kantor.

2.4.Dinamika Pengaruh Resiliensi dengan Subjective Well-Being pada Ibu Rumah Tangga Selama Masa Pandemi COVID-19

Kehidupan tidak selalu diisi dengan peristiwa-peristiwa menyenangkan.

Ada kalanya kesedihan atau peristiwa yang membuat kita terpuruk datang menghampiri, seperti yang kita alami sekarang dimasa pandemi COVID-19.

COVID-19 membawa banyak perubahan dan dampak dalam kehidupan di bidang ekonomi, sistem pembelajaran, hingga pola kehidupan. Kondisi ini menimbulkan rasa cemas, stres, dan menjadi tidak bahagia.

Ketika individu berada dalam kondisi cemas, stres, khawatir, atau takut dalam jangka waktu yang lama dapat berakibat pada kesejahteraannya atau kesehatan mentalnya. Kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai penilaian individu mengenai kehidupannnya terkait kepuasan hidup (life satistification) dan keadaan emosional diri seperti emosi atau suasana hati yang menyenangkan maupun tidak. Jika individu mengalami ketidaksejahteraan atau mengalami banyak afek negatif, dia akan memadang hidup secara negatif, menganggap peristiwa yang terjadi sebagai hal yang tidak menyenangkan, kurangnya kasih sayang, sering merasa tidak puas dengan apa yang telah didapatkan sehingga mengakibatkan timbul emosi seperti kecemasan, depresi, dan kemarahan (Myers

(34)

20

& Diener, 1995). Maka dari itu faktor lingkungan seperti disaat pandemi ini yang mengalami banyak perubahan dari biasanya, individu memerlukan resiliensi atau kemampuan individu kemampuan individu untuk beradaptasi, bertahan, bangkit, dan berkembang secara positif ketika berada dalam kondisi atau keadaan terpuruk.

Individu yang memiliki resiliensi yang tinggi dapat mengatasi hal-hal yang akan merusak kesejahteraan mental seperti stress selama pandemi. Individu dengan tingkat resilien yang lebih tinggi dikatakan memiliki tingkat kecemasan yang rendah dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan mental subjektif, dan mengalami keberhasilan yang lebih besar dalam mengatasi tekanan emosional yang dipicu oleh pandemi (Paredes, dkk., 2020). Ketika individu telah mereduksi afek negatif yang mereka rasakan, mereka akan mulai lebih merasakan afek positif ataupun kepuasan hidup mereka.

2.5.Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Resiliensi dan Subjective Well-being pada Ibu Rumah Tangga Selama Masa Pandemi COVID-19

(35)

21 2.6.Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian adalah terdapat pengaruh positif resiliensi terhadap subjective well-being pada ibu rumah tangga selama masa pandemi COVID-19.

(36)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif didasarkan pada pengukuran variabel untuk memperoleh skor. Biasanya, skor tersebut berupa nilai numerik yang kemudian dianalisis secara statistik untuk menarik suatu kesimpulan serta interpretasi (Gravetter & Forzano, 2012).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian korelasi. Desain penelitian ini mengukur dua atau lebih variabel untuk mendapatkan satu set skor (biasanya dua skor) untuk setiap individu. Pengukuran tersebut kemudian diperiksa untuk mengukur kekuatan hubungan (Gravetter &

Forzano, 2012). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasi untuk mengetahui bagaimana pengaruh resiliensi terhadap subjective well-being pada ibu rumah tangga di masa pandemi COVID-19.

3.1.Identifikasi Variabel Penelitian

Menurut Gravetter & Forzano (2012), variabel merupakan karakteristik ataupun kondisi yang dapat mengubah atau memiliki nilai yang berbeda pada individu yang berbeda. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel Terikat (dependent variable) : Subjective Well-Being b. Variabel Bebas (independent variable) : Resiliensi

(37)

23 3.2.Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah prosedur untuk mengukur dan mendefinisikan konsrtruk. Definisi operasional menetapkan prosedur pengukuran untuk mengukur perilaku eksternal yang dapat diamati, dan menggunakan pengukuran yang dihasilkan sebagai define konstruk hipotetis (Gravetter & Forzano, 2012).

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah : a. Resiliensi

Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk beradaptasi, bertahan, bangkit, dan menunjukkan perkembangan positif ketika berada dalam kondisi atau keadaan terpuruk yang mencakup aspek kompetensi personal, kepercayaan pada diri sendiri, menerima perubahan secara positif dan dapat menjalin hubungan yang aman dengan orang lain, kontrol diri, dan pengaruh spiritual. Resiliensi diukur dengan The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC). Resiliensi dapat dilihat dari total skor yang diperoleh melalui pengukuran. Semakin tinggi total skor yang diperoleh mencerminkan individu memiliki kemampuan resiliensi yang lebih baik.

b. Subjective well-being

Subjective well-being merupakan penilaian individu mengenai kehidupannya kepuasan hidup (life satistification) dan keadaan emosional diri seperti emosi atau suasan hati yang menyenangkan maupun tidak. Yang mecakup komponen mengalami kepuasan hidup, banyak afek positif, dan sedikit afek negatif. Subjective well-being diukur dengan The Satisfaction with Life Scale (SWLS) dan Scale of Positive and Negative Experience (SPANE).

(38)

24 3.3.Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh kumpulan individu yang menarik bagi seorang peneliti (Gravetter & Forzano, 2012). Populasi merupakan suatu wilayah umum yang terdiri dari objek/subjek yang memiliki kualitas atau karakteristik tertentu yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah ibu rumah tangga yang memiliki anak yang duduk di bangku sekolah tingkat SD atau SMP.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sekumpulan individu yang dipilih dari suatu populasi dan biasanya dimaksudkan untuk mewakili populasi tersebut dalam suatu studi penelitian (Gravetter & Forzano, 2012). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik non-probability sampling dengan pendekatan accidental sampling. Teknik non-probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara tidak acak dan bersifat subjektif. Setiap anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sedangkan, accidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel jika orang tersebut dianggap tepat sebagai sumber data. Dalam penelitian ini kriteria sampel yang dibutuhkan adalah ibu rumah tangga yang memiliki anak yang berstatus sebagai pelajar SD atau SMP, dan berdomisili di kota Medan. Untuk menentukan jumlah subjek yang akan dijadikan sampel,

(39)

25

peneliti menggunakan rumus menurut Cochran (dalam Sugiyono, 2017) untuk menentukan ukuran sampel dengan populasi yang tidak diketahui sebagai berikut :

n = n = ( ) ( )( )

( )

= 96,04

keterangan : n = Ukuran sampel.

= Tingkat kepercayaan 95%.

p = proporsi kategori dari total seluruh kategori (50% = 0,5) q = proporsi kategori lain selain p (50% = 0,5)

e = Margin error 10%

Dari perhitungan diatas maka jumlah sampel yang digunakan adalah 96,4 responden. Dalam penelitian ini, peneliti akan membulatkan menjadi 100 subjek sebagai sampel penelitian.

3.4.Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa skala. Skala adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur atribut non-kognitif (Azwar, 2012). Jenis skala yang digunakan adalah skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap suatu objek (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini, terdapat tiga skala yang digunakan, yaitu satu skala untuk mengukur resiliensi dan dua skala untuk mengukur subjective well-being.

3.4.1. Skala Resiliensi

Skala yang digunakan untuk mengukur resiliensi pada ibu rumah tangga yaitu skala adaptasi dari The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) oleh

(40)

26

Wahyudi, dkk., (2020). Skor dari skala diperoleh dari hasil jawaban subjek yang mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable) terhadap pernyataan- pernyataan yang terdapat pada skala resiliensi. Setiap aitem dari skala terdiri dari 5 alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam menentukan skor masing- masing subjek, norma skor ditetapkan berdasarkan lima pilihan jawaban sebagai berikut.

Tabel 1. Norma Skor Skala Resiliensi

Alternatif Jawaban Skor Favorable

Sangat Sesuai (SS) 4

Sesuai (S) 3

Netral (N) 2

Tidak Sesuai (TS) 1

Sangat Tidak Sesuai (STS) 0

Tabel 2. Blue Print Skala Resiliensi

No. Aspek Favorable Total

1. Kompetensi personal, standar tinggi, dan kegigihan 6, 10, 16, 19,

23, 25 6

2. Keyakinan terhadap insting, toleransi terhadap efek negatif, dan efek menguatkan dari stress

4, 14, 15, 17,

18 5

3. Penerimaan positif terhadap perubahan dan

hubungan lekat dengan orang lain. 1, 2, 5, 7, 8 5

4. Kontrol 11, 12, 13,

21, 22, 24 6

5. Pengaruh spiritual 3, 9, 20 3

Total 25

3.4.2. Skala Subjective Well-Being

1. The Satisfaction with Life Scale (SWLS)

Skala pertama yang digunakan untuk mengukur subjective well- being pada ibu rumah tangga yaitu skala adaptasi dari The Satisfaction

(41)

27

with Life Scale (SWLS) oleh Yusak Novanto (diakses melalui eddiener.com). Skala 5 aitem ini ditujukan untuk mengukur salah satu aspek subjective well-being yaitu, kepuasan hidup berdasarkan teori Diener.

Skor dari skala diperoleh dari hasil jawaban subjek yang mendukung (favorable) terhadap pernyataan-pernyataan yang terdapat pada skala SWLS. Setiap aitem dari skala terdiri dari 7 alternatif jawaban, dimulai dari Sangat Sesuai (SS), hingga Sangat Tidak Sesuai (STS).

Dalam menentukan skor masing-masing subjek, norma skor ditetapkan berdasarkan tujuh pilihan jawaban sebagai berikut.

Tabel 3. Norma Skor Skala SWLS

Alternatif Jawaban Skor Favorable

Sangat Sesuai 7

Sesuai 6

Agak Sesuai 5

Netral (N) 4

Agak Tidak Sesuai 3

Tidak Sesuai (TS) 2

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1

Tabel 4. Blue Print Skala SWLS

No. Komponen Favorable Total

1. Kepuasan Hidup 5 5

Total 5

2. Scale of Positive and Negative Experience (SPANE)

Skala kedua yang digunakan untuk mengukur subjective well-being pada ibu rumah tangga yaitu skala adaptasi dari Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) oleh Hanif Akhtar (diakses melalui

(42)

28

eddiener.com). Skala 12 aitem ini mencakup 6 aitem untuk menilai perasaan positif dan 6 aitem untuk menilai perasaan negatif.

Skor dari skala diperoleh dari hasil jawaban subjek yang mendukung (favorable) terhadap pernyataan-pernyataan yang terdapat pada skala SPANE. Setiap aitem dari skala terdiri dari 5 alternatif jawaban, dimulai dari Sangat Sesuai (SS), hingga Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam menentukan skor masing-masing subjek, norma skor ditetapkan berdasarkan lima pilihan jawaban sebagai berikut.

Tabel 5. Norma Skor Skala SPANE

Alternatif Jawaban Skor Favorable

Sangat Sering / Selalu 5

Sering 4

Kadang-kadang 3

Jarang 2

Sangat Jarang / Tidak Pernah 1

Tabel 6. Blue Print Skala SPANE

No. Komponen Favorable Jumlah

1. Afek Positif 6 6

2. Afek Negatif 6 6

Total 12

3.5.Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian 3.5.1. Validitas Alat Ukur Penelitian

Menurut Azwar (2012) validitas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana skala mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya.

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi atau content validity. Validitas isi adalah relevansi aitem dengan indikator keperilakuan dengan

(43)

29

tujuan ukur yang membutuhkan penilaian dari penilai yang kompeten (expert judgement) (Azwar, 2012). Dalam penelitian ini, peneliti meminta dosen pembimbing sebagai expert judgement untuk menilai kelayakan skala yang telah diadaptasi.

3.5.2. Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

Salah satu ciri alat ukur yang berkualitas adalah reliabel, yaitu dapat menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran kecil (Azwar, 2012).

Menuurut Gravetter & Forzano (2012) reliabilitas suatu prosedur pengukuran adalah konsistensi pengukuran. Jika individu yang sama diukur dalam kondisi yang sama, prosedur pengukuran yang reliabel menghasilkan pengukuran yang identik (atau hampir identik). Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS. Alat ukur dapat dikatakan reliabel apabila koefisien reliabilitas semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2012).

3.5.3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aitem dapat membedakan antara individu atau suatu kelompok individu yang mempunyai dan tidak mempunyai atribut yang diukur. Aitem yang memperoleh koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan (Azwar, 2012).

3.5.4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Setelah dilakukan professional judgement pada 42 aitem, aitem tersebut kemudian diuji coba. Uji coba alat ukur dilakukan kepada 50 orang ibu rumah tangga yang berdomisili di luar kota Medan. Peneliti menyebarkan skala

(44)

30

menggunakan google form. Hasil uji coba skala resiliensi menunjukkan reliabilitas alat ukur pada skala resiliensi diperoleh sebesar 0.939. Terdapat 1 aitem memiliki daya beda aitem dibawah 0,30, yaitu aitem nomor 3 sebesar 0,103.

Tidak ada aitem gugur dan aitem tetap berjumlah 25 aitem.

Tabel 7. Hasil Uji Coba Alat Ukur Skala Resiliensi

Aspek Aitem Jumlah

Kompetensi personal, standar tinggi, dan kegigihan 24, 12, 11, 25, 10,

23, 17, 16 8

Keyakinan terhadap insting, toleransi terhadap efek negatif, dan efek menguatkan dari stress

20, 18, 15, 6, 7,

19, 14 7

Penerimaan positif terhadap perubahan dan hubungan

lekat dengan orang lain. 1, 4, 5, 2, 8 5

Kontrol 23, 13, 21 3

Pengaruh spiritual 3, 9 1

Total 24

Sementara itu, untuk skala subjective well-being SWLS menunjukkan reliabilitas alat ukur pada skala SWLS diperoleh sebesar 0.826. Tidak ada aitem yang memiliki daya beda aitem dibawah 0,30. Maka, tidak ada aitem gugur dan aitem tetap berjumlah 5 aitem.

Tabel 8. Hasil Uji Coba Alat Ukur Skala SWLS

No. Komponen Aitem Total

1. Kepuasan Hidup 1,2,3,4,5 5

Total 5

Begitu pula dengan skala subjective well-being SPANE yang menunjukkan reliabilitas alat ukur pada skala SPANE diperoleh sebesar 0.925 untuk afek positif dan 0,902 untuk afek negatif. Tidak ada aitem yang memiliki daya beda aitem dibawah 0,30. Maka, tidak ada aitem gugur dan aitem tetap berjumlah 12 aitem.

(45)

31

Tabel 9. Hasil Uji Coba Alat Ukur Skala SPANE

No. Komponen Aitem Jumlah

1. Afek Positif 1,3,5,7,10,12 6

2. Afek Negatif 2,4,6,8,9,11 6

Total 12

3.6.Metode Analisis Data

Menurut Sugiyono (2015) analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah mengumpulkan data dari seluruh responden. Analisis data meliputi pengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, membuat tabulasi kemampuan berdasarkan variabel dari semua responden, menampilkan data untuk setiap variabel penelitian, membuat perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif ini menggunakan analisis regresi linier sederhana dengan bantuan program SPSS version 25.0 for Windows.

3.6.1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan teknik One-Sample Kolmogorov Smirnov dengan bantuan program SPSS version 25.0 for Windows.

Apabila nilai signifikansi p > 0.05 dapat dikatakan bahwa data terdistribusi normal, dan sebaliknya jika p < 0.05 maka dikatakan bahwa data tidak terdistribusi normal (Field, 2009).

3.6.2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi penelitian yaitu independent variable (resiliensi) dan dependent variable (subjective well-

(46)

32

being) memiliki hubungan linear atau tidak. Uji linearitas menggunakan teknik Test for Lineaity dengan bantuan SPSS version 25.0 for Windows. Hubungan dikatakan linear atau dianggap terpenuhi apabila Deviation from Linearity Sig. >

0,05 dan nilai Linearity Sig. < 0,05.

3.6.3. Uji Hipotesis

Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh independent variable (resiliensi) dan dependent variable (subjective well-being).

Penelitian ini menggunakan uji regresi linier sederhana dengan bantuan program SPSS version 25.0 for Windows.

3.7.Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

3.7.1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, peneliti mempersiapkan penelitian yang akan dilakukan.

Diawali dengan mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur resiliensi dan subjective well-being. Peneliti menggunakan satu skala untuk mengukur resiliensi yaitu skala modifikasi dari The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) oleh Connor & Davidson (2003), dan dua skala untuk mengukur subjective well-being yaitu skala modifikasi dari The Satisfaction with Life Scale (SWLS) oleh Diener, dkk., (1985) serta Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) oleh Diener, dkk., (2009). Aitem dari skala modifikasi kemudian dievaluasi oleh professional judgment untuk menilai apakah indikator dan aitem sesuai dengan aspek dari variabel yang diteliti.

(47)

33 3.7.2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, peneliti akan menyebarkan skala yang telah melalui proses uji validitas dan reliabilitas kepada sampel penelitian. Pengambilan data dilakukan menggunakan skala yang akan disebarkan dengan google forms kepada sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.

3.7.3. Tahap Pengolahan Data

Setelah peneliti mendapatkan data yang dibutuhkan terkait penelitian maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data. Data yang telah diperoleh akan diolah secara statistik dengan menggunakan bantuan program SPSS.

(48)

34

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini berjumlah 125 orang. Penelitian ini dilakukan di kota Medan. Subjek merupakan ibu rumah tangga yang berusia 25 hingga 53 tahun dan memiliki anak yang bersekolah ditingkat SD atau SMP. Berikut adalah tabel mengenai usia subjek penelitian yang dikelompokkan berdasarkan pembagian usia menurut Hurlock:

Tabel 10. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia Jumlah(N) Persentase(%)

Dewasa Awal (18-40 tahun) 96 77%

Dewasa Madya (41-60 tahun) 29 23%

TOTAL 125 100%

Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia, subjek terbanyak dalam penelitian ini adalah kelompok dewasa awal dengan rentang usia 18-40 tahun sebanyak 96 orang (77%). Kemudian, subjek dalam rentang usia 41-60 tahun atau dewasa madya merupakan subjek yang paling sedikit dalam penelitian ini sebanyak 29 orang (23%).

4.2.Analisa Data

4.2.1. Hasil Uji Asumsi

Dalam melakukan analisa data, perlu dilakukan uji asumsi. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas pada data residu variabel berupa skor, serta uji linearitas

(49)

35

untuk mengetahui bentuk korelasi antara tiap-tiap sampel. Pengujian ini kemudian dilakukan dengan bantuan program SPSS version 25.0 for Windows.

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah apakah data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan terdistribusi secara normal apabila data memiliki signifikansi p > 0,05.

Tabel 11. Tabel Uji Normalitas

Berdasarkan tabel 11, didapatkan nilai signifikansi pada variabel resiliensi adalah 0,069 > 0,05. Selanjutnya, nilai signifikansi variabel subjective well-being pada komponen kognitif adalah 0,060 > 0,05, komponen afek positif adalah 0,093 > 0,05, dan begitu pula pada komponen afek negatif adalah 0,067 > 0,05. Kedua variabel memiliki nilai signifikansi p > 0,05.

Maka dapat disimpulkan bahwa data pada kedua variabel dalam penelitian ini terdistribusi secara normal.

b. Uji linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel resiliensi memiliki hubungan yang linear atau tidak terhadap variabel subjective well- being. Uji linearitas pada penelitian ini menggunakan teknik Test for

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Resiliensi Kognitif Afek Positif Afek Negatif

N 125 125 125 125

Test Statistic .077 .078 .074 .077

Asymp. Sig. (2-tailed) .069 .060 .093 .067

(50)

36

Linearity. Hubungan dikatakan linear apabila nilai deviation from linearity memiliki signifikansi > 0,05 dan nilai linearity memiliki signifikansi < 0,05.

Tabel 12. Tabel Uji Linearitas

Berdasarkan tabel 12, resiliensi dan komponen kognitif memiliki nilai signifikansi deviation from linearity sebesar 0,120 > 0,05 serta linearity 0,00 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa resiliensi dan komponen kognitif subjective well-being memiliki hubungan yang linear.

Selanjutnya, antara resiliensi dan afek positif memiliki nilai signifikansi deviation from linearity sebesar 0,136 > 0,05 serta linearity 0,00 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa resiliensi dan afek positif subjective well-being memiliki hubungan yang linear. Demikian pula antara resiliensi dan afek negatif dengan deviation from linearity sebesar 0,551 > 0,05 serta linearity 0,00 < 0,05 yang dapat disimpulkan bahwa resiliensi dan afek positif subjective well-being memiliki hubungan yang linear.

4.2.2. Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh resiliensi terhadap subjective well-being pada ibu rumah tangga di masa pandemi COVID-19.

Adapun hipotesa yang akan diuji dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif antara resiliensi terhadap subjective well-being pada ibu rumah tangga

Sig.

Linearity Deviation from Linearity

Resiliensi – Komponen Kognitif 0,00 0,120

Resiliensi – Afek Positif 0,00 0,136

Resiliensi – Afek Negatif 0,00 0,551

Gambar

Gambar 2. Kerangka Konsep Resiliensi dan Subjective Well-being pada Ibu Rumah  Tangga Selama Masa Pandemi COVID-19
Tabel 3. Norma Skor Skala SWLS
Tabel 5. Norma Skor Skala SPANE

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan : (1) Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara self esteem dengan subjective well being pada siswa

Peneliti berharap dengan mengangkat variabel subjective well-being, maka penelitian ini dapat mendeskripsikan tingkat subjective well-being pada ibu hamil, tingkat kecemasan

Penelitian yang dilakukan oleh Robustelli dan Whisman (2018) menunjukkan bahwa kebersyukuran memiliki korelasi positif terhadap subjective well-being , yaitu pada komponen kepuasan

Rumusan masalah pada penelitian kali ini adalah: Apakah ada perbedaan subjective well-being of maternal bila ditinjau dari status pekerjaan ibu, baik yang sambil

Akibatnya remaja urban rumah susun tetap dapat memiliki subjective well being yang tinggi meski tinggal dalam lingkungan rumah susun.. Kata kunci : subjective well being,

Ibu yang bekerja diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan Subjective well-being ibu yang bekerja salah satunya dengan meningkatkan work engagement pada ibu

Dapat disimpulkan bahwa strategi coping mempunyai hubungan positif dengan resiliensi dan fear of COVID-19 berhubungan negatif dengan resiliensi pada tenaga kebersihan, sedangkan

well-being siswa dari dimensi pribadi berada pada tingkat yang tinggi yaitu sebanyak 49 orang 56.98%, sedangkan well-being siswa SMP yang dilihat dari dimensi fisik ialah rendah yaitu