• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior (Donsu, 2017).Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objekmelalui pancaindra yang dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatiandan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2014).

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal. Pengetahuan akan suatu objek

(2)

mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.

Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) pengetahuan seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention) Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menarik

(3)

kesimpulan, meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana program dalam situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen dalam suatu objek atau masalah yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatan ini adalah jika orang tersebut dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap pengetahuan objek tersebut

5. Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.

6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang

(4)

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2.1.3 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut:

1. Faktor Internal a. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi berupa halhal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip oleh Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berpesan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan

Menurut Thomas yang kutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah suatu keburukan yang harus dilakukan demi

(5)

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya.

Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan.

Sedangkan bekerja merupakan kagiatan yang menyita waktu.

c. Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun . sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matangdalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau kelompok.

e. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari sikap dalam menerima informasi

2.1.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

(6)

1. Pengetahuan Baik : 76 % - 100 % 2. Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 % 3. Pengetahuan Kurang : < 56 % 2.2 Konsep CardioPulmnary Resusitation

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) atau pijat jantung adalah

teknik yang di gunakan untuk menyelamatkan penderita gawat darurat yang mengalami henti jantung / cardiac arrest (Kleinman et al., 2017). Pijat jantung atau CPR harus dilakukan dengan cepat,

cermat dan tepat jika menemukan penderita yang mengalami henti jantung / cardiac arrest agar kemungkinan hidup seseorang dapat meningkat 2x lipat (Blewer et al., 2017). Pasien henti jantung merupakan pasien yang tidak merespon saat diberi rangsangan apapun , serta tidak bisa bernafas dengan normal (Nolan et al., 2010).

Setelah itu penolong memanggil bantuan dan dilanjutkan dengan CPR sebelum memberikan nafas buatan agar dapat mengurangi kompresi pertama. Jika menemukan korban yang tidak sadarkan diri dan tidak bernafas diharapkan penolong langsung melakukan pijat jantung tanpa melakukan tes nadi karotis, karena kegiatan tersebut kurang efektif. (Nolan et al., 2010).

Lakukan pijat jantung dengan baik dan benar, sebelum melakukannya pastikan jika pasien berada di tempat yang aman, jika masih ada di tengah jalan maka pindahkan ke samping jalan, pastikan pasien berada diatas permukaan yang kuat dan datar untuk kompresi yang lebih adekuat. Lepaskan pakaian dan segala hal yang menghalangi dada agar tangan dapat berada di posisi yang benar dan

(7)

recoil dada terlihat saat pijat jantung dilakukan. Tumit salah satu

tangan diletakkan di setengah bagian bawah tulang sternum dan telapak tangan satunya berada di atas punggung tangan satunya.

Kedua lengan harus tegak lurus serta lutut rapat menempel bahu pasien. Pijatan dilakukan dengan menjatuhkan berat badan penolong ke sternum sebagai titik tumpu pijat jantung (AHA, 2015). Lakukan 30x pijat jantung dengan kedalaman 5 cm – 6 cm, ulang dengan kecepatan rata-rata 100 – 120 min, kemudian raba nadi karotis 5-10 detik setelah 30x pijat jantung. Bila tidak teraba, lanjutkan dengan pijat jantung dan nafas buatan rasio 30:2 sebanyak 5 siklus/2 menit, kemudian evaluasi kembali dengan meraba nadi karotis. Penolong harus membiarkan recoil penuh setelah setiap kali kompresi, meminimalkan jeda antar kompresi dan memberikan ventilasi yang cukup (setiap nafas buatan diberikan lebih dari 1 detik, setiap kali diberikan dada akan terangkat) (Nolan et al., 2010).

Pijat jantung dapat dihentikan apabila terdapat salah satu indikasi dibawah:

1. Return of Spontaneous Circulation (denyut nadi kembali teraba) 2. Pasien meninggal

3. Bantuan datang 4. Penolong lelah

2.2.1 Langkah-langkah Cardiopulmonary Resusitation

Resusitasi Jantung Paru merupakan bagian dari bantuan hidup dasar yang dilakukan untuk membantu jantung agar dapat kembali memompa dan memperbaiki sirkulasi darah dalam tubuh. Adapun

(8)

langkah-langkah resusitasi jantung paru menurut (American Heart Association,2020):

a) Menganalisa Situasi

Keamanan penolong menjadi prioritas untuk menghindari adanya korban selanjutnya. Perhatikan situasi dan keadaan yang aman untuk penolong dan korban (American Heart Association,2020).

b) Cek respon korban

Periksa keadaan korban dengan memberikan rangsangan nyeri ataupun verbal. Pemeriksaan ini dilakukan setelah dipastikannya lingkungan telah aman untuk penolong maupun korban. Rangsangan verbal yang dilakukan bisa dengan memanggil korban disertai menepuk bahu korban. Apabila tidak ada respon, penolong bisa melakukan rangsangan nyeri, baik menekan kuku maupun di bagian dada (American Heart Association,2020).

Gambar 2.1 Cek Respon Korban

c) Meminta bantuan dan Aktifkan Emergency Medical Service (EMS)

(9)

Jika korban masih tidak memberikan respon, penolong segera meminta bantuan dengan berteriak dan mengaktifkan sistem gawat darurat atau EMS (American Heart Association,2020).

d) Memperbaiki posisikan korban dan penolong

- Posisikan korban supinasi atau terlentang di permukaan datar dan keras

- Memperbaiki posisi korban dengan cara log roll (kepala, leher, dan punggung digulingkan secara bersamaan)

- Posisikan penolong senyaman mungkin dengan posisi berlutut sejajar dengan bahu pasien untuk pemberian resusitasi secara efektif (American Heart Association,2020).

e) Periksa Airway (Jalan nafas)

Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas yang disebabkan benda asing dalam mulut, jika ada benda asing segera bersihkan lebih dulu, buka mulut dengan menggunakan teknik cross finger. Jika sumbatan berbentuk cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk dan tengah dilapisi sepotong kassa, sedangkan sumbatan benda padat dapat dikeluarkan dengan menggunakan jari telunjuk (finger sweep) (American Heart Association,2020).

Membuka jalan nafas dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (head tilt chin lift) namun hindari melakukan ini kepada pasien cedera kepala, jika dicurigai

(10)

adanya cedera kepala, gunakan manuver mandibular (jaw trust) (American Heart Association,2020).

Gambar 2.2 head tilt chin lift dan jaw trust f) Breathing (pernafasan)

Tindakan pemeriksaan pernafasan ini dilakukan dengan cara melihat pergerakan dada (look), mendengarkan suara nafas (listen), dan merasakan hembusan nafas pasien (feel) dengan mendekatkan telinga penolong dengan hidung pasien, melihat pergerakan dinding dada 5-6 detik. Jika tidak ada pernafasan segera beri nafas buatan sebanyak 10-12 kali per menit (1 kali bantuan nafas, 5-6 detik) (American Heart Association,2020).

g) Circulation

Memastikan adanya denyut nadi pasien dengan meletakkan jari telunjuk dan jari tengah di nadi karotis pasien ( di sisi kanan atau kiri leher sekitar 1-2cm dari thakhea) raba selama < 10 detik. Jika nadi tidak teraba dan nafas tidak terasa lakukan resusitasi jantung paru (American Heart Association,2020).

(11)

Gambar 2.3 Cek nadi karotis pasien h) Resusitasi jantung paru yang berkualitas

1) Posisikan diri di samping korban

2) Pastikan posisi korban aman dan supinasi/ terlentang

3) Letakkan kedua telapak tangan (saling menumpuk), di prosesus xipoideus atau diantara kedua putting susu

4) Posisi penolong tegak lurus

Gambar 2.4 Kompresi dada

5) Menurut AHA, 2020 pemberian resusitasi jantung paru bisa dikatakan berkualitas jika mencakup hal ini, yaitu tekan kuat (minimum 2 inch / 5cm) dan kecepatannya (100-120kali per menit) dan tunggu rekoil dada selesai dengan sempurna, meminimalisir interupsi dalam kompresi, menghindari ventilasi berlebihan, ganti kompresor/penolong tiap 2 menit,

(12)

namun boleh dilakukan < 2 menit jika sudah mulai kelelahan, jika tidak ditemukannya suara napas lanjutan, rasio kompresi ventilasi 30:2, kapnografi gelombang kuantitatif, jika hasil PETCO2 rendah ataupun menurun, kaji ulang kualitas RJP yang telah diberikan.

i) Recovery Position (Posisi pemulihan)

Bila keadaan pasien sudah Kembali normal, posisikan pasien dengan posisi pemulihan dengan tujuan dapat mencegah terjadinya sumbatan saluran nafas jika terdapat cairan (American Heart Association,2020).

Gambar 2.5 Recovery Position atau posisi pemulihan

Gambar

Gambar 2.1 Cek Respon Korban
Gambar 2.2 head tilt chin lift dan jaw trust  f)  Breathing (pernafasan)
Gambar 2.3 Cek nadi karotis pasien  h)  Resusitasi jantung paru yang berkualitas
Gambar 2.5 Recovery Position atau posisi pemulihan

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menyimpulkan bahwa kebugaran aerobik adalah kemampuan jantung, paru-paru, dan pembuluh darah dalam menggunakan oksigen dan memanfaatkanya untuk menjadi

Menurut Pearce (2011) fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung

Jika support suatu itemset lebih besar atau sama dengan minimum support, maka itemset tersebut dapat dikatakan sebagai frequent itemset, yang tidak memenuhi

Adapun komponen kebugaran jasmani meliputi : (1) Daya tahan jantung yaitu kemampuan jantung, paru menyuplai oksigen untuk kerja otot dalam waktu yang lama, (2) Kekuatan

Pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit dituntut untuk melayani klien dengan pelayanan berkualitas, dikatakan berkualitas dilihat dari mutu pelayanan yang salah

Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi: a) Ada jejas di jantung akibat dari

Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif), antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit (oleh

Pasien yang membutuhkan resusitasi sering memiliki sumbatan jalan nafas, biasanya akibat sekunder dari kehilangan kesadaran, tapi kadang disebabkan secara primer oleh henti